Anda di halaman 1dari 12

Narkoba dan HIV/AIDS

1. Kesaksian pengguna narkoba:


 ”Kisah Nyata Pengguna Narkoba yang Berakhir di RS Jiwa”
Yanto sangat sayang pada istrinya namun tak tahu bagaimana cara
mengungkapkannya. Dia kerap kali pulang malam karena obat terlarang. Sehabis
pulang, Yanto yang punya kamar sendiri sering melanjutkan pemakaian barang
terlarang tersebut. Maksudnya supaya tidak mengganggu keluarganya. "Tapi
sebenarnya dengan kelakuan saya, saya sudah mengganggu mereka." ujar Yanto.

Persahabatannya dengan narkoba, semakin menjauhkannya dari istri dan anak-


anaknya. "Mereka tidak melihat seorang ayah yang lembut tapi seorang ayah yang
marah, tidak sabaran, yang galak. Sangat kaget waktu mengetahui kalau anak saya
takut sama saya." cerita Yanto lagi.

Di masa lalu, Yanto mendapatkan pengalaman yang ada kesamaannya dengan yang
dialami anaknya. Papanya jarang pulang. Menurut mamanya, hal itu karena papanya
punya istri lagi. Yanto begitu kecewa, ternyata sang ayah memperistri hingga 10
orang wanita.

"Saya merasa saya kehilangan sosok seorang ayah. Contoh yang paling kecil yang
saya rasakan waktu orang-orang ambil raport. Orang-orang kan biasanya ada ayah
ibunya, jadi kalau papa saya, sekolah saya dimana (pun) dia gak tahu."

Kekecewaan terhadap ayahnya dan kesibukan ibunya membanting tulang untuk


kehidupan keluarga, membuatnya tumbuh menjadi pribadi pemberontak. Dia pun
terikat dengan jerat narkoba. Dia ingin merasakan kebahagiaan dalam jeratan
kecanduan itu. Namun apa yang dia cari tidak pernah dia temukan.

Di tengah keramaian diskotek, Yanto pernah menangis karena merasakan begitu


kesepian. "Di dalam musik yang hingar binger, di tengah orang-orang yang lagi hepi
jingkrak-jingkrak, tapi saya merasakan kekosongan dan kesepian di dalam hati saya."

Meski begitu, Yanto pun membuat keluarganya merasa ditinggalkan. "Saya ingin
sebenarnya pergi dengan anak-anak, ingin pergi dengan istri. Tapi karena keterikatan
dengan narkoba ini, tidak bisa melakukan hal-hal begitu. Jadi di dalam tuh ada rasa
ingin memberontak. ‘Aku bosen hidup seperti ini nih, aku pengen berontak’ Ada
perasaan ingin berontak, tapi saya tidak bisa melakukan hal itu."

Pada akhirnya, sang istri pun meminta cerai. Setelah kata "cerai" itu diucapkan,
pikiran Yanto malam itu campur baur. Ada perasaan tertekan, takut, bersalah. "Kayak
ada sesuatu yang besar yang hilang. Karena selama ini, istri saya yang sangat
memperhatikan saya kan. Katakanlah dialah orang yang tetap peduli sama saya dan
orang yang mau peduliin saya akan berpisah dan dengan sombongnya saya
mengatakan ‘Ya kita pisah aja’. Saya mengatakan itu sebenarnya hati saya tidak
setegar itu."
Meski demikian, keegoisannya membuat Yanto keesokan harinya meninggalkan
rumah sehingga perceraian pun tak terhindarkan. Dia kembali ke dunia malam dengan
segala obat terlarangnya. Di tengah kegalauannya kenapa lahir di keluarga yang
seperti dia punya dan dengan kondisi hidup tak ada yang memperhatikan lagi, Yanto
baru merasakan bahwa keluarganya berharga.

"Saya kangen untuk memeluk mereka, bertemu mereka. Yang akhirnya saya lakukan
ya menangis" ujarnya.

Karena tidak bisa tidur, Yanto minum obat tidur yang terlalu banyak. Sesudah sadar
dua bulan kemudian, ternyata dia sudah berada di rumah sakit jiwa. Yanto pun
mencari tahu apa alasannya dia bisa sampai di rumah sakit jiwa.

Rupanya ketika itu, sesudah bangun dari minum obat tidur yang terlalu banyak, Yanto
jadi sakit jiwanya. Ternyata dia berperilaku gila sejak dia minum obat tidur tersebut.
Dia berlaku gila, bahkan sampai telanjang dan menganggu orang-orang di jalanan.
Dia keliling kampung dan sampai dipanggil polisi. Sampai akhirnya, ada satu
temannya yang melihatnya dan menghubungi keluarganya.

