Anda di halaman 1dari 29

PROPORSAL USULAN PENELITIAN TESIS

KARATERISTIK FISIKOKIMIA DENDENG SAPI SEGAR


MENGGUNAKAN DENGAN LAMA MARINASI DENGAN YANG
DITAMBAHKANPENAMBAHAN BERBAGAI JENIS DAN LEVEL
ASAM ORGANIK BERBEDA

Oleh:

R. H. MUH. ANUGERAH
I012192002

PROGRAM STUDI MAGISTER


ILMU DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................i

DAFATAR TABEL................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................3

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...............................................................3

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5

A. Hubungan Struktur Dengan Kulaitas Daging.............................................5

B. Dendeng.....................................................................................................6

C. Tinjauan Umum Asam Jawa.......................................................................7

D. Tinjauan Umum Jeruk...............................................................................10

E. Tinjauan Umum Cuka...............................................................................12

F. Kerangka Fikir Penelitian..........................................................................13

METODE PENELITIAN......................................................................................14

A. Waktu dan Tempat...................................................................................14

B. Materi Penelitian.......................................................................................14

C. Rancangan Penelitian...............................................................................14

D. Prosedur Penelitian..................................................................................15

E. Parameter yang Diukur.............................................................................15

a. Uji Daya Putus Daging (DPD)............................................................15

b. Pengukuran pH..................................................................................17

c. Susuk Masak......................................................................................17
ii

d. Uji TBA...............................................................................................17

e. Uji DPPH............................................................................................18

f. Panjang Sarkomer.................................................................................19

g. Diameter Serat Otot...........................................................................20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
iii

DAFATAR TABEL
Tabel 1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Sapi (SNI 01-2908-1992)........6

Tabel 2. Komposisi Kimia Dendeng Sapi.............................................................7

Tabel 3. Kandungan Vitamin dan zat Mineral dalam 100 gram Buah jeruk....11
1

BAB I
PENDAHULUAN
\

a. Latar Belakang

Daging segar sangat mudah rusak dikarenakan oleh perubahan

kimia dan kontaminasi mikroba. Oleh karena itu berbagai cara

pengawetan daging perlu dikembangkan. Tujuan dari pengolahan atau

pengawetan daging adalah untuk memperpanjang daya simpan serta

meningkatkan cita rasa yang sesuai dengan selera konsumen serta dapat

mempertahankan nilai gizinya sehingga dapat memperluas rantai

pemasaran daging olahan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan

adalah proses marinasi pada daging sebelum diolah mejadi produk

dendeng. Marinasi adalah proses perendaman daging dengan cairan

berbumbu yang berfungsi sebagai peredam daging. Dengan

berkembanganya teknik pengawetan saat ini, maka tujuan utama marinasi

bukan lagi untuk pengawetan tetapi juga memberikan flavor, menjaga

prosuk tetap juicy (tidak kering) ketika diolah lebih lanjut.

Dendeng adalah makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari

irisan atau gilingan daging segar yang diberi bumbu dan dikeringkan.

Dendeng merupakan produk hasil olahan pengawetan daging secara

tradisional yang secara umum dibuat dari daging sapi. Pembuatan

dendeng memerlukan bumbu seperti gula merah (30%), lengkuas (2,5%),

ketumbar (2%), bawang merah (5%), bawang putih (1,5%), garam (2 %),

lada (0,2%) (Lukman, 2010). Karakteristik dendeng yang baik yaitu kering,

memiliki tekstur yang lembut, kompak atau padat, rasanya manis dan
2

dapat disimpan dalam jangka waktu yang panjang. Secara kuantitas,

produk dendeng relatif mudah diperoleh karena bahan utama dalam

pembuatan dendeng adalah daging sapi yang selalu tersedia, . saat Saat

ini, telah terdapat beragam jenis dendeng yang beredar dipasaran, mulai

dari siap santap maupun jenis yang memerlukan pemasakan terlebih

dahulu. Disamping itu, karena kemudahan bahan baku dendeng dapat

diproduksi secara komersil, atau dibuat untuk kebutuhan rumah tangga

sendiri. Namun demikian, masih terdapat beberapa tantangan lain dari

sisi kualitas dan penanganan daging saat akan diolah lebih lanjut.

Penanganan daging pasca panen yang kurang tepat, akan berdampak

pada kualitas dan umur simpan daging, sehingga berdampak pada produk

yang dihasilkan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam proses

penangan daging pasca panen agar dapat meningkatkan dan

memperpanjang umur simpan adalah dengan metode marinasi asam.

