Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

ANALISIS FUNDAMENTAL

Disusun Oleh :

Nadya Eka Putri Agus 120110170041


Ferry Siriton 120110170054
Muhammad Gian Akbar 120110170061
Suandre Mart Brema 120110170089
Muhamad Rizki Pratama 120110170097

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hinayahnya sehingga kita dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami karakteristik filter.

Harapan kita semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga kita dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kita akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kita miliki sangatlah
kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Jatinangor, 25 Mei 2019

Tim Penyus
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. ii

ANALISIS FUNDAMENTAL...............................................................................................................1
I. Pengertian Analisis Fundamental.........................................................................................1
II. Fungsi Analisis Fundamental................................................................................................2
III. Metoda Analisis Fundamental...............................................................................................3
IV. Analisis Makro.........................................................................................................................4
1. Produk Domestik Bruto (PDB).............................................................................................4
2. Tingkat Inflasi..........................................................................................................................4
3. Tingkat Pengangguran...........................................................................................................5
4. Tingkat Suku Bunga...............................................................................................................5
5. Nilai Tukar Rupiah..................................................................................................................5
V. Analisis Industri.......................................................................................................................6
Siklus Kehidupan Industri (Industry Life Cycle)........................................................................6
Macam-macam Industri.................................................................................................................8
VI. Porter’s Five Forces.................................................................................................................13
1. Persaingan Antar Perusahaan dalam Industri...................................................................14
2. Ancaman dari Pendatang Baru (Threat of New Entrants)................................................15
3. Ancaman dari Produk Substitusi..........................................................................................15
4. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli (Bargaining Power of Buyers)...............................16
5. Daya Tawar Menawar Pemasok (Bargaining Power of Suppliers)..................................16
VII. Analisis Perusahaan................................................................................................................17
Analisis Kualitatif Mengenal Perusahaan................................................................................17
Analisis Kuantitatif Mengenal Perusahaan..............................................................................18
Macam-macam Rasio Keuangan................................................................................................23
1. Liquidity Ratio............................................................................................................................23
3. Debt Ratio................................................................................................................................25
4. Profitability Ratio...................................................................................................................27
5. Market Ratio...........................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................32
ANALISIS FUNDAMENTAL

I. Pengertian Analisis Fundamental


Analisis Fundamental atau Fundamental Analysis adalah teknik analisis yang
memperhitungkan berbagai faktor, seperti kinerja perusahaan, analisis persaingan
usaha, analisis industri, analisis ekonomi dan pasar makro-mikro. Dari sini dapat
diketahui apakah perusahaan tersebut masih sehat atau tidak. Dari pengecekan tersebut,
investor dapat mengetahui mana perusahaan yang dalam kondisi baik dan bisa dipilih
untuk investasi. Pada umumnya pengguna Analisis Fundamental adalah investor,
terutama investor saham jangka panjang.
Analisis Fundamenal membutuhkan data untuk bisa dianalisis. Data bisa
didapatkan dari berbagai berita, data ekonomi, dan laporan keuangan yang dirilis oleh
emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berita perusahaan bisa didapatkan dari
koran, media elektronik Data ekonomi bisa didapatkan dari rilis Badan Pusat Statistik
atau Bank Indonesia. Data laporan keuangan perusahaan dirilis oleh emiten setiap 3
bulan sekali (kuartalan). Bisa didapatkan di website perusahaan masing-masing atau di
website Bursa Efek Indonesia
Contoh Laporan Keuangan

II. Fungsi Analisis Fundamental


Analisis Fundamental memiliki beberapa kegunaan di dalam investasi saham, antara
lain:
1. Mendeteksi saat yang tepat untuk masuk atau keluar dari pasar saham.
Dengan mengetahui bagaimana kondisi ekonomi negara, kita dapat mengetahui
kapan kita harus berinvestasi.
2. Memilih saham untuk berinvestasi.
Dengan analisis industri dan keuangan perusahaan kita dapat terhindar dari
memiliki perusahaan yang fundamentalnya kurang jelas.
3. Mengetahui harga wajar suatu saham.
Analisis Fundamental dapat digunakan untuk mengetahui valuasi saham, yaitu
berapa nominal rupiah saham itu layak dihargai.
III. Metoda Analisis Fundamental
Di dalam Analisis Fundamental kita dapat melakukan analisis top-down mulai dari
kondisi ekonomi negara secara makro sampai kondisi perusahaan secara mikro ataupun
bottom-up mulai dari kondisi perusahaan secara mikro sampai kondisi ekonomi negara
secara makro (kebalikan dari analisis top-down).

1. Analisis Makro atau Analisis Ekonomi


Digunakan untuk mengetahui kondisi ekonomi negara secara keseluruhan. Kita
perlu melihat apakah ekonomi masih bertumbuh, inflasi tidak mengancam pertumbuhan,
dan sebagainya. Ekonomi negara yang bertumbuh akan mendorong pertumbuhan
perusahaan-perusahaan. Analisis makro bertujuan untuk mengetahui jenis serta prospek
bisnis suatu perusahaan. Aktivitas ekonomi akan mempengaruhi laba perusahaan.
Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara tinggi maka akan tinggi pula laba
yang akan di didapatkan oleh suatu perusahaan. Jadi lingkungan ekonomi yang sehat
akan mempengaruhi pekembangan suatu perusahaan. Dalam analisis ekonomi ini
terdapat banyak variabel yang bersifat makro, antara lain ; pendapatan nasional,
kebijakan moneter dan fiskal, tingkat bunga, dan sebagainya.
2. Analisis Sektoral (Industri)
Digunakan untuk mengetahui kondisi masing-masing industri. Kita perlu
mengetahui apa saja sektor industri yang paling memiliki peluang untuk bertumbuh.
3. Analisis Mikro
Dimana pemodal memerlukan informasi internal serta eksternal perusahaan untuk
melihat keadaan perusahaan. Informasi itu berupa laporan keuangan periode tertentu.
Disamping itu pemodal melihat solvabilitas, rentabilitas, dan likuiditas perusahaan.
Informasi lainnya yang tidak kalah penting adalah informasi yang bersifat
ekspektasi, yaitu informasi tentang proyeksi keuangan atau forecasting. Ini
memperlihatkan bahwa pemodal harus mengetahui kinerja perusahaan saat ini dan
memproyeksikan keadaan perusahaan di masa yang akan datang.

IV. Analisis Makro


Beberapa variabel ekonomi yang digunakan untuk memperkirakan kondisi
ekonomi nasional adalah Produk Domestik Bruto, tingkat inflasi, tingkat pengangguran,
tingkat suku bunga, dan nilai tukar rupiah.
1. Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto adalah indikator ekonomi yang paling sering digunakan
untuk menggambarkan kegiatan ekonomi nasional secara luas. PDB memberikan
informasi mengenai jumlah agregat barang dan jasa yang telah diproduksi oleh
ekonomi nasional untuk suatu periode tertentu, biasanya satu tahun.
PDB nominal mengukur pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh
bertambahnya produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh ekonomi nasional dan
inflasi, yaitu meningkatnya harga-harga barang dan jasa tersebut. Oleh karenanya,
untuk mengukur pertumbuhan ekonomi nasional secara riil, pengaruh inflasi harus
dihilangkan dari PDB nominal sehingga diperoleh PDB riil. (Harianto dan
Sudomo,1998).
2. Tingkat Inflasi
Inflasi adalah ukuran aktivitas ekonomi yang memberikan gambaran tentang
peningkatan harga rata-rata barang dan jasa yang diproduksi oleh sistem
perekonomian. Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan daya beli masyarakat
menurun dan dapat mendorong timbulnya resesi serta meningkatnya suku bunga.
Peningkatan suku bunga bertujuan untuk mengurangi jumlah uang beredar sehingga
dapat menekan tingkat inflasi.
Meningkatnya inflasi dapat mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh
investor dari investasinya. Inflasi mempunyai dampak positif dan negatif terhadap
kinerja perusahaan. Naiknya harga jual produk akan meningkatkan pendapatan
perusahaan tetapi inflasi juga dapat menyebabkan meningkatnya biaya kapital, biaya
tenaga kerja dan biaya bahan baku. Jika kenaikan biaya perusahaan ini tidak dapat
diserap oleh harga jual kepada konsumen, maka profitabilitas perusahaan akan
menurun. (Harianto dan Sudomo, 1998).

