Anda di halaman 1dari 9

1.

KATEGORI TANTANGAN BUDAYA


Merubah Adat di Tepian Batanghari

Nama : Bidan Meiriyastuti


Usia : 32 tahun
Bidan : Sejak tahun 1998
Lokasi : Desa Teriti, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Propinsi Jambi
Penghargaan : Tenaga kesehatan teladan puskesmas tingkat nasional 2011 (dari menkes)
Tantangan Budaya : Nyebur ke Ayek, & Nasi Kecap
Bidan Meriyastuti adalah seorang bidan muda yang mendedikasikan dirinya untuk perbaikan status
kesehatan ibu dan anak di Desa teriti, tepian Sungai Batang Hari. Desa Teriti merupakan desa terpencil
berpenduduk sekitar 932 Jiwa yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Desa ini dapat
ditempuh selama enam jam perjalanan darat dari kota Jambi melalui Sungai Batanghari. Diawal
pengabdiannya, Bidan Meiriyastuti merasakan kesulitan untuk dapat diterima oleh adat masyarakat.
Terkait masalah kesehatan misalnya, banyak orang tidak mau menuruti anjurannya karena mereka lebih
percaya kepada dukun. Begitupula untuk urusan persalinan, hampir semua masyakarat di Desa Teriti
masih mempercayakan penanganan kelahiran kepada nyai dukun dengan penanganan partus yang salah
dan ritual adat pasca kelahiran yang merugikan kesehatan ibu dan bayi.
Salah satunya adalah pantangan makan makanan bergizi bagi ibu nifas. Menurut adat, selama 40 hari
pasca melahirkan ibu hanya diperbolehkan mengkonsumsi nasi putih dan kecap asin dengan alasan
dilarang oleh dukun karena akan mendatangkan sakit pada bayi yang mereka susui apabila mereka
makan sayuran dan ikan. Kebiasaan ini berakibat kurang baik bagi kesehatan ibu dan bayi karena dapat
menimbulkan kekurangan nutrisi.
Selain itu, terdapat pula ritual Nyebur ke Ayek, dimana 7 hari setelah dilahirkan, bayi akan dimandikan
dengan air kembang di sungai Batang Hari yang dingin. Menurut adat, hal ini perlu dilakukan untuk
memperkenalkan anak ke dunia luar tempatnya hidup nanti. Padahal hal ini bisa membahayakan
keselamatan bayi. Pernah suatu ketika seorang bayi prematur meninggal karena hipotermia karena
dimandikan di sungai yang dingin.
Agar dapat diterima oleh masyarakat, Bidan Meiriyastuti berusaha melakukan pendekatan dengan
mencari keluarga angkat, mendekati perangkat desa, membentuk kader-kader terpercaya serta
merangkul dukun-dukun setempat. Ia bahkan menikahi seorang pemuda dari desa setempat. Butuh
waktu 11 tahun bagi bidan untuk mendapatkan kepercayaan dari nyai dukun yang kini telah bermitra
dengannya. Berkat pendekatan dari bidan yang tak kenal lelah, ritual Nyebur Ke Ayek kini telah
dimodifikasi dengan cara yang lebih aman bagi bayi. Tanpa mengurangi penghormatan kepada adat
istiadat, Nyebur ke Ayek kini tetap dilakukan dengan menggunakan airhangat dan bayi dimandikan di
dalam air kembang di dalam baskom di halaman rumah. Seluruh proses kelahiran di desa Teritik ini
dilakukan bersama-sama oleh bidan dan nyai dukun.

Nama : Bidan Rosalinda Delin


Usia :
Bidan : Sejak 1991
Lokasi : Desa Jenilu, Kec. Kakuluk Atapupu, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur
Penghargaan
:
Tenaga
kesehatan
terbaik
NTT

2000

Tantangan Budaya : Panggang Api


Bidan Rosalinda Delin bertugas di Desa Jenilu, Kecamatan Kakuluk, Atapupu adalah sebuah
perkampungan nelayan di Kabupaten Belu, NTT. Desa ini hanya berjarak 12 kilometer dari perbatasan
Timor Leste dan terdapat banyak eks pengungsi yang masih tinggal di daerah tersebut dengan kondisi
yang cukup memprihatinkan.
Di desa ini terdapat budaya Panggang Api pasca-persalinan yang telah diwariskan secara turun-temurun
sejak jaman nenek moyang. Seusai melahirkan, ibu dan bayinya dibaringkan sambil dipanasi bara api
yang menyala dari kolong tempat tidur selama 40 hari. Menurut orangtua, kebiasaan ini ditujukan
untuk menghangatkan badan ibu dan bayi.
Meskipun bertujuan baik, budaya Panggang Api mempunyai beberapa efek negative bagi kesehatan ibu
maupun bayi. Ibu melahirkan yang melakukan panggang api akan terlihat pucat karena anemia dan
mengeluarkan banyak keringat. Sementara bayi yang baru dilahirkannya sangat rentan terkena
gangguan pernapasan atau pneumonia.
Melihat permasalahan ini, Rosalinda Delin, bidan desa yang bertugas di Puskesmas Atapupu- Belu
merasa terpanggil untuk menghilangkan kebiasaan Panggang Api di wilayahnya. Ia melakukan
kunjungan kesetiap rumah ibu yang baru melahirkan dengan memberikan informasi dan penjelasan
mengenai bahaya kebiasaan panggang api ini.
Tidak hanya mendatangi rumah, Ibu Rosalinda Delin juga memberikan pengarahan kepada segenap
anggota keluarga ibu melahirkan. Mereka dikumpulkan di suatu tempat untuk memanggang ikan
bersama-sama. Dengana cara bakar ikan seperti ini, bidan berusaha menganalogikan tubuh manusia
yang dipanggang api dengan seekor ikan yang dibakar. Apabila dipanaskan terus ikan akan kering dan
kehabisan darah, begitu pula tubuh manusia. Berkat usaha Ibu Rosinda Delin, saat ini sudah tidak
adalagi ibu melahirkan di Desa Jenilu yang melakukan budaya Panggang Api.

Nama : Bidan Sri Ariati


Usia :
Bidan : sejak tahun1973
Lokasi

Kab

Majene

Bidan Sri Ariati mengabdi di kelurahan Banggae, kabupaten Majene; Sulawesi Barat sejak tahun 1980.
Bidan berdarah Jawa ini telah banyak melakukan perubahan demi kebaikan masyarakat Majene,
bahkan hingga di masa pensiunnya saat ini.
Kabupaten Majene terletak sekitar enam jam perjalanan darat dari kota Makassar. Pada tahun 2010
tercatat jumlah penduduk Kabupaten Majene adalah sebanyak 150.939 jiwa, dengan jumlah penduduk
terbanyak berada di Kecamatan Banggae dan Kecamatan Banggae Timur.

Awal masa tugasnya di Majene, bidan Sri Ariati menemui kendala perbedaan bahasa. Masyarakat
Majene umumnya menggunakan bahasa Mandar sebagai bahasa ibu. Permasalahan bertambah lagi
dengan banyaknya dukun bersalin atau yang biasa disebut sando. Jumlah sando di Kabupaten Majene
sebanyak 172 orang, sedang jumlah bidan hanya 95 orang. Di wilayah kerjanya sendiri terdapat 18
orang sando.
Selain menolong persalinan, para sando juga menganjurkan setiap ibu yang baru melahirkan untuk
mengangkat air dari sumur ke rumah. Kebiasaan ini sudah menjadi tradisi turun-menurun di Kabupaten
Majene. Hal ini cukup membahayakan, bahkan pernah ada kasus seorang ibu yang pingsan sehabis
melakukan tradisi angkat air karena kelelahan karena ia juga harus menyusui bayi kembarnya.
Untuk dapat melakukan perubahan di masyarakat, langkah yang pertama dilakukan oleh bidan Sri
Ariati adalah berusaha mendekati para sando untuk diajak bermitra karena setiap ibu di sana memiliki
sando kepercayaannya sendiri-sendiri. Namun hal ini bukanlah hal yang mudah, karena para sando
umumnya hanya bisa berkomunikasi menggunakan bahasa mandar. Untuk itu bidan Sri Ariati mulai
mempelajari bahasa Mandar secara perlahan-lahan.
Saat bidan Sri Ariati mulai bisa sedikit bahasa Mandar, ia lebih mudah berkomunikasi dengan sando
dan masyarakat secara umum. Ia terus mengunjungi satu persatu rumah sando untuk menjalin
kerjasama dengan mereka. Terkadang ia memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu di rumah sando
dengan menggunakan bahasa mandar yang masih terbata-bata.
Melalui pendekatan yang intensif selama empat tahun, akhirnya bidan Sri Ariati sukses merangkul 18
orang sando di wilayah kerjanya untuk melakukan kemitraan. Budaya mengangkat air juga sudah tidak
dilakukan lagi. Saat ini bidan Sri Ariati bukan hanya seorang bidan, tetapi juga tokoh yang dihormati.
Masyarakat di desanya memberinya julukan Daeng Sombere yang berarti si peramah.

2. KATEGORI PROMOSI KESEHATAN


Nama : Bidan Dewi Susila

Usia : 32 tahun
Bidan : Sejak tahun 1998
Lokasi : Desa Tanjung Morawa A, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang
Penghargaan : Bidan desa terbaik 1 kab. Deliserdang 2009, desa siaga terbaik 1 sumut
Bidan Dewi Susila adalah seorang aktivis pencegahan HIV/AIDS usia dini di Kecamatan Tanjung
Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara. Kecamatan Tanjung Morawa terletak di kawasan Industri yang
berjarak kurang lebih 60 kilometer dari kota Medan. Mayoritas penduduk di daerah ini bermata
pencaharian sebagai buruh pabrik. Daerah ini merupakan wilayah kecamatan dengan angka penyebaran
HIV paling tinggi di kabupaten Deli Serdang. Saat ini tercatat ada 138 kasus HIV/AIDS yang
umumnya ditularkan melalui penyalahgunaan narkoba suntik. Penyalahgunaan narkoba cukup marak di
kalangan pemuda Tanjung Morawa akibat anggapan bahwa mengonsumsi narkoba adalah tren yang
patut diikuti. Kondisi ini diperparah dengan kekurangpahaman mereka akan bahaya dan cara penularan
HIV/AIDS. Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab tingginya angka infeksi HIV/AIDS di wilayah
ini. Melihat permasalahan tersebut, bidan Dewi Susila merasa terpanggil untuk melakukan pencegahan
penularan HIV/AIDS sejak dini. Bidan meyakini, usia remaja merupakan usia yang tepat untuk
mendapatkan melalui program Kesan Pertama. Secara umum, program ini merupakan kegiatan
penyuluhan kesehatan bagi remaja yang dikemas secara menarik dan menyenangkan. Remaja
merupakan cikal bakal terbentuknya keluarga sekaligus usia paling rentan terpengaruh narkoba. Untuk
itu bidan Dewi Susila memfokuskan programnya untuk menyasar kelompok usia ini. Dalam
pelaksanaan program KesanPertama, bidan mendatangi secara langsung kegiatan rutin kelompok
remaja desa dan sekolah untuk memberikan pendidikan kesehatan dan Tanya jawab. Materi yang
disampaikan antara lain penyuluhan kesehatan reproduksi, motivasi, kepemimpinan, pendewasaan usia
perkawinan, diskusi tentang perilaku hidup bersih dan sehat, penyalahgunaan narkoba, dan pencegahan
HIV/AIDS. Kesan Pertama dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Program ini
diselenggarakan melalui pertemuan rutin yang diadakan setiap bulan dan ditutup dengan acara puncak
yang diadakan setiap tahun. Acara puncak dari program ini adalah kegiatan kemah dan outbond
bersama yang melibatkan pembicara kesehatan, remaja, ibu-ibu dan lansia. Sejauh ini program Kesan
pertama telah melibatkan 180 orang yang mayoritas adalah remaja. Mereka yang terlibat dalam
program ini nantinya disiapkan untuk menjadi agen penyebar informasi mengenai bahaya dan cara
penularan HIV/AIDS. Melalui program ini pula terungkap para penderita HIV/AIDS baru yang
akhirnya mau memeriksakan diri untuk mencegah penularan penyakit ini ke orang lain.

Nama : Bidan Ni Nyoman Rai Sudani


Usia : 51 tahun
Bidan : Sejak tahun 1982
Lokasi : Kecamatan Abiansemal, Kab. Badung, Bali
Penghargaan : Juara 1 lomba KB pria, kab. Badung, juara 1 kader teladan propinsi Bali, (training: in
house training dasar hukum kesehatan,manajemen ormas dan LSM)
Ni Nyoman rai Sudani, lahir di Badung, Bali pada 28 Oktober 1960. Sebagai bidan di puskesmas
Abiansemal 3, Badung, Bali beliau aktif mempromosikan KB pria (Vasektomi) di wilayahnya.

Kecamatan Abiansemal berlokasi sekitar 15 Km dari pusat Kabupaten Badung, Bali. Mayoritas
penduduknya
berprofesi
sebagai
petani
di
samping
pedagang
dan
tukang.
Untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera, Ibu Rai Sudani menjadi mitra warga Abiansemal
yang ingin melakukan program keluarga berencana (KB). Namun selama melayani peserta KB di
daerahnya, beliau banyak menerima keluhan dari para ibu yang bermasalah dengan alat kontrasepsi
yang dipakainya. Masalah yang dihadapi biasanya berhubungan dengan menstruasi yang tidak lancar,
sakit, dan mengeluarkan terlalu banyak darah. Selain itu 5 pasiennya tetap hamil walau sudah ber-KB.
Masalah ini teryata juga pernah dialami oleh Bidan Rai Sudani sendiri beberapa tahun yang lalu
sebelum suaminya memutuskan untuk mengikuti KB Vasektomi. Berdasarkan pengalamanya, KB
Vasektomi mampu menghindarkan perempuan dari efek samping pemakaian kontrasepsi wanita namun
aman bagi pria. Berangkat dari pengalaman ini Ibu Rai Sudani kemudian tergerak untuk
mempromosikan
KB
Vasektomi
di
kecamatan
Abiansemal.
Kegiatan promosi KB Vasektomi ini antara lain melakukan konseling kepada calon akseptor. Akseptor
ini diprioritaskan dari keluarga kurang mampu dan mempunyai anak lebih dari 2. Selain itu juga
diadakan pertemuan rutin para akseptor vasektomi setiap bulan. Usaha mempromosikan KB Vasektomi
ini bukan tanpa masalah. Masyarakat sampai saat ini masih mempercayai rumor bahwa KB Vasektomi
dapat menimbulkan gangguan dan mengurangi kenikmatan berhubungan seksual bagi pemakainya.
Padahal berdasarkan pengalaman selama ini, para akseptor vasektomi tidak mengalami masalah seperti
itu. Justru melindungi istri untuk terhidar dari efeksamping dari kontrasepsi. Bidan Rai Sudani telah
menghimpun 15 orang peserta Vasektomi yang kini menjadi promotor kepada anggota masyarakat yang
lain.

Nama : Bidan Ponirah


Usia : 43 tahun
Bidan : sejak tahun 1990
Lokasi
:
Desa

Harjatani,

Kabupaten

Serang,

Banten

Ibu Hj. Ponirah Lahir di Lampung pada 2 Mei 1968. Sejak 1995 beliau merintis Bidan Praktek Swasta
(BPS), sebuah unit pelayanan kesehatan mandiri di Desa Harjatani, Kecamatan Keramat Watu, Serang
Banten. Namun, karena lokasi tersebut berada di perbatasan desa Waringin Kurung, beliau lebih banyak
melayani
warga
desa
ini
dibandingkan
warga
Harjatani.
Desa Waringin Kurung dan Harjatani terletak kurang lebih 25 kilometer dari Kota Serang. Mayoritas
penduduk di desa ini bermata pencaharian sebagai petani salak dengan rata-rata penduduk masih
berada
di
bawah
garis
kemiskinan.
Karena lokasinya yang jauh dari rumah sakit, kehamilan dan persalinan di desa ini lebih banyak di
tolong oleh dukun beranak atau Parai. Hal ini menyebabkan proses persalinan menjadi beresiko
hingga berdampak pada tingginya angka kematian ibu dan bayi. Kebanyakan kasus kematian bayi
terjadi akibat dukun yang masih menangani persalinan tidak normal tanpa menganjurkan ibu untuk
dirujuk
ke
rumahsakit.

Berangkat dari masalah tersebut, Bidan Ponirah terinspirasi untuk mendirikan Bidan Praktek Swasta
(BPS) di tempat tinggalnya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan serta mengurangi angka
kematian
bayi
di
Waringin
Kurung
dan
Harjantani.
Kegiatan di BPS ini meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan normal, senam hamil,
konsultasi
reproduksi,
KB,
imunisasi,
dan
konsultasi
gizi
balita.
Selain kegiatan tersebut, melalui Bidan Ponirah juga menjalin kemitraan dengan 10 dukun bayi di
wilayahnya. Dengan kemitraan ini semua proses persalinan di desa Waringin Kurung dan Harjatani
berada
di
bawah
pengawasan
bidan.
Dengan adanya BPS ini, warga mendapatkan layanan kesehatan dan konsultasi yang siaga 24 jam.
Dengan demikian keselamatan persalinan dan warga masyarakat secara umum lebih terjamin.

3. KATEGORI PEMBERDAYAAN EKONOMI


Nama : Bidan Sri Puayah
Usia Bidan : sejak tahun 1996
Lokasi : Kelurahan O. Mangunharjo Kec Purwodadi Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan
Penghargaan : Bidan terbaik 1 kab. Musi rawas (2001), bidan terbaik 2 prop. Sumsel (2002), Bidan
delima sumatera selatan (2008)
Bidan Sri Puayah lahir di Musi Rawas, 05 Agustus 1977. Terhitung Juli 2011 beliau bertugas di Desa
O. Mangunharjo kecamatan Purwodadi, kabupaten Musi Rawas. Sebelumnya beliau bertugas di Desa
P1 Mardiharjo dan mempelopori berdirinya Koperasi Simpan Pinjam Barokah. Meskipun pindah
tugas, beliau masih aktif di koperasi ini.
Desa p1 Mardiharjo berlokasi. Dengan mayoritas penduduk bermatapencaharian sebagai.. (kondisi
geografi dan ekonomi warga)
Selama mengabdi di desa ini Sri menyadari bahwa perannya sebagai bidan sangat besar, mengingat
profesi bidan berhubungan langsung dengan kehidupan bermasyarakat bukan di bidang kesehatan saja.
Keinginannya untuk berbuat lebih banyak demi Desa membuka pikirannya untuk mendirikan koperasi
yang nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya di bidang kesehatan.

Melalui musyawarah dan mufakat bersama akhirnya bersama masyarakat dibentuklah koperasi JPKM
Barokah pada Agustus tahun 2002 beranggotakan 34 orang. Hasil usaha dari system koperasi ini
dialokasikan untuk berbagai program perbaikan kesehatan ibu dan anak di desa P1 Mardiharjo.
Awalnya bidan Sri Partiyah mendirikan koperasi barokah untuk membantu ibu-ibu melaksanakan
proses persalinan maupun pemeriksaan kehamilan. Namun, pada2007 pemerintah mengeluarkan
program jaminan persalinan (Jampersal) untuk warga kurang mampu. Dengan demikian bidan
mengalihkan fungsi koperasi social Barokah menjadi koperasi yang nantinya bisa membantu ibu-ibu
dalam mendirikan usaha rumahtangga maupun usaha lain yang nantinya bisa menambah pendapatan
bagi keluarga mereka.
Selain bantuan modal untuk meningkatkan pendapatan, Koperasi Barokah juga perperan dalam
perbaikan gizi ibu hamil, pemberian makanan tambahan bagi balita, dan perbaikan gizi bagi lansia.
Beberapa hasil positif yang didapatkan dengan adanya koperasi ini antara lain :
Gizi ibu hamil terpenuhi selama kehamilan sampai akhirnya ibu bayi sehat dan selamat.
Terpenuhinya pemberian ASI eksklusif bagi bayi
Kasus BGM dan BGT di desa teratasi yang terkoreksi dari berat badan balita naik, dan berada pada
garis normal
Kunjungan Posyandu Lansia bertambah
Dari danayang diberikan, keluarga memiliki usaha industri rumah tangga sebagai tambahan
penghasilan bagi
keluarga. Usaha yang ada berupa produksi makanan ringan.

Nama : Bidan Sri Partiyah


Usia :
Bidan : Sejak tahun 1995
Lokasi
:
Desa

Duwet,

Kec.

Bendo.

Kab.

Magetan

Bidan Sri Partiyah menjalankan program bank sampah untuk meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan warganya. Akibat kemiskinan, banyak balita di Desa Bendo mengalami gizi buruk.
Selama ini penderita gizi buruk di Desa ini ditangani dengan mengandalkan bantuan dari pemerintah.
Di samping masalah gizi buruk, desa Bendo juga bermasalah dengan sampah. Banyak sekali sampah
berserakan seperti plastik dan kaleng yang sewaktu-waktu dapat berubah menjadi sarang nyamuk.
Tujuan program Bank Sampah adalah untuk memberikan nilai ekonomi pada sampah untuk
mengumpulkan dana kesehatan sekaligus menjaga lingkungan agar tetap bersih. Mekanisme
operasional bank sampah adalah sebagai berikut:
1. keluarga memilah sampah rumah tangga
2. minggu pertama dan kedua keluarga menyetor ke bank sampah (ditimbang dan dibeli)
3. hasil penjualan ditabung di bank sampah
4. bank sampah menjual sampah ke pengepul
5. tabungan di bank sampah dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan seperti pemenuhan nutrisi

balita,

biaya

bersalin,

kebutuhan

rumah

tangga,

dan

keperluan-keperluan

lainnya

Selain untuk keperluan pribadi, hasil dari bank sampah juga digunakan untuk memberikan bantuan
kepada balita gizi buruk, pemeriksaan golongan darah gratis kepada ibu hamil dan calon pendonornya.
Selain Bank Sampah, terdapat juga program investasi pohon pepaya. Tanaman papaya dari keuntungan
bank sampah ini menjadi tanaman wajib bagi setiap keluarga dengan perjanjian pemanfaatan untuk
desa siaga. Apabila buahnya kurang dari 5 desa siaga tidak memanen, apabila buahnya 5-10 desa siaga
ikut memanen satu, dan jika buahnya lebih dari 10 maka desa siaga berhak mengambil 2. Buah yang
dipetik untuk jatah sendiri bisa digunakan untuk memenuhi nutrisi keluarga atau dijual untuk
menambah penghasilan. Sementara buah yang disetorkan, selain untuk operasional desa siaga juga
digunakan
untuk
pemeriksaan
kadar
gula
bagi
usia
rawan.
Masyarakat menyambut antusias hadirnya bank sampah di desa mereka. Mereka berpartisipasi aktif
mengumpulkan sampah, menanam pepaya, dan menjadi pengelola bank sampah.
Dengan adanya bank sampah, disamping menambah penghasilan masyarakat, kini penanganan balita
gizi buruk dapat dilakukan secara swadaya. Selain itu lingkungan Desa Duwet kini lebih bersih dan
asri.

Nama : Bidan Kesih Am, Keb.


Usia : 35 tahun
Bidan : Sejak tahun 1995
Lokasi : Desa Mekarjaya, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung
Penghargaan : Bidan berprestasi kab. Bandung terbaik 1 kab. Musi rawas (2009), Bidan desa teladan
gubernur jawa barat (2009)
Bidan Kesih lahir di Sumedang pada 3 Oktober 1976. Sejak 2006 beliau bertugas di Desa Mekarjaya,
Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Di tempatnya bertugas, beliau aktif menjalankan Koperasi
Bunda untuk memfasilitasi kegiatan program kesehatan ibu dan anak, membentuk posyandu mandiri,
dan menambah lapangan kerja bagi masyarakat.
Desa Mekarjaya merupakan daerah terpencil di kaki Gunung Malabar Kabupaten Bandung. Desa ini
dihuni sekitar 5600 jiwa yang mayoritas berprofesi sebagai buruh tani. Dari 1685 KK yang menghuni
desa ini, 1545 diantaranya adalah keluarga miskin.
Masalah terbesar di desa mekarjaya adalah kemiskinan yang mencapai 90% dari total penduduk.
Masalah kemiskinan ini berimbas pada kurangnya asupan nutrisi yang cukup bagi masyarakat,
terutama ibu dan anak. Selain itu, ketiadaan dukungan dana yang memadai dalam keluarga,
menyebabkan banyak keluarga tidak bisa membiayai biaya persalinan dan pasca persalinan.
Oleh karena itu, melihat kultur masyarakat yang agraris, bidan menggerakkan masyarakat untuk
membangun Koperasi Bunda pada 2006. Kegiatan koperasi Bunda antara lain memberdayakan
masyarakat dengan menciptakan usaha produktifagraris seperti pemanfaatan limbah untuk pupuk
organik, industri olahan hasil kebun dan budidaya shorgum. Selain itu koperasi Bunda juga mempunyai
warung yang menyediakan barang kebutuhan ibu dan bayi serta sembako. Pengurus koperasi ini
kebanyakan merupakan kader Posyandu yang digaji setiap bulan menggunakan SHU.

Selain memberdayakan kader dan masyarakat secara umum, koperasi bunda juga memfasilitasi
pengumpulan beras perelek untuk memfasilitasi dana sosial bersalin. Beras perelek ini dikumpulkan
oleh kader dan karangtaruna, untuk kemudian dikelola oleh koperasi dan diuangkan. Dana ini nantinya
dapat digunakan untuk memfasilitasi persalinan dan akomodasi warga yang sakit.
Dengan adanya koperasi Bunda warga masyarakat bisa mendapatkan fasilitas kesehatan dan persalinan
yang memadai disamping tambahan penghasilan.

Anda mungkin juga menyukai