Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau PPOK adalah penyakit yang

ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak dapat pulih sepenuhnya.

Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progresif dan dikaitkan dengan

respon inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel atau gas berbahaya

yang menyebabkan penyempitan jalan napas, hipersekresi mukus, dan

perubahan pada sistem pembuluh darah paru (Brunner & Suddarth, 2013).

Faktor Risiko PPOK yaitu kebiasaan merokok, polusi udara,

hiperaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran nafas udara berulang,

defisiensi alfa-1 antritipsin, nutrisi yang buruk dan occupational

exposure. Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di

negara berkembang (Agustin & Yunus, 2008).

Prevalensi global PPOK pada tahun 2015 sekitar 11,7% dan

menyebabkan kematian pada 3,2 juta orang. Sedangkan prevalensi PPOK

di Indonesia menurut Riskesdas 2013 adalah 3,7%. Hasil survei penyakit

tidak menular oleh Ditjen PPM & PL di 5 RS provinsi (Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004

menunjukkan bahwa PPOK merupakan penyumbang angka kesakitan

terbesar (35%), diikuti oleh asma bronkial (33%), kanker paru (30%), dan

lainnya (2%).
2

PPOK merupakan penyakit nomor tiga tertinggi di Poli Rawat

Jalan Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumsel tahun 2018 dengan

persentase 11%. Jumlah penderita PPOK pada tahun 2014-2018 terus

mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2018 merupakan jumlah

pasien terbanyak selama lima tahun terakhir dengan jumlah 964 pasien

dimana 120 orang merupakan pasien baru.

Pada penderita PPOK, Frekuensi Pernapasan atau Respiratory Rate

meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi volume alun napas yang

kecil. Penurunan Pulsed Oksigen Saturation (SpO2) merupakan gejala

hipoksemia dan hiperkapnia, disebabkan oleh gangguan ventilasi dan

perfusi ditambah hipoventilasi alveolar (Agustin & Yunus, 2008).

Penilaian saturasi oksigen didalam darah arteri dapat dilakukan dengan

cara noninvasif dengan menggunakan oksimetri. Oksimetri mengukur

saturasi oksigen (SaO2) dengan menggunakan probe yang menjepit

sekeliling jari (Price & Wilson, 2006).

Salah satu terapi komplementer yang dapat diberikan pada pasien

PPOK yaitu dengan aromaterapi peppermint. Kandungan penting yang

terdapat pada peppermint adalah menthol yang berguna sebagai anti

inflamasi. menthol memiliki kemampuan membuka saluran udara dan

bertindak sebagai decongestant. Pada penelitian sebelumnya aromaterapi

daun mint dengan inhalasi sederhana terhadap penurunan sesak nafas pada

pasien tuberculosis paru berpengaruh signifikan terhadap penurunan sesak

napas tetapi, tidak adanya pengukuran saturasi oksigen dalam penurunan

sesak napas tersebut yang menandakan kecukupan oksigenasi.


3

Berdasarkan masalah tersebut peneliti merasa perlu untuk meneliti tentang

Pengaruh Aromaterapi Peppermint Terhadap Saturasi Oksigen Pasien

PPOK di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumsel Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Normalnya kurang dari 5% dari konsumsi O2 digunakan untuk

kerja pernapasan. Namun, kebutuhan O2 akan sangat meningkat pada

penderita PPOK (Price & Wilson, 2006). Aromaterapi peppermint

memiliki kandungan menthol yang berguna sebagai anti inflamasi.

menthol memiliki kemampuan membuka saluran udara dan bertindak

sebagai decongestant. Berdasarkan studi pendahuluan terapi

nonfarmakologis aromaterapi peppermint pada pasien PPOK masih jarang

dilakukan dan belum diketahui pengaruhnya terhadap saturasi oksigen.

Berdasarkan fenomena tersebut peneliti membuat rumusan masalah

apakah terdapat pengaruh aromaterapi peppermint terhadap saturasi

oksigen pasien PPOK?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aromaterapi

peppermint terhadap saturasi oksigen pasien PPOK.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik pasien PPOK

berdasarkan umur, jenis kelamin, dan pendidikan.


4

b. Mengetahui saturasi oksigen pre test dan post test

kelompok intervensi.

c. Mengetahui saturasi oksigen pre test dan post test

kelompok kontrol.

d. Mengetahui saturasi oksigen post test kelompok intervensi

dan kelompok kontrol.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Peneliti berharap penelitian ini dapat menambah wawasan baru,

informasi serta dapat digunakan sebagai penunjang referensi pada

bidang ilmu keperawatan tentang pengaruh aromaterapi

peppermint terhadap saturasi oksigen pasien PPOK.

2. Manfaat praktis

a. Bagi institusi keperawatan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi

pertimbangan bagi institusi untuk tambahan kepustakaan

tentang pengaruh aromaterapi peppermint terhadap saturasi

oksigen pasien PPOK.

b. Bagi penderita PPOK

Peneliti berharap dapat memberi informasi kepada pasien

PPOK tentang pengaruh aromaterapi peppermint terhadap

saturasi oksigen pasien PPOK.


5

c. Bagi penelitian selanjutnya

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat dan

menjadi referensi serta acuan dalam pengembangan

penelitian selanjutnya.

E. Ruang lingkup penelitian

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Aromaterapi Peppermint Terhadap

Tingkat Sesak Napas Pasien PPOK di Rumah Sakit Khusus Paru

Provinsi Sumsel Tahun 2019”. Penelitian ini menggunakan

rancangan quasi eksperimental dengan teknik pretest-posttest control

group design. Untuk data berdistribusi normal menggunakan uji T-

test tidak berpasangan dengan tingkat kepercayaan 95% (α : 0,05) ,

dan untuk data yang tidak berdistribusi normal menggunakan uji

Mann-Whitney.

Anda mungkin juga menyukai