3. Tingkat Pengangguran
Tingkat pengangguran (unemployment rate) adalah pengangguran yang dinyatakan
sebagai persentase dari angkatan kerja. Meningkatnya tingkat pengangguran tidak hanya
disebabkan oleh penurunan kesempatan kerja, namun juga akibat meningkatnya jumlah
angkatan kerja. Penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) akan terjadi hanya
bila pengangguran yang ada bersifat friksional (pengangguran yang disebabkan keluar
masuknya tenaga kerja). Tingkat pengangguran yang diukur pada saat perekonomian
berada pada keadaan penggunaan tenaga kerja penuh seringkali disebut tingkat
pengangguran alamiah. Pengangguran mengakibatkan pemborosan ekonomi dan
penderitaan manusia (Lipsey, 1991).

4. Tingkat Suku Bunga


Tingkat suku bunga adalah ukuran keuntungan investasi yang dapat diperoleh oleh
pemodal dan juga merupakan ukuran biaya modal yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan untuk menggunakan dana dari pemodal. Untuk mendorong investasi, Bank
Indonesia akan menurunkan tingkat bunga. Kebijakan bunga rendah mendorong
masyarakat untuk lebih melakukan investasi dan konsumsi daripada menabung dan
sebaliknya dalam kondisi inflasi, BI akan melakukan kebijakan uang ketat dengan
meningkatkan suku bunga sehingga masyarakat akan lebih suka menabung daripada
melakukan investasi atau konsumsi. (Harianto dan Sudomo, 1998).

5. Nilai Tukar Rupiah


Nilai tukar Rupiah adalah harga Rupiah terhadap mata uang negara lain. Jika
terjadi depresi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing tertentu berarti terjadi
penurunan nilai Rupiah terhadap mata uang tersebut, dan berakibat menurunnya
daya beli terhadap barang luar negeri.
Nilai tukar rupiah terhadap mata uang utama dunia sangat mempengaruhi kinerja
suatu perusahaan. Apabila, nilai tukar Rupiah melemah terhadap mata uang asing
akan berakibat buruk terhadap kinerja perusahaan yang memiliki hutang dalam mata
uang asing dengan jumlah yang besar atau perusahaan yang sebagian besar bahan
bakunya masih impor, dan akan berdampak baik terhadap perusahaan yang menjual
produknya dalam mata uang asing seperti perusahaan tambang dan komoditas.
(Harianto dan Sudomo, 1998).
V. Analisis Industri
Tahap selanjutnya dalam rangkaian analisis fundamental adalah menganalisis kondisi
industri dimana perusahaan berada, karena setiap industri memiliki karakteristik yang
berbeda-beda sehingga memiliki kondisi yang berbeda-beda pula (Damodaran, 2002).
Sebuah industri secara langsung maupun tidak langsung akan berkompetisi dengan
industri lainnya dalam memperebutkan pangsa pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
masing-masing industri tidak sama dengan pertumbuhan ekonomi, ada industri yang
mampu tumbuh melebihi pertumbuhan ekonomi akan tetapi ada juga industri yang
tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi. Perusahaan akan mudah berkembang di
dalam industri yang tumbuh dengan pesat dan mampu bersaing dengan industri lainnya.
Pemahaman mengenai pertumbuhan industri dan tahap pertumbuhan industri
diperlukan untuk menentukan keadaan dan prospek perusahaan. Investasi yang baik
harus dilakukan pada industri yang tumbuh sesuai dengan pertumbuhan ekonomi
nasional dan industri tersebut berada dalam tahap pertumbuhan. Industri yang mampu
tumbuh lebih baik dari pertumbuhan ekonomi, akan memiliki peluang besar untuk
memperoleh profitabilitas yang tinggi.
Dalam menganalisis industri harus mengamati terlebih dahulu tingkatan dalam daur
hidupnya untuk menilai kondisi kesehatan dan posisi industri secara umum kemudian
dilanjutkan dengan analisis kualitatif atas faktor-faktor penting yang mempengaruhi
industri.

Siklus Kehidupan Industri (Industry Life Cycle)


Siklus hidup industri merupakan suatu bentuk analisis fundamental yang melibatkan
proses pembuatan keputusan investasi berdasarkan tahapan yang berbeda, selama titik
waktu tertentu. Jenis posisi yang diambil akan tergantung pada karakteristik khusus
perusahaan, serta di mana industri ini di dalam siklus hidupnya. Dalam analisis ini
bahwa tipikal siklus hidup industri (industry life cycle) dapat digambarkan dalam
empat tahap yang diuraikan sebagai berikut (Charles, 2000):
a. Tahap Permulaan (Start-up stage)
Tahap ini dicirikan dengan menculnya teknologi dan produk baru dimana terjadi
pertumbuhan permintaan yang cepat. Sebagian perusahaan pada tahap ini mengalami
kegagalan karena mereka tidak mampu bertahan menghadapi tuntutan persaingan, namun
sebagian dari mereka mengalami tingkat pertumbuhan penjualan dan laba yang cepat
karena konsumen belum jenuh dengan produk yang ditawarkan. Tahap ini akan
menawarkan return potensial yang tinggi apabila perusahaan sukses, tapi juga akan
memberikan resiko yang lebih besar apabila perusahaan gagal. Oleh karena itu akan
sangat beresiko tinggi untuk memilih perusahaan yang berada pada tahap ini.
b. Tahap Konsolidasi (Consolidated Stage)
Pada tahap ini dimana dicirikan dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah
dibanding tahap sebelumnya, namun masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
ekonomi karena produk yang ditawarkan mulai dikenal dan digunakan secara umum
oleh konsumen. Perusahaan yang bertahan sampai tahap ini, kondisinya mulai stabil dan
pangsa pasarnya lebih mudah untuk diprediksi. Investor akan bersedia untuk
berinvestasi pada industri ini karena return potensialnya sudah terbukti dan tingkat
resiko kegagalannya sudah berkurang.
Pemodal harus memilih industri yang berada pada tahap ini karena industri ini
menawarkan potensi pertumbuhan dan terdapat keamanan dalam investasi.
c. Tahap Kedewasaan (Maturity Stage)
Industri akan memasuki tahap kedewasaan dimana tingkat pertumbuhannya berjalan
secara moderat dan tidak lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi. Tingkat penjualan
mungkin masih mengalami kenaikan tapi dengan tingkat yang lebih rendah
dibandingkan tahap sebelumnya. Produk yang dihasilkan akan lebih terstandarisasi dan
kurang inovatif, sementara pasar sudah penuh dengan para pemain. Untuk itu
perusahaan dipaksa untuk memperluas pangsa pasar dengan melakukan persaingan
harga yang harus diimbangi dengan melakukan efisiensi biaya supaya tidak terjadi
penurunan profit margin yang pada akhirnya dapat mengakibakan tekanan pada laba.
d. Tahap Penurunan (Declining Stage)
Pada tahap ini, industri akan tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Hal ini terjadi akibat produk yang mulai
usang dan ditinggal oleh konsumen, munculnya persaingan dari produk baru, atau
persaingan dari pemain baru yang memiliki strategi low cost, yang pada akhirnya
menyebabkan permintaan terhadap produk industri mengalami penurunan tajam.
Macam-macam Industri
1. Agrikultur
Terdiri dari:
Perkebunan : Astra Agro Lestari Tbk (AALI)
Peternakan : Saat ini Kosong
Perikanan : Central Proteina Prima Tbk (CPRO)
Lainnya : BISI International Tbk (BISI)
Karakteristik:
 Dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas dunia, baik CPO ,jagung, dan minyak
dunia.
 Sensitif pada fluktuasi rupiah karena sebagian bessar CPO ini diekspor.
 Dipengaruhi iklim. Pada iklim banyak hujan, produksi sawit turun, supply
menurun, harga CPO naik.
 Pajak ekspor. Semakin tinggi pajak ekspor, produsen menahan ekspor dan
menurunkan target penjualan.
 Persaingan dengan Malaysia. Jika Malaysia mengubah produksi atau insentif pada
industri sawitnya akan mempengaruhi harga CPO dunia juga.
 Permintaan dari China. Permintaan dari China sangat berpengaruh sebagai

importer terbesar CPO di dunia.

