Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN KASUS : GANGGUAN ANXIETAS YTT (F41.9)

REFERAT : GANGGUAN ANXIETAS YTT (F41.9)

OLEH :

A. ST ZURAIDHA P. A.

111 2018 2057

SUPERVISOR PEMBIMBING :

dr. Rina Erawati,Sp.KJ,M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : A. ST. ZURAIDHA P. A.

NIM : 111 2018 2057

Judul Refarat : Gangguan Anxietas YTT

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Kedoktran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 11 April 2019

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Rina Erawati, Sp. KJ, M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan referat yang berjudul ”Gangguan Anxietas YTT”.

Referat ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di

Bagian/Departemen Psikiatri RS Sayang Rakyat Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Rina Erawati, Sp.KJ, M.Kes

selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan

penyusunan laporan kasus ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat

ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.

Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Makassar, 11 April 2019

Penulis

3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

No. RM : 072653

Umur : 57 Tahun

Alamat : Manjalli, Desa Bonto Bunga, Kec. Moncongloe,

Maros

Agama : Islam

Status Perkawinan : Sudah menikah

Pekerjaan : Guru SD

Diagnosis : Gangguan anxietas YTT

I. RIWAYAT PENYAKIT

A. Keluhan Utama

Sulit tidur

B. Riwayat Gangguan sekarang

1. Keluhan dan gejala

Seorang laki-laki datang ke Poli Jiwa RS Sayang Rakyat

untuk yang pertama kalinya, dengan keluhan sulit tidur. Keluhan

sulit tidur dirasakan pasien sudah sejak 10 tahun yang lalu. Pasien

4
mengaku sering terbangun dari tidurnya dan sulit untuk tidur

kembali. Kualitas tidur pasien juga terganggu. Bangun dari tidurnya,

pasien merasa lemas. Keluhan sulit tidur ini muncul saat pasien

merasa cemas akan penyakit hati yang dideritanya.Gejala yang

muncul diantaranya rasa khawatir, sulit tidur, pusing, nyeri

lambung, terkadang tangan dan kaki terasa dingin dan pasien

menggigil. Bila sudah minum obat, pasien dapat tidur dengan

nyaman. Selain itu pasien jugam mengeluh konsentrasi dan daya

ingatnya menurun. Nafsu makan pasien baik. Mandi teratur dua kali

sehari.

2. Hendaya Fungsi

 Hendaya sosial : Ada

 Hendaya waktu senggang : Ada

 Hendaya pekerjaan : Ada

3. Faktor stressor psikososial : Pasien ditipu oleh

tetangganya dengan meminjam sejumlah uang yang tidak

dikembalikan

4. Hubungan gangguan sekarang dengan gangguan riwayat penyakit

fisik dan psikis sebelumnya

 Riwayat trauma : Ada

 Riwayat kejang : tidak ada

 Riwayat rokok : tidak ada

 Riwayat alkohol : tidak ada

5
 Riwayat NAPZA : tidak ada

C. Riwayat Gangguan Psikiatri sebelumnya

Awal perubahan perilaku pasien dialami sejak 10 tahun yang

lalu yaitu tahun 2009 dimana pasien mengalami depresi dan sulit

tidur. Menurut pasien sebelum ia sakit, pasien pernah mengambil

pinjaman di bank dengan maksud uang persiapan untuk ke tanah

suci bersama istrinya. Namun, dikarenakan uang tersebut belum

cukup untuk mereka berdua, pasien menyimpan uangnya. Hal ini

kemudian diketahui oleh tetangga dan berniat untuk meminjam

uang pasien perihal suatu hal. Pasien kemudian meminjamkan

uangnya dan pada akhirnya tetangganya pergi dan tidak pernah

mengembalikan uang tersebut. Akibatnya pasien harus menyicil

uang yang ia pinjam di bank. Akibatnya pasien sempat mengalami

depresi. Pasien lebih memilih berada di rumah, takut keluar rumah

dan bertemu orang asing. Pasien juga jadi mudah tersinggung.

Pasien bahkan sempat berpikir sudah lelah hidup dan tidak

bersemangat menjalankan aktivitasnya. Pasien juga sempat tidak

dapat bekerja selama 2 tahun. Pasien kemudian berobat di RS

Wahidin Soedirohusodo dan diberi obat oleh dokter. 3 bulan yang

lalu pasien pindah berobat di RS Unhas dengan keluhan sulit tidur.

