Anda di halaman 1dari 11

PENUGASAN REFERAT

KESEMUTAN
BLOK 4.3 KOMPREHENSIF KLINIK

Oleh:
Okta Setia Darmiko (16711158)
Tutorial 12

Tutor:
dr. Yayuk Fatonah M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2018
1. TARSAL TUNNEL SYNDROM
A. Definisi
Gejala dan tanda yang muncul akibat kompresi neuropathy (nervus tibia) yang
melewati terowongan tarsal.
B. Epidemiologi
C. Etiologi
Penyebab penyebab utama terbanyak yaitu trauma (17%), varicosities (13%),
heel varus (11%), fibrosis (9%), dan heel valgus (8%). Hal tersebut akan
mempengaruhi sempitnya terowongan tarsal atau menyebabkan penekanan
pada saraf tibia seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Gambaran anatomi terowongan tarsal


D. Manifestasi klinis
Pada tunnel tarsal syndrome keluhan berupa tingling (kesemutan) dan
atau mati rasa disekitar pergelangan kaki dan pada permukaan punggung kaki
hingga kearah jari-jari kaki. Hal ini disebabkan oleh meregangnya atau
tertekanya nervus tibia posterior pada terowongan tarsal. Nyeri dapat terasa
seperti terbakar atau nyeri tumpul, tetapi diekspresikan sebagai kram. Nyeri
dirasakan memberat ketika sedang beraktifitas dan berdiri. Namun, nyeri akan
hilang, ketika beristirahat. Gejala terkadang muncul akibat trauma langsung atau
berhubungan dengan tergelincirnya innervasi pada pergelangan kaki (keseleo).
Tetapi lebih sering akibat, overuse atau penggunaan yang berlebihan seperti
terlalu lama berdiri , berjalan atau berolahraga. Gejala jarang bersifat menyebar.
Gambaran klinik dari tarsal tunnel syndrome sangat bervariasi. Sebanyak 43%
kasud didapatkan nyeri memberat pada malam hari.
Gejala pada tarsal tunnel syndrome dapat disalah artikan sebagai fasciitis
plantar atau nyeri radikuler dari lumbal 5, karena pada kasus tersebut sebanyak
sepertiga dari kasus yang mengalami kesemutan dan mati rasa. Terowongan
tarsal memiliki keterbatasan ruang atau celah, sehingga apabila terjadi
compromise pada celah terowongan akan menyebabkan munculnya gejala
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan untuk mendiagnosis tarsal tunnel
syndrome diantaranya Elektromyografi (EMG), foto polos X-ray, MRI dan Tes
cuff
F. Penegakan diagnosis
Penegakan diagnosis TTS (tarsal tunnel syndrome) dapat ditegakkan secara
klinis dan penunjang.
i. Diagnosa klinis
Dalam mendiagnosa tarsal tunnel syndrome perlu didapatkan
gejalagejala seperti, nyeri pada pergelangan kaki, nyeri pada tumit, mati
rasa dibagian distal, dan nyeri pada seluruh kaki atau pergelangan kaki
yang biasa membangunkan pasien saat malam hari. Sifat nyeri yang
dirasakan dapat berupa rasa terbakar atau nyeri tumpul yang biasa di
keluhkan sebagai rasa kram, berdenyut-denyut dan biasa menjalar hingga
ke betis bagian medial. Gejala terkadang muncul akibat berdiri yang
terlalu lama, berjalan dan memberat saat malam hari tetapi lokasi dari
nyeri tidak terlokalisasi.
Pada tarsal tunnel syndrome perlu dilakukan pemeriksaan fisis
untuk memastikan , yaitu dengan tinel sign , dorsofleksi-eversion test dan
penilaian gangguan sensoris. Pada tinel sign dilakukan dengan cara
perkusi nervus tibia posterior yang terletak pada pergelangan kaki bagian
medial dan kaki dalam posisi dorsofleksi. Tinel sign positif jika terdapat
nyeri atau rasa kesemutan pada telapak kaki dalam waktu 5-10 detik.
Pada pemeriksaan dorsofleksieversion test kaki berada pada posisi
dorsofleksi dan eversi sehingga terjadi pemanjang pada
metatarsophalangeal sendi (MTP), apabila postifi akan terasa nyeri pada
bagian tumit. Dan untuk pemeriksaan sensoris, dapat dilakukan dengan
memberikan rangsangan sentuhan ringan, atau dengan menggunakan
tusukan peniti, yang mana pasien akan merasakan hiperalgesia atau
hipoatheisa pada area nervus plantar medial dan pada area nervus
plantar lateral jarang ditemukan atau pada seluruh telapak kaki.
ii. Diagnosa penunjang
Untuk tarsal tunnel syndrome, pemeriksaan penunjang yang
dilakukan yaitu Elektromyographic (EMG) dan nerve conduction yang
direkomendasikan. Pemeriksaan ini untuk mengevaluasi penyebab dari
tarsal tunnel syndrome dan untuk memastikan adanya neuropathy.
Pemeriksaan EMG menunjukkan fungsi dari saraf tibialis posterior bagian
