Pengaruh Bermain Konstruktif (Mainan Plastisin) Terhadap Kemampuan Kreativitas Pada Anak Usia Prasekolah (5 Tahun)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usia prasekolah adalah usia dini dimana anak sebelum menginjak masa

sekolah. Masa ini disebut juga masa kanak-kanak awal, terbentang usia 3-5

tahun (Gunarsa, 2009). Menurut Munandar (2009), seorang pakar kreatifitas

Indonesia, kapasitas otak anak pada usia 4 tahun sudah mencapai sekitar

50% dari keseluruhan potensi orang dewasa. Otak seorang anak ternyata

sangat luar biasa. Pada masa ini, anak mengalami perkembangan intelektual

otak yang sangat cepat. Tingkat perkembangan intelektual otak anak, sejak

lahir sampai usia 4 tahun mencapai 50%. Oleh karena itu, pada masa empat

tahun pertama ini sering disebut juga sebagai Golden Age (Masa Keemasan),

karena anak mampu menyerap dengan cepat setiap rangsangan yang masuk.

Anak akan mampu menghafal banyak sekali informasi, seperti perbendaharaan

kata, nada, bunyi-bunyian dan sebagainya. Hingga usia 8 tahun, anak telah

memiliki tingkat intelektual otak sekitar 80% (Fistianti, 2013).

Bagi anak bermain tidak hanya sekedar pengisi waktu tetapi merupakan

kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Karena dengan bermain, anak akan

dapat mengenal dunia. Menurut Siswanto (2010), bermain merupakan kegiatan

yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan/kepuasan.

Lewat bermain, fisik anak akan terlatih, kemampuan kognitif, kreativitas dan

kemampuan berinteraksi dengan orang lain akan berkembang (Prabowo,

2011).

1
Pada dasarnya kreativitas sangat diperlukan dalam kelangsungan

kehidupan manusia, dengan kreatifitas kita dapat menyelesaikan berbagai

persoalan atau permasalahan. Bentuk kreativitas alamiah pada anak usia

prasekolah adalah : memiliki rasa ingin tahu yang besar, bersifat spontan dan

cenderung menyatakan pikiran dan perasaannya sebagaimana adanya,

senang berpetualang, dan terbuka terhadap rangsangan-rangsangan baru,

senang melakukan eksperimen, mereka jarang bosan, senang melakukan

apa saja dan biasanya mereka juga mempunyai daya imajinasi tinggi. Anak

yang diberikan kebebasan berkreativitas akan tumbuh dan berkembang

dengan baik sehingga diperlukan peran keluarga khususnya orang tua dalam

mengembangkan kreativitas anak (Hurlock, 1988) dalam Desmita (2011).

Perkembangan anak dan kreativitas menurut psikolog erat hubungannya

dengan perkembangan kognitif. Orang tua yang cenderung melarang atau

membatasi anaknya untuk bermain akan menyebabkan anak tidak ceria,

kurang percaya diri, kurang supel, bahkan mudah takut pada teman-

temannya, dan kurang kreatif (Munandar, 2009).

Di Indonesia jumlah anak prasekolah (3-5 tahun) berdasarkan survey

dari Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2014 mencapai 8.269.856 anak

dari jumlah penduduk sebesar 234.181.400. Sedangkan untuk wilayah

Sulawesi Tenggara jumlah anak prasekolah mencapai 1.051.144 jiwa dari

jumlah penduduk sebesar 37.742.356 jiwa (Profil Data Kesehatan Indonesia,

2011). Untuk wilayah Kabupaten Kolaka Timur jumlah anak usia 3-5 tahun

mencapai 28.146 jiwa yang terbagi dalam 12 Kecamatan (Badan Pusat

Statistik Prov. Sultra, 2014). Dengan banyaknya jumlah anak usia pra sekolah

2
tersebut, sangat diperlukan sistem pendidikan yang tepat yang dapat

membantu dan merangsang perkembangan anak.

Namun dewasa ini tampak kecenderungan pendidikan di TK

menginginkan anak belajar hal-hal akademis secepat mungkin dan sebanyak

mungkin sebagai tuntutan orang tua modern yang menginginkan anaknya lebih

unggul dengan persiapan yang lebih dini. Biasanya pelajaran akademis

diajarkan di kelas satu SD, seperti menulis, membaca, dan matematika,

bahkan juga bahasa Inggris, sekarang sudah diberikan di TK walaupun tidak

dipersyaratkan dalam kurikulumnya, lain halnya dengan TK yang non

akademis, dimana mereka lebih mengutamakan bermain. Menurut hasil

penelitian perbedaan kemampuan akademis antara kedua TK tersebut bahkan

tak terlihat di kelas satu SD. Tetapi terdapat satu perbedaan antara kedua TK

tersebut. Pada TK akademis, anak terlihat lebih gelisah dan kurang kreatif

dibandingkan TK non akademis. Jadi, anak-anak menjadi korban jika belajar

secara akademik dipaksakan sebelum mereka siap (Rosalina, 2008).

Oleh karenanya alangkah baiknya apabila suasana pendidikan bagi

anak-anak usia prasekolah sebaiknya lebih rileks. Sehingga saat belajar pun

anak-anak merasa berada di rumah sendiri. Betapa pun pentingnya belajar

awal pada usia prasekolah, bermain kreatif juga tak kurang maknanya. Dalam

proses belajar kreatif digunakan baik proses berfikir divergen (proses berfikir

yang menghasilkan banyak ide-ide pemecahan masalah) maupun proses

berfikir konvergen (proses berfikir mencari jawaban tunggal yang paling tepat)

(Munandar, 2009). Sesudah anak memasuki pendidikan formal, potensi berfikir

kreatif akan cenderung terhambat karena pada umumnya pendidikan formal

kurang memberikan tempat bagi anak-anak kreatif. Proses-proses pemikiran

3
yang dilatih di sekolah-sekolah umumnya terbatas pada kognisi, ingatan dan

berfikir konvergen, pemikiran divergen dan evaluasi kurang begitu

diperhatikan. Hal yang sama juga ungkapkan oleh Guildford (dalam Mulyadi,

2010) keluhan paling umum dari para lulusan Universitas di Amerika adalah

biasanya mereka mampu menangani tugas-tugas yang diberikan dengan

teknik-teknik yang telah dipelajari, namun mereka tidak berdaya ketika

dihadapkan pada masalah yang harus dipecahkan dengan teknik-teknik yang

baru.

Penelitian yang dilakukan oleh Suhendra (2013) dengan judul Peran

orang tua dalam mengembangkan kreativitas anak prasekolah (3-5 tahun) di

desa Karangrejo Kecamatan Kawedanan Kabupaten Magetan diperoleh hasil

bahwa sebagian besar 36 responden atau (52,9%) orang tua memiliki peran

buruk, dan hampir setengahnya 32 responden atau (47,1%) orang tua memiliki

peran baik dalam upaya mengembangkan kreatifitas anak prasekolah.

Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Fajriananda (2012),

dimana penelitian ini dilakukan di beberapa lembaga pendidikan anak

prasekolah di 5 kota besar di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Bandung,

dan Makasar) menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap orang tua tentang

manfaat menstimulasi perkembangan kreativitas anak dengan bermain

konstruktif masih dikatakan kurang (42%). Dengan kata lain orang tua kurang

mengetahui besarnya manfaat bermain terhadap stimulasi perkembangan

anak (Darsana, 2014).

Berdasarkan data yang diperoleh di Puskesmas Kecamatan Ladongi

pada tanggal 14 April 2016 jumlah anak usia prasekolah (3-5 tahun) berjumlah

652 anak, jumlah terbanyak terdapat di Kelurahan Atula sebanyak 74 anak

4
(Puskesmas Ladongi, 2015). Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab adalah salah

satu TK yang ada di wilayah Kelurahan Atula. TK ini sering menjadi

percontohan bagi TK lain (TK Pembina) dalam hal proses pembelajaran

kepada anak-anak usia prasekolah di Kecamatan Ladongi. Dari studi awal

diketahui bahwa jumlah anak pra sekolah yang tercatat sebagai siswa di TK

Akrab sebanyak 37 orang dengan rentang usia 3-6 tahun. Namun yang aktif

mengikuti proses pembelajaran dari Januari-Maret 2016 tercatat sebanyak 30

orang anak. Sedangkan untuk anak yang berusia 5 tahun yang aktif mengikuti

proses pembelajaran pada Januari-Maret 2016 sebanyak 20 orang (Data TK

Akrab, 2016).

Dari observasi awal yang dilakukan diketahui bahwa proses

pembelajaran yang dilaksanakan adalah dengan permainan dan akademis.

Pada pembelajaran secara akademis siswa aktif mengikuti proses

pembelajaran. Meskipun terdapat anak terlihat menyusun dengan pola terbalik

pada saat ditempel belum sesuai dengan arahan gurunya. Kemudian pada

saat menggambar, anak-anak masih ada yang meniru gambar milik teman

yang lain dan mewarnainya sama persis dengan temannya.

Pada saat proses pembelajaran, guru menjelaskan masih menggunakan

lembar kerja anak (LKA) yang terlalu kecil yang kemungkinan membuat anak

kesulitan dalam berkonsentrasi dan kurang menarik bagi anak. Guru juga lebih

menekankan pada membaca dan menulis. Metode pembelajaran yang

digunakan monoton sehingga membuat anak bosan dan kurang dapat

memunculkan ide kreatifnya. Dan kemudian pada akhirnya semua proses

pembelajaran tersebut dinilai secara akademis dalam bentuk buku laporan

proses pembelajaran pada akhir semester dan juga diberi perankingan.

5
Perkembangan kreativitas anak sangat ditentukan pada masa

perkembangan Golden Age. Proses pendidikan yang dapat merangsang

perkembangan kreativitas sangat diperlukan. Di TK sudah disediakan alat

permainan edukatif (APE) namun proporsi bermain anak dengan

menggunakan APE perlu dipertimbangkan dibandingkan dengan pendidikan

akademis. Bagi orang tua anak perlu merubah paradigma bahwa anak yang

pandai adalah anak yang dapat menguasai dan akhirnya mendapatkan nilai

akademis yang memuaskan. Terkadang orangtua tak segan-segan

mengeluarkan biaya lebih untuk dapat mengikutkan anaknya dalam pelajaran

tambahan, dengan harapan dapat menunjang nilai akademisnya.

Permainan konstruktif di TK Akrab menggunakan media permainan

geometri, puzzle, lego, plastisin dan sebagainya. Pemberian jenis media

permainan tertentu sebagai media pembelajaran disesuaikan dengan

kurikulum pembelajaran yang digunakan. Namun bila dilihat dari sekian jenis

permainan tersebut plastisin yang memiliki bentuk lunak sehingga dapat

dibentuk menjadi model apapun sesuai dengan imajinasi dan kreatifitas.

Berdasarkan latar belakang diatas dan setelah membaca literatur

tentang tumbuh kembang anak dan peranan bermain bagi anak serta

melakukan studi pendahuluan, penulis menjadi tertarik untuk mengetahui

“Efektifitas Bermain Konstruktif (Permainan Plastisin) Terhadap Perkembangan

Kreativitas Anak Usia Prasekolah (5 Tahun) di Taman Kanak-Kanak Akrab

Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu “Bagaimanakah pengaruh bermain konstruktif (mainan

6
Plastisin) terhadap kemampuan kreativitas anak usia prasekolah (5 tahun) di

Taman Kanak-Kanak Akrab Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur

Tahun 2016?

C. Tujuan Penelitan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh bermain konstruktif (mainan Plastisin)

terhadap kemampuan kreativitas anak usia prasekolah (5 tahun) di Taman

Kanak-Kanak Akrab Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun

2016.

2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran kemampuan kreativitas anak usia prasekolah (5

Tahun) pada saat pretest di Taman Kanak-Kanak Akrab Kecamatan

Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016

2. Mengetahui gambaran kemampuan kreativitas anak usia prasekolah (5

Tahun) pada saat posttest di Taman Kanak-Kanak Akrab Kecamatan

Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016

3. Mengetahui pengaruh bermain konstruktif (mainan Plastisin) terhadap

kemampuan kreativitas anak usia prasekolah (5 tahun) di Taman

Kanak-Kanak Akrab Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur

Tahun 2016

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai sumbangan ilmiah dan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan

7
b. Dapat menjadi bahan rujukan dan sumbangan pemikiran bagi para

peneliti selanjutnya.

c. Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan bagi peneliti mengenai

kepuasan pelayanan khususnya lokasi penelitian

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi pihak pengelola Taman

Kanak-Kanak (TK) Akrab dalam rangka meningkatkan pendidikan anak

melalui permainan-pemainan yang menarik dan edukatif.

