Anda di halaman 1dari 108

PEDOMAN PRAKTIKUM

EKSPERIMEN FISIKA 2

Laboratorium Fisika Lanjut

Departemen Fisika-FMIPA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2015/2016
1
Peraturan dan Tata Tertib Laboratorium

1. Setiap praktikan diwajibkan mempersiapkan diri (di rumah)


sebelum melakukan percobaan, khususnya teori yang
terkait dan prosedur percobaan yang akan dilakukan.

2. Setiap praktikan diwajibkan berpakaian rapi, tidak memakai


sendal jepit atau sejenisnya dan tidak menggunakan kaos
oblong.

3. Setiap praktikan tiba 15 menit sebelum praktikum.

4. Setiap praktikan diwajibkan mengikuti instruksi dan


bimbingan dari asisten yang bertugas.

5. Setiap praktikan diharapkan menjaga ketenangan suasana


praktikum (laboratorium).

6. Setiap praktikan diharapkan berhati-hati dalam


menggunakan peralatan, kerusakan atau kehilangan
komponen atau alat praktikum akan mendapat sangsi.

7. Teknis pelaksanaan praktikum sepenuhnya dilaksanakan


oleh segenap asisten yang bertugas dan dipantau oleh
dosen koordinator mata kuliah Eksperimen Fisika.

8. Segenap pengguna laboratorium harus merasa memiliki


seluruh fasilitas praktikum, oleh karena itu kebersihan dan
kerapihan ruang laboratorium harus selalu terjaga.

2
Daftar Isi

Kata Pengantar

Eksperimen 1. Fotokonduktivitas

Eksperimen 2. Karakateristik Dioda (LED)

Eksperimen 3. Karakteristik Sel Surya

Eksperimen 4. Monokromator dan Spektrofotometer

Eksperimen 5. Teknik Vakum

Eksperimen 6. Serat Optik

Eksperimen 7. Celah Optik Semikonduktor

Eksperimen 8. Modulasi dan Komunikasi Laser (Demo)

Eksperimen 9. Stress-Strain

Eksperimen 10. Termolistrik

Eksperimen 11. Elektrolizer: Konstanta Faraday

Eksperimrn 12. Termometer Dioda

3
Kata Pengantar

Buku pedoman ini dibuat untuk dipergunakan bagi mahasiswa


yang mengambil Mata Kuliah Eksperimen Fisika 2, baik
mahasiswa Mayor Fisika maupun Minor Instrumentasi atau
Supporting Course pada Departemen Fisika FMIPA Institut
Pertanian Bogor. Buku kecil ini memuat beberapa topik
percobaan yang mencakup beberapa mata ajaran tingkat lanjut
pada Departemen Fisika, baik yang bersifat fundamental
maupun terapan. Dalam buku ini dikembangkan sejauh
mungkin pemahaman latar belakang teori yang mendasari
pengamatan dan pengukuran di laboratorium sesuai dengan
topik percobaan yang dilakukan.
Buku ini dikembangkan sesuai peralatan yang tersedia pada
Laboratorium Fisika Lanjut Departemen Fisika FMIPA-IPB, dan
dipergunakan untuk kalangan sendiri. Disadari bahwa buku
pedoman ini masih jauh dari sempurna sehingga masih
memerlukan perbaikan-perbaikan, baik materi maupun
redaksionalnya. Untuk itu saran dan kritik dari berbagai pihak
baik dosen, asisten maupun praktikan dan segenap pembaca
sangat diharapkan demi kesempurnaan buku ini. Namun
demikian, diharapkan buku kecil ini dapat bermanfaat bagi
pengguna.
Atas saran dan kritik dari siapapun dihaturkan terima kasih.

Bogor, Februari 2016


Koordinator

(Dr. Akhiruddin Maddu)


4
Eksperimen 1

FOTOKONDUKTIVITAS

TUJUAN
Menentukan sifat fotokonduktivitas bahan semikonduktor

TEORI
Konduktivitas adalah ukuran kemampuan material dalam
menghantarkan listrik. Fotokonduktivitas merupakan fenomena
optik dan listrik dimana material menjadi lebih konduktif listrik
karena penyerapan radiasi elektromagnetik seperti cahaya
tampak, sinar ultraviolet, sinar inframerah, atau radiasi gamma.
Ketika cahaya diserap oleh bahan seperti semikonduktor,
jumlah elektron bebas dan lubang elektron meningkat dan
menimbulkan konduktivitas listriknya. Untuk menyebabkan
eksitasi, cahaya yang menumbuk semikonduktor harus
memiliki energi yang cukup untuk menaikkan elektron
melintasi celah pita, atau untuk merangsang cacat (impuritas)
di dalam band gap. Ketika tegangan bias dan resistor beban
yang digunakan terangkai seri dengan semikonduktor,
tegangan jatuh (drop potential) yang melintasi resistor beban
dapat diukur ketika perubahan konduktivitas listrik bahan
bervariasi arus yang mengalir melalui rangkaian.
Contoh klasik material fotokonduktif meliputi polimer
konduktif Polyvinylcarbazole yang dikunakan pada fotokopi,
Timbal sulfide (PbS) yang digunakan pada detector inframerah,
dan Selenium (Se) yang digunakan pada televise dan xerografi.
Ketika bahan fotokonduktif dirangkai sebagai bagian dari
rangkaian, dia berfungsi sebagai resistor yang memiliki

5
resistansi tergantung pada intensitas cahaya. Dalam konteks ini
materi disebut fotoresistor (juga disebut resistor tergantung
cahaya atau fotokonduktor). Aplikasi yang paling umum dari
fotoresistor adalah sebagai fototodetektor (detekor cahaya),
yaitu piranti (divais) yang mengukur intensitas cahaya.
Fotoresistor bukan satu-satunya jenis-jenis sensor cahaya
(fotodetektor) – jenis lainnya termasuk CCD, fotodioda dan
fototransistor - tetapi mereka adalah salah satu fotodetektor
yang paling umum.
Fotokonduktivitas adalah hasil eksitasi pembawa (carrier)
akibat absorpsi cahaya. Kenaikan konduktivitas akibat
meningkatnya jumlah pembawa muatan bergerak (mobile) di
dalam material. Sketsa piranti fotokonduktif ditunjukkan pada
Gambar 1.

Gambar 1. Sketsa piranti fotokonduktif

Misalkan kita meninjau sebuah slab fotokondukting, yaitu


sebuah material semikonduktor sensitif cahaya dengan kontak-
kontak ohmik pada kedua sisinya (Gambar 1). Ketika material
tersebut disinari foton dengan energi E≥Eg, pasangan elektron-
hole dibangkitkan dan konduktivitas listrik material tersebut

6
meningkat. Dimana Eg adalah energi pita celah (bandgap
energy) material semikonduktor tersebut yang diberikan oleh
hc
Eg 

dimana λ adalah panjang gelombang foton datang.
Hukum Ohm dalam tinjauan mikroskopis dapat dituliskan
sebagai
J = E
dimana J adalah rapat arus,  adalah konduktivitas dan E adalah
medan listrik. Konduktivitas dihubungkan dengan kuantitas
makroskopis sebagai  = 1/ = L/RA, dimana  adalah
hambatan jenis, R adalah hambatan, L adalah panjang dan A
adalah luas penampang sampel.
Dalam tinjauan mikroskopis, konduktivitas material
semikonduktor adalah
  nee  p.e h
dimana n adalah konsentrasi elektron, e muatan elektron dan
hole, µe mobilitas elektron, p konsentrasi hole, dan µh mobilitas
hole. Untuk semikonduktor tipe-n pembawa mayoritasnya
adalah elektron yang bermuatan negatif, sedangkan
semikonduktor tipe-p pembawa mayoritasnya adalah hole
(lubang yang ditinggalkan elektron) bermuatan positif.
Saat disinari, konduktivitas akan meningkat dengan suatu
jumlah () adalah

  nee  p.e  h
 ne ( e   h )
 rg  c e(e  h )

7
dimana rg adalah laju generasi, c adalah lifetime, sedangkan n
dan p adalah rapat kelebihan elektron dan hole.
Ada empat material yang umum digunakan dalam piranti
fotokonduktif: Cadmium sulfida (CdS), Cadmium Sselenida
(CdSe), Timbal sulfida (PbS) dan Thallium sulfida (TlS). Pada
suatu konstruksi piranti fotokonduktif, film tipis dideposisikan
pada substrat isolator. Kemudian, elektroda-elektroda dibentuk
dengan menguapkan logam seperti emas melalui sebuah mask
untuk memberikan pola mirip sisir, seperti ditunjukkan pada
Gambar 2. Geometri ini menghasilkan luasan (area) yang relatif
besar permukaan sensitive dan jarak antar elektroda kecil. Ini
membantu piranti untuk memberikan sensitif tinggi.

Gambar 2. Sel fotokonduktif (photocell) CdS

Ketika piranti fotokonduktif dalam kondisi terbias maju


disinari dengan cahaya, dibangkitkan (generation) pasangan
elektron-hole (Gambar 3). Pasangan elektron-hole yang
dibangkitkan bergerak dalam arah berlawanan. Ini
menghasilkan fotoarus (photocurrent).

8
Gambar 3. Sel fotokonduktif tersinari

Sel fotokonduktif memiliki hambatan (resistansi) yang tinggi


pada kondisi gelap yang disebut hambatan gelap (dark
resistance). Ketika disinari, hambatannya jatuh.

Gambar 4. Penurunan resistansi sel terhadap intensitas

Sel fotokonduktif juga memiliki respons spektral yang


merupakan daerah kerja dari sel terkait dengan responnya
terhadap panjang gelombang elektromagnetik. Respon spektral
sel CdS mirip dengan mata manusia.
Selain itu penurunan hambatan atau kenaikan
konduktivitas sel. Karakteristik penyinaran sel ditunjukkan
pada Gambar 4.
9
SET-UP DAN PROSEDUR

1. Susun rangkaian seperti pada Gambar 5. Sebuah power


supply dirangkai seri dengan sel fotokonduktor dan
sebuah hambatan tetap, Rout (100 k).
2. Hubungkan sebuah voltmeter dengan ujung-ujung
hambatan. Voltmeter ini mengukur tegangan (outr) ujung-
ujung hambatan tersebut, dan selanjutnya dapat
ditentukan arus dalam rangkaian dari hubungan
I=Vout/Rout.

Gambar 5. Rangkaian pengukuran

3. Set power supply pada tegangan tetap 5V.


4. Tutup sel fotokonduktor sehingga tidak terkena cahaya
(gelap). Nyalakan power supply. Catat pembacaan
voltmeter. Tentukan nilai arus dalam rangkaian (disebut
arus gelap). Nilai hambatan sel fotokonduktor (Rc) dapat
ditentukan dari hubungan Rc = (Vs-Vout)/I . Catat data-
data di dalam Tabel 1.
10
5. Buka penutup sel fotokonduktor. Sinari dengan cahaya
lemah (intensitas rendah), ukur intensitas cahaya dengan
Radiometer. Catat pembacaan voltmeter dan hitung arus
dalam rangkaian. Hitung pula nilai hambatan sel
fotokonduktor. Catat data-data di dalam Tabel 1.
6. Ulangi point 5 untuk kondisi intensitas yang meningkat.
Ambil minimal 10 kondisi intensitas cahaya. Catat data-
data di dalam Tabel 1.

Tabel 1. Data
Tegangan sumber (Vs) = 5 volt
Hambatan Resistor (Rout) = 100 k

No. Intensitas Tegangan Arus, Hambatan sel,


(W/m2) Resitor, Vout I=Vout/Rout Rc = (Vs –
(volt) (ampere) Vout)/I

...

...

15

11
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

1. Buat kurva hubungan antara Arus vs. Intensitas cahaya


2. Buat kurva hubungan antara Hambatan sel fotokonduktor
vs. Intensitas cahaya
3. Bahas hasil yang anda peroleh

DAFTAR PUSTAKA

1. Kasap, S., Capper, P (Eds.). Handbook of Electronics and


Photonics Materials. Springer, 2006
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16. Sze, S.M., Kwok K. NG. Physics of Sem

12
Eksperimen 2

KARAKTERISTIK I-V DIODA

TUJUAN

Mengukur dan menganalisis karakteristik I – V dioda.

TEORI
Piranti semikonduktor seperti dioda dan transistor
menggunakan semikonduktor tipe-n dan tipe-p yang
digabungkan bersama. Secara praktis, dua tipe semikonduktor
sering berupa silikon kristal yang didoping dengan impuritas
donor pada salah satu sisinya dan impuritas akseptor pada sisi
yang lain. Daerah dimana semikonduktor berubah dari tipe-p
menjadi tipe-n disebut persambungan (junction).
Ketika semikonduktor tipe-n dan tipe-p tidak
dikontakkan, masing-masing tipe semikonduktor memiliki
pembawa-pembawa muatan mayoritas. Untuk tipe-p, pembawa
muatan utama (mayoritas) hole positif (ketidakhadiran
elektron), dan tipe-n dengan pembawa mayoritas elektron.

Gambar 1. Semikonduktor tipe-p dan -n ( hole dan  elektron)


13
Ketika semikonduktor tipe-n dan tipe-p dikontakkan,
konsentrasi elektron dan hole yang awalnya tidak sama
mengakibatkan difusi elektron melintasi persambungan dari
sisi-n ke sisi-p dan hole dari sisi-p ke sisi-n hingga
kesetimbangan dicapai. Elektron-elektron tidak dapat bergerak
lebih jauh dari daerah persambungan (junction) karena
semikonduktor bukan konduktor yang baik. Difusi elektron dan
hole menciptakan lapisan muatan ganda (double layer of
charges) pada persambungan mirip dengan pada kapasitor plat
sejajar (Gambar 2).

Gambar 2. Persambungan p-n (kiri tipe-n dan kanan tipe-p)

Sehingga, terdapat beda potensial V melintasi


persambungan (junction), yang cenderung menghambat difusi
lebih lanjut. Pada kesetimbangan, sisi-n berada pada potensial
lebih tinggi daripada sisi-p. Pada daerah persambungan
(junction), sebut daerah deplesi, ada sangat sedikit pembawa
muatan dari masing-masing tipe, sehingga hambatan daerah
persambungan ini sangat tinggi.
Persambungan p-n semikonduktor dapat digunakan
sebagai penyearah dioda sederhana. Ketika kita
menghubungkan terminal positif baterai ke sisi-p, potensial
yang melintasi persambunga akan turun. Difusi elektron dan

14
hole melewati persambungan (daerah deplesi) akan meningkat
sebagai usaha memapankan kembali kesetimbangan, yang
menghasilkan arus di dalam rangkaian (Gambar 3). Pada
kondisi ini, dioda dikatakan terbias maju (forward biased).