distal sampai ke otot dari abductor hallicus . intrepretasi dari pemeriksaan
ini yaitu (1) pemanjangan dari masa laten dari bagian distal motoric
terminal latensi dari otot abductor diqiti quinti (saraf medial lateral) yang
lebih dari 7 ms adalah abnormal, (2) terminal latensi dari otot abductor
hallicus (saraf medial plantar) lebih dari 6,2 ms adalah abnormal, (3)
adanya fibrilasi dari otot abductor hallicus juga dapat ditemukan.
Untuk pemeriksaan radiologi, yaitu plain X-ray untuk menilai
abnormalitas dari tulang pada terowongan karpal. MRI (Magnetic
Resonance Imaging) efektif untuk menilai isi dari terowongan karpal.
Tes Cuff juga dapat dilakukan dengan menggunakan pneumatic
manset untuk membuat tourniquet (bendungan) vena yang menyebabkan
vena dilatasi dan meningkatakan local iskemik sehingga akan
menimbulkan gejala apabila positif
G. Penatalaksanaan klinis
Terapi medic pada tarsal tunnel syndrome dapat diberikan suntikan local
steroid ke dalam tarsal canal. Tindakan konservatif yang dapat diterima pada
awal terapi dari tarsal tunnel neuropati termasuk pengguanan local anastesi
dan steroid dimana dapat mengurangi nyeri. Terapi ini dapat menghilangkan
gejala , tetapi harus diberikan secara sesuai prosedur,karena dapat
menyebabkan kerusakan saraf sebagai akibat dari jarum suntikan tersebut.
Physical therapy juga berguna dalam mengurangi local soft tissue edema,
karena dapat menimbulkan tekanan pada kompartemen tersebut.
Ketika terapi konservatif dinyatakan gagal dalam mengurangi gejala-gejals
pada penderita maka intervensi operasi dapatlah dipertimbangkan. Space
occupaying masses harusnys dihilangkan
Tindakan post operatif yang harus dilakukan yaitu, kompresi ringan dan
immobilisaisi awal haruslah dilakukan pada area yang di operasi dengan
menggunakan splint 3 minggu tanpa pemberat . setelah splint dibuka pasien
dapat menggerakkan sendinya dan kembali beraktifitas
H. Prognosis
Baik
I. Upaya preventif, promotif, rehabilitative
Pencegahan tarsal tunnel syndrome dimulai dengan pengetahuan tentang
apa penyebabnya dan menghindari situasi saat nyeri atau timbulnya gejala.
(1Istirahakan kaki di saat berdiri lama atau berjalan adalah penting,dengan
mencoba untuk duduk, atau mengubah posisi paling tidak, selama saar berdiri
lama atau berjalan akan membantu mengurangi stres pada terowongan tarsal
dan saraf tibialis. (2) Kegiatan pemanasan yang tepat sebelum memulai latihan
berat juga akan membantu mencegah cedera pada struktur dalam dan di sekitar
saraf, mengurangi kemungkinan kompresi. (3)Mengenakan sepatu dipasang
dengan benar dan orthotics jika perlu, akan mengurangi ketegangan pada
daerah tersebut. Sepatu yang diikat secara tidak benar, atau terlalu ketat, dapat
menyebabkan kerusakan pada terowongan tarsal.(4) Membungkus atau
menguatkan saat melakukan kegiatan atletik, terutama pada permukaan yang
tidak rata atau melibatkan perubahan arah yang mendadak dalam lalu lintas,
dapat mengurangi kemungkinan cedera pergelangan kaki, yang dapat
menyebabkan tarsal tunnel syndrome. Sebuah program penguatan yang baik
akan menjaga otot-otot yang mendukung dari kaki bagian bawah yang kuat dan
mengurangi kaki dan pergelangan kaki cedera.
2. CARPAL TUNNEL SYNDROM
A. Definisi
Kumpulan gejala dan tanda karena ter-kompresi nya nervus medianus yang
melewati terowongan carpal.
B. Epidemiologi
Perkiraan insidensi tahunan per 1000 orang adalah 2,2-5,4 untuk perempuan
dan 1,1-3 untuk laki-laki. Prevalensi carpal tunnel syndrome (CTS) tertinggi
terjadi di wanita obese dan terendah di pria kurus.
C. Etiologi
Cedera nervus berasal dari berbagai faktor termasuk : mekanik, termal,
iskemik, dan kimia. Faktor mekanik seperti kompresi, severance dan stretch.
Kerusakan yang disebabkan oleh lokal kompresi pada intraneural sirkulasi dan
mengganggu metabolism conduction block. Struktur anatomi terowongan carpal
ditunjukan oleh gambar 2.
Beberapa faktor yang berperan pada kompresi nervus :
Vascular – diabetes, microcirculatory disease
Inflammatory – synovitis, rheumatoid arthritis
Trauma – supracondylar humerus fracture, lunate dislocation
Anatomical – anomalous muscles, vascular plexus, fascial bands
Metabolic – pregnancy, hypothyroidism
Iatrogenic – injectons, hematomas

Gambar 2. Struktur anatomis terowongan carpal


D. Manifestasi klinis
Gejala klasik dari CTS adalah adanya nyeri atau parastesia di dermatom
nervus medianus seperti ditunjukan oleh gambar 3. Gejala ini biasanya
memberat saat malam hari hingga membangunkan pasien dari tidur. Beberapa
pasien merespon gejala ini dengan menggerakkan tangan dan merendamnya di
air hangat.
CTS biasanya di provokasi oleh aktivitas yang melibatkan gerakan fleksi
dan ekstensi dari pergelangan tangan seperti mengemudi, membaca, mengetik
dan mengangkat telepon.
Pada awal perjalanan penyakit, gejala CTS bilateral cukup sering terjadi,
mencakup sebesar 65% pasien. Pada kasus yang berat, kelemahan motoric
sering terjadi ditandai dengan kesulitan dalam memegang objek, berpakaian dan
aktivitas sehari-hari lainnya.

Gambar 3. Wilayah sensori nervus medianus


E. Pemeriksaan penunjang
Elektromiografi (EMG untuk membantu melokalisir kompresi saraf), radiografi
pada pergelangan tangan bisa membantu untuk menentukan penyebab
kompresi nervus medianus.
F. Penegakan diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan data anamnesis, Pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesa sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Nyeri dan
paraesthesia terjadi dalam distribusi nervus medianus. Setiap malam pasien
terbangun dengan nyeri terbakar, tingling, dan numbness. Tangan di atas tempat
tidur, atau menggoyangkan tangan dapat mengurangi nyeri. Pada kasus lanjut
terdapat clumsiness dan weakness, biasanya jika melakukan pekerjaan yang
memerlukan ketepatan. Discomfort atau numbness atau keduanya dapat terjadi
oleh aktivitas pergelangan tangan pada posisi fleksi untuk periode tertentu
seperti memegang steering wheel, menerima telepon, buku, atau koran.
Discomfort dan nyeri menjalar dari tangan ke lengan atas atau leher
Pemeriksaan fisik pada CTS berupa tes provokatif. Adapun tes provokatif
yang bisa dilakukan diantaranya
1.Tinel Sign
Tinel sign dilakukan dengan perkusi di atas kulit proximal nervus
medianus carpal tunnel; jika positif pasien mengeluhkan kesentrum atau
sensasi tingling yang menjalar ke ibu jari, telunjuk, jari tengah, atau
kelingking.
2.Phalen Test
Phalen wrist flexion sign atau phalen maneuver biasanya positif pada
pasien CTS dan dianggap lebih diagnostik dari tinel sign. Manuver ini
dilakukan dengan siku dalam posisi ekstensi sementara pergelangan
tangan pasif fleksi. Waktu yang diperlukan untuk menimbulkan simtom
onset (60 detik) dianggap mendukung diagnostik
3.Wrist Compression Test
Kompresi di atas nervus medianus proximal wrist memprovokasi symptom
dalam waktu 60 detik.Tes ini konfirmasi untuk pemeriksaan yang lain
4.Tourniquet Test