Saat dia berperilaku gila tersebut, ternyata di dalam bayangan Yanto terlintas seorang
wanita seram yang mengganggunya. Mukanya seperti setan dan Yanto juga melihat
ada kuntilanak.

Di tengah gangguan setan tersebut, muncul sesosok pribadi yang datang


menghampirinya. "Saya melihat kehadiran Tuhan Yesus di bayangan saya itu. Tuhan
Yesus menolong, datang ke saya, Dia tidak berkata apa-apa." Yanto hanya merasakan
Tuhan menjamahnya dan dia kemudian tersadar di rumah sakit jiwa dan dirinya
kembali normal.

Keluar dari rumah sakit jiwa, Yanto harus menjalani perawatan di panti rehabilitasi.
Pertemuannya pribadi dengan Yesus dan juga pembinaan dari seorang pembimbing
rohani, membuat Yanto menjalani hari-harinya di panti rehabilitasi dengan berbeda.

"Saya merasa banget Tuhan mengajar saya, hari lepas hari saya di sini (panti
rehabilitasi). Segala pikiran saya yang dulu katakan jelek, ini bisa dikatakan dipanah
oleh firman-firman itu hingga saya mengharuskan diri saya bertobat dengan sungguh-
sungguh karena hanya Tuhan satu-satunya jalan."

Hidup Yanto kini berbeda. "Hubungan saya dengan mama saya sudah bagus, mereka
mau kembali menerima saya. Begitu juga dengan mantan saya. Kalau Tuhan Yesus
tidak jamah saya, katakan, tidak sentil saya, saya mungkin tidak ada di dunia ini, saya
sudah mati dengan sia-sia."

 “Kesaksian Billy Glenn (alung)”


Billy Glenn atau yang lebih dikenal dengan sebutan Alung, adalah seorang aktor yang
cukup cepat melambung namanya. Karier Billy di dunia entertaintment semakin
melambung sejak ia menjadi model pada tahun 1995 membuat namanya melambung.
Namun karna keterpurukan terhadap narkoba, semuanya dengan cepat sirna.
Penjara yang Membuahkan Pertobatan
Karier Billy Glenn di dunia entertaintment diawali setelah ia meraih juara umum
lomba peragawan tingkat nasional di Jakarta. Ia juga pernah meraih juara umum
Putera Batik se-Indonesia. Selain itu, ia juga aktif di dunia olah raga dan sempat
memperoleh penghargaan sebagai juara 1 taekwondo se-Bandung sampai se-Jawa-
Bali.

Awal Kejatuhan Billy


Menjadi selebritis terkenal begitu susah diraih oleh banyak orang, namun Billy
dengan mulus meraihnya, ia menjadi sorotan sutradara. Selangkah lagi menuju ke
puncak popularitas, berhasil diraihnya dalam sinetron Alung.

Saya dapat semuanya itu sangat gampang. Dan pada waktu saya mendapat (peran
dalam sinetron) Alung tersebut, uang sangat lancar buat saya. Jadi, semuanya begitu
mudah buat saya. Saya mulai sombong sama Tuhan, saya mulai lupa diri, sehingga
saya mulai berkenalan dengan dunia malam.

Diskotik merupakan awal kehancuran Billy Glenn. Satu kali di suatu diskotik, seorang
teman menawarinya obat-obatan terlarang. Awalnya, ia bertanya apa yang ditawarkan
itu. Tetapi, teman-temannya hanya mengatakan agar ia segera meminumnya.
Meskipun tetap merasa ragu, akhirnya Billy pun meminumnya dan itulah awal
kejatuhannya dalam narkoba. Petualangannya dengan narkoba dimulai dengan
mengkonsumsi ekstasi.

Saya sering ke diskotik atau ke cafe atau ke panti pijat. Dalam benak saya, dalam
pikiran saya, orang yang gaul, yaitu orang yang pakai narkoba. Teman saya
menawarkan lagi narkoba dalam jenis yang lebih parah, waktu itu, shabu-shabu.
Akhirnya saya memakai shabu-shabu tersebut.

Pesta seks waktu itu atau apa pun juga saya lakukan. Ya, bisa dibilang, seminggu
sekali saya tidur (melakukan hubungan seks). Kalau dihitung-hitung, saya bisa
menghabiskan 2 atau 3 juta dalam sehari untuk pakai narkoba tersebut.