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dalam

rangka memfasilitasi dan mendukung upaya pendidikan untuk

perkembangan dan peningkatan kemampuan kreativitas anak

prasekolah di Taman Kanak-Kanak.

c. Sebagai bahan informasi para orang tua terkait pangaruh permainan

konstruktif (mainan plastisin) terhadap perkembangan kreativitas anak

prasekolah

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Teknis Lokasi Penelitian

1. Pengertian Taman Kanak-Kanak

Taman Kanak-kanak sebagai salah satu bentuk satuan pendidikan

Anak Usia Dini (PAUD), bukan merupakan syarat untuk memasuki jenjang

pendidikan dasar, akan tetapi dalam upaya pengembangan sumber daya

manusia, lembaga ini merupakan bagian yang sangat penting. Atas dasar

itu maka peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Taman Kanak-

kanak perlu terus dikembangkan.

Taman Kanak-kanak merupakan bentuk pendidikan anak usia dini

yang berada pada jalur pendidikan formal sebagaimana yang dinyatakan

dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Naisonal pasal 28 ayat 3, “pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan

formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), bentuk

lain yang sederajat”.

Pendidikan Taman Kanak-kanak merupakan salah satu bentuk

pendidikan pendidikan anak usia dini yang memiliki peranan sangat penting

untuk mengembangkan kepribadian anak serta mempersiapkan mereka

memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan taman kanak-kanak

merupakan jembatan antara lingkungan keluarga dengan masyarakat yang

lebih luas yaitu sekolah dasar dan lingkungan lainnya.

Sebagai salah satu bentuk pendidikan anak usia dini, lembaga ini

menyediakan program pendidikan dini bagi sekurang-kurangnya anak usia

9
4 tahun sampai memasuki jenjang pendidikan dasar. Menurut pendapat

Bilher dan Snowman yang dikutip oleh Masitoh (2003) menekankan anak

usia dini kepada anak usia 2,5 tahun sampai dengan usia 6 tahun. Lebih

lanjut pasal 1 ayat 16 Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Naisonal menyatakan: “Pendidikan anak usia dini adalah suatu

upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga usia 6

tahun yang dilakukan melalui pemberiaan rangsangan pendidikan untuk

membantu perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan

dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.

2. Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak

Pembelajaran pada intinya merupakan suatu proses menciptakan

kondisi yang kondusif agar terjadi interaksi belajar-mengajar. Dalam

pembelajaran tersirat adanya satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan

antara guru yang mengajar dan peserta didik yang belajar. Sesuai dengan

apa yang dikemukakan oleh Nana Sudjana (2005) mengenai pengertian

pembelajaran: “...pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya sistematik

dan disengaja untuk menciptakan terjadinya kegiatan interaksi edukatif

antara dua pihak, yaitu anak-anak (warga belajar) dan pendidik (sumber

belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan...”

Kegiatan pembelajaran di TK mengutamakan bermain sambil

belajar dan belajar seraya bermain. Secara alamiah bermain memotivasi

anak untuk mengetahui sesuatu lebih dalam, dan secara spontan anak

mengembangkan kemampuannya. Bermain pada dasarnya mementingkan

proses dari pada hasilnya. Menurut Pendapat Bredekamp yang dikutip

oleh Musitoh (2007) “play is a important vehicle for children, social,

10
emotional, and cognitive development”.Artinya bermain merupakan

wahana yang penting bagi perkembangan sosial, emosi, dan kognitif anak

yang direfleksikan pada kegiatan.

Bermain sebagai suatu bentuk kegiatan belajar di TK adalah bermain

kreatif dan menyenangkan.Melalui bermain kreatif anak dapat

mengembangkan serta mengintegrasikan semua kemampuannya.Anak

lebih banyak belajar dari melalui bermain dan melakukan eksplorasi

terhadap obyek-obyek dan pengalamannya. Sebab anak dapat

membangun pengetahuannya sendiri melalui interaksi sosial dengan orang

dewasa pada saat mereka memahaminya dengan bahasa dan gerakan

sehingga tumbuh secara kognitif menuju berpikir verbal. Pada saat belajar

anak melakukan kegiatan yang aktif membangun pengetahuan berinteraksi

dengan lingkungan atau mempraktekkan langsung. Pengetahuan muncul

bukan dari obyek atau anak, akan tetapi dari interaksi antara anak dengan

obyek. Dalam memperoleh pengalaman seorang anak harus berinteraksi

langsung dengan obyek, lingkungan atau sumber belajar sehingga dapat

memanipulasi, menjelajah, menyelidiki, mengamati atau berbuat sesuatu

dengan obyek tersebut.

B. Tinjauan Tentang Bermain Konstruktif

1. Pengertian Bermain Konstruktif

Menurut Sujiono (2010) Bermain Konstruktif adalah cara bermain

yang bersifat membangun, membina, memperbaiki, dimana anak-anak

menggunakan bahan untuk membuat sesuatu yang bukan untuk bertujuan

bermanfaat, melainkan ditujukan bagi kegembiraan yang diperolehnya dari

membuatnya.

11
Yang dimaksud konstruktif adalah bahwasanya anak-anak membuat

bentuk-bentuk dengan balok-balok, pasir, lumpur, tanah liat, manik-manik,

cat, pasta, gunting dan krayon. Sebagian besar konstruksi yang dibuat

merupakan tiruan dari apa yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari

atau dari layar bioskop atau televisi. Menjelang berakhirnya awal masa

kanak-kanak, anak-anak sering menambahkan kreativitasnya ke dalam

konstruksi-konstruksi yang dibuat berdasarkan pengamatannya dalam

kehidupan sehari-hari.

Permainan konstruktif merupakan suatu bentuk permainan umum

pada tahun-tahun sekolah dasar, baik di dalam maupun di luar kelas.

Permainan konstruktif adalah salah satu dari sedikit kegiatan yang mirip

permainan yang diizinkan di dalam kelas dan berpusat pada pekerjaan.

Permainan kostruktif dapat digunakan pada tahun-tahun sekolah dasar

untuk meningkatkan pembelajaran keterampilan akademik, keterampilan

berfikir, dan pemecahan masalah. Banyak pakar pendidikan merencanakan

kegiatan-kegiatan kelas yang mencakup humor, dan meningkatkan

kreativitas (Santrock, 2007)

Menurut Hurlock (1988) dalam Desmita (2011) bermain konstruktif

adalah permainan dimana anak-anak menggunakan bahan untuk membuat

sesuatu yang bukan tujuan bermanfaat melainkan lebih ditujukan bagi

kegembiraan yang diperoleh dari membuatnya. Anak-anak membutuhkan

alat permainan konstruksi dan peralatan bermain bentuk yang dipersiapkan

di taman kanak-kanak hendaknya memberi kebebasan aktivitas kepada

anak untuk mengekspresikan dirinya melalui visualisasi dan imajinasinya

seperti; bermain balok atau lego kegiatan menggambar, menempel,

12
bermain mainan berunsur bongkar pasang, bermain lilin (play dough),

bermain puzzle, ular tangga/monopoli/catur, mazes (mencari jejak), dan

menuangkan ide, memadukan warna, menunjukkan bagian-bagian

berdasarkan fungsinya, serta menunjukkan kreasi menjadi sebuah

bangunan.

Dengan demikian menurut Bronson dalam Musfiroh (2009) beri

mereka kompas lego,gambar-gambar, miniature, cat air, kertas krep,

plastisin, crayon, kuas dan puzzle 30-40 keping, merupakan upaya

permainan yang dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial.

Berdasarkan uraian beberapa pendapat tentang bermain konstruktif

maka dapat diambil kesimpulan bahwa bermain konstruktif adalah suatu

bentuk permainan untuk membangun dan menciptakan suatu karya nyata

yang ada dalam pikiran anak dengan menggunakan bahan misalnya, lego,

puzzle, geometri dan sebagainya tanpa memikirkan manfaat melainkan

mendapatkan kesenangan yang di peroleh dari membuatnya.

2. Jenis-Jenis Bermain Konstruktif

Menurut Musfiroh (2009) kemampuan konstruksi sebagai indikator

kecerdasan visual-spasial dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara

lain bermain plastisin, membuat konstruksi, meniru konstruksi, proyek

dekorasi dan bermain geometri.

a. Bermain Plastisin (Play Dough)

Bermain plastisin merupakan kegiatan menciptakan bentuk-

bentuk tertentu dengan menggunakan plastisin. Kegiatan ini bertujuan

untuk merangsang kemampuan anak dalam membuat konstruksi

dengan bahan yang elastis. Kegiatan ini merupakan awal

13
pengembangan seni patung, dan dapat dilakukan melaui proyek dan

permainan. Kegiatan difokuskan pada pembentukan konstruksi tiga

dimensi secara global melalui plastisin, pasir, tanah liat, dan perca

kertas berlem. Caranya, berikan plastisin pada anak. Berikan contoh

bagaimana membuat bentuk-bentuk dasar. Apabila perlu, berikan

minitoys berupa boneka binatang pada anak sebagai model.

b. Membuat Konstruksi

Kegiatan membuat konstruksi merupakan kegiatan bermain

konstruksi secara bebas. Kegiatan ini bertujuan merangsang

kemampuan untuk membuat konstruksi secara mandiri. Segala imajinasi

dan kreativitas anak akan tercurah untuk membuat konstruksi. Kegiatan

dapat dilakukan dengan tiga cara, yakni:

1) Anak diberi lego atau balok dalam porsi yang sama. Anak dibiarkan

menentukan sendiri konstruksi yang ingin dibuat.

Anda tinggal memberikan apresiasi pada anak.

2) Anak diberi lego atau balok dalam porsi yang sama dan diberi

kesempatan untuk membuat konstruksi dengan objek tertentu,

seperti pesawat, rumah atau robot.

Anda menilai sejauh mana anak mengembangkan imajinasinya

tentang bentuk pesawat, rumah, atau robot.

3) Anak bebas memilih berapa banyak dan berapa macam bentuklego

dan balok yang dinginkan untuk membuat konstruksi apa yang

diinginkannya.

14
c. Meniru konstruksi

Kegiatan meniru konstruksi bertujuan merangsang kemampuan

anak membentuk suatu konstruksi berguna tertentu.Peniruan

dimaksudkan sebagai model yang selanjutnya akan menstimulasi anak

membuat sendiri desain konstruksi.

Kegiatan dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, berikan

contoh gambar konstruksi sederhana pada anak (permainan konstruksi

biasanya disertai dengan contoh gambar konstruksi). Anak-anak TK

akan cepat berusaha membuat konstruksi dengan gambar. Mereka

akan membongkar pasang lego atau balok hingga dapat membentuk

konstruksi sesuai gambar.

Kedua, guru membuat sebuah contoh konstruksi. Beri

kesempatan anak untuk menirunya. Bimbing anak jika membutuhkan.

Beri tahu langkah demi langkah dan amati apakah anak dapat

mengikuti. Cara ini diberikan pada anak yang baru pertama mengenal

permainan konstruksi. Peniruan hanya berlaku sepanjang anak belum

mengenal dasar-dasar permainan lego dan balok. Setelah anak

mengenal dasar bermain konstruksi maka kegiatan meniru cara pertama

lebih disarankan.

d. Proyek Dekorasi

Proyek dekorasi merupakan kegiatan bermain yang

menghasilkan karya, yang perlu dirancang dan dilaksanakan secara

bersama-sama. Kegiatan ini dikategorikan sebagai kegiatan konstruksi

karena memerlukan kreasi rancang-cipta dalam berbagai tahapnya.

15
Kegiatan ini memiliki tujuan utama merangsang kemampuan

menciptakan desain dekorasi dan merangsang kepekaan estetis.

Kegiatan dilakukan melalui tahap berikut :

1) Siapkan berbagai bahan, seperti janur, kertas krep, bunga, lem,

gunting, balon, dan bahan yang dipandang perlu.

2) Beri kesempatan kepada anak secara berkelompok merancang

desain dekorasinya. Anda hanya perlu membantu apabila mereka

membutuhkannya.

3) Anak boleh menggunakan alat-alat, benda dan mainan yang ada di

kelas dan bebas mengekspresikan ide-idenya.

e. Bermain Geometri

Bermain geometri merupakan kegiatan eksploratif terhadap

bangun geometri dan penyusunannya. Kegiatan ini bertujuan

merangsang kepekaan anak terhadap unsur bangun pokok konstruksi.

Dengan kegiatan ini anak-anak dituntut kreatif membuat konstruksi

sederhana dengan bangun pokok, yakni bangun geometri. Cara yang

dilakukan sebagai berikut :

1) Sediakan berbagai bangun geometri, misalnya bentuk segitiga,

persegi panjang, lingkaran, persegi dan lain-lain dalam berbagai

ukuran, lem, dan gunting.

2) Demonstrasikan di depan anak-anak bagaimana membuat

konstruksi dari bangun geometri. Anak-anak usia 2-4 tahun dapat

mencermati konstruksi rumah dari dua unsur, anak TK A dapat

memahami bentuk lebih dari dua unsur. Dan anak TK B bahkan

dapat membuat konstruksi yang lebih rumit.

16
3) Setelah puas, beri kesempatan anak membuat konstruksi sendiri.

Dampingi jika mereka memerlukan bantuan atau masukan, termasuk

memerlukan bentuk geometri lebih kecil dari yang anda sediakan.

Awasi anak saat menggunting

4) Biarkan anak mengelem bentuk geometri tersebut lalu mewarnainya

Berdasarkan pendapat dari jenis-jenis bermain konstruktif diatas,

peneliti mengambil dua jenis kegiatan yaitu: membuat konstruksi,

dan bermain geometri.

3. Ciri-ciri Bermain Konstruktif

Menurut Hurlock (1988) dalam Vebianti (2013) mengemukakan ciri-

ciri bermain konstruktif, yaitu: 1) Reproduktif, Anak memproyek objek yang

dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari atau dalam media masa ke dalam

bentuk konstruksinya, misalnya: kue dari tanah liat untuk mewakili kue yang

dilihatnya dirumah atau di kemah Indian seperti dilihatnya dalam buku atau

melaui televise, 2) Produktif, Melalui bermain konstruktif anak akan

menghasilkan suatu karya dengan menggunakan bahan mainan yang

dipergunakannya. Anak menunjukkan orisinalitas dalam konstruksi yang

mereka hasilkan, dengan kata lain anak memproduksi atau membentuk

melalui bahan mainan yang mereka pergunakan, 3) Memperoleh

kegembiraan, Melalui bermain konstruktif anak membuat suatu bentuk

tertentu, anak akan memperoleh kegembiraan umumnya terutama pada

saat sendirian. Anak belajar menghibur diri apabila tidak ada teman

bermain. Anak juga belajar bersikap sosial jika anak membangun sesuatu

dengan teman bermainnya dengan bekerjasama dan menghargai

prestasinya.

17
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri

bermain konstruktif adalah reproduktif, produktif, dan memperoleh

kegembiraan.

4. Manfaat Permainan Konstruktif

Menurut Hurlock (1988) dalam Desmita (2011) karena manfaatnya

besar, permainan ini sebaiknya diberikan pada anak sejak usia dini.

Manfaat dari bermain konstruktif antara lain :

a. Meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus anak

b. Mengenalkan konsep dasar matematika yaitu: mengenalkan konsep

berat dan ringan, panjang-pendek, besar-kecil, tinggi-rendah, belajar

mengelompokkan benda berdasarkan bentuk dan warna, mengenalkan

konsep arah kiri-kanan, atas-bawah.

c. Merangsang kreativitas dan imajinasi anak.

d. Mengembangkan keterampilan bahasa anak (karena anak memberikan

label pada benda yang dilihatnya serupa).

e. Bila bermain dengan temannya, permainan ini dapat melatih

kepemimpinan, inisiatif, perencanaan, mengemukakan pendapat, dan

kemampuan mengarahkan orang lain.

f. Permainan ini juga mengembangkan empati anak dengan menghargai

hasil karya orang lain. Inilah yang merupakan bagian dari kecerdasan

emosi anak.

Mulyadi (2010) mengatakan ada beberapa manfaat yang diperoleh

dari permainan konstruktif, yaitu :

18
a. Manfaat fisik

Bermain konstruktif membantu anak mematangkan otot-otot dan

melatih keterampilan anggota tubuhnya. Bermain konstruktif juga

bermanfaat sebagai penyalur energi yang berlebihan. Anak TK

mempunyai kecenderungan bermain aktif misalnya bermain bebas,

bermain konstruktif, bermain peran yang semuanya masih tetap memiliki

kegembiraan.

b. Manfaat terapi

Dalam kehidupan sehari-hari anak butuh penyaluran bagi

ketegangan sebagai akibat dari batasan lingkungan. Bermain konstruktif

juga memberikan peluang bagi anak untuk mengekspresikan keinginan

dan hasratnya yang tidak dapat diperoleh melalui cara lain

c. Manfaat edukatif

Melalui permainan dengan alat-alat anak dapat mempelajari hal-

hal baru yang berhubungan dengan bentuk-bentuk, warna, ukuran, dan

tekstur suatu benda. Semakin besar anak, anak mengembangkan

banyak keterampilan baru didalam bermain, hal ini dapat membantu

pengembangan diri anak.

d. Manfaat kreatif

Bermain konstruktif memberikan kesempatan pada anak untuk

mengembangkan kreativitasnya. Anak dapat bereksperimen dengan

gagasan-gagasan barunya baik dengan menggunakan alat bermain

ataupun tidak. Sekali anak merasa mampu menciptakan seseuatu yang

baru dan unik, ia akan melakukannya kembali dalam situasi yang lain.

19
e. Pembentukan konsep diri

Melalui bermain konstruktif anak belajar mengenali dirinya dan

hubungannya dengan orang lain. Anak menjadi tahu apa saja

kemampuannya dan bagaimana perbandingannya dengan kemampuan

anak-anak lain. Hal ini memungkinkan anak membentuk konsep diri

yang jelas dan realistik.

f. Manfaat sosial

Bermain dengan teman-teman sebaya membuat anak belajar

membangun suatu hubungan sosial dengan anak-anak lain yang belum

dikenalnya dan mengatasi berbagai persoalan yang ditimbulkan oleh

hubungan tersebut.

g. Manfaat moral

Bermain memberikan sumbangan yang penting bagi upaya

memperkenalkan moral kepada anak. Di rumah maupun di sekolah

anak belajar mengenal norma-norma kelompok, mana yang benar dan

mana yang salah, bagaimana bersikap adil dan jujur.

Manfaat permainan konstruktif dalam penelitian ini adalah manfaat

edukatif untuk mengetahui sesuaatu yang baru, untuk mengembangkan

kreativitas anak dan anak dapat menjalin kerjasama dengan teman yang

lainnya.

5. Permainan Plastisin

a. Konsep Dasar Media Plastisin


Menurut BB Clay Designs (2011) clay plastisin adalah lilin

malam yang digunakan anak untuk bermain, plastisin dapat

digunakan berulang-ulang karena tidak untuk dikeraskan. Menurut

20
kelompok belajar BB Clay Designs (2011), arti kata clay adalah tanah

liat. Tanah liat adalah materi alam yang dapat diolah dan dibentuk

menjadi macam tembikar atau kita sebut juga keramik.

Menurut Well Mina (2012) plastisin/lilin malam juga termasuk

keluarga clay, biasanya untuk mainan anak banyak dijual di toko

dengan banyak warna dan mudah dibentuk. Bentuk akhirnya tetap

lunak dan dapat diolah kembali.

Menurut Sumanto (2005) pembelajaran seni rupa di TK harus

sejalan dengan hakekat dan fungsi seni sebagai alat pendidikan

adalah dengan mempertimbangkan aspek edukatif, psikologis,

karakteristik materi dan ketersediaan sumber belajar. Hampir semua

kegiatan di TK bisa memotifasi anak untuk melakukan percobaan

dan kreatif. Salah satu contohnya adalah dengan mengenalkan anak

dengan seni rupa.

Adapun aspek edukatif adalah pembelajaran yang

dikembangkan hendaknya dapat mendidik anak sejalan dengan

perkembangannya. Aspek psikologis yang dimaksud adalah

perkembangan pikir, rasa dan emosional yang berkaitan dengan

karakteristik/sifat dasar anak yang serba ingin tahu. Aspek

karakteristik materi disesuaikan dengan kurikulum yang ada,

sedangkan aspek ketersediaan sumber belajar adalah

sumber/bahan yang digunakan menarik bagi anak, mudah didapat,

praktis, dan aman penggunaannya. Di sini tersedia macam–macam

alat / media bermain salah satunya media plastisin dari tanah liat.

21
Dengan media plastisin ini anak dapat bermain sesuka hati sesuai

dengan keinginan/ imajinasi anak didik.

Pembelajaran seni rupa dapat diajarkan dengan cara

bermain, menurut Patty Smith Hill 1932 dalam B.E.F. Montolalu, dkk

(2009) memperkenalkan sebuah masa “bekerja–bermain” dimana anak-

anak dengan bebasnya mengeksplorasi benda-benda serta alat-alat

bermain yang ada dilingkungannya, mengambil prakarsa serta

melaksanakan ide-ide mereka sendiri. Dengan bermain plastisin

ini, anak belajar meremas, menggilik, menipiskan dan

merampingkannya, ia membangun konsep tentang benda,

perubahannya dan sebab akibat yang ditimbulkannya. Ia

melibatkan indra tubuhnya dalam dunianya, mengembangkan

koordinasi tangan dan mata, mengenali kekekalan benda, dan

mengeksplorasi konsep ruang dan waktu.

b. Tujuan dan Manfaat Plastisin


Menurut Sumanto (2005) tujuan dimanfaatkannya lingkungan

alam dan budaya dalam pembelajaran seni rupa di TK adalah:

1) Agar pembelajaran bisa lebih efektif, dengan lingkungan yang

sudah dikenal anak maka anak dapat menerima dan menguasai

dengan baik

2) Agar pelajaran jadi relefan dengan kebutuhan siswa sesuai dengan

minat dan perkembangannya.

3) Agar lebih efisien murah dan terjangkau yakni dengan

menggunakan bahan alam, seperti tanah liat.

22
Karena pembelajaran yang disukai anak adalah melalui

bermain maka metode bermain plastisin sangat tepat untuk langkah

awal pembentukan kreativitas karena diawali dengan proses

melemaskan plastisin dengan meremas, merasakan, menggulung,

memipihkan, dll.

Menurut Piaget dalam E. Foreman 1193 dalam Yuliani

Nurani Sujono (2008) menyatakan bahwa pengetahuan bukan hanya

berupa peniruan dari lingkungan anak melainkan lebih kepada

mengonstuksi pemikiran.

c. Kelebihan dan Kelemahan Plastisin


Menurut Moedjiono 1992 dalam Dwijunianto (2012)

mengatakan bahwa media sederhana tiga dimensi memiliki kelebihan–

kelebihan: memberikan pengalaman secara langsung, dan konkrit,

tidak adanya verbalisme, obyek dapat ditunjukkan secara utuh baik

konstruksinya atau cara kerjanya dari segi struktur organisasi dan alur

proses secara jelas. Sedangkan kelemahannya tidak dapat membuat

obyek yang besar karena membutuhkan ruang besar dan

perawatannya rumit.

d. Langkah – langkah Pembelajaran


Sebagai permulaan guru menunjukkan benda konkrit untuk

diperlihatkan pada anak didik misalkan gelas dan piring, kemudian

guru membuat gelas dan piring dengan plastisin tanah liat sesuai

dengan contoh yang ada, kemudian anak diajarkan untuk membuat

yang sama dengan contoh atau membuat bentuk lain sesuka anak.

Guru membebaskan apapun yang dibuat anak, guru tidak boleh

23
membatasi atau menyalahkan apapun yang dibuat anak agar

kreatif mereka dapat berkembang.

Sebaiknya belajar lilin/plastisin dari tanah liat dilakukan di lantai

daripada di bangku/meja, sehingga anak dengan leluasa berpindah

tempat, dapat duduk dengan nyaman dan dapat menikmati bermain

plastisin tanah liat sesuai khayalan anak.

Untuk mengatasi kotornya tanah liat anak menggunakan

celemek plastik dan disediakan tempat cuci tangan beserta lap agar

sewaktu pembelajaran selesai anak dengan mudah dapat segera

membersihkan tangannya.

C. Tinjauan Tentang Kreativitas

1. Pengertian Kreativitas

Kreativitas berasal dari kata kreatif yang artinya memiliki daya cipta,

dan memiliki kemampuan untuk menciptakan, sedangkan kreativitas adalah

kemampuan untuk menciptakan sesuatu (Depdiknas, 2005). Lawrence

(dalam Suratno, 2005) menyatakan kreativitas merupakan ide atau pikiran

manusia yang bersifat inovatif, berdaya guna dan dapat dimengerti.

Berbeda dengan Lawrence, Chaplin (dalam Yeni Rachmawati dan

Euis Kurniati, 2010) mengutarakan bahwa kreativitas adalah kemampuan

menghasilkan bentuk baru dalam bidang seni atau dalam persenian, atau

dalam memecahkan masalah-masalah dengan metode-metode baru.

Suratno (2005) mengemukakan bahwa kreativitas adalah suatu ativitas

yang imajinatif yang memanifestasikan perwujudan) kecerdikan dari pikiran

yang berdaya guna menghasilkan suatu produk atau menyelesaikan suatu

persoalan dengan cara tersendiri.

24
Munandar (2009) menjelaskan bahwa biasanya orang yang

mengartikan kreativitas sebagai daya cipta sebagai kemampuan untuk

menciptakan hal-hal baru. Sesungguhnya hal-hal yang diciptakan itu tidak

perlu yang baru atau sama dengan aslinya, tetapi merupakan gabungan

(kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya atau sesuai dengan

pengalaman yang diperoleh seseorang selama hidupnya.

Dari pengertian kreativitas yang telah dikemukakan oleh beberapa

ahli diatas, dapat disimpulkan dalam penelitian ini bahwa kreativitas adalah

suatu aktivitas yang imajinatif yang bertujuan untuk menghasilkan sesuatu

produk yang berbeda dari yang lain yang berupa hasil karya dari anak.

2. Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas menurut Rogers

(dalam Munandar, 2009) adalah:

a. Faktor internal individu.

Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu yang dapat

mempengaruhi kreativitas, di antaranya:

1) Keterbukaan terhadap pengalaman dan rangsangan dari luar atau

dalam individu.

Keterbukaan terhadap pengalaman adalah kemampuan individu

menerima segala sumber informasi dari pengalaman hidupnya

sendiri dengan menerima apa adanya. Dengan demikian individu

kreatif adalah individu yang mampu menerima perbedaan.

2) Evaluasi internal, yaitu kemampuan individu dalam menilai produk

yang dihasilkan. Dan dapat menerima kritik dari orang lain.

25
3) Kemampuan untuk bermaian dan mengadakan eksplorasi terhadap

unsur-unsur, bentuk-bentuk, konsep atau membentuk kombinasi

baru dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

b. Faktor eksternal (Lingkungan)

Faktor eksternal (lingkungan) yang dapat mempengaruhi kreativitas

individu adalah lingkungan kebudayaan. Kebudayaan dapat

memberikan kreativitas pada sesorang jika memberikan kesempatan

pada seseorang untuk meengembangkannya.

Hurlock (1978) dalam Vebianti (2013) mengatakan kondisi yang

dapat meningkatkan kreativitas anak adalah :

a. Waktu

Anak kreatif membutuhkan waktu untuk menuangkan ide atau

gagasannya dari konsep-konsep dan mencobanya dalam bentuk baru

dan original.

b. Kesempatan menyendiri

Anak membutuhkan waktu dan kesempatan menyendiri untuk

mengembangkan imajinasinya.

c. Dorongan

Anak memerlukan dorongan atau motivasi untuk kreatif dan

bebas dari ejekan yang sering kali dilontarkan pada anak kreatif.

d. Sarana

Sarana bermain harus disediakan untuk merangsang dorongan

eksperimental dan eksplorasi yang merupakan untuk penting dalam

kreativitas.

26
3. Faktor Pendukung Pengembangan Kreativitas Anak

Menurut Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati (2005) kreativitas anak

dapat berkembang dengan baik bila didukung oleh beberapa faktor seperti

berikut :

a. Memberikan rangsangan mental yang baik

Rangsangan diberikan pada aspek kognitif maupun

kepribadiannya serta suasana psikologis anak.

b. Menciptakan lingkungan kondusif

Lingkungan kondusif perlu diciptakan agar memudahkan anak

untuk mengakses apapun yang dilihatnya, dipegang, didengar, dan

dimainkan untuk mengembangkan kreativitasnya.

c. Peran serta guru dalam mengembangkan kreativitas

Guru yang kreatif akan memberikan stimulasi yang tepat pada

anak agar anak didiknya menjadi kreatif.

d. Peran serta orangtua

Orangtua yang dimaksud disini adalah orangtua yang

memberikan kebebasan anak untuk melakukan aktivitas yang dapat

mengembangkan kreativitas.

Faktor pendukung pengembangan kreativitas dalam penelitian ini

adalah pemberian rangsangan, menciptakan lingkungan yang kondusif,

serta peran guru dalam mengembangkan kreativitas anak. Pemberian

rangsangan dan peran serta guru dalam mengembangankan kreativitas

dapat diwujudkan melalui reward yang diberikan guru sehingga membuat

anak-anak menjadi semangat. Sedangkan lingkungan yang kondusif dapat

27
wujudkan melalui keadaan lingkungan disekitar anak yang membuat anak

merasa nyaman.

4. Karakteristik Anak Kreatif

Torrance (dalam Suratno, 2005) menyebutkan karakteristik tindakan

kreatif anak pra sekolah adalah:

a. Anak yang kreatif belajar dengan cara-cara yang eksploratif

Dalam proses pembelajaran seharusnya memberikan kesempatan pada

anak untuk bereksperimen dan bereskplorasi sehingga anak

memperoleh pengalam yang berkesan dan menjadikan apa yang

dipelajari anak mudah diingat.

b. Anak kreatif memiliki rentang perhatian terhadap hal yang

membutuhkan usaha kreatif

Anak kreatif memiliki rentang perhatian 15 menit lebih lama bahkan

lebih dalam hal mengeksplorasi, bereksperimen, manipulasi dan

memainkan alat permainnya. Hal ini menunjukkan anak yang kreatif

tidak mudah bosan seperti anak yang tidak kreatif.

c. Anak kreatif memiliki kemampuan mengorganisasikan yang

menakjubkan

Anak kreatif adalah anak yang pemikirannya berdaya. Dengan demikian

anak yang kreatif memiliki pemikiran yang lebih daripada anak yang lain.

Bentuk kelebihan anak kreatif ditunjukkan dengan peran mereka dalam

kelompok bermain. Anak kreatif muncul sebagai pemimpin bagi

kelompoknya, karena itu anak kreatif mampu mengkoordinasikan

teman-temannya secara menakjubkan. Jika anak mampu

28
mengkoordinasikan teman-temannya maka anak akan memiliki

kepercayaan diri yang menakjubkan.

d. Anak kreatif dapat kembali pada sesuatu yang sudah dikenalnya dan

melihat dari cara yang berbeda

Anak kreatif merupakan anak yang suka belajar untuk memperoleh

pengalaman. Anak tidak lekas bosan untuk mendapatkan pengalaman

yang sama berkali-kali. Jika pengalaman pertama diperoleh mereka

akan mencoba dengan cara lain sehingga diperoleh pengalam baru.

Dengan demikian anak telah mampu menghasilkan sesuatu yang baru

dan orisinil sesuai kemampuannya.

e. Anak kreatif belajar banyak melalui fantasi dan memecahkan

permasalahan menggunakan pengalamannya.

Anak kreatif akan selalu haus dengan pengalama baru. Pengalaman

baru akan diperoleh secara berkesan melalui eksperimen yang

dilakukan. Anak harus diberikan banyak bekal pengalamannya melalui

eksperimennya sendiri kesenian, musik, drama kreatif atau cerita,

maupun menggunakan bahasa.

f. Anak kreatif menikmati permainan dengan kata-kata dan tempat

sebagai pencerita yang alamiah

Secara alamiah anak kreatif itu suka bercerita, bahkan kadang bercerita

tidak habis-habisnya sehingga sering dicap sebagai anak cerewet.

Padahal melalui aktivitasnya itu anak akan mengembangkan lebih lanjut

fantasi-fantasinya, khayalan-khayalan yang imajinatif sehingga

memperkuat kekreatifan anak.

29
Catron dan Allen (dalam Sujiono, Yuliani Nurani dan Bambang

Sujiono, 2010), menjelaskan ada 12 indikator kreatif anak usia dini, antara

lain:

a. Anak berkeinginan untuk mengambil risiko berperilaku berbeda dan

mencoba hal-hal yang baru dan sulit.

b. Anak memiliki selera humor yang luar biasa dalam situasi keseharian

c. Anak berpendirian tegas/tetap, terang-terangan, dan berkeinginan untuk

berbicara secara terbuka dan bebas.

d. Anak adalah non konformis, yaitu melakukan hal-hal dengan caranya

sendiri

e. Anak mengekspresikan imajinasinya secara verbal, misalnya membuat

kata-kata lucu atau cerita fantastis.

f. Anak tertarik pada berbagai hal, memiliki rasa ingin tahu dan senang

bertanya

g. Anak menjadi terarah sendiri dan termotivasi sendiri; anak memiliki

imajinasi dan menyukai fantasi.

h. Anak terlibat dalam eksplorasi sistematis dan yang disengaja dalam

membuat rencana dari suatu kegiatan.

i. Anak menyukai untuk menggunakan imajinasinya dan bermain terutama

dalam bermain pura-pura.

j. Anak menjadi inovatif, penemu, dan memiliki banyak sumber daya.

k. Anak bereksplorasi dan bereksperimen dengan obyek, contoh,

memasukkan atau menjadikan sesuatu bagaian dari tujuan.

l. Anak bersifat fleksibel dan anak berbakat dalam mendesain sesuatu.

30
Karakteristik dalam penelitian ini adalah anak dapat belajar dengan

cara yang eksploratif, anak memiliki rentang perhatian yang lama, anak

memiliki kemampuan mengorganisasikan, anak melihat dari sudut pandang

yang berbeda, anak dapat belajar menggunakan pengalamannya, dan anak

dapat menikmati permainan dengan kata-kata.

5. Pengukuran Kreatifitas

Tes yang mengukur kreativitas secara langsung, sejumlah tes

kreativitas telah disusun, diantaranya tes dari Torrance untuk mengukur

pemikiran kreatif (Torrance Test of Creative Thinking (TTCT)) yang

mempunyai bentuk verbal dan bentuk figural.

Tes terbaru yang sudah diadaptasi untuk Indonesia, yaitu tes

lingkaran (circles test) dari Torrance. Tes ini pertama kali digunakan di

Indonesia oleh Utami Munandar (1977) dalam penelitian untuk disertasinya

Creativity and Education, guna membandingkan ukuran kreativitas verbal

dengan ukuran kreativitas figural. Kemudian tahun 1988 Jurusan Psikologi

Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia melakukan penelitian

standarisasi tes lingkaran dan tes ini kemudian disebut tes kreativitas

figural. Tahun 1977 diperkenalkan tes kreativitas pertama yang khusus

dikonstruksikan untuk Indonesia, yaitu Tes Kreativitas Verbal oleh Utami

Munandar, berdasarkan konstruk Model Struktur Intelek dari Guilford

(Suratno, 2005).

Tes yang mengukur unsur-unsur kreativitas, Kreativitas merupakan

suatu konstruk yang multi-dimensional, terdiri dari berbagai dimensi, yaitu

dimensi kognitif (berfikir kreatif), dimensi afektif (sikap dan kepribadian),

dan dimensi psikomotor (keterampilan kreatif). Masing-masing dimensi

31
meliputi berbagai kategori, seperti misalnya dimensi kognitif dari kreativitas-

berfikir divergen-mencakup antara lain, kelancaran, kelenturan dan

orisinilitas dalam berfikir, kemampuan untuk merinci (elaborasi) dan lain-

lain.

Pengukuran kreativitas dilakukan dengan meminta peserta tes

membuat jawaban sebanyak mungkin atas butir-butir tugas dalam waktu

yang ditentukan. Untuk dapat diubah menjadi skor, jawaban

diinterpretasikan dalam kelancaran, keluwesan dan keaslian. Menurut Ellis

dan Hunt (1993), Woolfolk dan Nicolich (1984), Good dan Brophy (1990),

Winkel (1996) dan Rakhmat (1999), respons peserta tes akan

diinterpretasikan berdasarkan tingkat kelancaran (fluency), keluwesan

(flexibility) dan keaslian (originality) proses berpikir. Skor kreativitas berpikir

adalah skor gabungan dari ketiga unsur (Yeni Rachmawati dan Euis

Kurniati, 2010).

Kelancaran (fluency) menjawab berhubungan dengan kemampuan

menghasilkan banyak gagasan alternatif pemecahan masalah dalam waktu

yang singkat. Unsur ini mengukur kemampuan menguraikan banyak

alternatif pemecahan masalah. Oleh karenanya kemampuan ini

berhubungan dengan arus ide. Menurut Good dan Brophy (1999),

kelancaran adalah kemampuan menghasilkan banyak gagasan pemecahan

masalah dalam waktu singkat. Hal yang sama dinyatakan oleh Rakhmat

(1999), kelancaran adalah kemampuan menyebutkan sebanyak mungkin.

Kelancaran tidak hanya berhubungan dengan jumlah jawaban, tapi juga

kesesuaian jawaban dengan masalahnya. Tes kreativitas berpikir

mendorong peserta tes menyebutkan sebanyak mungkin jawaban dalam

32
waktu tertentu dan skor diberikan dengan menghitung jumlah semua

respons yang sesuai dengan masalahnya. Menurut Ellis dan Hunt (1993),

kelancaran adalah kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan

masalah sesuai dengan perangkat yang dipersyaratkan. Sedang menurut

Munandar (1992), kelancaran adalah kemampuan memberikan banyak

jawaban. Jawaban yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan

masalahnya. Bukan hanya kuantitatas yang diperhatikan, tapi juga

kualitasnya.

Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan yang berhubungan

dengan kesiapan mengubah arah atau memodifikasi informasi. Keluwesan

berhubungan dengan kemampuan mengubah dengan mudah pendekatan

pemecahan masalah yang digunakan jika masalah atau kondisi baru

membutuhkan pendekatan baru. Menurut Good dan Brophy (1990),

keluwesan dapat mengubah dengan mudah pendekatan pemecahan

masalah yang digunakan, jika masalah atau kondisi baru membutuhkan

pendekatan atau perspektif baru. Pendapat sama dikemukakan oleh Ellis

dan Hunt (1993) yang menyatakan bahwa keluwesan adalah kemampuan

mengubah pendekatan dalam pemecahan masalah. Di samping itu,

keluwesan memungkinkan seseorang melihat suatu masalah dari berbagai

sudut tinjauan. Menurut Munandar (1992), keluwesan adalah kemampuan

melihat masalah dari berbagai sudut tinjauan. Dalam tes kreativitas berpikir,

keluwesan ditandai oleh jumlah golongan jawaban yang berbeda. Kadar

keluwesan diukur dengan menghitung jumlah kategori respons yang

berbeda. Peserta tes diminta memberikan respons sebanyak mungkin, lalu

skor keluwesan diberikan pada jumlah kategori atau golongan respons.

33
Skor diberikan atas jawaban yang menunjukkan keragaman atau variasi.

Menurut Woolfolk dan Nicolich (1984), keluwesan diukur dengan

menghitung jumlah kategori respons yang berbeda.

Keaslian (originality) membuat seseorang mampu mengajukan

usulan yang tidak biasa atau unik dan mampu melakukan pemecahan

masalah yang baru atau khusus. Dengan kata lain, keaslian adalah

kemampuan untuk menghasilkan jawaban yang jarang diberikan oleh

peserta tes. Jawaban original adalah jawaban yang jarang diberikan oleh

anak-anak lain. Keaslian mengukur kemampuan peserta tes dalam

membuat usulan yang tidak biasa atau unik. Menurut Winkel (1996),

jawaban mempunyai orisinalitas apabila sangat sedikit orang yang

menghasilkan pikiran seperti itu. Woolfolk dan Nicolich (1984) memberikan

kriteria mengenai keaslian. Respons yang orisinal menurutnya diberikan

oleh lebih sedikit dari 5 atau 10 dari 100 peserta pengambil tes. Ada

pendapat yang memberikan kriteria lebih spesifik. Menurutnya, respons

yang diberikan oleh 5 % dari kelompok bersifat tidak biasa, dan respons

yang hanya diberikan oleh 1 % dari kelompok bersifat unik

Pengukuran Kreativitas Untuk Anak Prasekolah

Menurut Prof. Dr. Sukarni Catur Utami Munandar, Dipl. Psych., untuk

menjadi individu kreatif, dibutuhkan kemampuan berpikir yang mengalir

lancar, bebas, dan ide yang orisinal yang didapat dari alam pikirannya

sendiri. Berpikir kreatif juga menuntut yang bersangkutan memiliki banyak

gagasan. Agar anak bisa berpikir kreatif, ia haruslah bisa bersikap terbuka

dan fleksibel dalam mengemukakan gagasan. Makin banyak ide yang

dicetuskannya menandakan makin kreatif si anak. Untuk mengetahui

34
sejauh mana tingkat kreativitas seorang anak, pakar pendidikan ini

berupaya mengembangkan Tes Kreativitas Verbal dan Figural. Tes

kreativitas verbal dilakukan pada anak berusia minimal 10 tahun karena

dianggap sudah lancar menulis dan kemampuan berbahasanya pun sudah

berkembang. Sedangkan tes kreativitas figural dilakukan terhadap anak

mulai usia 5 tahun (Munandar, 2009)

Adapun unsur penilaian berfikir kreatif adalah sebagai berikut :

a. Fleksibel : Anak mampu memberikan jawaban yang berbeda-beda.

Untuk gambar lingkaran, contohnya, anak mengasosiasikannya sebagai

piring, bulan, bola, telur dadar dan sebagainya. Anak juga diminta untuk

membuat sebanyak mungkin objek mati maupun hidup pada gambar

lingkaran tadi. Namun, tes kreativitas ini bukan dimaksudkan sebagai

tes menggambar, melainkan sebagai tes gagasan, sehingga unsur

"keindahan" tidak diprioritaskan.

b. Orisinalitas : Anak mampu memberikan jawaban yang jarang/langka dan

berbeda dengan jawaban anak lain pada umumnya. Dari bentuk

lingkaran yang sama, contohnya, anak mahir menggambarkannya

sebagai wajah orang.

c. Elaborasi : Anak mampu memberikan jawaban secara rinci sekaligus

mampu memperkaya dan mengembangkan jawaban tersebut. Dia bisa

melengkapi gambar wajah tersebut dengan mata, hidung, bibir, telinga,

leher, rambut sampai aksesoris semisal kalung dan jepit rambut. Makin

detail ornamen atau organ-organ yang digambarkannya, berarti

mencirikan ia anak yang kreatif. "Jadi, anak yang kreatif tak sekadar

35
mengemukakan ide, tapi juga dapat mengembangkan gagasan yang

dilontarkannya," tandas Utami.

Untuk tes kreativitas figural, ada enam topik pertanyaan yang

diajukan, yaitu :

a. Tes Permulaan Kata

Misalnya kepada anak diberikan huruf "k" dan "a". Kemudian ia

diminta untuk membentuk sebanyak mungkin kata yang bisa dibentuk

dari kedua huruf tadi. Umpamanya anak menjawab "kami", "kapal",

"karung" dan sebagainya.

b. Tes Membentuk Kata

Kepada anak diberikan kata tertentu, semisal "proklamasi". Nah,

berdasarkan kata tersebut anak diminta membentuk kata-kata lain

sebanyak mungkin. Umpamanya anak akan menjawab "kolam", "lama",

"silam" dan lain-lain.

c. Tes Kalimat 3 Kata

Misalnya kepada anak diberi tiga huruf, yakni "a", "m", dan "p".

Lalu mintalah ia menyusun sebanyak mungkin kalimat-kalimat yang

diawali dari huruf-huruf yang diberikan tadi, dengan urutan yang boleh

diubah-ubah. Umpamanya, jawabanya adalah "Ani makan pisang" atau

"Mana payung Anton".

d. Tes Kesamaan Sifat

Misalnya anak mendapat soal mengenai sifat bulat dan keras.

Anak dimita untuk memikirkan dan menyebutkan sebanyak mungkin

benda-benda yang memiliki sifat/ciri-ciri tersebut. Jawabannya mungkin

adalah bola tenis, kelereng, roda kursi, dan sebagainya.

36
e. Tes Penggunaan Tak Lazim

Contohnya, anak akan diberi benda yang ditemuinya sehari-hari.

Akan tetapi, ia justru diminta untuk membuat sesuatu yang tak biasa

dengan benda tersebut. Umpamanya, ketika anak diberi surat kabar, ia

menggunakannya untuk membuat kapal-kapalan, topi, bola, dan

sebagainya, bukan sebagai bahan bacaan.

f. Tes Sebab-Akibat

Anak mendapat pertanyaan mengenai situasi tertentu yang

dalam keadaan nyata tak pernah terjadi. Nah, mintalah anak untuk

menjawab apa kira-kira akibatnya bila situasi tersebut betul-betul terjadi.

Dalam hal ini, anak dituntut untuk bebas berimajinasi. Contohnya adalah

pertanyaan, "Apa jadinya bila semua orang di dunia ini pandai?" atau,

"Apa akibatnya jika setiap orang bisa mengetahui pikiranmu?"

Menurut Utami, setiap tes tersebut terdiri dari 4 soal. Untuk tes

pertama dan kedua, setiap soal harus dijawab dalam waktu 2 menit.

Sedangkan untuk tes ketiga, diberikan waktu 3 menit untuk setiap soal,

sementara untuk tes berikutnya per soal diberi durasi 4 menit.

Hasil akhir tes kreativitas ini sama halnya dengan tes IQ, yakni

berupa skor. Anak yang mencapai skor 90-110 berarti tingkat kreativitasnya

rata-rata, skor dibawah 80 dikategorikan sangat lamban, sedangkan yang

mampu mencapai skor 130 ke atas tergolong sangat unggul. Namun dari

pengalaman Utami selama ini, hanya sedikit anak yang bisa mencapai skor

kreativitas yang tinggi. Kebanyakan berada pada kisaran skor 90-100.

Sebaliknya, banyak sekali anak yang bisa mencapai skor tinggi untuk tes

IQ. Menurutnya, "Hal ini disebabkan berpikir kreatif kurang dirangsang,

37
sehingga anak tak terbiasa berpikir bermacam-macam arah." Selain

pengukuran kreativitas yang sudah disebutkan, ada juga pengukuran skala

sikap kreatif yang lebih menyangkut pada segi afektif. Menurut Utami, dari

berbagai penelitian ternyata kemampuan berpikir kreatif belumlah cukup

jika tanpa disertai sikap kreatif. Tanpa sikap kreatif ini katanya produk

kreatif pun takkan terwujud.

D. Pengaruh Bermain Konstruktif (Mainan Plastisin) Terhadap Kemampuan


Kreativitas Anak Prasekolah

Kreativitas adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan

jawaban terhadap suatu masalah. Kreativitas dapat dilihat dari segi kognitif

(berpikir kreatif), afektif (sikap kreatif), dan psikomotor (ketrampilan, misalnya

mampu menggunakan kuas atau membentuk dan lainnya), kreativitas juga

menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru dengan kegiatan kreatif.

Bermain merupakan pengalaman belajar yang berharga bagi anak-

anak. Sepanjang masa kanak-kanak, bermain sangat mempengaruhi

penyesuaian pribadi dan sosial anak. Pengaruh ini mungkin sedikit berbeda

dari satu tingkat perkembangan ke tingkat perkembangan lainnya. Melalui

bermain seorang anak dapat mem peroleh kesempatan belajar diantaranya

pemecahan masalah dan kreativitas. Melalui eksperimentasi dalam bermain,

anak-anak menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru dan berbeda

dapat menimbulkan kepuasan dan mereka dapat mengalihkan minat kreatifnya

ke situasi di luar dunia bermain.

Anak yang sedang tumbuh memerlukan sarana dan fasilitas yang cukup

untuk bisa mengembangkan imajinasi dan kreativitasnya. Bentuk-bentuk

permainan yang memberi banyak peluang kepada pemainnya untuk

38
menjelmakan berbagai karya dari tingkat yang paling sederhana sampai paling

lengkap merupakan stimulan yang sangat berharga dalam upaya

menumbuhkan kreativitas anak.

Anak harus merasa aman dan bebas secara psikologis, diterima apa

adanya, diterima keunikannya dan tidak terlalu di evaluasi. Kondisi inilah yang

penting bagi tumbuhnya kreativitas. Dalam hal ini permainan plastisin turut

menyumbang bagi swadaya dan sosialisasi. Karena anak memperoleh

kegembiraan dari membuat sesuatu pada saat sendirian, mereka belajar

menghibur diri apabila tidak ada teman bermainnya dengan bekerja sama dan

menghargai prestasinya. Permainan plastisin juga merangsang kreativitas.

Melalui kegiatan permainan plastisin, anak menggunakan berbagai benda

yang ada untuk menciptakan suatu hasil karya tertentu. Anak-anak membuat

balok-balok, bintang, bulan, matahari, manik-manik, dan sebagainya sesuai

dengan imajinasinya. Sebagian konstruksi yang dibuat merupakan tiruan dari

apa yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari atau dari layar bioskop atau

televisi. Menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak, anak-anak sering

menambahkan kreativitasnya ke dalam konstruksi-konstruksi yang dibuat

berdasarkan pengamatannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan membuat beraneka macam bentuk dan hasil karya tertentu,

anak tidak hanya dapat mengekspresikan perasaannya saja, namun juga

membebaskan dirinya dari berbagai tekanan yang mengganggunya serta

dapat mengekspresikan secara nyata apa yang telah dipahaminya.

Berbagai manfaat dapat diperoleh dari kegiatan permainan plastisin,

antara lain: mengembangkan kemampuan anak untuk berdaya cipta (kreatif),

melatih keterampilan motorik halus, melatih konsentrasi, ketekunan, dan daya

39
tahan. Apabila anak dapat melakukan permainan tersebut dengan baik, maka

dapat menimbulkan rasa puas, penghargaan sosial (pujian dari orang lain)

yang akan meningkatkan keinginan anak untuk bekerja lebih baik lagi.

Semua anak mempunyai potensi untuk kreatif, walaupun tingkat

kreativitasnya berbeda-beda. Anak yang kreatif menghabiskan sebagian besar

waktu bermain untuk menciptakan sesuatu yang orisinal dari mainan-mainan

Semua ini merupakan awal dari tumbuhnya kreativitas

E. Penelitian yang Relevan dengan Penelitian Ini

1. Inovia Nurul Vebianti (2013) dengan judul penelitian “Meningkatkan

Kreativitas Anak Melalui Permainan Konstruktif Pada Siswa Kelompok B2

Di Ra Sunan Pandanaran Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini dilakukan

dalam dua siklus. Siklus I menggunakan media plastisin dilakukan dalam 3

kali pertemuan dimana pertemuan pertama dilakukan tanggal 29 April 2013

dengan subtema pembelajaran adalah gejala alam sekaligus dilakukan

pretest, pertemuan kedua dilakukan pada 1 Mei 2013 dengan subtema

pembelajaran adalah bencana alam dan pertemuan ketiga pada 3 Mei 2013

dengan subtema pembelajaran adalah manfaat bumi. Siklus II dilaksanakan

dengan menggunakan Lego dimana pertemuan pertama tanggal 6 Mei

2013, pertemuan kedua 8 Mei 2013 dan pertemuan ketiga tanggal 13 Mei

2013 sekaligus dilakukan post test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kreativitas anak meningkat melalui permainan konstruktif, yaitu kreativitas

anak sebelum diadakan tindakan terdapat 7 anak (25%) dengan kriteria

bintang 4. Pada Siklus I peneliti memperkenalkan permainan konstruktif

menggunakan plastisin pada anak, kemudian memberikan contoh

permainan konstruktif pada anak, sehingga anak dapat memahami kegiatan

40
pembalajaran dengan menggunakan permainan konstruktif. Pada Siklus II

anak-anak dibebaskan melakukan permainan konstruktif menggunakan

lego. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan kreativitas yang didapat

pada Siklus I yaitu 11 anak (39%) dan pada Siklus II peningkatan kreativitas

menjadi 23 anak (82%).

2. Ferlin Merdiana (2014) dengan judul penelitian “Implementasi Bermain

Konstruktif Dalam Meningkatkan Kecerdasan Visual Spasial Pada Anak

Usia Dini Di Kelompok B2 Taman Kanak-Kanak Shandy Putra Telkom Kota

Bengkulu”. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan

dilaksanakan selama 2 siklus dengan tiap siklus empat kali pertemuan.

Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B2 yang berjumlah 15 orang

anak, 7 orang anak laki-laki dan 8 orang anak perempuan. Instrumen yang

digunakan adalah lembar observasi. Teknik pengumpulan data

dikumpulkan dengan observasi dan dokumentasi. Selanjutnya hasil yang

diperoleh dianalisis dengan persentase. Hasil analisis data menunjukkan

bahwa melalui kegiatan bermain konstruktif dapat meningkatkan

kecerdasan visual-spasial anak pada aspek menuangkan ide, memadukan

warna, menunjukkan bagian-bagian berdasarkan warna dan bentuk, dan

menunjukkan kreasi menjadi sebuah bangunan di TK Shandy Putra Telkom

Kota Bengkulu.

41
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pikir Penelitian

Bermain konstruktif adalah suatu bentuk permainan untuk membangun

dan menciptakan suatu karya nyata yang ada dalam pikiran anak dengan

menggunakan bahan misalnya, lego, puzzle, geometri dan sebagainya

tanpa memikirkan manfaat melainkan mendapatkan kesenangan yang

diperoleh dari membuatnya. Kreativitas adalah suatu aktifitas yang imajinatif

yang bertujuan untuk menghasilkan sesuatu produk yang berbeda dari yang

lain yang berupa hasil karya dari anak.

Plastisin merupakan media permainan konstruktif yang terbuat dari lilin

yang sangat mudah dibentuk menjadi sebuah benda tertentu. Sehingga

permainan ini sangat merangsang kreativitas anak. Karena anak dapat

membuat benda tertentu sesuai dengan imajinasinya. Dalam penelitian ini

bermain plastisin diarahkan oleh gurunya namun dilihat dalam proses

pembelajaran berlangsng sejauhmana kreativitas anak yang muncul.

Anak memiliki imajinasi untuk membentuk suatu benda dengan

permainan konstruktif tersebut. Terlebih lagi masa usia prasekolah merupakan

usia Golden Age dimana perkembangan otak sangat pesat pada masa

pertumbuhan dan perkembangan manusia. Dalam penelitian ini peneliti

mengambil bermain konstruktif sebagai variabel yang kemudian dilihat

keefektifannya terhadap perkembangan kreatifitas anak usia prasekolah.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang nantinya akan

dieksperimenkan kepada subyek penelitian.

42
B. Bagan Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Kemampuan
Bermain Konstruktif
Kreativitas Anak
(Mainan Plastisin)
Prasekolah

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

: Variabel independen yang diteliti

: Variabel dependen yang diteliti

: Garis variable yang diteliti

C. Variabel Penelitian

1. Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah kemampuan

kreativitas anak usia prasekolah.

2. Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah bermain

konstruktif (Mainan plastisin).

D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Bermain Konstruktif (Mainan Plastisin)

Bermain konstruktif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

melakukan permainan dengan menggunakan alat permainan Plastisin

dimana Plastisin merupakan jenis permainan yang terbuat dari lilin

berbagai warna yang digunakan untuk membentuk suatu benda tertentu

sesuai dengan imajinasi yang dilaksanakan selama 1 minggu dimana

penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan (Vebianti, 2013).

43
2. Kemampuan Kreativitas

Kemampuan kreativitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kemampuan imajinatif anak usia prasekolah yang bertujuan untuk

menghasilkan suatu benda yang merupakan buah karya dari anak usia

prasekolah tersebut setelah diberikan permaianan plastisin selama 3 kali

pertemuan. Waktu penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilaksanakan oleh Vebianti (2013).

Kriteria penilaian menggunakan skala Gutman yaitu setiap

pertanyaan diberikan nilai 0 (nol) jika menjawab salah dan nilai 1 (satu)

jika menjawab benar (Sugiyono, 2006).

Menurut Munandar (2009) dari tes kreativitas yang diberikan, anak

yang mencapai skor 90-110 berarti tingkat kreativitasnya rata-rata, skor

dibawah 80 dikategorikan sangat lamban, sedangkan yang mampu

mencapai skor 130 ke atas tergolong sangat unggul. Berdasarkan hal

tersebut peneliti mengklasifikasikan menjadi 2 pada kriteria objektif berikut

ini :

Baik : Bila responden memperoleh skor > 80% pada tes

kreativitas yang diberikan

Kurang : Bila responden memperoleh skor < 80% pada tes

kreativitas yang diberikan

E. Hipotesis Penelitian

H0 : Bermain konstruktif (Mainan Plastisin) tidak berpengaruh terhadap

kemampuan kreativitas pada anak usia prasekolah (5 Tahun) di Taman

Kanak-Kanak Akrab Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun

2016

44
Ha : Bermain konstruktif (Mainan Plastisin) berpengaruh terhadap kemampuan

kreativitas pada anak usia prasekolah (5 Tahun) di Taman Kanak-Kanak

Akrab Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016

45
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian Quasy Experimental

dengan pendekatan Pretest-Posttest Control Group Design. Dalam desain ini

terdapat dua kelompok yang dipilih secara menyeluruh, kemudian diberi

pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok

eksperimen dan kelompok control. Hasil pretest yang baik bila nilai kelompok

eksperimen tidak berbeda secara signifikan (Nursalam, 2008). Peneliti

melakukan penelitian untuk melihat pengaruh bermain konstruktif (mainan

plastisin) terhadap kemampuan kreativitas anak usia prasekolah di Taman

Kanak-Kanak Akrab Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun

2016.

Adapun desainnya adalah sebagai berikut

R1 O1 X O3

R2 O2 - O4

Keterangan :

R1; R2 : Responden kelompok intervensi

R2 : Responden kelompok kontrol

X : Perlakuan dengan permainan konstruktif

O1; O2 : Responden dilakukan pretest

O3; O4 : Responden dilakukan posttest

Gambar 2. Desain Pretest-Posttest Control Group Design

46
B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Juli sampai 23 Juli 2016.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab

Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini yaitu jumlah anak yang

berusia 5 tahun yang terdaftar dan aktif mengikuti proses pembelajaran di

Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab hingga Maret 2016 sebanyak 20 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih dengan cara

tertentu hingga dianggap mewakili populasinya (Notoatmodjo, 2010).

a. Jumlah Sampel

Apabila subjek lebih dari 100 maka menggunakan 10-20 % tetapi

bila subjek kurang dari 100 maka menggunakan total sampling

(Arikunto, 2006). Dengan demikian sampel yang diambil adalah

sebanyak 20 orang. Kemudian jumlah sampel tersebut dibagi menjadi

dua kelompok yakni sebagai berikut :

1) Kelompok eksperimen sebanyak 10 orang yang nantinya setelah

diberikan pretest akan diberikan permainan konstruktif (intervensi)

dalam penelitian ini adalah mainan plastisin selama 3 kali pertemuan

kemudian dilakukan post test

47
2) Kelompok control sebanyak 10 orang yang nantinya diberikan

pretest namun tidak diberikan permainan konstruktif selama satu

minggu dan kemudian dilakukan post test. Jadi kelompok ini bisa

melakukan permain edukatif lain selain permainan konstruktif.

b. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada perawat dalam penelitian ini

menggunakan teknik Total Sampling yaitu jumlah sampel yang diambil

secara acak dan sederhana (Notoatmodjo S, 2007).

c. Kriteria Sampel

1) Kriteria Inklusi

a) Responden merupakan anak yang terdaftar sebagai siswa di TK

Akrab

b) Siswa yang berusia 5 tahun

c) Orang tua anak bersedia anaknya menjadi responden

2) Kriteria Eksklusi

a) Responden merupakan anak yang terdaftar sebagai siswa di TK

Akrab dan tidak pernah hadir ke TK

b) Responden yang sedang sakit

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan observasi

langsung kepada responden yaitu siswa di Taman Kanak-Kanak

(TK) Akrab dengan menggunakan lembar observasi. Adapun lembar

observasi penilaian kreatifitas yang digunakan berisi poin-poin dari

48
Torrance Test of Creative Thinking (TTCT) yang kemudian

dikembangkan oleh Prof. Dr. Sukarni Catur Utami Munandar, Dipl.

Psych untuk digunakan di Indonesia.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari bagian-bagian yang

berhubungan dengan obyek penelitian di TK Akrab Kabupaten

Kolaka Timur seperti bagian pencatatan (status pasien, buku

pelaporan dan Profil TK serta hal yang terkait yang berhubungan

dengan data yang di perlukan).

2. Cara Pengumpulan Data

a. Izin Penelitian

Penelitian dimulai setelah mendapat izin dari institusi tempat

penelitian.

b. Pelaksanan Penelitian

Pelaksana penelitian dilakukan oleh peneliti sendiri.

c. Informed Concent

Setiap responden diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan

dari penelitian, dan diberikan kesempatan bertanya tentang

penelitian ini. Responden yang setuju diminta untuk menandatangani

surat bersedia menjadi reponden.

d. Prosedur Pelaksanaan

Setelah responden ditetapkan sesuai dengan kriteria sampel, peneliti

melakukan pengumpulan data melalui penelitian. Adapun deskripsi

tahap pelaksanaan penelitian yakni sebagai berikut.

49
1) Tahap Persiapan :

a) Peneliti berdiskusi dengan guru kelas mengidentifikasi

masalah kreativitas anak kemudian membuat kesepakatan

untuk bekerja sama sehingga dapat membantu peneliti

melakukan penelitian.

b) Berdiskusi dengan guru kelas mengenai cara melakukan

tindakan.

c) Melakukan pre-test kreativitas dengan format penilaian

ktreativitas yang telah disiapkan oleh peneliti.

2) Tahap pelaksanaan

Dalam tahap pelaksanaan hal -hal yang dilakukan diantaranya,

a) Guru bersama peneliti mengucapkan salam pembuka sebagai

awal proses kegiatan bermain plastisin berlangsung

b) Guru mengajak seluruh anak TK untuk berdoa

c) Menjelaskan pelaksanaan permainan plastisin serta

diharapkan anak yang mengikuti bermain plastisin dapat

berperan aktif

d) Menjelaskan peranan pemimpin dan peranan anggota

kelompok, sehingga pelaksanaan bermain plastisin dapat

berjalan sesuai dengan harapan

e) Menanyakan kesiapan anak, karena tanpa kesiapan yang

baik misalnya fikiran belum fokus, hasil yang diharapkan tidak

optimal

f) Masing -masing anak bertanya tentang masalah yang sedang

dibahas, yaitu tentang permainan plastisin

50
g) Peneliti merangkum celotehan dari anak- anak

h) Anak yang ikut dalam bermain plastisin diminta untuk bisa

menghasilkan kreasi baru dari permainan plastisin.

3) Tahap akhir

Dalam tahap pelaksanaan hal -hal yang dilakukan diantaranya :

a) Peneliti menyampaikan bahwa kegiatan akan segera selesai

b) Anak yang mengikuti bermain plastisin diminta untuk

menyampaikan tentang perasaannya selama mengikuti

proses bermain plastisin

c) Peneliti merangkum hasil yang diperoleh selama proses

permainan plastisin sebagai data pendukung atau

memberikan solusi untuk dihadapi siswa

d) Do’a mengakhiri kegiatan.

E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data primer yang di kumpulkan dalam penelitian diolah adalah

sebagai berikut :

a. Coding

Memberikan kode jawaban dengan angka atau simbol tertentu untuk

memudahkan perhitungan dan menganalisanya.

b. Editing

Editing dilakukan untuk meneliti kembali setiap daftar pertanyaan

yang sudah diisi. Editing meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan

pengisian dan konsistensi dari setiap jawaban.

51
c. Cleaning

Cleaning yakni data yang diperoleh dikumpulkan untuk dilakukan

pembersihan data yaitu mengecek data yang benar saja yang

diambil sehingga tidak terdapat data yang meragukan atau salah.

d. Entry

Proses memasukkan data kedalam computer dan kemudian

dilakukan pengolahan secara deskriptif maupun analitik

e. Tabulating

Tabulasi data merupakan kelanjutan dari pengkodean pada proses

pengolahan dalam hal ini setelah data tersebut di coding kemudian

ditabulasi agar lebih mempermudah penyajian data dalam bentuk

distribusi frekuensi. Pengolahan data dilakukan secara elektronik

dengan menggunakan komputer program SPSS versi 22.0 for

Windows.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Dalam penelitian ini di gunakan untuk mengetahui frekuensi,

distribusi dan proporsi variabel bebas dan variabel terikat dengan

menggunakan nilai mean dan presentase.

𝐹
X= 𝑥𝑘
𝑛

Keterangan :

X = presentase variabel teliti

F =jumlah sampel berdasarkan kriteria penelitian

n = jumlah sampel

52
k = konstanta (100%) (Chandra, 2009)

b. Analisis Bivariat

Analisis data dengan uji statistik parametric t-test dengan

menggunakan program SPSS versi 22.0. Analisis t-test digunakan

untuk mengidentifikasi perkembangan kreatifitas setelah diberikan

intervensi selama 1 minggu dan untuk mengetahui ada atau tidaknya

pengaruh bermain konstruktif terhadap perkembangan reatifitas anak

usia prasekolah.

Sebelum dilakukan uji statistik, terlebih dahulu akan dilakukan

uji normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro Wilk dengan

menggunakan program SPSS versi 22.0 untuk melihat apakah

distribusi data yang dianalisis dalam sebaran normal atau tidak.

Kemudian setelah itu dilakukan uji t, dengan rumus uji t

adalah :

d
T
SD  d n

Keterangan :

d : Rata-rata deviasi/selisih sampel intervensi dengan sampel

kontrol

d : Selisih antara nilai sebelum dan sesudah

SD-d : Standar deviasi dari deviasi/selisih sampel intervensi dengan

sampel

n : Subjek pada sampel

Hasil uji statistik kemudian didasarkan pada :

53
1) Jika hasil t-hitung hasil perhitungan lebih besar dari t-hitung tabel

(thit > ttab dan p < α 0.05 atau p < 0.05) maka hipotesa nihil (Ho)

ditolak dan Ha diterima yang berarti bermain konstruktif

(permainan plastisin) memiliki pengaruh terhadap kemampuan

kreativitas anak usia prasekolah.

2) Jika hasil t-hitung hasil perhitungan lebih kecil dari t-hitung tabel

(thit < ttab dan p > α 0.05 atau p > 0.05) maka hipotesa nihil (Ho)

diterima dan Ha ditolak yang berarti bermain konstruktif

(permainan plastisin) memiliki tidak berpengaruh terhadap

kemampuan kreativitas anak usia prasekolah.

Jika kesimpulan dari uji statistika sudah dapat dirumuskan

maka dapat dirumuskan kesimpulan penelitian yang mengacu pada

kesimpulan dari uji statistika.

F. Penyajian Data

Penyajian data di lakukan, setelah data di olah dan di sajikan dalam

bentuk tabel distribusi serta tabel analisis pengaruh antara variabel, yang di

sertai dengan narasi.

G. Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan

izin kepada Kepala Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab dengan

memperhatikan masalah etika sebagai berikut :

1. Lembar Persetujuan menjadi responden (Informed consent)

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan

diteliti, agar responden memahami maksud dan tujuan penelitian.

54
Apabila responden penelitian setuju maka harus menandatangani

lembar persetujuan sebagai responden penelitian.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, maka peneliti

tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data (kuesioner)

yang diisi oleh responden tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.

3. Kerahasiaan (Confidientialy)

Kerahasiaan informasi yang diberikan, dijamin oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan

sebagai hasil riset.

55
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Letak Geografis

Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab merupakan salah satu Taman

Kanak-Kanak (TK) yang terletak di Kecamatan Ladongi Kabupaten

Kolaka Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kantor Camat Ladongi

Sebelah Timur berbatasan dengan Perumahan Warga

Sebelah Selatan berbatasan dengan Perumahan Warga

Sebelah Barat berbatasan dengan SD Negeri 1 Atula

b. Jumlah Siswa

Jumlah seluruh siswa Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab pada

tahun ajaran 2015/2016 adalah 37 orang.

c. Keterangan

Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab berstatus negeri dan

merupakan TK Pembina yang dijadikan contoh bagi TK yang lain. TK

Akrab dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah dengan jumlah tenaga

pengajar 5 orang.

d. Sarana Dan Prasarana

Demi menunjang proses belajar mengajar maka TK Akrab

mempunyai sarana dan prasarana hal tersebut dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

56
Tabel 1

Distribusi Jenis Sarana Dan Prasarana di Taman Kanak-Kanak


(TK) Akrab Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur
Tahun 2016

No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah


1 Ruang Kepala Sekolah 1
2 Ruang Kelas 3
3 Lapangan Bermain 1
4 Permainan di dalam ruangan dan luar ruangan 9
5 WC 1
Sumber : Data Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab 2016

Tabel diatas menunjukkan bahwa sarana dan prasarana di Taman

Kanak-Kanak (TK) Akrab Kecamatan Ladongi terdiri dari ruang kepala

sekolah sebanyak 1 ruangan, ruang kelas sebanyak 3 ruangan, lepangan

bermain 1, jumalh permainan didalam dan diluar ruangan sebanyak 9 jenis,

dan WC 1 ruangan.

2. Hasil Penelitian

a. Karakteristik Responden

1) Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin responden pada saat penelitian berlangsung di

Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab Atula Kecamatan Ladongi dapat

dililhat pada tabel berikut.

57
Tabel 2

Distribusi Karakterisitik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


di Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab Kecamatan Ladongi
Kabupaten Kolaka Timur
Tahun 2016

Kontrol Intervensi Jumlah


No Jenis
Kelamin n % n % n %
1 Laki-Laki 4 40 5 50 9 45
2 Perempuan 6 60 5 50 11 55
Total 10 100 10 100 20 100
Sumber : Data Primer 2016

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden terdapat

laki-laki sebanyak 9 orang (45%) dan perempuan sebanyak 11 orang

(55%) yang terdiri 10 orang kelompok kontrol yaitu 4 orang (40%)

laki-laki dan 6 orang (60%) perempuan dan 10 orang kelompok

intervensi yakni 5 orang (50%) laki-laki dan 5 orang (50%)

perempuan.

b. Analisis Univariat

1) Kemampuan Kreativitas Kelompok Kontrol

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Kemampuan Kreativitas Responden Pada


Kelompok Kontrol di Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab
Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur
Tahun 2016

Kelompok Kontrol
No Kemampuan
Kreativitas Pretest % Posttest %
1 Baik 3 30 4 40
2 Kurang 7 70 6 60
Total 10 100 10 100
Sumber : Data Primer 2016

58
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 10 responden pada

kelompok kontrol, pada saat pretest terdapat 3 responden (30%)

yang memiliki kemampuan kretivitas yang baik dan 7 responden

(70%) memiliki kemampuan kreativitas kurang. Dan pada saat

posttest terdapat 4 responden (40%) yang memiliki kemampuan

kretivitas yang baik dan 6 responden (60%) memiliki kemampuan

kreativitas kurang.

Dapat dilihat bahwa hanya 1 responden yang mengalami

perubahan kemampuan kreativitas menjadi baik. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa perubahan yang terjadi tidak signifikan setelah 1

minggu pasca pretest diberikan.

2) Kemampuan Kreativitas Kelompok Intervensi

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Kemampuan Kreativitas Responden Pada


Kelompok Intervensi di Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab
Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur
Tahun 2016

Kelompok Intervensi
No Kemampuan
Kreativitas Pretest % Posttest %
1 Baik 2 20 9 90
2 Kurang 8 80 1 10
Total 10 100 10 100
Sumber : Data Primer 2016

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 10 responden pada

kelompok intervensi, pada saat pretest terdapat 2 responden (20%)

yang memiliki kemampuan kretivitas yang baik dan 8 responden

(80%) memiliki kemampuan kreativitas kurang. Dan pada saat

posttest terdapat 9 responden (90%) yang memiliki kemampuan


59
kretivitas yang baik dan 1 responden (10%) memiliki kemampuan

kreativitas kurang.

Dari distribusi frekuensi diatas dapat disimpulkan bahwa

kemampuan kreativitas responden membaik setelah diberikan

intervensi dalam hal ini adalah permainan plastisin sebagai bentuk

bermain konstruktif selama 1 minggu. Hal tersebut diketahui dari

kemampuan kreativitas anak yang kurang sebanyak 8 responden

(80%) menjadi 1 responden (10%).

c. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara

variabel independet dan dependen dalam hal ini adalah bermain

konstruktif (permainan plastisin) terhadap kemampuan kreativias anak

usia prasekolah (5 tahun). Adapun hasil analisis statistik tentang

pengaruh variabel tersebut diuraikan sebagai berikut

Tabel 5

Uji Normalitas dengan Uji Shapiro-Wilk Pada Kelompok


Intervensi di Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab Kecamatan
Ladongi Kabupaten Kolaka Timur
Tahun 2016

Kelompok Shapiro-Wilk
No
Intervensi Statistic df Sig.
1 Pretest Intervensi .945 10 .615
2 Postest Intervensi .905 10 .247
Sumber : Data Primer 2016

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Sig. pada pretest

sebesar 0.615 > dari nilai α = 0.05 dan nilai Sig. pada postest

60
sebesar 0. 247 > dari nilai α = 0.05 yang menunjukkan distribusi data

berjalan normal.