Torniket dipasang disekitar lengan atas diatas tekanan sistolik. Pada
pasien normal tes menyebabkan parestesia pada distribusi nervus ulnaris
pada CTS parestesia pada distribusi nervus medianus
5. Two Point Discrimination Test
Test ini sering hilang pada ujung jari pasien. Sensasi pada aspek radial
telapak tangan
normal karena palmar cutaneus branch nervus medianus tidak melalui
carpal tunnel.
Pemeriksaan penunjang dapat berupa X-ray atau MRI, pemeriksaan ini
ditujukan untuk menilai faktor yang berpengaruh dalam kompresi nervus
medianus (seperti kista, tumor). Pemeriksaan penunjang lain adalah EMG
(elektromiografi) yang digunakan untuk menilai integritas neuron.
G. Penatalaksanaan klinis
i. Konservatif
Kompresi pergelangan tangan pada posisi fleksi ketika tidur yang
menimbulkan nyeri, initial terapi dengan memakai splint yang
mempertahankan pergelangan tangan dalam posisi netral ketika tidur.
Modifikasi aktivitas yang menyebabkan nyeri juga membantu dalam
mengurangi nyeri. Pemberian NSAID dan injeksi steroid. Injeksi steroid
mengalami transient relief 80% setelah injeksi, 22% gejala hilang setelah
12 bulan dan 40% bebas gejala < 1 tahun.
Injeksi steroid pada carpal tunnel sering mengurangi keluhan. Dua
puluh lima gauge 1,5 inch jarum disuntikakan pada palmar crease ulnar
pada palmaris longus. Jika palmaris longus tidak ada, garis sepanjang
radial border dari ring finger ditarik ke wrist crease. Sebelum
menyuntikkan jarum, pasien diminta untuk merasakan sensasi tersentrum
listrik pada jari-jari. Jika sensasi terjadi, jarum mungkin berada pada
nervus medianus dan injeksi sebaiknya tidak dilanjutkan. Jarum
dipindahkan kearah ulnar. Ketika menyuntikkan jarum akan terasa bunyi
pop ketika masuk ke carpal tunnel
ii. Bedah
Pasien yang tidak respon terhadap terapi konservatif, indikasi untuk
terapi bedah. Teknik bedah baik open maupun endoscopic.
Open insicion dibuat pada atas palm transper carpal ligament,
menempatkan ulna sebagai axis palmaris longus, sepanjang longitudinal
axis radial border ring finger. Insisi ini menghindari injuri pada cabang
palmar cutaneus nervus medianus. Setelah insisi palmar longitudinal,
transver carpal ligament diidentifikasi dan dipisah longitudinal.
Endoscopic, pemisahan tranver carpal ligament menghindari nyeri pada
insisi, endoscopic dapat dilakukan dengan single wrist portal proximal
menuju palm atau dengan kombinasi proximal portal dan short midpalmar
portal sepanjang axis open insisi. Walaupun terapi ini menjanjikan hasil
yang baik tetapi risiko untuk terjadi trauma iatrogenic cukup tinggi.
Tingginya komplikasi berhubungan dengan keahlian operator
dibandingkan teknik operasi. Komplikasi terbanyak adalah incomplete
division transver carpal ligament.
H. Prognosis
Baik.

3. DEFISIENSI VITAMIN B12

A. Definisi
Sumpulan gejala dan tanda yang diakibatkan oleh kekurangan vitamin B12.
B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, prevalensi defisiensi vitamin B 12 adalah 3-16 %, dan pada
geriatric angka ini meningkat mencapai 21%.
C. Etiologi
 Defisiensi faktor intrinsic
Penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa
 Defisiensi intake
 Peningkatan kebutuhan
Terjadi pada penderita hipertiroidisme dan talasemia alfa
 AIDS
Defisiensi b 12 pada kasus AIDS tidak jarang. Hal ini berkaitan dengan
kurangnya nutrisi, diare kronik dan adanya disfungsi ileus
D. Manifestasi klinis
Trias klasik (kelemahan, lidah licin, parastesia) tidak selalu muncul. Gejala
bermula dengan adanya rasa dingin, kebas di jari kaki lalu ke jari tangan.
Parastesia dapat muncul dan biasanya bilateral dan dapat menjalar ke sumbu
tubuh. Gejala non-neurologi dapat berupa warna kulit pucat kuning seperti
lemon, lidah berwarna merah daging disertai kehilangan papilla seperti pada
gambar 4.

Gambar 4. Lidah licin dan berwarna merah daging akibat defisiensi b12
E. Pemeriksaan penunjang
 MCV (mean corpuscular value) pada pemeriksaan darah lengkap
Defisiensi vitamin b12 akan menampilkan gambaran makrositik (MCV >
100 fL). Nilai MCV 115- 129 fL menunjukan 50% kemungkinan defisiensi
b12 sedangkan nilai MCV >130 memberikan hasil 100% terjadi defisiensi
b12.
 Tes level serum kobalamin
Defisiensi jika < 200pg/mL
 Tes Serum Metylmalonic acid (MMA) dan homocysteine (HC)
Defisiensi b12 apabila MMA dan HC meningkat lebih dari 3 standar
deviasi (MMA > 350nM/L dan HC > 20mikroM/L). Defisiensi folat akan
memberikan hasil peningkatan HC dan MMA yang tetap normal.
 Schilling test
Tes ini digunakan untuk mendiagnosis anemia pernisiosa yang
merupakan penyebab buruknya absorbs vitamin b12.
F. Penegakan diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala neurologis, pemeriksaan darah
yang makrositik dan kadar serum kobalamin (b12) < 200 pg/mL.
G. Penatalaksanaan klinis
Hidroksikobalamin IM. Dosis awal 1 mg, diulangi 5 kali dengan interval 2-3 hari.
Dosis pemeliharaan 1 mg IM tiap 3 bulan
H. Prognosis
Baik
I. Upaya preventif, promotif, rehabilitative
Penuhi nutrisi yang mengandung vitamin b12 seperti daging sapi, daging ayam
dan telur ayam.
DAFTAR PUSTAKA
Ekabe et al. 2017. Vitamin B12 deficiency neuropathy; a rare diagnosis in young adults:
a case report.
Hammond et al 2013. Nutritional neuropathy. Kansas city : University of Kansas
Medical Center
Kothari et al. 2018. Carpal tunnel syndrome : etiology and epidemiology.
https://www.uptodate.com/contents/carpal-tunnel-syndrome-etiology-and-
epidemiology?search=carpal%20tunnel%20syndrom&source=search_result&se
lectedTitle=3~150&usage_type=default&display_rank=3 . diakses pada 28
november 2019.
Kothari et al. 2019. Carpal tunnel syndrome : clinical manifestation and diagnosis.
https://www.uptodate.com/contents/carpal-tunnel-syndrome-clinical-
manifestations-and-
diagnosis?search=carpal%20tunnel%20syndrom&source=search_result&select
edTitle=2~150&usage_type=default&display_rank=2 . diakses pada 28
november 2019.
Kothari et al. 2019. Carpal tunnel syndrome : treatment and prognosis.
https://www.uptodate.com/contents/carpal-tunnel-syndrome-treatment-and-
prognosis?search=carpal%20tunnel%20syndrom&source=search_result&select
edTitle=1~150&usage_type=default&display_rank=1 . diakses pada 28
november 2019.
Omkar N.S, Singh Amarjot, “Analysis Of Tarsal Tunnel Syndrome Using Imaging
Correlation”, Ictac Journal and Video Processing, volume 04, November 2013.
Singh et al. 2018. Vitamin B12 associated neurological disease.
https://emedicine.medscape.com/article/1152670-overview#showall . diakses
pada 26 november 2019.

Anda mungkin juga menyukai