2. Basic and Chemical


Terdiri dari:
Semen : Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP)
 Keramik, Porselen & Kaca : Surya Toto Indonesia Tbk (TOTO)
Logam dan Sejenisnya : Steel Pipe industri Indonesia TBK (ISSP)
Kimia : Barito Pasific Tbk (BRPT)
Plastik dan Kemasan : Alam Karya Unggul Tbk (AKKU)
Pakan Ternak : Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN)
Kayu & Pengolahnnya : SLJ Global Tbk (SULI)
Pulp & Kertas : Alkindo Naratama Tbk (ALDO)
Karakteristik :
 Industri Hulu terpengaruh oleh kinerja industri hilir. Contohnya semen yang
terpengaruh oleh industri oleh properti dan infrasturktur
 Risiko Fluktuasi Nilai tukar, karena industri ini sebagian besar bahan bakunya
masih dari luar.
 Emiten-emiten di sektor ini sangat bervariasi. Bandingkan saja, ada perusahaan
semen dan pakan ternak di dalam sektor yng sama. Karena itu untuk sektor
industri dasar, amati sub sektor secara terpisah. Misalnya grup emiten pakan
ternak sendiri, grup emiten semen sendiri.
 Saham sektor ini terkadang bergerak tergantung sektor lain. Misalnya indsutri semen,
erat kaitannya dengan sektor properti. Jika sektor properti meningkat maka
permintaan semen juga meningkat.
 Pada beberapa emiten, fluktuasi rupiah sangat mempengaruhi. Misalnya pakan
ternak. Sekitar 40% bahan baku masih arus diimpor, sedangkan penghasilan dalam
rupiah. Emiten pakan ternak juga bisa terpengatuh oleh isu flu burung atau
penyakit unggas lainnya.

3. Mining
Terdiri dari :
Batu bara : Adaro Energy Tbk (ADRO)
Migas : Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX)
Batu-batuan : Citatah Tbk (CTTH)
Lainnya : Vale Indonesia Tbk (INCO)
Logam & Mineral lainnya : ANTM (Aneka Tambang Persero)
Karakteristik:
 Dominan Batu bara, 70% hasil produksi di ekspor
 Karena sebagian besar bahan tambang diekspor, maka sekktor ini termasuk sensitif
pada fluktuasi rupiah.
 Sangat terpengaruh oleh permintaan dari pertumbuhan ekonomi dunia. Bila
ekonomi meningkat, permintaan komoditas dan energy naik, harga ikut naik.
 Risiko Kebijakan Pemerintah. Pemerintah dapat membatasi ekspor atau
membebankan pajak ekspor yang bisa mengakibatkan supply berkurang dan harga
mineral menjadi naik.
 Sangat dipengaruhi harga minyak dunia. Jika harga minyak dunia naik, harga

komoditas lain seperti nikel, timah, batu bara cenderung ikut menanjak. Pengaruh
paling banyak ada di batubara sebagai subsituti minyak.

4. Miscellaneous
Terdiri dari :
Mesin dan Alat Berat :UNTR (United Tractors)
Otomotif & Komponennya : Astra International Tbk (ASII)
Tekstil & Garmen : Nusantara Inti Corpora Tbk (UNIT)
Alas Kaki : Sepatu Bata Tbk (BATA)
Kabel : Sumi Indo Kabel Tbk (IKBI)
Elektronika : Sat Nusapersada Tbk (PTSN)
Karakteristik :
 Identik dengan Otomotif
 Rasio kepemilikan mobil di Indonesia hanya 1:35 sedangkan Thailand 1:5 dan Malaysia
1:9 (data 2009). Hal ini menunjukkan bahwa industri otomotif masih bisa bertumbuh.
 Sektor ini sangat tergantung pada suku bunga bank atau inflasi untuk melakukan
ekspansi. Semakin tinggi inflasi, suku bunga tinggi, biaya juga meningkat. Hal ini
karena sektor ini termasuk sektor padat modal.
 Penjualan otomotif sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Menurut data 2011,
sekitar 85% penjualan kendaraan bermotor dibiayai oleh kredit.
 Sangat terpengaruh pada fluktuasi rupiah. Sekitar 80% komponen otomotif masih
diimpor dari luar negeri, sehingga pelemahan rupiah akan meningkatkan biaya
produksi.
 Terpengaruh kebijakan pemerintah. Misalnya kebijakan BBM subsidi, aturan uang

muka kredit mobil dan lain-lain.


5. Consumer Goods
Terdiri dari :
Makanan & Minuman : Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA)
Rokok : Gudang Garam Tbk (GGRM)
Farmasi : Kimia Farma Tbk (KAEF)
Peralatan Rumah Tangga : Chitose International Tbk (CINT)
Kosmetik & barang Keperluan Rumah Tangga : Unilever Indonesia Tbk (UNVR)
Karakteristik :
 Merupakan sektor defensif. Setidaknya stabil atau tidak akan menurun harganya
secara ekstrim jika prekonomian memburuk, karena barang dasar seperti maknan,
rokok, obat termasuk kebutuhan di Indonesia.
 Untuk farmasi, dipengaruhi nilai tukar.
 Untuk rokok, dipengaruhi kebijakan pemerintah.
 Saham di sektor ini diuntungkan oleh jumlah penduduk dan pertumbuhan kelas
menengah di Indonesia.
 Sedangkan emiten farmasi seperti KLBF sangat terpengaruh oleh nilai tukar rupiah,
karena bahan baku obat hampir semuanya di impor, tapi mereka tidak bisa
seenaknya menaikan harga obat.
 Industri rokok walaupun mendapat tantangan dari sisi kesehatan dan regulasi, tetap

menjanjikan karena jumlah perokok yang sangat besar. Aturan rokok di Indonesia
juga relatif masih longgar dibandingkan negara lain.

6. Properti
Terdiri dari:
Property & Real Estate : Alam Sutera Realty Tbk (mall,perumahan)
Konstruksi dan Bangunan : Adhi Karya (Persero) Tbk (jembatan,tol)
Karakteristik:
 Sangat tergantung pada kondisi ekonomi. Bila inflasi tinggi, suku bunga kredit naik,
penjualan perumahan juga menurun.
 Sektor ini juga paling pertama terkena pengaruh bila suku bunga naik, setelah bank.
 Pelemahan nilai tukar rupiah bisa menghambat laju perusahaan sector properti
karena harga bangunan akan naik sehingga menaikkan ongkos produksi.
 Untuk mengatasi penjualan yang fluktuatif, emiten properti melakukan beberapa

langkah strategis, seperti mengembangkan di daerah luar jawa, atau mengembangkan


bisnis lain seperti rumah sakit atau mengandalkan pendapatan berulang seperti mall,
rumah sakit, apartemen, atau taman rekreasi.
 Proyek pemerintah, pilihlah yang paling banyak mendapatkan proyek dari pemerintah.
 Kebijakan pemerintah. Seperti adanya program MP3EI (Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia).