Di sela-sela waktu luang saat shooting, Billy sering meminta jasa temannya untuk
dibelikan shabu-shabu. Ia pun terlena dengan kenikmatan sesaat yang dinikmatinya.
Bahkan, ia tak menyangka bahwa kariernya di ambang kehancuran.

Kejatuhan yang Berakhir di Penjara


Saat mengambil shabu-shabu yang dipesannya dari seorang teman, ia tidak mengira
bahwa temannya telah tertangkap polisi. Malam itu pun ia turut diringkus. Karena,
temannya memberi kesaksian bahwa ia menggunakan narkoba tersebut bersama-sama
Billy.

Saat berada di penjara, semua pujian bagi Billy pun beralih menjadi cercaan dan
hinaan. Ia harus menerima kenyataan bahwa pahitnya jeruji penjara harus menjadi
tempat terakhir baginya, pemeran tokoh Alung yang fenomenal itu. Ia pun beralih dari
dunia gemerlap ke dunia yang menakutkan.

Orang tuanya merasa sangat kecewa dengan kelakuannya ini, terutama setelah Billy
masuk penjara. Sang ayah, Bp. Haryanto, merasa bahwa Billy telah menyia-nyiakan
kepercayaan yang telah diberikan orang tuanya. Saat menceritakan perasaan mereka,
kedua orang tua Billy tidak sanggup menahan rasa sedih mereka. Ayahnya bahkan tak
dapat menahan tangis saat menceritakan pengalamannya bertemu Billy di penjara.

Memang tidak ada seorang pun yang sanggup menyelamatkannya, hanya penderitaan
dan sakit hati yang dirasakannya. Billy juga merasakan penolakan dari orang-orang di
dalam penjara.

Orang-orang sel bilang, kamu di luar boleh artis, tapi kamu di dalam adalah seorang
napi. Itu sakit hati sekali saya, denger-denger kata-kata seperti itu.

Setelah tersiksa selama 8 bulan di penjara, Billy bebas dan kembali berkarier di dunia
entertaintment dan bahkan kembali mengkonsumsi narkoba. Saat itu saya yakin kalau
saya aman pakai narkoba. Karena, teman saya ini kita sama-sama saling menjaga.

Namun, kesempatan kariernya kali ini hanya berlangsung 3 tahun, karena bencana
yang lebih besar siap menerkamnya. Ternyata, untuk kedua kalinya Billy ditangkap
dan harus menikmati hidup di jeruji penjara. Saat itu, Billy semakin merasa hancur
dan merasa bersalah terhadap kedua orang tuanya.

Saya terpukul, saya terpikir bahwa orang tua saya begitu mengasihi saya. Hati saya
hancur saat itu. Apa yang harus saya perbuat, apa yang harus saya lakukan untuk
berbicara kepada orang tua saya?

Ibu Yully, sang ibu, menyadari rasa bersalah Billy. Billy merasa malu, Billy merasa
telah berdosa karena telah menyia-nyiakan kesempatan yang orang tua telah berikan.
Saat Billy meminta maaf kepada orang tuanya, ibunya memintanya agar meminta
ampun kepada Tuhan.

Jangan minta ampun sama saya, memang saya orang tua nya. Tetapi, minta ampun
kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

Namun, ayahnya menjadi semakin kecewa terhadap Billy. Saya merasa betul-betul
kecewa, kok bisa terjadi dua kali.

Di dalam penjara, kembali Billy merasakan sakit hati yang mendalam. Ia pun sadar
bahwa pertemanan dalam dunia narkoba bukanlah persahabatan yang sejati. Nyawa
dibayar dengan nyawa, sehingga ia berencara untuk membalas dendam pada teman
yang telah menjebloskannya ke penjara.

Karena saya mendapatkan informasi, saya ditangkap karena dikhianati sama teman
saya, sahabat saya yang terakhir itu. Setelah keluar nanti, saya akan membuat dia
lumpuh. Saya akan putuskan urat kakinya, sehingga dia lumpuh seumur hidup.

Setelah mendekam di penjara untuk kedua kalinya, Billy merasa bahwa masa
depannya suram, nama baik keluarga hancur dan kariernya telah berakhir.
Titik Balik Kehidupan Si Alung

Waktu itu ada kebaktian di penjara, adalah hamba Tuhan datang ke situ. Saya disuruh
maju ke depan, saya dijamah, dan saya merasakan hadirat Tuhan itu hadir, hadir,
dengan besar sekali, sehingga saya tidak bisa menampungnya lagi dan saya
mengeluarkan air mata, walaupun saya nggak sedih, saya bingung. Saya dijamah dan
saya merasakan Tuhan hadir, sehingga saya tidak kuat lagi dan saya jatuh.