Keluhan ini didasari rasa cemas bila terdapat suatu pekerjaan atau

masalah yang tidak/belum terselesaikan. Keluhan disertai rasa

pusing, khawatir, dan sulit tidur itu sendiri. Pasien tidak lagi

6
mengalami depresi, oleh dokter pasien diberikan obat alprazolam.

Setelah minum obat pasien dapat tidur dengan baik. Baru

kemudian pasien di alihkan ke RSUD Sayang rakyat pada tanggal

8 April 2019 untuk melanjutkan pengobatannya.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Lahir normal, cukup bulan, ditolong oleh dukun kampung di rumah.

Riwayat minum ASI sampai usia satu tahun.

2. Riwayat Masa Kanak Awal ( 1 – 3 tahun )

Pertumbuhan dan perkembangan pasien sama dengan anak pada

umumnya. Pasien aktif bermain dengan saudara dan teman-teman

sebayanya.

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( 4 – 11 tahun )

Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya dan cukup

mendapatkan perhatian dan kasih sayang. Masuk SD. Prestasi SD

baik

4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (usia 12 – 18 tahun)

Pasien tinggal bersama orang tuanya dan saudaranya. Pasien

masuk SMA. Prestasi SMA baik

5. Riwayat Masa Dewasa

a. Riwayat Pekerjaan

Guru SD

7
b. Riwayat Pernikahan

Sudah menikah

c. Riwayat Agama

Pasien memeluk agama Islam dan menjalankan kewajiban

agama dengan baik.

d. Riwayat Militer

Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan militer.

e. Riwayat Pelanggaran Hukum

Selama ini pasien tidak pernah terlibat dengan masalah hukum.

f. Aktivitas Sosial

Sekarang pasien adalah orang yang ramah, berkepribadian

terbuka dan suka bergaul.

6. Riwayat kehidupan keluarga

Pasien adalah anak keenam dari sembilan bersaudara (♀,

♀, ♀, ♀, ♂, ♂, ♂, ♂, ♂). Hubungan pasien dengan keluarganya

baik. Ibu pasien adalah orang yang mudah cemas juga apabila

dihadapkan pada suatu pekerjaan yang belum selesai.

Genogram

8
Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Penderita

: Meninggal

7. Situasi kehidupan sekarang

Saat ini keadaan pasien sudah membaik. Terkadang bila obat

habis atau ada masalah, pasien merasa cemas dan sulit tidur,

namun setelah minum obat keluhan pasien tertangani. Sekarang

pasien lebih terbuka, ramah dan mudah bergaul.

8. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya

Pasien merasa sakit dan butuh pengobatan.

II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

A. Deskripsi umum

1. Penampilan :

Seorang laki-laki, wajah tampak sesuai umur (57 tahun), berkulit

sawo matang, memakai topi hitam, baju kaos berkera warna putih

9
dengan jaket kain warna biru, celana panjang kain hitam, dan

sandal kulit warna hitam. Perawakan sedang , perawatan diri baik.

2. Kesadaran : Sadar penuh

3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Cemas

4. Pembicaraan : Spontan, lancar, intonasi biasa

5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

B. Keadaan Afektif :

1. Mood : euthimia (normal)

2. Afek : appropriate

3. Empati : baik

C. Fungsi Intelektual (Kognitif) :

1. Taraf pendidikan:

Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan

tingkat pendidikannya

2. Orientasi

a. Waktu : Baik

b. Tempat : Baik

c. Orang : Baik

3. Daya ingat

a. Jangka panjang : Baik

b. Jangka pendek : Kurang

c. Jangka segera : Baik

4. Konsentrasi dan Perhatian : Cukup

10
5. Pikiran abstrak : Baik

6. Bakat Kreatif : Tidak diketahui

7. Kemampuan menolong diri sendiri :Baik, pasien dapat

melakukan perawatan diri sehari-hari secara mandiri seperti

mandi dan dapat makan sendiri.

D. Gangguan Persepsi

1. Halusinasi : Tidak ada

2. Ilusi : Tidak ada

3. Depersonalisasi : Tidak ada

4. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Berfikir

a. Arus pikiran :

a. Produktivitas : Baik

b. Kontuinitas : Relevan

c. Hendaya berbahasa : Tidak ada

b. Isi pikiran :

a. Preokupasi : Tidak ada

b. Gangguan isi pikir : Tidak ada

F. Pengendalian Impuls : Baik

G. Daya Nilai

1. Norma Sosial : baik

2. Uji Daya Nilai : baik

3. Penilaian Realitas : baik

11
H. Tilikan :Derajat VI (Pasien merasa

sakit dan perlu diobati)

I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya.