7. Insfrastructur
e Terdiri dari:
Energi : Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS)
Telekomunikasi : XL Axiata Tbk (EXCL)
Transportasi : Blue Bird Tbk (BIRD)
 Konstruksi Non Bangunan : Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG)
 Jalan Tol, Pelabuhan, Bandara & Sejenisnya: Jasa Marga (Persero) Tbk
(JSMR) Karakteristik:
 Emiten di bidang energi sangat terpengaruh oleh harga gas dunia dan fluktuasi
nilai rupiah. Saham emiten ini juga terpengaruh kebijakan pemerintah tentang
energi misalnya pemberlakuan Open Access pada jaringan distribusi gas
dikhawatirkan mempengaruhi pemasuka perseroan.
 Bisa juga menjadi pilihan jangka pnajang karena termasuk sector industry yang
sudah matang.
 Permintaan untuk jalan tol masih cukup besar. Data 2009, Indonesia hanya

memiliki 648km panjang jalan told an 77%nya dikelola oleh JSMR.

8. Finance
Terdiri dari:
1.Bank : Bank Central Asia Tbk (BBCA)
2.Lembaga Pembiayaan : Buana Finance Tbk (BBLD)
3.Perusahaan Efek : Trimegah Securities Tbk (TRIM)
4.Asuransi : Lippo General Insurance Tbk (LPGI)
5.Lainnya : Sinarmas Multiartha Tbk (SMMA)
Karakteristik:
 Sensitif pada isu ekonomi, suku bunga dan inflasi. Inflasi tinggi akan menyebabkan

daya beli turun, suku bunga dinaikkan, NPL (non performing loan) naik dan
penyaluran kredit terhambat. Padahal sektor ini hidup dari penyaluran kredit.
 Kinerja perbankan banyak dipengaruhi kebijakan BI, mulai dari BI rate, aturan
LDR (loan to deposit ratio), hingga peraturan LTV (loan to value).
 Khusus perusahaan pembiayaaa, sangat terkait dengan industri otomotif.
Pembiayaan produk otomotif mendominasi 90% aktivitas perusahaan pembiayaan
di Indonesia. Jika penjualan otomotif meningkat, perusahaan pembiayaan juga
membaik kinerjanya.

9. Perdagangan, Jasa dan


Investasi Terdiri dari:
Perdagangan Besar Barang Produksi : AKR Corporindo Tbk (AKRA)
Perdagangan Eceran : Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES)
Restoran : Pusako Tarinka Tbk (PSKT)
Hotel Dan Pariwisata : Pusako Tarinka Tbk (SHID)
Advertising,Printing Dan Media : Media Nusantara Citra Tbk (MNCN)
Rumah Sakit : Siloam International Hospitals Tbk
(SILO)
Jasa Komputer Dan Perangkatnya : Astra Graphia Tbk (ASGR)
Perusahaan Investasi : MNC Investama Tbk (BHIT)
Lainnya : Sumber Energi Andalan Tbk (ITMA)
Karakteristik:
 Saham di sektor ini bergerak secara independen, biasanya terkait dengan
ekspansi atau aksi korporasi.
 Khusus untuk perusahaan ritel tergantung ekon\\omi makro, sifatnya
musiman. Mendekati hari raya, biasanya saham ritel ini naik harganya.
 Untuk saham lain seperti hotel, pariwisata, dan sebagainya cenderung

bergerak secara independen dan tidak terlalu likuid.

VI. Porter’s Five Forces


Menurut Porter (1980), terdapat lima kekuatan (five forces) persaingan yang
menentukan kemampuan perusahaan dalam industri untuk menghasilkan laba, yaitu
persaingan antar perusahaan dalam industri, ancaman pendatang baru, ancaman produk
substitusi, dan kekuatan tawar menawar penjual. Untuk menyusun rancangan strategi
yang baik dan agar dapat menduduki posisi yang kompetitif dalam industrinya maka
perusahaan harus dapat meminimumkan dampak kelima kekuatan tersebut.
Situasi persaingan dalam suatu industri ditentukan oleh lima kekuatan persaingan
yang secara bersama-sama menentukan intensitas persaingan dan kemampuan
memperoleh laba dalam industri. Kekuatan persaingan akan menjadi dasar bagi
penyusun strategi dalam perumusan strategi perusahaan yang tujuannya adalah agar
perusahaan mendapatkan posisi dalam industri yang membuat mereka survive. Berikut
akan dibahas masing-masing kekuatan persaingan diatas.
1. Persaingan Antar Perusahaan dalam Industri
Kondisi persaingan antar perusahaan dalam sebuah industri sangat
mempengaruhi tingkat profitabilitas masing-masing perusahaan. Strategi yang
digunakan juga berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi persaingan antar
perusahaan dalam industri adalah:
a. Tingkat pertumbuhan industri
Perang harga akan sangat mungkin terjadi jika pertumbuhan industri sudah
statis, dalam artian setiap perusahaan akan saling merebut pangsa pasar
perusahaan lain agar dapat meningkatkan pangsa pasarnya
b. Tingkat Konsentrasi dan Kesimbangan Jumlah Pesaing
Jumlah perusahaan dalam industri dan ukuran relatifnya akan menentukan
tingkat konsentrasi dalam industri, dimana hal ini mempengaruhi kemungkinan
perusahaan dalam industri, dimana hal ini mempengaruhi kemungkinan
perusahaan dalam industri untuk melakukan koordinasi harga dan usaha-usaha
kompetisi lainnya.
c. Tingkat Diferensiasi dan Switching Cost
Perusahaan dapat menghindari persaingan dengan melakukan differensiasi
barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan. Switching cost juga menentukan
kecenderungan pelanggan untuk beralih dari satu produk ke produk lain.
d. Skala Ekonomis dan Rasio Biaya Tetap terhadap Biaya Variabel
Perusahaan memiliki insentif untuk terlibat dalam persaingan jika berada
dalam situasi kurva pembelajaran yang landai atau terdapat bentuk lain dari
skala ekonomi. Jika rasio antara biaya tetap terhadap biaya variabel tinggi, maka
perusahaan-perusahaan memiliki insentif untuk menurunkan harga.
e. Kelebihan Kapasitas dan Hambatan untuk keluar dari industri (exit barriers)
Persaingan harga akan muncul jika terdapat kelebihan kapasitas dalam sebuah
industri, karena dapat memberikan insentif bagi perusahaan untuk menurunkan
harga agar dapat memenuhi kapasitasnya. Exit barrier akan tinggi apabila harga
jual produk perusahaan telah terspesialisasi atau jika terdapat peraturan yang
menyebabkan perusahaan enggan untuk keluar dari sebuah industri karena akan
menimbulkan biaya yang besar.

2. Ancaman dari Pendatang Baru (Threat of New Entrants)


Terdapat beberapa faktor yang dapat menentukan besar atau kecilnya tingkat
hambatan bagi pendatang masuk dalam sebuah industri. Faktor-faktor tersebut
antara lain:
a. Skala ekonomis
Ketika terdapat economies of scale yang semakin besar, pendatang baru
memiliki dua pilihan apakah untuk berinvestasi dengan kapasitas besar yang
kemungkinan besar tidak dapat digunakan segera atau masuk ke dalam industri
dengan kapasitas di bawah optimum. Dengan pilihan yang manapun, setidaknya
pendatang baru tersebut akan menderita kerugian akibat cost disadvantage
dalam bersaing dengan perusahaan- perusahaan yang telah berdiri.
b. Keuntungan Sebagai Pelopor
Keuntungan yang diperoleh perusahaan sebagai pelopor yang bermain
terlebih dahulu di dalam suatu industri antara lain adalah kemampuannya untuk
menciptakan standar industri, membuat perjanjian dengan pemasok bahan baku
yang lebih murah dan memiliki kesempatan untuk mendapatkan lisensi dari
pemerintah untuk beroperasi dalam suatu industri yang teregulasi. Keuntungan-
keuntungan tersebut akan semakin dirasakan manfaatnya jika terdapat switching
cost bagi konsumen.
c. Akses ke dalam saluran distribusi
Kapasitas terbatas dalam saluran distribusi yang ada serta biaya
pembangunan saluran distribusi yang tinggi dapat bertindak sebagai hambatan
masuk yang sangat berpengaruh.
d. Hambatan Resmi
Ada beberapa industri dimana terdapat hambatan resmi bagi masuknya
pemain baru dalam industri, contohnya paten dan hak cipta.

