Anda di halaman 1dari 41

KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.B DENGAN


GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI : STROKE
DI RUANG CENGKIR 1 RSUD KABUPATEN
INDRAMAYU

Diajukan sebagai Syarat untuk Memenuhi


Tugas Mata Kuliah Elektif Program Studi Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indramayu

Oleh :

Enes Astriani
NIM. R.21.04.15.023

YAYASAN INDRA HUSADA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
INDRAMAYU
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke atau Cerebral Vaskular Accident (CVA) adalah hilangnya fungsi

otak secara mendadak yang akan mengakibatkan gangguan peredaran darah ke

otak, sehingga akan menyebabkan hilangnya pada pergerakan, daya pikir,

memori, dan kemampuan berbicara untuk sementara waktu atau bahkan

permanen (Smeltzer & Bare, 2015). Menurut World Health Organization angka

kematian stroke di dunia sebanyak 3,0% dan menempati urutan nomor 3 setelah

penyakit jantung koroner (13%) dan kanker (12%) (WHO, 2018). Sementara itu,

pravelensi penyakit stroke berdasarkan Riset kesehatan Dasar tahun 2018 di

Indonesia, terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari jumlah penderita stroke

tahun 2013 sebesar 12,1% menjadi 12,7% di tahun 2018.

Stroke memiliki gejala seperti rasa lemas tiba-tiba dibagian tubuh, wajah,

lengan, atau kaki seringkali terjadi pada salah satu sisi tubuh, kesulitan bicara atau

memahami pembicaraan, kesulitan melihat dengan satu mata atau kedua mata,

kesulitan berjalan, pusing, hilang keseimbangan, sakit kepala dan hilang

kesadaran atau pingsan . Masalah kesehatan yang muncul dari serangan penyakit

stroke sangat bervariasi tergantung luas daerah otak yang mengalami infark atau

kematian jaringan dan lokasi yang terkena. Bila stroke menyerang otak kiri dan

mengenai pusat bicara, kemungkinan pasien akan mengalami gangguan bicara

atau afasia, karena otak kiri berfungsi untuk menganalisis, pikiran logis, konsep,
dan memahami bahasa. Secara umum afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia

motorik, afasia sensorik dan afasia global.

Afasia motorik merupakan kerusakan di lapisan otak pada permukaan

daerah broca, yang ditandai dengan kesulitan dalam mengontrol koordinasi, bicara

lisan tidak lancar, dan ucapannya sering tidak dimengerti oleh orang lain. Salah

satu bentuk terapi rehabilitasi untuk memperbaiki gangguan komunikasi verbal

pada seseorang yang menderita afasia motorik adalah denngan terapi pengucapan

huruf vokal “AIUEO” pada alfabet. Menurut Yunica et.al (2019) terapi “AIUEO”

merupakan jenis terapi wicara dengan cara menggerakkan lidah, bibir, otot wajah

dan mengucapkan kata-kata dengan huruf A, I, U, E, dan O, yang bertujuan untuk

memperbaiki ucapan supaya dapat dipahami oleh orang lain. Metode yang

digunakan dalam terapi AIUEO yaitu dengan metode imitasi, di mana setiap

pergerakan organ bicara dan suara yang dihasilkan perawat diikuti oleh pasien.

Hasil penelitan yang dilakukan oleh Haryanto, Setyawan & Kusuma (2014)

di RSUD Tugurejo Semarang yang dilakukan 2 kali sehari selama 7 hari pada 21

orang sampel menunjukkan bahwa hasil analisis uji statistik dengan menggunakan

Paired T Test didapatkan p value 0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa Ho ditolak

Ha diterima, menunjukkan ada pengaruh terapi AIUEO terhadap kemampuan

bicara pasien stroke yang mengalami afasia motorik.

Penelitian yang dilakukan oleh Sofiatun, Kristiyawati & Purnomo di RS

Mardi Rahayu Kudus dengan sampel 40 orang responden dengan menilai tingkat

kemampuan berbicara sebelum dan sesudah dilakukan terapi “AIUEO” yang

dilaksanakan 1 kali dalam sehari selama 3 hari didapatkan hasil uji statistik

STIKes Indramayu
diperoleh nilai p-value 0,000 (<0,05) maka Ha diterima artinya terapi AIUEO

lebih efektif terhadap kemampuan bicara pasien stroke yang mengalami afasia

motorik.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian pengaruh Terapi AIUEO efektif dalam

meningkatkan kemampuan bicara pasien stroke yang mengalami afasia motorik

sehingga penulis tertarik untuk melakukan tindakan dengan melakukan terapi

AIUEO pada pasien stroke yang mengalami afasia motorik.

Pada saat pelaksanaan kegiatan praktik program profesi ners di ruangan

cengkir 1 RSUD Kabupaten Indramayu selama 2 minggu berdasarkan catatan

dokumentasi ruangan terdapat 4 pasien dengan permasalahan stroke, 2

diantaranya mengalami afasia motorik. Ruangan cengkir 1 merupakan ruang

penyakit dalam kelas III yang memiliki 3 kamar ruang rawat inap. Berdasarkan

hasil observasi saat melaksanakan praktik di ruangan tersebut penulis

mendapatkan beberapa masalah yang didominasi oleh sistem persyarafan seperti

cedera kepala, epilepsi, dan yang paling saling terjadi adalah stroke, dan salah

satu gejala dari penyakit stroke yaitu afasia motorik atau kesulitan bicara.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengambil kasus

tentang terapi bicara berupa terapi AIUEO pada Tn.B yaitu seorang laki-laki

berumur 56 tahun yang mengalami afasia motorik, pasien tidak mampu

mengucapkan kata dengan jelas, sebelum dirawat dirumah sakit pasien sudah

menjalani terapi pijat untuk mengatasi gangguan bicara, tetapi belum berhasil,

maka dari itu penulis tertarik pada kasus tersebut untuk dijadikan sebagai bahan

karya tulis ilmiah, dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.B dengan

STIKes Indramayu
Gangguan Sistem Neurologi : Stroke di Ruang Cengkir 1 Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Indramayu”.

B. Rumusan Masalah

Stroke atau Cerebral Vaskular Accident (CVA) adalah hilangnya fungsi

otak secara mendadak yang akan mengakibatkan gangguan peredaran darah ke

otak, sehingga akan menyebabkan hilangnya pada pergerakan, daya pikir,

memori, dan kemampuan berbicara untuk sementara waktu atau bahkan

permanen (Smeltzer & Bare, 2015).

Pasien dengan masalah sistem neurologi: Stroke yaitu Tn.B seorang laki-

laki berumur 56 tahun yang mengalami afasia motorik, pasien tidak mampu

mengucapkan kata dengan jelas. Pasien sudah menjalani terapi pijat untuk

mengatasi gangguan bicara, namun belum berhasil mengatasi gangguan bicara

yang dialaminya.

Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam karya ilmiah ini

adalah belum diketahuinya asuhan keperawatan pada Tn.B dengan gangguan

sistem neurologi : Stroke di Cengkir 1 Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu,

sehingga pertanyaan karya ilmiah ini adalah “bagaimana asuhan keperawatan

pada Tn.B dengan gangguan sistem persyarafan : stroke di Ruang Cengkir 1

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu ?”.

STIKes Indramayu
C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah mampu melakukan asuhan

keperawatan pada Tn.B dengan gangguan sistem neurologi : stroke di Ruang

Cengkir 1 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Stroke pada Tn.B

di Ruang Cengkir 1 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu.

b. Mampu menegakan diagnosa yang muncul pada pasien dengan

Stroke pada Tn.B di Ruang Cengkir 1 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Indramayu.

c. Mampu menyusun rencanaan tindakan keperawatan pada pasien

dengan Stroke pada Tn.B di Ruang Cengkir 1 Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Indramayu.

d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan Stroke

pada Tn.B di Ruang Cengkir 1 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Indramayu.

e. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah

dilakukan pada pasien pasien dengan Stroke pada Tn.B di Ruang Cengkir 1

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu.

f. Mampu melakukan Evidance Based Practice pada pasien dengan

Stroke pada Tn.B di Ruang Cengkir 1 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Indramayu.

STIKes Indramayu
D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis tentang asuhan

keperawatan dengan masalah sistem persyarafan terutama penyakit stroke, selain

itu karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah satu cara penulis dalam

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh didalam proses pendidikan

2. Manfaat bagi Institusi Pendidikan

Penulisan karya ilmiah ini diharapkan sebagai informasi bagi institusi

pendidikan dalam menambah referensi terutama dalam pemberian asuhan

keperawatan dengan masalah sistem persyarafan terutama penyakit stroke melalui

pengaplikasian teori dalam praktik lapangan serta mengambil ilmu baru yang

didapat dari lahan praktik.

3. Manfaat bagi Profesi Keperawatan

Penulisan karya ilmiah ini diharapkan menjadi informasi dalam pemeberian

asuhan keperawatan terutama dengan masalah sistem persyarafan: stroke (afasia

motorik) sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang optimal pada

pasien stroke

STIKes Indramayu
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Stroke

1. Definisi Stroke

Stroke merupakan gangguan peredaran darah diotak karena pecahnya

pembuluh darah atau tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya

kematian jaringan otak, sehingga akan mengakibatkan penderita mengalami

kelumpuhan atau bahkan bisa mengakibatkan kematian (Haryono dan Utami,

2019). Stroke adalah pecahnya pembuluh darah otak secara mendadak dengan

akibat penurunan fungsi neurologis (Hariyanto & Sulistyowati, 2015).

Stroke atau Cerebral Vaskular Accident (CVA) adalah hilangnya fungsi

otak secara mendadak yang akan mengakibatkan gangguan peredaran darah ke

otak, sehingga akan menyebabkan hilangnya pada pergerakan, daya pikir,

memori, dan kemampuan berbicara untuk sementara waktu atau bahkan

permanen (Smeltzer & Bare, 2015). Jadi, Stroke adalah adanya penyumbatan,

penyempitan dan pecahnya pembuluuh darah di otak yang mengakibatkan

kematian jaringan otak dapat menyebabkan kelumpuhan pada penderita stroke

bahkan mengakibatkan kematian.

STIKes Indramayu
2. Klasifikasi Stroke

Klasifikasi stroke menurut Black dan Hawks (2014) dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Stroke non hemoragik

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah ke otak oleh

trombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena perkembangan

arterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat,

aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia

kemudian menjadi kompleks iskemia, akhirnya menjadi infark pada jaringan otak.

Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri karotis. Terjadinya

blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba – tiba berkembang cepat

dan terjadi gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh

pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

b. Stroke hemoragik

Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi

atau ruang subaraknoid yang menimbulkan perubahan komponen intrakranial

yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intrakranial yang tidak

dapat dikompensasi oleh tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang apabila

berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian.

STIKes Indramayu
3. Etiologi Stroke

Menurut Smeltzer & Bare (2015), etiologi dari stroke :

a. Trombosit serebral

Arteriosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab

utama trombosit serebral, penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda

trombosit serebral bervariasi, seperti sakit kepala, pusing, perubahan kognitif

dan kejang.

b. Embolisme serebral

Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endocarditis efektif,

penyakit jantung dan infark miokard yaitu tempat dari asal emboli. Emboli

biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang – cabangnya.

c. Perdarahan

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang

subaraknoid atau kedalam jaringan otak. Perdarahan ini dapat terjadi karena

aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak yang dapat

penekanan.

d. Hipoksia umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah

hipertensi yang parah, henti jantung paru, dan curah jantung turun akibat aritmia.

STIKes Indramayu
e. Hipoksia setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah :

spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid dan vasokontriksi

arteri otak yang disertai sakit kepala migraine.

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut Black dan Hawks (2014) diantara nya, yaitu :

a. Defisit motorik, diantaranya adalah Hemiparesis dan Hemiplegia.

Hemiparesis (kelemahan) atau Hemiplegia (paralisis) dari satu bagian dari

tubuh bisa terjadi stroke. Hemiplegia menyeluruh bisa terjadi pada sisi bagian

tubuh dari wajah dan lidah, lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama.

Sehingga bisa menyebabkan klien berbata – bata (ataksia).

b. Defisit verbal

Defisit verbal adalah terjadinya afasia yaitu penurunan kemampuan untuk

berkomunikasi. Afasia bisa melibatkan beberapa atau seluruh aspek dari

komunikasi termasuk berbiara, membaca, menulis dan memahami pembicaraan.

c. Defisit lapang penglihatan

Defisit lapang penglihatan merupakan proses yang kompleks dan dikontrol

oleh beberapa bagian dalam otak. Stroke pada lobus parietal atau temporal bisa

mengganggu ketajaman penglihatan.

d. Defisit sensorik

STIKes Indramayu
Defisit sensorik yaitu penurunan pada bagian sisi kontra lateral tubuh dan

biasanya disertai dengan hemiplegia atau hemiparesis. Kondisi hemiplegia

(kehilangan sensasi pada bagian satu sisi tubuh) mungkin tidak dirasakan oleh

klien. Sensasi pada permukaan seperti nyeri, sentuhan dan tekanan. Sedangkan

parastesia digambarkan sebagi rasa nyeri terbakar yang persisten, kesemutan atau

rasa tertusuk dan rasa sensasi yang meningkat.

e. Defisit perilaku atau emosional

Infark pada lobus frontal yang terjadi pada arterisereral anterior atau media

dapat mengarah gangguan dalam ingatan, penilaian, pemikiran abstrak,

pemahaman, kemampuan menahan diri dan emosi.

f. Defisit kognitif

Gejala yang ditandai dengan mudah lupanya klien terhadap ingatan jangka

pendek maupun jangka panjang, susah berkonsentrasi dan perubahan dalam

penilaian

5. Patofisiologi

Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti

yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian

sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit

(non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri

serebral dan arteri karotis Interna (Satyanegara, 2014).

Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau

cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu:

STIKes Indramayu
a. Penebalan dinding arteri serebral

Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan

sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat,

selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.

b. Pecahnya dinding arteri serebral

Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke

kejaringan (hemorrhage).

c. Pembesaran pembuluh darah

Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan

jaringan otak.

d. Edema serebri

Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial

jaringan otak.

Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit

perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan

melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi

suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana

jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang

baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang

ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah

STIKes Indramayu
adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan

sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada

daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak

berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan

tekanan darah arteri. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang

tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi

kerusakan jaringan secara permanen (Satyanegara, 2014).

Patofisiologi penyakit stroke dapat dilihat pada gambar dibawah ini untuk

mempermudah dalam memahami perjalanan penyakit :

STIKes Indramayu
Stroke

Penurunan fungsi N.X


Metabolisme otak terganggu (vagus), N.IX
Risiko Perfusi (glosofaringeus)
Serebral Tidak
Penurunan suplai O2 ke otak
Efektif
Disfagia
Peningkatan TIK

Arteri cerebri Gangguan Menelan


Arteri karotis Arteri vertebra
interna basilaris media
Disfungsi N.IX
(assesoris)
Kerusakan N.I Kerusakan
Disfungsi N.II (olfaktorius), N.II N.VII (facialis),
(Optikus) (optikus), N.IV N.IX
(troklearis), N.XII Kelemahan pada
(glosofaringeus) satu/keempat anggota
(hipoglosus)
gerak
Penurunan
aliran darah ke Kontrol otot
retina Perubahan fasial/oral menjadi
ketajaman sensori lemah Hemiparase/plegi
penghidu, kanan dan kiri
Penurunan penglihatan dan
pengecap Ketidakmampuan
kemampuan retina bicara
menangkap bayangan Tirah baring lama

Kerusakan
Gangguan atikular tidak
Kebutaan Persepsi Sensori dapat berbicara
(disatria)

Resiko jatuh
Gangguan
Gangguan Gangguan
Integritas
Komunikasi Verbal Mobilitas Fisik Kulit/Jaringan

STIKes Indramayu
6. Epidemiologi

Stroke menjadi penyebab kematian utama ke tiga di dunia serta

kecacatan jangka panjang pada penderitanya. Laju mortalitas pada

serangan stroke pertama dan stroke berulang yaitu 18-37% dan 62%.

Stroke menjadi penyebab utama kematian di negara Asia Tenggara

(ASEAN). Angka kematian tertinggi terjadi di Indonesia, Filipina,

Singapura, Brunei Darussalam dan Malaysia (Putri, et al., 2017).

Jumlah penderita stroke di Indonesia menduduki peringkat pertama

sebagai negara terbanyak yang mengalami stroke di seluruh Asia.

Prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 dari 1000 populasi. Angka

prevalensi ini meningkat dengan meningkatnya usia. Di Indonesia

didapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian tertinggi yaitu 15,4%.

Didapatkan sekitar 750.000 insiden stroke per tahun di

Indonesia, dan 200.000 diantaranya merupakan stroke berulang (Irdelia, et al.,

2014).

7. Pemeriksaan Penunjang
Luka dekubitus
Pemeriksaan penunjang pada pasien stroke menurut (Williams &

Wilkins, 2014), yaitu :

a. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium termasuk antibody antikardiolipin, antifosfolipid,

faktor V (Leidin)
Gambar yang mengalami
2.1 Pathofisiologi Strokemutasi, antitrombin
berdasarkan NurarifIII, protein S, dan protein
(2013)

C dapat menunjukkan peningkatan risiko thrombosis.

STIKes Indramayu
b. Magnetic Resonance Angiography

Mengevaluasi lokasi dan ukuran lesi.

c. Angiografi serebral

Memperjelas gangguan atau kerusakan pada sirkulasi serebral dan merupakan

pemeriksaan pilihan utama untuk mengetahui aliran darah serebral secara

keseluruhan.

d. CT scan mendeteksi abnormalitas structural

e. Tomografi emisi-positron

Memberi data tentang metabolisme serebral dan perubahan pada aliran darah

serebral

8. Penatalaksanaan Medis

STIKes Indramayu
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk

menurunkan edema serebral yang mencapat tingkat maksimum 3 sampai 4 hari

setelah infark serebral. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya dan

memperberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem

kardiovaskular. Medikasi antitrombosit sangat berperan penting dalam

pembentukan thrombus dan embolisasi (Smeltzer & Bare, 2015).

Menurut Black & Hawks (2014) penatalaksanaan untuk memperbaiki

fisik dan kognitif pasien dalam upaya pencegahan komplikasi penurunan

neurologis dan imobilitas.

a. Fisioterapi
Fisioterapi membantu pasien dengan penyakit stroke membangun

kekuatan otot dan mempertahankan rentang gerak (range of motion) dan tonus

otot di bagian otot yang tidak terkena stroke. Pasien juga dapat melatih

keseimbangan dan keterampilan untuk kemampuan merasakan posisi, lokasi, dan

orientasi serta gerakan dari bagian tubuh

b. Terapi okupasi

Ahli terapi okupasi bersama pasien dengan penyakit stroke mempelajari

aktivitas sehari – hari (activities of daily living/ADL) dan melatih penggunaan alat

bantu yang dapat meningkatkan kemandirian.

c. Terapi bicara

Ahli terapi bicara bekerjasama dengan pasien membantu perkembangan

penyembuhan bicara dalam jumlah maksimum melalui belajar kembali,

penekanan pada bunyi bicara atau penggunaan alat komunikasi alternative.

STIKes Indramayu
B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian/anamnesis pada stroke meliputi identitas klien,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,

riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial (Muttaqin, 2012).

a. Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,

pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor

register dan diagnosis medis.

b. Keluhan utama

Keluhan utama pada pasien stroke adalah kelemahan otot anggota gerak

sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat

kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak,

pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri

kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain itu

gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang

lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran

disebabkan perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan

perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat

terjadi letargi, tidak responsive dan koma.

STIKes Indramayu
d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,

penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,

kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat anti koagulan, aspirin,

vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian

pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti

pemakaian obat anti hipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan

lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan

penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat

mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan

merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk

memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi

diabetes mellitus atau ada riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f. Pengkajian psikososiospiritual

Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa

dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi

yang jelas mengenai status emosi, kognitis dan perilaku klien.

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting

untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang

dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga, masyarakat

STIKes Indramayu
serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya

baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

g. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk

mendukung data dari pengkajian. Pemeriksaan fisik sebaiknya

dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada

pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan beberapa keluhan

klien (Muttaqin, 2012).

1) Keadaan Umum

Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang

mengalami, gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang

tidak bisa bicara dan pada vital sign tekanan darah meningkat

dan denyut nadi bervariasi.

2) B1 (Breathing)

Hasil inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan

produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan

peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas

tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan

produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang

sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat

kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian

STIKes Indramayu
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.

Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan

kiri.

3) B2 (Blood)

Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan

renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien

stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat

terjadi hipertensi massif (tekanan darah>200 mmhg).

4) B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,

bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang

tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan

aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang

rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)

merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan

pengkajian pada sistem lainnya.

a) Pengkajian tingkat kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan

parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat

keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif

untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat

STIKes Indramayu
peringkat peubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut

tingkat kesadaraan klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor dan

semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat

penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk

pemantauan pemberian asuhan.

b) Pengkajian fungsi serebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa

lobus frontal dan hemisfer (Muttaqin, 2012).

(1) Status mental Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,

ekspresi wajah dan aktivitas motoric klien. Pada klen stroke tahap lanjut

biasanya status mental klien mengalami perubahan

(2) Fungsi Intelektual didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik

jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung

dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu

kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu

nyata.

(3) Kemampuan bahasa, penurunan kemampuan bahasa bergantung daerah

lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer

yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area

Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami

lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus

frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien

dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya

STIKes Indramayu
tidak lancar. Disartia (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara

yang sulit yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab

untuk menghasilkan bicara.

(4) Lobus frontal, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan

jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kasitas, memori atau fungsi

intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat

ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,

lupa dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi

masalah frustasi dalam progam rehabilitasi mereka.

(5) Hemisfer, stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri

tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral

sehinnga dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga

kemungkinan terjatuh kesisi yang berlawanan tersebut.

c) Pengkajian Saraf Kranial

Pemeriksan ini meliputi pemeriksaan saraf cranial I-XII

(1) Saraf I, biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi

penciuman.

(2) Saraf II, Disfungsipersepsi visual karena gangguan jaras sensori primer

diantara mata dan korkes visual. Gangguan hubungan visual-spasial sering

terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.Klien mungkin tidak dapat memakai

pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian

ke bagian tubuh.

STIKes Indramayu
(3) Saraf III, IV, VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi

otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugar

unilateral di sisi yang sakit.

(4) Saraf V, pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf

trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,

penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilatera, serta kelumpuhan satu sisi otot

pterigoideus internus dan ekstremitas.

(5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan

otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

(6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

(7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka

mulut

(8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot stenokleidomastoideus dan trapezius.

(9) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi

d) Pengkajian Sistem Motorik. Stroke adalah penyakit saraf motoric atas atau

Upper Motor Neuron (UMN) dan mengakibatkan kehilangan control volunteer

terhadap gerakan motoric. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan control

motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada

UMN di sisi yang berlawanan dari otak.

(1) Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis salah satu sisi)

(2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot ekstremitas

(3) Tonus otot. Didapatkan meningkat.

STIKes Indramayu
(4) Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot

pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.

(5) Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena

hemiparese dan hemiplegia.

e) Pengkajian Refleks. Pemeriksaan reflex terdiri atas pemeriksaan reflex

profunda dan pemeriksaan refleks pada respons normal.

(1) Pemeriksaan Refleks Profunda. Pengetukan pada tendon, ligamentum atau

periosteum derajat refleks pada respons normal.

(2) Pemeriksaan Refleks Patologis. Pada fase akut refleks fisiologis sisi yang

lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan

muncul kembali didahului refleks patologis.

f) Pengkajian Sistem Sensorik. Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi

terdapat ketidakmampuan untuk menginterprestasikan sensasi. Disfungsi

persepsi visual karena gangguan saraf sensori primer antara mata dan kortaks

visual. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan

ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan proprisepsi (kemampuan

untuk merasakan posisi dan gerakan tubuh) serta kesulitan dalam

menginterpretasikan strimuli visual, taktil dan auditorius.

5) B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia

urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan

mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk

mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol

STIKes Indramayu
motoric dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal

hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi ntermiten

denngan teknik steril. Inkontinensia urine yang

berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

6) B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu

makan menurun, mual, muntah pada fase akut. Mual sampai

muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung

sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola

defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic

usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan

kerusakan neurologis luas.

7) B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan

kehilangan control volunteer terhadap gerakan motoric. Oleh

karena neuron motor atas menyilang, gangguan control monitor

volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan

kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari

otak.

Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia

(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang

berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,

adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan oksigen

STIKes Indramayu
kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji beberapa tanda

decubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien

stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan

untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensoria atau aralise/plegi,

serta mudah lelah menyebabkan masalah pada

pola aktivitas dan istirahat.

2. Analisa Data

Tabel 2.1
Analisa Data Masalah Stroke

Data Senjang Etiologi Masalah Keperawatan

Faktor Risiko : Stroke Risiko Perfusi Serebral Tidak

1. Keabnormala Efektif (D0017)

n masa Hipoksia serebral

protombin

2. Embolisme Risiko Perfusi

Serebral Tidak

Efektif

DS : Penurunan fungsi Gangguan Menelan (D0063)

1. Mengeluh N.X (vagus), N.IX

sulit menelan

STIKes Indramayu
DO : (glosovaringeus)

1. Batuk

sebelum Proses menelan

menelan tidak efektif

2. Batuk setelah

makan atau Refluks

minum

3. Tersedak Gangguan

4. Makanan Menelan

tertinggal

dirongga

mulut

DS : Disfungsi N.IX Gangguan Mobilitas Fisik

1. Mengeluh (Assesoris) (D0054)

sulit

menggerakka Kelemahan pada

n ekstremitas satu/keempat

2. Nyeri saat anggota gerak

bergerak

3. Enggan Hemiparase/plegi

melakukan kanan dan kiri

pergerakan

4. Merasa cemas Tirah baring lama

STIKes Indramayu
saat bergerak

DO : Gangguan

1. Kekuatan otot Mobilitas Fisik

menurun

2. Rentang gerak

ROM

(menurun)

3. Sendi kaku

4. Gerakan tidak

terkoordinasi

5. Gerakan

terbatas

Fisik lemah

DS: Kerusakan N.VII Gangguan Komunikasi Verbal

DO: (fasialis), N.IX (D119)

1. Tidak mampu (glosofaringeus)

berbicara atau

mendengar Kontrol otot fasial

2. Menunjukkan lemah, tidak

respon tidak mampu bicara

sesuai

Afasia Gangguan

Komunikasi

STIKes Indramayu
Verbal

DS : Disfungsi N.IX Gangguan Integritas

DO (Assesoris) Kulit/Jaringan (D0129)

1. Kerusakan Kelemahan pada

jaringan satu/keempat

dan/atau anggota gerak

lapisan kulit

2. Nyeri Hemiparase/plegi

3. Perdarahan kanan dan kiri

4. Kemerahan

5. Hematoma Tirah baring lama

Luka dekubitus

Gangguan

Integritas

Kulit/Jaringan

3. Rumusan Diagnosa Keperawatan

a. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif d.d embolisme

b. Gangguan Menelan b.d gangguan serebrovaskuler d.d tersedak

STIKes Indramayu
c. Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan neuromuskuler d.d

kekuatan otot menurun

d. Gangguan Komunikasi Verbal b.d gangguan neuromuskuler

d.d tidak mampu berbicara

e. Gangguan Integritas Kulit b.d penurunan mobilitas d.d

kerusakan jaringan atau lapisan kulit

4. Rencana Keperawatan

Tabel 2.2
Tujuan (SLKI) dan Intervensi Keperawatan (SIKI) Stroke
No. Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)

Keperawatan

1. Risiko Perfusi Setelah dilakukan Manajemen


Serebral Tidak tindakan keperawatan Peningkatan Tekanan
Efektif diharapkan RisikoIntrakranial
perfusi serebral tidak Observasi
efektif teratasi dengan 1. Monitor
kriteria hasil : tanda/gejala
Indikator IR ER peningkatan
Tingkat 3 5 TIK
kesadara 2. Monitor status
n pernapasan
kognitif 3 5 Terapeutik
Sakit 3 5 1. Berikan posisi
kepala semi fowler
gelisah 3 5 2. Cegah
Reflex 3 5 terjadinya
saraf kejang
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
diuretic
osmosis
2. Gangguan Menelan Setelah dilakukan Pencegahan Aspirasi

STIKes Indramayu
tindakan keperawatan Observasi
diharapkan gangguan 1. Monitor status
menelan teratasi dengan pernapasan
kriteria hasil : 2. Monitor bunyi
Indikator IR ER napas
Reflek 3 5 Terapeutik
menelan 1. Posisikan semi
Kemampuan 3 5 fowler (30-45
mengunyah derajat) 30
Usaha 3 5 menit sebelum
menelan memberi
Frekuensi 3 5 asupan oral
tersedak 2. Sediakan
Batuk 3 5 suction
diruangan
Edukasi
1. Ajarkan
strategi
mencegah
aspirasi
3. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
Fisik tindakan keperawatan Observasi
diharapkan gangguan 1. Identifikasi
mobilitas fisik teratasi toleransi fisik
dengan kriteria hasil : melakukan
Indikator IR ER ambulasi
Pergerakan 3 5 2. Monitor
ekstremitas kondisi umum
Kekuatan 3 5 Terapeutik
otot 1. Fasilitasi
Rentang 3 5 melakukan
gerak mobilisasi
(ROM) fisik
Nyeri 3 5 2. Libatkan
Kecemasan 3 5 keluarga untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
1. Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
4. Gangguan Setelah dilakukan Promosi Komunikasi :
Komunikasi Verbal tindakan keperawatan Defisit Bicara
diharapkan gangguan Observasi

STIKes Indramayu
komunikasi verbal 1. Monitor
teratasi dengan kriteria kecepatan,
hasil : tekanan,
Indikator IR ER kuantitas,
Kemampuan 3 5 volume dan
bercakap- diksi bicara
cakap 2. Identifikasi
Interpretasi 3 5 perilaku
isyarat emosional dan
Pemikiran 3 5 fisik sebagai
abstrak bentuk
Pola tidur 3 5 komunikasi
Mood 3 5 Terapeutik
1. Gunakan
metode
komunikasi
alternative
2. Beri dukungan
psikologis
Edukasi
1. Anjurkan
berbicara
perlahan
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli
patologi bicara

5. Gangguan Integritas Setelah dilakukan Perawatan Integritas


Kulit/Jaringan tindakan keperawatan Kulit
diharapkan gangguan Obsevasi
integritas kulit/jaringan - Identifikasi
teratasi dengan kriteria penyebab
hasil : gangguan
Indikator IR ER integritas kulit
Elastisitas 3 5 Terapeutik
Hidrasi 3 5 - Ubah posisi
Perfusi 3 5 tiap 2 jam, jika
jaringan tirah baring
Kerusaka 3 5 Edukasi
n jaringan - Anjurkan
Kerusaka 3 5 menggunakan
n lapisan pelembab
kulit

STIKes Indramayu
5. Konsep Terapi Bicara/Terapi AIUEO

a. Definisi

Terapi wicara atau terapi AIUEO, merupakan terapi untuk

membantu seseorang menguasai komunikasi bicara dengan lebih baik.

Terapi ini memfokuskan pada perbaikan cara bicara penderita stroke

yang pada umumnya mengalami kehilangan kemampuan bicara akibat adanya

saraf yang mengalami gangguan. Terapi wicara membantu

penderita untuk mengunyah, berbicara, maupu mengerti kembali kata-

kata (Khotimah, K, & Purnomo, 2016).

b. Tujuan terapi

Terapi AIUEO bertujuan untuk memperbaiki ucapan supaya

dapat dipahami oleh orang lain. Orang yang mengalami gangguan

bicara atau afasia akan mengalami kegagalan dalam berartikulasi.

Artikulasi merupakan proses penyesuaian ruangan supraglottal.

Penyesuain ruangan didaerah laring terjadi dengan menaikkan dan

menurunkan laring, yang akan mengatur jumlah transmisi udara

melalui rongga mulut dan ronggahidung melalui katup velofaringeal

dan merubah posisi mandibula (rahang bawah) dan lidah. Proses diatas

yang akan menghasilkan bunyi dasar dalam berbicara (Ni Made,

2019).

Menurut Khotimah, K, & Purnomo (2016), tujuan dari terapi

komunikasi AIUEO adalah sebagai berikut :

1) Memperbaiki dan meningkatkan kemampuan komunikasi baik dari

STIKes Indramayu
segi bahasa maupun bicara, yang mana melalui rangsangan saraf

kranial V, VII, IX, X, dan XII.

2) Meningkatkan kemampuan menelan yang mana melalui

rangsangan saraf kranial V, VII, IX, X, dan XII

c. Manfaat terapi AIUEO

Menurut Khotimah, K, & Purnomo (2016), manfaat dari terapi

komunikasi AIUEO adalah sebagai berikut :

1) Membantu klien dalam mengunyah dan menelan makanan

2) Membantu klien dalam berkomunikasi verbal

d. Indikasi terapi AIUEO

Latihan vokal diindikasikan untuk penderita stroke yang

mengalami gangguan bicara atau berkomunikasi, serta melatih

kemampuan mengunyah dan menelan (Farhan & Sulastini, 2018).

e. Teknik terapi AIUEO

Latihan pembentukan huruf vokal terjadi dari getaran selaput

suara dengan nafas keluar mulut tanpa mendengar halangan. Dalam

sistem fonem bahasa Indonesia, vokal terdiri dari A, I, U, E, dan O.

Dalam pembentukan vokal yang penting diperhatikan adalah letak dan

bentuk lidah, bibir, rahang, dan langit langit lembut. Pasien stroke

yang mengalami gangguan bicara dan komunikasi, salah satunya dapat

ditangani dengan cara terapi AIUEO untuk menggerakkan lidah, bibir,

otot wajah dan mengucapkan kata-kata (Farhan & Sulastini, 2018).

STIKes Indramayu
STIKes Indramayu
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (8 buku 3).
Elsevier.
Farhan, Z. (2018). Pengaruh Latihan Vokal terhadap Perubahan Kemampuan
Menelan pada Pasien Stroke Infark di Ruang Cempaka Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Slamet Garut Tahun 2015, 1(1), 43–55.

Haryanto, A, D, G., Setyawan, D., & Kusuma, B, A, M. (2014). Pengaruh Terapi


AIUEO Terhadap Kemampuan Berbicara Pada Pasien Stroke yang
Mengalami Afasia Motorik di RSUD Tugurejo Semarang, di download 06
Juni 2022, dilihat pukul 17:06 WIB.
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index

Hariyanto, A & Sulistyowati, R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


1. Yogyakarta : Ar-ruzz Media
Haryono, R. & Utami, M .P.S. (2019) . Keperawatan Medikal Bedah . Yogyakarta
: Pustaka Baru Press
Irdelia, R. R., Joko, A. T. & E. B. (2014). Profil Faktor Risiko Yang Dapat
Dimodifikasi Pada Kasus Stroke Berulang Di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau. Jom FK Volume 1 , p. 2
Khotimah, D. K, K, S. P., & Purnomo, S. (2016). Efektifitas Facial Massage dan
Facial Expression Terhadap Kesimetrisan Wajah Pasien Stroke Dengan
Face Dropping di RS Mardi Rahayu Kudus. Jurnal Keperawatan & Jurnal
Kebidanan
Muttaqin, Arif.(2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Ni Made Dwi Yunica, Putu Indah Sintya Dewi, Mochamad Heri, Ni Kadek Erika
Widiari. (2019). Terapi AIUEO Terhadap Kemampuan Berbicara (Afasia
Motorik) Pada Pasien Stroke. Journal of Telenursing Volume 1, Nomor 2,
Desember 2019 e-ISSN: 2684-8988 p-ISSN: 2684-8996 DOI:
https://doi.org/10.31539/joting.v1i2.924
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma Hardhi. 2013. Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & nanda Nic-noc. Jilid 2. Yogyakarta. EGC.
Putri, M. N., Mutiawati, E. & Mahadani, W., (2017). Hubungan Derajat Stroke
Terhadap Status Kognitif Pada Pasien Stroke Iskemik Di Poliklinik Saraf
Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Medisia, p. 62.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018. Jakarta : Retrieved From
https://www.depkes.go.id/Portal/File_Upload/pdf.

Satyanegara, (2014). Ilmu Bedah Saraf Edisi 5. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner&Suddart, E/8, Vol.2 (8 Vol.2). Buku Kedokteran EGC.
Sofiatun, I., Ktrstiyawati, P, S., & Purnomo, C, E, S., Efektifitas Terapi AIUEO
Dan Terapi The Token Test Terhadap Kemampuan Berbicara Pasien Stroke
Yang Mengalami Afasia Motorik di RS Mardi Rahayu Kudus, di download
07 Juni 2022, dilihat pukul 18:43 WIB. C:/Users/User/ Downloads/377-774-
1- SM.pd
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Williams, L., & Wilkins. (2014). Kapita Selekta Penyakit (Implikasi).
World Health Organization (WHO). (2018). Stroke, Cerebrovascular Accident.
Diambil dari http://www.who.int/topics/cerebrovascular_accident/en/
Yunica, D, M, N., Dewi, S, I, P., Heri, M., & Widiarti, E, K, N. (2019). Terapi
AIUEO Terhadap Kemampuan Berbicara (Afasia Motorik) Pada Pasien
Stroke. Di download 06 Juni 2022 dilihat pukul 17:43 WIB,
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?
article=1465691&val=17717&title=TERAPI%20AIUEO%20TERHADAP
%20KEMAMPUAN%20BERBICARA%20AFASIA%20MOTORIK
%20PADA%20PASIEN%20STROKE

Anda mungkin juga menyukai