PENDAHULUUAN
1
dalam pemanfaatan lahan pada wilayah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi eksisting berdasarkan aspek fisik dasar di Desa Gelangsar,
Kecamatan Gunungsari?
2. Bagaimana evaluasi lahan berdasarkan aspek fisik dasar di Desa Gelangsar,
Kecamatan Gunungsari?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kondisi eksisting berdasarkan aspek fisik dasar di Desa
Gelangsar, Kecamatan Gunungsari
2. Untuk mengetahui evaluasi lahan berdasarkan aspek fisik dasar di Desa Gelangsar,
Kecamatan Gunungsari
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3
sebagian besar kawasan rawan bencana longsor peruntukan ruangnya sesuai untuk
fungsi lindung. Ruang pada zona tipe A, B, dan C dengan tingkat kerawanan tinggi
mutlak difungsikan untuk kawasan lindung sehingga tidak layak untuk dibangun.
Untuk zona tipe A, B, dan C dengan tingkat kerawanan sedang dan rendah masih
dapat difungsikan sebagai kawasan budi daya secara terbatas atau kawasan budi daya
yang dikendalikan dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Tabel 5 memperlihatkan
peruntukan fungsi kawasan pada setiap zona.
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas maka penataan ruang
kawasan rawan bencana longsor lebih dititikberatkan kepada upaya memelihara dan
meningkatkan kualitas ruang melalui upaya peningkatan kelestarian dan
keseimbangan lingkungan dengan lebih memperhatikan azas pembangunan
berkelanjutan. Kegiatan-kegiatan sosial ekonomi pada zona-zona kawasan berpotensi
longsor lebih bersifat lokal (zone wide), sehingga penataan ruangnya lebih
diprioritaskan pada pengembangan sistem internal kawasan/zona yang bersangkutan
dengan tetap mempertahankan hubungan hirarkis fungsional dengan sistem wilayah
kabupaten/kota/provinsi. Sistem internal kawasan/zona dalam hal ini adalah struktur
ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal
kawasan/zona yang bersangkutan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dalam
menentukan struktur ruang dan pola ruang pada masing-masing zona berpotensi
longsor harus didasarkan kepada beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a. Sistem internal kawasan/zona harus dipandang juga sebagai sub-sistemdari
sistem wilayah kabupaten/kota dan/atau provinsi, sehingga struktur ruangdan
pola ruang kawasan/zona berpotensi longsor mempunyai hubunganhirarkis
fungsional dengan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten/kota
dan/atau provinsi. Dengan demikian dalam penentuannya harus mengacupada
rencana struktur ruang dan rencana pola ruang pada hirarki/jenjangrencana tata
ruang yang lebih tinggi.
b. Harus dijaga kesesuaiannya dengan fungsi kawasan yang ditetapkan dalam
rencana tata ruangnya.
c. Mengutamakan peruntukan ruang pada zona dengan tingkat kerawanan fisik
alami dan tingkat risiko (aspek aktifitas manusia) yang tinggi sebagai kawasan
lindung. Dalam hal ini termasuk melarang kegiatan pemanfaatan ruang yang
berdampak tinggi pada fungsi lindung dan merelokasi kegiatan-kegiatan
penggunaan ruang yang tidak memenuhi persyaratan.
4
d. Memperhatikan kriteria tingkat kerawanan/tingkat risiko serta mengupayakan
rekayasa untuk mengeliminir faktor-faktor penyebab tingginya kerawanan /
risiko.
e. Mengacu pada beberapa peraturan dan pedoman terkait bidang penataan ruang
serta peraturan dan pedoman yang terkait dengan aspek lingkunga dan sumber
daya alam.
f. Penyesuaian dengan kondisi alam dengan lebih menekankan pada upaya
rekayasa geologi dan rekayasa teknik sipil.
g. Menghormati hak yang dimiliki orang sesuai peraturan perundang-undangan.
h. Memperhatikan aspek aktifitas manusia yang telah ada sebelumnya
(existingcondition) dan dampak yang ditimbulkannya.
Tabel 2.1 Kriteria Tingkat Kerawanan Longsor
5
kerawanan/tingkat risikonya dan skala/tingkat pelayanannya. Karena itu dalam
perencanaan struktur ruangnya harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan,
tingkat kerawanan, fungsi kawasan, dan tingkat pelayanan dari jaringan prasarana
pembentuk struktur tersebut. Beberapa arahan agar kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan sesuai dengan struktur ruangnya adalah sebagai berikut:
A. Pada tingkat kerawanan tinggi
Ruang pada zona berpotensi longsor dengan tingkat kerawanan tinggi
difungsikan sebagai kawasan lindung (tidak layak dibangun). Kegiatan yang
berdampak tinggi pada fungsi lindung tidak diperbolehkan. Karena itu perlu
dihindari pembangunan/ pengembangan pusat-pusat hunian beserta sarana dan
prasarana pendukung kegiatan sosial ekonominya, kecuali prasarana pengelolaan
lingkungan yang langsung memberi dampak pada peningkatan kualitas
lingkungan (contohnya sistem drainase), serta jaringan prasarana pada tingkat
pelayanan wilayah yang melintasi zona tersebut.
Arahan struktur ruang zona berpotensi longsor berdasarkan tingkat kerawanan
tinggi pada ketiga tipe (A, B, dan C) dapat dilihat pada tabel 6 berikut. Tabel
tersebut menjelaskan bahwa pada ketiga tipe zona berpotensi longsor dengan
tingkat kerawanan tinggi tidak dapat dibangun/dikembangkan pusat hunian
beserta sarana dan prasarana pengelolaan lingkungannya kecuali jaringan
prasarana untuk pelayanan tingkat wilayah yang melintasi kawasan tersebut
melalui kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau antar
pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota. Pada zona tipe A
hanya dapat dibangun prasarana air bersih untuk kepentingan lokal; pada zona tipe
B hanya prasarana air bersih dan drainase; sedangkan pada zona tipe C dapat saja
dibangun semua prasarana pengelolaan lingkungan (antara lain jaringan air bersih,
jaringan drainase, jaringan sewerage, dan sistem persampahan) yang bersifat lokal
dengan beberapa persyaratan yang ketat.
6
Tabel 2.2 Arahan Struktur Ruang Zona Berpotensi Longsor Berdasarkan Tingkat
Kerawanan Tinggi
Jaringan Drainase
Komponen Pembentuk Jaringan Sewerage
Struktur Ruang
Sistem Pembuangan Sampah
Jaringan Telekomunikasi
Jaringan Listrik
Keterangan:
Tipe A adalah daerah lereng bukit/lereng perbukitan, lereng gunung/lereng
pegunungan/tebing sungai (kemiringan di atas 40%). Tipe B adalah daerah kaki
bukit/kaki perbukitan, kaki gunung/ kaki pegunungan/ tebing sungai (kemiringan
21% s.d. 40%). Tipe C adalah daerah dataran tinggi, dataran rendah, dataran,
tebing sungai, atau lembah sungai (kemiringan 0% s.d. 20%).
Tidak layak untuk dibangun (penggalian dan pemotongan lereng harus
dihindari)
Dapat dibangun dengan syarat.
7
Tabel 2.3 Arahan Struktur Ruang Zona Berpotensi Longsor Berdasarkan Tingkat
Kerawanan Sedang
Jaringan Drainase
Jaringan Telekomunikasi
Jaringan Listrik
Keterangan:
Tipe A adalah daerah lereng bukit/lereng perbukitan, lereng gunung/lereng
pegunungan/tebing sungai (kemiringan di atas 40%). Tipe B adalah daerah kaki
bukit/kaki perbukitan, kaki gunung / kaki pegunungan, tebing sungan (kemiringan
21% s.d. 40%). Tipe C adalah daerah dataran tinggi, dataran rendah, dataran,
tebing sungai,
atau lembah sungai (kemiringan 0% s.d. 20%).Tidak layak untuk dibangun
(penggalian dan pemotongan lereng harus dihindari)Dapat dibangun dengan
syarat
Dalam penentuan struktur ruang pada zona dengan tingkat kerawanan sedang,
lebih diarahkan kepada dominasi fungsi lindungnya melalui pengendalian yang
ketat terhadap penggunaan ruangnya. Dengan demikian terhadap kegiatankegiatan
yang memanfaatkan ruang diberlakukan beberapa persyaratan sebagai berikut:
Pada zona tipe A kegiatan pusat hunian dan jaringan prasarana pendukungnya
(kecuali prasarana air bersih dan drainase) dapat dilaksanakan dengan beberapa
persyaratan tertentu yang ketat, misalnya dalam menetapkan jenis bangunan/
konstruksi terlebih dahulu harus dilakukan penyelidikan geologi teknik, analisis
8
kestabilan lereng, dan daya dukung tanah; rekayasa memperkecil kemiringan
lereng, rencana jaringan transportasi yang mengikuti kontur, dan sebagainya.