3. Ancaman dari Produk Substitusi


Produk substitusi tidak selalu diartikan sebagai barang yang memiliki bentuk yang
sama, namun dapat berupa produk yang memiliki fungsi yang sama. Ketersediaan
produk pengganti yang banyak akan membatasi keleluasaan perusahaan dalam industri
untuk menentukan harga jual, karena pelanggan juga bisa beralih dengan mudah.
Dengan menetapkan batas harga tertinggi (ceiling price), produk atau jasa substitusi
membatasi potensi suatu industri. Jika industri tidak mampu meningkatkan kualitas
produk atau mendiferensiasikannya, laba dan pertumbuhan industri dapat terancam.
Makin menarik alternatif harga yang ditawarkan oleh produk pengganti, makin ketat
pembatasan laba industri. Sebagai contoh, komersialisasi besar-besaran sirup jagung
berkadar fruktosa tinggi, substitusi bagi gula, telah merepotkan para produsen gula saat
ini. Produk substitusi tidak hanya membatasi laba dalam masa-masa normal, melainkan
juga mengurangi “tambang emas” yang dapat diraih industri dalam masa keemasan.
Produk pengganti yang secara strategik layak menjadi pusat perhatian adalah, (a)
kualitasnya mampu menandingi kualitas produk industri atau (b) dihasilkan oleh
industri yang berlaba tinggi.

4. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli (Bargaining Power of Buyers)


Bagaimana kekuatan yang dimiliki oleh pelanggan perusahaan. Terdapat dua hal
yang menentukan kekuatan tawar menawar pembeli yaitu:
a. Sensitivitas harga
Pembeli akan menjadi sangat sensitif terhadap harga jika produk yang
tersedia tidak terdiferensiasi, rendahnya tingkat switching cost dan besarnya
volume produk yang akan dibeli. Semakin besar kuantitas produk yang akan
dibeli maka semakin tinggi tingkat sensitivitas harganya.
b. Kekuatan tawar menawar relatif
Meskipun pembeli sensitif terhadap harga, mereka tidak dapat memperoleh
harga murah bila mereka tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Kekuatan tawar
menawar pembeli ditentukan oleh jumlah pembeli relatif terhadap jumlah penjual,
volume pembelian oleh pembeli individual, jumlah alternatif produk yang tersedia
bagi pembeli, dan switching cost pembeli dari satu produk ke produk lain.

5. Daya Tawar Menawar Pemasok (Bargaining Power of Suppliers)


Pemasok berada dalam posisi tawar menawar yang kuat jika hanya terdapat sedikit
perusahaan dan sedikit produk substitusi bagi pelanggan. Hal tersebut juga terjadi ketika
produk atau jasa pemasok merupakan produk yang sangat penting bagi pembeli.
Pemasok dapat memanfaatkan kekuatan tawar menawarnya atas para anggota
industri dengan menaikkan harga atau menurunkan kualitas barang atau jasa yang
dijualnya. Pemasok yang kuat karenanya dapat menekan kemampulabaan industri yang
tidak mampu mengimbangi kenaikan biaya dengan menaikkan harganya sendiri.
Kondisi yang membuat pemasok kuat cenderung serupa dengan kondisi yang membuat
pembeli kuat. Kelompok pemasok dikatakan kuat jika terdapat hal-hal berikut:
Didominasi oleh sedikit perusahaan.
Produk pemasok bersifat unik atau setidak-tidaknya terdiferensiasi, atau jika
terdapat biaya pengalihan (switching cost).
Pemasok tidak bersaing dengan produk-produk lain dalam industri
Pemasok memiliki kemampuan untuk melakukan integrasi maju ke industri
pembelinya.
Industri bukan merupakan pelanggan penting bagi pemasok.
Jika pemasok memiliki kendali monopolistik terhadap produk, maka ia dapat
menetapkan harga yang tinggi bagi produk tersebut dan memperoleh keuntungan
dari industri karena pembeli berada dalam posisi yang lemah dan tidak memiliki
pilihan pemasok lain.

VII. Analisis Perusahaan


Analisis perusahaan digunakan untuk memilih perusahaan terbaik. Di dalam
menganalisis suatu perusahaan Anda dapat melakukan tiga hal:
1. Menganalisis perusahaan tersebut secara kualitatif.
Analisis ini sifatnya menelaah hal yang tidak bisa dinilai dalam angka. Di
sini Anda perlu mengenal lebih jauh tentang perusahaan tersebut. Tujuannya
adalah supaya Anda lebih mengetahui perusahaan itu dengan lebih baik. Ada
beberapa analisis kualitatif yang perlu dilakukan untuk mengenal perusahaan
lebih jauh, yaitu:
Mengetahui posisi perusahaan di industri
Mengetahui model bisnis perusahaan tersebut
Mengetahui keunggulan kompetitif perusahaan
Mengetahui siapa sosok manajemen
Mengetahui tata kelola perusahaan
2. Menganalisis perusahaan kuantitatif, yaitu dengan menelaah laporan
keuangan perusahaan tersebut.
Sebagai perusahaan publik, emiten di BEI selalu melaporkan laporan
keuangannya pada publik. Anda dapat mencari laporan keuangan ini di media,
website BEI, atau di platform online trading Anda. Dengan menganalisis
laporan keuangan, dapat diketahui kesehatan finansial perusahaan tersebut,
hingga Anda dapat memutuskan apakah perusahaan tersebut layak beli atau
tidak. Karena sifatnya kuantitatif, analisis laporan keuangan dapat
diperbandingkan dalam bentuk angka-angka.
3. Menganalisis berita yang terkait dengan suatu perusahaan.
Ada dua jenis berita. Yang pertama adalah yang tidak terkait dengan strategi
perusahaan secara langsung, misalnya tiba-tiba pemimpin perusahaan
meninggal. Berita seperti ini umumnya sifatnya mendadak dan efeknya terhadap
harga saham bersifat jangka pendek. Sedangkan jenis kedua adalah berita yang
terkait dengan strategi perusahaan secara langsung (aksi korporasi). Misalnya
perusahaan memutuskan melakukan akuisisi. Umumnya berita seperti ini akan
dapat mempengaruhi performa perusahaan dalam jangka panjang

Analisis Kualitatif Mengenal Perusahaan


Kita perlu belajar dari Warren Buffet, begawan investasi dari AS, terutama
pada caranya berinvestasi. Ia hanya mau berinvestasi pada perusahaan yang bisnis
atau produknya ia kenal dengan baik. Karena itu ia tidak pernah menggunakan
prinsip “membeli saham” tetapi “membeli bisnis” (buying a business not share).
Analilis kualitatif salah satunya bisa dilihat menggunakan metode 5W+1H

METODE ANALISIS KUALITATIF


Keterangan Yang dianalisis
What What the company do? Model bisnis
Where Where is the current company position in the Posisi dalam industry
industry?
Why Why the company better than the others? Keunggulan kompetitif
Who Who is running the company? Manajemen
When When facing the stakeholder, what the company Tata kelola perusahaan
do?
How How well the company do now? Strategi

Model Bisnis
Anda dapat mengetahui model bisnis suatu perusahaan dari berbagai informasi,
seperti website perusahaan, bagian penjelasan dari laporan keuangan, atau dari ulasan
koran atau media lain. Kadang model bisnis suatu perusahaan mudah dimengerti,
misalnya GIAA (Garuda Indonesia, Tbk), yaitu menerbangkan penumpang dari satu
tempat ke tempat lain dengan memungut bayaran, atau ROTI (Nippon Indosari
Corpindo, Tbk) yang memproduksi dan menjual roti. Orang awam pun mudah
memahami suatu model bisnis seperti itu, apalagi jika ia juga menggunakan produk atau
jasa perusahaan tersebut. Namun ada juga model bisnis yang kompleks. Ambil contoh
BRMS (Bumi Resources Minerals, Tbk). Pada waktu pertama kali IPO banyak investor
mengira perusahaan ini adalah perusahaan pertambangan. Mungkin mereka hanya
melihat namanya. Tapi sebenarnya perusahaan ini tergolong perusahaan investasi yang
memiliki beberapa anak perusahaan pertambangan. Penghasilan BRMS didapat dari
dividen anak perusahaannya. Pada prinsipnya Anda harus mengetahui dan memahami
model bisnis setiap ingin berinvestasi di perusahaan tertentu.

