Anda di halaman 1dari 2

TAJUK RENCANA: Gawat Darurat Sepak Bola (Kompas)

Suporter Indonesia saat menyaksikan Timnas Indonesia melawan Timnas Thailand dalam laga
Kualifikasi Piala Dunia 2022 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Thailand mengalahkan Indonesia dengan skor 3-0. Dalam dua laga awal kualifikasi ini Timnas
Indonesia dua kali juga menelan pil pahit kekalahan atas Malaysia dan Thailand.

Sabtu (2/11/2019) ini, Kongres Luar Biasa PSSI memilih ketua umum. Perlu komitmen pemilik
suara untuk memilih berdasarkan pertimbangan hati nurani.

Indonesia, yang sebenarnya kaya akan pemain sepak bola bertalenta, terseok-seok dalam
prestasi sejak awal dekade 1990-an. Tim nasional sepak bola kita terakhir kali meraih prestasi
internasional pada 1991, atau 28 tahun lalu, saat meraih medali emas SEA Games 1991.

Lima tahun sebelumnya, di Asian Games 1986, tim "Garuda" juga mencatat pencapaian impresif
dengan mencapai babak empat besar. Pada laga perempat final ketika itu, tim Indonesia yang
dilatih mendiang Bertje Matulapelwa menyisihkan Uni Emirat Arab melalui adu penalti. Langkah
tim "Merah Putih" kandas di semifinal oleh tuan rumah Korea Selatan.

Pelatih Tim Nasional Indonesia Simon McMenemy menghampiri para pemain timnas yang
tertunduk lesu seusai peluit panjang babak kedua berakhir laga Indonesia melawan Malaysia
dalam Kualifikasi Piala Dunia 2022 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis
(5/9/2019). Malaysia mengalahkan Indonesia dengan skor 3-2.

Setelah masa-masa itu, tim nasional senior kita mengalami kemarau prestasi. Berbagai problem
melingkupi pembinaan sepak bola nasional kita. Celakanya, masalah kronis itu tidak
tertuntaskan hingga kini.

Tak heran, dalam kualifikasi Piala Dunia 2022, kesebelasan Indonesia tampil sangat tidak
kompetitif. Stefano Lilipaly dan kawan-kawan menelan empat kekalahan berturut-turut, yakni
dari Malaysia dengan skor 2-3, Thailand (0-3), Uni Emirat Arab (0-5), dan Vietnam (1-3).
Indonesia berada di posisi terbawah Grup G kualifikasi Piala Dunia zona Asia karena belum
mengemas satu poin pun.

Fenomena itu memunculkan satu fakta: gawat darurat sepak bola nasional. Problem yang
mendesak dituntaskan itu di antaranya liga senior yang jauh dari semangat profesionalisme dan
sportivitas, pembinaan pesepak bola usia dini yang kurang terencana, pemberantasan mafia
sepak bola, termasuk aktor di balik pengaturan pertandingan, serta pembenahan internal
organisasi PSSI, tak terkecuali organ asosiasi provinsi.

Para pemain Timnas U-16 Indonesia menangis saat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia
Raya menjelang melawan Timnas U-16 Cina dalam Kualifikasi Piala Asia 2020 di Stadion Utama
Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (22/9/2019). Indonesia lolos melaju ke putaran final Piala
Asia 2020 meski bermain imbang melawan Timnas U-16 Cina dengan skor 0-0.

Karut-marut itu membutuhkan tokoh ketua umum yang bersih, berintegritas, bernyali
menggulirkan perubahan, dan sungguh-sungguh bekerja demi pembenahan cabang olahraga
populer ini. Sosok pemimpin ini harus siap mendedikasikan dirinya demi sepak bola, demi PSSI,
demi optimalisasi karier pemain-pemain berbakat kita. Bukan seperti kebanyakan pengurus
induk cabang olahraga kita selama ini: hanya memikirkan apa yang bisa didapat dari organisasi.

Sudah 20 tahun lebih sepak bola Indonesia terkungkung dalam situasi centang perenang yang
sulit dicari ujung pangkalnya. Yang banyak terberitakan pada akhirnya kabar-kabar kerusuhan
antarsuporter, perusakan stadion dan fasilitas umum oleh suporter, serta kekalahan tim nasional
kita.

Ada secercah harapan dari tim yunior dengan beberapa prestasi, salah satunya juara Federasi
Sepak Bola ASEAN (AFF) 2018, yang diraih tim nasional U-16 Indonesia. Jangan sampai bibit-
bibit pesepak bola muda kita layu sebelum berkembang karena ketiadaan sistem pembinaan
yang berkelanjutan. Saatnya diakhiri karut-marut ini. Gunakan Kongres Luar Biasa PSSI sebagai
momentum pembenahan sepak bola kita.

Anda mungkin juga menyukai