Asam merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal

sebagai pemberi rasa dan aroma pada produk makanan, seiring dengan

berkembangnya teknologi pengolahan daging. Senyawa asam juga

diketahui dapat menjaga kualitas dan meningkatkan umur simpan pada

daging segar. Penelitian sebelumnya tentang manfaat rempah asam untuk

meningkatkan kualitas daging telah banyak dilakukan. Patriani & dan

Wahyuni (2019) menyatakan bahwa asam kandis dapat dapat

meningkatkan kualitas fisik daging ayam afkir karena kandungan zat asam

pada rempaht tersebut. Asam kandis sendiri memiliki kandungan asam


3

sorbat dan asam sitrat (Cahyani 2018) dan memiliki sifat antimikrobial dan

antioksidan.

Berdsarkan uraian tersebut diatas maka dilakukan penelitian mengenai

karateristik fisik dendeng sapi segar menggunakan metodedengan lama

marinasi dengan penambahan berbagai jenis dan level asam organik

berbeda.

b. Rumusan Masalah

Kesalahan penanganan pascamerta sampai terbentuknya rigor mortis

dapat mengakibatkan mutu daging menjadi rendah ditandai dengan

daging yang berwarna gelap (dark firm dry) atau pucat (pale soft

exudative) ataupun pengkerutan karena dingin (cold shortening) atau rigor

yang terbentuk setelah pelelehan daging beku (thaw rigor). Kelainan-

kelainan mutu yang terjadi pascamerta ternak dapat dihindari jika

penanganan yang tepat. Salah satu metode yang dapat digunakan pada

saat penanganan daging pasca manen adalah marinasi asam.

Penambahan senyawa asam pada daging segar berfungsi membantu

proses bikomia yang terjadi pada daging. Jenis asam mempunyai

kandungan yang berbeda dan cara kerja, hubungannya dengan

pelepasan kepala myosin pada aktin. Demikian pula pada bagian kerja

kolagen sepanjang jalur z. Asam diketahui memiliki kemampuan

melonggarkan ikatan silang kolagen sehingga dapat berdampak pada

perbaikan keempukan. Bagaimana cara kerja jenis asam, level dan waktu

marinasi.
4

c. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengkaji pengaruh lama marinasi dengan penambahan jenis dan

asam dengan metode marinasiberbeda terhadap karakteristik fisik

(daya putus, nilai pH, sust masak, panjang sarkomer dan diameter

serat otot) serta kimiawi (nilai TBA dan aktivitas antioksidan)

dendeng sapi segar

2. Mengkaji interaksi antara lama marinasi dan jenis asam berbeda

terhadap karakteristik fisik (daya putus, nilai pH, sust masak, panjang

sarkomer dan diameter serat otot) serta kimiawi (nilai TBA dan

aktivitas antioksidan) dendeng sapi segar

3. Menganalisis penagruh level penambahan jenis asam dengan

metode marinasi terhadap terhadap karakteristik fisik dendeng sapi

segar

4. Mengidentifikasi perubahan karakteristik fisik dendeng Sapi segar

dengan metodde marinasi selama penyimpanan

Kegunaan Penelitian:

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi

ilmiah bagi peneliti dan masyarakat mengenai pemanfaatan berbagai jenis

asam terhadap karakateristik fisik dendeng sapi segar


5

TINJAUAN PUSTAKA
A. Hubungan Struktur Dengan Kulaitas Daging

Daging diartikan sebagai semua jaringan tubuh hewan dan produk

olahannya yang baik untuk dimakan dan tidak mengganggu kesehatan

bagi yang mengkonsumsinya oleh Lawrie (1995), Organ-organ yang

masuk ke dalam definisi ini diantaranya hati, ginjal, otak, paru-paru,

jantung, pankreas, limfa, dan jaringan otot. Definisi yang hampir sama

juga dikemukakan oleh Soeparno (2005) yang mendefinisikan daging

sebagai semua jaringan hewan dan semua hasil produk pengolahan

jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

gangguan kesehatan bagi yang memakannya.

Kandungan gizi dalam daging dapat berbeda, tergantung pada jenis

ternak, umur, jenis kelamin, pakan serta letak dan fungsi bagian daging

tersebut dalam tubuh. Secara umum, kandungan gizi daging terdiri dari

protein, air, lemak, karbohidrat dan mineral. Komposisi kimia daging

tersebut sangat bergantung pada spesies, aktivitas tubuh, tingkat

pemberian pakan, dan keragaman pada ternak (Lawrie, 1995). Komposisi

kimia antara lain Jumlah Air 75,0 %, Protein 18,5 %, Lemak 3,0%, Bahan

Nitrogen Bukan Protein (kreatin, fosfat, ADP, dan ATP) 1,5 %, Karbohidrat

1,0%, Unsur-unsur Anorganik 1,0%, Buckle et al., (1987).

