Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan kematian ataupun kecacatan fisik dan mental

berupa gangguan fungsional otak yang mengakibatkan kelumpuhan saraf

(deficit neurologic) akibat tersumbatnya aliran darah ke otak karena

perdarahan ataupun sumbatan (Iskandar, 2011). Menurut WHO (World

Health Organization, 2015) setiap tahun ada 15 juta dari penduduk

mengalami kelumpuhan permanen, kawasan Asia Tenggara sebanyak 4,4

juta orang yang mengalami stroke. Pada tahun 2020 diperkirakan 7,6 juta

orang akan meninggal karena penyakit stroke ini.

Stroke merupakan penyakit urutan kelima sebagai penyebab

kematian tersering, membunuh sekitar 130.000 orang per tahun di

Amerika Serikat (American Heart Association/American Stroke

Association, 2016). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI

tahun 2013 menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di

Indonesia dari 8,3 per mil (2012) menjadi 12,1 per mil (2013). Jumlah

penderita stroke usia 45-54 sekitar 8 %, kasus stroke tertinggi yang

terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan

terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi

stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%)

dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal,


prevelensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan

daerah perdesaan (5,7%).

Profil Dinas Kesehatan Sumbar (2015), di Sumatera Barat Stroke

menempati urutan ke 6 dari 33 propinsi dengan persentase 10,6% dengan

jumlah penderita stroke 35.108 orang. Angka kejadian stroke di Sumatera

Barat setiap tahunnya mengalami peningkatan, ini di sebabkan karena

masyarakat masih kurang menyadari pentingnya hidup sehat, seperti masih

merokok, makan makanan yang berlemak, tidak berolahraga dan pola

hidup tidak sehat lainnya. Karena pola hidup yang tidak sehat seperti ini

berdampak buruk bagi kesehatan yang dapat mengakibatkan terkena

penyakit stroke (Dinkes Sumbar, 2015)

Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke

suatu bagian otak tibatiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak

mengalami kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau

pecahnya pembuluh darah otak. Dalam jaringan otak kurangnya aliran

darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia yang dapat merusak atau

mematikan sel-sel saraf otak. Kematian jaringan otak dapat menyababkan

hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Aliran darah yang

berhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak berhenti,

sehingga sebagian otak tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya dan

mengalami gangguan (Iskandar, 2011).

2
Gangguan vaskuler atau gejala stroke yang muncul sangat

bergantung pada bagian otak yang terganggu, gejala tersebut dapat berupa

gejala kelemahan sampai kelumpuhan anggota gerak, bibir tidak simetris,

nyeri kepala, penurunan kesadaran, gangguan rasa (kebas di salah satu

anggota gerak), bicara pelo atau kesulitan dalam bicara, dan

keluhan lainnya. Keluhan atau efek yang ditimbulkan oleh stroke dapat

merupakan disabilitas jangka panjang, di mana lebih dari 40% penderita

tidak dapat diharapkan untuk mandiri dalam aktifitas kesehariannya dan

25% menjadi tidak dapat berjalan secara mandiri. Karena mengalami

gangguan fungsional, psikologis atau perilaku, dan gangguan motorik

(Bare & Smeltzer. 2011).

Gangguan motorik ini disebabkan karena adanya gangguan pada

otak yang menyebabkan kerusakan fisik pada seseorang, salah satunya

adalah hilangnya kemampuan bicara. Dimana kondisi ini terjadi karena

adanya gangguan pada otak yang menyerang area pusat tepatnya otak kiri

yang berfungsi untuk memahami bahasa dan kemampuan bicara, pada

pasien stroke susunan otak yang diserang adalah bagian area broca dan

area wernicke. Dimana bagian tersebut memiliki fungsinya masing-

masing, kedua bagian ini merupakan bagian dari korteks serebral, yaitu

bagian dari otak yang sering dikaitkan dengan kemampuan bicara. Jika

area broca yang terkena maka membuat pasien mengalami susah

menghasilkan suara, sedangkan jika bagian wernicke yang terkena

3
membuat pasien tidak bisa berbicara dengan jelas atau kesulitan dalam

berbicara (Bare & Smeltzer. 2011)

Kesulitan bicara atau AFASIA adalah gangguan fungsi bicara pada

seseorang akibat kelainan otak, orang yang menderita AFASIA tidak

mampu mengerti maupun menggunakan bahasa lisan. Penyakit AFASIA

biasanya berkembang cepat sebagai akibat dari luka pada kepala atau

stroke. Kesulitan bicara ini membuat penderita mengalami stress dan

depresi dikarnakan kesulitan dalam berkomunikasi serta malu karena

berbicara pelo, peran perawat sangat dibutuhkan disini sebagai pemberi

asuhan keperawatan dan pendidik karena pemulihan dalam kemampuan

bicara masih merupakan masalah utama yang dihadapi oleh pasien stroke

yang mengalami kesulitan bicara. Orang yang mengalami kesulitan bicara

atau AFASIA akan mengalami kegagalan dalam berartikulasi (Bambang,

2010)

Artikulasi merupakan proses penyesuaian ruangan supraglottal.

Penyesuaian ruangan di daerah laring terjadi dengan menaikan dan

menurunkan laring, yang akan mengatur jumlah transmisi udara melalui

rongga mulut dan rongga hidung melalui katup velofaringeal dan merubah

posisi mandibula dan lidah. Proses inilah yang akan menghasilkan bunyi

dasar dalam berbicara. Pada pasien stroke yang mengalami kesulitan

dalam bicara proses pembentukan bunyi atau artikulasi mengalami

kegagalan maka dari itu perlu dilakukan speech therapy (Bambang, 2010).

4
Salah satu terapi yang digunakan untuk gangguan AFASIA adalah

terapi AIUEO. Terapi AIUEO bertujuan untuk memperbaiki ucapan

supaya dapat dipahami oleh orang lain. Orang yang mengalami gangguan

bicara atau AFASIA akan mengalami kegagalan dalam berartikulasi.

Artikulasi merupakan proses penyesuaian ruangan supraglottal (Yanti,

2012)

Hasil penelitian Haryato Dkk, (2014) tentang pengaruh terapi

AIUEO terhadap kemampuan bicara pada pasien stroke didapatkan hasil

terjadinya peningkatan kemampuan bicara pada pasien stroke. Sedangkan

penelitian Diah Dkk, 2017 yang berjudul Pengaruh Terapi Aiueo Terhadap

Kemampuan Komunikasi Pada AFASIA Motorik Pasien Pasca Stroke Di

Kota Pontianak dengan hasil Ada pengaruh terapi AIUEO terhadap

kemampuan komunikasi pasien AFASIA motorik pasca stroke di Kota

Pontianak.

Berdasarkan Data yang di dapat dari Rumah Sakit Stroke Nasional

Bukittinggi tahun 2016 terdapat 222 kasus, tahun 2017 terdapat 324 kasus

sedang kan tahun 2018 terdapat 347 kasus stroke dengan afasia yang di

rawat di RS Stroke Bukittingi. Dari data di atas dari tahun 2016 sampai

2018 terdapat peningkatan dalam kasus stroke dengan afasia.

Pada tanggal 23 Oktober 2019 peneliti melakukan studi

pendahuluan melalui wawancara pada pasien stroke yang mengalami

afasia motorik, keluarga pasien, dan perawat Ruangan Di Ruang Irna C

5
Rs Stroke Nasional Bukittinggi 2019. Hasil wawancara dari 3 orang

pasien mengatakan belum mendapatkan informasi tentang terapi latihan

AIUEO, sebagian besar pasien mengandalkan pengobatan medis dan di

tambah dengan konsumsi obat tradisonal yang bisa menurunkan tekanan

darah, dan 4 orang keluarga dari pasien juga mengatakan tidak

tahu manfaat dari latihan terapi AIUEO tersebut. Informasi dari 2 orang

perawat yang dinas di Ruang Irna C mengatakan tahu tentang latihan

terapi AIUEO ini tapi belum menerapkan kepada pasien di karenakan

belum adanya SOP Ruangan tentang latihan ini dan perawat hanya

melakukan latihan ROM. Ketika dilakukan observasi diruangan Irna C RS

Stroke Nasional Bukittinggi 2019, pasien stroke tampak melakukan latihan

ROM tetapi belum ada yang melakukan terapi latihan

AIUEO. Sedangkan jika pasien stroke yang sedang di rawat melakukan

terapi latihan AIUEO ini banyak manfaat yang akan didapat, selain itu

latihan AIUEO ini sangat mudah untuk dilakukan dan di ingat, keluarga

juga bisa membantu mengingatkan untuk melakukan latihan terapi AIUEO

ini.

Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh latihan AIUEO terhadap

kemampuan bicara pada pasien stroke yang mengalami AFASIA motorik di

Ruang Irna C RS Stroke Nasional Bukittinggi 2019?”

6
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat

dirumuskan masalah penelitian yaitu “ada Pengaruh latihan AIUEO

terhadap kemampuan bicara pada pasien stroke yang mengalami AFASIA

motorik di Ruang Irna C RS Stroke Nasional Bukittinggi 2019?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Pengaruh

latihan AIUEO terhadap kemampuan bicara pada pasien stroke

yang mengalami AFASIA motorik di Ruang Irna C RS Stroke

Nasional Bukittinggi 2019

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui rata-rata skala kemampuan bicara pasien stroke sebelum

pemberian latihan AIUEO di Ruang Irna C RS Stroke Nasional

Bukittinggi tahun 2019

b. Diketahui rata-rata skala kemampuan bicara pasien stroke sesudah

pemberian latihan AIUEO di Ruang Irna C RS Stroke Nasional

Bukittinggi tahun 2019

c. Diketahui pengaruh pemberian latihan AIUEO di Ruang Irna C

RS Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019

7
D. Manfaat Penelitian

a. Bagi Pelayanan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien stroke akut yang

mengalami AFASIA sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan

keperawatan terutama perawatan pasien stroke yang mengalami

AFASIA

b. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Sebagai data dasar bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan pengembangan intervensi khusus keperawatan pasien stroke

yang mengalami AFASIA, mendukung terwujudnya evidence based

dalam praktik keperawatan serta menambah pengetahuan dan wawasan

perawat terutama perawatan pasien stroke dengan AFASIA pada

umumnya dan khususnya therapi AIUEO.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas tentang pengaruh latihan motorik oral

terhadap kemampuan bicara pada pasien stroke di Ruang Irna C RS

Stroke Nasional Bukittinggi 2019, dimana variabel independent yang

diteliti yaitu latihan motorik oral dan variabel dependent yang diteliti

adalah kemampuan bicara. Penelitian ini dilakukan di Ruangan di Ruang

Irna C RS Stroke Nasional Bukittinggi 2019. Populasi pada penelitian ini

adalah pasien stroke yang mengalami kesulitan dalam bicara. Penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif menggunakan metode penelitian

8
Praeksperimen, sedangkan jenis rancangan yang digunakan one group pre

test-post test. Penelitian ini memberikan intervensi untuk kemudian dilihat

dampaknya dan pengaruhnya. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan

lembar observasi sebagai instrumen penelitian

9
BAB II

KONSEP TEORITIS

A. Stroke

1. Defenisi

Stroke dapat diartikan sebagai ditemukannya manifestasi klinik

dan gejala terjadinya gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh

yangberkembang secara cepat selama 24 jam atau lebih akibat adanya

gangguan peredaran darah di otak (Brainin & Wolf-Dieter, 2010).

Stroke merupakan penyakit cerebrovascular yang terjadi karena

adanya gangguan fungsi otak yang berhubungan dengan penyakit

pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak (Wardhani & Santi,

2015). Stroke juga biasa disebut dengan brain attack atau serangan

otak, yaitu terjadi ketika bagian otak rusak karena kekurangan suplai

darah pada bagian otak tersebut. Oksigen dan nutrisi tidak adekuat

yang dibawa oleh pembuluh darah menyebabkan sel otak (neuron)

mati dan koneksi atau hubungan antar neuron (sinaps) menjadihilang

(Silva, et al., 2014).

2. Klasifikasi Stroke

Stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu:

a. Stroke Iskemik

Stroke Iskemik didefinisikan sebagai suatu sindrom yang

berkembang pesat dengan onset yang tiba-tiba atau akut, yang

dikaitkan dengan defisit neurologi non-epilepsi dengan batas

10
gumpalan infark yang jelas pada jaringan otak di dalam area

pembuluh darah yang berlainan.

Stroke iskemik berkembang melalui beberapa mekanisme

yaitu karena atherosclerosis, kardioemboli, dan oklusi pada

pembuluh darah kecil atau biasa dikenal dengan sebagai lacunar

stroke (Williams, et al., 2010).

Stroke iskemik mendominasi terjadinya stroke yaitu sekitar

80%. Stroke iskemik terjadi karena terganggunya suplai darah ke

otak yang biasanya disebabkan karena adanya sumbatan pembuluh

darah arteri yang menuju otak. Stroke iskemik ini dapat dibagi

menjadi dua tipe utama, yaitu trombotik dan embolik. Stroke

trombotik terjadi ketika arteri tersumbat oleh pembentukan bekuan

darah di dalamnya. Arteri kemungkinan sudah rusak dikarenakan

oleh endapan kolesterol (atherosclerosis). Penyumbatan total

kemungkinan selanjutnya terjadi dikarenakan diikuti

penggumpalan sel darah (trombosit) atau zat lainnya yang biasa

ditemukan di dalam darah. Stroke embolik yang juga merupakan

tipe stroke iskemik yang kedua juga disebabkan oleh

gumpalan dalam arteri, tetapi dalam kasus ini bekuan atau embolus

terbentuk di tempat lain selain di otak itu sendiri. Bahan-bahan ini

bias menjadi bekuan darah (misal dari jantung) atau dari lemak

(misal dari arteri lain di leher – penyakit arteri karotis) (Silva, et

al., 2014).

11
b. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik jarang terjadi dan dapat dibagi menjadi

dua kategori, yaitu Intracerebral Hemorrhage (ICH) dan

Subarachnoid Hemorrhage (SAH). ICH terjadi karena adanya

perdarahan di dalam otak dan biasanya sering terjadi karena

tekanan darah tinggi. Peningkatan SAH merupakan jenis stroke

hemoragik yang terjadi karena adanya perdarahan dibagian antara

otak dan jaringan yang melindungi otak, atau biasa disebut dengan

area subarachnoid. Penyebab SAH antara lain bias karena

malformasi arteri vena, gangguang perdarahan, cedera kepala,

pengencer darah, dan pecahnya aneurisma. Pecahnya aneurisma

menjadi penyebab SAH yang sering terjadi (National Stroke

Association, 2016).

Aneurisma yang pecah pada SAH berasal dari pembuluh

darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar

parenkim otak. Arteri yang pecah dan keluar ke ruang

subarachnoid akan menyebabkan tekanan intra kranial meningkat

mendadak yang dapat mengakibatkan meregangnya struktur peka

nyeri sehingga timbul nyeri kepala hebat. Peningkatan tekanan

intra kranial juga mengakibatkan terjadinya vasospasme pembuluh

darah serebral yang dapat menyebabkan terjadinya disfungsi otak

global (penurunan kesadaran, sakit kepala) maupun fokal

12
(hemiparesis, gangguan hemisensorik, AFASIA, dan lain-lain)

(Muttaqin, 2008).

Selain dari dua klasifikasi di atas, terdapat jenis stroke lain yaitu

Transient Ischemic Attacks (TIA). TIA yang biasa disebut

dengan mini strokes merupakan gangguan neurologis lokal yang

terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja dan gejala

yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam

waktu kurang dari 24 jam (Muttaqin, 2008). Kondisi yang terjadi

pada TIA yaitu dimana bagian otak mengalami kehilangan

fungsinya sementara atau temporer dikarenakan adanya gangguan

singkat pada aliran darah otak lokal, berlangsung kurang dari 24

jam. Pencegahan stroke sangat krusial atau penting sekali untuk

yang terkena TIA meskipun tidak menimbulkan kecacatan yang

permanen tetapi hal ini merupakan sebuah tanda

peringatan yang sangat dari stroke yang akan datang (Silva, et al.,

2014).

3. Penyebab Stroke

Menurut muttaqin (2011) penyebab stroke adalah :

a. Ateroma

Penyumbatan pembuluh darah oleh kerak/plak dinding

arteri, penyumbatan bias terjadi di sepanjang jalur arteri yang

menuju ke otak. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri

karotis jalur utama memberikan darah ke sebagian otak besar.

13
b. Emboli

Sumbatan arteri oleh pecahan plak (emboli) dari jantung.

Endapan lemak juga biasa terlepas dari dinding arteri dan mengalir

di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.

c. Infeksi

Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi

menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak.

Selain peradangan umum oleh bakteri, peradangan juga bisa dipicu

oleh asam urat yang berlebihan dalam darah.

d. Obat-obatan

Obat-obatan pun dapat menyebabkan stroke, seperti kokain,

amfetamin, epinefrin, adrenalin, dan sebagainya dengan jalan

mempersempit diameter pembuluh darah ke otak dan menyebabkan

stroke. Fungsi dari obat-obatan di atas menyebabkan kontraksi

arteri sehingga diameternya mengecil.

4. Patofiologi

a. Stroke Iskemik

Menurut Feigin (2006) Hampir 80% stroke disebabkan oleh

sumbatan oleh bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau

beberapa arteri yang mengarah ke otak atau embolus (kotoran)

yang terlepas dari jaringan atau arteri ekstrakrani (arteri yang

berada diluar tengkorak) yang menyebabkan sumbatan di satu atau

beberapa arteri intrakranial (arteri yang ada didalam tengkorak).

14
Stroke iskemik menyebabkan penyumbatan atau penyempitan yang

disebabkan oleh aterosklerosis (mengerasnya arteri). Iskemik

disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh

thrombus atau embulus. Thrombus umumnya terjadi karna

berkembangnya arterosklerosis pada dinding pembuluh darah,

sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah kearea thrombus

menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi

kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.

Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri

serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut

menyebabkan iskemia yang tiba tiba berkembang cepat dan terjadi

gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh

pecahnya pembuluh darah oleh emboli (Bare&Smeltzer, 2011).

b. Stroke Hemoragik

Menurut Feigin (2006) stroke hemoragik disebabkan oleh

perdarahan kedalam jaringan otak (disebut hemoragia

intraserebrum atau hematomserebrum) atau kedalam ruang

subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan

jaringan yang menutupi otak. Perdarahan dari sebuah arteri

intraknium biasanya disebabkan oleh aneurisma (arteri yang

melebar) atau pecah. Pembuluh darah otak yang pecah

menyebabkan darah mengalir ke substansi atau

ruangan subarchnoid yang menimbulkan perubahan kompenen

15
intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan

intracranial yang tidak dikompensasi tubuh akan meningkatkan

TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan hernias ota sehingga

timbul kematian. Disamping itu, darah yang mengalir kesubstansi

otak atau ruang subaraknoid dapat menyebabkan edema, spasme

pembuluh darah otak dan penekan pada daerah tersebut

menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga

terjadi nekrosis jaringan otak (Bare&Smeltzer. 2011)

5. Tanda Dan Gejala

Manifestasi klinis stroke tergantung pada lokasi dan luas kerusakan

otak yang terjadi, menurut Iskandar (2011) gejala stroke berdasarkan

area otak yang dikenai yaitu :

a. Hemisper Dominan (kiri)

Gejalanya adalah arah pandangan ke arah kiri, penurunan

lapang pandang kanan, hemiparise kanan, kehilangan hemisensori

kanan

b. Hemisper Tidak Dominan (kanan)

Gejalanya adalah arah pandang ke arah kanan, penurunan

lapang pandang kiri, hemiparise kiri, kehilangan hemifarise kiri

dan left neglect.

c. Batang Otak (brainstem)

Gejalanya adalah mual dan muntah, diplopia, disartria, disfagia,

vertigo, tinitus, hemiparise atau kuadriplegia, kehilangan sensori

16
disebelah badan atau semua badan, penurunan kesadaran, cegukan,

nafas tidak normal.

d. Otak Kecil (serebellum)

Gejalanya adalah gaya berjalan ataxia, kaku leher.

e. Otak Besar

Berhubungan dengan fungsi intelektual yang lebih tinggi,

fungsi bicara, integrasi menerima informasi, dan pengontrolan

gerakan halus

6. Dampak Stroke

Dampak yang umum terjadi setelah seseorang terkena stroke yaitu

masalah pada bagian fisiknya seperti kelemahan, mati rasa, dan kaku.

Masalah fisik lainnya yang dapat terjadi karena stroke yaitu dysphagia,

fatigue (kekurangan energi atau keletihan), foot drop

(ketidakmampuan untuk mengangkat bagian depan kaki), hemiparesis,

inkontinensia, nyeri, kelumpuhan atau paralisis, kejang dan epilepsi,

masalah tidur, spasme otot pada tangan dan kaki, dan masalah pada

penglihatan. Stroke juga menimbulkan dampak pada emosional seperti

terjadinya depresi dan pseudobulbar affect (PBA), dan dampak pada

proses berpikir dan rasa ingin tahu pasien yaitu aphasia, kehilangan

memory, dan vascular dementia (National Stroke Association, 2016).

Stroke akan menimbulkan kecacatan pada seseorang setelah terkena

stroke. Kecacatan yang ditimbulkan tergantung dari otak bagian mana

yang terserang dan seberapa parah kerusakan yang dialami. Seseorang

17
yang terkena stroke juga akan menimbulkan dampak seperti paralisis

dan sukar mengontrol pergerakan, gangguan sensoris dan nyeri,

aphasia (masalah dengan berbahasa), masalah dengan perhatian dan

ingatan, dan gangguan emosi (Silva, et al., 2014).

7. Komplikasi Stroke

Kebiasaan yang terjadi bisa mengenai beberapa aspek atau organ

lain

a. Neurologi, seperti : edema otak, kejang, tekanan tinggi intrakranial,

infark berdarah, stroke iskemik berulang, delirium akut, depresi.

b. Paru-paru, seperti : obstruksi jalan nafas, hipoventilasi, aspirasi,

pneumonia.

c. Kardiovaskuler, seperti : miokard infark, aritmia, dekompensasi

kordis, hipertensi, DVT (Deep Vena Thrombosis), emboli paru.

d. Nutrisi/ pencernaan seperti : ulkus, perdarahan lambung,

konstipasi, dehidrasi, gangguan elektrolit, malnutrisi,

hiperglikemia.

e. Traktus urinarius, seperti : inkontinesia, infeksi saluran kemih.

f. Ortope – kulit, seperti : dekubitus, kontraktur, nyeri sendi bahu,

jatuh/ fraktur

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan umum

Penatalaksanaan umum yaitu berupa tindakan darurat

sambil berusaha mencari penyebab dan penatalaksanaan yang

18
sesuai dengan penyebab. Penatalaksanaan umum ini meliputi

memperbaiki jalan napas dan mempertahankan ventilasi,

menenangkan pasien, menaikkan atau elevasi kepala pasien 30º

yang bermanfaat untuk memperbaiki drainase vena, perfusi

serebral dan menurunkan tekanan intrakranial, atasi syok,

mengontrol tekanan rerata arterial, pengaturan cairan dan

elektroklit, monitor tanda-tanda vital, monitor tekanan tinggi

intrakranial, dan melakukan pemeriksaan pencitraan menggunakan

Computerized Tomography untuk mendapatkan gambaran lesi dan

pilihan pengobatan (Affandi & Reggy, 2016).

Berdasarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia

(PERDOSSI) (2011) penatalaksanaan umum lainnya yang

dilakukan pada pasien stroke yaitu meliputi pemeriksaan fisik

umum, pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh, dan

melakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang

dilakukan yaitu berupa pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan

jantung, dan neurologi.

Pengendalian kejang pada pasien stroke dilakukan dengan

memberikan diazepam dan antikonvulsan profilaksi pada stroke

perdarahan intraserebral, dan untuk pengendalian suhu dilakukan

pada pasien stroke yang disertai dengan demam. Pemeriksaan

penunjang untuk pasien stroke yaitu terdiri dari elektrokardiogram,

laboratorium (kimia darah, kadar gula darah, analisis urin, gas

19
darah, dan lain-lain), dan pemeriksaan radiologi seperti foto

rontgen dada dan CT Scan.

b. Terapi farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi yang bisa dilakukan untuk

pasien stroke yaitu pemberian cairan hipertonis jika terjadi

peninggian tekanan intra kranial akut tanpa kerusakan sawar darah

otak (Blood-brain Barrier), diuretika (asetazolamid atau

furosemid) yang akan menekan produksi cairan serebrospinal, dan

steroid (deksametason, prednison, dan metilprednisolon) yang

dikatakan dapat mengurangi produksi cairan serebrospinal dan

mempunyai efek langsung pada sel endotel (Affandi dan Reggy,

2016). Pilihan pengobatan stroke dengan menggunakan obat yang

biasa direkomendasi untuk penderita stroke iskemik yaitu tissue

plasminogen activator (tPA) yang diberikan melalui intravena.

Fungsi tPA ini yaitu melarutkan bekuan darah dan meningkatkan

aliran darah ke bagian otak yang kekurangan aliran darah (National

Stroke Association, 2016).

Penatalaksanaan farmakologi lainnnya yang dapat

digunakan untuk pasien stroke yaitu aspirin. Pemberian aspirin

telah menunjukkan dapat menurunkan risiko terjadinya early

recurrent ischemic stroke (stroke iskemik berulang), tidak adanya

risiko utama dari komplikasi hemoragik awal, dan meningkatkan

hasil terapi jangka panjang (sampai dengan 6 bulan tindakan

20
lanjutan). Pemberian aspirin harus diberikan paling cepat 24 jam

setelah terapi trombolitik. Pasien yang tidak menerima trombolisis,

penggunaan aspirin harus dimulai dengan segera dalam 48 jam dari

onset gejala (National Medicines Information Centre, 2011)

c. Tindakan bedah

Penatalaksanaan stroke yang bisa dilakukan yaitu dengan

pengobatan pembedahan yang tujuan utamanya yaitu memperbaiki

aliran darah serebri contohnya endosterektomi karotis (membentuk

kembali arteri karotis), revaskularisasi, dan ligasi arteri karotis

komunis di leher khususnya pada aneurisma (Muttaqin, 2008).

Prosedur carotid endarterectomy/ endosterektomi karotis pada

semua pasien harus dilakukan segera ketika kondisi pasien stabil

dan sesuai untuk dilakukannya proses pembedahan. Waktu ideal

dilakukan tindakan pembedahan ini yaitu dalam waktu dua minggu

dari kejadian (Scottich Intercollegiate Guidelines Network, 2008).

Tindakan bedah lainnya yaitu decompressive surgery. Tindakan ini

dilakukan untuk menghilangkan haematoma dan meringankan atau

menurunkan tekanan intra kranial. Tindakan ini menunjukkan

peningkatan hasil pada beberapa kasus, terutama untuk stroke pada

lokasi tertentu (contohnya cerebellum) dan atau pada pasien stroke

yang lebih muda (< 60 tahun) (National Medicines Information

Centre, 2011).

21
d. Penatalaksanaan medis lain

Penatalaksanaan medis lainnya menurut PERDOSSI (2011)

terdiri dari rehabilitasi, terapi psikologi jika pasien gelisah,

pemantauan kadar glukosa darah, pemberian anti muntah dan

analgesik sesuai indikasi, pemberian H2 antagonis jika ada indikasi

perdarahan lambung, mobilisasi bertahap ketika kondisi

hemodinamik dan pernapasan stabil, pengosongan kandung kemih

yang penuh dengan katerisasi intermitten, dan discharge planning.

Tindakan lainnya untuk mengontrol peninggian tekanan intra

kranial dalam 24 jam pertama yaitu bisa dilakukan tindakan

hiperventilasi. Pasien stroke juga bisa dilakukan terapi hiportermi

yaitu melakukan penurunan suhu 30-34ºC. Terapi hipotermi akan

menurunkan tekanan darah dan metabolisme otak, mencegah dan

mengurangi edema otak, serta menurunkan tekanan intra kranial

sampai hampir 50%, tetapi hipotermi berisiko terjadinya aritmia

dan fibrilasi ventrikel bila suhu di bawah 30ºC, hiperviskositas,

stress ulcer, dan daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun

(Affandi & Reggy, 2016).

e. Tindakan Keperawatan

Perawat merupakan salah satu dari tim multidisipliner yang

mempunyai peran penting dalam tindakan pengobatan pasien

stroke ketika dalam masa perawatan pasca stroke. Tujuan dari

perawatan pasca stroke sendiri yaitu untuk meningkatkan

22
kemampuan fungsional pasien yang dapat membantu pasien

menjadi mandiri secepat mungkin, untuk mencegah terjadinya

komplikasi, untuk mencegah terjadinya stroke berulang, dan

meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan pasca stroke

berfokus kepada kebutuhan holistik dari pasien dan keluarga yang

meliputi perawatan fisik, psikologi, emosional, kognitif, spritual,

dan sosial. Perawat berperan memberikan pelayanan keperawatan

pasca stroke seperti mengkaji kebutuhan pasien dan keluarga untuk

discharge planning; menyediakan informasi dan latihan untuk

keluarga terkait perawatan pasien di rumah seperti manajemen

dysphagia, manajemen nutrisi, manajemen latihan dan gerak, dan

manajemen pengendalian diri; kemudian perawat juga

memfasilitasi pasien dan keluarga untuk mendapatkan pelayanan

rehabilitasi; dan memberikan dukungan emosional kepada pasien

dan keluarga (Firmawati, 2015).

B. Afasia

1. Defenisi

AFASIA adalah kesulitan berkata-kata tetapi dapat mengerti

pembicaraan, AFASIA timbul akibat gangguan pada pembuluh darah

karotis interna, yaitu cabangnya yang menuju otak bagian tengah

(arteri selebri media) tepatnya pada cabang akhir (arteri presentalis),

AFASIA ini disertai kelemahan lengan lebih berat dari pada tungkai.

Ilmuan Perancis menemukan suatu area pada lobus frontalis kiri yang

23
jika rusak akan mengakibatkan kehilangan daya pengutaraan pendapat

dan perasaan dengan kata-kata (Sidharta dan Mardjono, 2006)

2. Tanda Dan Gejala AFASIA

Gejala AFASIA adalah tanda-tanda klinis yang normal dari fungsi

reseptif atau ekspresif yang secara relatif mempengaruhi kemampuan

komonikasi seseorang. Gejala-gejala yang dapat mengarah pada

diagnosa AFASIA adalah sebagai berikut :

a. Ketidakmampuan berbicara spontan

b. Ketidakmampuan membentuk kata-kata

c. Ketidakmampuan menyebut nama benda atau objek

d. Ketidakmampuan mengulang suatu frase

e. ParAFASIA (mengganti huruf atau kata)

f. Agramatisme (ketidakmampuan berbicara dengan bahasa yang

baik atau baku)

g. Produsi kalimat yang lengkap

h. Ketidakmampuan untuk memahami bahasa

3. Etiologi

AFASIA adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit. AFASIA

dapat timbul akibat colos otak atau proses patologi pada area lobus

frontal, temporal atau parenteral yang mengatur kemampuan

berbahasa yaitu area broca, area werniclke dan jalur yang

menghubugkan antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak

dihemisfer kiri otak dan pada kebanyakan orang bagian hemisfer kiri

24
merupakan tempat kemampuan berbahasa diatur. Kerusakan otak yang

menimbulkan AFASIA disebabkan oleh stroke, cedera otak tromatik

oleh infark iskemik, sedangkan hemoragik frekuensinya jarang terjadi

dan lokasinya tidak dibatasi oleh kerusakan vaskularisasi.

4. Klasifikasi Afasia

Klaisifikasi menurut Lambantobing (2011)

a. AFASIA Sensorik (Wernicke/Reseptive)

AFASIA wernicke dapat terjadi gangguan yang melibatkan

pada ginus temporal superise. Pasien AFASIA wernicke ditandai

oleh ketidakmampuan memahami bahasa lisan dan bila ia

menjawab ia pun tidak mampu mengetahui apakah jawabannya

salah, tidak mampu mengetahui dan memahami kata yang di

ucapaknnya

b. AFASIA Motorik

Lesi yang menyebabkan AFASIA broca mencakup daerah

brodman 44 dan sekitarnya. Lesi yang mengakibatkan AFASIA

broca biasanya melibatkan operkulum frontal (area brodman 45

dan 44) dan masa alba frontal dalam (tidak melibatkan korteks

motorik bawah dan alba paraventrikuler tengah). Kelainan ini

ditandai dengan kesulitan dalam mengkoordinasikan atau

menyusun pikiran, perasaan dan kemauan menjadi simbol yang

bermakna dan di mengerti oleh orang lain.

25
c. AFASIA Global

Merupakan bentuk AFASIA yang paling berat. AFASIA

global disebabkan oleh luas yang merusak sebagian besar atau

semua daerah bahasa. Penyebab lesi yang paling sering

adalah oklusi arteri karotis interna atau arteri serebri media pada

pangkalnya.

5. Pemeriksaan AFASIA

Untuk melihat fungsi berbahasa dan wicara pada pasien AFASIA

dapat dilakukan pemeriksaan aspek verbal, seperti bicara spontan,

pengulangan kata, pemahaman bicara, penanaman, membaca dan

menulis.

6. Pengkajian atau tes afasia

Berbagaimacam tes afasia dapat dipergunakan macam tes ini

tergantung kepada kebutuhan. Observasi klinis tanpa penggunaan alat

pengkajian ditemukan tidak adekuat untuk mengidentifikasi afasia fase

akut. Penggunaan intrumen skrining dilakukan unutk mengidentifikasi

afasia secara signifikan (Edward es al, 2009)

Salah satu bentuk terapi rehabilitasi gangguan afasia adalah

dengan memberikan terapi wicara. Terapi wicara menurpakan tindakan

yang diberikan kepada individu yang mengalami gangguan

komunikasi, gangguan bahasa bicara, gangguan menelan. Terapi

wicara ini berfokus pada pasien dengan masalah neurologis.

Diantaranya pasien pasca stroke (Sunardi,2009).

26
Latihan pembentukan huruf vokal terjadi dari getaran selaput suara

dengan nafas keluar dari mulut tanpa mendapat halangan. Dalam

sistem fonem bahasa Indonesia, vokal terdiri dari A,I,U,E,dan O.

Dalam pembentukan vokal yang paling terpenting diperhatikan adalah

letak dna bentuk lidah, bibir, rahang dan langit-langit lembut (velum)

(Gunawan, 2011), pasien stroke yang mengalami gangguan bicara

komunikasi, salah satunya dapat dilakukan terapi latihan AIUEO.

C. Terapi AIUEO

1. Defenisi

Terapi wicara disebutjuga dengan terpai AIUEO, merupakan terapi

yang dapat digunakan untuk seseorang menguasai komunikasi bicara

yang lebih baik. Terpai AIUEO membantu penderita untuk

mengunyah, berbicara dan mampu mengerti kembali kata-kata ( Idan

dan Nila, 2009)

Terapi AIUEO merupakan suatu proses rehabilitas pada penderita

gangguan komunikasi sehingga penderita gangguan komunikasi

mampu berinteraksi dengan lingkungan secara wajar dan tidak

mengalami gangguan psikologis (Rodiah,2012)

2. Teknik terapi AIUEO

Terapi AIUEO yaitu dengan cara menggerakkan otot bicara yang

akan digunakan untuk mengucapkan lambang-lambang bunyi

bahasa yang sesuai dengan pola-pola standar, sehingga dapat

dipahami pasien. Hal ini disebut dengan artikulasi organ bicara.

27
Pengartikulasian bunyi bahasa atau suara akan dibentuk oleh

koordinasi tiga unsur, yaitu motoris (pernafasan), unsur yang

bervibrasi (tenggorokan dan pita suara) dan unsur yang beresonansi

(rongga penuturan: rongga hidung, mulut dan dada)

(Gunawan,2008)

28
D. Kerangka Teori

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa


kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran
darah ke otak karena perdarahan ataupun sumbatan (Iskandar,
2011).

Penyebab stroke
Trombosis serebral
Embolisme serebral
Iskemia serebral
Hemoragik serebral
(Muttaqin (2011)

Dampak stroke (Iskandar (2011))


Kelumpuhan (gangguan gerak/mobilisasi)
Perubahan mental
Gangguan komonikasi
Gangguan emosional
Kehilangan indra rasa

Gangguan afaksia
motorik Kelemahan bicara

Terapi latihan AIUEO

Skema 2.1 kerangka teori

29
BAB III

Kerangka Konsep

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian

yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih

sesuai dengan identifikasi masalahnya. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui pengaruh latihan motorik oral terhadap kemampuan bicara

pada pasien stroke di Ruang Irna C RS Stroke Nasional Bukittinggi 2019.

Adapun yang menjadi variabel independent adalah latihan motorik oral

dengan latihan AIUEO dan yang menjadi variabel dependent kemampuan

bicara

Kerangka kerja yang digunakan dalam penelitian :

Bagan 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independent Variabel Dependen

LatihanTerapi Kemampuan
AIUEO Bicara

30
B. Hipotesa

Hipotesa adalah jawaban atau dalil sementara yang kebenarannya akan

dibuktikan melalui penelitian. Hipotesa ditarik dari serangkaian fakta yang

muncul sehubungan dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang diajukan

dalam penelitian adalah :

Ha : Ada Pengaruh latihan teapi AIUEO terhadap kemampuan bicara pada

pasien stroke di Ruang Irna C RS Stroke Nasional Bukittinggi 2019

31
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Desain atau rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat

penting dalam penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam,

2013).

Penelitian ini menggunakan desain/rancangan penelitian kuantitatif

yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan motorik oral terhadap

kemampuan bicara pada pasien stroke di Ruang Irna C RS Stroke Nasional

Bukitttnggi 2019. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan

Praexperimental dengan cara memberikan “one grup pre test-post test

design” (Natoatmodjo, 2012)

Bentuk rancangan penelitian ini sebagai berikut:

Pre Intervensi Post

X1 X2 X3

Keterangan:

X1 : Skala kemampuan bicara sebelum pemberian terapi

X2 : Intervensi (Latihan Terapi AIUEO)

X3: Skala kemampuan bicara Setelah pemberian terapi

32
B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah di

tetapkan (Nursalam, 2013). Angka kejadian stroke di Ruang Irna C RS

Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2016 terdapat 222 kasus, tahun

2017 terdapat 324 kasus, dan pada tahun 2018 terdapat 347 kasus

sedangkan dari bulan Januari sampai Oktober 2019 terdapat 235 kasus

stroke yang di rawat di Ruang Irna C. Rata-rata populasi sebanyak 24

orang per bulannya. Data ini didapat dari data Ruangan Irna C RS

Stroke Nasional Bukittinggi.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang terpilih dengan sampling

tertentu mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2013) untuk penelitian

ini dapat dirumuskan:

Rumus :

𝑁 𝑧 2 𝑝.𝑞
n= 𝑑 (𝑁−1)+𝑧.𝑝.𝑞

Keterangan :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

z = nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96)

p = perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

q = 1 – p (100% - p)

d = tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)

33
𝑁 𝑧 2 𝑝.𝑞
n= 𝑑 (𝑁−1)+𝑧.𝑝.𝑞

Jadi sampelnya adalah dari populasi 24 orang, tingkat signifikan 95%

𝑁 𝑧 2 𝑝.𝑞
Rumus n = 𝑑 (𝑁−1)+𝑧.𝑝.𝑞

24 1.962 0.5.0.5
0.05 (24 − 1) + 1.96.0.5.0.5

24 (3.841)0.5.0.5
0.05 (23) + 1.96.0.5.0.5

23.05
1.15 + 0,49

23.05
1.64

n= 14.04

n= 14

Dari rumus sampel diatas, maka jumlah responden yaitu 14 orang.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RS Stroke Nasional Bukittinggi. Waktu

penelitian dilaksanakan mulai dari penyusunan proposal sampai penyerahan

laporan hasil penelitian.

34
D. Defenisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Skala Hasil Ukur


Operasional Ukur

(Dependen) Terpai AIUEO Pemberian Observasi Nominal Dilakukan


membantu terapi latirahna terapi
Latihan penderita untuk AIUEO
terapi mengunyah,
AIUEO berbicara dan
mampu
mengerti
kembali kata-
kata ( Idan dan
Nila, 2009)

(Independen) Mampu Observasi Lembar Rasio  Tidak


meyebutkan Observasi mengalamiga
Kemampan artikulasi dengan ngguan
bicara jelas, serta bicara (skala
mampu 8)
menyampaikan  Gangguan
perasaan yang bicara ringan
dirasakan (skala 6-7)
 Ganggguan
bicara sedang
(skala 3-5)
 Gangguan
bicara berat
(skala 0-2)
(jurnal terapi
AIUEO)

35
E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Lembar observasi dibagikan atau

diberikan kepada sampel yang memenuhi kriteria yaitu sebanyak 14

sampel. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar

observasi dan SOP latihan terapi AIUEO. Lembar observasi dirancang

menurut variabel yang akan diteliti yaitu tentang pengaruh latihan terapi

AIUOE terhadap kemampuan bicara pada pasien stroke. Pengukuran pada

penelitian ini menggunakan pengukuran nyata dilapangan, sesuai dengan

pemahaman, dan penilaian responden dengan menggunakan lembar

observasi.

F. Etika Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ada beberapa prinsip menurut

Milton dikutip dari Notoatmodjo (2012) :

1. Menghormati harkat dan martabat.

Prinsip ini menghormati setiap individu memiliki otonomi dan hak

membuat keputusan secara sadar dan dipahami dengan baik. Peneliti

akan menjamin bahwa responden yang memberikan data tidak akan

merugi.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian.

Setiap orang memiliki hak dalam memberikan informasi dan

berhak untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang

36
lain. Oleh karena itu, peneliti akan menjaga kerahasiaan responden

dengan tidak menampilkan identitas responden.

3. Keadilan dan inklusivitas / keterbukaan.

Seseorang berhak untuk dipilih dan terlibat dalam penelitian tanpa

deskriminasi serta mendapat penanganan yang sama. Peneliti berusaha

tidak membeda-bedakan subjek dalam penelitian ini.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan.

Responden berhak mendapatkan perlindungan dari

ketidaknyamanan dan kerugian, karena itu peneliti berusaha

mengurangi kerugian dalam suatu penelitian.

G. Pengumpulan, Pengelolaan dan Analisa data

1. Pengumplan data

Alat pengumpulan data Dalam prosedur penelitian, peneliti

mengumpulan data menggunakan alat pengumpulan data, yang terdiri

dari

a. Lembar observasi

Prosedur pelaksanaan latihan motorik oral (SOP)

b. Cara Pengumpulan Data

1) Mengurus surat penelitian Peneliti mengajukan surat

permohonan izin pengambilan data dan penelitian yang

dikeluarkan oleh Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes

Yarsi Bukittingi yang ditujukan Kepada Kepala Direktur,

Kepala Bagian Diklat, dan Kepala Bagian Keperawatan RS

37
Stroke Nasional Bukittingi. Setelah mendapat izin dari

kepala diklat peneliti pergi ke bagian keperawatan dan bagian

pelayanan medis untuk meminta tanda tangan. Setelah semua

tanda tangan didapatkan peneliti mengantarkan surat ke

Ruangan Irna C dan peneliti juga meminta izin ke kepala

ruangan, perawat yang bertugas di Ruang Irna C, dan dokter

penanggung jawab pasien untuk dapat memberikan izin

persetjuan penelitian.

2) Meminta data Setelah semua izin didapatkan peneliti pergi ke

MR dan ruang Neurologi untuk meminta data pasien stroke

yang di rawat di Ruang Irna C RS Stroke Nasional Bukittingi

selama 3 tahun terakhir.

3) Menemui pasien dan meminta persetujuan Selanjutnya peneliti

menemui langsung pasien yang dirawat di RS Stroke Nasional

Bukittingi dan peneliti menjalaskan maksud serta tujuan. Jika

pasien ataupun keluarga pasien menyetujui untuk dijadikan

sampel dalam penelitian, peneliti mengajukan lembar

persetujuan (informed consent) untuk ditanda tangani.

4) Melaksanakan terapi latihan latihan AIUEO dan evaluasi

Pemberian terapi ini berlangsung dari tanggal dengan cara

keluarga ataupun pasien telah menanda tangani lembar

persetujuan dan peneliti telah membuat kontrak waktu untuk

melakukan terapi pada pagi dan sore harinya. Selama

38
penelitian peneliti didampingi penanggung jawab ruangan

untuk melakukan intervensi.

5) Pengolahan data atau hasil Setelah prosedur pengumpulan data

dan penelitian selesai dilakukan, hasil pengumpulan data dan

penelitian selanjutnya diolah dan di analisis ke dalam program

komputerisasi melalui SPSS.

H. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah pengumpulan data selesai

dilakukan. Terdapat beberapa langkah dalam pengolahan dengan

menggunakan computer yaitu (Notoatmodjo, 2010) :

a. Editing (pemeriksaan data)

Semua data yang telah didapat diperiksa kembali, apakah semua

data sudah terisi dengan baik.

b. Coding (pengolaha data)

Data diubah dalam bentuk kalimat atau huruf menjadi data angka

atau bilangan.

c. Entry (memasukkan data)

Memasukkan data dalam table disesuaikan dengan teknik analisa

yang digunakan.

d. Cleaning (membersikan data)

Setelah dimasukkan, data diperiksa kembali sehingga benar-benar

bersih dari kesalahan.

39
e. Tabulating (tabulasi data)

Menyusun data dalam bentuk table distribusi frekuensi kemudian

dideskriptifkan dengan menggunakan skala ukur yang ditetapkan.

Tabel distribusi frekuensi digunakan untuk menyajikan data

masing-masing variabel.

2. Analisa Data

Tahap terakhir pada penelitian ini adalah melakukan analisa data.

Analisa data dilakukan secara bertahap dan dilakukan melalui proses

komputerisasi (Notoatmodjo, 2012).

a. Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk memperoleh nilai rata-rata dari

masing-masing variabel penelitian. Analisa univariat dilakukan

yaitu terhadap variabel hasil kemampuan bicara pada pasien stroke

sebelum dan sesudah intervensi. Analisa univariat bertujuan untuk

menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel

penelitian, yang disajikan dalam bentuk nilai rata-rata (

Notoatmodjo, 2012).

b. Analisa Bivariat

Statistik bivariat adalah suatu metode analisa data untuk

menganalisa pengaruh anatara dua variabel. Yaitu untuk melihat

pengaruh sebelum dan sesudah diberikan latihan motorik oral dan

dapat dilakukan dengan mengukur adanya peningkatan dalam

kemampuan bicara sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan.

40
Pengujian hipotesis untuk mengambil keputusan tentang apakah

hipotesis yang diajukan cukup menyakinkan untuk ditolak dan

diterima dengan mengunakan uji statistik. Untuk melihat

kemaknaan perhitungan statistik digunakan batasan

bermakna 0,05 sehingga jika p value > 0,05 maka hasil perhitungan

tersebut “tidak bermakna” dan jika p value ≤ 0,05 maka secara

statistik tersebut “bermakna”. Analisa dilakukan uji paired t-test

dengan tarif signifikan 0,05. Uji normalitas adalah sebuah uji yang

dilakukan dengan tujuan utuk menilai sebaran data pada sebuah

kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut

berdistribusi normal atau tidak.

41
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Bapak/Ibu/Sdr/I Calon Responden
Di
Tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Program Studi S1
Keperawatan STIKes Perintis Padang Kampus II Bukittinggi.
Nama : MAIDA ELVIRA
NIM : 181114210220
Bermaksud akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Latihan Aiueo
Terhadap Kemampuan Bicara Pada Pasien Stroke Yang Mengalami Afasia
Motorik Di Ruang Irna C RS Stroke Nasional Bukittinggi 2019 ”
Adapun tujuan penelitian ini untuk kepentingan pendidikan peneliti, dan segala
informasi yang diberikan akan dijamin kerahasiannya dan peneliti bertanggung
jawab apabila informasi yang diberikan akan merugikan bagi responden, maka
peneliti mohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/I menyetujui untuk menjadi responden,
maka peneliti mohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/I untuk menandatangani lembar
persetujuan.
Bukittinggi, Oktober 2019
Penulis

MAIDA ELVIRA

42
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini


Nama :

Umur :

Alamat :

Menyatakan bersedia untuk turut berpartisipasi menjadi responden penelitian yang


dilakukan oleh mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKes Yarsi Sumbar
Bukittinggi yang berjudul “Pengaruh Latihan Aiueo Terhadap Kemampuan
Bicara Pada Pasien Stroke Yang Mengalami Afasia Motorik Di Ruang Irna
C Rs Stroke Nasional Bukittinggi 2019”
Demikianlah pertanyaan persetujuan ini saya tanda tangani agar dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Bukittinggi, Oktober 2019
Responden

( )

43
Lampiran 5

LEMBAR OBSERVASI

PENGARUH LATIHAN AIUEO TERHADAP KEMAMPUAN BICARA


PADA PASIEN STROKE YANG MENGALAMI AFASIA MOTORIK DI
RUANG IRNA C RS STROKE NASIONAL BUKITTINGI 2019

No. Responden

Petunjuk :
Jawablah lembar wawancara ini sesuai dengan keadaan anda yang
sebenarnya. Seluruh jawaban akan berlaku sangat rahasia, data akan disimpan dan
dipergunakan hanya untuk penelitian.
1. Identitas Responden
a. Nama Inisial
:…………………………………………………………….
b. Jenis Kelamin :( L / P )
c. Umur : ……………… Tahun
d. Pendidikan Terakhir :
 Tidak  SMP  Perguruan tinggi
Sekolah  SMA
 SD

HASIL
NO Ekspresi (E), Pemahaman (P), Interaksi (I) SKALA PRE POST
1. E=Tidak mampu mengekspresikan dan tidak 0
berusaha menarik perhatian.

P=Kurang atau tidak menunjukkan


pemahaman.(Tidak menunjukkan ekspresi
muka apapun tidak ada respon atau
memberikan respon yang tidak sesuai).

I=Sedikit atau tidak ada interaksi. (Tidak


merespon salam, bisa tertawa atau bertanya
dalam situasi yang tidak pantas).

44
2. E=Tidak mampu mengekspresikan 1
kebutuhan, tetapi menunjukkan usaha pasien
untuk berkomunikasi.

P=Menunjukkan tanda-tanda pemahaman


bahwa orang lain sedang berusaha untuk
mengomunikasikan sesuatu, teapi tidak
dapat memahami bahkan pilihan sebelumnya
ya tidak.

I=Menyadari adanya kehadiran orang lain,


melalui kontak mata dan putar tubuh, sampai
tidak mampu
berinteraksi secara spesifik, (misalnya
melalui salam).
3. E=Menggunakan komunikasi non-verbal, 2
(misalnya bayam, menunjuk dengan jari,
ekspresi wajah) dan atau suara untuk
mengekspresikan kebutuhan dasar
(misalnya untuk pergi ke toilet). Respon ya
tidak tidak dapat diharapkan.

P=Memahami beberapa pilihan


sederhana degan dukungan non-verbal
(misalnya menunjukkan sebuah cangkir,
menunjuk teh, kopi), tatapi tidak dapat
memahami kata-kata atau simbol-simbol.

I=Merespon salam dan signal sosial yang


disampaikan melalui ekspresi wajah
(misalnya tersenyum dan cemberut). Dapat
berinteraksi dengan satu orang tetapi hanya
untuk waktu sebentar.
4. E=Respon ya tidak dapat diharapkan. Dapat 3
mengungkapkan konsep sebuah tindakan
atau benda (misalnya”buku”, “makan”,
“kursi”).

P=Memahami ekspresi sederhana ya tidak


dan dapat memahami beberapa kata-kata
atau simbol-simbol yang sederhana.

I=Dapat berinteraksi dengan satu orang


secara konsisten dengan menggunakan kata-
kata dan atau komunikasi non-verbal

45
5. E=Mengekspresikan ide-ide sederhana 4
secara verbal atau dengan berbicara singkat
(misalnya dapat meminta supaya buku
diletakkan di atas kursi).

P=Memahami ide-ide sederhana yang


disampaikan melalui kata-kata yang
diucapkan satu persatu atau secara non
verbal.

I=Dapat berinteraksi dengan dua orang


secara konsisten dan berpartisipasi
sebagaimana mestinya.
6. E=Mengekspresikan ide-ide yang lebih 5
rumit tetapi harus didukung oleh kominukasi
non-verbal (misalnya dapat meminta supaya
diberikan minum teh)

P=Memahami ide-ide yang hanya bisa


diekspresikan secara lengkap melalui kata-
kata.

I=Dapat berinteraksi dengan beberapa orang


tetapi
membutuhkan dukungan untuk berpartisipasi
secara
efektif.
7. E=Mengekspresikan ide-ide yang 6
memerlukan kata-kata (misalnya “ayah saya
kecewa”). Dapat kehilangan kelancaran
bicara saat gelisah, lelah dll.

P= Memahami beberapa percakapan


yang rumit
(rangkaian kalimat) tetapi sering kehilangan
arah pembicaraan.

I=Berinteraksi secara mandiri dengan


berapapun banyaknya jumlah orang, tetapi
hanya bertahan
sebentar dan dapat mengalami beberapa
kesulitan (misalnya giliran berbicara).
8. E=Dapat mengekspresikan ide-ide dalam 7
banyak berkomunikasi yang kompleks,
tetapi kelancaran berbicaranya berkurang.

46
P=Benar-benar memahami komunikasi
kompleks, tetapi kadang-kadang mengalami
kesulitan.

I=Dapat mempertahankan interaksi dengan


berapapun banyaknya jumlah orang dengan
mengalami hanya sedikit kesulitan.
9 E=Tidak ada masalah yang terdeteksi. 8
P=Tidak ada masalah yang terdeteksi.
I= Tidak ada masalah yang terdeteksi.

47
SOP Terapi Vokal AIUEO

Tabel. 4.3

SOP (STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Pengertian Latihan vokal merupaan ilmu yang mempelajari

komunikasi normal/abnormal yang dipergunakan untuk

memberikan terpai pada penderita dengan gangguan

perilaku komunikasi yaitu kelainan kemampuan bahasa

sehingga oenderita mampu berinteraksi dengan

lingkungan secara wajar

Terapi Memperbaiki ucapan supaya dapat dipahami oleh orang

lain dengan cara menggerakan lidah, bibir, otot wajah

dan mengucapkan kata-kata

Prosedur Langkah-langkah terapi AIUEO

1. Pengkajian

a. Kaji keadaan umum klien

b. Perilaku tanda-tanda vital klien

2. Fase Pre Interkasi

a. Mencuci tangan

3. Fase Orientasi

a. Mengucapkan salam

48
b. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan

c. Menjelaskan langkah prosedur

d. Melakukan kontrak waktu dan menanyakan

persetujuan klien

e. Menjaga privasi klien

4. Fase kerja

a. Membaca basmalah

b. Mengatur posisi klien dengan nyaman dan

jangan berbaring

c. Posisi wajah klien menghadap kedepan kearah

terapis

d. Kedua tangan klien masing masing berada di

sampping kiri dan kanan

e. Ajarkan klien kembukna kedua bibir dengan

rapat kemudian kembungkna salah satu pipi

dengan udara, tahan selama 5 detik dan

kemudian hembuskan. Lakukan secara

bergantian pada sisi yang lainnya

f. Pasien dianjurkan mengucapkan hurf “A”

49
dengan keadaan mulut terbuka

g. Selanjurnya klien dianjurkan menyebutkan

huruf “I” dengan keadaan mulut dan didi

diraatkan dan bibir terbuka

h. Selanjurnya huruf “U” dengan keadaan mulut

mencucu kedepan dan bibir atas dan depan tidak

rapat

i. Selanjutnya paisen dianjurkan mengucapkan

huruf “E” dengan keadaan pipi mulut dan bibir

seperti tersenyum

j. Selanjutnya paisen dianjurkan mengucapkan

huruf “O” dengan keadaan mulut dan bibir

mencucu kedepan

5. Fase terminasi

a. Merapian klien dan memberikan posisi yang

nyaman,

b. mengevaluasi respon klien

c. memberikan reinforcement positif

d. membuat kontrak pertemuan selanjutnya

50
e. mengakhiri pertemuan dnegan baik bersama

klien

51
DAFTAR PUSTAKA

Amila. (2012). Pengaruh pemberian augmentative and augmentative and

alternative comunication (AAC) terhadap kemampuan fungsional

komunikasi dan depresi pada pasien stroke dengan afasia motorik di

RSUD Garut, Tasikmalaya dan Banjar.

Bare & Smeltzer. (2001). Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Volume 3.

Jakarta : EGC

Feigin, Valery (2016). Stroke. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer

Gofir, A. (2009). Management Stroke. Edisi 1. Yogyakarta : Pustaka Cendekia

Haryato, Dkk. (2014). Pengaruh terapi AIUEO terhadap kemampuan bicara pada

pasien stroke yang mengalami afasia motorik di RSUD tugurejo

Semarang. STIKes Tugurejo Semarang. (Skripsi)

Iskandar, Junaidi. (2011). Stroke (Waspadai Ancamannya). Yogyakarta : KDT

Misbach, J at all. (2007). Unit Stroke Manajemen Stroke Komprehensif .Jakarta

:FKUI

Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System

Persyarafan. Jakarta : Selemba Medika

Munifatul, Dkk. (2016). Efektivitas penggunaan cermin terhadap kemampuan

bicara pada pasien stroke yang mengalami afasia motorik di SMC RS

Telegorejo. STIKes Telegorejo Semarang

Nursalam, (2013). Metode penelitian ilmu keperawatan. Edisi 3. Jakarta :Salemba

Medika

52
Notoatmodjo, Soekidjo (2012). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT

Rineka Cipta

Profil Dinas Kesehatan Sumatra Barat, 2015. Diakses Dari Www.Depkes.Go.Id.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).Kemenkes RI tahun 2015.

Sidharta & Mardjono. (2006). Neurologi Klinik Dasar. Cetakan ke 15. Jakarta

:Dian Rakyat

Setyono, Bambang. (2000). Terapi Wicara. Jakarta : EGC

Ulfa, Marya. (2016). Pemberian terapi AIUEO terhadap kemampuan bicara pada

pasien stroke yang mengalami afasia motorik di RSUD Salatiga. STIKes

kusuma husada Surakarta. (Proposal)

Walsh, Declan. (1997). Kapita Selekta Penyakit Dan Terapi. Jakarta : EGC

World Health Organization (WHO), 2015. Stroke, cerebrovascular accident.

www.who.int/cardiovascular_diseases/resources/atlas/en/

53

Anda mungkin juga menyukai