III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI

a. Status Internus

Kesadaran kompos mentis, Tekanan darah 110/80 mmHg,

Sklera tidak ikterus. Pasien mengaku mengidap penyakit

Parkinson dan Penyakit Hati (Hepatomegaly dan

cholelethiasis). Ekstremitas Atas dan Bawah tidak ditemukan

kelainan.

b. Status Neurologi

Pupil bulat dan isokor, reflex cahaya (+)/(+). Fungsi motorik dan

sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal, dan tidak

ditemukan reflex patologis.

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Seorang laki-laki, wajah tampak sesuai umur (57 tahun),

berkulit sawo matang, memakai topi hitam, baju kaos berkera

warna putih dengan jaket kain warna biru, celana panjang kain

hitam, dan sandal kulit warna hitam, perawatan diri baik datang ke

poli jiwa RSUD Sayang Rakyat pada tanggal 8 April 2019 dengan

keluhan Sulit tidur. Pasien sering terbangun dari tidurnya dan sulit

tidur kembali. Kualitas tidur juga berkurang. Pasien merasa cemas

12
akan penyakit hati yang ia derita dan menyebabkan pasien sulit

tidur. Gejala yang muncul diantaranya rasa khawatir, sulit tidur,

pusing, nyeri lambung, terkadang tangan dan kaki terasa dingin dan

pasien menggigil Nafsu makan baik, perawatan diri baik.

Awal perubahan perilaku pasien dialami sejak 10 tahun yang

lalu di mana pasien depresi dan sulit tidur. Penyebab awalnya

dikarenakan pasien ditipu oleh tetangganya terkait peminjaman

uang. Pasien harus menanggung akibatnya sehingga sejak

kejadian tersebut pasien mengalami depresi dan sulit tidur. Setelah

itu pasien sulit mempercayai orang lain. Pasien lebih memilih di

rumah, takut keluar rumah dan bertemu orang asing. Pasien juga

sempat tidak bekerja selama 2 tahun sejak kejadian tersebut.

Pasien kemudian berobat di RS Wahidin Soedirohusodo dan diberi

obat oleh dokter. 3 bulan yang lalu pasien pindah berobat di RS

Unhas dengan keluhan cemas dan sulit tidur. Pasien tidak lagi

mengalami depresi, oleh dokter pasien diberikan obat alprazolam.

Baru kemudian pada tanggal 8 April 2019, pasien di alihkan ke

RSUD Sayang rakyat pada untuk melanjutkan pengobatannya.

Hubungan dengan keluarga baik, sekarang pasien lebih

terbuka, ramah dan mudah bergaul.

Pada pemeriksaan status mental diperoleh kesadaran baik

(sadar penuh), mood euthimia, afek appropriate, empati baik.

13
Kemampuan menolong diri baik. Proses berpikir produktivitas baik,

kontinuitas relevan. Pengendalian impuls tidak terganggu, tilikan VI

yaitu pasien merasa sakit dan ingin berobat.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I :

Dari alloanamnesis dan autoanamnesis didapatkan adanya

gejala klinis berupa sulit tidur. Gejala ini diawali dengan adanya rasa

cemas terhadap penyakit yang ia derita. Keadaan ini mengakibatkan

penderitaan bagi pasien (distress), sulit melakukan aktivitas social

dan bekerja (disability), sehingga dapat digolongkan Gangguan

Jiwa.

Dari pemeriksaan status mental tidak didapatkan adanya

hendaya berat seperti halusinasi dan waham sehingga dikategorikan

sebagai Gangguan Jiwa non Psikotik

Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status

internus dan neurologis ditemukan adanya kelainan yang

mengindikasikan gangguan medis umum tetapi tidak berhubungan

dengan gangguan cemas yang diderita pasien saat ini, dan tidak

didapatkan adanya gejala-gejala gangguan panik, gangguan cemas

menyeluruh, gangguan cemas campuran sehingga menurut PPDGJ-

III didiagnosis Gangguan anxietas YTT (F41.9).

Aksis II

14
Tidak memenuhi kriteria salah satu ciri kepribadian tertentu

sehingga pada pasien ini dikatakan belum mengarah ke salah satu

ciri kepribadian.

Aksis III

Didapatkan adanya kondisi medis pasien diantarnya penyakit

parkinson, hepatomegaly dan, cholelithiasis

Aksis IV

Adanya masalah dengan lingkungan social dan ekonomi yaitu

pasien ditipu oleh tetangganya yang meminjam uang dan tidak

dikembalikan.

Aksis V

GAF Scale sekarang 80-71 (Gejala sementara dan dapat

diatasi,disabilitas ringan dalam social,pekerjaan dan sosial)

VI. DAFTAR MASALAH

 Organobiologik: didapatkan adanya kondisi medik lainya

sehingga selain meminum obat dari psikiatri, pasien juga

meminum obat untuk penyakit fisiknya.

 Psikologik:

Ditemukan adanya masalah psikologi sehingga memerlukan

psikoterapi.

 Sosiologi:

15
Didapatkan adanya Hendaya pada waktu senggang yaitu sulit

tidur dan sedikit hendaya dalam bidang sosial dan pekerjaan,

sehingga memerlukan sosioterapi.

VII. PROGNOSIS

Dubia ad Bonam

Faktor pendukung :

 Keinginan pasien untuk sembuh

 Pasien rutin meminum obat

Faktor penghambat :

 Adanya kondisi medik lainnya

VIII. RENCANA TERAPI


 Alprazolam 0.5 mg 0-0-1/2
 Psikoterapi

IX. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan
penyakitnya, selain itu menilai efektifitas terapi dan kemungkinan
efek sampingnya.

X. DISKUSI
Dari Autoanamnesis Tn A didapatkan adanya gejala sulit

tidur. Gejala sulit tidur didasari adanya rasa cemas akibat penyakit

hati yang diderita. Gejala yang muncul diantaranya rasa khawatir,

16
sulit tidur, pusing, nyeri lambung, terkadang tangan dan kaki terasa

dingin dan pasien menggigil.

Berdasarkan gejala-gejala diatas dapat kita tarik kesimpulan

bahwa pasien dengan gejala tersebut dapat kita diagnosis dengan

gangguan anxietas YTT (F41.9), Sesuai dengan PPDGJ III

gangguan anxietas lainnya (F41) dimana manifestasi anxietas

merupakan gejala utama. Namun, tidak ditemukan adanya gangguan

panic (F41.0), gangguan cemas menyeluruh (F41.1), gangguan

cemas campuran anxietas dan depresi (F41.2), dan gangguan

anxietas campuran lainnya (F41.3)

Tatalaksana untuk pasien diatas adalah dengan melakukan

pemberian anti anxietas golongan benzodiazepine berupa

Alprazolam 0,5 mg 0-0-1/2

Kita juga bisa berikan psikotheraphy kepada pasien dengan

mengedukasi dan mensupport pasien untuk mengurangi rasa

cemas yang ia rasakan sekaligus memonitoring konsumsi obat

pasien untuk keberhasilan terapi.

17
XI . Tinjauan Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan

yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO

(2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang

terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena

dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan

sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan

jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara

dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.1

Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi ganggunan mental

emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan

untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari

jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat,

seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per

1.000 penduduk.1

Gangguan kecemasan adalah gangguan kejiwaan yang paling

umum dan dikaitkan dengan beban penyakit yang tinggi. biasanya disertai

dengan gejala psikologis dan somatik.2,3

18
Dengan prevalensi 12 bulan sebesar 10,3%, fobia spesifik

(terisolasi) adalah gangguan kecemasan yang paling umum, walaupun

orang yang menderita fobia terisolasi jarang mencari pengobatan.

Gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia adalah jenis paling umum

berikutnya dengan prevalensi 6,0%, diikuti oleh gangguan kecemasan

sosial (disebut fobia sosial; 2,7%) dan gangguan cemas menyeluruh

2,2%. Wanita 1,5 sampai dua kali lebih mungkin daripada pria untuk di

diagnosis gangguan kecemasan.2

19
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Kecemasan (Anxietas)

2.1.1 Definisi

Istilah kecemasan dalam Bahasa Inggris yaitu anxiety yang berasal

dari Bahasa Latin angustus yang memiliki arti kaku, dan ango, anci yang

berarti mencekik.4

Kecemasan adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan

perasaan tidak nyaman, khawatir, dan takut. Hal ini menggabungkan baik

emosi dan sensasi fisik yang bisa dialami ketika khawatir atau gugup

tentang sesuatu. Meskipun biasanya merasa tidak enak, kecemasan

terkait dengan 'fight or fly' respon-reaksi biologis normal terhadap

perasaan terancam. Biasa merasa tegang, gugup dan mungkin takut

memikirkan stress ketika ada acara atau pengambilan keputusan yang

dihadapi terutama jika itu bisa berdampak besar pada hidup seseorang.

Sebagai contoh:

a. Mengikuti ujian

b. Pergi ke rumah sakit

c. Menghadiri wawancara

20
d. Memulai pekerjaan baru

e. Pindah dari rumah

f. Memiliki bayi

g. Didiagnosa menderita penyakit

h. Memutuskan untuk menikah atau bercerai.5

Dalam situasi seperti ini, dapat dimengerti jika ada kekhawatiran

tentang bagaimana seseorang akan tampil, atau apa hasilnya nanti. Untuk

waktu yang singkat seseorang mungkin bahkan sulit tidur, makan atau

berkonsentrasi. Maka biasanya, setelah sementara waktu atau ketika

situasi telah berlalu, perasaan khawatir berhenti. 5

2.1.2 Epidemiologi

Gangguan kecemasan adalah masalah dunia. Gangguan panik

memiliki prevalensi 12 bulan, 2 sampai 3%. Gangguan cemas menyeluruh

memiliki prevalensi 12 bulan, sekitar 3% dan fobia secara kolektif memiliki

prevalensi 10-15% pada populasi orang dewasa. Data yang jelas tentang

tingkat kejadian tidak tersedia.3

Sebagian besar gangguan kecemasan primer onsetnya dimulai

pada saat remaja sampai pertengahan 30-an, dengan gangguan cemas

menyeluruh pada usia yang lebih tua dari kisaran tersebut. Sebagian

besar gejala kecemasan yang baru timbul di kemudian hari adalah karena

suasana hati atau gangguan neurokognitif atau penyebab sekunder akibat

penyakit medis atau obat-obatan; Gangguan kecemasan primer onset

21
lambat yang sebenarnya sering dipicu oleh peristiwa kehidupan traumatis

atau stres lainnya.3

2.1.3 Etiolopatofisiologi

Dalam sistem saraf pusat (SSP), mediator utama dari gejala

gangguan kecemasan adalah norepinefrin, serotonin, dopamin, dan

gamma-aminobutyric acid (GABA). Neurotransmitter dan peptida lain,

seperti corticotropin-releasing factor, mungkin terlibat. Secara periferal,

sistem saraf otonom, terutama sistem saraf simpatis, memediasi banyak

gejala kecemasan. 6

Pasien dengan riwayat kecemasan telah ditemukan untuk

menunjukkan perubahan dalam ukuran amigdala dan daerah lobus

temporal yang dekat dengan amigdala. Selain itu, mereka yang rentan

terhadap kecemasan telah ditemukan menunjukkan volume materi abu-

abu regional yang lebih kecil di hippocampus kanan, serta volume otak

regional yang lebih kecil di korteks prefrontal anterior kiri, terutama pada

wanita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa amigdala kiri lebih kecil

dari amigdala kanan pada pasien dengan gangguan kecemasan.7

beberapa penelitian secara konsisten mengungkapkan bahwa

individu dengan tingkat kecemasan sifat yang tinggi menunjukkan aktivitas

amigdala basolateral yang tinggi. Sebagai contoh, pasien dengan GAD

(Generalized Anxiety Disorders) menunjukkan sirkuit neurotransmitter

hiperaktif antara korteks, thalamus, amigdala, dan hipotalamus, dan

22
aktivitas berlebih dari neuron noradrenergik yang timbul dari lokus

coeruleus, sementara fungsi serotonergik yang timbul dari dorsal raphe

nucleus tampak hipoaktif. 7

Selain itu, terlalu aktifnya neuron noradrenergik yang timbul dari

locus coeruleus dapat menghasilkan eksitasi berlebihan di area otak yang

terlibat dalam GAD. Meskipun serotonin dapat menghambat aktivasi lokus

coeruleus, dan karena itu mengurangi aktivasi norepinefrin amigdala,

tampaknya pasien dengan GAD tidak menunjukkan keseimbangan yang

tepat dari dua neurotransmiter tersebut. Demikian pula, GABA juga dapat

menghambat aktivasi norepinefrin amigdala, tetapi pasien dengan GAD

telah terbukti menunjukkan lebih sedikit reseptor GABA, terutama di

amigdala, serta mutasi genetik yang mengurangi kemampuan mengikat

reseptor GABA. 7

Peran neurotransmitter penghambat GABA telah lama dianggap

sebagai Pusat pengaturan kecemasan, dan sistem neurotransmitter ini

adalah target utama benzodiazepin dan obat terkait kecemasan lainnya

yang digunakan untuk mengobati gangguan kecemasan.8

Jika keseimbangan mengarah ke arah GABA, maka sedasi, amnesia dan

ataksia muncul. Di sisi lain, pelemahan paling ringan dari sistem GABA

menghasilkan kegelisahan, insomnia, gairah, kecemasan dan reaktivitas

yang berlebihan. 8

Efek ansiolitik obat yang bekerja pada reseptor GABA

memberikan beberapa bukti terkuat bahwa disfungsi GABA mendasari

23
keadaan kecemasan. Agen seperti benzodiazepin, gabapentin,

pregabalin, valproate, vigabatrin, tiagabine menunjukkan efek ansiolitik

yang relevan secara klinis. 8

2.1.4 Gejala klinis

Pada orang yang memiliki gangguan kecemasan, dapat di

identifikasi beberapa sensasi fisik dan psikologis. Sensasi fisik berupa

gejala somatik yang menyertai kecemasan psikis, terlepas dari apakah

kecemasan itu normal atau bagian dari kondisi patologis. Kecemasan

dapat terasa berbeda untuk orang yang berbeda, sehingga masing-

masing orang mungkin juga mengalami jenis perasaan lain.3,5

Sensasi fisik Sensasi psikologis

• Mual (merasa sakit) • Merasa tegang, gelisah

• Otot tegang dan sakit kepala • Rasa takut

• Nyeri kepala atau pusing • Merasa dunia sedang melaju

• Bernafas lebih cepat atau melambat

• Nyeri dada • Merasa seperti orang lain

• Berkeringat atau memerah bisa melihat kecemasannya

• Detak jantung yang cepat, • Adanya pengalaman negatif,

regular atau ireguler memikirkan situasi berulang-

• Tekanan darah meningkat ulang

• Sulit tidur • Merasa gelisah dan tidak

24
• Sering/jarang buang air kecil mampu konsentrasi

• Dispepsia • Mati rasa.3,5

• Diare

• Tremor

• Mungkin mengalami

serangan panik

Tabel 1. Gejala klinis gangguan kecemasan3,5

2.1.5 Faktor-faktor penyebab/pencetus kecemasan

a. Pengalaman masa lalu atau masa kanak-kanak

Jika sesuatu yang menyusahkan terjadi di masa lalu, pasien mungkin

merasa cemas menghadapi situasi yang sama lagi jika seandainya

mereka membangkitkan perasaan tertekan yang sama.5

b. Kehidupan dan kebiasaan sehari-hari

Gaya hidup dan cara menghabiskan waktu sehari-hari dapat

memengaruhi perasaan. Misalnya, pengalaman berikut semuanya

dapat berkontribusi pada kecemasan:

• kelelahan atau stres

• jam kerja yang panjang

• tekanan di rumah, di tempat kerja, atau pada kursus Anda jika Anda

• masalah perumahan

• masalah uang5

c. Diet

25
Diet Anda dapat memengaruhi suasana hati Anda sehari-hari, dan

beberapa makanan dapat meniru dan memicu gejala kecemasan,

seperti minum kafein, makan banyak gula atau pola makan yang buruk

pada umumnya. 5

d. Kesehatan fisik dan mental

Kesehatan fisik Anda dapat berdampak pada kesejahteraan mental

Anda. Misalnya, jika Anda memiliki kondisi kesehatan fisik jangka

panjang, atau mengalami sakit kronis, ini mungkin membuat Anda

lebih rentan mengalami masalah kesehatan mental seperti kecemasan

atau depresi. 5

Kondisi medis yang dapat menyebabkan depresi dan kecemasan,

yaitu:

• Hyperthyroidism

• Hypoglycaemia

• Pheochromocytoma

• Cushing’s disease

• Vitamin B12 deficiency

• Porphyria

• Cardiovascular disease (heart failure, atrial fibrillation)

• Pulmonary diseases (pulmonary embolism, asthma)9

Demikian pula, jika Anda mengalami masalah kesehatan mental

lainnya, seperti depresi, ini juga dapat membuat Anda lebih rentan

mengalami masalah dengan kecemasan.5

26
e. Obat-obatan

Jika Anda menggunakan obat resep atau obat-obatan terlarang,

termasuk alkohol, anda mungkin menemukan bahwa mereka dapat

mempengaruhi kesehatan mental Anda.

Berikut adalah obat-obat yang meningkatkan depresi dan kecemasan:

• Corticosteroids

• Salbutamol

• Sympathomimetics

• Insulin

• Thyroid hormones

• L-Dopa9

f. Genetika

terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa beberapa orang

mungkin mewarisi kecenderungan genetik untuk lebih cemas daripada

yang lain. 5

2.1.6 Diagnosis

Berdasarkan PPDGJ III dan DSM V, diagnosis Gangguan Anxietas

YTT (F41.9) atau Unspecified Anxiety disorders 300.00 (F41.9) ditegakkan

apabila, kategori ini berlaku untuk presentasi di mana gejala karakteristik

gangguan kecemasan yang menyebabkan tekanan signifikan secara klinis

atau gangguan dalam sosial, pekerjaan, atau bidang fungsi penting

27
lainnya mendominasi tetapi tidak memenuhi kriteria penuh untuk setiap

gangguan dalam kelas diagnostik gangguan kecemasan . Kategori

gangguan kecemasan yang tidak ditentukan digunakan dalam situasi di

mana dokter memilih untuk tidak menentukan alasan bahwa kriteria tidak

terpenuhi untuk gangguan kecemasan spesifik, dan termasuk presentasi

di mana ada informasi yang tidak memadai untuk membuat diagnosis

yang lebih spesifik (misalnya di ruang gawat darurat).10

2.1.5 Terapi

Literatur umumnya mencakup pengobatan farmakologis atau psikoterapi,

yaitu:

a. Terapi Farmakologis

Agen antidepresan adalah obat pilihan dalam pengobatan gangguan

kecemasan, terutama agen yang lebih baru yang memiliki profil efek

samping yang lebih aman dan kemudahan penggunaan yang lebih tinggi

daripada antidepresan trisiklik yang lebih tua (TCA), seperti selective

serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Antidepresan yang tidak disetujui FDA

untuk pengobatan gangguan kecemasan tertentu, seperti nefazodone dan

mirtazapine masih mungkin bermanfaat. Antidepresan yang lebih tua,

seperti TCA dan inhibitor monoamine oksidase (MAOI), juga efektif dalam

pengobatan beberapa gangguan kecemasan.6

Benzodiazepin sering digunakan dengan antidepresan sebagai

pengobatan tambahan. Ini sangat berguna dalam pengelolaan gangguan

28
kecemasan situasional akut dan gangguan penyesuaian di mana durasi

farmakoterapi diperkirakan 6 minggu atau kurang dan untuk pengendalian

serangan panik yang cepat. Termasuk lorazepam (Ativan) dan

clonazepam (Klonopin). 6

Jika penggunaan jangka panjang dari benzodiazepin tampaknya

diperlukan, mendapatkan pendapat konfirmasi dari dokter kedua dapat

membantu karena penggunaan benzodiazepine kronis dapat dikaitkan

dengan toleransi, penarikan, dan kecemasan yang muncul akibat

pengobatan. Risiko kecanduan benzodiazepine harus dipertimbangkan

dengan hati-hati sebelum digunakan dalam gangguan kecemasan. Hindari

penggunaan pada pasien dengan riwayat alkohol atau penyalahgunaan

narkoba lainnya. Pantau dengan saksama bukti peningkatan dosis yang

tidak sah atau mendapatkan resep benzodiazepin dari berbagai sumber. 6

b. Psikoterapi

Terapi perilaku kognitif (CBT)

Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah terapi yang paling banyak

digunakan untuk gangguan kecemasan. Penelitian telah

menunjukkan itu efektif dalam pengobatan gangguan panik, fobia,

sosial gangguan kecemasan, dan gangguan kecemasan umum, di

antara banyak kondisi lainnya. CBT membahas pola dan distorsi

negatif dalam cara kita memandang dunia dan diri. Seperti

namanya, ini melibatkan dua komponen utama:

29
• Terapi kognitif meneliti bagaimana pikiran negatif, atau kognisi,

berkontribusi terhadap kecemasan.

• Terapi perilaku memeriksa bagaimana Anda berperilaku dan

bereaksi dalam situasi yang memicu kecemasan.11

Perubahan gaya hidup

Segala sesuatu dari tingkat aktivitas hingga kehidupan sosial,

mempengaruhi kecemasan. 6

• Belajar tentang gangguan kecemasan

Untuk mengatasi kecemasan, penting untuk memahami

masalahnya. Di situlah pendidikan masuk. Pendidikan saja tidak

akan menyembuhkan gangguan kecemasan, tetapi itu akan

membantu mendapatkan hasil maksimal dari terapi.

Kembangkan koneksi dengan orang lain. Kesepian dan

keterasingan berpengaruh langsung terhadap kecemasan.

Kurangi kerentanan dengan menjangkau orang lain. bergabung

dengan kelompok swadaya atau dukungan, membagikan

kekhawatiran dengan orang terkasih yang tepercaya. 11

• Adopsi kebiasaan gaya hidup sehat

Aktivitas fisik mengurangi ketegangan dan kecemasan, jadi

sediakan waktu untuk olahraga teratur. Jangan gunakan alkohol

dan obat-obatan terlarang untuk mengatasi gejala cemas, dan

30
cobalah untuk menghindari stimulan seperti kafein dan nikotin,

yang dapat memperburuk kecemasan. 11

• Kurangi stres dalam hidup

Hindari orang-orang yang membuat cemas, katakan tidak pada

tanggung jawab ekstra, dan luangkan waktu untuk bersenang-

senang dan bersantai dalam jadwal harian pasien. 11

2.1.7 Diagnosis banding

1. Gangguan panic (Anxietas Paroksismal Episodik) (F41.0)

2. Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

3. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi (F41.2)

4. Gangguan Anxietas Campuran Lainnya (F41.3)

5. Gangguan Anxietas lainnya YDT (F41.8)12

31
BAB III

KESIMPULAN

Kecemasan adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan

perasaan tidak nyaman, khawatir, dan takut. Hal ini menggabungkan baik

emosi dan sensasi fisik yang bisa dialami ketika khawatir atau gugup

tentang sesuatu.

Faktor-faktor penyebab gangguan kecemasan diantaranya:

pengalaman masa lalu atau masa kanak-kanak; kehidupan dan kebiasaan

sehari-hari; diet; kesehatan fisik dan mental; Obat-obatan dan; genetika.

Berdasarkan PPDGJ III dan DSM V, diagnosis Gangguan Anxietas

YTT (F41.9) atau Unspecified Anxiety disorders 300.00 (F41.9) ditegakkan

apabila, kategori ini berlaku untuk presentasi di mana gejala karakteristik

gangguan kecemasan yang menyebabkan tekanan signifikan secara klinis

atau gangguan dalam sosial, pekerjaan, atau bidang fungsi penting

lainnya mendominasi tetapi tidak memenuhi kriteria penuh untuk setiap

gangguan dalam kelas diagnostik gangguan kecemasan. Terapi umumnya

mencakup pengobatan farmakologis atau psikoterapi.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Biro komunikasi dan pelayanan masyarakat Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia. 2016. Peran keluarga dukung kesehatan jiwa

masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

2. Bandelow, Borwin et al. 2017. Treatment of anxiety disorders. NCBI

3. Goldman, Lee, MD dan Schafer, Andrew I., MD. 2016. Golman Cecil

Medicine. Elsevier Inc.

4. Annisa, Dona Fitri. 2016. Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia

(Lansia). Journal: Konselor Vol.5

5. National Association for Mental Health. 2015. Mind: Understanding

anxiety and panic attacks.

6. Bhatt, Nita V., MD et al. 2019. Anxiety disorders. Medscape

7. Guyon, Mathilde. 2018. Etiology of anxiety. Sciencedirect

8. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. 2017.

Roles of different neurotransmitters in anxiety: a systemic review.

33
9. G. Maina, M. Mauri, A. Rossi. 2016. Individual Differences and

Psychopathology: Anxiety and depression. Italy: Journal of

Psychopathology.

10. Susic, Paul. 2017. Unspecified Anxiety Disorder 300.00 (F41.9). Senior

Care Psychological Consulting..

11. Smith, Melinda, M.A., Segal, Robert, M.A. et al. 2018. Therapy for

Anxietas Disorders

12. Muslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: PT

Nuh Jaya

34

Anda mungkin juga menyukai