Billy mengaku setelah itu ia merasa lega dan ia pun bersukacita.


Saya merasa plong sekali. Hati saya sukacita sekali dan hati saya damai sekali. Damai
itu yang tidak pernah saya dapatkan selama ini.

Namun demikian, ia pun sadar bahwa ia telah sangat menyakiti hati Tuhan. Saat
ditanya tentang hal itu, Billy tak sanggup menahan rasa sedihnya. Ia menjawab sambil
menangis.

Saya tahu, saya telah mengkhianati Tuhan Yesus. Saya seperti Petrus waktu itu. Saya
udah menyangkal dia, demi kepopularitasan saya, demi kedagingan saya. Setelah saya
menyangkal Tuhan, saya tidak dapat apa-apa. Dan sangat-sangat tidak seimbang, apa
yang saya dapat dan apa yang saya sangkal. Pertama-tama, saya sadar kalau saya
sudah mendukakan hati Tuhan. Dan sekarang ini saya harus bayar mahal apa pun
juga, yang penting saya menyenangkan hati Tuhan.

Pertanyaan seputar keluarganya kembali menguras emosi Billy. Ia pun nyaris tak bisa
menjawab saat ditanya apa yang akan ia sampaikan pada kedua orang tuanya apabila
mereka ada di sana saat itu. Billy pun kembali menangis.

Pada kesempatan ini juga, saya akan minta maaf sama Papa saya, sama Mama saya
dan juga pada Kakak perempuan saya. Karena saya juga mendukakan mereka. Sudah
mencoreng nama baik mereka. Saya minta maaf.

Ulah Billy membuat orang tuanya kecewa. Hal tersebut memicu nuraninya untuk
melakukan sesuatu yang sangat mengejutkan orang tuanya di Bandung. Di sana, kami
mengajak orang tua Billy untuk melihat video kesaksian anaknya. Namun, mereka
tidak tahu bahwa Billy pun ikut bersama dengan kami.

Kembalinya Si Anak Yang Hilang


Saat ayah dan ibunya sedang menonton, tiba-tiba, Billy masuk sambil membawa
bunga, dan kedua orang tuanya sedikit kaget. Ia pun berlutut dan memeluk ayahnya
sambil menangis dan meminta maaf. Bp. Haryanto, ayahnya, menangis sambil
mengiyakan permintaan maaf Billy. Demikian juga sang ibu, Ibu Yully.

Setelah itu, Billy berkata bahwa ia ingin membasuh kaki kedua orang tuanya. Sekali
pun orang tuanya menolak, ia tetap merendahkan diri dengan membasuh kaki orang
tuanya, sebagai ungkapan penyesalan dan cinta kasihnya kepada mereka. Setelah
membasuh kaki kedua orang tuanya, ayah ibunya menyampaikan perasaan mereka.

Mama memaafkan Glenn dengan setulus hati, biarlah Tuhan yang akan membentuk
Glenn. Papa sekarang ini udah senang sekali, kamu melayani di banyak gereja,
membuat suatu kesaksian, pelayanan buat Tuhan. Papa udah sukacita sekali sama
Mama. Ya, ini harus terus dijalankan dengan baik.

Mendengar perasaan kedua orang tuanya, Billy kembali menangis. Setelah itu, Ibu
Billy pun berdoa untuk anaknya sambil menangis. Mendengar doa sang ibu, Billy
Glenn semakin terharu. Ayahnya pun merasa sangat tersentuh. Sambil mendengarkan
doa ibunya, Billy Glenn yang duduk di antara kedua orang tuanya menghapus air
mata ibunya.

Tuhan telah mendengar doa kami Tuhan, sebagai orang tua yang selalu mendoakan
anaknya. Billy telah kembali. Anak yang hilang telah kembali, Tuhan terima kasih
atas kuasa-Mu. Segala dosa telah diampuni, Tuhan. Terima kasih Tuhan.

Lukas 15:7 Aku berkata kepadamu: "Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena
satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh
sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan."

