Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rongga mulut mencerminkan kesehatan tubuh seseorang karena
merupakan pintu pertama masuknya bahan makanan untuk kebutuhan
pertumbuhan dan kesehatan yang optimal. Berbagai macam lesi sering kali
terjadi di rongga mulut yang dapat disebabkan berbagai factor, salah satunya
adalah stomatitis aphtosa rekuren.
Stomatitis Aftosa rekuren atau Recurent Aphthous Stomatitis yang juga
dikenal dengan sariawan. Apthous ulser merupakan ulser pada mukosa mulut
yang rekuren (berulang) terasa sakit dan tidak diketahui penyebabnya.
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah salah satu kelainan mukosa yang
paling sering terjadi dan menyerang kira-kira 15-20% populasi di Inggris.
Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada golongan sosioekonomi atas dan
di antara para mahasiswa selama waktu-waktu ujian.

GAMBAR
2

Gambar

Sariawan dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian
dalam, lidah, gusi, serta langit-langit dalam rongga mulut. SAR tergolong
ulkus yang merupakan suatu luka terbuka dari kulit atau jaringan mukosa
yang memperlihatkan disintegrasi dan nekrosis jaringan yang sedikit demi
sedikit, biasanya berupa bercak putih ke kuning-kuningan baik tunggal
maupun berkelompok.
Penyakit ini sangat mengganggu bagi penderitanya, karena penyakit ini
bermanifestasi di dalam rongga mulut yang dapat mengganggu fungsi
pengunyahan. Sehingga tidak jarang penderita yang mengalami penyakit ini
nafsu makannya berkurang asupan gizi untuk tubuh juga berkurang karena
kekurangan vitamin C, vitamin B1, vitamin B2 dan zat besi.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Rongga Mulut

Gambar rongga mulut

Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh terdiri dari : lidah bagian oral (
dua pertiga bagian anterior dari lidah )

Thyroidea (Yunani thyreos, pelindung) suatu kelenjar endokrin sangat


vaskular, merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dextra dan sinistra yang
dihubungkan oleh isthmus pada garis tengah. Tiap lobus mencapai superior
sejauh linea oblique cartilago thyroidea, isthmus terletak di atas cincin trachea
kedua dan ketiga, sedangkan bagian terbawah lobus biasanya terletak di atas
cincin trachea keempat atau kelima. Kelenjar ini dibungkus oleh selubung
yang berasal dari lapisan pretrachealis fascia cervicalis profunda. Beratnya
sekitar 25 gram biasanya membesar secara fisiologis pada masa pubertas,
menstruasi dan kehamilan. Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher,
antara fascia koli media dan fascia pre vertebralis. Di dalam ruang yang sama
terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf..
4

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari Arteri {a.} Tiroidea Superior


(cabang dari a.Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a.
Subklavia).

2.2 Fisiologi
Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh,
membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang, dan sangat
diperlukan untuk pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat
kelenjar tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan mental
dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi mental dan dwarfisme.
Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan tubuh,
gugup, takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang berlebihan. Kelenjar
tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian
berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik
yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid.
5

Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai


afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan
ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian
besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di
dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon
tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding
globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding
prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone,
TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar
tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.(8)
2.3 Definisi Tiroiditis Hashimoto
Tiroiditis berasal dari kata tiroid yaitu kelenjar tiroid sedangkan –itis
menandakan adanya proses peradangan (inflamasi) dengan beragam
penyebab. (1)(8)
Berdasarkan penyebabnya, tiroiditis dibagi menjadi tiroiditis karena
infeksi, tiroiditis autoimun, tiroiditis pasca persalinan, tiroiditis karena obat-
obatan dan tiroiditis Riedel. Berdasarkan ada atau tidaknya nyeri, dibagi
menjadi tiroiditis dengan nyeri dan tiroiditis tanpa nyeri. Tiroiditis yang
paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis postpartum
(timbul setelah melahirkan). (1)(8)
2.4 Epidemiologi
Tiroiditis Hashimoto merupakan penyebab tersering kejadian
hipotiroidisme di Amerika Utara. Insidens puncak dari TH terjadi pada dekade
ketiga sampai kelima dari kehidupan. Rasio kejadian antara wanita dan pria
dari Tiroiditis Hashimoto ini adalah 10-15 : 1 dan mengenai kurang lebih 2 %
populasi dari seluruh wanita.6,11 Umur rata-rata didiagnosis TH adalah 60
tahun dan prevalensi dari hipotiroidisme yang jelas meningkat sesuai dengan
umur.
6

2.5 Etiologi Tiroiditis Hashimoto


Tiroiditis Hashimoto adalah tiroiditis yang disebabkan oleh proses
autoimun dan berdasarkan waktu kejadian termasuk tiroiditis kronik. Jika
jaringan tiroid yang mengalami tiroiditis diperiksa dibawah mikroskop maka
akan tampak gambaran peradangan berupa infiltrasi sel-sel limfosit. (1)(5)(8)
Tiroiditis autoimun yang terserang terutama wanita berusia antara 30 –
50 tahun dan dicirikan dengan adanya kelenjar tiroid yang keras, membesar
difus, tak nyeri. Pasien biasanya eutiroid atau hipotiroid dan jarang
hipertiroid. Hipotiroid terjadi jika hormon tiroid yang diproduksi tidak
mencukupi kebutuhan tubuh. Kelenjar tiroid juga bisa membesar membentuk
goiter. (4)(5)

2.6 Patofisiologi Tiroiditis Hashimoto


Patogenesis dari TH ini melibatkan infiltrasi dari sel T dan sel B dari
kelenjar tiroid yang reaktif terhadap antigen tiroid. Sel B yang teraktivasi
mengeluarkan autoantibodi tiroid, termasuk diantaranya antibodi terhadap
tiroglobulin
(anti-TG), tiroid peroksidase (Anti-TPo) dan tirotropin. Sel T
sitotoksik secara luas bertanggung jawab terhadap kerusakan dari parenkim
tiroid, yang berakibat pada terjadinya tirotoksikosis yang akhirnya menjadi
hipotiroidisme. Proses inflamasi ini berakibat pada tampilan histopatologis
dari TH ini, yang mana termasuk diantaranya berupa aggregasi limfosit
dengan sentral germinal, folikel-folikel tiroid kecil dengan koloid yang jarang,
perubahan oksifilik pada sel-sel epitel dan fibrosis yang bervariasi. Beberapa
mekanisme lainnya telah diusulkan sebagai patogenesis dari TH. Patogenesis-
patogensis ini termasuk hipotesis terbaru bagi semua penyakit autoimun
molecular mimicry dan bystander activation termasuk keterlibatan dari
ekspresi sel tiroid antigen-HLA dan aktivasi apoptosis sel tiroid oleh interkasi
Fas ligand-Fas.(4)
7

Patofisiologi tiroiditis Hashimoto ini dilihat dari faktor genetik dan


lingkungan, yang kemudian melibatkan proses autoantigen dan
autoantibodi tiroid, ditambah adanya peran sitokin serta mekanisme
apoptosis yang diperkirakan terjadi pada proses penyakit ini.

2.6.1 Predisposisi genetik


Pada fase awal ini, seseorang akan memiliki predisposisi genetik dari
TH, tetapi mereka belum terpapar oleh pemicu yang penting sehingga
akan memiliki kadar hormon TSH, T4/T3 yang masih normal, tidak ada
antibodi tiroid dan tidak akan memiliki kelainan pada kelenjar tiroidnya.

2.6.2 Infiltrasi sel imun dari kelenjar tiroid


Pada tahap awal dari TH ini, seseorang biasanya akan memiliki
kadar antibodi tiroid yang meningkat. Peningkatan level antibodi tiroid
hingga sampai 80-90 % pada pemeriksaan darah, yaitu antibodi
tiroglobulin (anti-Tg) dan antibodi tiroid peroksidase (anti-TPo).
Beberapa orang bisa saja tidak menunjukkan adanya antibodi tiroid
pada pemeriksaan darah . pada pemerikasan ultraUSG ataupun biopsi,
perubahan pada kelenjar tiroid yang konsisten dengan tanda TH akan
terlihat.

2.6.3 Hipotiroidisme subklinis


Tahapan berikutnya dari TH dikenal dengan hipotiroidisme
subklinis. Pada fase ini, kadar TSH mungkin akan sedikit meningkat pada
pemeriksaan darah, dan kadar T3/T4 bebas akan normal. Antibodi tiroid
akan lebih tinggi pada tahap ini dibandingkan pada tahap kedua,
sebagaimana peningkatan pada TSH akan meningkatkan inflamasi pada
kelenjar tiroid. Akan tetapi pada beberapa pasien antibodi ini akan tetap
negatif.
8

2.6.4 Hipotiroidisme yang nyata


Pada tahap ini, seseorang akan mulai mengalami kegagalan kelenjar
tiroid. Kelenjar tiroidnya akan rusak sampai pada fase dimana penderita
TH tidak akan mampu lagi memproduksi hormone tiroidnya sendiri.
Seorang penderita TH akan mengalami kenaikan kadar TSH disertai
dengan kadar T3/T4 bebas yang rendah. Antibodi tiroid akan lebih tinggi
dibandingkan tahap yang sebelumnya. Inilah tahapan yang paling sering
dimana seseorang didiagnosa menderita TH, sebagaimana pada fase ini
seseorang akan memiliki gejala tiroid yang signifikan. Pada tahap inilah
seseorang akan membutuhkan pengobatan tiroid untuk mencegah dari
akibat yang serius.
2.6.5 Perkembangan menjadi kelainan autoimun lainnya
Penderita TH memiliki resiko yang lebih besar untuk berkembang
menjadi kondisi autoimun lainnya seperti penyakit Celiac, psoriasis,
Arthritis rematoid Sjogren, penyakit lupus, Multiple sclerosis, dan banyak
kondisi autoimun yang lainnya.
Hal ini merupakan perkembangan dari respon autoimun, sejalan
dengan sistem imunitas yang berlanjut menjadi tidak seimbang, dapat
ditemui kelenjar hormon lain dan jaringan tubuh lainnya juga diserang
seperti pada usus halus terjadi penyait Celiac, kelenjar air ludah dan air

mata dengan penyakit Sjogren’s dan pada sendi terjadi artritis rematoid.6
9

Tabel perbedaan Tiroidits Hashimoto, Grave’s disease dan Tiroiditis de Quervain

Tiroid normal Tiroiditis Hashimoto Grave’s Tiroiditis de


disease Quervain

Volume 6-15 cm3 me↓, normal, me↑ 6-15 cm3 me↓, normal, me↑

Ekogenitas >meningkat/sama Isoechogenitas/hipoe hipoekoik hipoekoik


dengan kelenjar chogenitas
difus
submandibular

Tekstur Homogen Heterogen difus, Heterogen Heterogen


dapat berupa area
hipoekoik tersebar
(infiltrat limfositik)
garis hiperekoik
(gambaran fibrotik)

Vaskularisasi Beberapa pembuluh me↓, normal, me↑ Hipervaskular hipovaskularisa


parenkim darah tersebar di 1/3 (intensitas >sedikit
isasi si
tengah parenkim dari Grave’s), bisa
kelenjar dan meningkat tapi tidak
pembuluh darah di seperti grave’s
perifer kelenjar

PSV >40 cm/sec Biasanya >40 cm/sec >70 cm/sec Biasanya >40
cm/sec
10

2.7 Gejala Klinis Tiroiditis Hashimoto


Penyakit Hashimoto tidak memiliki tanda-tanda dan gejala selama
bertahun-tahun dan tidak terdiagnosis sampai ditemukannya pembesaran
kelanjar tiriod Tanda-tanda dan gejala hipotiroidisme sangat bervariasi,
tergantung pada tingkat keparahan kekurangan hormon. Gambaran klinis
awalnya didahului dengan gejala-gejala hipertiroid (kadar hormon tiroid
meningkat) lalu normal (eutoroid) dan akhirnya berubah menjadi hipotiroid
(kadar hormon menurun) berkepanjangan. Pada awalnya, mungkin gejala
jarang terlihat, seperti kelelahan dan kelesuan, atau tanda-tanda menua. Tetapi
semakin lama penyakit berlangsung, gejala dan tanda makin jelas.
Pasien tiroiditis Hashimoto yang berkembang mengalami hipotiroid
biasanya menunjukkan tanda dan gejala meliputi kelelahan dan kelesuan,
sering mengantuk, pelupa, kesulitan belajar, kulit kering dan gatal, rambut dan
kuku yang rapuh, wajah bengkak, konstipasi, nyeri otot, penambahan berat
badan, peningkatan sensitivitas terhadap banyak pengobatan, menstruasi yang
banyak, peningkatan frekuensi keguguran pada wanita yang hamil.

2.8 Diagnosis Tiroiditis Hashimoto


2.8.1 Anamnesis
Penderita TH bisa tidak menunjukkan tanda-tanda maupun gejala
penyakit ini pada awalnya, atau bisa juga ditemukan pembengkakan di leher
depan (goiter). biasanya menunjukkan tanda dan gejala meliputi kelelahan dan
kelesuan, sering mengantuk, wajah bengkak, konstipasi, nyeri otot.
11

2.8.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik didapatkan Puffy face dan edema periorbital,
kulit dingin, kasar, dan kering, edema perifer pada tangan dan kaki, biasanya
tipe nonpitting edema, thickenned dan brittle nails, kehilangan rambut yang
difus di daerah kepala, bulu mata, kulit, alat genital dan wajah, bradikardi
karena menurunnya kontraktilitas dan denyut jantung, Kenaikan tekanan
darah biasanya berupa hipertensi diastolic, suara serak dan bicara lambat,
Sindroma Carpal Tunnel, Kelenjar thyroid biasanya membesar, keras, kenyal,
tanpa adanya lembut, atau bruit. Ukurannya dapat normal bahkan tidak teraba
sama sekali.
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hormon tiroid pemeriksaan darah dapat
mendeteksi jumlah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid dan
kelenjar pituitari. Jika kelenjar tiroid kurang aktif, kadar dari hormon
tiroid akan rendah. Pada saat yang sama, kadar TSH akan meningkat
karena kelenjar pituitari akan mencoba merangsang kelenjar tiroid
untuk memproduksi lebih banyak hormon tiroid. Sedangkan pada
pemeriksaan antibodi tiroid, karena TH merupakan sebuah kelainan
autoimun sebagai akibatnya akan memproduksi antibodi yang
abnormal.
Pemeriksaan Histologi
Pada pemeriksaan mikroskopik terdapat infiltrasi yang ekstensif
dari parenkim oleh infiltrat inflamatorik mononuklear yang
mengandung limfosit-limfosit kecil, sel-sel plasma dan sentra-sentra
germinal yang berkembang dengan baik.
Contoh-contoh biopsi aspirasi jarum halus (fine needle aspiration
biopsy) menunjukkan adanya sel-sel Hurtle dalam populasi limfosit

yang heterogen.(7)
12

B. Ultrasonografi (USG)
Tiroid dan nodul dapat diukur dengan akurat dengan pemeriksaan
ini. Pada USG, kelenjar tiroid yang menderita TH khasnya akan
memberikan gambaran perubahan parenkim yang luas. Kelenjar tiroid
umumnya akan tampak membesar dan hipoekhoik dengan ekhostruktur
yang heterogen dan septasi yang ekhogenik. Penurunan ekogenisitas
terjadi sebagai akibat dari infiltrasi limfosit dan sering berhubungan

dengan kejadian hipotiroidisme. (1),(3)

C. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan sinar rontgen ke paru


padaposisi anteroposterior (AP) untuk dapat menilai dan berperan dalam
menentukan luasnya tumor dan ada metastasis atau tidak.
13