Posisi Perusahaan Di Dalam Industri


Posisi perusahaan di dalam industri dapat dilihat dari market share (pangsa
pasar), yang dapat diartikan sebagai penguasaan perusahaan di dalam industri
tersebut. Dengan mengetahui market share perusahaan saat ini kita dapat memahami
seberapa besar volume bisnis perusahaan. Sebagai contoh , perhatikan market share
industri telekomunikasi pada tahun 2015.
Terdapat tiga pemain besar pada industri ini yaitu Telkomsel menguasai
45,72% pangsa pasar, Indosat Ooredoo menguasai 21,23% pangsa pasar, dan XL
axiata menguasai 12,77% pangsa pasar. Perusahaan yang memiliki pangsa pasar
yang besar cenderung memiliki kinerja yang baik, karena perusahaan tersebut
memiliki semacam “tembok penghalang” sehingga kompetitor lain sulit untuk
masuk. Perusahaan yang pangsa pasarnya meningkat merupakan sumber pundi-
pundi bagi investor. Sebaliknya pangsa pasar yang merosot merupakan tanda-tanda
gawat bagi investor. Kenaikan atau penurunan market share juga bisa mencerminkan
pertumbuhan laba perusahaan tersebut.

Keunggulan Kompetitif
Beberapa hal yang bisa menjadi keunggulan kompetitif suatu bisnis antara lain:
1) Sumber daya, biasanya berupa asset yang berwujud dan tidak berwujud. Kepemilikan
asset ini bisa membuat perusahaan bergerak lebih efisien dan profit tinggi.
Paten, misalnya teknologi produksi
terkini. Basis konsumen yang kuat
Reputasi perusahaan yang
baik Kekuatan merek
Monopoli
Aset sumber daya alam
2) Lainnya adalah kemampuan perusahaan untuk mengoptimalkan sumber daya yang
dimilikinya.

Manajemen
Sangat penting untuk mengenali jajaran direksi suatu perusahaan. Jajaran
direksi sangat menentukan kinerja suatu perusaan. Oleh karena itu, sebaiknya kita
kenali jajaran direksi tersebut termasuk pada pengalaman dan track recordnya.
Sebaik apapun model bisnisnya, perusahaan bisa gagal karena manajemen yang
tidak mampu menerjemaahkannya pada rencana kerja dan operasi.

Tata Kelola Perusahaan


Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance atau CG) adalah
serangkaian kebijakan perusahaan agar operasi perusahaan berjalan sesuai dengan
harapan para pemangku kepentingan (stakeholders). Yang dimaksud stakeholders di
sini adalah orang atau pihak yang terpengaruh oleh kegiatan perusahaan misalnya
konsumen, pemasok, investor, dan bahkan masyarakat sekitar. Tujuan penerapan CG
adalah memberikan batas tertentu agar pengambil kebijakan di perusahaan tidak
melakukan hal-hal yang ilegal dan tidak etis. Kasus kehancuran Enron di AS akibat
penipuan akuntansi dan korupsi korporasi pada 2001 semakin menyadarkan investor
akan pentingnya CG. Jika CG memberikan nilai tambah pada seluruh stakeholder
perusahaan, maka ia disebut sebagai Good Corporate Governance (GCG).
Walaupun ada banyak model GCG yang sudah dikembangkan, namun ada
prinsip GCG yang mendasar, yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi, kesetaraaan (fairness), kewajaran, integritas, kejujuran, dan mematuhi
hukum. Jika perusahaan dikelola dengan baik berdasarkan prinsip-prinsip GCG
tersebut, maka perusahaan bisa lebih efisien, kompetitif, memiliki bisa return yang
tinggi, dan menyeimbangkan hubungan dengan masyarakat sekitar perusahaan,
konsumen, pemasok, dan stakeholder lainnya.
Beberapa cara untuk mengetahui GCG sebuah perusahaan:
1. Pertama-tama kita dapat melihat struktur dewan direksi perusahaan (BOD /
Board of Directors). Jika susunan dewan direksi meliputi beragam orang dari
internal dan eksternal perusahaan maka bisa jadi dewan direksi ini akan lebih
independen dan memastikan kepentingan seluruh stakeholder terwakili.
2. Kedua kita dapat melihat transparansi laporan keuangan dari perusahaan yang
bersangkutan. Kita perlu mengecek secara logis dari mana suatu angka di laporan
keuangan bisa muncul. Jika laporan keuangan dibuat baik, tanpa rekayasa, kita
akan dapat mengetahui dengan jelas apa saja yang dilakukan oleh perusahaan.
3. Ketiga kita perlu mengecek apakah perusahaan memenuhi hak-hak para stakeholder.
Bayangkan kalau perusahaan tidak membayar, atau selalu terlambat membayar
utang ke pemasok, maka dalam jangka panjang kemungkinan perusahaan akan
mengalami ditinggalkan pemasok tersebut, dan sebagainya.

Strategi Perusahaan
Suatu perusahaan boleh saja memiliki model bisnis yang baik, memimpin
pasar, keunggulan kompetitif, manajemen dan tata kelola perusahaan yang baik, tapi
yang paling penting adalah kondisi terkini di lapangan. Anda perlu mengetahui
jawaban dari pertanyaan di bawah ini:
Apakah produk atau jasa perusahaan tersebut masih diminati atau tidak
Apakah ada tantangan baru, dan bagaimana perusahaan menyikapinya
Apakah ada produk atau jasa baru yang diluncurkan perusahaan dan bagaimana
respon konsumen?
Apakah produk atau jasa baru tersebut memiliki potensi untukberkembang di
masa depan?

Analisis Kuantitatif Mengenal Perusahaan


Cara melakukan analisis perusahaan melalui laporan keuangannya adalah dengan:
 Membandingkan kinerja sebuah perusahaan selama beberapa periode. Dengan
cara ini Anda akan dapat mengetahui trend kinerja perusahaan tersebut, apakah
bertumbuh atau tidak.
 Membandingkan suatu perusahaan dengan perusahaan lain di sektor yang sama.
Dengan cara ini Anda akan dapat memilih perusahaan yang terbaik di sektor
tersebut.
Membandingkan Laporan Keuangan Perusahaan

Macam-macam Rasio Keuangan


Untuk memudahkan penilaian laporan keuangan, analis mengggunakan
berbagai rasio fiansial. Umumnya rasio finansial dapat dibagi dalam 5 kategori
utama, yaitu:
1. Liquidity Ratio
a. Cash ratio
Rasio ini menunjukkan porsi jumlah kas + setara kas dibandingkan dengan
total aktiva lancar. Semakin besar rasionya semakin baik. Sama seperti Quick
Ratio, tidak harus mencapai 100% (Harahap, 2002:302). Kas yang dimaksud
adalah uang perusahaan yang disimpan di kantor dan di bank dalam bentuk
rekening Koran. Sedangkan harta setara kas (near cash) adalah harta lancar yang
dengan mudah dan cepat dapat diuangkan kembali, dapat dipengaruhi oleh

