Siapa yang tak kenal dengan kendaraan roda dua yang satu ini.
Kendaraan yang nyaman dan ekonomis ini rasanya telah menjadi
primadona transportasi masyarakat Indonesia saat ini. Hal ini ditandai
dengan tumbuh suburnya produsen-produsen sepeda motor di tanah
air. Pada dasarnya, penggunaan sepeda motor hanya ditujukan
kepada seseorang yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi C(SIM
C). Berdasarkan pasal 81 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009,
seseorang berhak memiliki SIM C saat ia berusia 17 tahun. Tak hanya
itu, surat-surat kepemilikan sepeda motor juga harus dilengkapi,
rambu lalu lintas ditaati, tata tertib dipatuhi, dan norma berkendara
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Namun saat ini daya
pikat sepeda motor semakin menggila, tak hanya kaum dewasa, kaum
anak-anak di bawah umur pun juga ikut menggemarinya.
Setidaknya, di Kabupaten Ponorogo sungguh sangat mengkawatirkan
setelah di lakukan pendataan oleh Sat Lantas Polres Ponorogo secara
Random ke sekolah – sekolah ternyata dari para pengendara
kendaraan tersebut yang bersumber dari anak sekolah lenih dari 60%
tidak memiliki SIM C bahkan banyak dari 60% pelajar tersebut
umurnya masih di bawah 17 tahun . Secara umum 30% dari pengguna
sepeda motor di Indonesia adalah kelompok di bawah umur. Mereka
rasanya tak sulit dijumpai di jalan raya di berbagai pelosok negeri.
Umumnya, mereka berstatus sebagai pelajar setingkat SMA. Namun,
di jalanan banyak pula didapati pelajar setingkat SMP, SD, bahkan
yang tidak bersekolah sekalipun turut “asyik” mengendarai kendaraan
beroda dua ini. Dengan alasan apapun, sejatinya, tindakan semacam
ini merupakan tindakan yang melanggar ketentuan hukum. Karena
menurut Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009,
menyebutkan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling
banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)”.
Kenapa anak di bawah umur atau masih di bawah 17 tahun tidak
boleh memliki SIM C atau mengendarai kendaraan bermotor roda 2
karena banyak secara mental anak di bawah umur tak jarang juga
bertindak onar. Seringkali mereka melanggar peraturan lalu lintas
dengan membahayakan dirinya dan bahkan orang lain, yang paling
mendasar mereka anak di bawah secara mental tidak belum bisa
mengusai dan lebih mengedepankan emosi dan pemikiran yang
pendek dan tidak berpikir jangka panjang . Masalah itu rasanya telah
menjadi masalah klasik di negeri ini yang sulit untuk diredam.
Mengemudi tanpa mengenakan helm, memacu motor dengan
kecepatan tinggi, tak menghiraukan rambu-rambu lalu lintas, hingga
berboncengan melebihi kapasitas rasanya telah menjadi
“pemandangan” sehari-hari di jalanan, dan kebanyakan dari mereka
adalah anak-anak(tak memiliki SIM). Mereka seakan tak tahu tentang
bahaya yang sewaktu-waktu dapat terjadi atas apa yang ia perbuat.
Tak jarang pula, mereka mengoperasikan perangkat elektronik saat
mengendarai si roda dua, seperti ber-SMS ria, bertelepon,
mendengarkan musik lewat headset, dan lain-lain. Dengan hal ini,
berarti pengendara di bawah umur tersebut telah melanggar lebih dari
1 peraturan perundangan dan dapat terjerat sanksi berat terhadapnya.
Angka kecelakaan di Kabupaten Ponorogo dengan pengendara muda di
bawah usia ini juga tidak sedikit seperti kejadian di Kecamtan Sawoo
anak SMA yang berakhir tragis namun kadang mainset kita atau pola
pemikiran kita mengalami kecelakaan itu adalah takdir namun
harusnya mereka mengerti kalau takdir itu apabila kita sudah
berusaha kemudian menyerahkan kepada takdir karena terjadinya
laka lantas merupakan buah dari hasil ketidaktaatan para pemuda
terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. ini adalaha PR
besar kita bersaman bagaimana cara mengatasi permasalahan carut
marut kebiasaan yang kemudian bisa di jadikan pembenar dengan
berbagai alasan .
Dengan dukungan dari semua pihak, baik pemerintah, Sekolahan ,
Oranga tua , Polri, maupun masyarakat, dengan sinergitas serta
kebersamaam maka secara bertahap Sat Lantas dalam Hal Ini polres
Ponorogo akan lebih mudah dan mendapatkan hasil maksimal dan
mengkampanyekan Keselamatan berlalu lintas serta meniadakan
pengendra anak di bawah umur juga berimbas akan berkurang,
jumlah kecelakaan pengendara sepeda motor di bawah umur
menyusut, serta kesadaran anak-anak untuk tertib peraturan lalu
lintas ataupun lainnya akan dapat terlaksana dengan baik.
2. Sosialisasi ke Sekolah
Selain itu, bila terlibat kecelakaan, posisi anak lebih lemah lantaran
tidak punya SIM. Meski sebenarnya tidak salah, dia bisa tersudut
karena mengemudi tanpa izin.
Tidak hanya mental, fisik pun berpengaruh. Ini terutama buat anak-
anak usia bawah, seperti SMP dan SD. Kaki yang belum cukup jenjang
untuk menginjak pedal rem dan gigi motor, misalnya, bisa
membahayakan diri dan orang lain. Belum lagi ketika berhenti karena
lampu merah, kaki harus turun dulu ke aspal. Jadi malah repot mau
berkendara.
Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa kita harus tegas dan
keras melarang anak di bawah umur untuk mengemudi. Selain
membahayakan jiwa, hal itu membuat kesehatan finansial terancam.
Dari anak SD, SMP hingga anak SMA yang belum memiliki SIM
A ataupun SIM C sudah banyak yang menggunakan kendaraan
bermotor. Seperti yang sering kita lihat anak-anak kecil yang sudah
banyak membawa motor. Bahkan tidak hanya membawa motor,
namun sudah banyak anak-anak SMP dan SMA jaman sekarang yang
membawa mobil ke sekolah mereka. Kini membawa kendaraan
bermotor bagi remaja bukan hanya untuk memenuhi aktifitas sehari-
hari melainkan ajang lifestyle, tampil gaya di depan orang-orang lain
atau di depan teman-teman mereka. Miris nya lagi, banyak dari
mereka yang tidak memiliki SIM dan sering melanggar peraturan lalu
lintas dengan cara mereka yang mengendarai kendaraan yang ugal--
ugalan, tidak menggunakan helm, mengemudi dengan kecepatan
tinggi, menyalip sana--sini, berboncengan melebihi kapasitas yang
menjadi menjadi pemandangan sehari-hari di kota Jakarta hingga
membuat para pengguna jalan lain merasa terganggu dan tidak
nyaman dengan perbuatan mereka tersebut. Bahkan, tidak jarang
pula mereka mengoperasikan elsktronik pada saat mengendarai
kendaraan bermotor seperti sms, telfonan, dan lain sebagainya.
Hingga akhirnya banyak peristiwa kecelakaan yang melibatkan anak di
bawah umur.