Anda di halaman 1dari 38

Usulan Penelitian Tesis

PEMANFAATAN MINYAK ALPUKAT


SEBAGAI BAHAN PENUSBSTITUSI LEMAK KOMPENSIONAL
DALAM PEMBUATAN SOSIS DAGING AYAM LAYER

ANDI MUH FUAD

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Karakteristik Fisik Dan Aktivitas Antioksidan Sosis

Daging Ayam Dengan Penambahan Bumbu Lokal

Selama Masa Penyimpanan

Nama : Nurul Adha

Nomor Pokok : P4000216010

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Peternakan

Makassar, April 2019

Usulan Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Hikmah M. Ali, S.Pt, M.Si Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt., MP.

NIP. 19710819 199802 1 001 NIP. 19741205 200604 1 001

Ketua Program Studi

Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc.

NIP. 1964123
iii

PRAKATA

Alhamdulillah, atas rahmat dan taufik-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah usulan penelitian tesis dengan judul Karakteristik

Fisik dan Aktivitas Antioksidan Sosis Daging Ayam Dengan Penambahan

Bumbu Lokal Selama Masa Penyimpanan. Penulis dengan rendah hati

mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dan membimbing dalam menyelesaikan proposal ini utamanya kepada :

1. Bapak Dr. Hikmah M. Ali, S.Pt, M.Si sebagai komisi pembimbing

utama dan Bapak Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt., MP selaku

komisi pembimbing anggota yang telah banyak meluangkan waktu

untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan nasihat serta

motivasi dalam penyusunan proposal ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Effendi Abustam, M.Sc., Ibu Prof Dr. Drh.

Ratmawati Malaka, M.Sc dan Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt, MP.

selaku Dosen Pembahas dan Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M. Sc.

selaku Ketua Program Studi S2 Peternakan yang bersedia

meluangkan waktu dan memberikan saran-saran untuk perbaikan

proposal ke depannya.

3. Bapak Dekan Fakultas Peternakan beserta Wakil Dekan I, Wakil

Dekan II dan Wakil Dekan III, Bapak Ketua Prodi Teknologi Hasil

Ternak, Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Pegawai Fakultas

Peternakan UNHAS.
iv

4. Kedua orang tua Agussalim dan Rugayyah serta saudara-saudara

penulis atas segala doa, motivasi, teladan, pengetahuan dan

dukungan penuh kasih sayang terbesar dan selamanya kepada

penulis.

5. Kepada Keluarga besar HIMATEHATE-UH, Solandeven011, teman kelas ITP


angkatan 2016, sahabat Sweety serta rekan-rakan yang telah memberikan
bantuan dan banyak menjadi inspirasi bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal ini masih jauh dari

kesempurnaan, karena itu penulis memohon saran untuk memperbaiki

kekurangan tersebut. Saran dan kritik yang membangun dari pembaca

akan membantu kesempurnaan dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Semoga proposal ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi saya

sendiri. Amin.

Makassar, April 2018

Penulis
1

BAB I.
PENADAHULUAN
Latar Belakang

Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup

dikenal dan disukai masyarakat indonesia dari anak-anak sampai orang

dewasa pada umumnya. Sosis adalah jenis makanan yang dibuat dari

daging yang melalui proses penggilingan kemudian ditambah bumbu-

bumbu lalu dimasukkan ke dalam pembungkus yang berbentuk bulat

panjang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tanpa

dimasak maupun diasapkan.

Selain itu, sosis juga dikenal sebegai produk emulsi daging yang

ditambahkan bahan pengisi, bahan pengikat dan bumbu-bumbu untuk

meningkatkan flavor dan daya terima dari konsumen. Masalah yang sering

timbul dala pembuatan produk emulsi adalah tidak stabilnya sistem emulsi

pada saat pengolahan dan penyimpanan. upaya pencegahan agar sistem

emulsi tersebut tidak pecah dan tahan lama adalah dengan penambahan

bahan pengikat (emulsifire).

Untuk mendapatkan sosis yang berkualitas baik maupun sebagai

pangan fugsional, maka diperlukan bahan pengikat (emulsifire) yang

berasal dari bahan alami, serta memiliki kualitas yang baik. Bahan

pengikat pada sosis berfungsi untuk menarik air, memberi warna khas

membentuk tekstur yang padat, memperbaiki stabilitas emulsi,


2

menurunkan penyusutan waktu pemasakan, memperbaiki cita rasa dan

sifat irisan.

Salah satu bahan pengikat atau bahan pengisi alami yang dapat

digunakan adalah buah alpukat. Buah alpukat merupakan salah satu buah

yang dikenal luas oleh masyarakat indonesia. Dalam b uah alpukat /

memiliki kandungan gizi yang sangat kompleks seperti Vitamin A, vitamin

B, vitamin C, dan Vitamin E. kandungan lain yang terdapat dalam buah

alpukat adalah lemak, karbohidrat, asam folat, dan protein (Morton, 1987).

Penelitian dibrazil menyebutkan kandunagan lemak daging buah alpukat

tergolong cukup besar yaitu 15,39% dan dengan kandungannya ini

dimungkinkan dibentuk sediaan dalam bentuk minyak buah

alpukat (Bora et al., 2001).Kandungan lemak yang sangat tinggi pada

buah alpukat dapat menjaga kestabilan sistem emulsi pada saat

pengolahan dan penyimpanan produk sosis.

Rumusan Masalah

Bedasrkan latar belakang maka dapat disusun rumusan masalah

permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah Minyak Buah alpukat berpengaruh terhadap stabilitas

emulsi dan karakterisitik fisik pada sosis daging Ayam ?

2. Apakah level Minyak buah alpukat yang berbeda berpengaruh

terhadap stabilitas emulsi dan karakteristik sosis daging Ayam ?


3

3. Apakah terdapat interkasi antara level Minyak buah alpukat selama

proses pemasakan dan penyimpanan sosis daging Ayam terhadap

stabilitas emulsi dan karakteristik fisik ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

penambahan level Minyak buah alpukat dan interaksi terhadap stabilitas

emulsi dan karakteristik fisik sosis Ayam pada saat pemasakan dan

Penyimpanan

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebgai sumber informasi ilmiah

bagi peneliti dan masyarakat mengenai Pemberian minyak buah alpukat

terhadap stabilitas emulsi dan karakteristik fisik sosis daging ayam


4

BAB II.
Tinjauan Pustaka
A. Tinjuan Umum Sosis

1. Defenisi

Sosis merupakan produk olahan daging yang digiling dan

dihaluskan, dicampur bumbu kemudian diaduk dengan lemak hingga

tercampur rata dengan proses kuring dan dimasukkan ke dalam

selongsong (Buckle, 1987). Sosis adalah produk makanan yang diperoleh

dari campuran daging halus (tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau

pati tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan

lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis. Bahan

baku yang digunakan untuk membuat sosis terdiri dari bahan utama dan

bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging, es, minyak, garam dan

lemak. Sedangkan bahan tambahannya yaitu bahan pengisi, bahan

pengikat, bumbu-bumbu, bahan penyedap dan bahan makanan lain yang

diizinkan (bahan inovasi). Istilah sosis berasal dari kata dalam bahasa

latin “salsus”, yang memiliki arti garam, sehingga sosis dapat diartikan

sebagai daging giling yang diawetkan dengan garam. Sosis didefinisikan

sebagai makanan yang dibuat dari daging yang dicacah serta dibungkus

dalam casing menjadi bentuk silinder (Kramlich, 1973).

Menurut Badan Standar Nasional Indonesia (BSN) sosis adalah

produk makanan yang diproleh dari campuran daging halus (mengandung

daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa
5

bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan da

dimasukkan ke dalam selongsong sosis. Syarat mutu sosis menurut SNI

3820-2015 dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Sosis Daging Bedasarkan SNI 3820-2015

Persyaratan
No Kriteria Uji Satuan
Sosis Daging Sosis Daging Sapi
1. Keadaan
1.1 Bau - normal normal
1.2 Rasa - normal normal
1.3 Warna - normal normal
2. Air %(b/b) maks.67 maks.67
3. Abu %(b/b) maks. 3,0 maks. 3,0
4. Protein (N x 6,25) %(b/b) min. 13 min. 8
5. Lemak %(b/b) maks. 20 maks. 20
6. Cemaran Logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 1,0
6.2 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,3
6.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 / maks. 200,0 **
6.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,03

7. Cemaran Arsen mg/kg Maks. 0,5


(As)
Cemaran
8. sesuai tabel 2
Mikroba
Catatan : * kecuali kadar air sosis daging yang dikemas dalam kemasan bermedia
* * sosis daging yang dikemas dala kaleng
Sumber : Badan Standar Nasional indonesia (2015)

Tahapan pengolahan sosis sebagai berikut : pemilihan bahan-

bahan yang akan digunakan, penggilingan, pencampuran, pemasukan ke

dalam casing peningkatan, pemasakan (perebusan/pengukusan),


6

pendinginan (penyemprotan dengan air dingin atau penyimpanan dingin)

dan pengemasan. Penggilingan bertujuan untuk menyebar ratakan lemak

dalam daging. Sebelum digiling daging biasanya didinginkan sampai

sushu -20ºC, sehingga suhu penggilingan tetap dibawah 22ºC. hal ini

untuk mencegah terdenaturasinya protein yang sangat penting sebagai

emulsifire. Pada tahap pencampuran diharapkan lemak yang ditambahkan

akan menyebar secara merata. Demikian juga bahan curring, serpihan es,

garam dapur bahan pengikat dan bahan tambahan lainnya. Suhu adonan

pada pemcampuran harus dipertahankan serendah mungkin yaitu sekitar

3 sampai 12ºC. Pemasukan adonan sosis ke dalam casing menggunakan

alat khusus (disebut Stuffer) bertujuan membentuk dan mempertahan kan

kestabilan sosis. Pada proses ini diusahakan agar udara tidak masuk ke

dalam selongsong akan mempengaharui tekstur yang dihasilkan.

Pemasakan dapat dilakukan dengan cara seperti perebusan, pengukusan,

pengasapan dan kombinasi cara-cara tersebut. Pengasapan dapat

memberikan cita ras khas, mengawetkan dan memberi warna khas.

(koswara, 2009).

Menurut Ridwanto (2003) bumbu–bumbu yang digunakan dalam

pembuatan sosis adalah susu skim 8%, 10% minyak nabati, 25% es, 3%

garam, 0,3% STPP, 1% bawang putih, 1% merica, 0,5% pala bubuk dan

0,3% MSG. Selain ditambahkan bumbu dalam pembuatan sosis

ditambahkan pula bahan pengisi seperti tepung tapioka sebanyak 20%

bahan pengisi. Sosis dibagi atas enam kategori yang dibedakan


7

berdasarkan metode pembuatannya, yaitu: 1) sosis segar, 2) sosis kering

dan semi kering, 3) sosis masak, 4) sosis masak dan diasap, 5) sosis

asap tidak diasap dan 6) cooked meat.

Sebagai produk olahan hewani, sosis termasuk produk pangan

yang berbentuk emulsi, yaitu sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan

yang tidak saling melarutkan. Dalam hal ini Lemak pada sosis berfungsi

sebagai fase diskontinyu dan air sebagai fase kontinyu sedangkan protein

daging yang terlarut pada sosis bertindak sebagai emulsifire. Protein

harus dilarutkan untuk membentuk emulsi yang stabil. Protein emulsifire

dalam sosis biasanya protein larut dalam garam yaitu aktin dan miosin.

Selain protein protein daging dalam sosis berfungsi sebagai pengikat dan

emulsi. Fraksi jaringan yang berisi protein larut dalam garam lebih penting

dari pada fraksi sarkoplasma yang berisi protein larut dalam air (Muctadi,

2009).

2. Perkembangan Preferensi Konsumen terhadap Sosis

Makanan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi

manusia. Berbagai produk olahan pangan nabati maupun hewani beredar

luas di pasaran. Seiring dengan terus berkembangnya kemajuan teknologi

di era globalisasi ini merubah gaya hidup masyarakat, termasuk pola

konsumsi masyarakat yang cenderung memilih makanan yang bersifat

praktis, ekonomi, dan cepat saji. Menurut saragih (2000) beberapa bentuk

produk olahan yang diminati konsumen dewasa ini adalah produk olahan

daging olahan yang memenuhi fungsi praktis dan efisien yakni, sipa guna
8

(ready for used), siap saji (ready to cook) dan siap konsumsi (ready to

eat).

Kencenderungan masyarakat yang semakin modern, dengan

aktivitas semakin meningkat serta perkembangan teknologi yang semakin

berkembang merubah pola pikir masyarakat dalam memilih produk

pangan yang tidak lagi memerlukan penanganan khusus dan

memperhatikan aspek keamanannya. Menurut Sonbait (2011) Mengingat

sifat konsumen yang dinamis dan alami, maka setiap produk yang dipilih

bukanlah produk yang terpaksa di konsumsi melainkan benar-benar

memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, terjangkau dan selalu

tersedia.

Perubahan gaya hidup tersebut menjadikan peluang bagi para

produsen untuk memenuhi keinginan masyarakat dengan menciptakan

produk makanan siap saji yang mudah untuk di konsumsi. Beberapa

contoh produk olahan siap saji banyak di jumpai dipasaran seperti bakso,

burger, nugget dan sosis.

Sosis merupakan salah satu jenis produk olahan daging yang

cukup populer dikalangan msyarakat indonesia. Sosis merupakan contoh

produk daging retrukturisasi yaitu pemanfaatan daging yang berukuran

realtif kecil dan tidak beraturan yang diolahg dan disatukan menyerupai

daging utuh (Mastuti, 2008). Sosis dibuat dari campuran daging giling

dengan bumbu-bumbu dan bahan tambahan lain seperti garam, merica,

gula, dan bumbu penyedap lain. Jenis sosis telah banyak yang beredar
9

dipasaran saat ini, mulai dari yang siap santap mauapun harus dimasak

terlebih dahulu. Umumnya bahan utama yang dijadikan dalam pembuatan

sosis adalah daging sapi dan daging ayam.

Salah satu jenis sosis yang beredar dipasaran adalaha sosis

daging. Rusman (2012) menyatakan bahwa jenis sosis dapat diketahui

berdasarkan jenis dagingnya seperti sosis ayam, sosis sapi, dan lain-lain.

Sosis daging merupakan salah satu jenis makanan yang memiliki rasa

yang lezat disertai dengan nilai gizi yang tiggi. Disamping kenikmatan

sosis daging, sosis yang tidak baik di komsumsi jika konsumen memiliki

kolesterol yang tinggi. Menurut pasaribu (2009) kandungan lemak yang

terdapat pada daging sapi sebesar 28% dan daging ayam sebesar 11%,

serta rendah serat yang berdampak buruk bagi kesehatan. Makanan yang

tinggi lemak dan rendah serat dapat meningkatkan resiko kelebihan berat

badan, sulit buang air besar, kolesterol yang tinggi dan berbagai penyakit

degeratif lainnya. Kesadaran akan pentingnya hidup sehat yang terus

meningkat membuat masyarakat lebih selektif dalam memilih makanan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah

melalui inovasi produk pangan fugsional.

Tinjauan Kimiawi pada Sosis

Emulsi adalah campuran anatar partikel-partikel suatu zat cair (fase

terdipersi) dengan zat cair lainnya (fase pendirpersi). Emulsi tersusun atas

tiga komponen utama, yaitu Fase terdirpersi, Fase pendirpersi, dan

emulgator (hayan, 2008). Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari
10

adalah susu, di mana lemak terdirpersi dalam air. Dalam susu terkadung

kasein suatu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi.

Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil secara

termodinamika dengan kandungan paling sedikit dua fase cair yang tidak

dapat bercampur, satu diantaranya didispersikan sebagai globula dalam

fase cair lain. Ketidakstabilan kedua fase ini dapat dikendalikan

menggunakan suatu zat pengemulsi/emulsifier atau emulgator. Terdapat

beberapa jenis emulsi, mulai dari yang sederhana hingga

kompleks (Pawlik et al., 2013). Sistem emulsi minyak dalam air (M/A) atau

oil in water (O/W) adalah sistem emulsi dengan minyak sebagai fase

terdispersi dan air sebagai fase pendispersi. Emulsi tersebut dapat

ditemukan dalam beberapa bahan pangan yaitu mayonnaise, susu, krim

dan adonan roti. Berkebalikan dengan M/A, emulsi air dalam minyak (A/M)

atau water in oil (W/O) adalah emulsi dengan air sebagai fase terdispersi

dan minyak sebagai fase pendispersi. Jenis emulsi ini dapat ditemukan

dalam produk margarin dan mentega (Winarno, 1997).

Sosis merupakan salah satu jenis emulsi, namun emulsi sosis

bukanlah emulsi sesungguhnya seperti mayonnaise atau emulsi minyak

dalam air lainnya. Emulsi sosis yang secara umum dimaksud oleh industri

sosis adalah campuran daging yang digiling halus,lemak, dan bumbu-

bumbu. Lemak pada sosis dibungkus oleh protein daging lean dengan

struktur serupa dengan emulsi, walaupun bukan emulsi minyak dalam air

yang sesungguhnya. Protein larut garam terutama mayonnaise diekstrak


11

dengan garam dan selama proses pencacahan membentuk sejenis emulsi

yang membungkus partikel lemak.

Menurut Kramlich et al.(1973) sosis adalah produk daging olahan

yang diberi garam dan kadang-kadang ditambahkan bumbu. Menurut

Bukle et al. (1987) sosis adalah bahan pangan yang berasal dari potongan

kecil-kecil daging yang digiling dan diberi bumbu, yang dapat langsung

disiapkan dan segera dimasak untuk dimakan.

Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin yaitu salsus yang

secara harfiah berarti daging yang disiapkan melalui penggaraman,

karena pada awal pembuatannya sosis dibuat melalui penggaraman dan

pengeringan daging. Proses pembuatan sosis pada waktu itu dirasakan

cukup karena dimaksudkan untuk mengawetkan daging segar yang tidak

dapat dikonsumsi pada saat itu saja (Rust 1987). Proses pembuatan sosis

sekarang ini tidak lagi sebatas memberikan garam dan melakukan

pengeringan pada daging, namun sekarang ini sosis dibuat dari daging

yang digiling dan diberikan bumbu dan biasanya dibentuk menjadi bentuk

yang simetris (Tauber 1985).

Sosis merupakan emulsi minyak dalam air (oil in water atau o/w).

Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi cairan dalam cairan lain, yang

molekulmolekul kedua cairan itu tidak berbaur tetapi saling antagonistik

(Winarno 1997). Berdasarkan metode pembuatannya, sosis

dikelompokkan ke dalam enam kelas, yaitu: sosis segar, sosis tidak

dimasak tapi diasap, sosis dimasak dan diasap, sosis masak, sosis kering
12

dan semi kering serta difermentasi dan sosis spesialis daging masak

(Kramlich 1971).

Sosis segar dibuat dari daging segar, dicacah, dilumatkan atau

digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu, dimasukkan dan dipadatkan di

dalam selongsong serta harus dimasak sebelum dimakan. Sosis masak

dibuat dari daging segar, bisa ditambahkan bahan-bahan lain atau tidak,

dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong, tidak diasap dan

setelah dibuat harus segera dimasak. Sosis kering dan agak kering dibuat

dari daging yang ditambahkan bahan-bahan lain dan dikeringkan udara,

dapat diasap sebelum pengeringan serta dapat dikonsumsi dalam

keadaan dingin atau setengah masak (Soeparno 2009).

Sosis Sebagai Pangan Fungsional

Pangan fungsional menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) adalah pangan yang secara alamiah maupun telah mengalami

proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-

kajian ilmiah yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu

yang bermanfaat bagi kesehatan. Bahan pangan fungsional dapat

dikonsumsi sebagaimana laykanya makanan atau minuman, mempunyai

karakateristik sensori berupa penamapakan, warna tekstur dan cita rasa

yang dapat diterima oleh konsumen. Selain itu bahan tersebut tidak

menimbulkan efek samping pada jumlah pengunaan yang dilanjurkan

terhadap metabolisme zat gizi lainnya (Astawan, 20003).


13

International Life Sience Institute of North America mendefenisikan

pangan fungsional sebagai makanan yang berdasarakan kandungan

senyawa atau Komponen aktifnya secara fisiologi dapat memeberikan

manafaat kesehatan di luara zat giziz dasarnya ( Keservani et al., 2010).

Pangan Fungsional di konsumsi sebagaimana layaknya makanan

dan minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan,

warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh kosumen. Pangan

fungsional juga tidak memberikan kontradiksi dan tidak memberikan efek

samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme

zat gizi lainnya. Persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar

daopat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah:

1. Harus produk pangan bukan bentuk kapsul, tablet, atau puyer

yang bersal dari bahan alami.

2. Layak konsumsi sebagai diet ataua menu sehari-hari.

3. Mempunyai fungsi tertentu saat dicerna, serta dapat memberikan

peran dalam proses tubuh tertentu, membantu mengembalikan

kondisi tubuh setelah sakit tertentu, menjaga kondisi dan mental,

serta memperlambat penuaan.

4. Kandunagan fisik dan kimianya jelas serta mutu dan jumlanya

aman untuk dikonsumsi, dan kandungannya tidak boleh

menurunkan nilai gizinya.

Salah satu teknologi pengolahan pangan berbahan dasar daging

sapi atau daging ayam melalui proses restrukturisasi yang di hasilkan


14

berupa produk daging olahan sepert sosis. Sosis yaitu produk yang

terbuat dari bahan dasar daging minimal 75% dan diberi bumbu-bumbu,

emulsi lemak, bahan pengenyal atau bahan pengikat seperti karagen,

gelatin, albumen serta dimasukkan ke dalam selonsong. Peningkatan

daya simpan sosis dapat dilakukan dengan penambahan bahan tambahan

makanan yang memiliki fungsi sebagai anti mikroba dan aktioksidan.

Oksidasi lemak dan pertumbuhan mikroorganisme dalam produk daging

dapat dikontrol atau diminimalkan dengan memberikan bahan aditif dalam

makanan, baik aditif sintetis atau alami. Pengembangan pembuatan

produk sosis yang sehat mulai diteliti dengan menggunkan bahan

tambahan makanan alami yang dapat berfungsi sebagai agen

antimikroba, antioksidan dan pewarna alami untuk memberikan warna,

menambah rasa, dan sebagai pangan fungsional

Tinjauan Umum Alpukat

Buah Alpukat

Tanaman alpukat (Persea americana Mill) berasal dari Amerika

tengah yang beriklim tropis dan telah menyebar hampir ke seluruh

negara sub-tropis dan tropis termasuk Indonesia. Hampir semua orang

mengenal dan menyukai buah alpukat, karena buah ini mempunyai

kandungan gizi yang tinggi (Prasetyowati dkk,2010).


15

Gambar 1. Alpukat (Persea Americana Mill): (a) daging dan biji buah; (b) bunga
dan daun (Anonim, 2008)

Alpukat berupa pohon dengan tinggi 3-10 m. Batang berkayu,

bulat, bercabang, coklat, kotor (Anonim, 2001). Alpukat memiliki daun

bertangkai, berjejal-jejal pada ujung ranting, berbentuk bulat telur

memanjang, elips, atau bulat telur terbalik, memanjang, dan waktu muda

berambut rapat. Bunga berkelamin dua, dalam malai yang bertangkai dan

berbunga banyak, terdapat di dekat ujung ranting. Buah buni berbentuk

bola atau peer, panjang 5-20 cm, berbiji satu, berwarna hijau atau hijau

kuning, memiliki bau yang enak. Alpukat memiliki biji berbentuk bola

dengan diameter 2,5-5 cm (van Steenis, 2002). Buah alpukat dapat

dilihat pada Gambar. 1 berikut ini klasifikasi alpukat:

Kerajaan : Plantae
DivisI : Spermatophyta
Sun divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : laurales
Suku : lauraceae
Marga : Persea
Jenis : Persea americana mill
Buah alpukat memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, mengandung

vitamin A, B, C, dan E dalam jumlah yang besar serta nutrien lain

seperti folacin, niacin, besi (Fe), magnesium (Mg), folat, asam

pentotenat, dan potassium (K). Vitamin C, E, dan beta karoten (prekursor


16

vitamin A) merupakan senyawa antioksidan alami yang mampu

melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Protein buah alpukat

juga terbukti mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan oleh

tubuh (Bergh, 1992). Kandungan Buah Alpukat pada Tabel 2.


17

Tabel 2. Kandungan buah alpukat

Persentase
Kandungan Jumlah
(%)
Vitamin A 0,13-0,51 mg
Vitamin B1 0,025-012 mg
Vitamin B2 0,13-0,23 mg
Vitamin B3 0,79-2,16 mg
Vitamin B6 0,45 mg
Vitamin C 2,3-37 mg
Vitamin D 0,01 mg
Vitamin E 3 mg
Vitamin K 0,008 mg
Besi 0,9 mg
Fosfor 20 mg
Kalium 604 mg
Natrium 4 mg
Kalsium 10 mg
Air 67,49 - 84,3 g
Protein 0,27 – 1,7 g
Lemak 6,5 – 25,18 g
Karbohidrat 5,56 – 8 g
Serat 1,6 g
Energi 85 – 233 kal
Sumber: Prasetyowati dkk, (2010)

Buah alpukat memiliki pasar dan nilai ekonomi yang baik di dalam

maupun luar negeri. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk,

permintaan terhadap buah alpukat semakin bertambah (Three, 2013).

Produksi buah alpukat indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2004

hingga 2009, dimana pada tahun 2004 hanya sebesar 221.774ton dan

pada tahun 2009 sebesar 257.642 ton (BPS, 2010).

Alpukat mengandung zat lemak yang tinggi, rasa yang khas serta

flavor yang lembut, menyebabkan buah alpukat mempunyai citarasa yang

tinggi. Alpukat juga memiliki mineral seperti kalsium 10 mg, fosfor 20 mg,

protein 0,9 gram, nili kalori 85, vitamin A 180 IU, vitamin C 13 mg dan
18

vitamin D 20 IU (Widyastuti dan Paimin, 1993). Buah alpukat biasanya

dikonsumsi dalam bentuk segar tanpa diolah terlebih dahulu, hal inilah

yang menyebabkan buah alpukat lebih mudah rusak, sehingga diperlukan

pengolahan lebih lanjut untuk memperpanjang umur simpan, diversifikasi

pangan, serta menjaga ketersediaan pangan di Indonesia.

Kerangka Pikir

Perubahan pola pikir konsumen terhadap kebutuhan makanan

disebabkan oleh kecenderungan masyarakat yang semakin modern,

dengan aktivitas semakin meningkat serta perkembangan teknologi yang

semakin berkembang membuat masyarakat lebih selektif dalam memilih

produk olahan pangan. Mengingat sifat konsumen yang dinamis dan

alami, maka setiap produk yang dipilih bukanlah produk yang terpaksa

dikonsumsi melainkan benar-benar memenuhi kebutuhan dan memiliki

sifat fungsional.

Untuk menghasilkan produk sosis yang aman dikonsumsi dan miliki sifat

fungsional dengan penambahan bahan alami dan bernilai gizi tinggi serta

memiliki ketersediaan yang berkelanjutan. Salah satu bahan yang

memenuhi kebutuhan tersebut adalah minyak buah alpukat dengan

kandungan asam lemak oleat yang tinggi. Minyak buah alpukat digunakan

sebagai subtitusi lemak hewani untuk mengurangi pengguaan lemak

konvesional sementara asam lemak oleat berfungsi sebagai sufraktan

untuk menigkatkan kualitas emulsi pada produk sosis. Adapun bagan

kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.


19

Preferensi Bahan Alami


Fungsional
Konsumen & Bernilai Gizi

Ekstraksi

Mengurangi/ Penggunaan
Mengganti Lemak Substitusi Minyak
Kompensional Alpukat

Kandungan
Stabilitas/
Sufraktan Asam Lemak
Kualitas Emulsi
Oleat Tinggi

Kualitas
Sosis

Kondisi Pemasakan & Lama


Penyimpanan

Kareakteristik Fisiko-kimia

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian

Hipotesis

Penggunaan minyak alpukat sebagai bahan substitusi lemak

hewani dalam pembuatan sosis diguda memberikan pengaruh terhadap

peningkatan stabilitas emulsi saat pemasakan dan karakteristik fisiko-

kimiawi setelah penyimpanan.


20

BAB III.
Materi dan metode
A. Waktu dan Tempat Penelitian

Peneltian ini dilakukan pada bulan Maret – April 2019 di laboratorium

Teknologi Hasil Ternak jurusan teknologi Hasil Ternak Fakultas

Peternakan dan Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin,

Makassar.

Materi Penelitian

Penelitian ini rencananya akan menggunakan daging ayam dan

bumbu lokal yang diperoleh dari pasar tradisional. Bahan lain untuk

pembuatan sosis adalah Minyak Buah Alpukat, lemak ayam, pala, tepung

tapioka, minyak goreng, garam, gula, es batu, bahan perasa (merica dan

bawang putih).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan untuk

membuat sosis seperti food processor, kompor, panci perebusan,

baskom, pisaudan alat untuk analisis adalah: alat-alat gelas, plastik klip,

pH meter, waterbath, mikropipet, cawan petri, gelas ukur,

spektrofotometri, dan

lain-lain.
21

Rancangan Penelitian

1. Evaluasi Pengaruh Lama Pemasakan

Secara teknis penelitian pengaruh lama pemasakan ini dirancang

mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial (3 x 2), dimana

Faktor A adalah tingkat substitusi lemak alpukat (A1=0%; A2=10%;

A3=20%; dan A4=30%); dan Faktor B adalah lama pemasakan (B1=15

menit; dan B2= 30 menit); dengan 5 kali ulangan.

2. Evaluasi Pengaruh Lama Penyimpanan

Dari hasil evaluasi yang dilakukan pada tahap sebelumnya,

perlakuan dengan kombinasi tingkat substitusi dan lama pemasakan yang

paling optimal dalam menghasilkan karakteristik sosis yang baik kemudian

dipilih untuk pengujian uji lanjut terhadap stabilitas dan kualitas emulsi

sosis terhadap lama penyimpanan. Pengaruh lama pemasakan ini

dirancang mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial (2 x

3), dimana Faktor A adalah tingkat substitusi lemak alpukat (A1=0%; A2=

tingkat substitusi dan lama pemasakan terbaik); dan Faktor B adalah lama

penyimpanan (B1=0 hari; B2= 7 hari; dan B3= 30 hari); dengan 10 kali

ulangan.

Prosedur Peneltian

3. Ekstraksi dan Penyiapan Minyak Alpukat

Ekstraksi minyak alpukat secara garis besar terdiri atas dua

tahapan, pertama, penguraian protein dalam bahan secara enzimatik; dan


22

kedua ekstraksi minyak alpukat melalui proses pemanasan dan ekstraksi.

Prosedur yang digunakan mengacu pada metode yang dikemukakan oleh

(Buenrostro & Lopez Munguia, 1986) sebagaimana yang telah

dikembangkan oleh (Rosdiana, Yuni, & Puspa, 2008), sebagai berikut:

 Daging buah dipisahkan dari kulit, biji, dan pembungkus biji;

 Daging buah kemudian dihaluskan dengan menggunakan

blender;

 Sebanyak 1,5% ekstrak papain ditambahkan kedalam adonan,

diaduk secara merata kemudian diperam selama 3 jam;

 Adonan yang telah diperam kemudian disentrifugasi pada

kecepatan 6.000 g selama 10 menit;

 Bagian supernatant kemudian dipisahkan pada kompartimen

terpisah.

 Bahan kemudian disimpan dalam wadah tertutup tidak tembus

cahaya pada suhu refrigerator.

4. Pembuatan Sosis

 Persiapan Bahan

Daging ayam dibuang lemak dan jaringan ikatnya. Setelah itu

daging di timbang untuk pengukuran adonan. Daging yang

akan digiling kemudian dibagi menjadi 3 bagian sesuai

perlakuan.

 Pengilingan
23

Daging ayam yang di potong kecil-kecil untuk memudahkan

dalam proses penggilingan. Daging tersebut digiling bersama

es batu dan garam dengan ukuran setengah dari jumlah

formulasi dan garam 3 – 5 % selama 1,5 menit.

 Pembuatan Bumbu

Komposisi bahan yang digunakan pada setiap level

penambahan minyak buah alpukat disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Komposisi bahan yang digunakan pada pembuatan sosis

Formulasi
No Jenis Bahan
I II III
1 Daging ayam (gr) 200 200 200
2 Garam (gr) 10 10 10
3 Gula (gr) 6 6 6
4 Tepung Tapioka (gr) 50 50 50
5 Bawang putih (gr) 2 2 2
6 Pala (gr) 0,4 0,4 0,4
7 Lemak ayam (gr) 20 20 20
8 Isolat Soy Protein (gr) 10 10 10
9 Merica (gr) 0,5 0,5 0,5
10 Es Batu (gr) 80 80 80
11 Lemak Alpukat (50:50) (%) 0 10 20
Bagian nomor 11 dihitung berdasarkan % dari jumlah total lemak yang di campurkan

 Pemcampuran

Pemberian Perlakuan dengan berbagai tingkat subtitusi lemak

(0%, 10%, 20%) digiling lagi dengan penambahan tepung

tapioka dan es batu selama 2 menit.

 Percetakan

Adonan yang telah siap, dimasukkan ke dalam selonsong sosis

(casing) dengan menggunakan stuffer.


24
25

 Perebuasan/Pemasakan

Sosis yang telah dimasukkan kedalam selonsong dikukus

selama 15 dan 30 menit dengan suhu 72ºC.

 Pengujian Setelah Pemasakan

Sosis yang telah di masak diuji untuk mengetahui karakteristik

sosis dengan menggunakan 3 tingkat subtitusi dan 2 level lama

pemasakan.

Diagram Alir Peneltian

Daging Ayam
Extraksi
(Minyak Buah Alpukat)

Penimbangan Bahan

Pengilingan Lemak 20 gr
Lemak Alpukat
(0%, 10,%, 20%)
Pencampuran Bahan

Pemasukan Ke Selongsong

Pemasakan ( Suhu interval 72º)

Pengukuran Karakteristik Sosis Setelah Pemasakan

Penyimpanan

Pengukuran stabilitas emulsi dan Karakteristik Sosis

Tabel 4 Diagram Alir Prosedur Penelitian


26

 Penyimpanan

Sosis yang telah dipilih, berdasarkan Evaluasi Pengaruh Lama

Pemasakan dan subtitusi lemak alpukat 0% dilakukan

Penyimpanan (B1, B2, dan B3) dengan 10 kali Ulangan.

 Pengujian Setelah Penyimpanan

Pada tahap ini dilakukan pengujian untuk menegtahui

karakteristik fisik dan Stabilitas emulsi pada masa

penyimpanan.

5. Pengukuran Parameter

a) Fisiko-kimia

Pengukuran pH

Alat pH meter dikalibrasi pada standar buffer pH 4 – 10. Ujung pH

meter ditancapkan pada tiga bagian sosis ayam. Nilai pH akan tercatat

pada layar monitor.

Daya Putus

Pengukuran daya putus daging menggunakan alat CD-Shear Force

untuk melihat daya putus sosis yang dinyatakan dalam satuan kg/cm 2.

Pengukuran ini dilaksanakan setelah proses pemasakan. Sosis segar

terlebih dahulu dimasak pada suhu 70 oC selama 15 menit kemudian

dilakukan pengujian. Semakin rendah nilai daya putus sosis, menunjukkan

daging tersebut semakin empuk, sebaliknya semakin tinggi nilai daya

putus daging maka semakin alot (Abustam, 2012). Prosedur pengukuran

keempukan daging adalah :


27

 Sampel dipotong dengan panjang 2 cm, jari-jari 0,635 cm.

 Sampel dimasukkan pada lubang CD-Shear Force.

 Sampel dipotong.

 Perhitungan daya putus daging sesuai pembacaan pada CD-Shear

Force.

Susuk Masak

Prosedur pengujian susut masak dapat dilakukan dengan cara

sampel sebanyak 20 gram dibungkus dengan plastik klip kemudian

dimasukkan ke dalam gelas ukur dan dimasak menggunakan waterbath

selama 15 menit dengan suhu 70oC. Setelah perebusan selesai sampel

dikeluarkan dan didinginkan. Setelah sampel dikeluarkan dari plastik dan

sisa air yang menempel dipermukaan daging dikeringkan dengan

menggunakan kertas hisap tanpa dilakukan penekanan.

Selanjutnya sampel ditimbang (Soeparno, 1998) dengan rumus :

( Berat sebelum dimasak−berat setelah dimasak )


Berat susut masak = x 100%
Berat sebelum dimasak

Water Holding Capacity (WHC)

Daya ikat air dilakukan dengan metode penekanan (press method)

sesuai dengan petunjuk Hamm yaitu sampel sebanyak 0,3 g. Sampel di

letakkan di antara dua kertas saring Wacthman 42. Selanjutnya Sampel

yang dipres diantara dua plat dengan beban seberat 35 kg selama 5

menit menggunakan alat modifikasi Filter Paper Press. Kertas saring

diletakkan di bawah kertas kalkir dan area yang terbentuk digambar


28

(Abustam, 2012) Setalah itu sampel di scan kemudian dihitung luas area

daging dan luas area total pada program komputer Axio Vision Rel. 4.8.

Daya ikat air dihitung dengan rumus berikut :

D
Keterangan : DIA = T x 100%

D = Luas Area Daging


T = Luas Area Total

Histologis

Pembuatan preparat histologi sosis dilakukan dalam beberapa

tahapan sebagai berikut:

BAB IV. Fiksasi


Membersihkan botol kaca kecil untuk wadah sampel dengan
menggunakan pembersih botol dan aquades. Meletakkan preparat
(jantung) yang telah dipotong tipis/ kecil, kedalam botol kaca kecil.
Masukkan larutan Bouins dengan menggunakan pipet tetes untuk
mengfiksasi jaringan kedalam botol kaca yang sudah berisi
preparat. Merendam preparat selama 24 jam.

BAB V. Washing
Mengeluarkan larutan Bouins dengan pipet tetes yang dipakai pada
proses fiksasi. Merendam preparat selama 2 x 15 menit dengan
menggunakan alkohol 70%, untuk hasil maksimal botol sampel
digoyangkan.

BAB VI. Dehidrasi


29

Mengeluarkan alkohol 70% dengan pipet tetes yang berbeda untuk


tiap larutan pada proses washing. Masukkan larutan alkohol 70%
ke dalam botol kaca menggunakan pipet tetes hingga sampel
terendam. Setelah 15 menit pertama keluarkan alkohol 70% dan
mengganti dengan alkohol 70% yang kedua, kemudian sampel
kembali direndam selama 15 menit. Mengganti alkohol 70%
dengan memasukkan larutan alkohol 80% selama 2 x 15 menit
dengan menggunakan pipet tetes yang baru. Mengganti alkohol
80% dengan memasukkan larutan alkohol 96%, selama 2 x 15
menit dengan mengunakan pipet yang baru.

BAB VII. Clearing


Mengeluarkan alkohol 96% dari botol sampel, yang dipakai pada
proses dehidrasi dengan pipet tetes. Memasukkan larutan Xylene
kedalam botol sampel sehingga sampel terendam selama 2 x 15
menit.

BAB VIII. Impregnasi


Mengeluarkan sampel yang telah direndam didalam larutan Xylene,
dan memasukkan sampel kedalam cassette dan dekkel. Sampel
dipindahkan dalam moldtray secara bergiliran kedalam 3 wadah
yang terdapat dalam moldtray. Memasukkan sampel kedalam
wadah I yang mengandung xylene dan paraffin murni dengan
perbandingan 1 : 1 selama 30 menit, setelah 30 menit preparat di
pindahkan lagi kedalam wadah II yang mengandung paraffin cair
selama 30 menit, dan selanjutnya dimasukkan lagi kedalam wadah
III yang berisi paraffin cair.

BAB IX. Embedding


Sampel yang sudah diimpregnasi diletakkan secukupnya dalam
lempengan blok (dibagian worksurf dari Histoembedder) dengan
posisi yang sudah diatur sedemikian rupa. Kemudian lempengan
30

blok ini diisi dengan parafin cair dan ditutup dengan cassete &
deckel dan diberi tanda. Kemudian didinginkan di cold plate selama
5 -10 menit atau sampai parafin mengeras.

BAB X. Cutting
Proses pemotongan ini dilakukan dengan menggunakan mikrotom
berfungsi sebagai alat pemotong jaringan, sampel dipotong dengan
ketebalan 5-7 mikrometer. Kemudian potongan sampel ini
diletakkan di objek glass. Dan ditetesi aquades. Lalu diletakkan di
penangas air selama + 24 jam.

BAB XI. Stanning


Memasukkan preparat ke dalam xylene selama 2 x 15 menit
Kemudian di rehidrasi dengan alkohol berkonsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah yaitu alkohol 96%, alkohol 80% dan alkohol
70% masing-masing selama 10 menit. Kemudian jaringan direndam
dalam aquades selama 10 menit. Setelah itu memasukkan jaringan
kedalam pewarna Haematoksilin selama 20 menit. Kemudian
memasukkan jaringan kedalam eosin selama 1 menit. Lalu di
dehidrasi dari alkohol konsentrasi rendah ke tinggi 70%, 80%, dan
96% masing-masing selama 10 menit. Proses terakhir yakni
jaringan ini dicelupkan ke dalam xylene dan ditiriskan.

BAB XII. Mounting


Proses mounting yaitu memberikan entelan diatas object glass

kemudian merekatkannya dengan deg glass. Entelan ini berfungsi

sebagai perekat.

BAB XIII. Pengamatan


Pengamatan jaringan dilakukan dibawah mikroskop.
31

a) Organoleptik

Warna

Warna daging dapat diukur dengan menggunakan sistem warna

Hunter (L*, a*, b* ) pengukura warna dengan metode ini juah lebih

cepat dengan ketetapan yang cukup baik. Pada sistem ini tern

penilaian terdiri atas 3 parameter yaitu L*, a*, dan b*.

Notasi L* : (hitam); 100 (putih) menyatakan cahaya pantul yang

meghasilkan warna kromatik putih, abu-abu dan hitam. Notasi a*:

warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a* (positif)

dari +60 untuk warna merah dan nilai -a* (negatif) dari ) sampai -

60 untuk warna hijau. Notasi b*: Warna Kromatik campuran biru -

kuning dengan nilai +b* (positif) dari ) sampai +60 untuk warna

kuning dan nilai _b* (negatif)dari ) sampai -^0 untuk warna biru.

Kesukaan

Kesukaan berperan penting dalam keterimaan masyarakat

terhadap makanan.Metode pengujian kesukaaan yang dilakukan

adalah scoring. Skala yang digunakan adalah skala numerik yang

dimulai dari angka 1 sampai 6. Keterangan nilai untuk skala

nominal adalah sebagai berikut:

1 = Sangat tidak suka 4 = Agak suka

2 = Tidak suka 5 = Suka

3 = Agak tidak suka 6 = Sangat suka


32

Metode yang digunakan yaitu skor penilaian 1 s/d 6 (Marzoeki et

al., 2003) yang dinyatakan dalam format uji berikut :

1 2 3 4 5 6

Analisa data

Data yang diperoleh dianalisis ragam berdasarkan rancangan acak

lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 4 x 3 dengan 3 kali ulangan. Analisis

ragam tersebut didasarkan pada model matematika rancangan yang

digunakan, sebagai berikut :

X npqr =  + p + q+ (αβ)pq +ᵞr+ (αᵞ)pr +(βᵞ)pr+ (αβᵞ)pr + enpqr

dengan :

p = 1,2,...i
q = 1,2,3,4,...,j
r = 1,2,3,...,k
n = 1,2,3...,l

X npqr = Nilai pengamatan pada percobaan ke n dari kombinasi

perlakuan pqr dengan faktor A taraf ke p, faktor B taraf ke

q,dan faktor C taraf ke r

 = Rataan umum
p = Pengaruh jenis kluwak pada taraf ke p
q = Pengaruh level kluwak pada taraf ke q
ᵞr = Pengaruh lama penyimpanan pada taraf ke r
(αβ)pq = Pengaruh interaksi jenis kluwak pada taraf p dan level

kluwak pada taraf q

(αᵞ)pr = Pengaruh interkasi jenis kluwak taraf ke p dan lama


penyimpanan taraf ke r
33

(βᵞ)pr = Pengaruh interkasi level kluwak taraf q dan lama


penyimpanantaraf ke r

(αβᵞ)pr = Pengaruh interkasi jenis kluwak taraf ke p, level kluwak

Taraf ke q, dan lama penyimpanan taraf ke r.

Selanjutnya dilakukan pengolahan data menggunakan program

SPSS 16. Kemudian apabila perlakuan menunjukkan pengaruh maka

dilanjutkan dengan uji LSD (Gasperz, 1991).

Uji Variansi (f)

Pembobotan
34

DAFTAR PUSTAKA

https://www.wikihow.com/Make-Avocado-Oil

Anda mungkin juga menyukai