Tabel 7

Pengaruh Bermain Konstruktif (Permainan Plastisin) Terhadap


Kemampuan Kreativitas Responden Pada Kelompok Intervensi
di Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab Kecamatan Ladongi
Kabupaten Kolaka Timur
Tahun 2016

Stdr. T-Tes for equality of mean


No Kemampuan Mean
Kreativitas Dev. Correl t tabel Sig
t
ation (df = 9)
1 Pretest 61.33 9.347
0.063 6.507 1.833 0.002
2 Posttest 83.97 6.427

Sumber : Data Primer 2016

Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan

kreativitas anak usia prasekolah pada pretest adalah 61.33 dengan

standar deviasi sebesar 9.347 dan rata-rata kemampuan kreativitas

anak usia prasekolah pada postest adalah 83.97 dengan standar

deviasi sebesar 6.427. Hal ini kecenderungan kenaikan rata-rata

kemampuan kreativitas anak usia prasekolah.

Selain itu diperoleh pula nilai probabilitas (sig.) = 0,02 < α =

0,05. Dengan demikian hipotesis Ho ditolak dan hipotesis Ha

diterima yang berarti bahwa ada pengaruh bermain konstruktif

(bermain plastisin) dengan kemampuan kreativitas anak usia

prasekolah (usia 5 tahun) di TK Akrab Kecamatan Ladongi

Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016.

61
B. Pembahasan

Hasil penelitian yang dilaksanakan di Taman Kanak-Kanak (TK) Akrab

Atula Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur pada kelompok control,

pada saat pretest dilakukan diperoleh hasil bahwa terdapat 3 responden (30%)

yang memiliki kemampuan kretivitas yang baik dan 7 responden (70%)

memiliki kemampuan kreativitas kurang. Dan pada saat posttest terdapat 4

responden (40%) yang memiliki kemampuan kretivitas yang baik dan 6

responden (60%) memiliki kemampuan kreativitas kurang.

Dapat dilihat bahwa hanya 1 responden yang mengalami perubahan

kemampuan kreativitas menjadi baik. Hal terjadi dapat disebabkan karena

selama proses pembelajaran yang berlangsung diluar pertemuan penelitian

responden sangat aktif dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Peran

guru didik juga mempengaruhi tingkat kepercayaan diri responden, sehingga

dapat membuat kemampuan kreativitas anak berkembang. Berdasarkan

observasi peneliti selama 1 minggu, responden memang sangat aktif di kelas

saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini didukung dengan pendapat

Yeni Rachmawati dan Euis Kuirniati (2010) bahwa faktor pendukung

perkembangan kreativitas juga tak kalah penting bagi perkembangan

kreativitas anak, peran guru sangat membantu anak dalam terbentuknya

kreativitas.

Pada kelompok intervensi berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa

10 responden pada kelompok intervensi, pada saat pretest terdapat 2

responden (20%) yang memiliki kemampuan kretivitas yang baik dan 8

responden (80%) memiliki kemampuan kreativitas kurang. Dan pada saat

posttest terdapat 9 responden (90%) yang memiliki kemampuan kretivitas yang

62
baik dan 1 responden (10%) memiliki kemampuan kreativitas kurang. Diketahui

bahwa meskipun sudah mendapatkan intervensi pada kelompok masih

terdapat 1 orang responden yang memiliki kemampuan kreativitasnya masih

kurang atau tidak meningkat. Meskipun dari hasil observasi guru didik juga

langsung turut membantu dalam membuat benda langit pada tema penelitian

untuk merangsang pola pikir responden. Penelitipun juga turut membantu

responden dalam menyelesaikan tugas dalam membuat benda langit dengan

menggunkan plastisin. Dari hasil obeservasi selama penelitian berlangsung

responden kurang aktif dalam kelas, responden cenderung pendiam dan tidak

mau bergabung dengan temannya

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji paired

sample t test menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan kreativitas anak usia

prasekolah pada pretest adalah 61.33 dengan standar deviasi sebesar 9.347

dan rata-rata kemampuan kreativitas anak usia prasekolah pada postest

adalah 83.97 dengan standar deviasi sebesar 6.427. Hal ini kecenderungan

kenaikan rata-rata kemampuan kreativitas anak usia prasekolah. Selain itu

diperoleh pula nilai probabilitas (sig.) = 0,02 < α = 0,05. Dengan demikian

hipotesis Ho ditolak dan hipotesis Ha diterima yang berarti bahwa ada

pengaruh bermain konstruktif (bermain plastisin) dengan kemampuan

kreativitas anak usia prasekolah (usia 5 tahun) di TK Akrab Kecamatan

Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016.

Responden yang mendapatkan interevensi akan dirangsang daya

pikirnya dalam membuat sebuah benda baik itu sesuai dengan arahan gurunya

ataupun membentuk benda sendiri sesuai dengan imajinasinya yang masih

berhubungan dengan tema pelajaran yang diberikan. Responden akan

63
diarahkan membentuk benda langit seperti matahari, bulan bintang dan

sebagainya termasuk warna dan hal yang dapat terjadi bila benda langit

tersebut muncul sesuai dengan tema pelajaran yang diangkat dalam penelitian

ini. Sehingga responden paham dengan benda seperti apa yang akan

dibuatnya dengan menggunakan plastisin. Hal in sesuai dengan pendapat

Santrock (2007) bahwa hal-hal yang mendukung adanya peningkatan

kreativitas anak melalui permainan konstruktif dalam penelitian ini adalah

pemberian rangsangan berupa semangat dan adanya kepercayaan diri pada

anak.

Anak yang sedang tumbuh memerlukan sarana dan fasilitas yang cukup

untuk bisa mengembangkan imajinasi dan kreativitasnya. Bentuk-bentuk

permainan yang memberi banyak peluang kepada pemainnya untuk

menjelmakan berbagai karya dari tingkat yang paling sederhana sampai paling

lengkap merupakan stimulan yang sangat berharga dalam upaya

menumbuhkan kreativitas anak. Dalam hal ini permainan plastisin turut

menyumbang bagi swadaya dan sosialisasi. Karena anak memperoleh

kegembiraan dari membuat sesuatu pada saat sendirian, mereka belajar

menghibur diri apabila tidak ada teman bermainnya dengan bekerja sama dan

menghargai prestasinya. Permainan plastisin juga merangsang kreativitas.

Melalui kegiatan permainan plastisin, anak menggunakan berbagai benda

yang ada untuk menciptakan suatu hasil karya tertentu. Anak-anak membuat

balok-balok, bintang, bulan, matahari, manik-manik, dan sebagainya sesuai

dengan imajinasinya. Sebagian konstruksi yang dibuat merupakan tiruan dari

apa yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari atau dari layar bioskop atau

televisi. Menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak, anak-anak sering

64
menambahkan kreativitasnya ke dalam konstruksi-konstruksi yang dibuat

berdasarkan pengamatannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan membuat

beraneka macam bentuk dan hasil karya tertentu, anak tidak hanya dapat

mengekspresikan perasaannya saja, namun juga membebaskan dirinya dari

berbagai tekanan yang mengganggunya serta dapat mengekspresikan secara

nyata apa yang telah dipahaminya.

Menurut Hurlock (1988) dalam Desmita (2011) karena manfaatnya

besar, permainan ini sebaiknya diberikan pada anak sejak usia dini. Manfaat

dari bermain konstruktif yang berdampak pada perkembangan psikologi,

sosialisasi dan kognitifnya antara lain : meningkatkan kemampuan motorik

kasar dan halus anak, mengenalkan konsep dasar matematika yaitu:

mengenalkan konsep berat dan ringan, panjang-pendek, besar-kecil, tinggi-

rendah, belajar mengelompokkan benda berdasarkan bentuk dan warna,

mengenalkan konsep arah kiri-kanan, atas-bawah, merangsang kreativitas dan

imajinasi anak, mengembangkan keterampilan bahasa anak (karena anak

memberikan label pada benda yang dilihatnya serupa), dapat melatih

kepemimpinan, inisiatif, perencanaan, mengemukakan pendapat, dan

kemampuan mengarahkan orang lain dan mengembangkan empati anak

dengan menghargai hasil karya orang lain. Inilah yang merupakan bagian dari

kecerdasan emosi anak.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Inovia

Nurul Vebianti (2013) dengan judul penelitian “Meningkatkan Kreativitas Anak

Melalui Permainan Konstruktif Pada Siswa Kelompok B2 di Ra Sunan

Pandanaran Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini dilakukan dalam dua

siklus. Siklus I menggunakan media plastisin dilakukan dalam 3 kali pertemuan

65
dimana pertemuan pertama dilakukan tanggal 29 April 2013 dengan subtema

pembelajaran adalah gejala alam sekaligus dilakukan pretest, pertemuan

kedua dilakukan pada 1 Mei 2013 dengan subtema pembelajaran adalah

bencana alam dan pertemuan ketiga pada 3 Mei 2013 dengan subtema

pembelajaran adalah manfaat bumi. Siklus II dilaksanakan dengan

menggunakan Lego dimana pertemuan pertama tanggal 6 Mei 2013,

pertemuan kedua 8 Mei 2013 dan pertemuan ketiga tanggal 13 Mei 2013

sekaligus dilakukan post test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kreativitas

anak meningkat melalui permainan konstruktif, yaitu kreativitas anak sebelum

diadakan tindakan terdapat 7 anak (25%) dengan kriteria bintang 4. Pada

Siklus I peneliti memperkenalkan permainan konstruktif menggunakan

plastisin pada anak, kemudian memberikan contoh permainan konstruktif pada

anak, sehingga anak dapat memahami kegiatan pembalajaran dengan

menggunakan permainan konstruktif. Pada Siklus II anak-anak dibebaskan

melakukan permainan konstruktif menggunakan lego. Hal tersebut dibuktikan

dengan peningkatan kreativitas yang didapat pada Siklus I yaitu 11 anak (39%)

dan pada Siklus II peningkatan kreativitas menjadi 23 anak (82%).

66
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diajukan pada

penelitian ini tentang pengaruh bermain konstruktif (mainan plastisin)

penyuluhan terhadap kemampuan kreativitas anak usia prasekolah (5 tahun) di

Taman Kanak-Kanak Akrab Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur

Tahun 2016 maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pada kelompok kontrol, pada saat pretest terdapat 3 responden (30%) yang

memiliki kemampuan kretivitas yang baik dan 7 responden (70%) memiliki

kemampuan kreativitas kurang. Dan pada saat posttest terdapat 4

responden (40%) yang memiliki kemampuan kretivitas yang baik dan 6

responden (60%) memiliki kemampuan kreativitas kurang.

2. Pada kelompok intervensi, pada saat pretest terdapat 2 responden (20%)

yang memiliki kemampuan kretivitas yang baik dan 8 responden (80%)

memiliki kemampuan kreativitas kurang. Dan pada saat posttest terdapat 9

responden (90%) yang memiliki kemampuan kretivitas yang baik dan 1

responden (10%) memiliki kemampuan kreativitas kurang.

3. Ada pengaruh bermain konstruktif (bermain plastisin) dengan kemampuan

kreativitas anak usia prasekolah (usia 5 tahun) di TK Akrab Kecamatan

Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016 dengan nilai probabilitas

(sig.) = 0,02 < α = 0,05.

67
B. Saran

Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi pihak pengelola TK Akrab agar dalam memberikan penilaian

akademisnya sebaiknya anak dinilai berdasarkan aktif atau tidaknya dalam

berpartisipasi pada setiap proses pembelajaran dengan permainan edukatif

tersebut.

2. Kepada masyarakat khususnya bagi orang tua responden disarankan untuk

berperan penting dalam memenuhi kebutuhan bermain anak. Pada anak

usia prasekolah bermain merupakan sebuah kebutuhan untuk

mengekspresikan apa yang ada dalam pikirannya, sehingga untuk

merangsang daya pikir anak agar kreatif anak harus diberikan permainan

edukatif. Dan sebaiknya pembelajaran akademis kurang ditekankan pada

anak usia prasekolah ini.

3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan tulisan ini dapat menjadi bahan

sebagai referensi dan agar lebih mengembangkan variabel penelitian

sehingga penelitian ini menjadi lebih variatif dan informatif.

4. Bagi peneliti, untuk lebih meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan

sehingga bila terjun di masyarakat dapat memberikan tindakan-tindakan

keperawatan kepada masyarakat khususnya pemenuhan kebutuhan anak

usia prasekolah untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan yang

optimal.

68

Anda mungkin juga menyukai