2.9 Penatalaksanaan Tiroiditis Hashimoto


Pengobatan dari TH bisa terdiri dari observasi dari dan penggunaan
obat-obatan. Jika dalam observasi tidak terlihat adanya bukti kekurangan
hormon tiroid, dan fungsi tiroid masih dalam batas normal, maka akan
dipergunakan pendekatan “tunggu dan lihat”. Pasien TH yang mengalami
defisiensi hormon tiroid akan membutuhkan terapi pengganti dari hormon
tiroid. Biasanya ini akan menggunakan hormon sintetik hormon tiroid yaitu
hormon levotiroksin. Hormon sintetik levotiroksin ini identik dengan
hormon tiroksin, versi alami dari hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
tiroid.
Pengobatan oral hormon ini akan mengembalikan kadar hormon yang
cukup adekuat dan bisa mengembalikan semua gejala dari hipotiroidisme.
Pengobatan hormon ini biasanya akan berlangsung selama seumur hidup pada
pasien TH. Dosis terapi hormon akan disesuaikan berdasarkan pemeriksaan
rutin dari hormon TSH yang dilakukan secara berkala sekali dalam setahun.
Tindakan berupa pembedahan (tiroidektomi atupun lobektomi tiroid) dan
kemoterapi maupun radiasi dipertimbangkan pada penderita TH yang disertai
dengan kejadian karsinoma tiroid maupun limfoma. (3)(11)
14

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Tiroiditis Hashimoto merupakan sebuah kelainan autoimun pada
kelenjar tiroid yang paling sering menyebabkan terjadinya hipotiroidisme
pada daerah non-endemik goiter.
Etiologi dari terjadinya TH ini masih belum dapat ditentukan secara
pasti, namun diduga TH berkembang pada individu yang memiliki faktor
predisposisi genetik yang dipicu oleh berbagai faktor lingkungan.
Patogenesis dari Tiroiditis Hashimoto ini melibatkan infiltrasi dari sel T
dan sel B dari kelenjar tiroid yang reaktif terhadap antigen tiroid yang
bertanggung jawab terhadap kerusakan dari parenkim tiroid secara luas,
yang pada akhirnya menjadi hipotiroidisme.
Gambaran USG dari TH umumnya berupa pembesaran lobus tiroid
yang luas dengan ekhostruktur yang inhomogen dan hipoekhoik,
mikronodul dan nodul soliter pada parenkim tiroid. Diagnosa banding dari
TH diantaranya berupa kelainan tiroid yang difus seperti pada Silent
Thyroiditis, Tiroiditis granulomatosa subakut dan penyakit Graves’.
Penatalaksanaan dari penyakit TH ini berupa terapi pengganti hormon
tiroid dengan hormon sintetik levotiroksin, jika pasien TH sudah memiliki
gejala hipotiroidisme yang nyata.
15

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson L, et.al. Hashimoto Thyroiditis: Part 1,Sonographic Analysis of


the Nodular Form of Hashimoto Thyroiditis. American Journal of
Radiology. 2010; 195: 208-215
2. Hiromatsu Y, et.al. Hashimoto’s Thyroiditis: History and Future Outlook.
Endocrine Journal. 2013; 12(1):12-18
3. Wang L, et al. Likelihood Ratio–Based Differentiation of Nodular
Hashimoto Thyroiditis and Papillary Thyroid Carcinoma in Patients With
Sonographically Evident Diffuse Hashimoto Thyroiditis : Preliminary
Study. J Ultrasound Med 2012; 311767-1775
4. Berkowits A. Patofisiologi Klinik. Binarupa Aksara.2013;5: 211-17
5. Baskin H.J, et.al. Thyroid Ultrasound and Ultrasound-Guided FNA.
Second Edition. Springer.2008; 5: 63-75
6. Heilo A, Sigstad E, Grøholt K. Atlas of Thyroid Lesions. New York :
Springer; 2011
7. Braunstein G D, Sacks W. Thyroid Nodules. In : Braunstein G D Editor.
Thyroid Cancer. New York. Springer.2012. pp 45-91
8. Gao J, et.al. Multimodality Imaging and Aspiration Biopsy Guidance in the
Perioperative Management of Thyroid Carcinoma. In : Carpi A, Mechanick
J I Editors. Thyroid Cancer From Emergent Biotechnologies to Clinical
Practice Guidelines. 2nd Ed. Boca Raton. FL. Taylor and Francis Group.
2011. pp 117-132

9. Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology 12th ed. Singapore: Mc.Graw

Hill; 2010, p. 348-70

10. Fauci AS, et.al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17 th edition.

McGraw Hill Medical.2008: p. 2224-32


11. Wentz I , The 5 Stages of Hashimoto’s Thyroiditis April 8, 2017

Anda mungkin juga menyukai