Gambar 3. Bias maju (sisi kiri tipe-p; sisi kanan tipe-n).

Jika kita menghubungkan terminal positif baterai ke sisi-


n, ini akan meningkatkan beda potensial yang melintasi
persambungan (daerah deplesi), sehingga difusi lanjut akan
terhambat (Gambar 4).

Gambar 4. Bias mundur (sisi kiri tipe-p dan kanan tipe-n).


15
Kurva hubungan arus dan tegangan (I-V) untuk diode
ideal ditunjukkan pada Gambar 5. Perhatikan bahwa jika kita
menerapkan bias mundur yang besar, arus akan tiba-tiba
meningkat, dan dioda dapat rusak. Ini terjadi karena di dalam
medan listrik sangat besar, elektron-elektron dibebaskan dari
ikatan atomiknya dan dipercepat melintasi persambungan.

Figure 5. Kurva arus-tegagan (I-V) diode (arus vs tegangan


yang diterapka melintasi diode)

Ketika tegangan yang diterapkan sama dengan nol,


terdapat arus elektron-elektron kesetimbangan kecil I0
melewati persambungan yang dikompensasi oleh arus hole
yang sama dalam arah berlawanan, arus ini disebut arus
saturasi. Karena itu arus total sama dengan nol.
Ketika kita menerapkan bias maju, arus hole tambahan
dari daerah-p ke daerah-n sama dengan

(1)

16
Tetapi masih ada arus hole I0 dalam arah berlawanan. Jadi arus
total sama dengan

(2)
Formula yang sama berlaku untuk arus elektron dari daerah-n
ke daerah-p, dan karena itu untuk seluruh arus yang melewati
persambungan p-n. Catatan, bahwa formula (2) berlaku hanya
untuk bias kecil. Jika bias yang diterapkan lebih besar daripada
perbedaan potensial kesetimbangan yang melintasi
persambungan (daerah deplesi), ekspresi untuk arus lebih
kompleks. Kita dapat menyederhanakannya dengan
mengunakan koefisien koreksional 

(3)
Ketika bias cukup besar, dan eV/kBT >> 1, kita dapat
mendekati formula (3) dengan

(4)
Untuk arus bias mundur sama dengan

(5)
Ketika bias besar (eV>>kBT), arus ini sangat kecil dan hampir
sama dengan arus kesetimbangan I0.

PERALATAN & KOMPONEN


Power Supply (0-30V), Voltmeter (0-30V), Ammeter (μA & mA
range), resistor 220 , diode p-n, LED. Sourcemeter (Keithley)
untuk mengukur I-V secara otomatis (terkomputerisasi).

17
PROSEDUR

A. Pengukuran Manual

1. Buat rangkaian seperti pada Gambar 6, masing-masing


untuk bias maju dan bias mundur.
2. Variasikan tegangan sumber (Power Supply) mulai dari
0V, diikuti 1V, 2V, 3V, dst. Catat pembacaan ammeter
dan voltmneter untuk setiap tegangan bias (maju) yang
diberikan.

Gambar 6. Rangkaian bias maju dan bias mundur

3. Putar polaritas dioda, lakukan langkah piont 2, dalam hal


ini tegangan bias adalah negatif (mundur). Catat
pembacaan ammeter dan voltmneter untuk setiap
tegangan bias (maju) yang diberikan.
4. Lakukan langkah point 1 – 3 untuk sebuah LED (Light
Emmiting Diode). Catat pula daya/intensitas cahaya yang
diemisikan oleh LED untuk setiap tegangan bias maju
yang diberikan.
18
TABEL DATA

Tegangan bias Arus Terbaca Tegangan


(Volt) (A) Terbaca (V)
.... dst
5
4
3
2
1
0
-1
-2
-3
-4
-5
… dst

B. Pengukuran Terkomputerisasi (Opsional)

Kalau memungkinkan ukur I-V diode dengan Sourcemeter


Keithley 2400.

19
ANALISIS DATA
1. Buat kurva antara arus (I) terhadap tegangan bias (V).
Jelaskan kurva yang Anda hasilkan!
2. Tentukan tegangan knee dari masing-masing dioda (LED)
yang Anda uji.
3. Buat Kurva hubungan ln(I/Io) vs tegangan bias (V). Hitung
nilai teoritis (e/kBT) dari kurva, dimana T diasumsikan
adalah suhu ruang, kira-kira 298 K. Hati-hati dengan
satuan Anda!

DAFTAR PUSTAKA
Sze, Semiconductor Devices and Physics. John Wiley

20
Eksperimen 3

KARAKTERISTIK SEL SURYA

TUJUAN
1 Mengamati efek fotovoltaik pada sel surya (solar cell)
persambungan semikonduktor
2 Mengukur dan menganalisis karakteristik-karakteristik
sebuah piranti sel surya (solar cell device)

TEORI

Efek Fotovoltaik (PV), yaitu konversi energi cahaya menjadi


energi listrik secara langsung, pertama kali diamati oleh
seorang fisikawan Prancis bernama Edmond Becguerel (1839).
Ia menemukan bahwa suatu material tertentu (di dalam sel
elektrokimia) akan menghasilkan sejumlah kecil arus listrik bila
disinari dengan cahaya. Hasil pengamatan Becquerel ini
dikembangkan oleh ahli-ahli lain, seperti Heinrich Hertz (1870)
yang pertama kali mendemonstrasikan sel PV padat dari bahan
semikonduktor selenium, dengan efisiensi 1% sampai 2%.
Piranti yang menghasilkan efek fotovoltaik ini disebut sel
surya (solar cell) dengan komponen dasar bahan
semikonduktor. Hingga saat ini dikenal berbagai struktur sel
surya memanfaatkan fenomena persambungan semikonduktor.
Pada dasarnya struktur sel surya sama saja dengan dioda
semikonduktor biasa yang berbasis persambungan
semikonduktor (Gambar 1). Dua bahan (lapisan) semikonduktor
silikon tipe berbeda (tipe-n dan tipe-p) dibuat saling kontak.
Pada bagian depan dan belakang diberi kontak arus (salah
satunya harus transparan atau dibuat grid) untuk mengambil
arus yang dihasilkan oleh sel surya bila terkena cahaya.
21
TC
O
n-
SK
p- R
SK L

Contac
t Rekombinasi
elektron-hole

Gambar 1. Struktur sel surya p-n silikon

Ketika terjadi persambungan p-n (Gambar 2), pada


kesetimbangan termal, pembawa-pembawa negatif (elektron)
pada tipe-n berdifusi ke sisi p sedangkan pembawa-pembawa
positif (hole) pada tipe-p berdifusi ke sisi n. Pada saat
kesetimbangan, terjadi akumulasi muatan berbeda pada dua
sisi persambungan menghasilkan beda potensial dan medan
listrik elektrostatik yang menghentikan proses difusi muatan-
muatan tersebut, daerah persambungan ini tidak lagi memiliki
muatan bebas dan disebut daerah deplesi. Level fermi kedua
tipe semikonduktor menjadi segaris, potensial listrik kedua tipe
semikonduktor disebut potensial built-in.

Gambar 2. Persambungan p-n semikonduktor (setimbang


termal)
22
Ketika sel surya menyerap foton dengan energi (hv) lebih
besar dari lebar celah energi (Eg) semikonduktor, elektron-
elektron tereksitasi dari level valensi ke level konduksi dan
menjadi elektron bebas (Gambar 3). Karena adanya medan
elektrostatik pada persambungan, elektron-elektron tersebut
akan menuju tipe-n (pada pita konduksi), sedangkan hole-hole
yang ditinggalkan pada level valensi mengalir ke tipe-p (pada
pita valensi), masing-masing menuju kontak arus. Sehingga
bila dihubungkan dengan rangkaian luar, muatan-muatan
pembawa tersebut akan mengalir dengan arah berlawanan dan
akhirnya saling berekombinasi di dalam bahan semikonduktor.
Aliran muatan-muatan tersebut menghasilkan arus listrik pada
rangkaian luar

Gambar 3. Sel surya p-n semikonduktor ketika disinari

Karakteristik sel surya direpresentasikan oleh beberapa


kuantitas, yaitu daya output, faktor pengisian (fill factor, FF)
dan efesiensi konversi () serta stabilitas. Efisiensi konversi
adalah ukuran kemampuan sel surya mengkonversi energi
cahaya menjadi energi listrik yang ditentukan melalui

23
hubungan arus-tegangan keluaran yang dihasilkan sebuah sel
surya saat disinari dengan energi foton yang sesuai. Hubungan
arus-tegangan sebuah sel surya p-n, ketika tidak disinari mirip
dengan karakteristik hubungan arus-tegangan sebuah dioda
ideal, yaitu
  qV  
I  I 0 exp     1 , IS arus jenuh dioda (1)
  kT  

Ketika sel-surya p-n disinari, akan dihasilkan arus foto


(photocurrent) akibat pembangkitan arus oleh foton (hv),
sehingga persamaan (1) menjadi
  qV  
I  I Ph  I 0 exp    1 (2)
  kT  
dengan Iph adalah arus foto (photocurrent), Is adalah arus
saturasi, dan V adalah tegangan bias. Untuk Iph I0, persamaan
(2) menjadi
  qV 
I  I Ph  I 0 exp    (3)
  kT 
Pada rangkaian buka (open circuit), I = 0,diperoleh
kT  I Ph 
VOC  ln   (4)
q  I 0 
yaitu tegangan rangkaian buka (open circuit). Sedangkan pada
rangkaian pendek (short circuit), V=0, sehinggadiperoleh Io =
Iph, yang disebut arus rangkaian pendek (Isc).
Efesiensi konversi energi sebuah sel surya diekspresikan
oleh
Pmax
 x100 % (5)
P in
dengan Pmax adalah daya maksimum yang dihasilkan, yaitu
Pmax  Vmax I max  VOC ISC .FF (6)

24
dan FF disebut ”Fill Factor” sebuah sel surya, yaitu
Vmax I max
FF  (7)
VOC I SC
Sedangkan Pin adalah daya energi cahaya (matahari) yang tiba
pada permukaan sel surya. Karakteristik arus-tegangan (I-V)
sebuah sel surya ketika disinari diperlihatkan pada Gambar 4.

Im
Pm
IS

0 Vm VOC

Gambar 4. Kurva karakteristik I-V sel surya

PERALATAN

1. Beberapa buah panel surya


2. Radiomoter
3. Voltmeter
4. Amperemeter
5. Reostat atau potensiometer
6. Kabel-kabel

25
PROSEDUR

1. Ukur luas permukaan efektif sebuah modul sel surya.


2. Ukur intensitas cahaya yang digunakan (cahaya lampu atau
matahari) menggunakan Radiometer
3. Rangkaikan modul sel surya, voltmeter, amperemeter dan
potensiometer (atau variable resistor), seperti pada Gambar
5.

hv I

Gambar 5. Rangkaian untuk pengukuran I-V sel surya

4. Arahkan sumber cahaya tegak lurus modul sehingga


seluruh permukaan modul tersinari cahaya. Atur jarak
sumber cahaya.
5. Sambil disinari, posisikan reostat atau potensiometer pada
harga resistansi maksimum. Catat penunjukan pada
Voltmeter sebagai tegangan rangkaian buka (Voc) dan arus
pada Amperemeter (0 A) pada posisi ini (R=).
6. Turunkan pelan-pelan resistansi potensiometer dan catat
nilai pembacaan pada masing-masing alat ukur setiap
perubahan resistansi potensiometer. Lakukan hingga harga
resistansi potensiometer mencapai harga minimum, dimana
terbaca arus rangkaian pendek (Isc) pada Amperemeter dan
tegangan V  0V pada Voltmeter. Ambil pasangan data
arus-tegangan (I-V) sebanyak mungkin.
7. Buat rangkain (seri dan paralel) beberapa sel surya. Lakukan
pengukuran I-V seperti pada langkah 5 sampai 6 di atas.

26
TUGAS DAN PERTANYAAN

1. Buat kurva antara Arus (I) vs Tegangan (V) untuk setiap


modul sel surya yang diukur. Ambil skala yang terbaik
menurut anda. (Gunakan program MS Exell atau yang
lainnya)
2. Tentukan arus rangkaian singkat (Isc) dan tegangan
rangkaian buka (Voc) dari kurva tersebut.
3. Tentukan arus maksimum (Imax) dan tegangan maksimum
(Vmax) keluaran yang menghasilkan daya keluaran
maksimum (Pmax) sel surya.
4. Hitung harga Fill Factor (FF) dan Efisiensi konversi ( ) dari
setiap panel sel surya yang anda ukur.
5. Buat kurva I-V rangkaian sel surya (seri dan paralel) dan
tentukan parameter (Pmax, FF dan Efisiensi) rangkaian sel
surya (seri dan paralel)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hans Joachim Moller., Semiconductors for Solar Cells,


1993, Artech House, Norwood, MA, USA
2. PHYWE, Univerity Laboratory Experiments (PHYSICS), 1995,
Gottingen, Germany.
3. Sze, S.M., Semiconductor Devices Physics and Technology,
Wiley&Sons, 1981, New York, USA

27
Eksperimen 4

MONOKROMATOR DAN SPEKTROFOTOMETER

TUJUAN
1. Mempelajari prinsip dasar sebuah spektrofotometer
2. Mempelajari karakteristik spektrum absorpsi suatu bahan

TEORI
Cahaya monokromatik adalah cahaya yang memiliki
panjang gelombang (warna) tunggal. Derajat monokromatisitas
sebuah berkas cahaya diberikan oleh spektrum panjang
gelombangnya. Semakin sempit spektrumnya, semakin
monokromatis. Untuk melihat spektrum sebuah sumber cahaya
digunakan spektrofotometer yang dilengkapi sebuah
monokromator sebagai piranti pemisahan spektrum
polikromatik menjadi spektrum-spektrum individualnya.
Monokromator adalah instrumen (alat) yang dapat
menghasilkan panjang gelombang individual (tunggal) dari
sumber polikromatik. Pemisahan panjang gelombang
polikromatik menjadi komponen-komponen panjang
gelombang individual (monokromatik) dapat dilakukan dengan
menggunakan prisma atau kisi, melalui fenomena dispersi
cahaya.
Prisma dapat memisahkan cahaya polikromatik menjadi
komponen-komponen individualnya melalui proses dispersi
berdasarkan variasi nilai indeks biasnya terhadap panjang
gelombang. Indeks bias bahan (prisma) bergantung pada
panjang gelombang, sehingga bila cahaya polikromatik
memasuki prisma dengan sudut tertentu, cahaya akan
dibiaskan berdasarkan panjang gelombangnya. Akibatnya
28
warna cahaya dengan panjang gelombang individual akan
terpisah, fenomena ini disebut dispersi cahaya. Contoh dispersi
cahaya polikromatik menjadi komponen monokromatisnya
dapat diamati pada pembentukan pelangi oleh butir-butir air.

