Anda di halaman 1dari 5

Tradisi Se’i pada masyarakat NTT biasanya dilakukan pada ibu setelah persalinan melakukan

se’i selama 40 hari dimana sei merupakan tradisi pemanggangan ibu nifas di atas tempat tidur
dan bara api terletak di bawah tempat tidur tanpa ada kasur dan terdapat seperti ada lubang
untuk menjalurkan rasa panas dari bara api. Seperti yang dikatakan salah seorang informan:
“Em.. kalau saya tradisi Se’i yang sudah pernah saya lihat tetapi bukan serculus
dewaktus sewaktu saya masih di posko yaitu mereka melakukan tradisi panggang
jadi selama 40 hari itu ibu nifas itu setelah melahirkan tu langsung di tempatkan
ditempat tidur. Di tempat tidur itu di taruh alas itu seperti kisi-kisi jadi ada
lobangnya” “Tidak ada”
“Jadi ibu itu diharuskan untuk duduk di atas bara api. Jadi di bawah tempat tidur
itu di taruh bara api”

Terdapat juga pantangan pasca persalinan salah satu yaitu pantangan mengkosumsi ikan
mereka beranggapan bahwa dapat mempengaruhi asi dengan makan ikan ibu nifas asi yang
dikeluarkan berbau amis dan hal ini mereka menganggap bahwa bau amis tersebut kurang
baik untuk bayinya. Mereka hanya boleh mengkosumsi jagung yang sudah ditumbuk tanpa
ada campuran lain kalau dalam bahasa mereka di sebut Liambose/bose.

“Kalau dulu kalau sekarang mungkin sudah berubah, kalau dulu itu jagung yang di
tumpuk dikeluarkan dia punya kulit itu yang disini bilang liambose, jadi itu selama
nifas itu ibu itu diperbolehkan hanya makan jagung bose selama 40 hari, tidak
boleh ada campuran lain-lain”
“Kalau pantangan makanan tradisi mereka mengatakan bahwa itu kalau makanan
lain bisa mempengaruhi asi, seperti contoh kalau makan ikan, asinya bisa bau amis
jadi itu kurang bagus untuk bayi”

Perawatan ibu nifas biasa dilakukan orang NTT merupakan serangkain tradisi sei yang
selama 40 hari tidak boleh beranjak dari tempat tidur kecuali ke kamar mandi, sedangkan
semua kebutuhan di siapkan oleh keluarga yaitu suami dan bapak/ibu mertua karena sebagian
besar mereka tinggal serumah namun ibu nifas tersebut melakukan tradisi sei hanya di rumah
bulat. Dan kayu yang digunakan adalah kayu khusus menggunakan kayu cemara kalau dalam
bahasa mereka disebut kayu Kaswari. Hal ini diungkapkan oleh salah satu informan:

“Kecuali ke kamar mandi, kalau makan ya disiapkan”


“Iya tinggal bersama di dalam rumh itu dan ibu yang nifas itu ditempatkan dirumah
bulat.. Jadi selama masa nifas itu acara panggangnya itu di dalam rumah bulat”
“Kayu tertentu biasanya kayu, kebanyakan itu dari kayu cemara kalo disini
kaswar”

Ibu nifas yang melaksanakan tradisi berdiang (Se’i) beranggapan bahwa tradisi sei
memberikan manfaat bagi kesehatannya. Mereka menganggap bahwa setelah persalinan
terdapat luka didalam rahim jadi dengan sei bisa menyembuhkan luka. Walaupun tanpa
adanya penjelasan yang bersifat alamiah. Hal ini diungkapkan oleh salah satu informan:
“Mereka melakukan Se’i, karena mereka meyakini bahwa dengan Se’i itu keadaan
ibu nifas seperti selama proses persalinan itu ada perdarahan dan mereka meyakini
itu pasti ada luka didalam, jadi dengan panggang itu bisa menyembuhkan luka yang
ada didalam rahim”

Dingin dan panas merupakan suatu konsep primitif namun bidan di daerah NTT kurang tau
bahwa ibu pasca nifas dalam kondisi yang dingin atau yang panas. Mereka hanya
menganggap setelah melahirkan agar cepat pulih hanya melakukan tradisi Sei. Hal ini
diungkapkan oleh salah satu informan:

“Iya untuk menetralkan atau mengembalikan rasa dingin itu, saya tidak tahu. Tapi
masyarakat beranggapan bahwa hamil dan melahirkan itu dan untuk
menyembuhkan hal itu harus pakai Se’i itu yang ada didalam pikiran mereka”
“harus itu”

Respon dari puskesmas terkait tradisi sei sangat menantang. Seringkali saat memberikan
edukasi dan penyuluhan pada masyarakat seakan mereka tidak akan melakukannya lagi,
namun sesampai mereka dirumah mereka tetap melakukan sei kembali. Dengan memastikan
bahwa mereka itu tidak berbuat yang dapat membahayakan ibu dan bayi bidan melakukan
pendekatan dan kunjungan rumah meskipun itu sangat sulit. Dan saat ibu tersebut melahirkan
dipuskesmas akan di edukasi dan diberikan penyuluhan agar meninggalkan tradisi sei dengan
trik menipu sedikit demi kebaikan yaitu dengan menginjeksikan obat oksitosin agar
perdarahan berhenti dan tidak melakukan sei lag. Karena jika dilakukan sei obat ini akan
menjadi sebuah kontradiksi sehingga akan menimbulkan bahaya dan dengan seperti itu hal
tersebut mulai berkurang tak terlepas dari edukasi dan penyuluhan terus menerus. Seperti
yang dikatakan salah seorang informan:

“Memang kita dari puskesmas ini sangat menantang sekali tapi dalam proses
memberikan edukasi pada masyarakat sangat sulit, karena begini saat kita
memberikan edukasi mereka menyatakan iya, tetapi kenyataan mereka sampai
kembali kerumah bukan seperti apa yang mereka janji dihadapan kita, mereka akan
berbuat sesuai dengan keyakinan dan tradisi mereka”
“Kita punya banyak cara pertama itu penyuluhan, terus yang kedua itu kita
melakukan pendekatan secara individu dan kita melakukan kunjungan rumah, pada
saat itu kita melakukan kunjungan rumah kita melihat, apakah betul betul mereka
tidak Se’i. Pada saat mereka melahirkan disini kita memberi tahu mereka,
adakalanya dengan trik yang agak menipu sedikit”
“Contohnya kayak saat melahirkan kan setelah bayi lahir kita memberikan suntikan
oksitosin kalo perlu memberikan injeksi tambal kindal bettergin hal ini kita
memerinta mereka kita tipu bahwa ini kami sudah memberikan obat anti darah
putih dan anti apa supaya tidak pendarahan lagi, untuk menyembuhkan jadi tidak
boleh pulang untuk melakukan Se’i, karena kalo di Se’i obat ini masuk bisa terjadi
kontradiksi sehingga dapat menimbulkan penyakit yang lebih serius lagi, mungkin
karena itu jadi mulai sekarang mulai berkurang, artinya secara logika nanti ada
apa-apa, mereka juga takut, jadi saat melahirkan kita hadirkan mertuanya,
suaminya dengan dukun, biasanya disitu itu kita kasih tau memang sebelum suntik
ini obat anti supaya darah putih jangan naik, mereka istilah darah putih tidak naik,
jadi itu salah satu trik kami mungkin itu disamping itu kita melakukan edukasi
penyuluhan secara terus menerus”

Saat ibu tersebuut melahirkan puskesmas akan menghadirkan mertuanya, suaminya dan juga
dukun agar meyakinkan ibu nifas tersebut tidak melakukan sei dan tidak ada yang menentang
untuk tidak melakukan sei. Karena mertua, suami dan dukun paling dominan untuk
mengambil sebuah keputusan termasuk sei. Mereka diyakinkan terlebuh dahulu dengan suatu
trik meskipun ini sedikit menipu namun harus masuk akal agar merka ikut mau untuk tidak
melakukan sei. Misalnya jika dilakukan sei kulitnya akan melepuh. Karena jika megandalkan
penyuluhan saja percuma karena mereka mengatakan tidak namun kenyataannya masih
melakukan. Seperti yang dikatakan salah seorang informan:

“Harus dihadirkan, dengan cara sedikit tipu mereka dan meyakinkan mereka dan
mereka menganggap bahwa apa yang kita sampaikan itu menurut mereka itu masuk
akal, sehingga mereka ikut”
“Kalau kita cuma penyuluhan saja percumah, mereka iya di depan tp tidak
melakukan. Sekembalinya mereka kerumah mereka berbuat bukan berbuat seperti
apa kita kasih tau mereka”

Merbah masyarakat agar tidak melakukan sei merupakan hal yang tidak mudah dan cukup
lama sekitar 5-10 tahun karena tradisi sei adalah tradisi yang turun temurun dari nenek
moyang dan juga cukup sulit jika yang melopori untuk tidak melakukan sei adalah orang
yang bukan asli dari daerah tersebut. Seperti yang dikatakan salah seorang informan:

“Bisa jadi, krna perilaku budaya mereka sudah turun temurun, apalagi saya bukan
orang asli sini”

Merubah cara pandang warga daerah NTT agar tidak mengunakan sei sudah cukup berhasil
karena bidan tidak melakukan seorang diri melainkan adanya sebuah kemitraan. Seperti yang
dikatakan salah seorang informan:

“Walaupun bilang berhasil berhasil tetapi sy rasa bukan dr saya sendiri artinya
semua banyak kita kerjasama sehingga walaupun tidak seberapa tapi ada
perubahan sedikit karena memang merubah perilaku itu susah apalagi orang disini
sangat susah. Saya hadir di sini pertama datang kalau saya tidak kuat saya bisa
minta pindah”

Adanya salah presepsi antara masyarakat dengan kejadian yang terjadi karena masyarakat
menganggap bahwa kematian dan kesakitan ibu nifas terjadi diakibatkan karena tidak
melakukan sei, melainkan kawasan NTT berada di wilayah endemis malaria dan tidak
terdeteksi. Seperti yang dikatakan salah seorang informan:
“Itu begini mungkin itu malaria karena disini daerah endemis malaria, mungkin
yang kemarin sampai terjadi itu tidak terdeteksi sehingga mereka beranggapan
bahwa karena tidak Se’i ini darah putih naik……..”

Masyarakat dihimbau untuk melakukan persalinan di posyandu atau di puskesmas, jika tidak
mereka akan dikenakan denda. Kemudian untuk uang denda tersebut diatur oleh bendahra
desa siaga biasanya digunakan untuk biaya transport ibu yang datang ke puskesmas atau dari
puskesmas ke Soe. Namun masih sebagian warga yang belum melakukan hal baik tersebut
dan petugas kesehatan menjalin kemitraan tanpa dukungan petinggi daerah cukup sulit
dilakukan. Seperti yang dikatakan salah seorang informan:

“Iya pihak desanya ada, cuma masih baru sebagian desa yang belum berlakukan
itu, kita petugas kesehatan itu bekerja tanpa ada dukungan pemerintah desa susah
sekali terlalu susah”
“Uang denda itu nanti di desa yang mengatur semua yang mengelola”
“Kalo didesa siaga itu bendahara desa siaga yang mengelola”
“…….uangnya untuk transport ibu yang datang ke puskesmas atau dari puskesmas
rujuk ke soe nah kita pakek uang itu”

Permasalahan selama ini saat bertugas yaitu saat memberikan penjelasan ke masyarakat
namun perilaku masyarkat tidak sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh petugas
kesehatan. Dan masalah kesehatan yang lainnya antara lain pneumoni pada bayi dan
dekubitus dan luka-luka pada ibu yang disebabkan oleh sei dan bisa menyebabkan infeksi.
Seperti yang dikatakan salah seorang informan:

“Permasalahannya, ya artinya kita memberikan penjelasan bagi mereka tapi cara


yang mengikuti apa yang kita anjurkan itu memang saya rasa sulit”
“Ya banyak kasus pneumoni disini”
“di bayi”
“Kalo ibu itu sampai dekubitus, sampai luka2 karena pangganggnya itu”
“Melepuh, itu melepuh”
“Ya bisa, kalo mereka mendiamkan saja ya bisa infeksi”

Seiring dengan waktu luka persalinan sudah jarang ditemukan oleh tenaga kesehatan karena
tradisi sei berkurang. Dibandingkan dengan dulu jika terdapat luka tim medis akan
berkolaborasi dengan dokter untuk memberikan pengobatan. Dan kasus yang terjadi pada
masyarakat adalah infeksi masa nifas namun tidak sampai meninggal karena pengobatannya
secara rutin.
“Luka persalinan, sudah lama ini tidak pernah terjadi lagi”
“Se’i sudah berkurang sepertinya”
“Kalo dulu banyak sekali, kalo memang sehubungan dengan luka persalinan
ditambah dengan sei biasanya kita memberikan pengobatan, kita kolaborasi dengan
dokter”
“Infeksi masa nifas”
“Tidak sampai, tidak ada yang meninggal, biasanya kita pengobatan ya itu secara
rutin dan sembuh”
.

Anda mungkin juga menyukai