Refleksi: Narkoba adalah obat terlarang bila berada di tangan yang salah. Narkoba hanya
bisa membawa kesenangan yaang semu. Padahal narkoba telah membuat kita terjerumus pada
keterpurukan yang lebih dalam. Sebaiknya kita mendekatkan diri pada Tuhan, dan meminta
pertolongannya bila kita merasa kesepian atau ketika kita dihadang banyak masalah. Narkoba
bukan solusi yang tepat, banyak hal berguna lainnya yang dapat kita lakukan untuk melepas
keterpurukan yang kita hadapi.

2. Kesaksian penderita HIV/AIDS:


“Ini Kisah Tiurma Suci, Wanita dengan HIV/AIDS yang Penuh Inspirasi”

Berikut adalah kisah inspiratif dari seorang wanita Indonesia yang hidup dengan HIV/AIDS.
Penulisan nama, konten serta penyertaan foto sudah mendapat izin dari yang bersangkutan.

[TS]: Namaku Tiurma Suci Marbun Banjarnahor (TS), atau sering dipanggil kak Tiur. Lahir
25 Mei 1982 di desa Sihikkit, Onang Ganjang, Sumatera Utara. Aku anak nomor 4 dari 5
bersaudara, anak dari seorang petani biasa. Pendidikanku hanya sampai tamat SD saja.

Ketika dewasa aku mengadu nasib di Pulau Samosir dengan bekerja sebagai penjaga toko
obat. Di sana aku berkenalan lalu berpacaran dengan seorang pemuda. Tahun 2007 kami
sepakat untuk menikah. Kehidupan ekonomi keluarga kami cukup baik pada waktu itu.

Sekitar tahun 2010 suamiku jatuh sakit. Ketika ia berobat ke Jakarta, dia dinyatakan positif
terjangkit virus HIV. Aku merasa shock. Kala itu aku sedang hamil 7 bulan. Aku merasa
kawatir dan takut jika aku juga telah tertular virus itu juga. Yang paling aku cemaskan
adalah bayi dalam kandunganku.
[TS]: Segera aku melakukan tes VCT (Voluntary Counseling and Testing) per 3 bulan di
RSUD Dr Pirngadi Medan. Dua kali aku tes selalu hasilnya negatif. Aku sebenarnya masih
ragu dengan hasil tes tersebut. Karena aku mendapat informasi bisa saja aku sedang
memasuki "masa jendela". Ketika anakku lahir pun aku tidak berani untuk menyusuinya.
Namun pihak keluarga selalu mendesak agar aku memberi ASI pada bayiku. Bayiku itu
akhirnya aku susui juga walau dengan berat hati.

[TS]: Dalam perkembangannya bayiku sering sakit-sakitan. Aku mulai cemas, aku kembali
melakukan tes di sebuah rumah sakit di Pematang Siantar. Hasilnya ternyata positif. Itu
adalah kenyataan pahit yang harus aku terima. Ini bukan penyakit biasa. Semua orang pasti
punya gambaran yang mengerikan tentang penyakit ini. Ada rasa marah dan geram kepada
suamiku.

Aku segera membawa bayiku agar segera dilakukan tes PCR (Polymerase Chain Reaction).
Hasil menunjukan bahwa ia ternyata sudah terjangkit virus HIV. Itulah mengapa dia sering
sakit, diarenya juga tidak putus. Aku sangat merasa bersalah, mengapa dulu aku
menyusuinya. Ketika usianya mencapai 6 bulan Tuhan memanggilnya. Sebagai seorang ibu
hatiku sungguh hancur saat itu. Andai dulu aku tidak memberinya ASI, mungkin ceritanya
akan berbeda. Aku merasa sangat kehilangan.

Status ODHA
[TS]: Menjadi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) otomatis akan mendapat hukuman sosial
dari masyarakat. Minimnya pengetahuan akan penyakit itu membuat ODHA mendapat
stigma negatif. Apalagi bila yang terkena HIV/AIDS itu adalah perempuan. Orang hanya
tahu bahwa perempuan nakal saja yang bisa terkena HIV/AIDS.

Suamiku suka bersikap temperamental, mungkin itu karena pengaruh narkoba atau dia sudah
frustasi dengan nasibnya. Tidak jarang ia memukul dan menendangku. Aku mengalami
trauma baik fisik maupun psikis. Pernah suatu waktu ia menunjangku hingga aku tidak bisa
berjalan selama seminggu. Dokter mengatakan ada syarafku yang terjepit. Suamiku sendiri
pada akhirnya harus menyerah pada keganasan virus itu. Ketidakteraturan dalam minum
obat ARV (Antiretroviral) membuat daya tahan tubuhnya terus memburuk. Akhirnya pada
tahun 2012, suamiku meninggal dunia.

[TS]: Aku yang juga telah terinfeksi virus HIV terpaksa harus menjalani pengobatan di
Rumah Sakit. Masa-masa pertama mengkonsumsi obat ARV aku merasakan efek samping
yang begitu kuat. Siapa yang mau mengunjungiku di rumah sakit? Aku betul-betul merasa
sendiri, serasa dikucilkan. Saudara di kampung yang aku mintai tolong untuk mengurus
dokumen pun malas membantu.

Tuhan tidak tidur. Doa-doa yang tidak kenal lelah aku panjatkan mulai dijawabNya.
Kondisiku perlahan membaik, namun aku masih tinggal di shelter. Ketika aku berada di
shelter yang itulah, aku banyak berkenalan dengan LSM-LSM yang memberi pendampingan.
Salah salah satunya adalah Caritas PSE.

Caritas PSE adalah sebuah organisasi kemanusiaan dibawah Keuskupan Agung Medan yang
bergerak di bidang sosial khususnya masalah AIDS, Narkoba, dan korban bencana alam.
Bertempat di Jalan Sei Asahan 42 Medan, Caritas PSE juga menyediakan shelter dan
perawatan bagi para pecandu narkoba dan pengidap HIV/AIDS yang buka 7 x 24 jam. Ia
merasa tidak sendiri lagi, ia mengubah pola pikirnya sebagai manusia yang berguna.

Titik Balik dengan Menjadi Relawan


Seiring berjalannya waktu, ia bangkit dari keterpurukan. Ia menjadi relawan di Caritas PSE.
Ia merasa diterima walaupun agamanya Muslim. Ia mengikuti berbagai pendampingan yang
harus diambilnya. Ia dibekali berbagai hal tentang HIV/AIDS agar dapat membgikannya
kepada orang lain.

Sebagai ODHA, ia mudah berinteraksi dengan ODHA lainnya. Tiur melakukan kunjungan-
kunjungan ke tempat pengidap HIV/AIDS menjalani perawatan. Ia memberikan penyuluhan
kepada banyak orang. Narapidana, siswa-siswi remaja, dan kepada orang-orang yang masih
belum mengetahui banyak hal tentang HIV/AIDS.

[TS]: Bersama Caritas PSE, aku juga sering memberikan tesimoni-tesimoni dalam program
tentang HIV/AIDS dan narkoba di Radio Maria. Faktanya memang masih banyak orang
yang belum mengenal betul apa itu HIV/AIDS.

Ia mendampingi para penderita HIV/AIDS dan berbagi pengalaman yang ia miliki.

Aktivis Perempuan
[TS]: Aku juga tergabung dalam kelompok aktivis perempuan yaitu Ikatan Perempuan Positif
Indonesia (IPPI). Sebuah jaringan nasional dimana anggotanya adalah perempuan yang
mengidap HIV/AIDS dan mereka yang juga terdampak HIV/AIDS. Wadah dimana kami bisa
berbagi pengalaman dan saling menguatkan satu sama lain.
Salah satu perhatian kami adalah masalah perempuan yang mengalami Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) termasuk perkosaan. Aku ingin para wanita bisa kuat dan berani
bersuara. Biasanya kami turun ke jalan bersama aktivis lain menyuarakan tuntutan.

Bersama IPPI, aku juga coba mendorong para Pekerja Seks Komersial (PSK) agar
'memaksa' pengguna jasa mereka untuk menggunakan kondom. Kami sering melakukan aksi
pembagian kondom dan selebaran di kawasan "lampu merah" kota Medan dan di Berastagi.

[TS]: Di Caritas PSE sendiri aku melakukan piket rutin sebagai aktivitas harian. Istilahnya
piket Lass (Layanan alat suntik steril). Tugasku adalah melayani para pecandu narkoba yang
membutuhkan jarum suntik. Jarum suntik memang disediakan gratis di sini. Terdengar aneh
bukan? Sepertinya kami menyediakan sarana bagi pecandu narkoba.

Layanan alat suntik steril adalah satu program dari Kementerian Kesehatan RI. Pengguna
narkoba akan diberikan satu amplop yang berisi 2 alat suntik, alkohol, kondom, dan juga
leaflet. Dalam satu hari bisa mencapai 20 sampai 40 orang pengguna yang datang. Pengguna
yang datang diwajibkan untuk membawa limbah/bekas alat suntik yang sebelumnya mereka
gunakan.Tujuan Lass adalah menghindari mereka dari pemakaian jarum suntik bersama-
sama. Ini akan memutus atau meminimalisir mata rantai dari penyebaran virus HIV/AIDS.

Hari Sabtu dan Minggu lebih banyak ia habiskan untuk melakukan kunjungan ke sesama
ODHA, mengantar obat yang ia bantu ambilkan, atau menghadiri undangan pertemuan yang
sering diadakan oleh LSM-LSM. Ia juga aktif mengumpulkan data perempuan-perempuan
korban kekerasan dalam rumah tangga.

Harapan
[TS]: Aku ingin menghabiskan waktuku agar bermanfaat bagi semua orang. Aku ingin semua
orang bisa mengerti, bahwa kami para pengidap HIV/AIDS sama seperti yang lain.
Masyarakat harus diedukasi secara terus-menerus. Harus diakui bukan hanya masyarakat
biasa yang 'buta' tentang HIV/AIDS, mereka yang terdidik dan para pejabat pun banyak
yang enggan untuk sekedar bersalaman dengan kami. Bahkan ada pekerja medis yang
bersikap diskriminatif terhadap ODHA.

Pernah dulu ketika kami sedang live di sebuah radio membahas masalah HIV/AIDS. Seorang
ibu-ibu menelepon radio tersebut dan protes dengan kehadiran kami. Ia merasa tidak terima
bahwa radio tersebut 'dikotori' oleh kehadiran penderita HIV/AIDS.
Belum lama ini juga ada seorang siswa sekolah dasar yang dikeluarkan dari sekolah hanya
karena ia mengidap HIV/AIDS. Kami melakukan protes, termasuk dengan mengirim surat
kepada Bapak Anies Baswedan. Syukur sudah mendapat respon yang positif. Potensi
penularan virus HIV hanya lewat darah saja atau hubungan sex yang tidak aman.

Saya tertegun dan hampir tidak percaya mendengar penuturannya itu. Ternyata masih ada
anggota masyarakat yang mempunyai pandangan negatif terhadap penderita HIV/AIDS.
Termasuk dari kalangan terdidik sekalipun. Ketika saya tanyakan apakah anak tersebut bisa
saya temui, Kak Tiur mau menanyakan terlebih dahulu kepada dia apakah yang bersangkutan
bersedia untuk bertemu atau tidak.

[TS]: Aku juga berharap pemerintah menyediakan lebih banyak shelter. Atau rumah-rumah
sederhana lalu di sana kami diberi pelatihan-pelatihan untuk usaha. Sebagian besar
penderita HIV/AIDS itu wanita yang miskin. ODHA harus dibantu dengan diberdayakan
karena itu bisa memulihkan semangat hidup.

"Apakah ada bantuan khusus dari dinas sosial misalnya. Seperti Bansos atau Kartu Indonesia
Sejahtera?" saya coba mengorek lebih jauh kepedulian pemerintah terhadap ODHA.

[TS]: Saat ini katanya ada program Bansos bagi para ODHA sebesar 5 juta yang
diperuntukan untuk modal usaha. Maka itulah aku sedang mau buat KTP Medan, berharap
bisa dapat. Tapi kendalanya kepling-kepling (kepala lingkungan) malas kalau kita mintai
tolong urus surat.

Sering diberitakan bahwa pelayanan birokrasi yang buruk dan berbelit di Sumatera Utara
menyebabkan warga masyarakat penderita HIV/AIDS sulit ketika mengurus dokumen seperti
Surat Miskin, Jamkesda dan BPSJ Kesehatan. Kak Tiur sendiri saat ini sedang mengurus
surat pindah dari Samosir ke Medan, dan hampir 1 tahun belum kelar juga.

Satu hal yang juga membuat saya kagum adalah ia tidak mau menutup diri. Ia
memperbolehkan saya menulis nama lengkap dan menyertakan foto dirinya untuk tulisan ini.
Ia menjelaskan bahwa ODHA tidak perlu menutup diri. ODHA tidak berbahaya bagi orang
lain. Kak Tiur ingin juga agar ODHA-ODHA yang lain bisa seperti dirinya. Toh selama ini
juga ia sudah terbuka dengan sering memberi tesimoni dan konseling.

Mele Hutagalung, salah satu staff Caritas PSE mengakui bahwa Kak Tiur adalah sosok yang
luar biasa. Ia tipe wanita yang mau belajar. Bagaimanapun sungguh tidak mudah untuk
bangkit melawan keadaan. Kini Ia malah mampu berkontribusi aktif dalam pelayanan kepada
ODHA yang lain dan ikut aktif dalam program pencegahan HIV/AIDS. " Kakak Tiur adalah
contoh nyata bahwa semua ODHA itu bisa hidup normal." jelasnya.

Kehidupan Religi
[TS]: Aku lebih banyak mendekatkan diri pada Tuhan. Aku coba menjalankan sholat dan
mengaji. Aku ikut pengajian di sekitar rumah. Penerimaan dan kepercayaan diri harus tetap
aku jaga karena inilah modal aku untuk bisa mendampingi ODHA yang lain. Bagaimana
bisa aku memberi konseling jika psikologiku masih terganggu”

Merasa Sehat
"Terakhir nih Kak, apa yang kakak rasakan dengan HIV/AIDS?" tanya saya. Terus terang
saya atau siapa saja pasti ingin tahu apa yang sebenarnya ODHA rasakan pada tubuh mereka.

[TS]: Aku merasa baik-baik saja. Merasa sehat seperti orang lain. Memang sih untuk itu aku
harus minum obat ARV secara disiplin. Itu yang membuat aku bertahan. Kalau beruntung
aku bisa bertahan 20 tahun lagi. Di Amerika baru-baru ini malah ada yang mampu bertahan
hingga 35 tahun. Ya terserah juga sama yang diatas, pokoknya aku berusaha jaga kesehatan
saja.

Kadang masih merasa nyeri di bagian belakang yang dulu pernah ditunjang dulu. Lain itu ya
biasa-biasa saja koq. Makan saja yang mesti diperhatikan. Seperti tidak boleh makan telur
setengah matang, daging atau ikan mentah, Sayur juga harus dimasak sampai matang. Kalau
boleh minum susu yang banyak supaya tetap sehat.

Saya putuskan untuk menyudahi wawancara itu dan segera mengemasi peralatan. Saya
menyalaminya dan tidak lupa mengucapkan terima kasih karena sudah berkenan menerima.
Terlebih atas keterbukaannya.

Terus terang ada perasaan yang campur-aduk ketika terakhir menatap wanita itu. Saya coba
singkirkan rasa belas kasihan akan nasibnya. Dari segi fisik ia memang terlihat kurus, tulang
pipinya begitu terlihat. Namun sinar matanya menunjukan bahwa ia punya semangat kuat
dalam menjalani hidup.

Tiurma Suci Marbun Banjarnahor adalah wanita sederhana yang luar biasa, mampu bangkit
dari keterpurukan, tidak menyerah pada keadaan. Mau memberdayakan dirinya sendiri
dengan belajar banyak hal. Seseorang yang selalu berusaha berbagi dan menguatkan orang
lain, terutama mereka yang senasib dengannya. Menyandang status sebagai ODHA tidak
membuat hidupnya menjadi sia-sia. Ia tidak mau menyerah, tidak mau terkungkung oleh
status dan stigma negatif.

Refleksi: Menjadi seorang ODHA memang tidak berarti bahwa ‘dunia’ kita akan hancur,
namun hal itu bukan berarti bahwa kita bisa dengan leluasa bersikap tidak peduli dengan
penyakit HIV/AIDS maupun penderitanya. Kita harus tetap berusaha sebaik mungkin untuk
mencegah meluasnya penularan HIV/AIDS. Dan hal yang paling penting adalah bahwa kita
tidak boleh mendiskriminasi pada ODHA.

Sumber:

1. http://googleweblight.com/?lite_url=http://kristenprotestanrenungan.blogspot.com/20
13/07/kisah-nyata-pengguna-narkoba-yang.html?m%3D1&ei=1yM5bzA-&lc=en-
ID&s=1&m=108&host=www.google.co.id&ts=1461282974&sig=APY536zLnpFuqS
nefYtY_x_bZ72ZbC3iMg

2. http://tjanbink.blogspot.co.id/2008/06/kesaksian-billy-glen-alung.html

3. http://googleweblight.com/?lite_url=http://m.kompasiana.com/venusgazer/ini-
kisah-tiurma-suci-wanita-dengan-hiv-aids-yang-penuh-
inspirasi_5558fe48739773167018ce98&ei=D26qmWgy&lc=en-
ID&s=1&m=108&host=www.google.co.id&ts=1461282908&sig=APY536w1E8yiE
vFcB4LIMvJzEYk0XS8cRwo

Anda mungkin juga menyukai