Gambar 1. Dispersi cahaya pada prisma

Cahaya polikromatik juga dapat dipisahkan melalui


penomena difraksi oleh kisi-kisi difraksi. Kisi difraksi adalah
komponen optik yang terdiri dari banyak celah sempit dengan
jarak dalam orde mikrometer. Terdapat dua jenis kisi yaitu kisi
transmisi dan kisi refleksi. Kisi transmisi bekerja atas dasar
difraksi gelombang cahaya yang melewati kisi, sedang kisi
refleksi bekerja atas dasar pemantulan oleh permukaan kisi.

Gambar 2. Dispersi cahaya dengan kisi


29
Untuk melakukan scanning panjang gelombang, kisi
difraksi dapat diputar dengan motor stepper. Konstruksi
sebuah monokromator dapat dilihat pada Gambar 3.
Monokromator dilengkapi dengan celah masuk cahaya
(entrance slit), celah keluar (exit slit) dan cermin-cermin, yaitu
cermin pemfokus (focusing mirror) dan cermin pengkolimasi
(collimating mirror)

Gambar 3. Konstruksi monokromator kisi

Spektrofotometer adalah instrumen yang digunakan untuk


menghasilkan spektrum optik, baik spektrum emisi, spektrum
absorpsi ataupun spektrum transmisi dari sebuah benda atau
obyek. Spektrofotometer paling tidak dilengkapi oleh sebuah
sumber cahaya polikromatik, sebuah monokromator (prisma
atau kisi difraksi) dan sebuah detektor cahaya.
Spektrofotometer dibedakan atas dua kategori berdasarkan
atas mekanisme dispersi yang digunakan, yaitu:
spektrofotometer prisma dan spektrofotometer kisi.

30
Spektrofotometer memiliki aplikasi yang sangat luas,
khususnya dalam bidang analisis kimia. Skema sistem
spektrofotometer ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Set-up spektrofotometer

PERALATAN DAN BAHAN

Power Meter atau Fotometer, Monokromator yang dilengkapi


Sumber cahaya lampu Tungsten-Halogen dan fiber optik,
kuvet, dan bahan-bahan uji (larutan pewarna, plastik berwarna,
dsb.).

31
Monokromator (Optometric LLC). Monokromator dilengkapi
dengan sumber cahaya (putih) Lampu Tungsten-Halogen, celah
masuk dan keluar cahaya. Juga disediakan bundel serat optik
1,5 m untuk menjalarkan cahaya.

Lampu

Monokromator

Gambar 5. Monokromator

PROSEDUR

Susun komponen-komponen hingga membentuk


spektrofotometer seperti ditunjukkan pada Gambar 6, terdiri
dari monokromator yang dilengkapi lampu tungsten-halogen
sebagai sumber cahaya polikromatik dan fiber optik, kuvet, dan
Power Mater atau fotometer.

A. Mengukur Spektrum Lampu Tungsten-Halogen


1. Hidupkan monokromator. Perhatikan ujung serat optik,
cahaya akan tampak keluar dengan warna sesuai
panjang gombangnya yang diatur pada monokromator.
2. Arahkan ujung fiber optik langsung ke bukaan
fotometer. Atur Sensitivitas fotometer sedemikian
sehingga jarum menunjukkan posisi sekitar
pertengahan skala fotometer.

32
3. Catat pembacaan fotometer (tanpa satuan) pada 400
nm. Putar sekrup monokoromator sejauh 5 nm, catat
pembacaan fotometer. Lanjutkan pengukuran hingga
panjang gelombang 760 nm (setiap kenaikan 5 nm).
Tabelkan data Anda.

Lampu
Detector
7867

Monokromator
Sampel uji
PowerMeter

Gambar 6. Set up pengukuran spektrum lampu

Tabel 1. Spektrum lampu

No  (nm) Io

1 400

2 405

3 410

... ...

... ...

... 760

33
B. Mengukur Spektrum Absorbans Larutan CuSO4
1. Buat larutan CuSO4 dengan konsentrasi 0,5 g/L.
Masukkan larutan CuSO4 secukupnya ke dalam kuvet
hingga 3/2 bagian terisi.
2. Susun komponen seperti pada Gambar 5. Tempatkan
kuvet sampel diantara ujung serat optik dengan bukaan
fotometer.
3. Mula-mula ukur intensitas referens (blanko) seperti
berikut ini. Tempatkan kuvet kosong pada holder kuvet.
Posisi monokromator pada 400 nm. Arahkan fiber optik
ke permukaan kuvet sedemikian sehingga cahaya
melewati kuvet menuju fotometer. Catat intensitas
setiap kenaikan 5 nm hingga panjang gelombang 780
nm.
4. Letakkan kuvet berisi larutan CuSO4 ke dalam holder
kuvet. Arahkan ujung serat optik ke permukaan kuvet
sedemikian sehingga cahaya menembus larutan menuju
bukaan fotometer. Posisi awal monokromator pada 400
nm. Catat intensitas pada fotometer untuk setiap
kenaikan 5 nm hingga panjang gelombang 760 nm.
5. Jika memungkinkan, lakukan percobaan yang sama
untuk konsentrasi larutan CuSO4 yang berbeda.

Lampu
7867

Monokromator
Sampel uji
PowerMeter

Gambar 4. Set-up spektrofotometer

34
Tabel 1. Data Transmitans dan Absorbans CuSO4

T (%) = (I/Io) x A = Log10


No  (nm) Io I
100 (1/T)

1 400

2 405

3 410

... ...

... ...

... ...

... 760

ANALISIS DATA

1. Buat kurva hubungan intensitas terhadap panjang


gelombang setiap kenaikan 5 nm dari 400 – 760 nm (sesuai
data Tabel 1).
2. Buat kurva (spektrum) Transmitansi (%T) dan Absorbans
sampel larutan CuSO4 untuk setiap konsentrasi yang
digunakan (sesuai data pada Tabel 2).
3. Simpulkan hasil Anda dan buat Laporan sesuai petunjuk
asisten.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. F. Graham Smith and Terry A. King. Optics and Photonics.


John Wiley and Sons,2000
2. Manual for PCM-01 Optometrics LLC
3. Jurgen R.Meyer-Arendt, Introduction to Classical and
Modern Optics, Third edition, Prentice Hall, New Jersey,
USA, 1989

36
Eksperimen 5

TEKNIK VAKUM

TUJUAN

Memahami proses pemvakuman, mampu mengoperasikan


peralatan pemvakuman, mengkalibrasi dan menganalisa
tekanan residu pada sistem vakum

TEORI

Teknologi vakum pertama kali digunakan pada industri


bohlam listrik sekitar tahun 1900, kemudian diterapkan pada
berbagai jenis tabung elektron, permukaan lensa untuk
meningkatkan transmisi cahaya, dan sekitar tahun 1950
diterapkan dalam bidang mikroelektronika. Teknologi ini
digunakan dalam industri antara lain karena merupakan syarat
utama berlangsungnya industri tertentu, tuntutan kualitas
produksi, efisiensi proses produksi, dan efisiensi biaya
produksi. Berdasarkan skala ruang dan tingkat kevakuman
yang diperlukan maka ada perbedaan peralatan maupun bahan
yang digunakan pada teknik vakum di laboratorium dan
industri, namun sifat dan gejala fisisnya tetap sama.
Secara teori ruang vakum berarti ruangan yang di
dalamnya tidak terdapat materi apapun. Di permukaan bumi ini
ruangan yang benar-benar kosong dari materi apapun tidak
akan pernah ditemukan. Namun demikian ruangan yang
mendekati pengertian vakum dapat dibuat dengan cara
pengisapan molekul-molekul materi keluar ruangan yang
terisolasi. Dikatakan mendekati vakum karena kemampuan alat

37
vakum masih terbatas (belum mampu membuat vakum mutlak,
setidaknya masih terdapat ribuan atau bahkan jutaan molekul
dalam setiap cm3 ruang).
Dalam proses atau pengukuran fisika, keadaan vakum
sangat diperlukan dengan alasan-alasan diantaranya: untuk
meregangkan jarak tempuh partikel sebelum saling
bertumbukan agar partikel-partikel dari sumber ke target
bergerak tanpa tumbukan (contoh: tabung televisi), untuk
mengurangi jumlah tumbukan molekular per detik sehingga
memperkecil kontaminasi permukaan ruang yang akan
divakumkan (contoh: deposisi lapisan tipis), dan berbagai
alasan lainnya. Pemompaan pada sebuah ruang menyebabkan
berkurangnya jumlah molekul di dalam ruangan, sehingga
kerapatan (konsentrasi) melekul di dalam ruang berkurang.
Akibatnya lintasan bebas rata-rata (mean free path) molekul
menjadi lebih besar, artinya jumlah tumbukan antara molekul
berkurang.
Keadaan suatu molekul yang paling bebas dan lemah
interaksinya diterangkan dalam model gas ideal yang memiliki
ciri-ciri: molekul diasumsikan sebagai bola- bola kecil yang
volumnya jauh lebih kecil daripada volum ruang, molekul
bergerak bebas dalam ruang seolah-olah tidak ada pengaruh
satu sama lain dan bergerak dengan kecepatan tetap serta
tidak ada gaya luar yang bekerja padanya, andaipun terjadi
tumbukan antar molekul maka tumbukannya dianggap elastik
sempurna. Asumsi-asumsi ini membawa konsekuensi terhadap
hukum-hukum yang berlaku; pertama, memenuhi persamaan
keadaan PV=nRT dengan seluruh turunannya seperti hukum
Boyle, dll; kedua, jumlah molekul mengikuti pengertian
bilangan Avogadro yaitu untuk gas memiliki jumlah molekul
yang sama, NA=6.023x10-23 molekul per molnya.

38
Secara eksperimen pengertian vakum adalah keadaan gas
yang memiliki konsentrasi molekul yang lebih rendah dari
konsentrasi molekul udara di atmosfir di sekitar permukaan
bumi. Konsentrasi gas dinyatakan dengan tekanan dalam ruang
tersebut, dengan demikian dalam ruang vakum tekanan gas
senantiasa lebih dalam ruang digunakan pompa (hisap).
Berdasarkan kemampuannya memberikan tekanan sisa
(residual pressue) dalam ruang, dikenal antara lain tiga macam
pompa, yaitu:
1. Pompa mekanik (rotary pump) dengan tekanan residu 10-2
s.d. 10-3 mmHg. Digunakan untuk pemvakuman awal bagi
operasi pompa vakum tinggi.
2. Pompa difusi (diffuse pump) dengan tekanan residu 10-5
s.d. 10-8 mmHg
3. Pompa ion atau percikan ion dengan tekanan residu 10-8
s.d. 10-10 mmHg
Tekanan terendah yang mampu dicapai oleh sebuah pompa
selain ditentukan oleh kemampuan pompa itu sendiri juga
dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan yang digunakan dan
kebocoran sistem peralatan , khususnya vacuum chamber.
Pompa mekanik bekerja menggunakan prinsip pompa
piston yaitu dengan memasukkan gas dengan volum yang
besar dan bertekanan rendah kemudian mengeluarkannya ke
atmosfir dengan pengurangan volum secara kontinyu. Namun
karena viskositas gas rendah maka pompa vakum memiliki
desain berupa bundaran berputar yang berada di dalam oli
yang berfungsi sebagai penyekat dan pelumas antara bagian-
bagian yang bergesekan, Gambar 1. Gas dihisap ke ruang A
melalui saluran masuk yang dapat terbuka/tertutup akibat
berputarnya rotor. Bilah metal (vane) memisahkan ruang A dan
B dan dapat naik/turun sesuai dengan gerakan rotor. Gas

39
dipindahkan dari ruan A ke ruang B sehigga katub (valve)
terbuka dan gas keluar. Katup ini mencegah gas mengalir
masuk kembali.

Gambar 1. Pompa Vakum Mekanik

Pompa difusi bekerja dengan mengairkan uap sangat


cepat yang diperoleh dari mendidihkan minyak organik atau
merkuri kemudian termampatkan ketika bertumbukan dengan
dinding pompa yang didinginkan; biasanya digunakan dua atau
tiga semburan secara seri. Pompa disebut ”fractioning” apabila
setiap semburan disuplai oleh sebuah boiler terpisah. Gambar
2 adalah sketsa pompa MCF fractioning difusi-minyak tiga
semburan buatan Consolidated Vacuum of Rochester, New
York. Pemanas pompa difusi tidak boleh dihidupkan kecuali
keadaan vakum 10-2 mmHg telah tercapai, karena kalau tidak,
minyak akan teroksidasi dan tidak dapat digunakan untuk
melakukan pemompaan yang dibutuhkan.

40
Gambar 2. Pompa Vakum Difusi

Pompa ion terdiri dari jenis katoda dingin dan filamen


panas. Pada katoda dingin, elektron-elektron dilepaskan dari
katoda ke anoda akibat tegangan tinggi yang kemudian dijebak
oleh medan magnetik di dalam volum aktif pada pompa. Akibat
tumbukan, elektron ini menimbulkan ion-ion yang dipercepat
kembali ke katoda seperti terlihat pada Gambar 3; Ion-ion ini
terkumpul di kolektor dan ditanahkan. Ion-ion yang
menumbuk katoda titanium melepaskan ion-ion titanium yang
juga terkumpul ke kolektor; ion-ion titanium menangkap
molekul-molekul gas sisa.
Pompa filamen panas (evapor-ion) menggunakan
tembakan elektron dari filamen untuk menembak kawat
titanium yang mengalami penguapan secara kontinyu. Uap
titanium bereaksi dengan molekul-molekul gas aktif (O2 dan
N2) yang menumbuknya. Hasil reaksi termampatkan pada
dinding dingin pompa. Apabila udara masuk ke pompa ketika
filamen sudah panas, seluruh sistem akan tertutupi oleh
titanium.