Demikian pula pada zona tipe B kecuali prasarana air bersih, drainase, sewerage,
dan sistem persampahan. Sedangkan pada zona tipe C dapat dibangun pusat
hunian beserta seluruh sarana prasarana pendukungnya dengan beberapa
persyaratan yang tidak terlalu ketat seperti pada zona dengan tingkat kerawanan
tinggi.
Jaringan Drainase
Jaringan Sewerage
Unsur
Pembentuk Sistem Pembuangan Sampah
Struktur Ruang
Prasarana Transportasi Lokal
Jaringan Telekomunikasi
Jaringan Listrik
Keterangan:
9
21% s.d. 40%). Tipe C adalah daerah dataran tinggi, dataran rendah, dataran,
tebing sungai, atau lembah sungai (kemiringan 0% s.d. 20%)
Tidak layak untuk dibangun (penggalian dan pemotongan lereng harus
dihindari)
Dapat dibangun dengan syarat
Boleh dibangun
Untuk zona berpotensi longsor tipe B dengan tingkat kerawanan rendah,
peruntukkan ruangnya diarahkan sebagai kawasan budi daya terbatas atau
kawasan budi daya yang dikendalikan. Pada kawasan seperti ini dapat saja
dikembangkan tetapi diberlakukan beberapa persyaratan sesuai
ketentuanketentuan yang terkait dengan daya dukung lingkungan serta upaya
konservasi tanah dan keseimbangan neraca air. Sedangkan untuk zona tipe C
dapat dibangun pusat hunian, jaringan transportasi lokal, dan jaringan prasarana
pendukung lainnya melalui pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang
yang ketat.
10
kehidupan manusia sehingga manusia mengalami kerugian atau menjadi korban
(Sunarto, 2011). Adapun kerawanan bencana merupakan kondisi atau karakteristik
geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik,
ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi
kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UURI No 24 Tahun
2007).
Analisis risiko bencana mempunyai kedudukan penting dalam kegiatan
penanggulangan bencana. Dalam UURI No 24 Tahun 2007 dan PPRI No 21 Tahun
2008 diamanatkan bahwa setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko
tinggi menimbulkan bencana dipersyaratkan wajib dilengkapi dengan analisis risiko
bencana sebagai bagian dari penanggulangan bencana. Analisis risiko bencana adalah
kegiatan penelitian dan studi tentang kegiatan memungkinkan terjadi bencana
(Sunarto, 2011). Adapun dalam Peraturan Menteri ESDM No 15 Tahun 2011 tentang
Pedoman Mitigasi Bencana Gunungapi, Gerakan Tanah, Gempa Bumi, dan Tsunami,
disebutkan bahwa salah satu pertimbangan dalam penilaian risiko bencana adalah
hasil analisis kawasan rawan bencana (Sagala dan Yasaditama, 2012).
11
BAB III
GAMBARAN UMUM
12
3.1.3 Klimatologi
Secara umum, daerah yang memiliki iklim tropis akan mengalami dua musim,
yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau akan terjadi pada Bulan
April-Oktober sedangkan musim hujan akan berlangsung pada Bulan Nopember-
Maret. Desa Gelangsar berada pada suhu rata-rata 300 C. Desa Gelangsar merupakan
desa yang memiliki intensitas curah hujan yang tinggi yaitu 5,4 mm per tahun, curah
hujan sedang yaitu 5,1 mm per tahun ,sedangkan curah hujan yang rendah sebesar
4,8 mm per tahun. Berdasarkan penjelasan diatas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar 3.3 pada halaman 18.