Unit dasar dari semua otot adalah serat muskuler yang berbentuk

silinder dengan beberapa sentimeter panjangnya dan diameternya

bervariasi antara 0,01 - 0,1 mm. Serat ini tersusun atas dinding

(sarkolema), sarkoplasma dan miofibriler yang ditutupi / diselubungi oleh


6

bagian - bagian longitudinal dan transversal dari retikulum sarkoplasmik

(Porter, 1961;. Proporsi sarkoplasma tergantung pada serat otot dan

mengelilingi miofibriler serta berisi secara khusus dengan sejumlah enzim,

mioglobin, mitokhondria, lemak dan glikogen (Bennett, 1960). Nampaknya

perbandingan antara jumlah sarkoplasma dengan miofibriler adalah

proporsional sesuai dengan kebutuhan energentik otot.

Satu serat muskuler dengan diameter 60 µm mengandung sekitar

2000 miofibriler dengan diameter 1,0 µm. Miofibriler terdiri atas miofilamen

tebal (miosin) dan miofilamen tipis (aktin). Filamen tebal tersusun atas

molekul myosin, dimana kepala myosin menguak kearah lateral untuk

berhubungan dengan filament tipis pada saat terjadi kontraksi. Filamen

aktin terdiri atas molekul aktin yang tersusun seperti rangkaian biji-biji

kalung atau tasbih .

Serat muskuler dibagi secara longitudinal dengan suatu seri pita,

yang dibawah mikroskop optik, nampak secara bergantian terang (pita I)

dan gelap (pita A). Pita I dibagi pada bagian tengahnya oleh satu garis

tebal yakni strip (jalur) Z. Bagian yang terdapat diantara dua strip Z

disebut sarkomer dan merupakan sebagai unit dasar kontraktil. Variasi

panjang yang diamati selama kontraksi dan pemanjangan serat terjadi

karena adanya pergesakan antar filamen satu dengan lainnya.

b. Dendeng

Menurut Badan Standardisasi Nasional (1992) dalam SNI 01-2908-

1992, dendeng berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan
7

daging segar yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Proses pembuatan

dendeng sapi dengan cara digiling pada dasarnya sama dengan proses

pembuatan dendeng sapi dengan cara diiris. Dendeng dengan cara

digiling lebih meresap karena bumbu dicampur rata bersama daging dan

serat pada daging giling tidak terlihat jelas sehingga tekstur lebih halus

(Irene, 1994).

Dendeng yang bermutu baik harus memenuhi spesifikasi

persyaratan mutu seperti pada dendeng sapi, sehingga produk yang

dihasilkan dapat diterima di pasaran dan memiliki nilai ekonomis yang

tinggi spesifikasi persyaratan mutu dendeng dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Sapi (SNI 01-2908-1992)

Persyaratan
Jenis Uji
Mutu I Mutu II

Warna dan bau Khas dendeng Khas dendeng


Kadar air (berat/berat basah) Maks 12% Maks 12%
Kadar Protein (Berat/bahan Min 30% Min 25%
kering) Maks 1% Maks 1%
Abu (Berat/bahan kering) Maks 1% Maks 1%
Benda asing (Berat/bahan kering) Tidak Nampak Tidak Nampak
Kapang dan serangga

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992).


8

Pengolahan daging sapi segar menjadi dendeng sapi akan

meningkatkan nilai kalori per satuan berat bahan, yakni dari 270 kalori/100

gram bahan menjadi 433 kalori/100 gram bahan. Kadar protein dan

karbohidrat juga meningkat sejalan dengan penurunan kadar air dendeng

sapi. Tabel 2 memperlihatkan komposisi kimia yang terkandung dalam

dendeng sapi.

Tabel 2. Komposisi Kimia Dendeng Sapi

Komposisi (per 100 gram bahan basah) Dendeng Sapi


Kalori (kal) 433,0
Protein (g) 55,0
Lemak (g) 9,0
Karbohidrat (g) 10,5
Kadar Air (%) 25,0
Kalsium (mg) 30,0
Fosfor (mg) 370,0
Zat Besi (mg) 5,1
Vitamin A (IU) 0,0
Vitamin B (mg) 0,1
Vitamin C (mg) 0,0
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981)

c. Tinjauan Umum Asam Jawa

Asam Jawa

Asam Jawa (Tamarindus indica L) Asam Jawa merupakan tanaman

tropis yang berasal dari Afrika namun dapat tumbuh dengan subur di

Indonesia, kebanyakan digunakan sebagai pohon peneduh jalan. Batang

pohon asam yang cukup keras dapat tumbuh menjadi besar dan daunnya
9

rindang. Pohon Asam jawa bertangkai panjang, sekitar 117 cm dan

bersirip genap, dan bunganya berwarna kuning kemerah-merahan dan

buah polongnya berwarna coklat dan tentu saja berasa khas asam.

Biasanya didalam buah polong buah juga terdapat biji berkisar 2-5 yang

berbentuk pipih dengan warna coklat agak kehitaman (Amin & Asni,

2009).

Divisi : Spermatophyta Anak divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Anak kelas : Rosidae Bangsa : Rosales Suku : Caesalpiniaceae Marga :

Tamarindus Jenis : Tamarindus indica L (Seomardji, 2007).

Klasifikasi Asam Jawa (Tamarindus indica L) Gambar

Asam Jawa Sumber: Heyne K, 1987

Kandungan Asam Jawa (Tamarindus indica L)

Nutrisi yang terkandung didalam suksinat, pectin dan gula invert.

Buah Asam Jawa yang masak dalam 100 gram akan mengandung nilai

kalori sebesar 239 kal, protein 2,8 gram, lemak 0,6 gram, hidrat arang

62,5 gram, kalsium 74 miligram, fosfor 113 miligram, zat besi 0,6 miligram,
10

vitamin A 30 SI, vitamin B1 0,34 miligram, vitamin C 2 miligram. Kulit biji

Asam Jawa mengandung phlobatannin dan bijinya mengandung

albuminoid serta pati (Muhammad, 2010). Kandungan kimia yang terdapat

pada buah Asam Jawa (Tamarindus indica L) adalah seperti berikut :

1. Tanin adalah kelompok polifenol yang larut dalam air dengan berat

molekul antara 500-3000 gr/mol. Senyawa tanin dapat

mengendapkan alkaloid, gelatin dan protein lainnya membentuk

warna merah tua dengan kalsium ferrisianida dan amonia serta

dapat diendapkan garam garam Cu, Pb dan kalium kromat atau 1%

asam kromat. Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat,

biasanya mengandung 10% H2O. Tanin memiliki struktur kimia

yang kompleks dan tidak sama. Asam tanat tersusun 5-10 residu

ester galat, sehingga galotanin sebagai salah atu senyawa

tersusun tanin dikenal dengan nama asam tanat (Fajriati, 2006).

Sejak zaman kuno zat organik banyak mengandung tanin, dalam

pengobatan terutama di Asia (Jepang dan Cina) menjadi

penyembuh alami, tanaman ekstrak yang mengandung tanin

digunakan sebagai astringents, mengatasi diare, sebagai diuretik,

mengatasi penyakit pada perut dan tumor duodenum dan sebagai

agen antiinflamasi, antiseptik dan hemostatic pharmaceuticals.

Tanin juga dapat memicu logam berat dan alkoloid (kecuali morfin),

dapat juga keracunan dengan zat ini. Tetapi hal ini menjadi jelas

bahwa tanin sebagai prinsip tanaman bisa untuk obat (Khanbabaee

& Ree, 2001).


11

2. Flavonoid adalah kumpulan lebih dari 4000 polifenol yang secara

alami terdapat didalam makanan yang berasal dari tumbuhan.

Senyawa ini memiliki struktur phenylbenzopyrone yang imum (C6-

C3-C6) dan dikatagorian berdaarkan tingkat kejenuhan dan

membuka pusat pyran ring, terutama pada flavones, flavonols,

flavanones dan flavanonols. Flavanoid mungkin ada dikerajaan

tanaman selama lebih dari satu miliar tahun. Flavonoid hampir ada

disetiap tanaman, seperti buah dan sayur. Oleh karena itu flavonoid

dikonsumsi dalam jumlah yang cukup besar yaitu beberapa ratus

miligram perhari. Flavonoid yang ditemukan dalam tanaman obat

herbal telah digunakan manusia di seluruh dunia, terutama Cina

(Ren, 2003).

3. Saponin adalah zat aktif yang dapat meningkatkan permaebilitas

membran sehingga terjadi hemolisis sel. Apabila saponin

berinteraksi dengan sel bakteri, maka bakteri tersebut akan rusak

atau lisis (Rahmah, 2013).

4. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang

diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun

peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan sel tidak terbentuk

secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Juliantina et

al., 2008).

d. Tinjauan Umum Jeruk

Jeruk
12

Secara umum, buah jeruk terdiri dari bagian daging buah dan kulit.

Bagian daging buah yang dapat dimakan disebut dengan endokarp.

Endokarp terdiri atas segmen-segmen yang disebut carpel atau locule. Di

dalam segmen-segmen tersebut terdapat kantung-kantung sari buah yang

berdinding tipis. Endokarp dikelilingi oleh bagian jeruk yang dinamakan

kulit. Kulit buah jeruk terdiri dari flavedo dan albedo. Flavedo merupakan

bagian kulit luar yang terletak di bagian bawah lapisan epidermis dan

mengandung kromoplas dan kantung minyak, sedangkan kulit bagian

dalam yang disebut albedo merupakan lapisan jaringan busa. Bagian

tengah buah jeruk disebut dengan core atau central plasenta yang

berbatasan dengan biji yang terdapat di dalam segmen (Ting dan Attaway,

1971).

Kandungan Gizi Buah Jeruk Komponen utama dari total padatan

terlarut sari buah jeruk adalah gula yang mencapai 75 – 85 %. Jenis gula

yang terpenting adalah 2 monosakarida, yaitu D-glukosa dan D-fruktosa,

serta disakarida sukrosa dengan perbandingan jumlah D-glukosa : D-

fruktosa : sukrosa yaitu 1:1:2. Setiap 100 ml sari buah jeruk siam

mengandung 1.02 – 1.24 g glukosa, 1.49 – 1.58 g fruktosa, 2.19 – 4.90 g

sukrosa dengan total gula berkisar antara 4.93 – 7.57 gram. Kandungan

gula meningkat dengan semakin matangnya buah dan sebanding dengan

berkurangnya cadangan pati (Ting dan Attaway, 1971).

Tabel 3. Kandungan Vitamin dan zat Mineral dalam 100 gram


Buah jeruk
13

e. Tinjauan Umum Cuka

Cuka

Asam cuka merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal

sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka

memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini sering ditulis dalam bentuk

CH3COOH. Asam cuka murni adalah cairan higroskopis tak berwarna dan

memiliki titik beku 16,7oC. Asam cuka merupakan hasil olahan makanan

melalui fermentasi. Fermentasi glukosa secara anaerob menggunakan

khamir Saccharomyces cerevicae menghasilkan etanol. Fermentasi etanol

secara aerob menggunakan bakteri Acetobacter aceti menghasilkan asam

cuka (Buckle et al., 2010).

Menurut Desrosier (2008), asam cuka dapat dibuat dari berbagai

bahan baku yang mengandung gula atau pati melalui fermentasi glukosa

yang diikuti oleh fermentasi etanol. Produk ini merupakan suatu larutan

asam cukadalam air yang megandung cita rasa, zat warna, dan substansi

yang terekstrak misal: asam buah, ester, dan garam organik yang

berbeda-beda sesuai dengan asalnya. Cuka yang dijual mengandung


14

paling sedikit 4% asam cuka (4 g asam cuka per 100 ml), dalam kondisi

segar dan dibuat dari buah-buahan yang layak dikonsumsi.

Menurut Janeta (2011), proses pembuatan asam cuka melalui dua

tahapan proses fermentasi. Tahap pertama adalah fermentasi gula hasil

hidrolisis secara anaerob menjadi etanol oleh aktivitas yeast

(Saccharomyces cerevisiae).

f. Kerangka Pikir

Penanganan Daging pasca panen yang kurang baik akan mengakibatkan


mutu daging menjadi kurang baik, ditandai dengan daging yang berwarna
gelap (dark firm dry) atau pucat (pale soft exudative) ataupun pengkerutan
karena dingin (cold shortening) atau rigor yang terbentuk setelah
pelelehan daging beku (thaw rigor). Menurunnya kualitas daging pada
saat pasca panen dapat dihindari jika dilakukan

Penanganan
Daging

Jenis Asam Level Pemberian Waktu Marinasi

Karakteristi Fisiko/kimia
Dendeng Sapi Segar
15

METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2021,

bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Daging dan Telur,

Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

b. Materi Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitihan ini adalah daging sapi

bagian Semimembranosus, asam jawa, jeruk, asam cuka, garam

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah toples daging, dan

kulkas.

c. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan

acak lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 3 x 3 perlakuan dengan 3 kali

ulangan. Perlakuan pada penelitian ini sebagai berikut:

Faktor A : Jenis asam organik


A1 : Asam Jawa
A2 : Jeruk
A3 : Cuka
Faktor B : Level penambahan asam organik
B1 : Level penambahan sebanyak 2,5%
B2 : Level penambahan sebanyak 3%
B3 : Level penambahan sebanyak 3,5%
Faktor C : Waktu Marinasi
C1 : Marinasi 24 Jam
C2 : Marinasi 48 Jam
C3 :Marinasi 72 Jam
16

d. Prosedur Penelitian

Persiapan sampel daging. Daging didapatkan di Rumah Potong

Hewan (RPH) Antang. Daging yang digunakan merupakan daging sapi

bagian Semimembranosus (SM). Setelah proses pemotongan, sampel

dipisahkan dari bagian tubuh lainnya dan dibilas menggunakan Clorin.

Pada laboratorium teknologi pengolahan daging dan telur, dilakukan

proses trimming yakni proses pemotongan/penghilangan bagian-bagian

yang tidak dikehendaki pada sampel seperti lemak atau kotoran yang

menempel. Sampel yang telah melalui proses trimming diiris tipis dengan

ketebalan 3 mm. Setelah itu menambahkan bumbu standar seperti gara,

gula merah, ketumbar, merica, dan penambah rasa. Sampel dengan

bumbu dicampur hingga merata.

Sampel dibagi dalam 3 perlakuan yakni penambahan asam jawa,

asam cuka, asam jeruk sebesar 2%, 2,5%, 3% dan 3,5%. Proses marinasi

tiap perlakuan dibagi atas, dan jam pada suhu 37oC. Sehingga diperoleh

titik sampling sebanyak 12 kali. Setelah itu, sampel dikeringkan

menggunakan oven pada suhu 55oC selama 6 jam.

e. Parameter yang Diukur

f. Uji Daya Putus Daging (DPD)

Dalam penelitian ini ada 2 pengamatan yang dilakukan yaitu

karakteristik keempukan daging dan organoleptik. Karakteristik

keempukan daging dilakukan dengan metode CD Shear Force untuk

menghitung nilai keempukan atau daya putus pada daging. Adapun


17

karakteristik organoleptik yang diamati adalah sisa residu pengunyahan

yang di uji oleh panelis sebanyak 20 orang.

Pengukuran daya putus daging dilakukan dengan menggunakan

alat CD Shear Force (Creozut dan Dumont dalam Abustam, 2012) untuk

menghitung nilai keempukan atau daya putus pada daging. Pengukuran

dilakukan pada daging segar dan daging masak. Semakin rendah nilai

daya putus daging, menunjukkan daging tersebut semakin empuk,

sebaliknya semakin tinggi nilai daya putus daging maka semakin alot.

Prosedur pengukuran keempukan daging adalah sebagai berikut :

a. Sampel dipotong dengan panjang 1 cm, diameter 1,27 cm

b. Sampel dimasukkan pada lubang CD Shear Force

c. Sampel dipotong tegak lurus dengan serat daging

d. Perhitungan daya putus daging sesuai pembacaan pada CD Shear

Force dengan menggunakan rumus :

A1

A =

Keterangan :

A = daya putus daging (kg/cm2)

A1 = tenaga yang digunakan (kg)

L = luas penampang sampel


18

g. Pengukuran pH

Pengukuran nilai pH dengan metode Mach et al. (2008) dilakukan

menggunakan pH meter dengan cara menghaluskan 10g daging yang

ditambah dengan 40 ml aquades . Alat pH meter dikalibrasi pada standar

buffer pH 4 – 10. Ujung pH meter ditancapkan pada tiga bagian daging

sapi. Nilai pH akan tercatat pada layar monitor.

Alur prose jumlaah air yang kelauar setelah marinasi Drip

h. Susuk Masak

Prosedur pengujian susut masak dapat dilakukan dengan cara

sampel sebanyak 20 gram dibungkus dengan plastik klip kemudian

dimasukkan ke dalam gelas ukur dan dimasak menggunakan waterbath

selama 15 menit dengan suhu 70oC. Setelah perebusan selesai sampel

dikeluarkan dan didinginkan. Setelah sampel dikeluarkan dari plastik dan

sisa air yang menempel dipermukaan daging dikeringkan dengan

menggunakan kertas hisap tanpa dilakukan penekanan.