41
Gambar 3. Pompa vakum ion

Secara umum sistem vakum terdiri atas pompa, selang


dan tabung (vessel). Laju pemvakuman, S dinyatakan dalam
satuan cm3/det, bergantung pada tekanan yang memiliki batas
terendah (residual pressure) yang berbeda untuk masing-
masing sistem, hubungannya sebagai berikut
 P  Pr 
dP S
 (1)
dt V
dengan P adalah tekanan sesaat, V adalah volum total yang
akan dihisap, Pr adalah tekanan akhir. Bila S (laju pompa)
dianggap konstan maka akan diperoleh hubungan
 tS 
P  P0  Pr  exp    Pr (2)
 V
atau
V  P  Pr 
t ln  0  (3)
S  P  Pr 
dengan P0 adalah tekanan awal pemompaan (pada saat t=0)
Laju sistem ditentukan oleh laju pompa vakum S yang
digunakan dan selang yang menghubungkan pompa dengan
vessel. Selanjutnya didefinisikan sebagai ”throughput” sistem Q
yaitu volum gas yang masuk/keluar per satuan waktu dikalikan
tekanan: Q = SP (4)
42
PERALATAN
1. Pompa vakum Leybold TRIVAC Type D1, 6B
2. Alat ukur tekanan McLeod
3. Tabung vakum beserta perlengkapannya
4. Termometer, Timer (Stopwatch), Cawan
5. Bahan-bahan; Vacuum grease, air, alcohol, dry ice/es

PROSEDUR

1. Bersihkan bagian-bagian sistem vakum yang akan


digunakan
2. Rangkai bagian-bagian tersebut menjadi sebuah sistem
vakum
3. Buka kran tabung agar udara bertekanan ruang masuk ke
tabung
4. Tutup kran tersebut, hidupkan pompa vakum. Catat
tekanan dan temperatur pada saat tertentu dengan interval
waktu yang tetap (makin banyak data pencatatan makin
baik).
5. Ulangi langkah No.4, tapi di dalam tabung vakum
diletakkan cawan berisi beberapa tetes air
6. Ulangi langkah No.4, tapi di dalam tabung vakum
diletakkan secawan ethanol 25%
7. Ulangi langkah No.4 tapi di dalam tabung diletakkan
secawan aseton.

43
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

1. Buat kurva antara tekanan (mmHg) terhadap waktu


pemompaan (t). Jelaskan karaktristik kurva tersebut!
 Po  Pr 
2. Buat kurva ln    terhadap waktu (t). Jelaskan kurva
 P  Pr 
tersebut, dan tentukan laju pemompaan (S) dari kurva ini.
3. Hitung nilai Q untuk setiap nilai tekanan P menggunakan
pers. (4), dan buat kurva Q vs P.
4. Bandingkan sifat pemvakuman untuk masing-masing
bahan yang dimasukkan ke dalam tabung vakum.
5. Berikan kesimpulan dari hasil percobaan Anda.

DAFTAR PUSTAKA

1. Penuntun Praktikum Fisika Lanjut, Departemen Fisika ITB,


Bandung, 1986
2. An Introduction to Thermodynamics, The Kinetic Theory of
Gases, and Statistical Mechanics, Poynton, Addison-Wesley.

44
Eksperimen 6

SERAT OPTIK

TUJUAN

Mempelajari karakteristik penjalaran cahaya pada serat optik


dan prinsip komunikasi serat optik

TEORI

Dalam 50 tahun belakangan ini, telah berkembang sebuah


teknologi baru yang menawarkan kecepatan pengiriman data
dan kapasitas yang lebih besar dengan harga yang lebih rendah
daripada sistem kawat tembaga. Teknologi baru ini adalah
serat optik, yang menggunakan cahaya untuk mengirimkan
informasi (data). Serat optik (optical fiber) merupakan
pandugelombang dielektrik yang dapat menjalarkan energi
optik, sehingga dapat dimanfaatkan dalam teknologi
komunikasi berbasis gelombang optik serta berbagai aplikasi
dalam bidang-bidang lain.

Core

Cladding
Jacket

Gambar 1. Struktur geometri serat optik

45
Serat optik umumnya berbentuk kabel silinder yang dibuat
dari bahan dielektrik kaca atau plastik. Struktur geometri serat
optik ditunjukkan pada Gambar 1, terdiri dari inti (core) dari
bahan kaca atau plastik, dibungkus dengan mantel (cladding),
dan bahan pelindung berupa bahan jacket.
Inti serat optik berfungsi sebagai media penjalaran
gelombang optik (cahaya). Cahaya yang membawa informasi
dipandu melalui serat optik berdasarkan fenomena total
internal reflection (pemantulan sempurna). Oleh karena itu
dipersayaratkan bahwa inti (core) harus memiliki indeks
refraksi (n) lebih besar dari indeks refraksi cladding nya,
sehingga ketika cahaya memasuki inti dengan sudut datang
lebih besar dari sudut kritis (persamaan 1) akan mengalami
pantulan internal total secara berulang-ulang di dalam inti,
seperti diperlihatkan pada Gambar 2.

n 
1   c  sin 1  2  (1)
 n1 

Gambar 2. Prinsip pemanduan gelombang optik

Salah satu parameter penting sebuah serat optik adalah


Numerical Aperture (NA) yang didefinsikan sebagai sinus sudut
terbesar sebuah sinar datang yang dapat mengalami

46
pemantulan internal total di dalam inti serat optik, yaitu sinar
yang dapat terpandu menjalar di dalam serat optik. Dengan
demikian, NA merupakan ukuran kemampuan memandu cahaya
dari sebuah serat optik. Nilai NA serat optik dapat ditentukan
dengan mengukur sudut divergens kerucut cahaya yang dapat
memasuki inti dan menjalar sepanjang serat optik (Gambar 3).
Numerical Aperture dituliskan sebagai

NA  sin   n 1  n 2
2 2
(2)

dimana n1 adalah indeks inti dan n2 adalah indeks refraksi


cladding. Sudut penerimaan penuh (full acceptance angle)
adalah 2.

Gambar 3. Numerical aperture (NA)

Serat optik dapat diklasifikasi menjadi dua jenis


berdasarkan sebaran (distribusi) indeks bias inti, yaitu:
1. Serat optik Graded Index (GRIN), mempunyai indeks bias inti
yang bervariasi secara parabolik dimana indeks maksimum
pada sumbu inti dan mengecil ke arah bidang batas inti-
cladding. Penjalaran sinarnya tidak lurus tapi melengkung
akibat pembiasan yang terjadi di dalam inti membentuk
lintasan parabolik (Gambar 4).
47
2. Serat optik Step Index, mempunyai indeks bias inti yang
konstan di semua bagian dan lebih besar dari indeks
cladding sehingga membentuk tangga (step) pada batas
inti-cladding. Penjalaran sinar di dalam inti lurus karena
tidak ada variasi indeks bias inti (Gambar 4).

Gambar 4. Klasifikasi serat optik

Tidak semua sinar cahaya yang memasuki inti serat dapat


berpropagasi (menjalar) di dalam serat optik. Hanya sinar –
sinar yang menjalar dengan cara tertentu (moda atau modus)
saja yang diizinkan. Menurut modusnya, serat optik dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Serat optik moda tunggal (Singlemode), yaitu serat optik
yang hanya mempunyai satu modus penjalaran dengan
diameter inti (core) yang kecil, lebih kecil dari 10  m.
2. Serat optik moda jamak (Multimode), mempunyai dua atau
lebih moda penjalaran dengan diameter inti lebih besar dari
50  m .

48
Jumlah moda propagasi pada serat optik ditentukan oleh
beberapa faktor dengan persamaan

1 d
2

m  NA  (3)
2  
m adalah banyaknya moda yang mungkin, d adalah diameter
inti serat optik, λ adalah panjang gelombang cahaya yang
dipandu dan NA adalah numerical aparture. Dengan demikian
serat optik dengan diameter inti lebih besar akan mempunyai
modus lebih banyak.
Serat optik yang terbuat dari bahan dielektrik dapat
menyerap gelombang EM yang melewatinya. Kualitas sebuah
serat optik juga ditentukan oleh besarnya serapan gelombang
EM, serat optik yang memiliki koefisien absorpsi yang kecil
memiliki kemampuan pandu yang lebih baik. Kehilangan akibat
absorpsi pada serat optik dengan panjang L mematuhi hukum
eksponensial. Penurunan daya (P) ketika cahaya berpropagasi
epanjang sumbu serat (diasumsikan dalam arah x) diberikan
oleh
P( z )  Poe2z (4)
Dengan P(z) adalah daya pada jarak z dari input ke serat, P(0)
adalah daya pada input serat, dan 2 adalah konstanta
pelemahan daya (1/km). Faktor 2 masuk dalam definisi
konstanta pelemahan daya (power attenuation constant) karena
secara tradisional  adalah konstanta pelemahan untuk medan
listrik sedangkan daya sebanding dengan kuadrat dari medan
listrik.
Persamaan (4) sering ditulis dalam suku-suku konstanta
pelemahan yang diekspresikan dalam desibel (dB) per kilometer
(dB/km). Pelemahan (dalam dB) didefinsikan oleh

49
P 
 dB  10 log 10  1  (5)
 P2 
dimana P1 dan P2 adalah level daya cahaya dua titik berbeda di
dalam serat optik. Nilai  dalam dB/km, dengan demikian
jumlah energi cahaya yang melewati serat optik dapat
ditentukan.
Kehilangan daya cahaya di dalam serat optik dapat pula
diakibatkan oleh faktor internal maupun eksternal. Kehilangan
eksternal diantaranya akibat kelengkungan serat yang disebut
bending losses. Bending losses terjadi akibat berubahnya sudut
datang cahaya sehingga serat optik kehilangan sebagian moda
propagasi, akibatnya sebagian cahaya keluar dari inti serat
optik, Gambar 5. Besarnya bending losses ini bergantung pada
jari-jari dan jumlah kelengkungan.

Gambar 5. Bending losses pada serat optik

Bending losses ini merupakan bentuk atenuasi (A) di dalam


serat optik, yang dituliskan (modifikasi pers. 5),
P 
A  10 log  x  (6)
 P0 
Px adalah daya yang ditransmisikan melalui serat optik pada
kondisi melengkung dan Po adalah daya yang ditransmisikan
pada kondisi tanpa kelengkungan.

50
Salah satu aplikasi serat optik adalah pada sistem
komunikasi berbasis gelombang cahaya. Skema sistem
komunikasi serat optik ditunjukkan pada Gambar 6, dimana
serat optik sebagai media pandu gelombang optik. Di ujung
depan serat optik dilengkapi dengan beberapa komponen,
yaitu piranti masukan pesan, modulator berfungsi untuk
mengubah sinyal analog ke digital dari pesan analog yang
dihasilkan oleh bagian masukan, serta memodulasi gelombang
cahaya yang dibangkitkan oleh LED atau LD. Sumber
gelombang pembawa berupa LED atau LD yang dimodulasi oleh
sebuah rangkaian modulator mengubah sinyal listrik menjadi
optik. Di ujung lain serat optik (bagian penerimaan) terdiri dari
komponen: detektor, signal processor, dan piranti keluaran
pesan (message output).
Prinsip sistem komunikasi serat optik adalah memodulasi
gelombang pembawa dengan sinyal yang dikirim,
menggunakan sebuah rangkaian modulator. Modulasi optik
adalah proses menumpangkan sebuah gelombang sinyal pada
gelombang pembawa (cahaya) sehingga dapat dikirim melalui
serat optik. Gelombang cahaya dibangkitkan oleh sebuah
sumber cahaya yaitu LED atau LD (Laser Diode) sebagai
konverter sinyal listrik menjadi optik cahaya. Untuk mengambil
sinyal yang terkirim melalui proses modulasi, maka di ujung
lain serat optik dipasang sebuah detektor cahaya yang
mengubah sinyal optik menjadi sinyal listrik. Selanjutnya, sinyal
listrik tersebut diproses oleh sebuah pemroses sinyal yang
berisi penguat (amplifier), filter dan demodulator yang
berfungsi memisahkan gelombang pembawa dan sinyal
(pesan).

51
Reproduced
from [1]

Gambar 6. Sistem komunikasi serat optik

52
PERALATAN

Fiber Optic Communication Kit. Kit ini terdiri dari dua panel
utama yaitu Transmitter Board (Tx) dan Receiver Board (Rx)
yang dilengkapi masing-masing dengan beberapa modul untuk
dipasangkan pada slot-slot pada kedua panel.

Gambar 7. Transmitter (Tx) dan Receiver (Rx) Board

Modul-modul Transmitter Board (Tx) terdiri dari Potentiometric


(POT), Low Frequency Generator (LF.GEN), Microphone Amplifier
(MIC. AMP), Analog Transmitter (ANAL.Tx), Digital Transmitter
(DIG.Tx) dan Serial TxD (RS232-Tx). Sedangkan modul-modul
untuk Receiver Board (Rx) terdiri dari Analog Receiver
(ANAL.Rx), Digital Receiver (DIG.Rx), Low Frequency
Amplifier+Speaker (LF.AMP) dan Serial RxD (RS232-Rx).

53
Gambar 8. Modul-modul Transmitter dan Receiver Board

54
PROSEDUR

A. Pelemahan (Attenuation) dalam Serat Optik


1 Sisipkan modul Analog Transmitter (ANAL.TX) ke Slot-3
dan modul Potentiometer ke Slot-2 pada panel Transmitter
(TX Board)
2 Hubungkan panel Transmitter (TX Board) ke panel Receiver
(RX Board) dengan serat optik (masukkan melalui konektor
yang tersedia).
3 Sisipkan modul Analog Receiver ke dalam Slot-3 pada
panel Receiver (RX Board).

Gambar 8. Set-up pengukuran atenuasi dalam serat optik


55
4 Hubungkan Multimeter ke panel Receiver, plug ke Ground
(GND) dan MP2.
5 Hubungkan panel Transmitter dan panel Receiver ke
sumber listrik PLN (gunakan adaptor yang tersedia).
6 Ukur daya cahaya (dalam Volt) langsung dari sumber (tanpa
serat optik, Po). Set Voltmeter dengan potensiometer,
misalnya 1 Volt.
7 Ukur daya cahaya yang ditransmisikan (P) melewati serat
optik dengan panjang (z), serat optik tidak melengkung
(tanpa lilitan).
8 Ulangi poin 7. Daya yang terukur merupakan daya referensi
(Po) bagi daya transmisi serat optik dengan lilitan.
9 Lilitkan serat optik satu lilitan pada silinder (tersedia)
dengan diameter 1 cm, 1.5 cm, 2 cm dan 2.5 cm. Ukur
daya (Pz) yang ditransmisikan untuk setiap diameter lilitan.
10 Ulangi point 9 untuk dua hingga 8 lilitan. Serat optik harus
melilit pada silinder. Catat data Anda dalam Tabel.

56
Tabel 1. Data atenuasi serat optik

Panjang serat optik (z): ...... z


Daya cahaya input (Po): ..... volt
Daya cahaya output tanpa lengkungan (Pz): ..... volt

No. Diameter Daya output (Pz)


lengkungan (cm) (volt)
1 1
2
3
4
5
1 1.5
2
3
4
5
1 2
2
3
4
5
1 2.5
2
3
4
5

57
B. Dinamometer Serat Optik

Efek atenuasi di dalam serat optik dapat digunakan dalam


merancang dinamometer (alat ukur gaya atau berat benda).
1. Sisipkan Analog Transmitter ke dalam Slot 3 dan
Potensiometer ke dalam Slot 2 pada panel Transmitter
utama (Gambar 9).
2. Sisipkan Analog Receiver ke dalam Slot 3 pada panel
Receiver utama.
3. Masukkan serat optik melalui lubang-lubang pelat gaya.
4. Hubungkan panel Transmitter utama ke panel Receiver
utama dengan serat optik (masukkan melalui konektor
yang tersedia).

Gambar 9. Set-up dinamometer serat optik


58
5. Hubungkan multimeter ke panel Receiver utama; plug ke
ground (GND) dan ke MP2.
6. Hubungkan panel Transmitter dan Receiver ke sumber
listrik (gunakan adaptor yang tersedia).
7. Ukur daya yang ditransmisikan (Po) dengan voltmeter. (Set
level referensi dengan potensiometer pada level tertentu,
misal 1 Volt).
8. Gantungkan salah satu sisi pelat gaya pertama (force plate)
dan taruh beban pada sisi lain pelat kedua (Gambar 9).
Ukur daya yang ditransmisikan (Px) dalam Volt. Tambahkan
beban, catat daya (Px) dalam Volt, dan seterusnya (minimal
5 beban berbeda). Buat Tabel data.

Tabel 2. Data dinamometer serat optik

Daya cahaya input (Po): ..... volt

No. Massa (kg) Daya output (Po)


1
2
3
4
5

B. Dasar-Dasar Komunikasi Serat Optik (Demo)

Transfer Sinyal Analog (Suara)

Untuk mentransfer suara melalui serat optik maka kita harus


menyiapkan mikrofon untuk mengubah sinyal audio menjadi
sinyal listrik. Sinyal listrik ini selanjutnya diubah menjadi sinyal
59
optik. Setelah sinyal ditransfer melalui serat optik, selanjutnya
diubah oleh receiver menjadi sinyal listrik kemudian menjadi
suara dengan menggunakan speaker.
1. Sisipkan modul Analog Transmitter ke dalam Slot-3, modul
Potensiometer ke dalam Slot-1 dan modul Low Frequency
Generator ke dalam Slot-2 pada panel Transmitter (TX
Board).
2. Sisipkan modul Analog Receiver ke dalam Slot-3 pada
panel Receiver (RX Board).
3. Hubungkan panel Transmitter (TX Board) ke panel Receiver
(RX Board) dengan serat optik melalui konektor yang
tersedia.

Gambar 10. Set-up transfer sinyal audio (analog)

60
4. Hubungkan input osiloskop ke GND dan MP2 pada panel
Receiver (RX Board). Set sensitivitas pada 1V/kotak dan set
waktu pada kira-kira 2.5 ms/kotak
5. Plug sumber daya pada panel Transmitter (TX) dan Receiver
(RX) ke sumber listrik (gunakan adaptor yang tersedia).
6. Amati variasi waktu sinyal yang berasal dari panel Receiver
pada osiloskop.
7. Dengan mengatur potensiometer pada panel Transmitter,
rentang (range) tegangan keluaran dapat ditentukan. Set
sinyal pada pertengahan rentang linear menggunakan
potensiometer.
8. Ganti modul Low Frequency Generator (LF.GEN) dengan
modul Microphone Amplifier (MIC.AMP) pada panel (TX).
9. Sisipkan modul Low Frequency Amplifier (LF.AMP) ke dalam
Slot-2 pada panel Receiver (RX).
10. Posisikan kedua set-up panel sejauh mungkin satu dengan
yang lain untuk mencegah feedback akuistik.
11. Set volume (loudness) dengan menggunakan potensiometer
pada LF.AMP sedikit di bawah level sumber feedback
akuistik.
12. Sistem siap mentransfer sinyal akuistik (pembicaraan,
musik).

ANALISIS DATA

A. Atenuasi dalam Serat Optik


1 Hitung koefisien absorpsi () serat optik panjang z
sebelum dlengkungan berdasarkan data percobaan Poin
A6-7 menggunakan persamaan 4.

61
2 Buat kurva daya transmisi (dalam Volt) terhadap diameter
kelengkungan (untuk satu lilitan), ada empat diameter
kelengkungan.
3 Buat kurva daya transmisi (dalam Volt) terhadap jumlah
lilitan untuk setiap diameter kelengkungan.
4 Hitung atenuasi (A) serat optik pada setiap kondisi
pengukuran (diamater dan jumlah lilitan serat optik)
berdasarkan data percobaan Poin A8-10 menggunakan
persamaan (6).
5 Buat kurva antara atenuasi (A) terhadap diameter
kelengkungan (untuk satu lilitan)
6 Buat kurva antara atenuasi (A) terhadap jumlah lilitan
untuk setiap diamater kelengkbungan.
7 Jelaskan pengamatan Anda terhadap sistem komunikasi
sinyal akuistik (suara) dan sinyal digital

B. Dinamometer Serat Optik


Hitung perbedaan daya antara Px dan Po. Coba eksperimen ini
dengan beban berbeda. Selalu atur daya pada level yang sama
seperti saat mengukur Po pertama tadi. Hindari menggunakan
beban yang terlalu berat atau terlalu ringan. Gunakan beban
yang menghasilkan beda tegangan pada multimeter antara
0.1V – 0.5V. Jangan merubah posisi dan kelengkungan serat
optik antara setiap pengukuran.

62
DAFTAR PUSTAKA

1 Buck, John A., 1995. Fundamentals of OPTICAL FIBERS.


Wiley –Interscience Publication, NY, USA.
2 FIBER OPTIC LAB MANUAL, 3rd Ed, Fiber Instrument
Sales,Inc., NY USA
3 Projects in Single-Mode Fiber Optics: Applications
Workbook. Newport, USA.
4 Pedrotti F L., Pedrotti, L.S. 1993. Introduction to Optics.
Prentice Hall, NJ, USA

63
Eksperimen 7

ENERGI CELAH SEMIKONDUKTOR

TUJUAN
Mengukur karakteristik serapan (absorpsi) optik dan
menentukan celah semikonduktor.

TEORI

Di dalam Fisika Zat Padat, celah pita yang juga disebut


celah energi, adalah rentang energi di dalam zat padat
ideal dimana tidak ada keadaan-keadaan energi bagi
elektron. Seperti diperlihatkan pada Gambar 1, untuk
isolator dan semikonduktor, celah pita umumnya merujuk
pada perbedaan energi antara puncak (top) pita valensi dan
lembah (bottom) pita konduksi. Ini ekivalen dengan energi
yang diperlukan untuk membebaskan elektron kulit luar
(valensi) dari orbitnya sekitar inti untuk menjadi pembawa
muatan bebas (free electron), yang dapat bergerak bebas di
dalam material padat.

Gambar 1. Skema celah pita zat padat.


64
Celah pita merupakan faktor utama yang menentukan
sifat optik dan listrik (konduktivitas) zat padat. Material zat
padat dengan celah pita besar umumnya isolator, yang
celah lebih kecil adalah semikoduktor, sementara
konduktor tidak memiliki celah pita (karena pita valensi
dan pita konduksi tumpang tindih (overlap) (Gambar 2).

Gambar 2. Representasi skematik perbedaan celah pita di


dalam logam (konduktor), semikonduktor dan isolator.

Zat padat dapat diklasifikasikan sebagai konduktor,


semikonduktor atau isolator berdasarkan kemampuannya
menghantarkan listrik (elektron) di dalam strukturnya.
Teori pita energi memberikan penjelasan tentang
perbedaan sifat listrik dan menentukan kemampuan, atau
tidak, konduksi elektron-elektron tersebut.
Meskipun atom-atom individual memiliki level-level
energi tertentu yang diizinkan bagi elektronnya, seperti
didefiniskan oleh teori kuantum, ketika sekumpulan besar
atom bergabung ke dalam massa zat padat, level-level
energinya terorganisasi kembali untuk menghasilkan pita-
pita dari level-level energi yang mungkin.
65
Sejumlah besar elektron di dalam suatu massa zat
padat yang meskipun pita-pita terdiri dari banyak sekali
level-level energi berdekatan, pita-pita menjadi kontinu.
Terdapat sejumlah pita level energi yang diizinkan, tetapi
secara khusus kita meninjau dua pita paling atas. Kedua
pita ini dikenal sebagai pita valensi dan pita konduksi.
(Gambar 3).

Conduction band (empty)

Valence band (full)

Gambar 3 Pita konduksi dan pita valensi di dalam sebuah


isolator. Pita-pita ini terisi hanya level-level energi
yang diizinkan, dan karena pita valensi terisi penuh
elektron dan pita konduksi kosong, tidak ada
pergerakan elektron yang terjadi di dalam material.
Perhatikan celah yang memisahkan pita-pita
tersebut.

Elektron-elektron dengan level energi lebih rendah


digambarkan sebagai menempati pita valensi (terikat) dan
tidak tersedia untuk konduksi. Elektron-elektron mengisi
pita valensi dari level paling rendah hingga level paling
tinggi. Puncak pita valensi suatu material merupakan level
66
paling tinggi, yang terisi elektron-elektron yang tersedia di
dalam atom material tersebut pada 0 K. Pada isolator dan
semikonduktor, pita valensi terisi penuh dengan elektron.
Pita konduksi kosong elektron (Gambar 4).
Untuk material yang dapat menghantarkan listrik
harus memiliki sejumlah elektron-elektron di dalam pita
konduksinya dan atau ruang-ruang kosong (hole) dalam
pita valensinya. Demikian juga harus memiliki ruang bagi
muatan-muatan untuk bergerak ke dalam pita terisi
parsial.
Sebagai akibat dari perilaku gelombang dari elektron
di dalam atom, material dapat memperlihatkan rentang
tertentu dari level-level energi terlarang (forbidden)
(Gambar 4). Sederhananya, tidak mungkin sebuah elektron
eksis dengan level energi dalam rentang ini. Isolator dan
semikonduktor memiliki celah antara dua pita.

Gap of forbidden
energies
Conducto
r

Insulator Semiconductor

Gambar 4 Pita konduksi dan pita valensi untuk isolator,


semikonduktor dan konduktor. Perhatikan celah-celah
energi dalam insulator dan semikonduktor, dan
bagaimana dalam konduktor tidak ada celah, kontinu,
pita konduksi terisi parsial (sebagaian).
67
Dalam insulator, zona level-level energi terlarang ini
sangat substansial (besar), dan memisahkan pita valensi
dan pita konduksi secara signifikan. Zona terlarang ini
adalah dalam orde beberapa electron volt (eV), sangat
besar sehingga secara normal tidak praktis untuk
menggerakkan elektron-elektron melintasinya dari pita
valensi ke pita konduksi. Sebagai contoh, eksitasi termal
dan tegangan rangkaian listrik konvensional di dalam
material menyediakan energi yang lebih kecil dari 1 eV
pada skala atomik. Oleh karena itu perlu mengekspose
sebuah isolator dengan medan listrik dengan orde 10 10 V
m –1 untuk memberikan elektron-elektron valensi energi
yang cukup untuk melompati celah (gap) ke pita konduksi,
karena ini dapat menyediakan energi dalam orde beberapa
electron volt (eV) pada skala atomik.
Kebalikannya, konduktor hanya memiliki satu pita,
dan puncak pita ini telah terisi sebagian (parsial), yang
mengizinkan (memungkinkan) konduksi listrik. Ini berarti
bahwa ada banyak tingkat energi tersedia bagi elektron
untuk bergerak. Mereka dapat mengalir dengan mudah dari
satu atom ke atom yang lain ketika suatu beda potensial
diterapkan melintasi materal konduktor.
Mirip isolator, semikonduktor memiliki pita valensi
penuh lengkap dan untuk itu elektron-elektron tidak dapat
memfasilitasi konduksi pada temperatur rendah. Namun,
untuk semikonduktor, zona level energi terlarang antara
dua pita adalah cukup kecil untuk membuatnya lebih
mudah bagi sejumlah signifikan elektron untuk bergerak
melintasi celah ini dan pergi dari pita valensi ke pita
konduksi. Hal ini dapat terjadi jika energi yang cukup
diberikan, misalnya jika ada eksitasi termal. Akibatnya,
semikonduktor menunjukkan peningkatan konduktivitas
68
dengan meningkatnya suhu. Dalam banyak semikonduktor,
kenaikan suhu 10 K akan meningkatkan dua kali lipat dari
jumlah elektron pada pita konduksi.
Karakteristik dan perilaku material semikonduktor
ditentukan oleh nilai energi celahnya. Oleh karena itu,
pengukuran celah pita material sangat penting dalam
semikonduktor. Istilah “celah pita (band gap)” merujuk pada
perbedaan energi antara puncak (top) pita valensi ke dasar
(bottom) pita konduksi; elektron-elektron dapat melompat dari
satu pita ke pita lainnya. Agar elektron dapat melompat dari
pita ke pita konduksi, elektron memerlukan jumlah minimum
energi spesifik untuk transisi, energi celah pita.
Energi celah pita isolator lebih besar (> 4 eV), namun
lebih rendah untuk semikonduktor (< 3 eV). Sifat-sifat celah
pita suatu material semikonduktor dapat dikontrol dengan
menggunakan doping. Berdasarkan nilai energi celahnya,
material semikonduktor menyerap spektrum elektromagnetik
dalam kisaran ultra violet (UV) hingga tampak (visible). Ini
bersesuaian dengan lebar celah energi material semikonduktor.
Oleh karena itu untuk mengetahui sifat optik material
semikonduktor, maka dipelajari interaksinya dengan spektrum
UV hingga tampak (visible), menggunakan spektroskopi UV-
Vis. Berdasarkan spektrum transmitansi, reflektansi atau
absorbansinya, celah energi semikonduktor dapat ditentukan.
Informasi tentang celah pita optik disediakan dengan
mempelajari tepi absorpsi fundamental. Pada proses absorpsi,
foton-foton UV-Vis mengeksitasi elektron dari keadaan energi
lebih rendah ke keadaan energi lebih tinggi yang disebut tepi
absorpsi (absorption edge). Gambar 5 menunjukkan spektrum
absorpsi karakteristik film CdS, tampak tepi absorpsi pada
sekitar 500 nm.

69
Gambar 5. Spektrum absorpsi film CdS

Koefisien absorpsi dapat diperoleh dari spektra


transmitans, reflektans dan/atau absorbans. Salah satu
hubungan untuk menentukan koefisien absorpsi, berdasarkan
Hukum Beer-Lambert, diberikan pada persamaan,
 = 2,3026 A/t

dimana A adala absobansi dan t adalah ketebalan film.


Absorpsi di dalam film terjadi melalui eksitasi elektron dari
keadaan-keadaan terisi (valensi) ke keadaan-keadaan kosong
(konduksi). Tepi absorpsi optik dianalisis dengan hubungan
berikut,

di mana A adalah sebuah konstanta, nilai m adalah masing-


masing 1/2 dan 2 untuk transisi langsung dan tidak langsung
dan Eg adalah band gap optik. Untuk menentukan celah pita
optik film, diterapkan model untuk kedua transisi langsung dan
70
tidak langsung. Untuk tujun itu, dibuat plot (αhν)2 vs. hv untuk
transisi langsung dan (αhν)1/2 vs. hv untuk transisi tidak
langsung. Plot untuk transisi langsung ditunjukkan pada
Gambar 5. Bagian linier dari plot di tepi penyerapan
menegaskan bahwa film tipis memiliki celah pita optik
langsung.

Gambar 5. Plot (E)1/2 vs. E (hv)

PROSEDUR

1. Mula-mula buat sampel film tipis semikonduktor pada


substrat kaca. Pada eksperimen ini digunakan film tipis
Cadmium sulfida (CdS) yang memiliki energi celah pita
sebesar 2.4 eV.
2. Film tipis CdS dibuat dengan metode Chemical Bath
Depositin (CBD) dengan ketebalan tertentu. (Sampel film
tipis sudah disediakan)
3. Ambil spektrum Transmitansi (T) atau Absorbansi (A)
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis (Ocean Optics).
Tanyakan asisten Anda cara mengambil data spektrum
tersebut.
71
4. Hitung koefisien absorpsi () sampel film CdS untuk setiap
panjang gelombang berdasarkan data Absorbansi (A)
menggunakan hubungan A=d, dimana d adalah ketebalan
film. Tanyakan asisten Anda nilai ketebalan film.
5. Hitung perkalian  dengan energi foton (hv) untuk setiap
panjang gelombang. Catat data-data Anda seperti Tabel 1.

Tabel 1. Data pengukuran dan perhitungan


Ketebalan film CdS: 500 nm
Konstanta Planck: .....

No.  (nm) A (a.u.)  E=hc/ (eV) (E)2


1 400
2 ...
3 ...
4 ...
... ...
... ...
... 760

6. Buat kurva (E)2 sebagai sumbu vertikal terhadap E=hv


sebagai sumbu horizontal, disebut plot Tauc. Perhatikan
bentuk kurvanya, terdapat bagian datar sepanjang sumbu
horizontal (sumbu E=hv) dan ada bagian linear.
7. Buat garis lurus sepanjang kurva bagian linear hingga
memotong sumbu horizontal (sumbu E=hv). Perpotongan
garis lurus ini dengan sumbu energi foton (E=hv) tidak lain
adalah nilai energi celah pita CdS.

72
DAFTAR PUSTAKA
1. Leybold-Heraeaus, Physics Experiments Vol. 3, Optik,
Atomic and Nuclear Physics, Solid-State Physics
2. PHYWE, University Laboratory Experiments: Physics, Vol. 1-
5, 1995, Gottingen, Germany.

73
Eksperimen 8

MODULASI DAN KOMUNIKASI LASER

TUJUAN
Mendmonstrasikan prinsip modulasi dan komunikasi LASER

TEORI
Teknologi komunikasi telah mengalami perkembangan
secara terus-menerus ke frekuensi pembawa (carrier) yang
lebih tinggi, mulai dari beberapa ratus kilohertz (kHz) pada
zaman Marconi hingga beberapa ratus terahertz (tHz) sejak
menggunakan laser di dalam system serat optik. Penggerak
(driving force) utama adalah bahwa bandwidth yang digunakan
– dan oleh karenanya kapasitas transmisi – meningkat
sebanding dengan frekuensi pembawa (carrier).
Dalam beberapa dekade terakhir, komunikasi optik
mengalami kemajuan yang sangat pesat sejak
diperkenalkannya sistem komunikasi serat optik. Dengan
komunikasi serat optik, kapasitas pengiriman data (informasi)
sangat besar dalam waktu yang singkat. Di lain pihak,
komunikasi tanpa kabel (wireless) berbasis gelombang
elektromagnetik juga mengalami perkembangan yang sangat
maju.
Informasi ditransmisikan dari suatu titik ke titik lainnya
melalui modulasi. Modulasi, yang membentuk basis
komunikasi, adalah proses transmisi sinyal data frekuensi
rendah yang ditumpangkan pada sinyal pembawa (carrier)
frekuensi tinggi.

74
Seperti telah difahami, bahwa diperlukan dua sinyal untuk
proses modulasi. Yaitu, sinyal data (voice, music, map, video)
yang akan ditransmisikan dan sinyal pembawa berfrekuensi
tinggi. Untuk tiga alasan modulasi adalah keniscayaan.
Pertama, sinyal data (data signal) frekuensi rendah yang tidak
memiliki yang cukup untuk menjalar untuk jarak yang jauh.
Kedua, jika sinyal data frekuensi rendah tidak ditumpangkan
pada sinyal pembawa (carrier signal), dalam kata lain jika tidak
dimodulasi, dimensi antena akan menjadi panjang tidak efisien
(inefficiently long). Hal ini karena dimensi antena berbanding
terbalik dengan frekuensi. Ketiga, bandwidth sinyal data adalah
20 Hz-20 kHz dan dengan mengasumsikan rentang frekuensi
modulai amplitudo adalah 5-10 kHz, mungkin beberapa harus
didirikan. Untuk alasan ini mengakibatkan modulasi sebagai
basis dari komunikasi merupakan tuntutan yang perlu
digunakan.

PERALATAN
1. Laser Helium Neon yang dilengkapi modolator frekuensi
rendah (untuk suara) dan frekuensi tinggi (untuk video).
(Ingat: Laser ini memerlukan supply listrik 110 VAC. BUKAN
220VAC). Hati-hati!
2. Function Generator sebagai sumber sinyal analog
3. Osiloskop untuk melihat efek modulasi
4. Detektor Laser
5. Mikorofon sebagai sumber sinyal analog dan Speaker
6. Trafo 220 VAC /100 VAC

75
PROSEDUR
A. Modulasi dengan SinyalFunction Generator
1. Hubungankan Laser dengan sumber listrik (Trafo) 100 VAC.
Tidak boleh lebih besar dari 100 VAC.
2. Hubungkan Function Generator dangan Laser melalui
konektor BNC pada Laser.
3. Tempatkan Detektor Laser pada suatu jarak (sekitar 5 m)
dari Laser.
4. Hubungkan sebuah Detektordengan Osiloskop pada salah
satu Channel.
5. Hubungkan Function Generator dengan Osiloskop pada
Channel lainnya.
5. Set Osiloskop sedemikian sehingga muncul dua gelombang
pada layar.
6. Hidupkan Laser, arahkan ke Detektor.
7. Set frekuensi Function Generator. Perhatikan dua gelombang
pada layar.
9. Modulasi terjadi ketika gelombang yang berasal dari Laser
berubah dari sinyal yang berasal langsung dari Function
Generator.

76
B. Modulasi Laser dengan Gelombang Suara
1. Hubungankan Laser dengan sumber listrik (Trafo) 100 VAC.
Tidak boleh lebih besar dari 100 VAC.
2. Hubungkan Mikrofon dengan Laser melalui konektor BNC
pada Laser.
3. Tempatkan Detektor Laser pada suatu jarak (sekitar 5 m)
dari Laser.
4. Hubungkan sebuah Detektor dengan Speaker.
5. Hidupkan Laser, arahkan ke Detektor.
6. Hidupkan Speaker.
7. Bersuara pada Mikrofon. Dengan suara Anda pada Speaker.

77
Eksperimen 9

STRESS-STRAIN

TUJUAN
Tujuan eksperimen ini adalah menemukan hubungan antara
stress aksial (normal) dan strain untuk beberap material.

TEORI
Sebuah benda padat akan mengalami perubahan bentuk
(deformasi) ketika dikenai gaya dari luar. Perubahan bentuk
(deformasi) dapat berupa perubahan panjang, luas atau
volume.
Rasio gaya (F) yang diterapkan terhadap luas penampang
(A) suatu material disebut stress, diberikan oleh
F
Stress  satuan: Newton per meter2 atau Pascal (Pa)
A

Rasio perubahan panjang (L) terhadap panjang awal (Lo)


suatu material disebut strain, diberikan oleh
L
Strain  tidak ada satuan
Lo

Gambar 1 memperlihatkan kurva hubungan antara stress-


strain. Terdapat dua daerah (region) pada kurva, yaitu daerah
elestik dan daerah plastik. Daerah elstik menggambarkan
material masih dapat kembali pada keadaan semula setelah
deformasi, sedangkan daerah plastik menggambarkan kondisi
dimana material tidak dapat lagi kembali keadaan semula
setelah mengalami stress.

78
Stress (N/m3)
Plastic
Region

Elastic Region Yield


Point

Strain

Gambar 1. Kurva hubungan stress-strain

III. PERALATAN
Peralatan Stress-Strain stretches (and in some cases breaks) a
test coupon while it measures the amount of stretch and force
experienced by the test coupon. Software digunakan untuk
membuat plot stress vs. strain, yang memungkinkan Modulus
Young, daerah elastik, daerah plastik, yield point, dan break
point yang akan ditentukan.

1 Stress-Strain Apparatus AP-8214 AP-8214

1 Force Sensor CI-6746 PS-2104

1 Rotary Motion Sensor (RMS) CI-6538 PS-2120

1 Calipers SF-8711 SF-8711

1 Computer Interface CI-6400 PS-2001

1 DataStudio Software CI-6870 CI-6870

79
IV. SET UP EKSPERIMEN

1. Rotary Motion Sensor (RMS) 6. 3- Step Pulley


2. Force Sensor 7. Belt
3. Force Sensor Attachment 8. Groove
4. Setscrew 9. Coupon Clamps
5. Stress-Strain Platform 10. Lever Arm
11. Thumbscrew

1. Cantolkan Rotary Motion Sensor ke platform peralatan.


Lepaskan penjepit batang dari RMS. Tempatkan katrol tiga
langkah pada poros dari RMS dengan katrol luar paling
besar. Dengan menggunakan dua sekrup, kencangkan RMS
ke platform aparatus dari bawah. Pasangkan sabuk pada
langkah tengah dari katrol tiga langkah katrol dan alur pada
poros engkol (Gambar 2).
2. Cantolkan Force Sensor ke platform apparatus. Pindahkan
hook dari Force Sensor dan gantikan dengan catolan sensor
gaya. Tempatkan Force Sensor pada platform aparatus
dengan memasukkan pos melalui mount batang pendukung
dari Sensor Force. Masukkan sekrup panjang yang disertakan
80
pada Force Sensor melalui lubang pada Force Sensor yang
ditandai "Cart" dan sekrup ke dalam lubang disadap di
platform aparatus. Kencangkan sekrup ditetapkan pada
mount batang pendukung dari Force Sensor (Gambar 1).
3. Jepitkan aparatus (opsional). Gunakan penjepit-C besar
untuk menjepit Platform Aparatus ke tepi bangku atau meja.
Satu sisi platform memiliki tiga kaki. Untuk menghindari
pembengkokan platform, posisi penjepit langsung di atas
kaki pusat.
4. Pasang sensor ke antarmuka (Interface). Hubungkan Force
Sensor ke Channel A pada antarmuka. Hubungkan steker
kuning dari RMS ke Channel 1 dan steker hitam untuk
Channel 2.
5. Siapkan software DataStudio. Mulai DataStudio dan buka file
aktivity Stres-Strain.ds.
6. Periksa orientasi RMS. Sementara memantau data dalam
DataStudio, putar engkol searah jarum jam. Perhatikan
display "Displacement" digit. Jika perpindahan menurun,
tukar posisi colokan kuning dan hitam RMS pada antarmuka.

V. PROSEDUR
Kalibrasi Apparatus
Selama percobaan, ketika engkol diputar, gaya akan
diterapkan pada kupon tes (sampel logam), menyebabkan
kupon meregang. Namun, gaya ini juga akan menyebabkan
platform aparatus dan Force Sensor menekuk. Perpindahan
tersebut yang didaftarkan oleh RMS akan menjadi kombinasi
dari peregangan kupon dan sisa lentur aparatus.
Terlepas dari seberapa besar kupon membentang,
deformasi sisa peralatan konstan untuk kekuatan. Kita dapat

81
mengukur deformasi ini secara langsung dengan menggunakan
lempeng kalibrasi (yang tidak meregang secara signifikan) di
tempat kupon ketika gaya diterapkan. Tujuannya adalah untuk
menciptakan sebuah plot perpindahan terhadap gaya (Force)
untuk lempeng kalibrasi, di mana perpindahan ini hanya akibat
lenturan aparaturus. Kemudian, kurangi plot ini dari plot
serupa yang dibuat dengan kupon, di mana perpindahan hasil
dari kedua lenturan aparatus dan peregangan kupon. Hasilnya
akan plot di mana perpindahan ini hanya akibat peregangan
kupon.

Gunakan langkah-langkah berikut untuk memperoleh data


Permindahan (displacement) versus Gaya (Force):
1. Pasang Kalibrasi Bar. Lepaskan mur dan klip dari platform
aparatus (Gambar 2). Putar engkol untuk menyesuaikan
posisi baut dan slip baut melalui lubang di lempengan (bar)
kalibrasi. Jangan mengganti kacang ketika menggunakan bar
kalibrasi.

82
2. Tempatkan lengan tuas di posisi awal. Putar engkol
berlawanan arah jarum jam dan tarik lengan tuas menjauh
dari Force Sensor (Gambar 3).
3. Plot Posisi versus Gaya (Force). Tekan tombol Tare pada
Force Sensor. Klik tombol Start. Tunggu sampai angka dari
jam percobaan berwarna kuning. Putar engkol searah jarum
jam. Mulai sebelum lengan tuas menyentuh Force Sensor,
putar engkol sangat lambat. Data Studio akan mulai
merekam ketika gaya yang diterapkan pada kupon mencapai
2,5 N, atau 1% dari maksimum (seperti yang ditunjukkan di
peraga digit "% Max Force"). Terus memutar engkol sampai
gaya mencapai 100% dari maksimum. Pada titik ini, Data
Studio akan berhenti merekam secara otomatis. Ubah nama
data run berisi data kalibrasi menjadi "Cal".

Data Collection - Software Setup

Figure 4

4. Persiapan Perhitungan Posisi Terkalibrasi. Klik tombol


Calculate pada sisi atas DataStudio. Dalam dialog Calculator,
definisikan variabel untuk perhitungan "Calibrated
Displacement (F)":

83
a. Drag "Displacement (t) vs Coupon Force (t) (mm)" ke
"Please define variable 'Displacement'." (Figure 4)
b. Drag "Cal" ke "Please define variable 'Cal'."*
(DataStudio akan menampilkan kotak perhatian yang
menyatakan "single run is selected". Klik tombol Yes
pada kotak itu. Klik "Accept."
5. Siapkan perhitungan untuk Stress. Dalam dialog Calculator,
pilih fungsi yang didefinisikan "Stres (F) = Force / Area".
Pada bagian Variabel, masukkan cross-sectional Area dari
kupon dalam milimeter persegi. Klik "Accept."
6. Siapkan perhitungan untuk Strain. Dalam dialog Kalkulator,
pilih fungsi yang didefinisikan "Regangan (F) = Displacement
/ Length". Pada bagian Variabel, masukkan Length bagian
yang sempit dari kupon dalam milimeter. Klik "Accept."
7. Tutup dialog Calculator.

PENGAMBILAN DATA
1. Pasang kupon. Lepaskan bar kalibrasi dan kembalikan klip
dan nuts. Tempatkan salah satu ujung kupon di bawah salah
satu klip. Atur engkol sedemikian sehingga ujung kupon
berlawanan dapat selip dengan mudah di bawah klip lainnya.
Kencangkan kedua nuts dengan kunci pas. Dengan tidak ada
gaya diterapkan untuk kupon, sedikit sentuhan pun akan
terlihat dalam kupon.
Klip harus memegang kupon cukup ketat sehingga tidak
akan tergelincir (slip) ketika gaya diterapkan. Namun, lebih-
mengencangkan mur akan merusak baut. Gunakan penilaian
terbaik Anda. Jika ragu, kesalahan pada sisi bawah
pengetatan (Gambar 5).

84
2. Tempatkan lengan tuas di posisi awal. Putar engkol
berlawanan arah jarum jam dan tarik lengan tuas menjauh
dari Force Sensor Force (Gambar 3).
3. Koleksi data. Tekan tombol Tare pada Force Sensor Force.
Klik tombol Start. Tunggu sampai angka dari jam percobaan
menguning. Putar engkol searah jarum jam. Mulai sebelum
lengan tuas bersentuhan dengan Force Sensor, putar engkol
sangat lambat. Setelah selesai mengumpulkan data, klik
Stop. (Jika gaya maksimum tercapai, DataStudio akan
berhenti secara otomatis.) Jika kupon rusak/putus, itu harus
rusak/putus di tengah. Jika kupon rusak/putus dekat akhir,
itu mungkin memutar/twist sedikit ketika dipasang,
sehingga titik stres yang lebih tinggi di mana itu pecah.
4. Ubah nama run data untuk mengidentifikasi kupon. Gunakan
metode yang sama digunakan untuk mengubah nama data
kalibrasi.

85
DATA ANALYSIS
Pada grafik Stres versus Strain, identifikasi dan catat daerah
elastis, daerah plastik, titik luluh (yield point), dan titik putus
(jika ada). Untuk menghitung modulus Young, pilih wilayah
data yang meliputi linear, bagian kiri bawah grafik. (Bagian
pertama dari plot mungkin tidak linear. Non-linear ini
kemungkinan disebabkan penegakan tikungan dan tikungan di
kupon ketika kekuatan pertama diterapkan. Tidak termasuk
wilayah ini dalam seleksi.) Terapkan fit kurva linear untuk data
yang dipilih. Kemiringan garis adalah modulus Young dalam
satuan MPa (atau MN/m2 atau N/mm2). Catat Young Modulus.

Uji lebih kupon. Untuk menguji kupon lain, sembunyikan run-


run sebelumnya. Dari tombol Data di bagian atas grafik Stress-
Strain, hapus run-run data yang perlu disembunyikan.
Kembali ke item 2 "Prepare the calculation for Stress."
Masukkan nilai yang sesuai untuk perhitungan Stress dan Strain
dalam dialog Calculator untuk kupon baru. Lanjutkan dengan
pengumpulan data.

PERTANYAAN
1. Tentukan stres mekanik dalam kata-kata Anda sendiri dan
termasuk sketsa. Diskusikan apa yang secara fisik terjadi
pada kupon ketika mengalami stress.
2. Tentukan regangan (Strain) mekanik dalam kata-kata Anda
sendiri dan termasuk sketsa. Diskusikan apa yang secara
fisik terjadi pada kupon ketika mengalami ketegangan.
3. Sketsa grafik sampel Stress vs. Strain dari data Anda.
Identifikasi daerah-daerah berbeda. Diskusikan hubungan
antara stress dan strain di wilayah ini.

86
4. Apakah kupon yang dapat menahan kekuatan terbesar juga
mengalami stres terbesar? Jelaskan.
5. Apakah kupon yang dapat menahan gaya terbesar juga
mengalami strain terbesar? Jelaskan.
5. Apakah grafik tersebut sesuai dengan Hukum Hooke?
Jelaskan.
6. Bandingkan kupon kuningan ketebalan yang berbeda respek
terhadap Modulus Young dan Yield point. Sertakan
penjelasan pada tingkat atom.
7. Jika kupon yang terentang melampaui batas yield-nya, tetapi
tidak melampaui break point-nya, akan nya Young Modulus
berubah? Jelaskan.
8. Jelaskan apa yang akan terjadi pada grafik Stress-Strain jika
kupon dipanaskan. Jelaskan.

87
Eksperimen 10

EFEK TERMOLISTRIK

TUJUAN

Mempelajari prinsip efek termolistrik (efek Seebeck dan efek


Peltier) dan mengukur karakteristik piranti termolistrik.

TEORI
Pembawa arus berupa muatan listrik di dalam bahan
(material) dapat mentransformasikan energy panas. Sebaliknya
perbedaan suhu dapat mengalirkan muatan listrik di dalam
bahan. Efek akibat interaksia ntara muatan listrik dan panas
(termal) disebut Efek Termolistrik atau Termolistrisitas. Sejauh
ini dikenal beberapa efektermolistrik, yaitu Efek Seebeck, Efek
Peltier dan Efek Thomson. Dalam percobaan ini hanya akan
diamati Efek Seebeck dan Efek Peltier.
Jika gradient temperatur (∆T) diterapkan melintasi sebuah
logam atau semikonduktor, pembawa-pembawa energetik
(electron dan hole) pada ujung lebih panas cenderung bergerak
menuju ujung yang lebih dingin (Gambar 1). Hasilnya, aliran
elektron (atau hole) ini mengakibatkan ujung-ujung logam atau
semikonduktor ini menjadi bermuatan listrik.

Gambar 1.Arus electron panas

88
Pada Gambar 1, elektron-elektron energetik pada
semikondukor Tipe-n meninggalkan ujung panas menuju
ujung dingin dan membuat ujung tersebut bermuatan negatif
dan ujung yang ditinggalkannya bermuatan positif, kejadian
sebaliknya terjadi pada semikonduktor Tipe-p. Akibat transfer
muatan-muatan tersebut menimbulkan beda potensial (∆V)
antara kedua ujung material tersebut. Beda potensial tersebut
dikenal sebagai GGL Termolistrik yang dikarakterisasi oleh daya
termolistrik (S) yang didefinisikan sebagai rasio beda potensial
terhadap gradient temperatur yang diterapkan pada kedua
ujung
dV
S (1)
dT
Untuk bahan yang pembawa dominannya adalah elektron, S
berharga negatif (semikonduktor Tipe-n). Jika pembawa
dominana dalah hole (semikonduktor Tipe-p), S bernilai positif.
Gambar 1 dan hubungan pada persamaan (1) dikenal
sebagai Efek Seebeck. Efek Seebeck ditemukan oleh seorang
fisikawan Rusia-Jerman bernama Thomas Johann Seebeck
(1821) ketika dia mengamati sebuah persambungan (junction)
dua logam berbeda yang digabungkan (kopel) pada masing-
masing salah satu ujungnya. Ketika ujung terkopel ini diberi
beda temperatur terhadap ujung-ujung bebas kedua logam
akan dihasilkan beda potensial pada kedua ujung-ujung bebas
tersebut. Efek Seebeck ini juga diterapkan sebagai termometer
yang disebut Termokopel.
Dalam perkembangannya efek Seebeck dikonstruksi dari
bahan semikonduktor, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Dua
tipe sekonduktor berbeda (tipe-n dan tipe-p) terpisah dengan
jarak tertentu namun terdapat kontak arus (logam konduktor)
antara salah satu ujung kedua bahan semikonduktor. Ketika
89
logam konduktor yang mengubungkan kedua bahan
semikonduktor diberi beda temperatur mengakibatkan
pembawa-pembawa energetik mengalir di dalam bahan
semikonduktor menuju ujung bebas sehingga menghasilkan
beda potensial pada kedua ujung bebas tersebut. Konstruksi
ini dapat menghasilkan daya listrik yang lebih besar
dibandingkan konstruksi termokopel. Prinsipnya,

Gambar 2. Efek Seebeck

Sementara itu, Efek Peltier yang ditemukan oleh Jean-


Charles-Athanase Peltier pada 1834 bekerja berkebalikan
dengan efek Seebeck. Ketika arus listrik dialirkan melintasi
persambungan (junction) dua logam berbeda mengakibatkan
panas akan diserap atau dilepaskan, bergantung arah aliran
arus listrik yang melintasi persambungan. Konstruksi piranti
Efek Peltier menggunakan dua bahan semikonduktor berbeda
(Tipe-n dan Tipe-p) ditunjukkan pada Gambar 3. Ketika beda
potensial diterapkan pada ujung-ujung bebas kedua bahan
semikonduktor mengakibatkan aliran pembawa muatan
(elektron dan hole) yang membawa panas menuju ujung bebas
sehingga ujung yang terkopel menjadi dingin dan unjung bebas
menjadi lebih panas.

90
Gambar 3. Efek Peltier

PERALATAN
Thermoelectric Converter. Fungsi utama peralatan ini ada dua
yaitu mengubah energi termal menjadi energi listrik (Efek
Seebeck) dan sebaliknya (Efek Peltier). Peralatan ini terdiri dari
sel termolistrik yang diapit oleh dua elektroda aluminium
membentuk sepasang kaki, seperti pada Gambar 4. Kedua kaki
aluminium ini berfungsi mentransfer panas ke dalam sel atau
menerima panas dari sel. Aparatus ini dilengkapi dengan
konektor catu daya (5 VDC, 3A) dan saklar untuk merubah
moda operasi yaitu dari ∆T  E (Efek Seebeck) atau E  ∆T
(Efek Peltier). Selain itu juga dilengkapi baling-baling yang akan
berputar ketika ada suplai arus dari sel termolistrik ketika
diberi beda temperatur pada kedua kaki-kakinya.

Gambar 4. Thermoelectric Converter Apparatus


91
PROSEDUR

Efek Seebeck

1. Saklar pada Thermoelectric Converter harus menunjuk ∆T


E
2. Hubungkan sebuah multimeter ke Thermoelectric Converter
3. Siapkan dua gelas, salah satu diisi air panas (sekitar 90oC)
dan gelas lain diisi dengan air dingin (air es sekitar 0oC).
4. Masukkan sebuah termometer raksa ke dalam masing-
masing gelas.
5. Masukkan kaki-kaki Thermoelectric Converter ke dalam
gelas berbeda. Tunggu beberapa saat (atau berikan sedikit
gaya pada baling-baling), baling-baling akan berputar.

6. Catat temperature masing-masing wadah secara


bersamaan, dan catat pula beda potensial (tegangan) pada
Voltmeter pada saat yang sama. Catat pula waktu
pembacaan pada saat yang sama pula. Lakukan hingga
baling-baling tidak lagi berputar. Buat data Anda dalam
Tabel.

92
Tabel Data
No. Temperatur (oC) Tegangan
(Volt)
T1 T2 l∆Tl
1
2
3
...

Efek Peltier

1. Saklar pada Thermoelectric Converter harus menunjuk E 


∆T
2. Hubungkan sebuah Power Supply (5 VDC, 3A) ke
Thermoelectric Converter, jangan dulu dihidupkan.
3. Letakkan sebuah probe termokopel pada masing-masing
dua kaki Thermoelectric Converter.
4. Hidupkan Power Supply pada tegangan sumber yang Anda
pilih (Jangan melebihi 5 VDC, 3A).

93
5. Variasikan tegangan berturut-turut: 1V, 2V, 3V, 4V dan 5V.
6. Catat temperature masing-masing kaki Thermoelectric
Converter (T1 dan T2) untuk setiap beda tegangan yang
diterapkan. Hitung perbedaan temperature kedua kaki.
Catat datanya di dalam Table di bawah.

Tabel Data
V T1 T2 ITI
No.

TUGAS

1. Buatkurva ∆T vs.V (Efek Seebeck). Tentukan konstanta


Seebeck (S).
2. Buat kurva ∆T vs. t dan V vs. t (Efek Seebeck)
2. Buat kurva ∆V vs.T (Efek Peltier)
3. Buat laporan dari hasil eksperimen Anda.

DAFTAR PUSTAKA
1. Physics Properties of Materials, Mervyn Lovell, dkk. ELBS,
UK
2. Thermoelectric Converter, Instruction Sheet, PASCO, Model
TD-8550A

94
Eksperimen 11

ELEKTROLIS AIR: Konstanta Faraday

TUJUAN

Mempelajari prinsip pemisahan air menjadi gas hidrogen dan


oksigen dengan teknik elektrolisis, menentukan tara kimia-
listrik dari gas letup dengan voltameter gas letup (Hoffman
Cell) dan menentukan karakteristik serta efisiensi konversi
energi pada system elektrolisis.

TEORI
Hukum elektrolisis I Faraday menggambarkan hubungan
antara besar arus yang mengalir dan volume gas yang
dihasilkan pada peristiwa elektrolisis. Hal ini berasal dari
kenyataan bahwa satu atom hidrogen yang dihasilkan memiliki
satu elektron yang berkontribusi terhadap aliran arus, I=Q/t (I
adalah arus, Q adalah muatan dan t adalah waktu.
Hukum elektrolisis I Faraday dituliskan sebagai
R.I .T .t
V (1)
F . p.z
dengan V adalah volume teoritis gas yang dihasilkan (m3), R
adalah konstanta gas umum (8,314 J/mol.K), p adalah tekanan
ambient dalam Pa (1 Pa = 1N/m2), F adalah konstanta Faraday
(96485 C/mol; 1C = 1 As), T adalah temperatur ambient (K), I
adalah arus listrik, t adalah waktu (detik) dan z adalah jumlah
elektron yang membebaskan satu molekul (untuk Hidrogen,
z=2, yaitu 2 mol elektron diperlukan untuk membebaskan 1
mol hidrogen, dan untuk Oksigen, z=4).

