NIM : 170732638037 Off/Matkul : G 2017/Filsafat Sejarah
Filsafat Sejarah versi Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun merupakan salah satu pencetus konsep sejarah dari daerah timur tengah. Beliau hidup sekitar abad ke 14, yaitu di tahun 1332. Pada abad tersebut, kejayaan barat mulai meningkat dan masa islam mulai meredup. Islam pada saat itu dianggap bahwa pintu ijtihad sudah ditutup. Filsafat sebelum ibnu khaldun sebagian besar membahas tentang hal-hal yang bersifat langit. Maka ketika kondisi yang ada di sekitarnya seperti itu, maka kemudian ibnu khaldun membahas tentang ekonomi, politik, hingga sejarah. Memilih berfokus dalam bidang akademik/intelektual karena tekanan yang begitu besar dalam politik. Ibnu khaldun kemudian membuat sebuah karya tulis yang dinamai Mukhaddimah
Menurut Ibnu Khaldun, sejarah itu rekaman tentang
peradaban manusia atau dunia. Apabila seperti itu, maka harus diperhatikan siapa yang merekam, bagaimana caranya merekam, tujuannya apa merekam, dan aspek apa yang direkam. Maka dari itu pada akhirnya akan muncul-lah sejarah kritis. Selain itu, sejarah sosial juga tercetus dari Ibnu Khaldun. Bahwa sejarah bukan hanya berisi tentang orang-orang besar.
Berdasarkan cara memahami sejarah, bagi Ibnu Khaldun
adalah pemahaman luar dan pemahaman dalam. Cara yang pertama adalah narrative history, yaitu pemahaman dimana sejarah hanya dipahami sebagai cerita naratif. Pertanyaan yang menyangkut tentang hal tersebut ialah apa, siapa, kapan dan dimana. Sedangkan yang kedua adalalah sejarah kritis, yaitu pemahaman yang menggunakan penalaran kritis dan upaya mencari kebenaran. Kebenaran dalam hal ini ialah historisitas yang kemudian berhubungan dengan kausalitas, yakni sebab- akibat. Maka dari itu, konsep tentang sejarah baginya merupakan siklus dalam sebuah peradaban. Kemudian muncullah pola-pola dalam sejarah. Pertanyaan yang menyangkut tentang hal tersebut adalah bagaimana, mengapa, dan apa akibatnya. Maka dari itu, bagi Ibnu Khaldun sejarah dapat bermanfaat untuk membantu penguasa untuk membuat kebijakan serta untuk dapat mengelola kota sekaligus masyarakatnya.
Metode sejarah menurut Ilmu Khaldun ada empat langkah,
yaitu Observation, Criticism, Comparation, dan Examination. Observation berarti menelaah suatu peristiwa sejarah dengan mencari data-data. Kemudian langkah selanjutnya adalah Criticism, yakni pengolahan data agar validitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Setelah itu adalah Comparison, yaitu perbandingan dengan data-data yang lain. Yang terakhir adalah Examination, yaitu pengujian. Berdasarkan metode tersebut, kemudian Ibnu Khaldun memakai sebuah contoh dalam Cricism dalam karyanya yang berjudul Mukhaddimah, yaitu ketika para sejarawan saat itu mengamini bahwa pasukan yang dibawa Nabi Musa ketika di padang pasir Tih berjumlah 600 ribu orang berusia sekitar 20 tahun. Narasi tersebut dipatahkan oleh Ibnu Khaldun dengan mempertanyakan, dari mana pasukan sebanyak itu? Kemudian setelah menelaah ke belakang bahwa pasukan Nabi Ya’kub berjumlah 70 orang dan jarak antara nabi Ya’kub dan nabi Musa adalah 4 generasi. Dan ketika pada masa nabi Sulaiman, pasukan Bani Israel berjumlah 12000 orang. Maka dari itu tidak mungkin dilakukan peperangan.
Setelah metode beserta contohnya, karena tuntutan
kritisisme dalam sejarah, maka dari itu menurut Ibnu Khaldun untuk menjadi seorang ahli sejarah adalah mampu memahami transdisipin ilmu. Karena tutuntan tersebut pula, terdapat banyak sekali sumber kesalahan penulisan sejarah. Yang pertama adalah Pemihakan kepada pandangan atau dogma tertentu. Kedua ialah terlalu mempercayai sebuah sumber. Ketiga ialah kegagalan memahami peristiwa karena imajinasi. Keempat ialah keliru memilih otoritas yang bisa dipercaya. Kelima ialah ketidakmampuan menempatkan peristiwa di konteks yang tepat. Keenam ialah keinginan mendapatkan pujian. Dan yang terakhir adalah tidak memahami hukum-hukum sosial yang berlaku.
Memahami sejarah secara kritis menurut Ibnu Khaldun
berarti memahami karakter perkembangan peradaban mausia (‘Umran). Dan baginya terdapat pakem khusus yang disebut Thaba’I Al Umran. Fenomena yang terjadi dalam peradaban umat manusia bersifat pasti dan tunduk kepada hokum kausalitas. Teori yang kemudian menyebut tentang hal tersebut adalah Long- Term Sructure, yakni struktur yang membentuk perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia. Maka dari itu belajar sejarah berarti belajar karakter peradaban dan perubahannya. Peradaban sendiri bergerak dari yang sederhana menuju yang kompleks.
Setelah mengamati peristiwa sejarah, maka Ibnu Khaldun
beranggapan bahwa sejarah itu circle bukanlah linier. Maka dari itu Ibnu Khaldun membuat siklus dalam sejarah. Hal inilah yang kemudian sangat familiar pepatah ‘belajar dari sejarah’. Karena itu sejarah merupakan siklus. Siklus yang dibuat oleh Ibnu Khaldun ialah Lahir -> Tumbuh -> Dewasa -> Stagnan -> Menurun/Tua -> Mati -> kembali lagi ke awal. Dasar perekat sosial demi berlangsungnya siklus tersebut adalah Asabiyya, yaitu keturunan dan kekerabatan, persekutuan, kesetiaan, penggabungan, dan perbudakan.