Selanjutnya sampel ditimbang (Soeparno, 1998) dengan rumus :

( Berat sebelum dimasak−berat setelah dimasak )


Berat susut masak = x
Berat sebelum dimasak

100%

Alat pH meter dikalibrasi pada standar buffer pH 4 – 10. Ujung pH

meter ditancapkan pada tiga bagian sosis ayam. Nilai pH akan tercatat

pada layar monitor.


19

i. Uji TBA

Uji ketengikan pada setiap sampel penelitian yang telah diberi

perlakuan adalah dengan menggunakan analisis intensitas ketengikan

dengan metode TBA yang dinyatakan dalam jumlah Malonaldehid

(MDA)/kg sampel dalam unit awal.

Angka TBA dihitung dan dinyatakan dalam mg malonaldehid/kg sampel.

Perhitungan angka TBA sesuai dengan rumus:

j. Uji Aktivitas Antioksidan (metode DPPH)

Metode yang digunakan pada penentuan aktivitas antioksidan asap

cair adalah menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrihidrazil).

Metode DPPH ini menggunakan DPPH (2,2-difenil-1-pikrihidrazil) sebagai

radikal bebas. Metode ini dipilih karena metodenya sederhana, cepat, dan

mudah untuk skrining aktivitas penangkapan radikal beberapa senyawa,

selain itu metode ini terbukti akurat dan praktis [25]. Absorbansi DPPH

yang terukur adalah absorbansi dari DPPH yang tersisa setelah

direaksikan dengan larutan uji. Dari nilai absorbansi DPPH sisa dapat

diketahui aktivitas antioksidan tiap larutan uji dalam menghambat radikal

bebas DPPH. Dari nilai absorbansi yang diperoleh lalu dihitung persen
20

inhibisi (peredaman) terhadap radikal bebas DPPH, yaitu besarnya

aktivitas senyawa antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas

DPPH. Nilai absorbansi yang diperoleh dihitung persen inhibisinya dengan

rumus:

k. Panjang Sarkomer

Penelitian Ali (2013), yang menyatakan bahwa metode injeksi dan

jenis otot berpengaruh terhadap rata-rata panjang sarkomer.

Umumnya diketahui bahwa sifat-sifat reologik daging sangat

tergantung pada serat muskular dan jaringan ikat. Karakteristik otot

merupakan penilaian karakteristik kualitatif daging, khususnya potensi

keempukannya.

Pemberian injeksi polifenol berindikasi pada perubahan panjang

sarkomer. Panjang sarkomer tergantung pada keadaan otot, dimana

pada keadaan relaksasi otot akan bertambah panjang dan pada

keadaan cekaman terjadi sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, maka

pemberian injeksi polifenol melalui subkutan dan injeksi kombinasi

theobromin dan polifenol melalui intramuskuler mengakibatkan otot

lebih rileks. Sedangkan pemberian injeksi theobromin berindikasi

menyebabkan pengendalian cekaman baik melalui injeksi subkutan


21

maupun intramuskuler. Xiong (2000), rataan panjang sarkomer pada

umumnya adalah 2,5 mikron untuk otot relaksasi, sedangkan otot yang

mengalami kontraksi dapat lebih pendek dari 1,5 mikron. Pemberian

injeksi ekstrak kakao pada ternak sebelum 14 dilakukan pemotongan,

telah berhasil membuat ternak lebih relaks yang berindikasi pada

rataan panjang sarkomer.

l. Diameter Serat Otot

Struktur serat otot dibungkus oleh sarung jaringan ikat. Jaringan

ikat ini terdiri dari endomisium yang mengelilingi setiap serat otot,

perimisium yang membungkus setiap bundel otot dan epimisium yang

membungkus seluruh bundel otot. Warris (2000), menyatakan bahwa

serat otot dapat memiliki diameter serat otot antara 60-100 µm. Ukuran

bundel otot dapat menunjukkan keempukan daging. Semakin kecil

bundel otot, semakin empuk daging tersebut karena aktivitas yang

terjadi sedikit sedangkan diameter bundel otot yang lebih besar

menunjukkan tingkat keempukan yang lebih rendah karena aktivitas

yang dilakukan oleh protein kontraktil otot cenderung lebih tinggi.


22

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam berdasarkan rancangan acak

lengkkap (RAL) pola factorial 3 x3 x3 dengan 3 kali ulangan. Analisis

ragam tersebut didasarkan pada model matematika rancangan yang

digunakan, sebagai berikut :

Yijkl = µ + αi + βj + αβij + €ijkl

i = 1, 2, 3 (Faktor A)
j = 1, 2, 3 (Faktor B)
k = 1, 2, 3 (Faktor C)
l = 1, 2, 3 (Ulangan)

Keterangan :

Yijk = Hasil akibat perlakuan level penambahan asam ke-i dan lama
Marinasi ke-j pada ulangan ke-k
µ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh perlakuan level penambahan asam ke-i
βj = Pengaruh lama marinasi ke-j
αβij = Pengaruh interaksi level penambahan asam ke-i dan lama marinasi
ke-j
€ijk = Pengaruh galat perlakuan level penambahan asam ke-i dan lama
marinasi ke-j pada satuan percobaan ke-k

Pengujian lanjutan akan dilakukan dengan uji least significant

difference (LSD) apabila pemberian perlakuan ditemukan pengaruh

(Gasperz, 1991)
23

DAFTAR PUSTAKA

Amano, K. 1962. The Influence of Fermentation on The Nutritive Value of


Fish Special Reference Fish Product of South Asia. Fish in
Nutrition (FAO), 7 :180-200.
Anggraeni, A. A. 2012. Mikrobiologi Pangan. Bahan Ajar. Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
AOAC International. 2000. Official Methods of Analysis of AOAC
International, Gaitherburg, USA.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu
Pangan. Terjemahan: H. Purnomo Adiono. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2908-1992. Dendeng
Sapi, Jakarta.
D.Ercolini, F. Russo, A. Nasi, P. Ferranti, and F. Villani, “Mesophilic and
psychrotrophicbacteria from meat and their spoilage potential in
vitro and in beef,” Applied and Environmental Microbiology,
2009, doi: 10.1128/AEM.02762-08.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Dasar 1. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Febrina N.R, R. 2012. Pengaruh Tingkat Penambahan Nanas (Ananas
comosus) dan Lama Penyimpanan Terhadap Tingkat Oksidasi
Lemak dan Perubahan Kualitas Dendeng Giling Daging
Sapi.Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Gaspersz, V. 1991. Metode Rancangan Percobaan. Arminco, Bandung.
Hawab, H. M. 1999. Pengaruh Pemanasan Beras Menjadi Nasi Sebagai
Peubah Turunnya Nilai Nutrien Beras. Buletin Kimia No. 14 hal
69-80.
Hugas, M. and J. M. Monfort. 1997. Bacterial starter cultures for meat
fermentation. Food Chemistry (59)4: 547 – 554.
Irene, R.E.1994. Sorpsi isotermis dendeng sapi giling. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor
24

Karmas, E. dan R. Harris. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan


Pangan. Terjemahan: Achmadi, S. Institut Teknologi Bandung
Press, Bandung
Kasir, W. K. 1999. Studi Banding Sifat Kimia dan Organoleptik Abon Sapi,
Ayam, Kelinci. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Kinsman, D. M., A. W. Kotula and B. C. Breindenstein. 1994. Muscle
Food, Meat, Poultry and Seafood Technology. Chapman and
Hall, London.
McLoughlin, J.A. and C.P. Champagne. 1994. Immobilized Cells in Meat
Fermentation. CRC in Biotech. 14 (2) 179-192.
Shikha Ojha, D. Granato, G. Rajuria, F. J. Barba, J. P. Kerry, and B. K.
Tiwari, “Application of chemometrics to assess the influence of
ultrasound frequency,Lactobacillus sakei culture and drying on
beef jerky manufacture: Impact on amino acid profile, organic
acids, texture and colour,” Food Chemistry 2018 doi:
10.1016/j.foodchem.2017.06.124.
Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Protein.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Pearson, A. M. and W. Tauber. 1984. Processed Meats. The AVI
Publishing Company,Inc. Wesport, Connecticut.
Purnomo, H. 1986. Aspects of The Stability of Intermediate Moisture Meat-
Phd.Thesis. The University of New South Wales, Australia.
Purnomo, H. 1997. Studi Tentang Stabilitas Protein Daging Kering dan
Dendeng Selama Penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas
Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.
Rogers, R.W., Y.H. Hui, N. Wai-Kit and O.A. Young. 2001. Meat Science
and Applications. Marcel Dekker, Inc: New York.
S. Umniyatie, “Mengenal Berbagai Macam Mikroba Patogen Pencemar
Pangan,” Jurnal Ilmiah WUNY, 2015, doi:
10.21831/jwuny.v16i6.4455.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada Universitas
Press, Yoyakarta.
Varnam, A.N. and J.P. Sutherland. 1995. Meat and Meat Products.
Chapman and Hall, London.
25

Winarno, F. G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai