BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Pencemaran udara umumnya diartikan sebagai udara yang mengandung suatu
atau lebih bahan kimia dalam konsentrasi yang cukup tinggi untuk dapat
menyebabkan gangguan atau bahaya terhadap manusia, binatang, tumbuh-
tumbuhan, dan harta benda (Azizah, 2013).
Pencemaran udara adalah menurunnya kualitas udara sehingga udara tidak dapat
menjalankan fungsi sebagaimana mestinya sehingga berdampak buruk bagi
kesehatan manusia dan juga lingkungan. Salah satu penyebab terjadinya
pencemaran udara adalah pertumbuhan penduduk yang meningkat terutama pada
daerah urban. Kegiatan transportasi, industri, dan aktivitas penduduk juga dapat
menjadi potensi pencemaran udara (Diazander A dkk, 2012).
Selain itu, pencemaran udara juga didefinisikan sebagai masuknya zat pencemar
(berbentuk gas-gas dan aerosol) ke dalam udara. Masuknya zat pencemar ke dalam
udara dapat secara alamiah, misalnya dari asap kebakaran hutan, akibat gunung
berapi, debu meteor, juga sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia,
misalnya akibat pembuangan sampah, baik akibat proses dekomposisi ataupun
kebakaran serta kegiatan rumah tangga. Pencemaran udara pada suatu tingkat
tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik
berupa padatan, cairan atau gas yang masuk terdispersi ke udara dan kemudian
menyebar ke lingkungan sekitarnya (Abyati, 2015).
2. Emisi Alami
Emisi alami yaitu emisi yang dihasilkan dari proses alam seperti letusan gunung
berapi yang menghasilkan gas dan partikulat yang dapat mencemari kualitas udara
ambien, kebakaran hutan akibat musim kemarau yang berkepanjangan.
Menurut Mukono (2011), sumber pencemaran udara dibagi menjadi dua, yaitu,
sumber pencemaran tidak bergerak dan sumber pencemaran bergerak. Sumber
II-3
2. Partikel
Partikel yang terdapat pada atmosfer memiliki karakteristik spesifik, dapat
berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair. Bahan partikel tersebut dapat
berasal proses kondensasi, dispersi (misalnya proses menyemprot (sprying)
maupun proses erosi bahan tertentu. Asap (smoke) sering digunakan untuk
campuran bahan partikulat (particulate matter), uap (fumes), gas dan kabut
(mist). Adapun pengertian dari masing-masing diatas yaitu:
a. Asap (Smoke): Partikel karbon yang dihasilkan dari pembakaran yang tidak
sempurna (sering juga disebut sebagai jelaga)
a. Partikel debu kasar (coarse particle), yaitu partikel yang ukuran diameternya
> 10 mikron
II-5
b. Partikel debu, uap dan asap, yaitu partikel yang ukuran diameternya antara 1
sampai 10 mikron
c. Aerosol, yaitu partikel yang ukurannya < 1 mikron.
Menurut Abyati (2015), alam mempunyai prosesnya sendiri yang secara alamiah
dapat mengurangi maupun memindahkan konsentrasi berbagai partikulat tersebut
sebagai akibat faktor meteorologi. Pencemar udara akan dipancarkan oleh
sumbernya dan kemudian mengalami transportasi, dispersi, atau pengumpulan
karena kondisi meteorologi maupun topografi.
angin diperlukan sebagai indikasi pergerakan udara di suatu daerah. Bahkan untuk
jarak yang pendek, profil pergerakan udara biasanya akan sangat kompleks (Abyati,
2015).
Karakteristik dari pencemar udara dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
II-7
Tingkat konsentrasi
Tidak berwarna dan tidak berbau background dari 10 sampai
Tidak mudah terbakar dan sedikit larut dengan 100 ppt
NO
dalam air Tingkat di perkotaan yang
Bersifat toksik. telah diteliti lebih besar
dari 500 ppb.
Tingkat konsentrasi
Berwarna coklat kemerahan, bau background dari 10 sampai
menyengat, dan sangat korosif dengan 500 ppt
NO2
Menyerap cahaya lebih banyak dari Konsentrasi di perkotaan
spektrum yang terlihat. telah mencapai nilai
melebihi 500 ppb.
Rata-rata konsentrasi
Tidak berwarna, tidak berbau, mudah background di 0,09 ppm
CO terbakar, gas toksik, dan sedikit larut Tingkat perkotaan
dalam air. disekitar jalan raya dapat
melebihi 100 ppm.
Rentang konsentrasi
background berkisar 20-60
Tidak berwarna, toksik, sedikit larut ppb
O3
dalam air. Tingkat polusi di
perkotaan berkisar 100-
500 ppb.
Sumber: Aulia et al., dalam Flagon et al., 2018
2. Karakteristik Meteorologi
kecepatan angin berkurang dan arah angin berubah. Daerah perkotaan dengan
batas wilayah pegunungan dan pantai akan dipengaruhi oleh angin gunung
dan angin laut (Marhaeni, 2018).
b. Kelembaban
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang
tergantung pada suhu udara dan radiasi matahari. Kelembaban udara memiliki
hubungan keterbalikan dengan radiasi matahari dan suhu udara. Kelembaban
udara berkaitan dengan pembentuk awan di atmosfer dan menghalangi radiasi
matahari yang masuk ke permukaan bumi. Udara yang berkabut akibat
kelembaban udara yang tinggi juga berakibat pada berkurangnya jarak
pandang karena adanya konsentrasi partikel yang tersuspensi. Pada
pembentukan polutan sekunder seperti ozon, tingginya kelembaban udara
dapat membantu reaksi pembentukan partikel sekunder di atmosfer.
Sebaliknya secara umum, kelembaban relatif dipengaruhi oleh curah hujan
yang dapat mengurangi konsentrasi polutan di udara akibat terjadi proses
pencucian polutan (Marhaeni dalam Azmi et al., 2018). Kelembaban udara
yang relatif rendah (< 60%) di daerah tercemar SO2, akan mengurangi efek
korosif dari bahan kimia tersebut. Pada kelembaban yang lebih tinggi atau
sama dengan 80% di daerah yang dicemari oleh SO2, maka efek korosifnya
semakin meningkat (Mukono, 2011).
c. Temperatur
Suhu yang menurun pada permukaan bumi dapat menyebabkan
peningkatan kelembapan udara sehingga dapat meningkatkan efek korosif
bahan pencemar di daerah yang udaranya tercemar. Pada suhu yang
meningkat, akan meningkat pula kecepatan suatu reaksi dari bahan kimia
(Mukono, 2011).
d. Stabilitas Atmosfer
Stabilitas atmosfer dipengaruhi oleh radiasi matahari, suhu udara, dan
kecepatan angin. Kondisi stabilitas atmosfer mempengaruhi dispersi zat polutan,
baik vertikal maupun horizontal. Secara umum, stabilitas atmosfer terbagi
menjadi tidak stabil, stabil, dan netral. Kondisi stabilitas atmosfer tidak stabil
II-9
terjadi jika suhu paket udara lebih kecil dari suhu lingkungan, sehingga suhu
paket udara menaikkan polutan secara vertikal, sedangkan pada kondisi stabil
suhu paket udara lebih besar dari suhu lingkungan, sehingga paket udara akan
kembali ke kondisi semula sehingga polutan tidak mudah terdispersi karena
udara terhambat. Kondisi stabilitas atmosfer netral apabila suhu paket udara
sama dengan suhu lingkungan dan menyebabkan penyebaran polutan bergerak
seimbang, baik secara horizontal maupun vertikal (Marhaeni, 2018). Stabilitas
atmosfer mempunyai peranan penting dalam pengenceran kadar polutan akibat
faktor difusi dan angin. Untuk kondisi atmosfer yang tidak stabil (umumnya
terjadi pada tengah hari di atas jalanan beraspal), udara cenderung bergerak ke
atas sehingga kadar polutan per satuan volume yang terakumulasi di atmosfer
menjadi lebih kecil atau terjadi proses dispersi polutan yang berakibat pada
penurunan beban konsentrasi polutan. Sedangkan untuk kondisi atmosfer yang
stabil (umumnya terjadi pada pagi dan sore hari), udara cenderung akan bergerak
ke bawah/ turun sehingga kadar polutan per satuan volume menjadi besar atau
memperlambat proses dispersi polutan yang berakibat penambahan kadar
polutan (Dwirahmawati, 2018).
Di lapisan atmosfer teratas, udara sering kali mengalami percepatan yang kecil
dan tekanan rendah sehingga gaya-gaya yang bekerja pada bagian udara pada kasus
ini akan berimbang dan gradien arah pergerakan udara sejajar dengan garis tekanan.
Dekat dengan permukaan bumi, gaya gravitasi mulai berperan sehingga
mengakibatkan perubahan gradien arah pergerakan udara terhadap ketinggian.
II-10
Untuk sebuah daerah, efek sirkulasi angin terjadi tiap jam, tiap hari, dan dengan
arah dan kecepatan yang berbeda-beda. Distribusi frekuensi dari arah angin
menunjukkan daerah mana yang paling tercemar oleh polutan (Huboyo dan
Budiharjo, 2008).
dilakukan pada kiln, unit penggilingan dan atau pencampuran (raw mill, coal mill,
cement mill), unit pengumpulan debu pada alat transportasi unit produksi,
pengepakan dan pengantongan.
Catatan :
- Nilai baku mutu emisi :
II-14
dan membentuk ”filter cake” atau “dust cake”. Konsentrasi partikel inlet bag
filter adalah antara 100 μg/ m3 – 1 kg/m3 (Bethea, 1978). Debu disisihkan dari
kantong dengan goncangan atau menggunakan aliran udara terbalik, sehingga
dapat dikatakan bahwa bag filter adalah alat yang menerima gas yang
mengandung debu, menyaringnya, mengumpulkan debunya, dan mengeluarkan
gas yang bersih ke atmosfer (Buonicore and Davis, 1992). Pada sebuah BHF
terdapat ratusan bahkan ribuan filter bag dengan jenis bahan yang berbeda-beda
dari setiap BHF, bergantung dari penggunaan BHF dalam proses produksi semen
tersebut. Pada Bag House Filter tersebut terdapat beberapa metode yang
digunakan untuk membersihkan filter bag agar performa dari BHF dapat
berjalan maksimal seperti shaking mechanism, reverse air system, compressed
air, combination of various systems dan ultrasonic cleaning. Pada Bag House
Filter (BHF) yang digunakan oleh PT Semen Padang mekanisme pembersihan
yang digunakan adalah compressed air yaitu dengan memberikan tekanan udara
dari kompresor kepada setiap bag filter sehingga debu ataupun partikulat yang
menempel akan jatuh ke hopper Bag House Filter (BHF) dan dikembalikan
kepada proses produksi melalui alat transport.
3. Jet Pulse Filter
Pada PT Semen Padang juga terdapat alat pengendali kualitas udara lainnya yaitu
Jet Pulse Filter (JPF). Teknologi tersebut pada dasarnya memiliki prinsip kerja
yang sama dengan Bag House Filter (BHF) yaitu keduanya sama – sama
menggunakan bag filter untuk menyaring aliran gas atau partikulat yang lewat.
Namun, terdapat beberapa perbedaan dalam hal dimensi, skala dan fungsi
penggunaan alat serta tidak terkait antara satu dengan yang lainnya dari proses
produksi (interlock). Pada JPF dimensi alat tersebut lebih kecil dibandingkan
dengan BHF dan juga digunakan untuk skala yang lebih kecil. Fungsi
penggunaan alat ini yaitu untuk mennyaring partikulat atau debu pada alat
transport seperti belt conveyor, elevator dan sebagainya.
Sumber pencemaran partikel dapat berasal dari peristiwa alami dan juga dapat
berasal dari ulah manusia dalam rangka mendapatkan kualitas hidup yang lebih
baik. Pencemaran partikel yang berasal dari alam sering kali dianggap wajar.
Kalaupun terjadi gangguan terhadap lingkungan yang mengurangi tingkat
kenyamannan hidup maka hal tersebut dianggap sebagai musibah bencana alam.
Sumber pencemaran partikel akibat ulah manusia sebagian besar berasal dari
II-20
pembakaran batu bara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat
transportasi (Pohan, 2002).
Partikel sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup. Pada saat partikel
masih melayang-layang sebagai pemcemar di udara sebelum jatuh ke bumi. Waktu
hidup partikel berkisar anatra beberapa detik sampai beberapa bulan. Sedangkan
kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel
serta arah dan kecepatan angin yang bertiup (Pohan, 2002).
dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga bagian lagi berasal dari sumber-
sumber alam seperti vulkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida (Diazander
A dkk, 2012).