Modul Training Pasar Modal 2017 | 105


kondisi ekonomi Negara yang menjadi domisili perusahaan bersangkutan.
Rumus untuk menghitung cash ratio adalah:

b. Quick ratio
Quick ratio disebut juga acid test ratio, merupakan perimbangan antara
jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan, dengan jumlah hutang lancar.
Persediaan tidak dimasukkan dalam perhitungan quick ratio karena persediaan
merupakan komponen aktiva lancar yang paling kecil tingkat likuiditasnya.
Quick ratio memfokuskan komponen-komponen aktiva lancar yang lebih
likuid yaitu: kas, surat-surat berharga, dan piutang dihubungkan dengan
hutang lancar atau hutang jangka pendek (Martono, 2003:56). Jadi rumusnya:

Jika terjadi perbedaan yang sangat besar antara quick ratio dengan current
ratio, dimana current ratio meningkat sedangkan quick ratio menurun, berarti
terjadi investasi yang besar pada persediaan.
Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu
menutupi hutang lancar. Semakin besar rasio ini semakin baik. Angka rasio ini
tidak harus 100% atau 1:1. Walaupun rasionya tidak mencapai 100% tapi
mendekati 100% juga sudah dikatakan sehat (Harahap, 2002:302).
c. Current ratio
Rasio ini membandingkan aktiva lancar dengan hutang lancar. Current
Ratio memberikan informasi tentang kemampuan aktiva lancar untuk
menutup hutang lancar. Aktiva lancar meliputi kas, piutang dagang, efek,
persediaan, dan aktiva lainnya. Sedangkan hutang lancar meliputi hutang
dagang, hutang wesel, hutang bank, hutang gaji, dan hutang lainnya yang
segera harus dibayar (Sutrisno, 2001:247). Rumus current ratio adalah:

Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar, semakin


tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Apabila
rasio lancar 1:1 atau 100% berarti bahwa aktiva lancar dapat menutupi semua
hutang lancar. Jadi dikatakan sehat jika rasionya berada di atas 1 atau diatas
100%. Artinya aktiva lancar harus jauh di atas jumlah hutang lancar
(Harahap, 2002:301)

2. Activity Ratio
a. Account receivable turnover
Rasio ini mengukur berapa kali, secara rata-rata piutang yang dikumpulkan
dalam satu tahun. Rasio ini mengukur kualitas piutang dan efisiensi perusahaan
dalam pengumpulan piutang dan kebijakan kreditnya. Rasio ini biasanya
digunakan dalam hubungan dengan analisis terhadap modal kerja, karena
memberi ukuran seberapa cepat piutang perusahaan berputar menjadi kas. Angka
jumlah hari piutang, menggambarkan lamanya suat u piutang bisa ditagih
(jangka waktu pelunasan). Semakin lama jangka waktu pelunasannya,semakin
besar pula resiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang (Prastowo dan Juliaty,
2003:82). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:

ATAU

Rasio ini mengukur efektivitas pengelolaan piutang. Semakin tinggi tingkat


perputarannya semakin efektif pengelolaan piutangnya (Sutrisno, 2001:252).

c. Inventory turnover
Seperti halnya perputaran piutang, rasio ini juga menggambarkan
likuiditas perusahaan, yaitu dengan cara mengukur efisiensi perusahaan
dalam mengelola dan menjual persediaan yang dimiliki oleh perusahaan.
Perputaran persediaan yang tinggi menandakan semakin tingginya
persediaan berputar dalam satu tahun. Hal ini menandakan efektivitas
manajemen persediaaan. Sebaliknya, jika perputaran persediaan rendah
menunjukkan pengendalian atas persediaan kurang efektif (Hanafi dan
Halim, 2000:80). Rumus perhitungannya adalah:

Rasio ini mengukur efektivitas pengelolaan persediaan. Semakin tinggi


tingkat perputarannya semakin efektif pengelolaan persediaanya (Sutrisno,
2001:251).

e. Fixed assets turnover


Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan
penjualan berdasarkan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Rasio ini
memperlihatkan sejauh mana efektivitas perusahaan menggunakan aktiva
tetapnya. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efektif proporsi aktiva
tetap tersebut. Pada beberapa industri seperti industri yang mempunyai
proporsi aktiva tetap yang tinggi, rasio ini cukup penting diperhatikan.
Sedangkan pada beberapa industri yang lain seperti industri jasa yang
mempunyai proporsi aktiva tetap yang kecil, rasio ini barangkali tidak begitu
penting untuk diperhatikan (Hanafi dan Halim, 2000:81). Perputaran aktiva
tetap dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan aktiva tetap dalam


mendapatkan penghasilan. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin
efektif penggunaan aktiva tetapnya (Sutrisno, 2001:253).

f. Total Assets turnover


Rasio yang terakhir untuk komponen rasio aktivitas adalah rasio
perputaran total aktiva. Sama seperti halnya rasio perputaran aktiva tetap,
rasio ini menghitung efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi
biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah
harus membuat manajemen mengevaluasi strategi, pemasarannya, dan
pengeluaran investasi atau modalnya (Hanafi dan Halim, 2000:81). Rasio
perputaran total aktiva menggunakan rumus:

Rasio ini merupakan ukuran efektivitas pemanfaatan aktiva dalam


menghasilkan penjualan. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin
efektif perusahaan memanfaatkan aktivanya (Sutrisno, 2001:253).

3. Debt Ratio
a. Debt to assets ratio (DAR)
Ratio yang biasa disebut dengan rasio hutang (debt ratio) ini mengukur
presentase besarnya dana yang berasal dari hutang. Hutang yang dimaksud
adalah semua hutang yang dimiliki oleh perusahaan baik yang berjangka pendek
maupun yang berjangka panjang. Kreditor lebih menyukai debt ratio yang
rendah sebab tingkat keamanan dananya menjadi semakin baik (Sutrisno,
2001:249). Untuk mengukur besarnya rasio hutang ini digunakan rumus:

Rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva.
Semakin kecil rasionya semakin aman (solvable). Porsi hutang terhadap
aktiva harus lebih kecil (Harahap, 2002:304).
b. Debt to equity (DER)
Rasio hutang dengan modal sendiri (debt to equity ratio) adalah imbangan
antara hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi
rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. Bagi
perusahaan sebaiknya, besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar
beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Semakin kecil rasio ini semakin baik.
Maksudnya, semakin kecil porsi hutang terhadap modal, semakin aman.
Rumusnya:

4. Profitability Ratio
a. Return on asset (ROA)
Rasio ini disebut juga rentabilitas ekonomis, merupakan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh
perusahaan. Dalam hal ini laba yang dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan
pajak atau EBIT (Sutrisno, 2001:254).Rasio ini dihitung dengan rumus:

Rasio ini mengukur tingkat keuntungan (EBIT) dari aktiva yang digunakan.
Semakin besar rasionya semakin baik (Sutrisno, 2001:254).
b. Return on investment (ROI)
Return on Investment merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang
dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio ini adalah laba bersih
setelah pajak atau EAT (Sutrisno, 2001:255). Rasio ini dihitung dengan rumus:

Rasio ini mengukur jumlah rupiah laba bersih (setelah pajak) yang
dihasilkan oleh setiap satu rupiah investasi yang dikeluarkan. Semakin besar
rasionya semakin baik (Sutrisno, 2001:255).
c. Gross profit margin
Gross Profit Margin merupakan perbandingan antara laba kotor yang
diperoleh perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai pada periode yang
sama. Rasio ini mencerminkan atau menggambarkan laba kotor yang dapat
dicapai setiap rupiahpenjualan. Semakin besar rasionya berarti semakin baik
kondisi keuangan perusahaan (Munawir, 2001:89). Rasio ini dirumuskan
sebagai berikut:

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang


akan menutupi biaya-biaya tetap atau biaya operasi lainnya. Dengan
pengetahuan atas rasio ini dapat mengontrol pengeluaran untuk biaya tetap
atau biaya operasi sehingga perusahaan dapat menikmati laba. Semakin besar
rasionya semakin baik (Harahap, 2002:306).
d. Operating profit margin
Operating profit margin merupakan perbandingan antara laba usaha dan
penjualan. Operating profit margin erupakan rasio yang menggambarkan apa
yang biasanya disebut pure profit yang diterima atas setiap rupiah dari
penjualan yang dilakukan. Operating profit disebut murni (pure) dalam
pengertian bahwa jumlah tersebutlah yang benar-benar diperoleh dari hasil
operasi perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial
berupa bunga serta kewajiban terhadap pemerintah berupa pembayaran
pajak. Apabila semakin tinggi operating profit margin maka akan semakin
baik pula operasi suatu perusahaan.

e. Net profit margin


Net Profit Margin atau Margin Laba Bersih digunakan untuk mengukur
rupiah laba bersih yang dihasilkan oleh setiap satu rupiah penjualan dan
mengukur seluruh efisien, baik produksi, administrasi, pemasaran,
pendanaan, penentuan harga maupun manajemen pajak. Semakin tinggi
rasionya menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang
tinggi pada tingkat penjualan tertentu.
Tetapi jika rasionya rendah menunjukkan penjualan yang terlalu rendah
untuk tingkat biaya tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat
penjualan tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut (Prastowo dan
Juliaty, 2003:91). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
Rasio ini mengukur jumlah rupiah laba bersih yang dihasilkan oleh setiap
satu rupiah penjualan. Semakin tinggi rasionya semakin baik, karena
menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada
tingkat penjualan tertentu.

5. Market Ratio
a. Earning per share (EPS)
Menurut Alwi (2003:77), Earning Per Share (EPS) biasanya menjadi
perhatian pemegang saham pada umumnya atau calon pemegang saham dan
manajmeen. EPS menunjukan jumlah uang yang dihasilkan (return) dari
setiap lembar saham. Semakin besar nilai EPS semakin besar keuntungan
yang diterima pemegang saham.
Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan
dengan harapan akan memperoleh deviden atau capital gain. Laba biasanya
menjadi dasar penentuan pembayaran deviden dan kenaikan harga saham di
masa mendatang. Oleh karena itu, para pemegang saham biasanya tertarik
dengan angka EPS yang dilaporkan perusahaan. EPS hanya dihitung untuk
saham biasa (Prastowo, 2005:93).

b. Price/Earning ratio (PER)


Menurut Moeljadi (2006:75), Price Earning Ratio (PER) menunjukan berapa
banyak investor bersedia membayar untuk tiap rupiah dari laba yang dilaporkan.
Oleh para investor rasio ini digunakan untuk memprediksi kemampuan
perusahaan dalam menghasilakan laba di masa yang akan datang. Kesedian para
investor untuk menerima kenaikan PER sangat bergantung pada prospek
perusahaan. Perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan yang tingi,
biasanya memiliki PER yang tinggi. Sebaliknya perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan yang rendah cenderung memiliki PER yang rendah pula
(Prastowo 2005:96)

c. Book value per share of common stock


Book value per share atau nilai buku saham adalah jumlah rupiah yang
menjadi milik tiap-tiap lembar saham dalam modal perusahaan. Nilai buku
ini adalah jumlah yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham pada
waktu pembubaran (likuidasi) perusahaan bila aktiva dapat dijual sebesar
nilai bukunya.

d. Market/Book ratio
Rasio ini menunjukan berapa besar nilai perusahaan dari apa yang telah
atau sedang ditanamkan oleh pemilik perusahaan, semakin tinggi rasio ini,
semakin besar tambahan wealth (kekayaan) yang dinikmati oleh pemilik
perusahaan (Husnan, 2006:76)
Menurut prastowo (2005:99),jika harga pasar berada di bawah nilai
bukunya, investor memandang bahwa perusahaan tidak cukup potensial. Bila
seorang investor pesimistik atau prospek suatu saham, banyak saham dijual
pada harga di bawah nilai bukunya. Sebaliknya jika investor optimistic maka
saham dijual dengan harga di atas nilai bukunya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ayo Berinvestasi. Mengenal Istilah-istilah dalam Perdagangan Saham. [ONLINE] Available at:
http://ayoberinvestasi.com/istilah-dalam-perdagangan-saham/. [Accessed 14 February 2017].
2. Ayo Berinvestasi. 2016. Tiga Fase Trend Pergerakan Saham. [ONLINE] Available at:
http://ayoberinvestasi.com/tiga-fase-trend-pergerakan-saham/. [Accessed 16 February
2017].
3. Bursa Efek Indonesia. Sekolah Pasar Modal Level 1.
4. Bursa Efek Indonesia. Sekolah Pasar Modal Level 2.
5. Dinus. Contoh Soal Indeks Harga Saham Gabungan. [ONLINE] Available at:
http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/contoh_Indek_Harga_saham.ppt. [Accessed 20
February 2017].
6. Divisi Edukasi FMC. 2015. Modul Training 2015.
7. Divisi Edukasi FMC. 2016. Modul TRPM.
8. Hauwtan, Pegeen. 2010. Tesis Analisis Fundamental dan Teknikal Saham PT PP
London Sumatra Indonesia Tbk. Jakarta.
9. Stockbit. Teknikal Analisis Untuk Pemula.
10. Wira, Desmond. 2015. Analisis Teknikal untuk Profit Maksimal. Jakarta: Exceed.
11. Nadira Nasyiffa. 2011. Rasio Pasar. [ONLINE] Available at:
http://nadiranasyiffa.blogspot.co.id/2011/10/rasio-pasar.html. [Accessed 25 February
2017].
12. TipsSerbaSerbi. 2016. Macam-macam Rasio Keuangan dan Rumusnya. [ONLINE]
Available at: http://tipsserbaserbi.blogspot.co.id/2016/03/macam-macam-rasio-
keuangan-dan-rumusnya.html. [Accessed 25 February 2017].
13. Gopublicidx. 2016. Proses Go Public. [ONLINE] Available at:
https://gopublic.idx.co.id/2016/06/22/proses-go-public/.[Accessed 29 February 2017].
14. Sahamok. Jenis Aksi Korporasi Perusahaan Publik. [ONLINE] Available at:
http://www.sahamok.com/jenis-aksi-korporasi-perusahaan-publik/. [Accessed 29
February 2017].
15. Fariska, Nadia. 2016. Corporate Action. [ONLINE] Available at:
http://www.edukasisaham.co.id/corporate-action/. [Accessed 29 February 2017].
16. Sanda Wibowo. 2015. Bandarmology, Haruskah Kita Ikut? [ONLINE] Available at:
http://www.bdanp.com/2015/08/bandarmology-haruskah-kita-ikut.html. [Accessed 29
February 2017].
17. Filbert, Ryan. 2016. Bandarmology. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
18. Stockbit. Bandarmology.
19. Wira, Desmond. 4 Indikator Analisis Teknikal Paling Populer. [ONLINE] Available at:
http://juruscuan.com/trading/492-4-indikator-analisis-teknikal-paling-populer.
[Accessed 3 March 2017].
20. Wira, Desmond. 2015. Analisis Fundamental Saham. 2nd ed. Jakarta: Exceed.
21. Wira, Desmond. Analisis Fundamental. [ONLINE] Available at:
http://www.juruscuan.com/investasi/444-analisis-fundamental. [Accessed 3 March 2017].
22. Investidx. 2015. Psikologi Trading Emosi yang Mempengaruhi Investor. [ONLINE]
Available at: http://investidx.blogspot.co.id/2015/11/psikologi-trading-emosi-yang.html.
[Accessed 13 March 2017].

Anda mungkin juga menyukai