95
Konstantan Faraday F adalah kuantitas muatan yang
dimiliki oleh 1 mol elektron, menurut persamaan
F = NA. e (2)
dimana NA adalah konstanta Avogadro dan e adalah muatan
elementer. Untuk menentukan konstanta Faraday, kuantitas
tertentu dari hidrogen dan oksigen yang diproduksi dengan
menggunakan peralatan Voltameter Hoffman:
2 H2O  2 H2 + O2 (3)
Gas hidrogen yang dihasilkan selama elektrolisis dikumpulkan
dan volumenya diukur. Satu mol ion monovalent H+ menyerap
satu mol muatan negatif (e-) untuk tujuan netralisasi. Jadi, dua
mol elektron diperlukan untuk memproduksi satu mol H2
karena setiap ion H+ dinetralisasi oleh elektron dari arus
elektrolisis.
Efisiensi konversi () sel elektroliser dinyatakan sebagai
jumlah energi input (energi listrik) yang menghasilkan energi
kimia (hidrogen),
E hidrogen V H 2 .H o
 energi   (4)
Elistrik U o .I .t
VH2 adalah volume hidrogen yang dihasilkan (m3), Ho adalah
nilai kalorik hidrogen yaitu jumlah energi yang dilepaskan
selama pembakaran (oksidasi) = 12,745 x 106 J/m3, Uo adalah
tegangan listrik (volt), I adalah arus listrik (A) dan t adalah
waktu (detik).
Efisiensi Faraday diperoleh dengan formulasi berikut
V H 2 (diproduksi)
 Faraday  (5)
V H 2 (teori )

Voltameter Gas Letup

Pada voltameter gas letup, peristiwa elektrolisis


memisahkan air menjadi gas hidrogen dan oksigen. Peralatan

96
Voltameter gas letup menggunakan bejana berupa sel Hoffman
berbentuk H yang terbuat dari tabung gelas dilengkapi dengan
skala (Gambar 1). Dua kaki bejana sebelah bawah terbuka
dengan tujuan untuk memasukkan sepasang elektroda (platina
dan karbon), sedangkan dua kaki sebelah atas dilengkapi
dengan keran (valve). Diantara kedua kaki bejana terdapat
penghubung dengan resevoar larutan (air) yang terbuka keluar
berbentuk corong untuk memasukkan larutan. Ketika
berlangsung peristiwa elektrolisis, gas letup akar tertampung di
atas larutan di bawah keran yang tertutup rapat, dimana gas
hidrogen pada kaki sisi katoda sedangkang oksigen pada sisi
anoda. Volume gas-gas yang tertampung ditentukan dari tinggi
skala yang terdapat pada bejana dan diameternya. Laju
perubahan volume gas yang dihasilkan ditentukan oleh besar
arus listrik yang diterapkan pada kedua elektroda. Arus yang
digunakan berasal dari sumber arus searah.

Gambar 1. Voltameter (Hoffman’s Cell)


97
PERALATAN

- Hoffman’s Voltameter
- Power Supply,  15 V, regulated
- Voltmeter, range 30 V
- Amperemeter, range 10 A

PROSEDUR

1. Rangkai set-up percobaan seperti pada Gambar 1.


Rangkaikan secara seri Sel Hoffman dengan sebuah Power
Supply, Amperemeter dan Potensiometer (atau resistor).
2. Isi wadah dengan 1M H2SO4 (kira-kira 95 g asam yang
dilarutkan hingga 1 liter air destilasi. Catat ketinggian
cairan dan tentukan volume bagian kosong di atas cairan
(sebagai volume awal, Vo).
3. Set tegangan (Uo) power supply pada 7.5 VDC. Hidupkan
power supply. Perhatikan, mulai terbentuk gelembung-
gelembung pada kedua sisi Sel Hoffman, yang menandakan
telah terjadi elektrolisis (pemisahan) air menjadi gas
hodrogen dan oksigen pada sisi berbeda.
4. Catat pertambahan volume gas hidrogen pada sisi katoda
dan gas oksigen pada sisi anoda setiap 5 menit, hingga 30
menit elektrolisis berlangsung. Catat pembacaan arus
listrik pada Amperemeter setiap pencatatan volume. Catat
data Anda pada Tabel 1.
5. Ulangi percobaan point 3-4 diatas untuk tegangan supply
10 dan 15 VDC.

98
Tabel 1. Data

Tegangan listrik: 7.5V, 10V, dan 15V

Waktu V o l u m e V o l u m e Arus
Rasio H2/O2
(menit) Hidrogen (ml) Oksigen (ml) (mA)

10

15

20

25

30

TUGAS

1. Buat kurva hubungan antara Volume vs. Waktu untuk setiap


potensial listrik yang diterapkan. Tentukan kemiringan
kurva-kurva tersebut.
2. Tentukan Konstanta Faraday (F) berdasarkan kemiringan
kurva Volume vs. Waktu dengan menggunakan hubungan
dari persamaan (1).
2. Hitung energi listrik yang digunakan (Uo.I.t).
3. Tentukan efisiensi konversi elektroliser untuk setiap
potensial listrik yang diterapkan dengan menggunakan
persamaan (4)

99
DAFTAR PUSTAKA

1. Physics Experiments Vol. 2: Electricity – Electronics,


LEYBOLD
2. PHYWE, University Laboratory Experiments-PHYSICS.

100
Eksperimen 12

TERMOMETER DIODA

TUJUAN
Mempelajari karakteristik dioda sebagai termometer dan
menentukan celah pita (Eg) semikonduktor

TEORI

Dioda adalah piranti elektronik (electronic device) yang


memanfaatkan persambungan semikonduktor (semiconductor
junction). Persambungan semikonduktor yang paling banyak
diterapkan pada dioda adalah persambungan p-n (p-n
junction). Persambungan p – n adalah elemen penting pada
kebanyakan piranti elektronik, mulai dari diode sederhana
sampai transistor hingga rangkaian terintegrasi (IC) canggih.
Persambungan p-n melahirkan sifat-sifat menarik yang
memiliki aplikasi berguna dalam elektronika modern. Oleh
karena itu, memahami persambungan p – n adalah esensi
untuk mempelajari piranti semikonduktor yang lebih rumit.
Dioda persambungan p-n dibentuk dengan membuat
kontak dua tipe semikonduktor berbeda, yaitu semikonduktor
tipe-p dan tipe-n. Tipe-p adalah semikonduktor yang telah di-
doping dengan atom akseptor (penerima elektron) sehingga
memiliki karakter pembawa mayoritas positif (hole), sedangkan
tipe-n adalah semikonduktor yang telah di-doping dengan
atom donor (pendonasi elektron) sehingga memiliki karakter
listrik dengan pembawa mayoritas negatif (elektron).
Karakteristik listrik berbeda dari dopan-dopan pada
kedua sisi persambungan (junction) menimbulkan medan listrik
101
internal melintasi persambungan yang menentukan sifat-sifat
arus yang melintasi diode dalam dua arah berbeda.

Gambar 1. Persambungan dioda p-n

Semikonduktor tipe berdoping-p, yang mengandung


sejumlah pembawa muatan positif bebas (holes), relatif
konduktif. Demikian juga semikonduktor berdoping–n, yang
mengandung sejumlah pembawa muatan negatif bebas
(electrons). Namun demikian, persambungan antara dua
semikonduktor berbeda tipe tersebut menghasilkan daerah
takkonduktor, yang disebut daerah deplesi (depletion zone),
yang terjadi karena elektron-elektron dan hole-hole tarik-
menarik dan saling menghilangkan (eliminate) satu dengan
yang lain. Diode, esensinya hanyalah persambungan p-n yang
memanipulasi daerah deplesi (depletion zone). Diode
mengizinkan aliran listrik dalam satu arah tetapi tidak dalam
arah berlawanan.
Hubungan arus-tegangan (I-V) persambungan p-n dapat
digambarkan dengan persamaan diode ideal, yaitu

I = Io [eeV/kT−1] (1)

dimana I adalah arus yang melewati dioda, Io adalah arus


aksimum ketika tegangan bias maju besar (disebut juga arus
saturasi), e dalam eksponen adalah muatan elektron, V adalah

102
tegangan (voltage) yang melintasi dioda, kadalah konstanta
Boltzmann, danT adalah temperatur mutlak dalam Kelvin. Kurva
I-V diode ideal ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva I-V dioda

Kita perlu ekspresi untuk arus balik (reverse current) Io, yang
sangat bergantung pada temperatur (T) tapi tidak pada
tegangan (V). Hal ini dapat dilihat bahwa Io sebanding dengan
faktor Boltzmann eeV/kT and T3+2, dimana  adalah konstanta. 
adalah konstanta yang bergantung pada kebergantungan
temperatur dari mobilitas, lifetime, dan koefisien difusi dari
pembawa-pembawa minoritas yang tertentu pada sebuah
dioda. Jadi kita memandang  adalah konstan dengan
mengasumsikan bahwa kita tidak akan meletakkan diode pada
temperatur ekstrim (sekitar 0 K atau pada temperature sangat
tinggi yang melebihi titik leleh material) yang akan merubah
sifat (karakteristik) pembawa minoritas pada diode. Kita dapat
menuliskan Io sebagai,

103
Io = AT3+2e−Eg/kT. (2)

Dengan mengabaikan kebergantungan T3+2 dari Io


dibandingkan dengan kebergantungan eksponensial pada T
dan mencoba B = AT3+2 hampir konstan, kita dapat menulis
kembali Persamaan 2 sebagai,

Io= Be−Eg/kT . (3)

Jika kita menggabungkan Persamaan 1 dan Persamaan 3 dan


mengabaikan angka 1 pada Persamaan (1) dengan
mengasumsikan bahwa eeV/kT >>1, kita peroleh,

I = Be−Eg/kT+eV/kT. (4)

Kita dapat mempertahankan arus konstan I dan dapat menulis

C = eV/kT −Eg/kT, (5)

dimana C = ln (I/B). Kita selanjutnya dapat dapat menuliskan


energy eV sebagai fungsi temperature T,

eV = CkT − Eg, (6)

yang merupakan hubungan linear yang kita cari. Ingat bahwa


edisini adalah muatan elektron. Kita selanjutnya dapat
melakukan pencocokan kuadrat (a least-squares fit) pada kurva
T −V untuk memperoleh perpotongan (intercept). Perpotongan
ini tidak lain adalah celah pita semikonduktor (band gap), Eg.
Gambar 3 mengilustrasikan skema rangkaian yang
digunakan dalam percobaan. Terdiri dari sebuah catu daya
tegangan rendah yang dihubungkan secara seri denag sebuah
ammeter dan diode terbias maju. Sebuah voltmeter
dihubungkan secara paralel dengan diode yang mengukur beda
potensial dari arus yang melewati diode. Dioda dihubungkan ke

104
rangkaian akan ditempatkan dalam suatu sistem dimana
temperaturnya dapat divariasikan dan dimonitor.

Gambar 3. Rangkaian pengukuran diode terbias maju

Gambar 4. Skema pengukuran T-V dioda


105
Gambar 4 mengilustrasikan sistem ini. Dioda ditempatkan
di dalam beaker gelas 100 mL dimana sebuah termometer dan
termokopel ditempatkan untuk mengukur temperatur dioda.
Beaker juga diisi dengan minyak pompa agar untuk
memastikan mahwa termokopel juga terisolasi dari setiap
muatan. Untuk memastikan isolasi yang tepat, diode dilapisi
dengan lem epoxy yang cepat mengering. Beaker gelas 100 mL
selanjutnya ditempatkan di dalam beaker gelas lebih besar 500
mL. Untuk menvariasikan temperatur dioda, beaker 500 mL
dipanaskan melalui hotplate untuk temperature diatas
temperatur ruang. Untuk memvariasikan temperatur dibawah
suhu ruang, beaker 100 mL dicelupkan di dalam wadah es.
Sebaiknya ambil beberapa data dibawah temperature 0C.
Gambar 5 menunjukkan contoh kurva hasil pengukuran
T-V sebuah diode silikon. Perpotongan pada sumbu tegak
merupakan nilai celah pita semikonduktor silicon.

Gambar 5. Kurva T-V diode silikon

106
PROSEDUR
1. Hubungkan catu daya 12-V ke catu arus konstan.
2. Hubungkan diode yang akan diuji ke catu daya arus
konstan. Siapkan dua voltmeter bagus, sehingga jika anda
ingin melakukan eksperimen pada dua diode secara
simultan, hubungkan mereka secara seri. (Sumber arus
kontan akan men-drive keduanya secara seri). Pastikan
diode terhubung dengan polaritas benar. Hubungkan
kawat-kawat ke voltmeter sedemikian sehingga anda dapat
mengukur tegangan yang melintasi diode-dioda.
3. Celupkan diode di dalam minyak mineral, dan tingkatkan
secara gradual temperatur minyak. Catat temperatur dan
tegangan (V) hingga temperatur maksimum 150 oC.
4. Dinginkan wadah larutan minyak dengan memasukkan
kedalam wadah yang lebih besar yang mengandung air es.
Catat tegangan (V) setiap penurunan temperatur.
5. Plot T versus V. Apakah terdapat (ada) daerah-daerah
dimana grafik menyimpang (deviates) dari prediksi linear?
Jika ada, kenapa?
6. Tarik garis lurus yang menghubungkan data-data hingga
memotong sumbu tegak (sumbu tegangan V).
7. Hitung celah pita (band gap) untuk setiap sampel (diode),
dengan menggunakan perpotongan pada sumbu tegak
(tegangan V). Analisis juga data kemiringan (slope) kurva
berdasarkan hubungan I-V dioda.

107
Tabel 1. Data pengukuran

No. Suhu (K) Tegangan (V)


1 ...... .....
2 ...... .....
3 ...... .....
4 ...... .....

DAFTAR PUSTAKA

1. Sze, S.M., Kwok K. NG. Physics of Semiconductor Devices.


John Wiley & Sons, 2007
2. Precker, Jurgen; da Silva, Marcilio, Experimental
estimationof the band gap in silicon and germanium from
thetemperature-voltave curve of diode thermometers,
AmericanJournal of Physics, Issue 70, November, 2002.
3. Kirkup, L.; Placido, F., Undergraduate experiment:
Determinationof the band gap in germanium and silicon,
American Journal of Physics, Issue 54, October,1986.
4. Thornton, Stephen T. ; Rex, Andrew, Modern Physics
forScientists and Engineers Third Edition, Thomson
Books,2006.
5. Diefenderfer, Holton, Principles of Electronic
InstrumentationThird Edition, Harcourt Brace and
Company,1994.

108

Anda mungkin juga menyukai