3.1.4 Geologi
Struktur geologi Desa Gelangsar memiliki jenis batuan yaitu vulkanik dam
alluvium dan jenis tanah yaitu litosol dan mediterian. Dimana jenis tanah litosol ini
memiliki karakteristik Mempunyai lapisan bumi yang tidak terlalu tebal, yaitu hanya
mencapai 45 cm saja Memiliki tekstur tanah yang bervariasi, dan Memiliki kesuburan
tanah yang bervariasi. Selain itu dimanfaatkan sebagai tempat bertanam rumput
pakan hewan ternak, atau beberapa jenis tanaman palawija yang tahan dengan jenis
tanah ini seperti jagung, serta juga untuk ditanami tanaman keras. Sedangkan untuk
jenis tanah mediterian dengan karakteristik tanah: akumulasi lempung pada horizon
Bt, horizon E yang tipis, mampu menyediakan dan menampung banyak air, dan
bersifat asam. Alfisol mempuyai tekstur lempung dan bahan induknya terdiri atas
kapur sehingga permeabilitasnya lambat dan dimanfaatkan juga untuk sector
perkebunan. Berdasarkan penjelasan diatas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 3.4 pada halaman 19.
3.2.1 Hidrologi
Desa Gelangsar memiliki mata air dan sungai,yang dimana mata air sebanyak 10
yang dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai sumber air minum dan sungai
terdapat 2 dan dimanfaatkan sebagai irigasi pertanian dan perikanan air tawar dengan
luas kolam 4.000 m2.
Karena Desa Gelangsar merupakan Desa pemekaran sehingga untuk aliran air
PDAM belum ada ataupun belum dipenuhi dan masyarakat hanya mendapatkan air
bersih dari mata air yang begitu melimpah dan sudah mampu memenuhi kebutuhan
13
sehari-hari masyarakat. Berdasarkan penjelasan diatas, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 3.5 pada halaman 20
Berdasarkan penjelasan diatas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.6
pada halaman 21.
Sarana kesehatan yang ada di Desa Gelangsar hanya memiliki 1 unit poskesdes
dengan jumlah penduduk sebanyak 2.317 jiwa. Masyarakat dominan memanfaatkan
sarana tersebut karena Desa Gelangsar merupakan Desa yang berada jauh dari
Kabupaten dan Desa Gelangsar juga merupakan Desa pemekaran sehingga fasilitas
sarana dan prasarana yang ada disana masih terbatas. Berdasarkan penjelasan diatas,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.7 pada halaman 22
B. Sarana Peribadatan
Jumlah penduduk masyarakat Desa Gelangsar sebanyak 2.317 jiwa yang dibagi
menjadi 2 agama. Sehingga fasilitas untuk peribadatan yang ada di Desa Gelangsar
terdapat 4 buah unttuk sarana masjid yang berada di 4 dusun, musholla/langgar
14
sebanyak 15 buah yang terdapat di 4 dusun pula, dan pura sebanyak 3 buah yang
hanya ada di Dusun Lilir Utara.
Tabel 3.2 Sarana Peribadatan Desa Gelangsar
Berdasarkan penjelasan diatas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.8
pada halaman 23
C. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Gelangsar terdapat 2 Sekolah Dasar dan
1 SMP. Untuk SDN 1 Gelangsar dan SDN 2 Gelangsar memiliki jumlah 1 dan luas
sebesar 1.000 m² dan 1.200 m² dengan prasarana yang sudah memadai, dan untuk
SMP sendiri yang diberi nama SPDT 21 Lombok Barat memiliki jumlah 1 dan luas
sebesar 800 m² dengan prasarana yang sudah memadai pula.
Tabel 3.3 Sarana Pendidikan Desa Gelangsar
Berdasarkan penjelasan diatas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.9
Pada halaman 24.
15
Gambar 3.1 Peta Administrasi Desa Gelangsar
16
Gambar 3.2 Peta Topografi Desa Gelangsar
17
Gambar 3.3 Peta Klimatologi Desa Gelangsar
18
Gambar 3.4 Peta Geologi Desa Gelangsar
19
Gambar 3.5 Peta Hidrologi Desa Gelangsar
20
Gambar 3.6 Peta Penggunaan Lahan Desa Gelangsar
21
Gambar 3.7 Peta Sarana Kesehatan Desa Gelangsar
22
Gambar 3.8 Peta Sarana Peribadatan Desa Gelangsar
23
Gambar 3.9 Peta Sarana Pendidikan Desa Gelangsar
24
BAB IV
Kemiringan lereng dan garis kontur merupakan kondisi fisik topografi suatu wilayah
yang sangat berpengaruh dalam kesesuaian lahan dan banyak mempengaruhi penataan
lingkungan alami. Untuk kawasan terbangun, kondisi topografi berpengaruh terhadap
terjadinya longsor dan terhadap konstruksi bangunan. Kemiringan lereng merupakan faktor
utama yang menentukan suatu daerah apakah layak untuk dibudidayakan atau
tidak.Adapun standar yang digunakan untuk mengetahui kelerengan adalah sebagai berikut
:
Berdasarkan penjelasan diatas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
4.1 pada halaman 26.
Dari peta dan tabel dibawah dapat diketahui bahwa Desa Glangsar memiliki tingkat
kelerengan yang bervariasi yaitu dari 0%-5% sampai >40% yang tersebar di berbagai
dusun yang ada di Desa Glangsar,pada dataran rendah yaitu 0%-5% penggunaan lahan
yang ada di Desa Glangsar menurut data hasil survei pada ketinggian tersebut di
manfaatkan sebagai lahan permukiman dan kawasan budidaya,sedangkan pada keteinggian
5%->40% dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kawasan budidaya dan kawasan hutan
lindung. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.2 pada halaman 27.
25
Peta 4.1 Kelerengan Desa Gelangsar
Sumber : Analisis
26
Table 4.2 Kelerengan Desa Glangsar
27
5 - 15 % 40.00000000000 Dusun Gelangsar Timur 83.25148806190
5 - 15 % 40.00000000000 Lilir Utara 262.73681447200
Sumber : Analisis
28
4.1.2 Analisa Jenis Tanah/Litologi
Jenis tanah merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kekuatan struktur
tanah dan pertumbuhan tanaman karena perbedaan jenis tanah yang mempengaruhi sifat-
sifat dari tanah-tanah tersebut. Selain itu, keadaan tanah juga bisa dilihat dari jenis
peruntukannya yaitu kawasan terbangun dan kawasan tidak terbangun.
Desa Gelangsar memiliki jenis tanah yaitu litosol dan mediterian. Dimana jenis tanah
litosol ini memiliki karakteristik Mempunyai lapisan bumi yang tidak terlalu tebal, yaitu
hanya mencapai 45 cm saja Memiliki tekstur tanah yang bervariasi, dan Memiliki
kesuburan tanah yang bervariasi. Selain itu dimanfaatkan sebagai tempat bertanam rumput
pakan hewan ternak, atau beberapa jenis tanaman palawija yang tahan dengan jenis tanah
ini seperti jagung, serta juga untuk ditanami tanaman keras. Sedangkan untuk jenis tanah
mediterian dengan karakteristik tanah: akumulasi lempung pada horizon Bt, horizon E yang
tipis, mampu menyediakan dan menampung banyak air, dan bersifat asam. Alfisol
mempuyai tekstur lempung dan bahan induknya terdiri atas kapur sehingga
permeabilitasnya lambat dan dimanfaatkan juga untuk sector perkebunan. Berdasarkan
penjelasan diatas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.2 pada halaman 42.
29
4.1.3 Analisa Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode
tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) diatas permukaan horizontal. Jumlah curah
hujan yang ada di Kecamatan Gunung Sari pada bulan Desember (musim hujan) tahun
2015 mecapai 400 mm. Sedangkan pada bulan Mei (musim kemarau) tahun 2015 mencapai
150 mm.
Pembagian fungsi kawasan merupakan hal yang paling perlu dilakukan dalam
memulai perencanaan ruang, kawasan atau wilayah untuk menciptakan keteraturan dan
keselarasan, melakukan pembatasan-pembatasan kegiatan tertentu terhadap sebuah ruang.
30
Adapun dalam menganalisis arahan atau suatu fungsi kawasan menurut peraturan (Mentri
Pertanian No.837/kpts/11/1980) bawha perlunya sebuah data-data yang menunjang guna
tercapainya penetapan fungsi kawasan,data tersebut yaitu mencakup beberapa aspek
antaralain,data curah hujan,data kemiringan,data jenis tanah,data rawan bencana dan data
sempadan sungai atau sempadan pantai jika kawasan tersebut berada pada pinggiran pantai.
Setelah data-data yang dibutuhkan sudah akurat dan lengkap proses selanjutnya yaitu
menggunakan metode skoring penilaian pada masing-masing data tersebut,metode skoring
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Jika penilaian skoring pada masing-masing data sudah terisi dan benar sesuai peraturan,maka
proses selanjutnya yaitu mengkalkulasikan masing-masing skor dari data-data tersebut dengan cara
mnjumlahkan masing-masing skor tersebut sehingga mendapatkan skor total dari keseluruhan data.
Adapun proses atau contoh penjumlahan skoring dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
31
Setelah mendapatkan masing-masing skor total pada data-data tersebut,proses
selanjutnya yaitu menetapkan fungsi kawasan dengan acuan menggunakan nilai (skor total
dan kelerengan), adapun contoh penetapan suatu kawasan yaitu dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Berdasarkan tabel hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa fungsi kawasan yang
ada di Desa Glangsar yaitu kawasan lindung,kawasan penyangga dan kawasan
budidaya.Adapun sebaran fungsi kawasan yaitu pada kawasan lindung terletak di Dusun
Gripak,Dusun Apit Aiq,Dusun Glangsar dan Dusun Glangsar timur.
32
Sedangkan sebaran kawasan budidaya terletak pada dusun Apit Aiq,Glangsar
Timur,Glangsar dan Lilir Utara.Selain itu desa Glangsar juga memiliki kawasan penyangga
yang terdapat pada dusun Apit Aiq,Glangsar,Songoran,Gripak,Lilir Utara. Berdasarkan
penjelasan diatas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.3 pada halaman 45.
Adapun analisis evaluasi lahan di Desa Gelangsar dapat dilihat pada tabel 4.8
pada halaman 46.
33
3 Dusun Gelangsar 44.93927317370 Zona Perlindungan Setempat
4 Dusun Gelangsar 44.93927317370 Zona Pertanian
5 Dusun Gelangsar 44.93927317370 Zona Permukiman
6 Gripak 174.77476279500 Zona Perkebunan
7 Dusun Apit Aiq 49.10437439730 Zona Permukiman
8 Dusun Songoran 40.63786647280 Zona Perlindungan Setempat
9 Dusun Apit Aiq 49.10437439730 Zona Perkebunan
10 Dusun Apit Aiq 49.10437439730 Zona Perlindungan Setempat
11 Gripak 174.77476279500 Zona Hutan Lindung
12 Dusun Apit Aiq 49.10437439730 Zona Perkebunan
13 Dusun Gelangsar 44.93927317370 Zona Perlindungan Setempat
14 Lilir Utara 262.73681447200 Zona Perlindungan Setempat
15 Lilir Utara 262.73681447200 Zona Perlindungan Setempat
16 Dusun Gelangsar 44.93927317370 Zona Permukiman
17 Lilir Utara 262.73681447200 Zona Permukiman
18 Lilir Utara 262.73681447200 Zona Permukiman
19 Dusun Gelangsar Timur 83.25148806190 Zona Perkebunan
20 Dusun Gelangsar 44.93927317370 Zona Pertanian
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan tabel diatas pembagian arahan atau zonasi yang perlu di terapkan
pada Desa Gelangsar yaitu antaralain zona perlindungan setempat,zona
pertanian,zona permukiman,zona rawan bencana,zona perkebunan,dan zona hutan
lindung,agar tercapainya peruntukan lahan yang sesuai dan baik. Berdasarkan
penjelasan diatas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.3 pada halaman
47.
34
boleh untuk bermukim, dikarenakan kurangnya informasi dan pengetahuan
msayarakat akan pentinnya menjaga daerah-daerah yang dapat melindungi atau
menjaga kelangsungan alam.
35
Tabel 4.10 Evaluasi Lahan Desa Glangsar
MIRING FUNGSI KAWASAN PENGGUNAAN KESESUAIAN SEMPADAN BENCANA LOKASI LUAS SKOR PERSENTASE
LAHAN
>40% Kawasan Lindung Hutan Sesuai Pergerakan Gripak 174.77476279500 185 791%
Tanah
Sedang
0-5% Kawasan Lindung Perkebunan Tidak Sesuai Sempadan Dusun Gelangsar 44.93927317370 75 203%
Sungai
0-5% Kawasan Lindung Permukiman Tidak Sesuai Sempadan Dusun Gelangsar 44.93927317370 75 203%
Sungai
0-5% Kawasan Lindung Pertanian Sesuai Sempadan Dusun Gelangsar 44.93927317370 75. 203%
Sungai
0-5% Kawasan Budidaya Permukiman Sesuai Dusun Gelangsar 44.93927317370 75 203%
15-40% Kawasan Penyangga Hutan Sesuai Gripak 174.77476279500 165 791%
15-40% Kawasan Penyangga Permukiman Sesuai Dusun Apit Aiq 49.10437439730 135 222%
15-40% Kawasan Penyangga Permukiman Tidak Sesuai Dusun Songoran 40.63786647280 165 184%
15-40% Kawasan Penyangga Perkebunan Sesuai Dusun Apit Aiq 49.10437439730 135 222%
15-40% Kawasan Penyangga Permukiman Tidak Sesuai Dusun Apit Aiq 49.10437439730 135 222%
15-40% Kawasan Lindung Hutan Sesuai Sempadan Gripak 174.77476279500 135 791%
Sungai
15-40% Kawasan Lindung Perkebunan Sesuai Sempadan Dusun Apit Aiq 49.10437439730 95 222%
Sungai
5-15% Kawasan Lindung Permukiman Tidak Sesuai Sempadan Dusun Gelangsar 44.93927317370 95 203%
Sungai
5-15% Kawasan Lindung Permukiman Tidak Sesuai Sempadan Lilir Utara 262.73681447200 95 1189%
Sungai
5-15% Kawasan Lindung Permukiman Tidak Sesuai Sempadan Lilir Utara 262.73681447200 95 1189%
Sungai
5-15% Kawasan Budidaya Permukiman Sesuai Dusun Gelangsar 44.93927317370 95 203%
5-15% Kawasan Budidaya Permukiman Sesuai Lilir Utara 262.73681447200 95 1189%
5-15% Kawasan Budidaya Permukiman Sesuai Lilir Utara 262.73681447200 95 1189%
36
5-15% Kawasan Budidaya Perkebunan Sesuai Dusun Gelangsar 83.25148806190 95 377%
Timur
5-15% Kawasan Budidaya Pertanian Sesuai Dusun Gelangsar 44.93927317370 95 203%
TOTAL 2210.15331061280 2210 10000%
Sumber : Hasil Analisis
37
MIRING fungsi_Kaw Jenis KESESUAIAN SEMPADAN BENCANA Luas Arahan KETERANGAN
38
MIRING fungsi_Kaw Jenis KESESUAIAN SEMPADAN BENCANA Luas Arahan KETERANGAN
39
MIRING fungsi_Kaw Jenis KESESUAIAN SEMPADAN BENCANA Luas Arahan KETERANGAN
40
MIRING fungsi_Kaw Jenis KESESUAIAN SEMPADAN BENCANA Luas Arahan KETERANGAN
41
Peta 4.2 Jenis Tanah Desa Gelangsar
Sumber : Analisis
42
Peta 4.3 Klimatologi Desa Gelangsar
Sumber : Analisis
43
Peta 4.4 Fungsi Kawasan Desa Gelangsar
Sumber : Analisis
44
Gambar 4.4 Peta Rawan Bencana
Sumber : Analisis
45
Gambar 4.5 Peta Evaluasi Lahan Desa Gelangsar
46
Gambar 4.6 Arahan Pemanfaatan Lahan Desa Glangsar
47
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa :
1. Desa Gelangsar berdasarkan data profil Desa berada pada ketinggian 5,5 M dari
permukaan laut. Pada dataran yang memiliki ketinggian 0 – 200 meter biasanya
disebut dataran rendah. Daratan rendah sendiri merupakan daratan yang sangat
bermanfaat bagi masyarakat khususnya yang berada pada daratan ini. Biasanya pada
peta daerah yang berada pada daratan rendah tertampak warnah hijau. Di Daerah-
daerah yang berada pada ketinggian tersebut dimanfaatkan sebagai pertanian,
perternakan dan perumahan penduduk. Desa Gelangsar merupakan salah satu desa
yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Gunung Sari yang berada di daerah
dataran tinggi dengan beriklim tropis. Desa Gelangsar juga merupakan daerah yang di
tetapkan oleh pemerintah daerah sebagai salah satu wilayah yang rawan terhadap
bencana tanah longsor.
2. Selain itu Desa Gelangsar juga memiliki kelerengan 2%-15% yang dimana pada
kelerengan tersebut merupakan daerah yang bergelombang. Dengan kemiringan
lereng dan garis kontur merupakan kondisi fisik topografi suatu wilayah yang sangat
berpengaruh dalam kesesuaian lahan dan banyak mempengaruhi penataan lingkungan
alami. Untuk kawasan terbangun, kondisi topografi berpengaruh terhadap terjadinya
longsor dan terhadap konstruksi bangunan. Kemiringan lereng merupakan faktor
utama yang menentukan suatu daerah apakah layak untuk dibudidayakan atau tidak.
3. fungsi kawasan yang ada di Desa Glangsar yaitu kawasan lindung, kawasan
penyangga dan kawasan budidaya.Adapun sebaran fungsi kawasan yaitu pada
kawasan lindung terletak di Dusun Gripak,Dusun Apit Aiq,Dusun Glangsar dan
Dusun Glangsar timur. Sedangkan sebaran kawasan budidaya terletak pada dusun
Apit Aiq,Glangsar Timur,Glangsar dan Lilir Utara.Selain itu desa Glangsar juga
memiliki kawasan penyangga yang terdapat pada dusun Apit
Aiq,Glangsar,Songoran,Gripak,Lilir Utara.
4. Adapun fungsi kawasan di Desa Gelangsar yakni Kawasan Hutan Lindung dengan
penggunaan lahan sebagai hutan, Kawasan Budidaya sebagai permukiman dan
48
Kawasan Peyangga sebagai hutan. Namun yang paling beresiko adalah Kawasan
Hutan Lindung hal ini akan menyebabkan pergerakan tanah.
5.2 Saran
Di karenakan Desa Gelangsar merupakan kawasan rawan bencana longsor maka dari itu
peneliti membuat konsep arahan yang sesuai, agar meminimalisir terjadinya banana maka
dibutuhkan zona sebagai arahan fungsi penggunaan lahan di Desa Gelangsar. Adapun arahan
peruntukkan zona Desa Gelangsar adalah Zona rawan bancana, Zona perlindungan setempat,
Zona pertanian, Zona perkebunan, Zona Hutan Lindung dan Zona permukiman.
49
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yanag Maha Esa yang telah memberikan
beribu kenikmatan dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan hasil survey kami
yang disusun dalam bentuk laporan dengan judul “ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN
BERDASARKAN ASPEK FISIK DASAR DI DESA GELANGSAR KECAMATAN
GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT”. Laporan ini di susun untuk menganlisi
pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi eksisting dan aspek fisik yang ada Di Desa Gelangsar
Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat.
Laporan ini di buat berdasarkan beberapa sumber yang kami gunakan sebagai refrensi,
berupa sumber melalui media internet dan survey lokasi. Dalam penyusunan laporan ini,
tentulah kami banyak menemukan berbagai hambatan dan kendala karena keterbatasan
pengetahuan yang kami miliki. Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna,
baik secara penyajian maupun kelengkapannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan keritik
dan saran demi kelengkapannya.
Tidak lupa, kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu
kami dalam menyelesaikan tugas kami yang tentunya tidak dapat kami sebutkan satu persatu,
baik yang membuat penyusunan makalah ini maupun yangg kami jadikan narasumber di
lokasi survey.
Semoga isi dari makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami dan kita semua.Amiin
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................48
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUUAN......................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
3.1.2 Topografi............................................................................................................12
3.1.4 Geologi...............................................................................................................13
ii
4.1 Analisa Fisik Dasar ...................................................................................................25
BAB V PENUTUP..................................................................................................................48
5.1 Kesimpulan................................................................................................................48
5.2 Saran..........................................................................................................................49
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR