Ketua Editor
Arief Yudhanto (PN97)
Staf Editor
Muhammad Nursyamsi (PN91)
Yanyan Tedy Supriyadi (PN96)
Triwanto Simanjuntak (PN98)
Muhammad Ari Mukhlason (PN99)
Muhammad Pamil (PN05)
Agung Wulan Piniji (PN05)
Muhammad Ridlo Erdata Nasution (PN06)
iii
Beberapa hal mengenai buku ini yg perlu mendapat perhatian.
• Atribusi gambar:
– Gambar sampul depan adalah karya turunan dari Arne Nordman, dan telah dimodifikasi oleh Triwanto Simanjuntak, dengan
menggunakan lisensi Creative Commons Attribution-Share Alike 2.5.
– Gambar sampul bab 1, adalah karya Arief Yudhanto, dan sampul bab 5 oleh Triwanto Simanjuntak. Kedua gambar ini
dilensisikan menggunakan Creative Commons Attribution-Share Alike 2.5.
– Gambar-gambar sampul bab 2, 3, dan 4 secara berurutan adalah karya dari Luftpirat, Olivier Cleynen, dan U.S. Federal
Aviation Administration yang telah diberikan kedalam .
• Buku ini kami luncurkan dengan mengadopsi Lisensi Creative Commons Atribusi NonKomersial TanpaTurunan 3.0 yang pada dasarnya
berarti bahwa buku ini dapat diperbanyak, disebarkan dengan bebas secara luas selama tidak untuk mencari keuntungan atau
mengubah isi dari buku ini.
• Tim buku sudah berusaha untuk menyusun buku ini seakurat mungkin baik isi maupun penulisan. Jika Anda menemukan kesalahan
dalam buku ini dan ingin mengkomunikasikan kepada tim, dapat dilakukan dengan mengirimkan surat elektronik ke
E-mail: timbukuiap@gmail.com.
• Penulisan buku ini memanfaatkan open source software seperti LATEX(typesetting), Emacs (editor teks), GIMP (perangkat lunak
untuk gambar) yang semuanya dijalankan menggunakan sistem operasi Ubuntu Linux.
iv
Pengantar dari Editor
Buku emas 50 Tahun Pendidikan Teknik Penerbangan Institut Teknologi Bandung dipersiapkan secara
khusus oleh Tim Buku Ikatan Alumni Penerbangan (IAP) ITB. Motivasi pembuatan buku ini adalah
keinginan yang kuat untuk mempersembahkan hasil dokumentasi lima dekade mengenai sejarah pener-
bangan Indonesia, asal mula pendirian jurusan Teknik Penerbangan di ITB dan kiprah alumni Teknik
Penerbangan. Kami juga menyadari bahwa “50 tahun” tidak akan terjadi dua kali. Oleh sebab itu,
mengutip Dr. Muhammad Yunus (peraih Nobel Perdamaian asal Bangladesh), kami berusaha membuat
suatu karya dan kenangan yang dapat membuktikan bahwa kita semua pernah ada.
Buku yang dipersiapkan selama lebih dari satu tahun ini adalah hasil kerja ’orkestra’ Tim Buku,
dosen, mahasiswa Teknik Penerbangan, para alumni dan keluarga alumni yang tersebar di Asia, Eropa
dan Amerika Utara. Meski terpisah jarak ribuan kilometer dan berselisih zona waktu, teknologi internet
dapat mempermudah kerja keras kita semua sehingga membuahkan hasil yang luar biasa.
Tim Buku secara khusus bertugas untuk menyusun, menyunting dan memeriksa informasi di dalam-
nya. Selain berisi sejarah pendidikan Teknik Penerbangan ITB dan profil alumni beserta prestasinya,
buku ini juga menghimpun esai dan artikel yang ditulis oleh alumni. Beberapa sub-bagian dikhususkan
memuat esai para guru besar: Prof. Oetarjo Diran, Prof. Sulaeman Kamil, Prof. Said Djauharsjah
Jenie, Prof. Ichsan Setya Putra. Esai-esai ini sebagian berisi pandangan dan pengalaman pribadi, na-
mun pembaca umum juga dapat memetik sejumlah makna universal di dalam esai tersebut. Keunikan
buku ini terletak pada variasi tulisan alumni yang merepresentasikan beragam perspektif: meskipun
berasal dari latar belakang pendidikan yang sama, pikiran dan pandangannya berbagai rupa. Tulisan
alumni juga merepresentasikan kemampuannya dalam mengawinkan aspirasi, kreativitas, daya juang
dan kekuatan rohani untuk terus berkarya dalam bidang yang ditekuninya, baik di Indonesia maupun
di luar negeri. Aspek-aspek inilah yang akan mendasari perubahan Indonesia dan peran sertanya dalam
kemajuan dunia.
Akhir kata, editor berharap bahwa buku dapat diterima, memberikan manfaat dan menambah
khazanah kita semua mengenai sejarah pendidikan sains dan teknologi penerbangan di Indonesia.
Tokyo, 2012
Ketua Tim Editor
Arief Yudhanto
E-mail: arief_gn@yahoo.com
v
Daftar Isi
Tim Buku v
1 Sejarah Penerbangan 1
1.1 Sekilas Sejarah Penerbangan Dunia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Sejarah Penerbangan Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
vi
Daftar Isi
5 Obituari 167
5.1 Mengenang Dr. Liem Kenkie Laheru . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 167
5.2 Mengenang Almarhum Prof. Ir. Said D. Jenie, Sc.D. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 174
vii
Bab 1 Sejarah Penerbangan
1
Bab 1. Sejarah Penerbangan
Gambar 1.1: Daedalus dan Gambar 1.2: Desain Ornithopter wings karya L. da
Ikarus. Vinci.
banyak orang untuk membuat desain pesawat yang lebih baik dan lebih aman. Di antara mereka adalah
kakak-beradik Wilbur Wright (1867-1912) dan Orville Wright (1871-1948) yang membuat pesawat
bermotor dengan sayap tetap (fixed wing). Bertahun-tahun lamanya, kedua bersaudara ini melakukan
eksperimen di bengkelnya di Dayton, Ohio. Akhirnya pada tanggal 17 Desember 1903 mereka berhasil
menerbangkan pesawat bermotor dengan kerangka kayu pinus, bentang sayap 12 meter dan berat total
340 kg (Gambar 1.3) . Pada hari itu mereka melakukan dua kali uji terbang. Penerbangan pertama
yang dikendalikan Orville Wright berlangsung selama 12 detik dan mencapai ketinggian 120 kaki (36.5
m). Penerbangan kedua yang dilakukan Wilbur Wright berlangsung selama 59 detik dan berhasil
mencapai ketinggian 852 kaki (260 m). Meskipun kurang dari satu menit dan dengan ketinggian yang
terbatas, peristiwa tersebut mampu meyakinkan banyak orang bahwa terbang dengan menggunakan
pesawat bukanlah sesuatu yang mustahil.
Gambar 1.3: Wright bersaudara memper- Gambar 1.4: Ir. Onnen mempersipakan
siapkan pesawat buatan mereka. pesawat bambu di Sukabumi, 1904.
Kegiatan penerbangan di bumi nusantara dimulai hanya satu tahun setelah penerbangan pesawat
pertama kali dilakukan oleh Wright bersaudara. Pada tahun 1904, seorang insinyur berkebangsaan
Belanda yang hidup di Sukabumi, Ir. Onnen, membuat pesawat eksperimental dari bahan bambu. Ia
kemudian melanjutkan pembuatan terbang layang a la Octave Chanute dengan bahan bambu dan kulit
kerbau pada tahun 1912 (Gambar 1.5).
2
1.2. Sejarah Penerbangan Indonesia
Aktivitas penerbangan tak hanya terjadi di Jawa Barat, tetapi juga di Jawa Timur. Di Surabaya,
pemerintah kolonial Belanda mendirikan Proef Vlieg Afdeling pada tanggal 30 Mei 1914. Lembaga ini
adalah sebuah departemen yang melakukan uji terbang kualifikasi tropis untuk semua pesawat udara
buatan Eropa yang akan beroperasi di Asia. Departemen ini terus berkembang, dan berlanjut menjadi
aeroclub untuk olah raga terbang layang di Solo, Madiun, Bandung, dan Palembang.
Pada tahun 1923, Technische Dienst Luchtvaart Afdeling didirikan di Sukamiskin, Bandung. De-
partemen ini merupakan cikal bakal berdirinya industri pesawat terbang di tanah air yang waktu itu
direktur utamanya bernama Ir. D.S. Gaastra. Mengingat perkembangannya yang cukup pesat, fasilitas
di Sukamiskin ini akhirnya dipindahkan ke Lapangan Udara Andir (sekarang Lanud Husein Sastrane-
gara) oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1924. Fasilitas tersebut kemudian diperluas dan
diperbesar untuk perakitan pesawat-pesawat pembom demi mengantisipasi ancaman Jepang.
Pada periode itu, muncullah tokoh konstruksi pesawat terbang pribumi bernama Akhmad Taslim
dan Tossin. Bersama Ir. M.V. Pattist dan L.W. Walraven, mereka merancang dan membuat beberapa
pesawat terbang latih. Salah satu pesawat yang dibuat adalah pesawat bermesin tunggal, PW1 yang
terbang pertama kali pada September 1933. Dari bengkel mereka yang berlokasi di Jalan Pasir Kaliki,
Bandung, anak-anak bangsa ini mulai meningkatkan keterampilannya dalam merawat, memodifikasi
dan mempersiapkan operasional pesawat PW2. PW2 yang dibuat pada 1934 sebenarnya merupakan
pesanan Khouw Khe Hein, seorang pebisnis yang ingin mendirikan industri pesawat. PW2 terbang
pertama pada 4 Januari 1934, dan terdaftar dengan nama PK-KKH pada 28 Januari 2935. Pesawat
bermesin ganda ini sempat menarik perhatian dunia pada 1937 karena dapat terbang sampai ke Belanda.
Pesawat ini berangkat pada 16-27 September 1935, dan kembali ke Indonesia pada 1-12 November
1935. Ketika itu pesawat PW2 dikemudikan oleh pilot berkebangsaan Perancis, A. Duval.
Berdasarkan rangkaian peristiwa di atas, dapat dikatakan bahwa perkembangan dunia penerbangan
di Indonesia berada dalam arus putaran roda sejarah kedirgantaraan dunia. Bahkan salah seorang pelo-
por penerbangan komersial dan pendiri Fokker, Anton Herman Gerard Fokker (1890-1939), dilahirkan
di Kediri, Indonesia.
Pasca-kemerdekaan
Setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945, kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk merancang pe-
sawat terbang sesuai kebutuhan semakin terbuka. Kesadaran bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan
yang luas yang memerlukan sarana perhubungan udara sudah mulai tumbuh, baik untuk kelancaran
pemerintahan dan pembangunan ekonomi, maupun pertahanan negara. Itulah sebabnya semua fasil-
itas penerbangan Belanda diambil alih oleh Tentara Rakyat Indonesia (TRI) bagian Udara, termasuk
fasilitas Pabrik Pesawat Terbang di Andir dan bengkel besar pesawat di Maguwo (D.I. Yogyakarta) dan
Maospati (Madiun).
Pada masa perang kemerdekaan kegiatan kedirgantaraan lebih diprioritaskan untuk memenangkan
perjuangan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan, antara lain dengan memodifikasi pesawat-
pesawat yang ada untuk misi-misi tempur. Misalnya pesawat Cureng/Nishikoren peninggalan Jepang
3
Bab 1. Sejarah Penerbangan
yang dimodifikasi menjadi versi serang darat (Gambar 1.7). Penerbangan pertamanya dilakukan di
atas kota kecil Tasikmalaya pada Oktober 1945. Tokoh pada periode ini adalah A. Adisutjipto yang
merancang, mengujiterbangkan, dan menerbangkan pesawat dalam pertempuran yang sesungguhnya.
Pada awal 1950an, TRI-Udara menggunakan pesawat yang lebih besar, yaitu B-25 Mitchells, bekas
peninggalan Belanda (Gambar 1.8).
Pada tahun 1946, di Yogyakarta dibentuk Biro Rencana dan Konstruksi pada TRI Udara. Wiweko
Soepono (1923-2000), Nurtanio Pringgoadisurjo (1923-1966), dan J. Sumarsono mempelopori pem-
bukaan sebuah bengkel pesawat yang berlokasi di bekas gudang kapuk di Maospati, Madiun. Dari
bahan-bahan yang sederhana, mereka mendesain dan membuat pesawat layang fuselage terbuka jenis
Zögling, dan menamakannya NWG-1 (Nurtanio Wiweko Glider). Pesawat ini dikenal sebagai pesawat
pertama yang didesain dan dibuat di Indonesia setelah kemerdekaan. Pembuatan pesawat ini juga
tak lepas dari sentuhan tangan Akhmad dan kawan-kawannya. Pesawat yang dibuat sebanyak enam
buah ini dimanfaatkan untuk menarik minat kaum muda dan memperkenalkan dunia kedirgantaraan
kepada para calon penerbang yang saat itu akan diberangkatkan ke India guna mengikuti pendidikan
dan latihan.
Gambar 1.7: Pesawat AURI yg diambil Gambar 1.8: Dua B-25 Mitchells pening-
dari tentara Jepang, 1945. galan Belanda.
Pesawat kedua didesain dan dibuat pada tahun 1947 (atau 1948) oleh Wiweko Soepono. Pesawat
ini menggunakan mesin motor Harley Davidson berkekuatan 28 tenaga kuda yang dipasangi dua bilah
propeller. Pembuatannya cukup singkat yaitu lima minggu, termasuk desain, konstruksi dan tes ter-
bang. Pesawat ini diberi inisial WEL-1, dan kemudian dikenal dengan register RI-X. Periode ini ditandai
dengan munculnya berbagai klub aeromodeling.
Kegiatan kedirgantaraan sempat terhenti akibat pecah pemberontakan Madiun dan agresi Belanda
1949. Setelah Belanda meninggalkan Indonesia, kegiatan ini kembali bergairah. Tahun 1953 dibuatkan
sebuah wadah di lapangan terbang Andir dan diberi nama Seksi Percobaan. Beranggotakan 15 orang,
Seksi Percobaan berada langsung di bawah pengawasan Komando Depot Perawatan Teknik Udara
yang dipimpin oleh Mayor Udara Nurtanio Pringgoadisurjo. Pada 1 Agustus 1954 berhasil diterbangkan
prototipe Si Kumbang (Gambar 1.5) hasil rancangannya, sebuah pesawat serba logam bertempat duduk
tunggal yang dirancang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan negara pada waktu itu. Si Kumbang
dibuat sebanyak tiga buah.
Pada 24 April 1957, Seksi Percobaan ditingkatkan menjadi Sub Depot Penyelidikan, Percobaan &
Pembuatan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Udara No. 68. Setahun kemudian,
1958, berhasil diterbangkan prototipe pesawat latih dasar Belalang 89 yang ketika diproduksi berubah
menjadi Belalang 90 (Gambar 1.7). Pesawat yang diproduksi sebanyak lima unit ini dipergunakan untuk
mendidik calon penerbang di Akademi Angkatan Udara dan Pusat Penerbangan Angkatan Darat. Di
tahun yang sama berhasil diterbangkan pesawat olahraga Kunang 25 bermesin Volkswagen. Tujuannya
untuk menanamkan semangat kedirgantaraan sehingga diharapkan dapat mendorong minat generasi
baru terhadap pembuatan pesawat terbang.
4
1.2. Sejarah Penerbangan Indonesia
Gambar 1.9: Pesawat PZL-104 Wilga buatan Polandia yg dimodifikasi dan diberi nama Gelatik.
Pada 1965 Presiden Soekarno mendirikan Komando Pelaksana Proyek Industri Pesawat Terbang
(KOPELAPIP) serta PN Industri Pesawat Terbang Berdikari. Pada Maret 1966, Nurtanio gugur ketika
menjalankan pengujian terbang pesawat Belalang 90, sehingga untuk menghormati jasa beliau ma-
ka LAPIP diubah namanya menjadi LIPNUR atau Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio. Dalam
perkembangan selanjutnya LIPNUR memproduksi pesawat terbang latih dasar LT-200, serta memban-
gun bengkel after-sales-service, maintenance, repair & overhaul (MRO).
Pendirian Lembaga Persiapan Industri Pesawat Terbang (LAPIP) pada 1960, pendirian Program
Studi Teknik Penerbangan di ITB pada 1962, dan pembentukan DEPANRI (Dewan Penerbangan dan
Antariksa Republik Indonesia) pada 1963 menjadi rangkaian peristiwa sejarah yang saling bertautan
5
Bab 1. Sejarah Penerbangan
yang kemudian ditindaklanjuti dengan diadakannya proyek KOPELAPIP (Komando Pelaksana Persia-
pan Industri Pesawat Tebang) pada Maret 1965. Kerjasama KOPELAPIP dengan Fokker pada tahun
berikutnya menjadikan Indonesia lebih optimis menatap masa depan proyek pesawat terbang komersial.
Sementara itu upaya-upaya lain untuk merintis industri pesawat terbang telah dilakukan pula oleh
putra Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie, dari tahun 1960an. Pada tahun 1961, Mahasiswa Indonesia
di Eropa menyelenggarakan Seminar Pembangunan I se-Eropa di Praha. Salah satu hasilnya adalah
pembentukan Komunitas Penerbangan yang diketuai oleh Habibie. Setelah mendapat gelar doktor dari
RWTH Aachen, Jerman Barat, dan bekerja di Talbot dan MBB, akhirnya beliau kembali ke Indonesia,
dan mendapat tugas dari Presiden Suharto untuk merintis industri pesawat terbang di Indonesia pada
1974.
6
1.2. Sejarah Penerbangan Indonesia
sawat terbang di tanah air. Tahun 1966 ketika Menteri Luar Negeri Adam Malik berkunjung ke Jerman,
beliau meminta Habibie menemuinya dan ikut memikirkan usaha-usaha pembangunan di Indonesia.
Oleh sebab itu, setelah meraih gelar doktor, Habibie bekerja di Hamburger Flugzeugbau (HFB),
sebuah pabrik pesawat yang telah berdiri sejak 1933. Pesawat buatan HFB yang cukup terkenal adalah
pesawat jet pribadi HFB-320 Hansa Jet. Pada Mei 1969, HFB diakuisisi oleh Messerschmitt-Bölkow,
dan perusahaan itu berganti nama menjadi Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB). MBB kemudian
diakuisi oleh Daimler-Benz Aerospace AG pada 1989, dan kini menjadi bagian dari EADS (European
Aeronautics Defense and Space) milik konsorsium Eropa. Di MBB, karir Habibie cukup pesat hingga
beliau dapat menduduki posisi sebagai Wakil Presiden dan Direktur Teknologi Terapan.
Ketika bekerja di MBB, Habibie menyadari sepenuhnya bahwa usaha pendirian industri penerbangan
di Indonesia tidak dapat dilakukan secara parsial. Maka dengan tekad bulat, beliau merintis persiapan
tenaga-tenaga terampil untuk pembangunan industri pesawat terbang di Indonesia. Ketika kembali
ke Jakarta, Habibie segera membentuk sebuah tim yang berisi sekitar 30 orang. Tim ini kemudian
berangkat ke Jerman Barat untuk bekerja dan menggali ilmu pengetahuan dan teknologi pembuatan
pesawat terbang di MBB tempat Habibie bekerja. Tim ini kira-kira berangkat pada 1968 dan kembali
pada 1972 - 1974.
Pada saat yang bersamaan usaha serupa dirintis oleh Pertamina. Kemajuan dan keberhasilan
Pertamina pada tahun 1970-an memberi fungsi ganda kepada perusahaan ini, yaitu sebagai pengelola
industri minyak negara sekaligus sebagai agen pembangunan nasional. Dengan kapasitasnya saat
itu Pertamina dapat membangun industri baja PT Krakatau Steel. Selanjutnya, Direktur Utama
Pertamina, Ibnu Sutowo, memikirkan suatu cara untuk melakukan alih teknologi dari negara-negara
maju ke Indonesia secara konseptual dan berkerangka nasional.
Pada awal Desember 1973, terjadilah pertemuan antara Ibnu Sutowo dan B.J. Habibie di Düs-
seldorf, Jerman. Ibnu Sutowo menjelaskan secara panjang lebar mengenai pembangunan Indonesia
secara global, peran Pertamina, dan cita-cita membangun industri pesawat terbang di Indonesia. Dari
pertemuan tersebut, B.J. Habibie ditunjuk sebagai penasehat Direktur Utama Pertamina dan diminta
kembali ke Indonesia secepatnya.
Pada awal Januari 1974, Pertamina membentuk divisi baru yang berurusan dengan teknologi ma-
ju dan teknologi penerbangan. Dua bulan setelah pertemuan Dusseldorf, tepatnya pada 28 Januari
1974, B.J. Habibie diminta menghadap Presiden Soeharto di Jakarta. Pertemuan demi pertemuan
melahirkan Divisi Advanced Technology & Teknologi Penerbangan Pertamina (ATTP) yang nantinya
menjadi cikal bakal lahirnya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Berdasarkan instruk-
si presiden melalui Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina dipersiapkan pula pendirian industri
pesawat terbang. Pada pertemuan tersebut Presiden mengangkat Habibie sebagai penasihat presiden
RI memimpin Divisi ATTP Pertamina.
Pendirian IPTN
Ada beberapa faktor yang mendorong pendirian industri pesawat terbang, yaitu adanya cita-cita luhur,
pengalaman sejarah, ketersediaan SDM terdidik dan terlatih, penguasaan teknologi, kondisi geografis,
dan potensi pasar yang besar. Perpaduan faktor-faktor di atas menguatkan tekad untuk membangun
sebuah industri pesawat terbang yang terpadu dan memadai. Tokoh sentral pembangunan industri
pesawat terbang di Indonesia adalah Bacharuddin Jusuf Habibie. Berdasarkan Instruksi Presiden melalui
Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina dipersiapkan pula pendirian industri pesawat terbang. Di
bulan September 1974, Pertamina - Divisi ATTP menandatangani perjanjian dasar kerjasama lisensi
dengan MBB-Jerman dan CASA-Spanyol untuk memproduksi BO-105 dan C-212.
Pada saat upaya pendirian mulai menampakkan bentuknya – dengan nama Industri Pesawat Terbang
Indonesia atau IPTI di Pondok Cabe, Jakarta – timbul permasalahan dan krisis di tubuh Pertamina yang
berimbas pada keberadaan Divisi ATTP beserta programnya, yakni pembangunan industri pesawat ter-
bang. Akan tetapi karena Divisi ATTP merupakan wahana pembangunan dan persiapan tinggal landas
bangsa Indonesia pada Pelita VI (Pembangunan Lima Tahun tahap VI, master plan pembangunan jang-
7
Bab 1. Sejarah Penerbangan
ka panjang di era Presiden Suharto), Presiden menetapkan untuk melanjutkan pembangunan industri
pesawat terbang dengan segala konsekuensinya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 12, tanggal 15 April 1975 dipersiapkan pendirian industri
pesawat terbang. Melalui peraturan ini, dihimpun segala aset, fasilitas, dan potensi negara yang
ada, yaitu aset Pertamina di Divisi ATTP dan aset LIPNUR milik Angkatan Udara Republik Indonesia
(AURI). Penggabungan aset LIPNUR ini tak lepas dari peran Marsekal Ashadi Tjahjadi selaku pimpinan
AURI yang mengenal B.J. Habibie sejak tahun 1960-an. Dengan modal ini diharapkan tumbuh sebuah
industri pesawat terbang yang mampu menjawab tantangan jaman.
Tanggal 28 April 1976 berdasar Akte Notaris No. 15, di Jakarta didirikan PT. Industri Pesawat
Terbang Nurtanio dengan Dr. B.J. Habibie sebagai Direktur Utama. Seusai pembangunan fisik pada
23 Agustus 1976 Presiden Soeharto meresmikan industri pesawat terbang ini. Dalam perjalanannya
kemudian, pada 11 Oktober 1985, PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio berganti nama menjadi PT.
Industri Pesawat Terbang Nusantara atau IPTN.
Pada 1976, cakrawala baru tumbuhnya industri pesawat terbang modern dan lengkap di Indonesia
sudah dimulai. Pada periode ini semua aspek, baik prasarana, sarana, SDM, hukum dan regulasi serta
aspek lain yang terkait dan mendukung keberadaan industri pesawat terbang terus ditata. Selain itu
melalui industri ini dikembangkan pula suatu konsep transformasi teknologi dan industri progresif yang
memberikan hasil optimal dalam penguasaan teknologi kedirgantaraan dalam waktu relatif singkat.
IPTN berpandangan bahwa alih teknologi harus berjalan secara terpadu dan lengkap.
Konsep alih teknologi pesawat terbang di IPTN dibagi dalam beberapa tahap, yaitu
1. Tahap penggunaan teknologi yang sudah ada (lisensi). Sasaran tahap pertama adalah pen-
guasaan kemampuan manufaktur, sekaligus memilih dan menentukan jenis pesawat yang sesuai
dengan kebutuhan di dalam negeri yang hasil penjualannya dimanfaatkan menambah kemampuan
perusahaan. Pada tahun 1976, IPTN melakukan manufaktur atau perakitan helikopter NBO-
105 di bawah lisensi MBB Jerman (sekarang DASA), pesawat NC-212 (Gambar 1.11) di bawah
lisensi CASA Spanyol, Puma NSA-330 dan Super Puma NAS-332 di bawah lisensi Aerospatiale
Perancis.
2. Tahap integrasi teknologi. Tahap kedua dimaksudkan untuk menguasai kemampuan rancang-
bangun sekaligus manufaktur pesawat. Pada tahun 1979 atau 3 tahun setelah didirikan, IPTN
sudah beranjak memasuki tahap ke-2. Pada tahun ini IPTN mendirikan Divisi Sistem Persen-
jataan untuk melengkapi pesawat terbang atau helikopter hasil produksi IPTN sendiri atau yang
lain dengan sistem persenjataan. Pada tahun itu juga kerjasama kemitraan dalam hal rancang-
bangun dan produksi mulai dijajaki oleh IPTN dengan CASA Spanyol. Tahun 1980 IPTN dan
CASA secara patungan membentuk usaha bersama yang disebut Aircraft Technology Industry
atau lebih dikenal dengan Airtech. Sasaran Airtech ini adalah merancang dan memproduksi
pesawat angkut commuter serbaguna yang di kemudian hari lebih dikenal dengan CN-235 (Gam-
bar 1.12). Rancang bangun pesawat CN-235 ini diumumkan secara resmi pertama kali pada Paris
Airshow ke-34. Tahun 1982 IPTN dan Boeing Company (Amerika Serikat) menandatangani
kerjasama teknik dan pada tahun 1987 IPTN sudah mulai memproduksi komponen-komponen
pesawat B737, B747, B757, dan B767. Pada akhir 1982 juga terjalin kerjasama antara IPTN
dan Bell Helicopter Textron (Amerika Serikat) untuk memproduksi helikopter NBell-412, baik
untuk versi sipil maupun militer. Setahun kemudian IPTN terjun dalam bisnis MRO (Main-
tenance, Repair, and Overhaul) dengan mendirikan UMC atau Universal Maintenance Center.
Pada tahun 1987 dicapai kerjasama imbal-beli dengan General Dynamics untuk memproduksi
komponen pesawat F-16 sebagai tindak-lanjut pembelian pesawat F-16 oleh Pemerintah Indone-
sia. Selain komponen F-16, IPTN juga memproduksi komponen pesawat Rapier, Fokker-100,
dan lain-lain. Tahun berikutnya IPTN bersama New Media Development Organization (Jepang)
mendirikan perusahaan patungan yang diberi nama Nusantara System International atau NSI,
bergerak dalam perangkat lunak komputer.
3. Tahap Pengembangan Teknologi. Tahap ketiga bertujuan meningkatkan kemampuan rancang-
bangun secara mandiri. Pada tahun 1992 IPTN membuka kantor cabang di Seattle (Amerika
8
1.2. Sejarah Penerbangan Indonesia
9
Bab 1. Sejarah Penerbangan
Serikat) dan diberi nama IPTN-NA (IPTN North America). Tepat pada Hari Pahlawan tahun
1994, IPTN meluncurkan pesawat N-250 (Gambar 1.13) yang proses rancang bangunnya dimulai
sejak 5 tahun sebelumnya. Kemudian pada tanggal 10 Agustus 1995, N250 melakoni terbang per-
dana (maiden flight) dengan sangat sukses hingga menuai pujian dari para pegiat dan pengamat
dunia penerbangan di dalam negeri maupun mancanegara. Bagi rakyat Indonesia, keberhasilan
terbang perdana N-250 mendapat reaksi beragam. Ada yang terharu, ada yang terbakar seman-
gat nasionalismenya, ada yang setengah tak percaya, juga ada yang skeptis mengingat masih ada
di antara bangsa Indonesia yang masih hidup bagai di jaman batu. Apapun reaksi masyarakat,
keberhasilan tersebut sangat pantas menjadi kado ulang tahun Republik Indonesia yang ke-50.
Selama Indonesian Airshow II tahun 1996 pesawat N-250 ini menjadi salah satu primadona. Sete-
lah itu, IPTN secara progresif mendirikan AMRAI dan EURAI yang akan menangani pemasaran
dan perakitan pesawat N-250 untuk wilayah Amerika Serikat dan Eropa. Dengan teknologi
fly-by-wire, N-250 terbukti mendapat sambutan baik di pasar Amerika maupun Eropa.
4. Tahap Penelitian Dasar. Tahap keempat sasarannya adalah menguasai ilmu-ilmu dasar dalam
rangka mendukung pengembangan produk-produk baru yang unggul. Pada tahun 1994, IPTN su-
dah mulai membuat Competitive Analysis untuk pesawat transonik dengan kapasitas penumpang
100-130. Dua tahun kemudian desain dasar pesawat N-2130 (Gambar 1.14) mulai diperkenalkan
ke masyarakat. Proyek N-2130 yang diketuai oleh Dr.-Ing Ilham Akbar Habibie dan mendapat
dukungan luas dari masyarakat akhirnya tidak terdengar lagi gaungnya akibat krisis moneter.
Sebagai industri penerbangan, IPTN saat itu sebenarnya sudah memiliki pijakan yang kuat untuk
bisa melangkah lebih jauh. Dalam hal rancang-bangun, manufaktur, quality assurance, product support,
maintenance, dan overhaul, IPTN sudah mendapat pengakuan dari dalam dan luar negeri, di antaranya
sertifikasi dari FAA (Amerika Serikat) dan JAA (Eropa).
10
1.2. Sejarah Penerbangan Indonesia
11
Bab 1. Sejarah Penerbangan
semua dana yang dipinjamkan kepada IPTN. Dampaknya sangat hebat dan mengubah arah IPTN
secara mendasar, di antaranya adalah IPTN yang semula memiliki SDM lebih dari 15,000 orang harus
memangkas karyawannya menjadi 3,000 orang. Akibatnya, banyak tenaga-tenaga profesional yang
terdidik dan memiliki kemampuan tinggi hijrah ke industri-industri penerbangan di luar negeri atau ke
bidang usaha lain di luar dunia penerbangan. Tercatat ada sekitar 100 orang terlibat dalam program
Dornier-Fairchild RJ 728, 90 orang dalam program ERJ-170 di Brazil, belum termasuk yang hijrah ke
Airbus, Boeing, Bombardier, beberapa perusahaan dan lembaga pendidikan di Eropa, Amerika Serikat,
Canada, Malaysia, atau di dalam negeri.
Demi menjaga aliran keuangan, aset-aset PT IPTN digunakan untuk memproduksi apa saja yang
dapat menghasilkan uang, walaupun di luar bisnis penerbangan seperti antena, incinerator, komponen
kereta, kendaraan militer, sistem persenjataan, produk IT, dan lain-lain. Dengan kondisi seperti ini
roda perusahaan mau tak mau harus bergerak dengan sebuah paradigma baru.
Banyak hal yang sejak awal sudah berhasil dirintis dengan baik pada akhirnya harus hilang sia-sia.
Salah satu contohnya adalah proyek N-250. N-250 terbang pertama pada tanggal 10 Agustus 1995
dengan sukses dan memiliki peluang untuk menguasai pasar di kelasnya. Pada saat itu proyek ini
sudah tinggal memasuki tahap produksi massal, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Amerika dan
Eropa. Dengan adanya LoI ini semua investasi, kontrak, waktu, tenaga, dan pikiran seakan terbuang
percuma. Demikian pula halnya dengan proyek pesawat jet regional N-2130. Pesawat yang tercanggih
di jamannya ini dikelola oleh PT Dua Satu Tiga Puluh (PT DSTP). Mereka harus melakukan likuidasi
proyek dan menghentikan semua usaha yang berhubungan dengan pesawat N-2130.
Sebenarnya masih cukup panjang daftar kepedihan yang dialami PT IPTN atau dunia penerbangan
Indonesia secara umum akibat krisis moneter ini. Bagi sebagian orang, resep IMF di atas terasa tidak
adil, terlebih lagi karena pada saat yang hampir bersamaan Negara diharuskan mengeluarkan ratusan
triliun Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk bank-bank yang dinilai ’sakit’. Bagaimana pun,
komitmen kita terhadap IMF tersebut telah memberi pelajaran berharga dan hikmah yang mendalam
bagi kita semua untuk bisa melangkah ke depan dengan lebih baik.
12
1.2. Sejarah Penerbangan Indonesia
sebagian komponen pesawat tersebut harus dimanufaktur di Indonesia. Tak hanya manfaat ekonomi
yang diperoleh tapi juga transformasi teknologi.
Lembaga penelitian seperti Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) juga memiliki
peluang-peluang yang sama. Salah satu fasilitas BPPT adalah terowongan angin ILST (Indonesia
Low Speed Tunnel) di Serpong yang dapat digunakan untuk menguji model jembatan, mobil nasional,
kendaraan dengan konsep ground-effect, turbin angin, perlengkapan olahraga, dan sebagainya.
Tak hanya industri penerbangan dan lembaga penelitian, dunia pendidikan seperti Teknik Pener-
bangan ITB pun masih bisa menjalin kerjasama regional dengan perguruan tinggi di luar negeri maupun
dengan industri penerbangan dan lembaga-lembaga penelitian. Di samping itu perlu diadakan program-
program pembekalan berupa kursus atau pelatihan bagi mahasiswa, mengintesifkan program magang di
industri atau airline, pertukaran mahasiswa, mendorong publikasi tulisan-tulisan ilmiah, dan sebagainya
demi meningkatkan kemampuan atau keterampilan sebelum mereka terjun ke masyarakat.
Faktor-faktor regional juga menjadi peluang yang tak kalah bagusnya, contohnya Rancang ban-
gun bersama pesawat jet ringan (VLJ) dengan Autonimbus Malaysia, perancangan dan pembangunan
konstruksi terowongan angin di beberapa perguruan tinggi di kawasan ASEAN, perancangan dan man-
ufaktur flight simulator, atau subkontrak untuk engineering analysis. Order dari beberapa OEM untuk
mengganti produk-produk yang reject dari Malaysia dan China. Dibentuknya ANMC-21 (Asian Net-
work of Major Cities 21: Tokyo, Seoul, Taipei, Manila, Jakarta, Kuala Lumpur, Singapore, Bangkok,
Hanoi, Yangoon, dan Delhi), yakni kerjasama internasional 21 ibukota di Asia untuk mengadakan
proyek-proyek gabungan demi mengangkat kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pembangu-
nan di kawasan tersebut. Dengan adanya jalinan seperti ini maka terbuka peluang untuk mengaktifkan
kerjasama regional, termasuk di bidang penerbangan.
13
Bab 2
Aeronautika & Astronautika ITB
Pada perayaan hari jadi Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), 9 April 1951, presiden pertama
Republik Indonesia Ir. Soekarno (1901-1970) mengatakan,
‘‘Tanah air kita adalah tanah air kepulauan, tanah air yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang
dipisahkan satu dari yang lain oleh samudera-samudera dan lautan-lautan. Tanah air kita ini
adalah ditakdirkan oleh Allah SWT terletak antara dua benua dan dua samudera. Maka bangsa
yang hidup di atas tanah air yang demikian itu hanyalah bisa menjadi satu bangsa yang kuat
jikalau ia jaya bukan saja di lapangan komunikasi darat, tetapi juga di lapangan komunikasi laut
dan di dalam abad 20 ini, dan seterusnya di lapangan komunikasi udara.”
Kalimat di atas merupakan bagian dari pidato Bung Karno yang berjudul ’Meng-Garudalah di
Angkasa’. Kalimat itu adalah ikrar dalam penguasaan teknologi maritim dan penerbangan. Pada 1951
itu juga, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) RI mewujudkan ikrar Bung Karno
dengan mengirimkan puluhan pemuda-pemuda Indonesia ke Eropa. Para pemuda itu ditugaskan mem-
pelajari dasar-dasar ilmu teknik penerbangan dan perkapalan. Pengiriman pelajar ini terbagi menjadi
tiga gelombang:
1. Gelombang I ke Belanda (1951-1954)
2. Gelombang II ke Jerman Barat (1954-1958)
3. Gelombang III ke Cekoslowakia dan Uni Soviet (1958-1962)
Pada 1952, seorang remaja berusia 18 tahun bernama Oetarjo Diran mengirim surat kepada Dirjen
Dikti. Beliau menyampaikan ketertarikannya mempelajari ilmu aerodinamika di Belanda. Beliau ke-
mudian mengikuti seleksi beasiswa yang diadakan Depdikbud. Sembari menunggu pengumuman Dikti,
1
Bab ini disarikan oleh Arief Yudhanto (PN97) dari berbagai sumber.
14
2.1. Dekade Pertama (1962-1972): Lahirnya Pendidikan Teknik Penerbangan
beliau berkuliah di Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung (ITB) selama kurang lebih enam bulan.
Tidak berapa lama, Dikti mengumumkan bahwa beliau dinyatakan lulus dan dapat diberangkatkan ke
Belanda. Di Belanda, beliau mendaftarkan diri di Departemen Teknik Penerbangan, Sekolah Ting-
gi Teknik Delft (Technische Hoogeschule Delft) pada 1953. Lima tahun kemudian, beliau berhasil
mendapatkan gelar ingenieur (ir.), namun baru kembali ke tanah air pada 1959. Pada 1960, beliau
melanjutkan studi S2 di Aerospace Engineering, Purdue University, Amerika Serikat. Beliau kembali
ke ITB pada 1961 setelah mendapatkan gelar MSAE (Master of Science in Aerospace Engineering).
Ketika beliau berangkat ke Belanda pada 1953, seorang pemuda dari Kuningan, Jawa Barat, berna-
ma Ken Liem Laheru (Liem Keng Kie) baru masuk ITB. Pada 1954, beliau juga mendapat kesempatan
masuk Gelombang II, dan melanjutkan studi Teknik Mesin di Universitas RWTH Aachen, Jerman
Barat. Setelah mendapatkan gelar Diplom Ingenieur (Dipl.-Ing) pada 1960, beliau bekerja di Berlin
sebagai peneliti. Keinginan yang kuat untuk mendidik generasi muda Indonesia membuatnya kembali
ke Bandung, dan mengajar di Jurusan Mesin ITB bersama Oetarjo Diran pada 1961.
15
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
16
2.1. Dekade Pertama (1962-1972): Lahirnya Pendidikan Teknik Penerbangan
Gambar 2.2: Roket Kartika hasil kerjasama ITB, LAPAN dan TNI-AD, 1964.
berhasil memperbaiki dan mengoperasikan terowongan angin tersebut berkat pendanaan dari LAPAN
dan Departemen Pertahanan sebagai bagian dari proyek riset bernama PELITA (Gambar x). Selain
itu, Harijono juga berhasil mendapatkan pendanaan dari kerjasama dengan Divisi Riset dan Pengem-
bangan AURI yang dikepalai RGW Senduk dalam membuat Hovercraft Eksperimental, XHV-01, antara
1969-1973.
Pada 1971 itulah Harijono membagi sub-jurusan Teknik Penerbangan menjadi lima disiplin: (1)
Aero-Hidro dan Dinamika Gas, (2) Struktur, Material dan Aeroelastisitas, (3) Sistem Propulsi Pesawat,
(4) Kestabilan dan Kendali, (5) Perancangan Pesawat dan Sistem Transportasi Udara.
Dengan diperkenalkannya sistem komputer di ITB pada 1972, bertepatan pula dengan kembalinya
Oetarjo Diran dari Jerman Barat, kuliah Aerodinamika Komputasional menggunakan metode numerik
diberikan di program studi Teknik Penerbangan. Pada 1973, sub-jurusan Teknik Penerbangan berhasil
meluluskan seorang mahasiswa bernama Said Djauharsjah Jenie dengan tugas akhir tentang aplikasi
metode elemen hingga untuk aliran dua dimensi. Komputasi untuk aplikasi aerodinamika pada saat
itu dilakukan dengan menggunakan komputer IBM 1401. Riset dinamika fluida komputasional dan
aeroelastisitas dikembangkan lebih lanjut oleh Oetarjo Diran dan Harijono Djojodihradjo, dan maha-
siswa Penerbangan ITB dapat menggunakan fasilitas komputer ICL-1000 di Badan Statistik Nasional.
Said D. Jenie kemudian bergabung bersama Oetarjo Diran, Harijono Djojodihardjo, Sulaeman Kamil,
juga Sugiarto Wahyu Hidayat, sebagai dosen di sub-jurusan Teknik Penerbangan. Dengan staf yang
ada, kerjasama dengan berbagai institusi, yaitu LIPNUR, Litbang AURI, LAPAN, DGAC dan maskapai
17
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
18
2.3. Dekade Ketiga(1982-1992): Program Percepatan
Pada 1976, pemerintah Indonesia di bawah Presiden Suharto dibantu Menristek B.J. Habibie men-
geluarkan kebijakan nasional pengembangan teknologi, khususnya teknolgi penerbangan. Tiga institusi
didirikan untuk pengembangan teknologi ini: Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN, yang kemudi-
an berubah nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara, dan akhirnya menjadi PT Dirgantara
Indonesia), Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi (Puspiptek) dan Badan Pengkajian dan Pen-
erapan Teknologi (BPPT). IPTN dalam hal ini menjadi ujung tombak program transformasi teknologi
penerbangan. Puspiptek memfasilitasi berbagai pengujian penerbangan melalui laboratoriumnya, yaitu
Laboratorium Aero Gas-dinamika dan Getaran (LAGG), Laboratorium Uji Konstruksi (LUK), dan Lab-
oratorium Termodinamika, Mesin dan Propulsi (LTMP). BPPT menjadi badan yang mendefinisikan
dan mengarahkan kebijakan teknologi nasional yang meliputi bidang penerbangan, maritim, otomotif,
elektronika dan komunikasi, produksi dan manufaktur dan bio-teknologi.
Khusus teknologi penerbangan, melalui tiga institusi ini, B.J. Habibie merumuskan empat fase
program transformasi teknologi:
1. Pengenalan Teknologi dengan program utama pembuatan secara lisensi pesawat twin turboprop
low-subsonic C-212.
2. Integrasi Teknologi dengan program utama mendesain secara bersama pesawat twin turboprop
medium subsonic CN-235.
3. Pengembangan Teknologi dengan program utama pembuatan secara mandiri pesawat turboprop
high-subsonic N-250.
4. Riset Industrial dengan program utama pembuatan secara mandiri pesawat twin jet transonic
transport N-2130.
Selain membangun institusi, pemerintah juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar
sejajar dengan negara maju. Generasi awal lulusan Teknik Penerbangan ITB kemudian bergabung
dengan IPTN, antara lain Hari Laksono dan Edi Susilo. Alumni lain juga bergabung dengan Dirjen
Perhubungan Udara, yaitu Wahyono, Budhi Muliawan Suyitno dan lainnya. Dalam rangka memenuhi
Tahap 2 hingga Tahap 4, B.J. Habibie merekrut sumber daya manusia dari Teknik Penerbangan ITB.
Pada 1980, B.J. Habibie mengusulkan rencana peningkatan bagi pendidikan Teknik Penerbangan di
ITB. Beliau mengajak Oetarjo Diran dan Sulaeman Kamil untuk membuat program kerjasama dengan
berbagai universitas teknologi ternama di Eropa. Pada awal 80-an inilah, Teknik Penerbangan ITB
mengalami peningkatan yang pesat dalam hal pengetahuan, riset, pendanaan dan sumber daya manusia
baik dosen maupun mahasiswa.
19
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
mengajarkan mekanika terbang, prestasi terbang, stabilitas dan kendali; Prof. F.J. Abbink dan Prof.
Schoonhoven yang mengajarkan sistem pesawat; Prof. Torenbeek dan Prof. C. Bill yang mengajarkan
desain pesawat; Prof. R.J. Zwaan dan Prof. Smith untuk perawatan pesawat.
Pada masa itu, BPPT bekerja sama DAAD Jerman untuk mendatangkan dosen tamu dari Aachen,
München, Berlin dan Braunschweig, yaitu Prof. D. Hummel dan Prof. U. Ganzer (aerodinamika);
Prof. Huba öry, Prof. Meyer-Jens, Prof. Kossira (struktur ringan); Prof. R. Brockhaus dan Prof. G.
Schänzer (kendali dan panduan terbang); Prof. Reijchert (helikopter). Setiap dosen tamu didampingi
oleh satu asisten dosen dari ITB untuk membantu mempersiapkan catatan kuliah dan belajar mengajar.
Pada awal 80-an itu, dua lulusan Teknik Penerbangan bergabung menjadi staf pengajar, yaitu
Cosmas Pandit Pagwiwoko dan Bambang Basuno. Pada 1982, sekembalinya dari studi doktoral dari
Massachusetts Institute of Technology, Said D. Jenie mendirikan Kelompok Bidang Keahlian (KBK)
Mekanika Terbang. KBK ini tidak lagi berada di bawah KBK Aerodinamika. KBK Mekanika Terbang
memberikan empat kuliah baru, yaitu prestasi terbang, dinamika terbang, kendali terbang dan penguku-
ran terbang. Kuliah mekanika terbang roket dan astrodinamika (mekanika orbital) juga diperkenalkan.
Dua kuliah terakhir ini diperlukan bagi mahasiswa yang ingin bekerja di LAPAN atau Divisi Pertahanan
IPTN. Pada 1983, tiga mahasiswa bernama Djoko Sardjadi, Ichsan Setya Putra dan Hari Muhammad
dikirim ke TU Delft untuk mengerjakan tugas akhir. Pada pertengahan 80an, I Wayan Tjatra yang
lulus S2 dari Teknik Sipil ITB tahun 1986 bergabung sebagai dosen.
Teknik Penerbangan juga membangun fasilitas laboratorium. Pada 1984, Djoko Sardjadi mendesain
dan membangun terowongan angin subsonik di bawah bimbingan Prof. J.L. van Ingen dan Prof. Diran.
Pada 1985, mendesain mesin uji kompresi dan tes rig statik untuk struktur pesawat di bawah bimbingan
Prof. Schijve dan Prof. Kamil.
Pada 1986, KBK baru didirikan bernama Aeroelastomekanika oleh Harijono Djojodihardjo. KBK
ini memperkenalkan kuliah pilihan Aerodinamika Tak Stasioner, Dinamika Struktur dan Aeroelastisitas
dan Elastomekanika. Prof. Diran juga membuat KBK baru, yaitu aero-gas dinamika dan perancangan
pesawat & sistem transportasi udara. Sejak 1986 itulah, sub-jurusan Teknik Penerbangan terbagi
menjadi lima KBK, yaitu aero-gas dinamika, struktur ringan, mekanika terbang, aeroelastomekanika
dan perancangan pesawat & sistem transportasi udara.
Staf dosen sub-jurusan Teknik Penerbangan juga dilibatkan secara aktif di dalam pengembangan
pesawat CN-235 oleh IPTN. CN-235 dikembangkan secara bersama-sama oleh IPTN dan CASA Spany-
ol. Oetarjo Diran berperan sebagai Chief Designer mewakili pihak IPTN; Sulaeman Kamil berperan
sebagai Chief of Structural Fatigue Test; Harijono Djojodihardjo berperan sebagai Chief of Dynamics;
Said D. Jenie berperan sebagai Chief of Flight Test Development and Certification Program. Banyak
lulusan Teknik Penerbangan yang bergabung dengan IPTN setelah lulus, dan sebagian mengambil tugas
akhir di IPTN: Agung Nugroho, Jusman S.D., Edwin Soedarmo, Eddy B. Setiawan, Najib Muhaimin,
Supra Dekanto, Hindawan Hario Wibowo, Agung Sampurno, Made Wirata, Mochayan dan lainnya.
TTA-79 berakhir pada 1986 dan digantikan oleh program kerjasama sejenis bernama ISARD (In-
termediate Support on Aeronautical Research and Development). Pada masa ini, perusahaan pesawat
terbang Belanda, Fokker, turut berpartisipasi. ISARD bertujuan melanjutkan misi yang belum tercapai
oleh TTA-79, memberikan beasiswa hingga doktoral bagi dosen Teknik Penerbangan ITB, membangun
fasilitas kantor, kelas, perpustakaan dan memberikan jurnal, buku, majalah, katalog dan laboratorium
terbang bagi ITB.
Laboratorium Ilmu-Ilmu Fisika Terbang atau LIFT didirikan di ITB oleh Hari Muhammad (ITB),
Bagus Eko (Flight Test Center, IPTN) dan Kees van Woerkom (TU Delft) di bawah bimbingan Prof.
O.H. Gerlach, J.A. Mulder dan Said D. Jenie. Mereka memakai pesawat Nurtanio-Wilga “Gelatik”
sebagai sarana pengujian. Pilot pertamanya Erwin Danuwinata (almarhum) melakukan uji terbang
pertama pada pertengahan 1987 dibantu oleh Bagus Eko (flight test engineer) dan Djatmiko (flight
test instrumentation engineer). Pada 1989, LIFT mendukung beberapa kuliah yang diajarkan Said
Jenie dan Hari Muhammad: rekayasa uji terbang, metode analisis data uji terbang dan identifikasi
parameter.
20
2.4. Dekade Keempat (1992-2002): Ekspansi
Pada 1987, Oetarjo Diran pernah membentuk satuan tugas (task force) untuk memberikan kursus
pendek komprehensif masalah teknologi pesawat tempur modern untuk Litbang TNI AU. Satgas ini
terdiri dari Oetarjo Diran sendiri, Said Jenie, Sridiharta dan Ig. Sutedjo dari TNI-AU. Pasalnya, tahun
sebelumnya, TNI-AU membeli pesawat tempur F-16 Fighting Falcon buatan General Dynamics.
Antara 1986-1992, beberapa alumni bergabung sebagai staf pengajar, diantaranya Hisar M. Pasaribu,
Wahyu Kuntjoro (Universiti Teknologi Mara), Rais Zain, Leonardo Gunawan, Bima Prananta (NLR Be-
landa), Zainal Abidin (Singapura), Yongki Go Tiauw Hiong (NTU Singapura), Setyamartana Parman
(Universiti Teknologi Petronas), Bambang Kismono Hadi, M. Giri Suada, Edi Suwondo dan Bambang
Irawan (NLR Belanda). Pada awal 90an, H.M. Pasaribu mengembangkan Unmanned Aerial Vehicle
(UAV) untuk melatih mahasiswa dalam kemampuan desain. Proyek UAV ini kemudian dilanjutkan oleh
Djoko Sardjadi untuk mengkomersialisasikan pesawat tak berawak ini bagi memenuhi kebutuhan militer
dan pertanian.
Pada akhir 1992, Rektor ITB Prof. Wiranto Arismunandar mengeluarkan surat keputusan dan
mengubah status sub-jurusan Teknik Penerbangan menjadi program studi penuh di luar Teknik Mesin.
Program ini bebas menentukan kurikulum dan memberikan gelar diploma yang berbeda dengan Teknik
Mesin. Namun demikian, administrasinya masih tetap di bawah Teknik Mesin. Program studi Teknik
Penerbangan mempunyai hampir tiga puluh staf pegajar, dengan dua guru besar, lima dosen bergelar
doktor, lima teknisi laboratorium, dua laboratorium eksperimental, satu laboratorium terbang, tiga
laboratorium komputasional, satu pusat desain, satu perpustakaan dan gedung untuk administrasi,
workshop dan ruang kuliah.
21
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
dit Pagwiwoko, Rianto Adhi Sasongko dan Sinar Juliana mengembangkan terowongan angin aeroelastik
dan Laboratorium Dinamika Sistem dan Kendali.
Penerbangan perdana pesawat N-250 Prototipe 1 “Gatot Koco” pada 10 Agustus 1995 serta pe-
sawat N-250-100 Prototipe 2 “Krincing Wesi” tidak dapat terlepas dari peran aktif staf dosen dan
mahasiswa Program Teknik Penerbangan ITB. Dr. Sulaeman Kamil menjadi kepala tim desain struktur
N250. Beliau menyetujui konfigurasi ekor T yang diusulkan kelompok Stabilitas dan Kendali. Bersama
stafnya, Dr. Ichsan Setya Putra dan Dr. Wahyu Kuntjoro, Dr. Sulaeman Kamil membuat mesin uji
statik untuk menguji sambungan ekor vertikal dan horizontal. Dr. Harijono Djojodihardjo memimpin
analisis dinamik dan aeroelastik dengan menganalisis model elastik di dalam terowongan angin tak
stasioner. Dr. I Wayan Tjatra dan Dr. Cosmas P. Pagwiwoko menghasilkan data komputasi nu-
merik dan membandingkannya dengan hasil pengujian laboratorium untuk karakteristik flutter pesawat
N250. Dr. Said Jenie bersama tim Stabilitas dan Kendali mengusulkan pemanjangan fuselage dan
ekor berbentuk ’T’ untuk meningkatkan margin stabilitas longitudinal. Dr. Said Jenie juga memimpin
Kelompok Integrasi Pengujian N250 yang bertugas meningkatkan karakteristik flight handling. Untuk
mendukung program N250-100, di bawah kepemimpinan Dr. Said Jenie, IPTN membangun Intergrated
Aircraft Test Facility (IATF) yang terdiri dari MiG-21 Iron Bird, Engineering-Flight Simulator (EFS),
Laboratorium Ergonomik, Simulator Sistem Avionik, Simulator Sistem Tenaga Elektrik, Laboratorium
Sistem Bahan Bakar, dan Electromagnetic Anechoic Chamber. Fasilitas ini dibangun antara 1992-
1994 di IPTN. Staf dosen dan mahasiswa yang mengambil sub-program Sistem Penerbangan dapat
menggunakan fasilitas ini.
Pada 1994, Dr. Ichsan S. Putra mengembangkan Laboratorium Aerodinamika dan Struktur Ringan
di Pusat Penelitian Antar-Universitas yang sebelumnya dikepalai oleh Dr. I. Wayan Tjatra. Lab-
oratorium ini membeli peralatan uji kelelahan dan melakukan penelitian mekanika retak, pengujian
dan perawatan struktur. Kuliah-kuliah pilihan dalam rangka merespon kebutuhan maskapai diberikan
oleh laboratorium ini, misalnya Perawatan Pesawat, Korosi dan Uji Tak Merusak. Pada 1995, bagian
sayap dan badan dari pesawat CN-235 disumbangkan ke laboratorium ini. Pada tahun yang sama,
Dr. Hisar Pasaribu dan Mahardi Sadono, MT mengembangkan kelompok Perancangan Pesawat dan
Sistem Transportasi Udara. Kelompok ini memperkenalkan kuliah Kelaikan Pesawat, Operasi Bandara,
Peralatan Bandara dan Analisis Rute Pesawat.
Dr. Said Jenie kemudian juga memperkenalkan kuliah-kuliah astronotika misalnya Lingkungan
Antariksa, Rekayasa Sistem Antariksa, Kendali dan Dinamika Pesawat Antariksa, Penentuan Orbit
dan Mekanika Terbang Re-entry. Kelompok ini diperkuat dengan beberapa staf yang berhasil meraih
gelar doktor dari Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, yaitu Dr. Yongki Go Tiauw Hiong (MIT),
Dr. Setyamartana Parman (Nagaoka University), Toto Indrianto (Cranfield University) dan Ridanto
Eko Putro (Kyushu University). Kuliah-kuliah ini terbukti berguna ketika Indonesia memberlakukan
deregulasi bisnis telekomunikasi satelit di mana Indonesia perlu mendesain sendiri satelit komunikasinya.
Pada 1995, Program Studi Teknik Penerbangan memiliki 43 staf dosen (2 profesor, 15 doktor,
sisanya bergelar master). Selain itu, beberapa staf IPTN turut mengajar di Teknik Penerbangan, di
antaranya Dr.-Ing. Ilham A. Habibie, Imam Birowo, Iwan Hidayat, Hindawan Hario Wibowo, Dodo
Suharso, Elka Sunarkito dan lainnya.
Pada 1996, Program Studi Teknik Penerbangan mulai menempati bekas Jurusan Teknik Elektro,
yaitu di Labtek II lantai 3 dan 4. Pada 27 Juni 1997, Rektor ITB Prof. Liliek Hendrajaya meresmikan
Teknik Penerbangan sebagai sebuah jurusan mandiri di bawah Fakultas Teknologi Industri. Ketua
Jurusan yang pertama adalah Dr. Said D. Jenie; sekretaris bidan akademik dan administrasi adalah
Dr. Hisar M. Pasaribu; sekretaris bidang kemahasiswaan adalah Dr. Cosmas P. Pagwiwoko. Jadi,
ada enam belas anggota dewan di Jurusan Teknik Penerbangan, yaitu Prof. Oetarjo Diran dan Prof.
Harijono Djojodiharjo (Teknik Penerbangan), Prof. Sularso dan Prof. Djoko Suharto (Teknik Mesin),
Prof. RJ Widodo (Teknik Elektro), Prof. Bambang Hidayat (Astronomi), enam dosen senior (Dr.
Sulaeman Kamil, Dr. Rochim Suratman, Dr. I Wayan Tjatra, Dr. Ichsan Setya Putra, Dr. Djoko
Sardjadi, Dr. Hari Muhammad), tiga anggota ex-officio, Ketua Jurusan, dua Sekretaris Jurusan dan
anggota kehormatan Prof. BJ Habibie.
22
2.4. Dekade Keempat (1992-2002): Ekspansi
Sejak 1997 itu, Jurusan Teknik Penerbangan menawarkan jenjang pendidikan S2 berbasis riset
selama empat semester. Sekretaris program S2 ini adalah Dr. Bambang Kismono Hadi. Lulusan
Teknik Penerbangan, Mesin, Elektro, Teknik Fisika, Matematika atau Fisika dapat masuk S2 Teknik
Penerbangan. Mahasiswa S2 pada awal pendirian program ini berasal dari IPTN, LAGG, LAPAN dan
berbagai universitas swasata.
Pada 1997, Keluarga Mahasiswa Teknik Penerbangan (KMPN) berdiri dan diresmikan dengan nama
Otto Lilienthal, seorang pelopor penerbangan asal Jerman. Dalam sejarahnya, organisasi mahasiswa
ini bukan yang pertama di Teknik Penerbangan. Pada 1970, Dr. Sri Bintang Pamungkas pernah
mendirikan satuan unit mahasiswa teknik penerbangan di bawah Himpunan Mahasiswa Mesin (HMM).
Jurusan Teknik Penerbangan juga turut membantu pengembangan kurikulum pendidikan teknik
penerbangan di institusi lain, yaitu Akademi TNI-AU di Yogyakarta, Sekolah Tinggi Teknik Penerbangan
Indonesia (STPI) di Curug, Universitas Nurtanio dan Politeknik Bandung. Khusus untuk TNI-AU,
sejumlah perwiranya dapat melanjutkan studi sarjana di ITB. Di ITB, pelopor kerjasama TNI-AU dan
Teknik Penerbangan adalah Oetarjo Diran, Djoko Sardjadi dan Hari Muhammad.
Pendirian Fakultas Teknik Penerbangan pernah dirintis pada 1997. Hal ini didukung oleh Prof.
BJ Habibie (Indonesia, IPTN), Prof. Nico de Vogt (Presiden TU Delft) dan Prof. Wakker (Rektor
TU Delft). Sebuah proposal dibuat oleh tim Teknik Penerbangan TU Delft (Bernard A Reith, Gert
J v Helden, Max Baarspul, Joris A Melkert) dan tim Teknik Penerbangan ITB (Ichsan Setya Putra,
Djoko Sardjadi, Hari Muhammad, Rowin H. Mangkusubroto). Proposal ini berjudul Master Plan for
the Foundation of a Strong Faculty of Aerospace Engineering at Institut Teknologi Bandung. Pada
1998, proposal ini dipresentasikan oleh Prof. T. D. Jong dan Dr. Said D Jenie di hadapan Wakil
Rektor bidang Akademik ITB. Proposal ini tidak dapat diimplementasikan karena keterbatasan lahan
dan dana ITB.
Krisis multidimensional pada 1997 memaksa Teknik Penerbangan ITB beradaptasi. Atas per-
mintaan IMF, subsidi pemerintah terhadap IPTN dan BPPT dicabut. Proyek pengembangan N250
dan pesawat jet N2130 terhenti. Dengan demikian, IPTN tidak dapat lagi membantu staf dosen dan
mahasiswa Teknik Penerbangan ITB, dan praktik di laboratorium menjadi terbatas. Sejumlah staf pen-
gajar mengambil cuti di luar tanggungan negara (sabbatical leave), dan memberi kuliah atau melakukan
penelitian institusi luar negeri seperti di Malaysia, NLR Belanda dan MIT. Dengan adanya staf pengajar
di luar negeri, Teknik Penerbangan tidak melihatnya sebagai brain drain, melainkan brain preservation.
Dengan berada di luar, staf pengajar tidak mengalami isolasi dan tetap update dengan teknologi pener-
bangan masa kini. Harapannya, jika ekonomi membaik, staf dosen tersebut dapat kembali mengajar di
ITB.
Teknik Penerbangan mengambil beberapa strategi dalam menghadapi krisis multidimensional ini:
(1) kurikulum dibuat lebih umum, (2) menurunkan jumlah penerimaan mahasiswa, (3) mengembangkan
pelayanan teknologi penerbangan, (4) menjalin kerjasama dengan institusi lain dalam pemakaian fasil-
itas laboratorium, (5) bekerja sama dengan komunitas penerbangan seperti industri, lembaga riset
dan institusi pemerintah dan swasta. Agar dapat menerima mahasiswa asing, Teknik Penerbangan
mengusahakan akreditasi internasional dari sebuah institusi independen Amerika, yaitu ABET (Ac-
creditation Board in Engineering Technology ). Persiapannya meliputi pemberian kuliah dalam bahasa
Inggris, kuliah jarak jauh, program S2 sandwich dan lainnya. Selanjutnya, pada pertengahan 2000-an,
ITB merubah struktur organisasinya dan membuat Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara yang terdiri
dari tiga program studi (Prodi), yaitu Teknik Mesin, Aeronotika dan Astronotika (AA) dan Teknik
Material. Ketua Prodi AA yang pertama adalah Dr. Leonardo Gunawan. Saat ini, Ketua Prodi AA
adalah Dr. Taufiq Mulyanto.
23
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
Beliau pernah menjadi wakil direktur teknologi di PT IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia)
antara 1978 dan 1984. Pada 1980, beliau menjadi Chief Design Engineer untuk program perancangan
dan pengembangan pesawat CN-235 di PT IPTN. Beliau pernah menjadi ketua Komisi Nasional Ke-
selamatan Transportasi, Departemen Perhubungan RI pada 1996. Beliau masuk purna bakti dari ITB
pada 2004. Beliau pernah terlibat aktif dalam tugas-tugas di TNI-AU, LAPAN (Lembaga Penerban-
gan dan Antariksa Nasional), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Sesko AU, BPPT, ICAS
(International Council for Aeronautical Sciences), dan DSKU (Dinas Sertifikasi dan Kelaikan Udara).
24
2.5. Profil Pendiri
Penghargaan nasional yang pernah beliau terima diantaranya Satya Lencana Dwidya Sista (1968, 1988),
Penghargaan Teknologi Adhikara Rekayasa (1991) dan Bintang Jasa Utama Republik Indonesia (1994).
Beliau menikah dengan R.A. Joni Pratiwi Soemitro, SH pada tahun 1968 dan dikaruniai satu putri Kat-
ja Rachmiana Diran. Diran dikenal sebagai orang yang keras, baik dalam pendirian, kemauan, maupun
dalam berkata-kata. Akan tetapi, orang juga mengakui kelurusan hati dan niatnya.
Beliau kemudian kembali ke Indonesia untuk mengajar di ITB. Bersama sahabat terbaik dan kole-
ganya Dr. B.J. Habibie, beliau mendirikan Sekolah Pengembangan Industri. Sekolah ini didedikasikan
untuk pengembangan dan kemajuan industri pesawat terbang Indonesia, dan pelatihan insinyur pener-
bangan.
1
Sebagian merupakan terjemahan dari catatan obituari, Salt Lake Tribune 6 Mei 2011.
25
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
Beliau bertemu Hilda pada bulan Mei 1962, dan keduanya menikah pada 16 Desember 1963 di
Bandung. Pasangan ini memiliki tiga anak bernama Joshua, Daniel dan Suenya (Wenny). Keluarga
beliau pindah ke Amerika Serikat pada 1 Mei 1969 pada saat terjadi kerusuhan politik di Indonesia.
Beliau diterima dalam program doktoral di teknik mesin di University of Utah di Salt Lake City,
Utah. Beliau mendapat gelar Ph.D. dalam bidang mekanika retak dengan disertasi berjudul: “Thermo-
mechanical Coupling in Visco-Elastic Fracture”. Dr. Laheru aktif menulis jurnal ilmiah internasional.
Sebagian diterbitkan sebagai laporan teknik di NASA (misalnya: Thermomechanical coupling in fatigue
fracture of viscoelastic materials, NASA Technical Report, 1975).
Setelah menyelesaikan program Ph.D., beliau dan keluarganya pindah ke Brigham City, Utah, di
mana beliau bekerja sebagai insinyur senior atau ilmuwan bidang desain di Morton Thiokol (kini berna-
ma ATK). Selama 30 tahun karirnya, beliau membantu pengembangan suatu metode untuk mem-
prediksi perambatan retak pada struktur roket serta mengembangkan model baru untuk memahami dan
memprediksi perilaku roket propelan padat. Beliau pensiun dari Morton Thiokol pada bulan September
2001. Beliau dan istrinya kemudian pindah ke North Salt Lake, Utah.
Hidupnya merupakan dedikasi yang mendalam dan cinta untuk keluarga dan teman-temannya.
Sejak kecil beliau gemar belajar, dan mempunyai banyak hobi termasuk kecintaan terhadap bahasa
asing. Beliau adalah penutur asli bahasa Indonesia dan Sunda. Beliau fasih berbahasa Belanda dan
Jerman, dan memahami percakapan dalam bahasa Norwegia, Spanyol, Italia, Prancis dan Jepang.
Selain itu, beliau memiliki apresiasi mendalam terhadap musik, dan senang bermain tenis serta ski
bersama anak-anaknya atau teman. Beliau juga suka berbagi pengalaman hidup dengan keluarganya
dan teman-teman dan untuk menemukan makna dan positif dalam segala hal. Beliau orang yang baik
dan lembut.
Dr. Ken L. Laheru wafat pada 2 Mei 2011. disemayamkan di Saint Olaf Gereja Katolik, Bountiful,
Utah pada hari Sabtu, 7 Mei, 2011 pukul 10:30. Beliau dimakamkan di Pemakaman Katolik Mt.
Kalvari Katolik, Salt Lake City, Utah.
26
2.6. Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Material berada di Departemen Teknik Mesin, penyelenggaraannya melibatkan staf dosen dan fasilitas
laboratorium dari berbagai departemen.
Mulai bulan Januari 2006, berdasarkan SK Rektor ITB No. 222/SK/K01/OT/2005 tentang Man-
ajemen Satuan Akademik ITB, pengelolaan sumberdaya dan program dialihkan dari Departemen ke
Fakultas/Sekolah. Dalam proses reorganisasi tersebut, program studi Teknik Mesin, Teknik Penerban-
gan dan Teknik Material kemudian dikelola oleh FTI. Dalam lanjutan proses reorganisasi, dibentuklah
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara mulai Januari 2008.
Dekan FTMD
Senat FTMD
Ketua Program
Koordinator
Studi
Kasubbag
Akademik dan
Kemahasiswaan
Ketua Kelompok
Keahlian Kasubbag
Keuangan
Kepala
Laboratorium
Kasubbag Sarana
dan Prasarana
Koordinator
Perpustakaan
Kasubbag Sistem
Informasi
Satgas
Saat ini Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (FTMD ITB) mengelola
empat Program Akademik, yaitu;
1. Program Studi Teknik Mesin: Berdiri pada tahun 1942, dan pada saat ini mengelola jenjang
pendidikan sarjana (S1), magister (S2), dan doktor (S3) di bidang teknik mesin.
2. Program Studi Teknik Aeronotika dan Astronotika: Berdiri pada tahun 1991, dan pada saat
ini mengelola jenjang pendidikan sarjana (S1), magister (S2), dan doktor (S3) di bidang teknik
penerbangan.
27
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
3. Program Studi Teknik Material: Berdiri pada tahun 1942, dan pada saat ini mengelola jenjang
pendidikan sarjana (S1), magister (S2), dan doktor (S3) di bidang ilmu dan teknik material.
4. Program Magister Rekayasa Nuklir.
Sejalan dengan transformasi ITB menjadi BHMN, maka fakultas yang ada di ITB termasuk FTMD
diarahkan menjadi organisasi sumber yang mengelola sumber daya secara langsung. Untuk mencapai
hal tersebut, maka saat ini di lingkungan FTMD terdapat 7 (tujuh) Kelompok Keahlian/Keilmuan
(KK) sebagai berikut;
1. KK Perancangan Mesin
2. KK Konversi Energi
3. KK Ilmu dan Teknik Material
4. KK Teknik Produksi Mesin
5. KK Desain, Operasi dan Perawatan Pesawat Terbang
6. KK Fisika Terbang
7. KK Struktur Ringan
Visi
Menjadi lembaga pendidikan tinggi, wadah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
bidang teknik mesin, aeronotika dan astronotika, serta teknik material yang unggul, handal dan terke-
muka di Indonesia dan dunia serta berperan aktif dalam memajukan dan mensejahterakan bangsa dan
negara.
Misi
• Menyelenggarakan pendidikan tinggi dan pendidikan berkelanjutan di bidang teknik mesin, aeronoti-
ka dan astronotika, serta teknik material.
• Menjaga kemutakhiran serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan
dengan teknik mesin, aeronotika dan astronotika, serta teknik material melalui kegiatan peneli-
tian.
• Mendiseminasikan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pandangan/wawasan teknologi yang
dimilikinya ke masyarakat luas, baik melalui lulusannya, kemitraan dengan industri atau lembaga
lain, maupun melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
28
2.6. Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
memiliki kompetensi teknik umum untuk dapat bekerja di bidang teknik lain seperti otomotif, dan
konsultan teknik.
Ketua Program Studi Aeronotika dan Astronotika saat ini adalah Dr. Taufik Mulyanto.
Kontak
Program Studi Aeronotika Astronotika
Fakultas Teknologi Industri, ITB
Gedung Labtek II lt 3
Jl. Ganesa 10 Bandung 40132
Telp : (022)-2504529 || Fax: (022)-2534164
E-mail : info@ae.itb.ac.id || http://www.ae.itb.ac.id
29
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
Semester 1
Kode kuliah Mata kuliah SKS
MA1101 Kalkulus IA 4
FI1101 Fisika Dasar IA 4
KI1101 Kimia Dasar I A 3
KU1101 Konsep Pengembangan Ilmu Pengetahuan 2
KU1001 Olah Raga 2
KU102X Bahasa Inggris 2
Semester 2
MA1201 Kalkulus IIA 4
FI1201 Fisika Dasar IIA 4
KI1201 Kimia Dasar II A 3
KU1201 Sistem Alam & Semesta 2
KU1072 Pengenalan Teknologi Informasi B 2
KU1011 Tata Tulis Karya Ilmiah 2
MS1210 Statika Struktur 2
Semester 3
AE2101 Pengenalan Teknik Dirgantara 2
MA2032 Kalkulus Vektor 3
AE2103 Rekayasa Termal 4
MS2111 Mekanika Kekuatan Material 3
AE2121 Material Pesawat dan Metode Manufaktur 1 3
AE2141 Menggambar Teknik 2
KU206X Agama dan Etika 2
Semester 4
MA2022 Aljabar Linear Elementer B 3
AE2211 Mekanika Fluida 3
AE2212 Aerodinamika Pesawat Udara 2
AE2221 Kinematika dan Dinamika 3
AE2222 Material Pesawat dan Metode Manufaktur 2
EL2242 Dasar Elektronika (AE) 3
KU2071 Pancasila dan Kewarganegaraan 2
30
2.6. Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Semester 5
MA3073 Persamaan Diferensial 3
AE3111 Aerodinamika 1 3
AE3121 Getaran Mekanik 3
AE3122 Analisis dan Perancangan Struktur Ringan 1 3
AE3131 Prestasi Terbang 3
AE3161 Astrodinamika 3
Semester 6
AE3201 Statistika 2
AE3211 Aerodinamika 2 3
AE3212 Propulsi Pesawat Terbang 3
AE3221 Analisis dan Perancangan Struktur Ringan 2 2
AE3231 Dinamika Terbang 3
AE3241 Sistem Transportasi Udara 3
AE3242 Sistem Pesawat Udara 2
Semester 7
AE4041 Perancangan Pesawat Udara 3
AE4131 Navigasi dan Panduan Terbang 2
AE4132 Teori Kendali 3
AE4141 Rekayasa Perawatan Pesawat Udara 2
AE4001 Aspek Lingkungan Teknik Dirgantara 2
Semester 5
AE4090 Tugas Akhir 5
AE4091 Kerja Praktek 1
TI4004 Managemen Industri 2
Lokasi: Laboratorium Struktur Ringan PPAU ITB, Labtek II lantai dasar (hanggar)
Fasilitas: Mesin uji tekan, mesin uji lentur sayap, mesin uji impak, superkomputer
Fasilitas: Simulator WiSE (Wing in Surface Effect) hasil kerjasana FTMD dengan BPPT
Publikasi/produk/proyek: Simulator ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memahami gerak dan
gaya yang terjadi pada WiSE oleh mahasiswa.
Laboratorium komposit
31
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
Item
Kode kuliah Mata kuliah SKS
AE4011 Lapisan Batas 3
AE4012 Aerodinamika Komputasi 3
AE4013 Aerodinamika Eksperimental 3
AE4014 Aerodinamika Tak Stasioner 3
AE4015 Aerodinamika Propulsi 3
AE4016 Aerodinamika Kecepatan Tinggi 3
AE4021 Mekanika Struktur Komposit 3
AE4022 Metoda Elemen Hingga 3
AE4023 Teori Kestabilan Struktur 3
AE4024 Kelelahan dan Tenggang Cacat Struktur 3
AE4025 Beban Pesawat Udara 3
AE4026 Optimisasi Struktur 3
AE4027 Pemrograman CAD 3
AE4031 Prestasi Terbang Lanjut 3
AE4032 Dinamika Terbang Lanjut 3
AE4033 Kendali Terbang Otomatik 3
AE4042 Optimisasi Perancangan 3
AE4043 Kelaikan Udara 3
AE4051 Teknik Keandalan 3
AE4052 Manajemen Keselamatan Penerbangan 3
AE4054 Sistem Bandar Udara 3
AE4055 Perencanaan Operasi Penerbangan 3
AE4056 Manajemen Perawatan Pesawat Udara 3
AE4061 Astrodinamika Lanjut 3
AE4062 Dinamika dan Pengendalian Satelit 3
AE4063 Mekanika Terbang Roket 3
32
2.6. Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
33
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
34
2.6. Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
35
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
36
2.6. Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
37
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
38
2.7. Mengenal dosen lebih dekat
39
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
3
Dr. Ir. Toto Indriyanto, M.Sc.
Setelah lulus Tahap Persiapan Bersama (TPB) tahun 1988 saya memutuskan mengambil kuliah di
Teknik Penerbangan di bawah jurusan Teknik Mesin. Sejak kecil saya suka dengan dunia penerbangan
dan teknologi.
Di Jurusan Teknik Penerbangan, mata kuliah yang saya sukai adalah mekanika terbang. Dulu
almarhum Pak Said Jenie sering membawa model pesawat untuk diperagakan di muka kelas. Ketika
itu, kami jadi punya bayangan antara parameter-parameter mekanika terbang yang beliau jelaskan
dengan sikap terbang pesawat. Bagi saya pribadi, beliau adalah dosen yang paling berkesan baik secara
personal maupun akademik.
Banyak sekali pengalaman berkesan di Teknik Penerbangan. Saya kira setiap tahun ada saja yang
berkesan. Salah satunya adalah pada waktu kami menggalang dana untuk memperingati 25 Tahun
Penerbangan dulu. Saya berdua dengan seorang teman berangkat ke IPTN berboncengan motor.
Kami kehujanan basah kuyup dari lutut ke bawah. Sesampainya di IPTN, kami masuk ke ruangan
Prof. Sulaeman Kamil yang berkarpet tebal. Kami memang sudah punya janji untuk bertemu Pak
Kamil dan mendapat uang sumbangan. Lama juga menunggu beliau, sampai-sampai celana kami yang
basah jadi kering. Dan, kami tidak mendapat uang sumbangan tersebut karena persetujuan dari Prof.
Habibie belum keluar.
Setelah lulus dari Penerbangan, saya tertarik jadi dosen karena selain mengajar kami juga dapat
bekerja paruh waktu di IPTN. Jadi, selain dapat memperdalam teori dan mengajar di kelas, kami juga
mengaplikasikan ilmu ke dunia nyata. Saat ini kita juga bisa part-time sih. Tapi aplikasinya ke bidang
yang lain.
Di ITB, saya mengajar Prestasi Terbang, Navigasi dan Panduan Terbang, Teknik Simulasi Terbang,
Mekanika Terbang Roket dan Matematika Lanjut II.
Dalam mencapai prestasi di dunia akademik saya secara sederhana berpegang pada tiga hal:
dedikasi, doa dan nasib. Saya sendiri berharap bahwa pendidikan penerbangan di Indonesia semakin
maju di masa mendatang. Lulusan Penerbangan ITB dapat mengamalkan ilmu secara maksimal untuk
kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
3
E-mail: t.indriyanto@ae.itb.ac.id
40
2.8. Kisah Pesawat Jet MiG-21
Gambar 2.16: Layout pesawat Mig. Gambar 2.17: Pesawat MIG di ITB.
Pesawat ini termasuk jet pemburu paling mutakhir di jamannya. Ia mampu mengejar laju pesawat
pembom strategis Amerika B-52 Stratofortress yang terbang mendekati 1 mach. Pesawat ini memiliki
daya dorong 5.950 kilogram dari sebuah mesin turbojet Tumansky R-11-F2-300 yang mampu mem-
buatnya terbang menanjak sampai ketinggian 20,000 meter, jarak tempuh 1800 km dan pada posisi
mendatar bisa mencapai 2 kali kecepatan suara (> 2 Mach). MiG-21 dilengkapi senjata kanon 30
mm dan dua rudal K-13A. Pesawat ini sengaja diterbangkan dari Darwin ke Filipina untuk misi-misi
intelijen. Dari ketinggian 70.000 kaki, teridentifikasi oleh pilot beserta kru deretan jet tempur dan
pembom.
TNI-AU menyumbangkan sebuah pesawat MiG-21 pada 1973. Ketika itu, pesawat MiG-21 yang
disumbangkan baru menjalani 10 jam terbang. Prof. Harijono Djojodihardjo mengusahakan penem-
patan pesawat MiG-21 ini di labtek II ITB. Karena kekurangan dana, pesawat MiG-21 tidak dapat
dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Tetapi pada 1994, Dr. Said Jenie (almarhum) berhasil mendap-
atkan bantuan dari IPTN untuk menghidupkan kembali semua sistem MiG-21, kecuali sistem propulsi
dan persenjataan.
Di ITB, MiG-21 kini dijadikan alat peraga untuk perkuliahan sistem dasar pesawat udara. Dari
pesawat itu mahasiswa teknik penerbangan dapat mempelajari sistem kendali hidro-mekanikal, sistem
elektrik, sistem roda pendarat, sistem propulsi, dan sistem avionika. Saat ini pesawat karya Mikoyan
dan Gurevich ini hanya tersisa tiga unit di Indonesia, yaitu di Museum Dirgantara Jakarta, Museum
Dirgantara Bandung, dan di ITB.
Pesawat ini turut memeriahkan Aero Expo ITB 2010 dalam acara Open Hangar MiG-21. Open
Hangar berlangsung pada Jumat-Sabtu 29-30 Oktober 2010. Dalam Open Hangar ini pengunjung mem-
peroleh penjelasan mengenai sejarah pesawat MiG-21, cara menerbangkan pesawat, dan komponen-
komponen dalam pesawat ini. Selain itu, pengunjung dapat duduk dan berfoto di kokpit pesawat
MiG-21 untuk merasakan bagaimana menjadi pilot pesawat tempur. Ketua Aero Expo 2010 Saladin
Siregar mengatakan bahwa kegiatan Open Hangar dapat menumbuhkan cinta bangsa Indonesia ter-
hadap dunia penerbangan sehingga bisa terus maju. Selain itu, agar masyarakat khususnya generasi
41
Bab 2. Aeronautika & Astronautika ITB
muda mengetahui pada masa Presiden Soekarno, Indonesia pernah memiliki pesawat yang canggih
pada masa itu.
42
Bab 3
Alumni dan Prestasi
43
Bab 3. Alumni dan Prestasi
1 2
3.1 Prof. Ir. Harijono Djojodihardjo, Sc.D. (MS/PN58)
Prof. Harijono Djojodihardjo lahir di Surabaya
pada tanggal 29 April 1940. Pada masa perang
kemerdekaan itu, demi keselamatan keluarga,
ayah beliau memboyong seluruh keluarga untuk
hidup berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain
di pulau Jawa. Mulai dari Malang, Madiun, Yo-
gyakarta, Mojokerto hingga Jakarta. Prof. Har-
ijono pun seringkali pindah sekolah dasar (wak-
tu itu dikenal dengan nama SR atau Sekolah
Rakjat). Pada masa penjajahan Jepang tahun
1942 hingga 1945, ayah beliau bahkan pernah di-
tangkap tentara Jepang, dan ketika ayah beliau
hendak diasingkan ke luar Indonesia, presiden per- Gambar 3.1: Prof. Harijono.
tama Ir. Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus, beberapa hari
setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Pengasingan itu pun batal. Keluarga Prof.
Harijono akhirnya menetap di Jakarta, dan akhirnya beliau masuk sekolah menengah pertama (SMP)
di sana, dan menyelesaikan pendidikan di SMP dan SMA Kanisius (Canisius College), daerah Menteng,
Jakarta.
Setelah lulus dari SMA Kanisius tahun 1958, Prof. Harijono melanjutkan kuliah di jurusan Teknik
Mesin, Institut Teknologi Bandung, yang ketika itu masih disebut sebagai Fakultas Teknik Universitas
Indonesia tahun pertama. Sebenarnya, sejak SMP Prof. Harijono sudah berminat dengan Teknik
Penerbangan. Namun, karena ITB tidak mempunyai jurusan tersebut, beliau akhirnya mengambil
jurusan Teknik Mesin. Empat tahun kemudian, beliau berhasil meraih gelar Insinyur (Ir.), dan bekerja
sebagai asisten dosen sampai tahun 1963.
Prof. Harijono mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat (AS), dan berhasil memperoleh gelar
Master of Science in Mechanical Engineering dari University of Kentucky pada 1964 di bawah bimbingan
Prof. J.F. Thorpe. Profesor Thorpe kemudian menjabat sebagai Head of Aeronautics & Astronautics
Department di University of Cincinnati. Prof. Harijono menyelesaikan thesis S2 dalam bidang dinamika
fluida (fluid dynamics) yang saat itu di AS dikategorikan ke dalam kelompok thermo-sciences.
Prof. Harijono kemudian pergi ke pantai timur Amerika, dan melanjutkan studi di Massachusetts
Institute of Technology (MIT). Di MIT, beliau menyelesaikan thesis Mechanical Engineer (M.E.) pada
1965 sambil bekerja paruh waktu di Laboratorium Turbin Gas MIT di bawah bimbingan Prof. Edward S.
Taylor. Beliau kemudian mendapatkan gelar Master of Science (S.M.) dalam bidang Naval Architecture
& Marine Engineering pada 1966.
Setelah itu, Prof. Harijono melanjutkan studi doktoral di MIT di Departemen Aeronotika dan As-
tronotika dan mendapat gelar Doctor of Science (Sc.D.) pada 1969 di bawah bimbingan Prof. Holt
Ashley. Pada waktu Prof. Ashley pindah ke Universitas Stanford enam bulan kemudian, bimbingan
doktoral dilanjutkan oleh Prof. Sheila Widnall. Disertasi doktoral yang dikerjakan beliau adalah A nu-
merical method for the calculation of nonlinear unsteady lifting potential flow problems yang diterbitkan
di AIAA Journal pada tahun 1970.
Pada masa itu, beasiswa pemerintah Indonesia untuk studi pascasarjana di AS diperoleh dari AID
(Agency for International Development) Amerika Serikat. Beasiswa ini hanya diberikan untuk tiga
tahun dan tidak dapat diperpanjang. Selanjutnya, untuk menyelesaikan studi doktoral, beliau mencari
pembiayaan dengan dengan bekerja sebagai Research Assistant (asisten riset) di Laboratorium Struktur
dan Aeroelastisitas MIT. Dengan demikian, keinginan Prof. Harijono untuk mengambil bidang khusus
1
Setelah pensiun dari ITB, Prof. Harijono mengajar diberbagai universitas di dalam dan luar negeri. Saat ini Prof.
Harijono mengajar di Universitas Putra Malaysia (UPM).
2
Wawancara oleh Yanyan Tedy Supriadi & Agung Wulan Piniji dan dituliskan oleh Arief Yudhanto.
44
3.2. Prof. Dr. Ir. Sulaeman Kamil (MS/PN63)
aeronautika dan astronautika dapat terlaksana. Pada awalnya, studi beliau ditujukan untuk mendalami
bidang termodinamika yang saat itu sesuai dengan pengarahan yang diberikan oleh Prof. M. Samudro
(almarhum), Ketua Departemen Bagian Mesin ITB. Di AS, bidang dinamika fluida pada waktu itu
masih suatu disiplin khusus dalam termodinamika. Setelah menyelesaikan disertasi doktoral, beliau
harus menunggu pemberian ijazah Sc.D., dan Prof. Harijono kemudian bekerja sebagai Research
Associate di Laboratorium Measurement Systems Laboratory selama tiga bulan. Beliau melakukan
penelitian di bawah bimbingan Dr J. Vinti dalam bidang geodesi satelit.
Sekembalinya dari AS, Prof. Harijono langsung bergabung kembali dengan ITB dan bekerja sebagai
dosen Teknik Mesin dan sub-jurusan Teknik Penerbangan dari tahun 1969 sampai 2005. Karena telah
kuliah dan mengajar di ITB selama hampir 40 tahun, beliau menganggap ITB laksana ’rumah’ tempat
beliau dibesarkan dan sudah menganggapnya sebagai rumah untuk melaksanakan purna-bakti setelah
pensiun. Pada tahun 2010, beliau memperoleh sertifikasi Insinyur Profesional Utama dari PII. Beliau
telah memperoleh penghargaan Satya Lencana pada tahun 1994, Bintang Jasa Utama pada tahun 1996
dari Pemerintah Indonesia dan Bintang Mahaputra Utama pada tahun 1999 dari Presiden Republik
Indonesia
Selain mengajar di ITB, Prof. Harijono juga memegang sejumlah jabatan penting, di antaranya
Kepala Pusat Teknologi Dirgantara LAPAN (1975-1982), Wakil Direktur (Vice-President) bidang Riset
dan Pengembangan Industri Pesawat Terbang Nusantara (PMTP-IPTN, kini bernama PT Dirgantara
Indonesia) (1989-1994); Ketua Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN) (1999-2000); Deputi
Kepala BPPT Bidang Pengembangan Teknologi BPPT (1991-1998); staf ahli Wakil Presiden bidang
teknologi (April- Mei 1998) dan Inspektur Jenderal Pembangunan (Irjenbang) Bidang Teknologi dan
Industri Strategis (Mei 1998-Januari 1999) pada masa kepemimpinan Presiden BJ Habibie (1998-1999).
Beliau juga telah dipilih oleh United Nation Committee on Peaceful Uses of Outer Space sebagai
Second Vice-President dan Rapporteur untuk masa sidang tahun 2000, 2001 dan 2002. Sampai saat
ini beliau bertugas sebagai sebagai anggota Program Committee ICAS (International Council of the
Aeronautical Sciences) sejak tahun 1990 (diusulkan oleh Prof. Boris Laschka, Presiden ICAS masa
bakti 1988-1990) untuk panel Materials & Structures, dan International Astronautical Federation/
International Astronautical Congress sejak tahun 2002, juga untuk bidang Materials & Structures
(atas saran Prof. Peter Bainum dan alm. Prof. Paolo Santini). Sejak tahun 2004, beliau diangkat
sebagai anggota International Academy of Astronautics.
Setelah pensiun dari ITB pada 2005, Prof. Harijono diminta oleh Universitas Al-Azhar Indonesia
untuk membantu pengembangan universitas tersebut. Setelah pensiun dari Universitas Al-Azhar pada
tahun 2010, beliau membaktikan dirinya untuk melaksanakan tugas pendidikan tinggi di Malaysia.
Beliau tetap mengajar bidang yang disukainya, yaitu teknik penerbangan.
Prof. Harijono berpesan kepada para lulusan ITB, khususnya teknik penerbangan, agar melak-
sanakan dharma baktinya sesuai dengan hati nuraninya, tetap tekun dan teguh dalam mencapai cita-cita
dan wawasan dharma baktinya. Berdasarkan pengalaman dan nalar, agar sukses dan mampu berkem-
bang di bidang masing-masing ada satu pesan yang disampaikan beliau: pahami terlebih dahulu hal-hal
yang paling fundamental (dasar).
3
3.2 Prof. Dr. Ir. Sulaeman Kamil (MS/PN63)
Saya masuk Departemen Mesin, Institut Teknologi Bandung, pada 1961. Pada 1963, saya mulai kuliah
di sub-jurusan Teknik Penerbangan. Orangtua saya mendukung sepenuhnya pilihan saya, paman saya
menasihati agar kalau nanti membuat pesawat terbang, saya jangan ikut terbang di dalam pesawat
prototipe rancangan kami. Ketika itu saya mengiyakan saja walaupun ragu akan adanya kesempatan
untuk merancang dan membangun pesawat sendiri. Saya teringat nasihat itu lagi ketika pada tahun
3
Setelah pensiun dari ITB, Prof. Kamil melanjutkan karirnya menjadi senior engineer di Boeing Co., Everett, USA
sampai saat ini.
45
Bab 3. Alumni dan Prestasi
1980-an saya bersama Pak Said Jenie meminta ijin kepada Pak Habibie untuk dibolehkan ikut terbang
dalam prototipe pesawat CN-235 yang ikut kami kembangkan di IPTN.
Saya menyukai semua bidang ilmu yang berkaitan dengan teknik penerbangan, terutama karena
ilmu-ilmu tersebut saling terintegrasi dan berinteraksi menuju satu tujuan yang sama: sebuah wahana
yang harus ringan tapi aman, misalnya pesawat terbang. Meminjam istilah almarhum Pak Said Jenie,
highly complicated and highly integrated.
Kegemaran saya mempelajari ilmu pengetahuan rupanya juga didapat dari almarhum Ayahanda
Ir. R. Nizar Kamil. Beliau bekerja sebagai Kepala Lembaga Penelitian Hasil Hutan di Departemen
Kehutanan, Pasir Kuda, Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 1950-an, beliau sudah rajin membaca ma-
jalah Popular Mechanics, sementara almarhumah ibunda Nani Suryani Suryaningrat juga berlangganan
majalah Reader’s Digest.
Di teknik penerbangan, saya kemudian mengkhususkan diri memperdalam bidang Struktur Ringan
dan Material (lightweight structures and materials) sebagai salah satu bagian dari teknik penerban-
gan. Minat ini memang sejalan dengan kesenangan saya terhadap kuliah-kuliah jaman dahulu yang
bernama Ilmu Pesawat (ternyata guru ini adalah ayahanda Dr. Ir. M. Giri Suada, yang hampir
tiga dekade kemudian menjadi kolega saya di Teknik Penerbangan ITB), Ilmu Ukur Ruang, Ilmu
Ukur Lukis, meskipun saya sebenarnya kurang menyukai Aljabar dan Ilmu Ukur Sudut (Goniometri).
46
3.2. Prof. Dr. Ir. Sulaeman Kamil (MS/PN63)
Saya dikirm pak Habibie untuk mengunjungi beberapa pabrik pesawat di Eropa untuk melihat sendiri
bagaimana mereka melaksanakan fatigue test. Saya teringat nasihat Pak Habibie kepada kami bahwa
dalam masalah struktur pesawat ada pepatah the devil is in the detail, terjadi waktu ada crack yang
besar dimulai dari salah satu lubang baut.
Dengan dua kaki berdiri di ITB dan IPTN saya merasa sangat beruntung. IPTN mengundang
profesor ternama dari Jerman dan Belanda untuk memberikan dasar-dasar teknologi penerbangan. Saya
jadi mengenal antra lain Prof. Jaap Schijve (profesor emeritus dari TU Delft, Belanda) yang bukunya
mengenai Fatigue of Materials sampai sekarang digunakan sebagai referensi di Amerika Serikat.
Saya mengikuti kuliah tentang komposit pertama kali di Ohio State University, masih berupa pen-
genalan material dan metode manufaktur, yang diberikan oleh Prof. Henry R. Velkoff, teman pelopor
pesawat terbang dunia Igor Sikorsky. Kembali dari Amerika, saya mengenal Prof. Huba Öry dari Jer-
man yang memperkenalkan kami di ITB dan IPTN kepada analisis struktur komposit. Selanjutnya,
saya jadi lebih mengerti komposit karena dikirim IPTN mengikuti kursus seminggu di California dari
Dr. Stephen Tsai dari Stanford University (ingat Tsai-Hill failure theory ). Setelah itu saya jadi berani
membimbing tugas akhir Pak Bambang Kismono Hadi menganalisis konsentrasi tegangan pada pelat
komposit berlubang pada pertengahan 1980an dan kemudian minta tolong Pak Bambang untuk men-
ganalisis struktur komposit pada Vertical Stabilizer CN-235. Saya juga pernah mengenal Prof. Kuen
Y. Lin dari University of Washington, USA (ingat Mar-Lin Fracture Model yang dipakai di industri
pesawat terbang untuk mendesain komposit). Dalam rangka mengisi masa pensiun, saya menangani
masalah-masalah teknis di Boeing 777 Fleet Support, terutama untuk primary structures yang dibuat
dari carbon-fibre reinforced-plastic (CFRP) composite. Saya harus memberikan solusi perbaikan (re-
pair ) akibat kerusakan besar (major damages) yang tidak dibahas oleh SRM, misalnya karena sambaran
halilintar, delaminasi, benturan dengan ground support, ditembus karena pecahan ban dan kerusakan-
kerusakan lain. Saya harus memberikan solusi secepat mungkin karena pesawatnya menunggu untuk
melanjutkan penerbangan; pernah saya harus ke kantor jam 00:30 dan menghitung di kantor karena
harus memberikan solusi sebelum jam 04:00. Tapi saya selalu ingat pentingnya keselamatan (safety )
penerbangan sebagaimana nasihat Pak Habibie the devil is in the details.
Saya juga mengenal Prof. OH Gerlach, di Paris Airshow beliau bertanya tentang pemasangan
profil horizontal stabilizer di pesawat CN-235 yang dipamerkan. Saya katakan bahwa profilnya sen-
gaja dipasang terbalik supaya gaya angkat mengarah ke bawah pada waktu cruising, saya dapatkan
pengetahuan itu dari bukunya Prof. JB de Jonge, teman beliau sendiri di Delft.
Saya mengenal Prof. Meyer Jens yang pernah terlibat beberapa kali dalam mendesain pesawat ter-
bang. Beliau mengatakan kepada Pak Mochayan bahwa kunci bagi insinyur muda untuk dapat menimba
pengalaman sebanyak-banyaknya adalah melakukan perhitungan beberapa konfigurasi pesawat sebagai
latihannya.
Pada masa persiapan pensiun saya berada di Amerika, saudara Wafiqni masih tetap ingin saya
bimbing walaupun jarak jauh, sehingga ujian lisannya saya uji dari rumah di apartemen yang terletak
dibelahan dunia yang lain dengan beda waktu hampir 12 jam. Alhamdulillah, dia dan temannya lulus.
Dia bekerja di IPTN dan motivasinya adalah membangun industri dirgantara Indonesia untuk lebih
maju. Amin, semoga terkabul cita-cita luhurnya.
Karir utama saya adalah staf pengajar di jurusan Teknik Penerbangan ITB, dan sejak tahun 1978
saya mulai bekerja dengan sebelah kaki di ITB dan sebelah kaki di IPTN, yang kemudian diteruskan
dengan sebelah kaki di ITB dan sebelah kaki di Kantor Ristek. Jumlah staf pengajar makin bertambah,
dan kuliah yang menjadi tanggung jawab saya telah ditangani oleh dosen muda yang lebih dalam
pengetahuannya. Diakhir masa bakti saya masih tetap mengajar matakuliah Beban Pesawat yang
diktatnya diluar dugaan dikerjakan dengan sangat baik oleh Arief Yudhanto yang kemudian bersedia
jadi asisten saya. Alhamdulillah diktat ini terus dikembangkan oleh Dr. Hendri Syamsudin.
Diktat itu merupakan kumpulan pengetahuan-pengetahuan minimum yang perlu dimiliki oleh sar-
jana struktur ringan: aerodinamika, mekanika terbang, longitudinal static stability, flight control, struk-
tur ringan dan material, aeroelastisitas, dan regulasi. Saya bermaksud menulis buku berdasarkan diktat
47
Bab 3. Alumni dan Prestasi
tersebut, yang sampai sekarang belum berhasil. Saya akan coba menulis lagi, versinya berbahasa Ing-
geris sementara versi bahasa Indonesia mungkin minta bantuan dari Pak Arief lagi.
Ada satu hal yang agak mengganjal saya selama ini. Keterangan Pak B.J. Habibie mengenai pent-
ingnya detail dalam masalah struktur pesawat terbang terasa waktu diberi tugas menangani Fleet
Support. Karena semua komponen dan bagian struktur yang besar dan yang sangat kecil harus dianal-
isis, jumlah dokumennya sangat banyak dan jumlah stress analyst-nya banyak sekali, khususnya untuk
pesawat baru atau improvement. Saya himbau kepada Departemen Aeronotika dan Astronotika untuk
menambahkan kuliah semacam Elemen Mesin di kurikulum Teknik Penerbangan (lihat buku Analysis
and Design of Flight Vehicle Structures, karya Elmer F. Bruhn, Chapter C dan Chapter D; misalnya
static, fatigue dan damage tolerance analysis dari fasteners dan fitting sangat penting baik untuk
logam maupun untuk komposit). Lulusan Teknik Penerbangan hendaknya bisa bekerja sebagai stress
analyst di seluruh dunia. Amin.
4
3.3 Dr. Ir. Sri Bintang Pamungkas (MS/PN64)
Sri Bintang Pamungkas lahir di Tu-
lungagung, Jawa Timur, pada 25 Ju-
ni 1945. Ayahnya bernama Moenadji
Soerjohadikoesoemo, dan bekerja seba-
gai hakim. Ibunya bernama Soekarti-
nah. Setelah lulus dari SMA Negeri I
Surakarta pada tahun 1964, Sri Bin-
tang lulus diterima di Jurusan Mesin
ITB. Beliau kemudian memilih sub-
jurusan Teknik Penerbangan. Selain
kuliah, beliau juga aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan. Beliau pernah men- Gambar 3.3: Dr. Sri Bintang Pamungkas.
jadi Ketua Biro Pendidikan Himpunan
Mahasiswa Mesin (1967-1979) dan Anggota Komisi Pendidikan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa
(1966-1968). Pada 1971, beliau berhasil meraih gelar sarjana teknik penerbangan dengan tugas akhir
berjudul “A Study on Gyro-Dynamics” di bawah bimbingan Prof. Harijono Djojodihardjo.
Setelah lulus dari ITB, Sri Bintang bekerja di pabrik perakitan sepeda motor Honda milik Astra, PT.
Federal Motor. Beliau bekerja hingga mencapai jenjang engineering manager, dan keluar pada 1974.
Pada saat bekerja di Astra, beliau juga bekerja sebagai konsultan di Lembaga Manajemen Fakultas
Ekonomi UI (1972 - 1974). Di samping itu, pada tahun 1974-1977, beliau bekerja sebagai instruktur
pada Program Perencanaan Nasional.
Beliau kemudian berangkat ke Amerika Serikat untuk melanjutkan studi S2 di University of Southern
California dalam bidang Teknik Industri. Beliau meraih gelar MSISE (Master of Science in Industrial
System Engineering) pada tahun 1979. Beliau kemudian belajar manajemen bisnis, dan dari situlah
beliau tertarik belajar ekonomi. Atas bantuan Georgia Institute of Technology beliau dapat mengikuti
program doktor di Iowa State University. Beliau meraih doktor setelah mempertahankan disertasi
berjudul “Medium-term Dynamic Simulation of the Indonesian Economy” pada tahun 1984.
48
3.3. Dr. Ir. Sri Bintang Pamungkas (MS/PN64)
Beliau bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Teknik Universitas Indonesia pada 1992. Aktivitas
di luar kampus masih dijalaninya. Ketika ICMI berdiri, beliau terpilih sebagai anggota Dewan Pakar.
Beliau juga aktif sebagai anggota Dewan Arbitrase Indonesia sejak tahun 1993.
Sri Bintang pernah menerbitkan buku-buku teknik yaitu Getaran Mekanik (1975), Metode Numerik
(1989), Manajemen Industri(1990), Teknik Sistem (1992). Selain itu, beliau juga rajin menulis artikel
di media massa soal hak asasi manusia, ekonomi, demokratisasi, pendidikan, industri, sumber daya
manusia dan koperasi. Buku populernya berjudul Pokok-pokok Pikiran Sri Bintang sebanyak tiga jilid
(1994). Selain menulis, beliau juga aktif sebagai pembicara di seminar. Hobinya menulis, berkebun,
jalan-jalan bersama keluarga dan mengatur rumah.
49
Bab 3. Alumni dan Prestasi
Pengadilan memenangkan gugatan Bintang lewat Putusan PTUN Nomor 217 /G.TUN/ 2002
/PTUN.JKT tanggal 14 April 2003. Putusannya antara lain Keputusan Mendiknas Juwono harus
dicabut, Bintang harus direhabilitasi dan diaktifkan kembali sebagai PNS pada kedudukan semula mu-
lai Mei 1997, dan Bintang diberi kenaikan pangkat secara otomatis terhitung sejak kenaikan pangkat
terakhir pada 1 Oktober 1992.
Menanggapi hal itu, Mendiknas mengajukan banding ke PTTUN. Sayangnya, PTTUN justru men-
gukuhkan Putusan PTUN. Akhirnya, Mendiknas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya
semakin memperkuat posisi Bintang dengan menolak Kasasi Mendiknas dan mengukuhkan putusan
pengadilan pada tingkat yang lebih rendah. Hal itu tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung RI
No.29 PK/PID/ 2002 tanggal 17 Juli 2006.
Baik surat maupun upaya untuk bertemu pihak Badan Kepegawaian Negara (BKN) pun sudah
dilakukan. Namun, menurut Bintang, Kepala BKN tampaknya enggan menerima. Dengan bantuan
kuasa hukum dari Mohamad Assegraf Law Firm, ia menyampaikan somasi yang ditujukan kepada
Kepala BKN dan Mendiknas M Nuh pada 26 Januari 2011. Kemudian, pada 9 Februari 2011, ia
mengajukan permohonan eksekusi atas putusan PTUN pada 2002.
Pihak termohon meminta waktu satu minggu untuk mengajukan keberatan. Dalam tempo sehari,
Kepala BKN telah memberikan tanggapan yang menyatakan bahwa BKN tidak ada hubungan dengan
Putusan PTUN itu karena tidak dalam posisi sebagai tergugat.
Dua hari kemudian, pada 11 Februari 2011, muncul tanggapan resmi Mendiknas yang menyatakan
kenaikan pangkat otomatis Bintang tidak bisa dipertimbangkan. Atas dasar itulah, Bintang lantas
mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta terhadap Kepala BKN pada 24 Maret lalu. Ia menuntut SK
pensiunnya pada 1 Juli 2010 diganti dan ia dapat memperoleh pangkat otomatis. Namun, ia melihat
kemungkinan litigasi akan sangat kecil mengingat upayanya untuk bertemu Kepala BKN selalu menemui
jalan buntu.
50
3.5. Ir. Sulistyo Atmadi, MSME (MS/PN69)
Gambar 3.4: Prof. Said saat wisuda dari Gambar 3.5: Prof. Said bersama Prof.
MIT(1982). Habibie.
TU Delft. Pendirian LIFT juga dibantu oleh dua asistennya, yaitu Dr. Hari Muhammad (asisten dosen,
ITB) dan Ir. Bagus Eko (Flight Test Engineer, IPTN). LIFT melakukan uji terbang pertama pada
pertengahan 1987 menggunakan pesawat Nurtanio-Wilga 2 Gelatik yang dimiliki ITB dan diurus oleh
organisasi mahasiswa Aerokreasi ITB. Pesawat ini dioperasikan oleh Dipl.-Ing Erwin Danuwinata (Flight
Test Pilot, IPTN), Ir. Bagus Eko dan Ir. Djatmiko (Flight Test Instrumentation Engineer, IPTN).
Pada 18 Oktober 1988, latihan terbang pertama dilakukan dengan membawa dua orang mahasiswa.
KBK Mekanika Terbang juga melayani kuliah Mekanika Terbang Roket dan Astrodinamika (Mekanika
Orbital) agar mahasiswa memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar teknologi antariksa. Ketika itu, dua
kuliah tersebut wajib diambil oleh insinyur yang akan bekerja di LAPAN atau Divisi Pertahanan IPTN.
Di IPTN, Prof. Said menjadi Kepala Pengembangan Uji Terbang dan Sertifikasi untuk Program CN-
235. Pada 1995, Prof. Said ditunjuk sebagai Kepala Pusat Uji Terbang untuk Program N-250. Karena
program sertifikasi N-250 berhenti pada 1997, Prof. Said kembali ke ITB dan mendirikan jurusan Teknik
Penerbangan ITB, lepas dari jurusan teknik mesin. Prof. Said menjadi ketua jurusan yang pertama.
Pada 1998, Prof. Said ditunjuk sebagai Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa. Prof. Said diangkat sebagai guru
besar Teknik Penerbangan ITB pada 2000. Prof. Said menjadi kepala BPPT pada 2006 sampai 2008.
Selain itu, Prof. Said juga anggota Dewan Komisaris PT Dirgantara Indonesia (2002-2008).
Pada 1994, Prof. Said meraih ASEAN Engineering Awards. Pada 2007, Prof. Said memperoleh
anugerah Bintang Jasa Utama dari Presiden RI. Prof. Said memiliki saudara kembar bernama Prof.
Umar Anggara Jenie, yang kini menjabat Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sejak tahun
2002.
51
Bab 3. Alumni dan Prestasi
tinggal di Gorontalo mengikuti suaminya. Hanya anak ketiga yang namanya tidak berhubungan dengan
dirgantara atau antariksa. Namanya Aryo Nurman Wardhana. Barangkali Pak Sulis sudah kehabisan
ide. Sekarang Aryo bekerja di PT LEN setelah lulus S2 Elektro ITB di bidang robotika.
Waktu kecil, Pak Sulis sekolah di SDN 15, Solo, bersama-sama dengan almarhum Prof. Said D.
Jenie. Mereka sangat akrab, dan juga dekat dengan kembaran Pak Said, yaitu Prof. Umar Anggoro
Jenie. Ibu-ibu mereka juga dekat. Jika waktu kecil Pak Said dan Pak Umar dididik dengan disiplin oleh
orangtuanya (sampai tiap sore diikutkan les matematika, Bahasa Inggris, sampai les trompet) maka
tiap sore hari Pak Sulis seringnya main layangan, sepak bola atau mancing di sungai.
Sejak kecil, Pak Sulis mempunyai hobi untuk membuat roket. Mencari bahan bakar roket yang
terdiri dari belerang, sendawa dan arang. Belerang dan sendawa diperoleh dari toko jamu Akar Sari di
pasar Singosaren Solo. Pada waktu SMP, Pak Sulis bergabung dengan Pramuka Udara bersama-sama
dengan Prof. Said. Regu nya waktu itu bernama Hercules yang merupakan nama pesawat terbang
buatan Amerika. Regu Pak Sulis sering menang lomba sehingga sering dikirim untuk mengikuti lomba
yang lebih tinggi tingkatnya. Ini semakin menambah kecintaan nya pada dunia dirgantara.
Sekolah nya dengan Pak Said dan Pak Umar tetap sama sampai SMP, yaitu di SMPN 1. Hanya
saja ketika SMA Pak Sulis memilih SMA favorit, yaitu SMAN 1, yang letaknya agak jauh dari rumah.
Prof. Said sekolah di SMAN 5 yang letaknya relatif dekat dengan rumahnya.
Kecintaan Pak Sulis terhadap dunia kedirgantaraan terus berlanjut sampai SMA. Pada saat kelas
3, sewaktu diharuskan membuat paper, Pak Sulis menuangkan angan-angan nya menciptakan roket
dalam bentuk tulisan. Seolah-olah apabila yang di tuangkan dalam paper tersebut dapat dilaksanakan,
maka kita bisa mempunyai roket bertingkat dengan sistem separasinya. Padahal, waktu itu Pak Sulis
belum pernah melihat bagaimana sistem roket bertingkat secara nyata.
Setelah lulus SMA pada 1969, Pak Sulis dan Pak Said berkumpul lagi karena sama-sama kuliah di
ITB. Ketika memasuki jurusan Mesin, kemudian sama-sama memilih sub-jurusan Teknik Penerbangan.
Sesudah lulus dari ITB, Pak Sulis sebetulnya diminta untuk menjadi staf pengajar olek ketua jurusan
mesin yang waktu itu dijabat oleh Pak Sofyan Nurbambang, karena waktu itu dosen di sub-jurusan
Teknik Penerbangan sangat kurang. Hanya ada Prof. O. Diran, Prof. Harijono Djojodihardjo dan Mas
Sugiharto Wahyu Hidayat, dan dosen dari luar ITB seperti dari TNI-AU Pak Marsekal Ir. Sugito, Pak
R.G.W. Sendoek dan lainnya. Namun karena waktu itu Pak Sulis yang memperoleh bantuan dari Lapan
dan beasiswa dari PT. ASTRA, sudah diminta menjadi pegawai Lapan, sehingga untuk sementara waktu
Pak Sulis diperbantukan sebagai dosen di ITB sampai tahun 1984, di mana, berangsur-angsur banyak
dosen yang sudah pulang dari luar negeri, sehingga Pak Sulis kembali ke Lapan dan mulai berkantor di
Lapan Rumpin.
Setelah lulus, Pak Sulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan post-graduate non-degree khusus
Teknologi Antariksa di sub-jurusan teknik penerbangan ITB selama setahun. Pada tahun 1981 men-
dapat kesempatan mengambil S2 di KU Leuven dan Von Karmann Institut, Belgia, dalam bidang
52
3.5. Ir. Sulistyo Atmadi, MSME (MS/PN69)
aerodinamika. Kemudian pada tahun 1990 mengikuti program S3 di ITB. Sayangnya, di tengah pro-
gram S3 nya karena ada peraturan Lapan yang melarang pemegang jabatan struktural untuk merangkap
kuliah, maka terpaksa harus memilih untuk mundur dari program S3. Tidak seperti Pak Anton Adibroto
yang waktu itu sama-sama mengambil S3 di ITB. Beliau, selain masih memegang jabatan struktural
di BPPT sebagai ketua LAGG, masih terus mendapat beasiswa dan diijinkan mengikuti program S3 di
ITB (maaf, Pak Anton, buka rahasia).
Karir Pak Sulis di Lapan dimulai sebagai peneliti, dan sempat duduk dalam tim merancang Terowon-
gan Angin Subsonik Lapan di Rumpin di bawah pimpinan Prof O. Diran. Sempat juga ikut me-reverse
engineering pesawat LT200 yg dibuat oleh Lipnur di bawah pimpinan Prof. Harijono Djojodihardjo dan
ikut serta dalam tim perancang Pesawat XT 400 yang dipimpin oleh Marsekal Soegito. Selanjutnya,
sebagai jabatan struktural yang pertama diberi kepercayaan sebagai Kepala Unit Komputasi dan Per-
ancangan. Pak Sulis dipilih mungkin karena pada umumnya lulusan Teknik Penerbangan suka dengan
komputer, pemograman dan paling senang ngoprek. Seperti juga ketua ikatan alumni kita, Pak Hari
Tjahjono, yang akhirnya berkarir di bidang IT. Mungkin juga karena waktu masih berkantor di ITB,
sering membantu Prof. Harijono Djojodihardjo, yang waktu itu menjabat salah satu direktur di Puskom
ITB, untuk mengajar bidang komputer, antara lain sewaktu mengambil post-graduate di ITB, diserahi
juga tugas mengajar komputer untuk teman-teman seangkatan sendiri.
Berikutnya dari Kepala Unit Komputasi dan Perancangan, Pak Sulis diangkat sebagai Kepala Bidang
Kendali Roket dan Satelit. Kembali pada hal Pendidikan, pada waktu S1, tugas akhir nya mengenai
struktur pesawat terbang menggunakan finite element method. Kemudian ketika S2 di Belgia, mengam-
bil bidang aerodinamika. Kemudian ketika menjabat sebagai Kepala Bidang Kendali Roket dan Satelit,
mengambil S3 di ITB dalam bidang Kendali dan Kontrol Roket, dibawah bimbingan Prof. O. Diran dan
Prof. Said D. Jenie yang merupakan teman seangkatan sendiri. Jabatan struktural berikutnya, Pak
Sulis diangkat sebagai Kepala Pusat Roket dan Satelit, yang ternyata sangat banyak menyita waktu,
sekaligus masih merangkap jabatan Kepala Bidang Kendali Roket dan Satelit.
Prof. Bambang Hidayat (Departemen Astronomi) melihat salah satu paper Pak Sulis, yang meru-
pakan bagian dari penelitian S3 nya. Waktu itu beliau adalah salah satu deputi di Lapan bersama-sama
dengan Prof. O. Diran. Dari paper itu, beliau mengetahui bahwa selain kuliah Pak Sulis juga masih
memegang jabatan struktural di Lapan. Akhirnya, sesuai dengan peraturan yang berlaku, Pak Sulis
diminta untuk memilih apakah tetap memegang jabatan struktural di Lapan, atau meneruskan program
S3. Setelah berkonsultasi dengan pimpinan, Pak Sulis diperintahkan untuk tetap di jabatan struktu-
ral dan cuti dari program S3. Sekarang, Pak Sulis belum pensiun karena jabatan fungsional sebagai
Peneliti Senior di Lapan memungkinkan nya pensiun sampai umur 65 tahun. Jadi, dari segi karir, Pak
Sulis tetap konsisten di bidang penerbangan sejak lulus kuliah hingga sekarang. Menjelang pensiun
ini, kegiatannya banyak memanfaatkan jaringan dengan alumni Teknik Penerbangan untuk membantu
Pusat Teknologi Penerbangan yang baru saja dibentuk di Lapan pada tahun 2011. Antara lain mem-
bantu meningkatkan SDM peneliti Lapan melalui seminar-seminar, seperti Keselamatan Penerbangan,
Computational Fluid Dynamics serta seminar lain yang berkaitan dengan penerbangan. Selain itu ju-
ga merintis kerjasama pendidikan dengan Prodi AA ITB bagi para peneliti muda Lapan. Kerjasama
ini dinamakan program CEA (Credit Earning Activity ) yang memungkinkan para peneliti Lapan un-
tuk menabung SKS sebelum resmi masuk Program S2 di ITB tanpa harus sepenuhnya meninggalkan
pekerjaan di Lapan.
Selain berkarir di bidang Penerbangan, Pak Sulis sempat juga menekuni bidang non-penerbangan,
yaitu energi angin, sebagai spin-off teknologi aerodinamika dan struktur. Sempat mendirikan organisasi
MEAI (Masyarakat Energi Angin Indonesia), dan menjadi pengurusnya. Waktu itu, pengetahuan dan
keterampilan dalam energi angin rasanya cukup memungkinkan sebagai bekal pensiun nya nanti. Karena
jika ingin jualan roket atau satelit setelah pensiun rasanya tidak memungkinkan. Sayangnya, karena
ada re-organisasi di Lapan, di mana bidang energi angin ditiadakan, maka secara formal Pak Sulis harus
kembali menekuni bidang penerbangan sesuai dengan struktur organisasi yang baru.
53
Bab 3. Alumni dan Prestasi
54
3.7. Dr. Ir. Budhi M. Suyitno (MS/PN72)
pengalaman turn around perusahaan, mungkin bekal itu beliau lihat dan beliau percaya saya dapat
merubah Merpati," katanya.
Di sela kegiatannya yang padat, ia masih suka menyempatkan untuk berbagi informasi mengenai
beasiswa pendidikan di luar negeri bagi lulusan baru atau para alumni muda, juga tentang perkemban-
gan teknologi-teknologi paling mutakhir. Tidak hanya itu, ia juga dikenal sangat mendorong alumni
Teknik Penerbangan untuk melengkapi dirinya dengan ilmu-ilmu yang lain, terutama ilmu bisnis dan
manajemen.
Tipe kepemimpinannya adalah memberi motivasi kepada lingkungannya, tidak hanya melalui pen-
didikan tapi juga semangat patriotisme. Mungkin karena semangat patriotisme itulah dia tidak mampu
menolak ketika diberi tugas memimpin Merpati Nusantara Airlines (MNA), dan juga tidak sanggup
berkata tidak ketika Ikatan Alumni Teknik Penerbangan ITB mendapuknya sebagai Ketua Umum yang
pertama.
7
3.7 Dr. Ir. Budhi M. Suyitno (MS/PN72)
Tahukah anda bahwa Ketua Dewan Mahasiswa ITB yang legendaris, Heri Akhmadi, yang terkenal
dengan Gerakan Mahasiswa ITB 1978, adalah wakil dari Pak Budhi M. Suyitno dalam suatu kegiatan
kemahasiswaan di ITB tahun 1976?
Ya, pada tahun 1978, kampus ITB pernah diduduki oleh tentara, dan ini menjadi salah satu peristiwa
politik kampus paling fenomenal di negeri ini. Inilah kali pertama dan terakhir sebuah kampus di
negeri ini diduduki oleh tentara karena perlawanan mahasiswa ITB atas penguasa yang otoriter kala itu
(Presiden Suharto). Pemimpin mahasiswa ITB waktu itu adalah Heri Akhmadi, Teknik Perminyakan
angkatan 1973, yang memenangkan pemilihan langsung Ketua Dewan Mahasiswa ITB tahun 1977.
Setahun sebelumnya, Heri Akhmadi adalah wakil ketua panitia OS (Orientasi Studi) Gabungan selu-
ruh mahasiswa ITB yang diketuai oleh Pak Budhi M. Suyitno, mahasiswa Teknik Mesin/Penerbangan
angkatan 1972. Di mata para penguasa, acara OS Gabungan yang dipimpin Pak Budhi waktu itu juga
penuh nuansa politis. Pawai ribuan mahasiswa dari Gedung Rektorat Jalan Tamansari 64 menuju Kam-
pus ITB Jalan Ganesha 10 membuat panas telinga penguasa karena mereka membawa poster-poster
yang memprotes ketidakadilan dan kesewenang-wenangan penguasa. Itulah protes mahasiswa pertama
yang terjadi di Indonesia setelah kehidupan kampus sempat dibungkam akibat peristiwa Malari 1975.
Kebenaran yang disuarakan mahasiswa waktu itu dianggap penguasa sebagai upaya makar, dan
para pemimpin mahasiswa harus ditangkap dan dipenjarakan! Aparat keamanan lalu menekan Rektor
ITB pada waktu itu, Prof. Doddy Tisna Amidjaja, untuk menyerahkan pemimpin mahasiswa yang
paling bertanggung jawab dalam acara itu: Budhi M. Suyitno dan Heri Akhmadi. Tentu saja Prof.
Doddy Tisna tidak mau menyerah begitu saja. Beliau kemudian melakukan negosiasi yang sangat
alot dengan aparat agar anak didiknya tidak masuk penjara. Akhirnya, dicapailah suatu kompromi:
Pak Budhi dan Heri Akhmadi tidak perlu masuk penjara; tetapi sebagai gantinya, kedua pemimpin
mahasiswa itu di-skors selama 1 semester, dan tidak dibolehkan mengikuti seluruh kegiatan akademik.
Demi menyuarakan kebenaran dan melawan ketidakadilan, Pak Budhi rela menanggung beban yang
tidak ringan, yaitu berupa skorsing politik.
Skorsing politik itu menandai jejak langkah Pak Budhi dalam memperjuangkan kebenaran dan
melawan ketidakadilan yang terus beliau jaga secara konsisten bahkan ketika sudah mencapai puncak
karirnya yang tertinggi sebagai Menteri Perhubungan RI di era Presiden Abdurrahman Wahid (1999-
2001). Perjuangan menegakkan kebenaran itu sudah beliau rintis sejak berkarir dari bawah sebagai
mahasiswa penerima beasiswa dengan status PNS golongan 2B. Perlahan tapi pasti Pak Budhi merintis
karir dari bawah sampai puncak karirnya yang berjalan seperti roller coaster karena keteguhannya
memegang prinsip.
Setelah tidak menjabat sebagai menteri, Pak Budhi pernah turun pangkat sebagai pejabat non-job,
lalu naik lagi sebagai Inspektur Jenderal, sebagai Direktur Jenderal, dan sebagai Staf Ahli Menteri
7
Disarikan oleh Hari Tjahjono.
55
Bab 3. Alumni dan Prestasi
Perhubungan. Tetapi apapun jabatan yang beliau emban, beliau tetap bersemangat memberikan yang
terbaik bagi negeri ini. Itu semua dilakukannya karena kecintaannya yang luar biasa pada republik ini.
Banyak yang sudah beliau capai dan lakukan, tetapi masih banyak juga perjuangannya yang belum
berhasil sampai sekarang.
Salah satu yang membuat beliau geram adalah belum berhasilnya memperjuangkan kedaulatan
kawasaan udara RI yang sampai sekarang masih dikuasai asing. Bertahun-tahun beliau berjuang agar
FIR (Flight Information Region) yang saat ini masih dikuasai Singapura bisa direbut kembali dan
sepenuhnya dikuasai negara Republik Indonesia tercinta. FIR adalah kawasan udara yang dikuasai oleh
badan otoritas suatu negara untuk memberikan pelayanan agar keamanan terbang terjamin. Namun,
aneh bin ajaib, karena kita malah menyerahkan pengelolaan kawasan udara yang sangat penting itu
kepada Singapura! Bertahun-tahun Pak Budhi berjuang dan bertahun-tahun pula Pak Budhi harus
menerima kenyataan pahit karena gagal memperjuangkan kepentingan nasional yang amat penting ini
justru karena ketidakkompakan para pejabat di negeri ini. Pak Budhi berjuang sendirian dan menjadi
kesepian karena harus menghadapi benang kusut yang ada di hadapannya. Saking kusutnya benang
tersebut, bahkan seorang pejabat tinggi sekelas Pak Budhi pun tidak sanggup melawannya.
Tapi Pak Budhi tidak pernah lelah berjuang melawan kemungkaran ini. Beliau konsisten berjuang
tetap dengan idealismenya seperti yang telah ditunjukkan sejak jaman mahasiswa dulu. Beliau terus
berjuang dengan lurus, dan tidak ingin bengkok sedikit pun. Alhasil, banyak sekali benturan-benturan
yang beliau hadapi. Barangkali karena lurus dan kerasnya langkah yang beliau pilih, beliau hanya berta-
han beberapa bulan saja menjabat sebagai Menteri Perhubungan seiring dengan lengsernya Presiden
Gus Dur.
Ketika Gus Dur lengser, Pak Budhi pun ikut dilengserkan dan tidak memegang jabatan apa-apa lagi
untuk beberapa lama. Ketika angin politik berubah, berbagai jabatan kembali beliau pegang mulai dari
Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan, Direktur Jenderal Perhubungan Udara, dan kini beliau
menjadi Staf Ahli Menteri Perhubungan RI. Berbagai jabatan yang beliau emban itu ternyata tidak
menjadi masalah yang berarti bagi pak Budhi. Beliau tidak pernah mempermasalahkan karirnya yang
naik turun seperti itu. Bagi beliau yang penting tetap konsisten berjuang demi bangsa dan negara
ini sesuai dengan kapasitas yang beliau miliki. Kebesaran jiwa Pak Budhi dalam menerima jabatan
apapun itu ternyata telah dilatih sejak masih mahasiswa. Bagi beliau jabatan itu tidak harus dikejar-
kejar. Dan itu dibuktikannya ketika beliau memutuskan tidak mau mencalonkan diri dalam pemilihan
Ketua Dewan Mahasiswa ITB. Padahal, beliau punya kesempatan yang sangat besar, beliau punya
modal politik yang sangat besar untuk terpilih menjadi ketua dewan mahasiswa karena beliau baru saja
selesai menjalani skorsing politik. Skorsing politik akibat keberaniannya melawan penguasa otoriter
tentu saja membuat nama Pak Budhi harum di mata para mahasiswa sebagai pemimpin yang berani
dan bertanggung jawab. Tetapi ternyata Pak Budhi tidak silau dengan jabatan yang amat prestisius itu.
Demi mematuhi titah sang ayah, Pak Budhi rela tidak melanjutkan karir politiknya sebagai pemimpin
mahasiswa.
Pada suatu sore, tiba-tiba ayahanda Pak Budhi sudah berada di kamar beliau di Asrama F ITB.
Sang ayah meminta Pak Budhi tidak lagi terlibat dalam kegiatan politik dan fokus saja menyelesaikan
studinya. Tanpa banyak berpikir ini dan itu, Pak Budhi spontan saja mematuhi titah tersebut, karena
bagi beliau mematuhi perintah orang tua jauh lebih penting daripada mengejar jabatan politik sebagai
ketua dewan mahasiswa. Tanpa reserve, pak Budhi langsung mematuhi permintaan ayahanda dan
melupakan keinginan sebagai ketua dewan mahasiswa salah satu perguruan tinggi paling bersinar di
Indonesia.
Pak Budhi kemudian kembali ke bangku kuliah, dan tekun melanjutkan studinya menyelesaikan tu-
gas akhirnya bersama Prof. Oetarjo Diran. Kembali Pak Budhi menunjukkan totalitasnya dalam bekerja
dan menjadi yang terbaik. Beliau termasuk salah satu mahasiswa pertama di ITB yang mengerjakan tu-
gas akhir yang tergolong sangat canggih pada jamannya, yaitu mengembangkan metoda elemen hingga
(finite element method) dengan menggunakan fasilitas komputer canggih yang pada waktu itu hanya
dimiliki, setidaknya, oleh Pemda DKI dan IBM. Karena tugas akhir ini membutuhkan biaya yang tidak
sedikit, Pak Budhi pun memutuskan menerima beasiswa yang ditawarkan Departemen Perhubungan RI
56
3.8. Dr. Ir. Anton Adibroto (MS/PN72)
sebesar Rp. 20,000 per bulan dan biaya menyelesaikan tugas akhir sebesar Rp 750,000. Sebuah angka
yang sangat besar pada waktu itu. Karena beasiswa itulah, maka setelah lulus dari ITB Pak Budhi
bekerja di Departemen Perhubungan sampai sekarang.
Sebelum menerima beasiswa, sebenarnya Pak Budhi sudah terbiasa membiayai sendiri kuliahnya
karena sang ayah sudah kerepotan membiayai kuliah kakak-kakak Pak Budhi. Untuk itu Pak Budhi
rajin mencari uang ke sana ke mari dengan memberi les. Uang hasil memberi les itu digunakan untuk
biaya hidup dan biaya kuliahnya. Tetapi karena ingin lebih fokus mengerjakan tugas akhir, Pak Budhi
memutuskan untuk menerima tawaran beasiswa DepHub.
Sebagai seorang PNS, jangan bayangkan Pak Budhi tampil sebagai seorang birokrat yang enggan
terus belajar dan meningkatkan kemampuan profesionalismenya. Lima tahun sejak bekerja di Departe-
men Perhubungan, Pak Budhi menerima tawaran beasiswa ICAO untuk mengambil pendidikan keahlian
penerbangan di ISAE, Toulouse, Perancis, selama 1 tahun. Pada dasarnya Pak Budhi adalah pencinta
dunia penerbangan sejak kecil ketika beliau mulai bermain dan membuat mercon sendiri! Berbagai
macam mercon terbang beliau ciptakan dan itu memupuk kecintaannya pada dunia penerbangan yang
mengantarkan untuk kuliah di jurusan Mesin ITB dengan bidang keahlian teknik penerbangan.
Setelah menyelesaikan pendidikan keahlian penerbangan di ISAE, Perancis, Pak Budhi melanjutkan-
nya ke jenjang yang lebih tinggi dengan mengambil program doktor, masih di Perancis, dalam bidang
fatigue and fracture mechanics. Bidang ini sama dengan bidang yang digeluti Prof. Dr.-Ing. B.J.
Habibie, legenda hidup dunia penerbangan Indonesia. Karya ilmiah yang beliau kembangkan pada saat
mengambil program doktor yang membuat nama Pak Budhi cukup dikenal sebagai ahli crack propa-
gation yang teorinya banyak menjadi rujukan bagi ahli-ahli crack propagation di seluruh dunia. Ilmu
yang digelutinya itu sangat membantu ketika kelak kemudian Pak Budhi menjabat sebagai direktur
sertifikasi kelayakan udara yang terlibat dalam program sertifikasi pesawat buatan anak negeri, yaitu
CN235 dan N250.
Untuk generasi muda Indonesia pada umumnya dan generasi muda alumni teknik penerbangan ITB
pada khususnya, Pak Budhi secara khusus berpesan tentang pentingnya menjaga integritas. Integritas
itu sangat penting dan segalanya. Jangan korbankan integritas kita untuk kepentingan jangka pendek,
apakah itu untuk kepentingan jabatan atau pun kepentingan uang. Jagalah integritas kita, karena
itulah yang menjamin keselamatan kita dunia dan akhirat.
8
3.8 Dr. Ir. Anton Adibroto (MS/PN72)
Lulusan penerbangan pada masa mendatang tidaklah cukup hanya dibekali pengetahuan dan
keterampilan saja, tetapi juga sikap, etika, moral dan integritas. –Anton Adibroto
57
Bab 3. Alumni dan Prestasi
58
3.9. Ir. Jusman Syafii Djamal (MS/PN73)
tahun 1978. Kegiatan mahasiswa tahun 1978 ini oleh seorang penulis lulusan serajah dari Universitas
Indonesia Hurri Junisar setelah mewawancara banyak tokoh kemudian dibukukan dalam sebuah novel
berjudul "Golak Ganesha".
Selama menjadi mahasiswa teknik penerbangan ITB, ia memiliki
pengalaman sebagai junior flight test engineer dari pesawat LT200,
sebuah pesawat kecil berkapasitas 4 penumpang yang merupakan
hasil karya PT Nurtanio generasi pertama, dengan Test Pilot Kolonel
Sukandar dan Mayor Tamawi di bawah komando Kolonel Sumarlan
dari TNI AU. Setelah lulus dalam bidang Teknik Mesin subjurusan
Teknik Penerbangan Institut Teknologi Bandung tahun 1982, Dja-
mal langsung diajak oleh Prof. Oetarjo Diran, pembimbing thesis
sarjananya dalam bidang computational aerodinamics yang ketika itu
menjadi Wakil Direktur Teknologi PT Nurtanio dan disetujui oleh Prof.
Dr.-Ing. B. J. Habibie yang ketika itu menjadi Direktur Utama, un-
tuk bekerja di IPTN (kini PT Dirgantara Indonesia). Ia ditugaskan
menjadi junior aerodynamist bidang komputasional untuk menghitung
distribusi gaya aerodinamika pesawat CN-235 dalam berbagai posisi Gambar 3.9: Ir. Jusman Syafii
terbang, di Getafe Madrid Spain. Kemudian bekerja dalam program Djamal.
uji terowongan angin di NLR Noordoostfolder Belanda. Dan peran-
cangan awal Pesawat Terbang generasi baru PropFan di MBB Hamburg Jerman bersama Dr. Klug.
Dan menjadi anggota configuraton development tim feasibility study pesawat Advanced Technology Re-
gional Aircraft, kerja sama IPTN-Fokker-Boeing untuk mengkaji kemungkinan pengembangan pesawat
jet generasi baru pengganti DC-9 dan Fokker 28. Pengalaman penugasan dari computational aerody-
namics, windtunnel testing dan flight testing selama tujuh tahun yang membuat ia mengikuti semua
jenjang keahlian dalam satu siklus yang utuh untuk diangkat sebagai Professional Aerodynamicist.
Kemudian pada tahun 1989-1995 diangkat Prof. Dr.-Ing. B.J. Habibie menjadi Chief Project En-
gineer Pesawat N-250 advanced turboprop, berteknologi fly by wire untuk 50-70 penumpang. Pesawat
ini merupakan karya putra-putri Indonesia dengan Chief Designer Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie, yang
melaksanakan penerbangan perdananya pada tanggal 10 Agustus 1995 sebagai persembahan tahun
emas Kemerdekaan Republik Indonesia. Pesawat N250 ini telah pernah terbang hingga ke Paris Air-
show, dan memiliki akumulasi jam terbang 800 jam, sebelum program pengembangan pesawat N250
dihentikan oleh Letter of Intent IMF pada masa krisis ekonomi Asia tahun 1997. Pada tahun 1996 ia
pernah mendapatkan assignment untuk membuat program simulasi komputer dengan model numerik
"matriks koeffisien pengaruh" yang sering digunakan dalam perhitungan aerodinamika dan aeroelastik
untuk diterapkan dalam menyusun interaksi dan inter-relasi dari pengaruh fluktuasi suku bunga, inflasi
dan pelbagai parameter ekonomi lainnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Suatu model pendekatan
yang dikembangkan oleh Prof. Dr.-Ing. B.J. Habibie yang kemudian dikenal dengan istilah "teori zig
zag" suku bunga, oleh beliau.
Ia penah mendapat tugas sebagai salah satu anggota tim advanced penjajagan kemampuan teknolo-
gi pesawat tempur MIG29 dan Sukhoi 27 Russia pada tahun 1997. Pernah juga mendapat tugas
untuk memimpin tim perancangan mobil Maleo di Australia dan penjajagan kemungkinan pembangu-
nan fasilitas perakitan akhir N250 di Mobile Alabama. Pelbagai penugasan yang melahirkan pelbagai
pengalaman rancang bangun pesawat terbang.
Pada 17 Agustus 1995, Jusman Syafii Djamal dianugerahi Bintang Jasa Nararya oleh Presiden
Suharto. Setelah 13 tahun menjadi insinyur dengan spesialisasi aerodinamika dan perancangan pesawat
terbang, tahun 1996-1998 ia diangkat sebagai Kepala Divisi Aircraft Technology. Tahun 1996-1998 ia
dipercaya menjadi Direktur Sistem Senjata Sistem Hankam & Helikopter (HDS3). Kemudian diminta
oleh Ir. Hari Laksono, Direktur Utama IPTN untuk menjadi Direktur Sumber Daya Manusia selama
setahun lima bulan, bersamaan dengan pemberian tugas oleh Meneg BUMN (Tanri Abeng) untuk
menjadi Ketua Tim Implementasi Restrukturisasi PT IPTN, yang melakukan proses right sizing, Re-
orientasi Bisnis (dari technology push oriented menjadi market driven company ), dan Restrukturisasi
59
Bab 3. Alumni dan Prestasi
Organisasi untuk landasan proses turn-around IPTN. Pada September 2000, ia diangkat oleh Presiden
Abdurachman Wachid menjadi Direktur Utama Dirgantara Indonesia hingga 2002. Ia pensiun dini dari
PT Dirgantara Indonesia pada tahun 2003.
Tahun 2005 menjadi Chairman Matsushita Gobel Foundation. Yayasan nirlaba didirikan Kono-
suke Matshushita founding father Panasonic dan Thayeb Mohamad Gobel, founding father National
Gobel. Pada Januari 2007 diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, – ditengah meningkat-
nya jumlah kecelakaan Transportasi baik darat, kereta api, laut maupun udara,– menjadi salah satu
Anggota Tim Nasional Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (TimNas EKKT) yang dip-
impin oleh Marsekal (P) Chappy Hakim. Mei 2007 hingga Oktober 2009 diberi amanah oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi Menteri Perhubungan Kabinet Indonesia Bersatu Pertama,
menggantikan Ir. Hatta Radjasa. Pada 1 Januari 2011 dangkat oleh RUPS PT Telkom Indonesia
Tbk, menjadi Komisaris Utama. Dan pada 20 Mei 2011 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
diangkat menjadi Anggota Komite Inovasi Nasional yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Muhammad
Zuhal, M.Sc.EE.
10
3.10 Prof. Dr. Ir. Ichsan Setya Putra (MS/PN77)
Sebelum Masuk Teknik Penerbangan
Saya dilahirkan di sebuah kampung di tengah kota Palembang pada 1958. Waktu kecil saya masih
merasakan harus menyeberang Sungai Musi dengan perahu karena belum ada Jembatan Musi. Hal
ini rutin kami lakukan sekeluarga karena rumah nenek dari ayah berada di seberang sungai. Pada
waktu SD saya juga menyaksikan perang ketapel kampung kami dengan kampung lain. Saya juga
masih bermain velg sepeda yang didorong-dorong dengan sepotong kayu, masih mandi di sungai, dan
berbagai permainan lain yang anak saya tidak pernah melakukannnya.
Yang membedakan saya dan kakak-adik dengan anak lain di kampung adalah
kedua orangtua kami mempunyai pandangan yang jauh ke depan tentang pen-
didikan. Orangtua kami selalu mengatakan bahwa mereka tidak dapat mening-
galkan harta, tetapi mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk menyekolahkan
setinggi mungkin.
Pada waktu SD, saat saya duduk di kelas 3, seorang sepupu perempuan saya
diterima kuliah di Jurusan Teknik Penyehatan ITB. Ketika dia pulang kampung,
saya dan saudara-saudara diberi oleh-oleh kalender ITB yang dibuat dari kain
beludru merah tua. Meskipun tidak tahu menahu tentang ITB, saya dan kakak-
adik terinspirasi untuk kuliah di ITB. Kalender dengan lambang Ganesha itu
bertahun-tahun tergantung di dinding, dan terus menginspirasi kami.
Pada 1975, ketika saya naik ke kelas 2 SMA di Palembang, abang saya
diterima kuliah di Teknik Sipil ITB. Ini merupakan daya dorong tersendiri bagi
saya dalam menyiapkan diri sebaik mungkin untuk masuk ITB. Saya belajar siang Gambar 3.10: Prof.
malam tak kenal lelah. Dan, pada 1977, saya diterima di Fakultas Teknologi Ihsan Setya Putra.
Industri ITB. Sebelumnya, saya juga ikut tes masuk Universitas Padjadjaran,
dan diterima di Fakultas Pertanian. Saya sudah membayar uang muka dan biaya kuliah di Unpad,
bahkan saya sempat ikut pra-ospek di sana.
Pada waktu diterima di ITB saya belum tahu mau masuk jurusan apa. Ini memang agak berbeda
dengan almarhum Prof. Said Jenie yang memang ingin masuk penerbangan sejak SD, dan juga teman-
teman lain. Waktu di TPB saya masih mikir-mikir mau masuk jurusan apa. Pada 1977-1978 berita
pendirian PT Nurtanio cukup gencar di koran. Almarhum ayah saya menanyakan apakah saya tertarik
dengan bidang ini karena menurut beliau bidang ini tampaknya memiliki prospek cerah. Setelah dipikir-
pikir rasanya cukup menarik juga karena Teknik Penerbangan berbeda dengan kuliah di Teknik Mesin.
10
Saat ini Prof. Ichsan juga menjabat sebagai Direktur Penjamin Mutu, ITB.
60
3.10. Prof. Dr. Ir. Ichsan Setya Putra (MS/PN77)
Namun, saya masih ada waktu untuk memilih karena Teknik Penerbangan waktu itu masih berupa
sub-jurusan (jadi di tingkat dua kami masih bersama-sama kuliah dengan mahasiswa Teknik Mesin).
Pengalaman kuliah di tingkat dua yang berpengaruh pada pilihan saya ke Teknik penerbangan
adalah kuliah Elemen Mesin I dari Prof. Sulaeman Kamil. Beliau mengajarnya ’enak’. Tetapi saya
masih ragu juga karena dari cerita-cerita kakak kelas mahasiswa di Teknik Penerbangan lulusnya lama.
Ada kuliah Aerodinamika I-III yang ujiannya lisan, dan bisa sampai enam kali ambil lho! Ini pengalaman
almarhum Andi Hera Chandra yang ceritanya pernah sampai mengejar Prof. Diran ke bandara hanya
untuk ujian. Ada juga tugas perancangan pesawat yang lama sekali. Namun, setelah dipikir lebih
panjang, terutama tentang prospek perkembangan industri dirgantara, maka saya tegarkan hati untuk
memilih Teknik Penerbangan.
Kuliah di Penerbangan
Kuliah di Teknik Penerbangan terasa lain karena jumlah mahasiswa di kelas tidak banyak. Seingat
saya, angkatan 77 yang masuk penerbangan adalah Edwin Soedarmo (bekas Dirut IPTN), Edisan,
Djoko Sardjadi, Michael, Dita Ardoni, Sabarudin, dan Suwito. Pada saat itu ada beberapa mahasiswa
angkatan 76 yang baru masuk jurusan bersama angkatan 77. Jadi kami kuliahnya barengan.
Kuliah pertama Aerodinamika I bertempat di LAPI. Ketika itu saya jadi keder karena Prof. Diran
langsung ngomong tentang lift dan drag. Saya ingat Djoko Sardjadi sudah ikut menimpali di kelas. Ku-
liah berikutnya diadakan di laboratorium yang ada pesawat MIG-21-nya. Saat itu kuliahnya membahas
tentang bentuk profil kentang dan lainnya. Kuliah itu juga berisi matematika dengan simbol segiti-
ga terbalik yang bagi saya sungguh tidak jelas dan penuh tanda tanya bagaimana fisiknya. Mungkin
karena mata kuliah itu penuh dengan konsep-konsep tingkat tinggi maka saya sulit membayangkan
secara fisik tentang apa yang dibicarakan. Untungnya, saya tidak ikut ujian Aerodinamika I berkali-kali
seperti yang pernah diceritakan rekan angkatan sebelumnya. Saya hanya ikut ujian tulis satu kali, dan
seingatnya Prof. Diran mengatakan hasilnya terlalu bagus. Saya pikir kok bisa ya terlalu bagus padahal
saya tidak terlalu memahami konsep-konsep yang dijelaskan.
Karena kesibukan Prof. Diran sebagai Wakil Direktur Teknologi PT Nurtanio, kuliah Aerodinamika
dilanjutkan oleh almarhum Ir. Sugito. Meskipun matematikanya tetap saja tidak nyambung dengan
fisiknya, beliau mencatat kuliah itu dengan rapi di papan tulis. Jadi, saya punya bahan untuk dipelajari
di samping buku pegangan (fotokopian) kuno yang seingat saya ditulis oleh L. M. Milne-Thomson (The-
oretical Aerodynamics). Pada jaman itu membaca buku fotokopian tidak senyaman jaman sekarang
yang bentuk dan warna sampulnya hampir sama dengan buku asli. Pada jaman itu, buku fotokopi
selebar A4 atau folio karena dua halaman di-copy sekaligus pada satu muka. Saya ingat untuk be-
lajar aerodinamika selain buku Theoretical Aerodynamics itu saya juga membeli buku Foundations of
Aerodynamics edisi pertama karangan Arnold M. Kuethe & Chuen-Yen Chow yang hard cover. Warna
sampulnya coklat muda. Buku itu mahal sih, seingat saya harganya sekitar Rp 24,000. Tapi, syukur
alhamdulillah, Aerodinamika I-III bisa lulus dalam satu kali ujian saja.
Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, kuliah yang saya rasakan mudah diikuti adalah kuliahnya
Prof. Sulaeman Kamil, yaitu Konstruksi Pesawat I-III. Salah satu sebabnya, saya kira, karena kuliah
itu ’barangnya’ jelas wujudnya. Tentu juga karena memang Prof. Kamil sering memberi ilustrasi untuk
memudahkan mahasiswa memahami bahan. Tapi karena Prof. Kamil mulai sibuk di PT. Nurtanio,
kuliahnya diadakan di sana beberapa kali. Katanya sih agar staf PT. Nurtanio juga bisa ikut kuliah
Konstruksi Pesawat III. Alhamdulillah, kuliah Konstruksi Pesawat juga lancar, satu kali ujian saja. Tapi
memang nggak ada mitosnya sih kalo kuliah ini ujiannya berkali-kali (seperti Aerodinamika).
Yang mungkin menarik untuk diceritakan adalah kuliah Sistem Transportasi Penerbangan I dan II.
Seingat saya kuliahnya hanya dua atau tiga kali. Kami lantas disuruh membaca suatu ’report’. Kuliah
itu tidak ada ujiannya; hanya menulis makalah. Seingat saya, paper itu pun dikerjakan berkelompok.
Kuliah teknik penerbangan yang lain adalah Mekanika Terbang (pakai buku Airplane Aerodynamics
karangan Dommasch, Sherby dan Connoly), Stabilitas & Pengendalian (pakai buku Airplane Perfor-
mance Stability and Control karangan C. D. Perkins dan R. E. Hage), dan Fisika Matematika (Methods
61
Bab 3. Alumni dan Prestasi
of Applied Mathematics karangan F. B. Hildebrand; pakai edisi India jadi murah harganya). Kuliah
tersebut diberikan oleh Prof. Harijono Djojodihardjo. Namun, karena kesibukan Prof. Harijono di
Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN), kuliahnya selalu terlambat; bisa sampai satu jam
atau lebih. Ada periode di mana kuliahnya diganti oleh Ir. Sugiarmadji. Begitulah sedikit gambaran
kuliah-kuliah di Penerbangan pada akhir 70-an.
Ketika masuk tahun ke-4 saya mengambil kuliah Perancangan Pesawat. Partner saya, Edisan
Edward, ingin merancang pesawat latih. Saat asistensi perancangan kami juga ketemu mahasiswa
angkatan-angkatan sebelumnya: Pak Jusman SD, Pak Susilo, Pak Yus Markis, Pak Cony, Pak Agung
Nugroho dan lainnya. Selama asistensi itu kami memang harus tahan banting. Gambar dicoret sana-
sini, kemudian dibetulkan. Eh, setelah bolak-balik asistensi, akhirnya kembali ke gambar awal. Saya
sempat mengerjakan tugas perancangan itu satu semester tapi tidak selesai. Saya terpaksa mening-
galkan Edisan berjuang sendirian karena saya mendapat beasiswa mengerjakan tugas akhir di Tech-
nische Universiteit Delft (TU Delft). Di TU Delft, selain mengerjakan TA, saya sekalian mengerjakan
perancangan pesawat.
Sepulangnya dari TU Delft, saya masih harus sidang sarjana dan presentasi tugas perancangan
di depan Prof. Diran. Sewaktu di TU Delft tugas perancangan saya dibimbing langsung oleh Prof.
Torenbeek. Beberapa pertanyaan Prof. Diran saat presentasi di ITB saya jawab bahwa itu sudah
disetujui Prof. Torenbeek. Jadi, nggak bisa ditanya lagi, karena ’dewanya’ sudah setuju. Bukankah
sesama dewa dilarang saling bertanya?
Setelah lulus S1 dari ITB saya diminta menjadi dosen. Prof. Kamil mengatakan bahwa sebenarnya
PT Nurtanio menginginkan mahasiswa yang sudah mendapat beasiswa TA itu bekerja di sana. Tapi
dengan perjuangan Prof. Kamil dan Prof. Diran, maka saya, Djoko Sardjadi, dan Hari Muhammad
boleh mengajar di ITB.
Sebagai penutup bagian ini, saya perlu juga menceritakan suasana laboratorium penerbangan setelah
pindah dari tempat MiG 21. Saat itu Lab PN kosong melompong. Oleh karena itu, laboratorium itu
sempat juga dipakai untuk main badminton. Meja pingpong juga sering dipakai di sana. Saya cukup
sering main ping-pong. Yang jagoan ping-pong seingat saya adalah Irman Bustaman (PN81 mungkin).
Ada juga ruang lain yang dipakai mengerjakan TA dan berbagai tugas. Ruang ini dinamai RBR (Ruang
Bau Rokok) karena penghuni tetapnya adalah Michael (PN77) dan Nurul (PN79). Kalau sedang
mengerjakan tugas, sebagian mahasiswa tidur di sana. Kata Michael istilahnya ’melantai’ alias tidur
di lantai.
62
3.11. Ir. Freddy Franciscus, M.M.(MS/PN79)
SD RK St Mikail dan setengah tahun pertama disana saya harus berjuang keras untuk menyesuaikan
ketertinggalan pelajaran, setelah itu lancar saja seperti air mengalir.
Satu dua bulan pertama di kelas 5 tersebut kakak saya selaku wali (karena ayah dan ibu di Tanjung
Redeb) terus menerus dipanggil karena nilai berhitung saya mengkhawatirkan. Waktu kelas 4 SD di
Tanjung Redeb berhitung masih belajar tambah kurang sedang di kelas 5 di Balikpapan bukannya kali
bagi tapi sudah jauh lebih advance dan kombinasi ke soal cerita. Saya seperti berada di dunia lain,
yang tadinya nilai berhitung seratus terus eh satu dua bulan pertama di kelas 5 di SD RK Balikpapan
nilai berhitung saya berkisar di angka 4-5-6. Tapi Alhamdulillah berkat kerja agak keras yang saya
lakukan untuk mengejar ketertinggalan pelajaran akhirnya saya mulai bisa menyesuaikan dengan materi
pelajaran berhitung dan akhirnya naik kelas 6 dan lulus SD RK St Mikail dengan nilai yang bagus untuk
ukuran anak pedalaman yang mengejar ketertinggalan mutu/materi pelajaran.
Satu pelajaran berharga buat anak daerah terpencil, beruntung anak-anak bangsa saat ini dimana
mutu sekolah sudah lebih merata di seluruh pelosok tanah air. Makanya UAN harus disikapi dengan
positif dan harus terus dilanjutkan, karena lewat UAN seluruh sekolah di seantero nusantara akan
memacu diri untuk punya kualitas yang bagus dan setara.
Menurut saya, kepindahan saya dari Tanjung Redeb, Berau ke Balikpapan adalah titik penting yang
kemudian bisa membawa saya sekolah di kampus kebanggaan ITB. Kalau saja kakak saya tidak menikah
dengan seorang tentara (almarhum) maka kemungkinan besar SD-SMA saya sekolah di pedalaman terus
dan kemungkinan masuk ITB akan lebih kecil.
Setelah lulus SD, saya masuk SMP St Mikail di sebelah SD St Mikail sampai kelas 2 dan kemudian
(ikut kakak yang tentara) pindah ke Malang kelas 3 SMP St Yosef Oro-oro dowo, sekolah cowok semua.
Karena mutu sekolahnya se level maka tidak ada masalah dengan pelajaran dan malah saya sangat
menonjol dan lulusan terbaik (mungkin salah satu penyebabnya karena sekolah laki-laki semua jadi
nggak ada waktu terbuang untuk lirak-lirik). Pikir-pikir, hebat juga anak pedalaman Kalimantan bisa
jawara di Malang, Jawa Timur yang terkenal dengan kota pelajar.
Lulus SMP saya masuk SMAN 1 Malang, kawan-kawan yang lain (ex 5 besar SMP St Yosef) milih
SMA Dempo atau SMAN 3 yang memang lebih nge top karena mungkin (?) saat itu mereka sudah
berpikir atau diarahkan orang tua untuk persiapan masuk universitas terkenal di Indonesia. Sementara
saya dengan lugu tanpa arahan dan pemikiran mau persiapan masuk universitas terkenal masuk SMAN
1 dengan alasan kakak saya no 6 (almarhumah) sekolah disitu juga dan bisa ngirit untuk beli buku,
karena zaman saya SMA dulu buku2 masih bisa diwariskan ke adik kelas. Dari kelas 1 s/d kelas 3 SMA
selalu juara kelas, tapi nggak pernah juara 1 umum karena mungkin sudah banyak lirak-lirik hehehe.
Pertengahan tahun saat kelas 3 SMA, saya ditawarin oleh kepala sekolah untuk ambil PMDK ITB
(hanya jurusan MIPA) atau IPB pilih salah satu. Saya pengen masuk ITB (sekali lagi tanpa arahan
siapa-siapa dan tanpa test minat bakat) tapi bukan jurusan MIPA maunya jurusan Teknik Perminyakan
supaya bisa kerja di Pertamina makanya saya tidak ambil jalur PMDK. Saya sangat berminat kuliah
di Teknik Perminyakan ITB dan kerja di Pertamina karena waktu saya sekolah SD-SMP di Balikpapan
sering belajar dan main bareng di rumah anak orang Pertamina, yang selalu teringat adalah keindahan
rumah dinas mereka di Gunung Dups Balikpapan rumah tanpa pagar dan rumput hijau mengelilingi
rumah oh indahnya.
Setelah lulus SMAN 1 Malang dengan menyandang juara umum 2, saya ikut test Sipenmaru di
Malang dan diterima di ITB, betap besarnya kuasa Allah SWT yang telah memberikan jalan buat
hambanya dari pedalaman Kalimantan timur yang mau enaknya saja seperti saya. Kenapa saya bilang
saya orang yang mau enaknya saja, karena saya anak bungsu dan kalau minta apa-apa selalu dituruti
oleh ortu dan kakak2 dan selain itu semasa sekolah sampai dengan kuliah saya tidak mau cape-cape
ikut kegiatan ekskul yang tidak wajib. Saya enjoy dengan dunia saya sendiri terutama pacaran, hehehe.
Malah saat sudah bekerja saya diberikan lagi nikmat lebih untuk disekolahkan S2 MMUI gratis oleh
Pak Rudy Setyopurnomo atas biaya Garuda Indonesia. Subhanallah maha suci Allah.
Di ITB walaupun saya sangat ingin masuk jurusan Teknik Perminyakan, tapi saat kuliah Tahun
Pertama Bersama (TPB) saya mendengar dari senior dan dosen bahwa minyak akan segera habis dan
Pertamina sudah mulai mengurangi penerimaan pegawai, dan herannya saya dan beberapa kawan lain
63
Bab 3. Alumni dan Prestasi
yang sama keinginannya percaya saja dengan cerita tersebut. Semangat juang agak mengendor. Tapi
saya pernah punya keinginan lain jika saya tidak diterima di ITB maka akan sekolah Pilot seperti yang
pernah dicita-citakan oleh kakak saya no 5, maka akhirnya secara sadar saya masuk Mesin Penerbangan
yang saat itu masih bersatu dengan jurusan Mesin. Andaikata saya tidak mau percaya begitu saja
dengan cerita tentang kelangkaan minyak di Indonesia dan memaksa terus masuk jurusan Teknik
Perminyakan, mungkin saya sudah, sedang atau akan menjadi dirut pertamina hehe. Tapi sekali lagi
Allah SWT maha adil dan maha mendengar, secara kebetulan saat ini saya dipercaya menjadi orang
no 1 di CUCU Perusahaan Pertamina, yaitu di bengkel pesawat PT. Indopelita Aircraft Services. Saya
percaya bahwa semua kejadian sudah ada yang mengatur, jadi kalau kita sudah berusaha sebaik-baiknya
maka hasilnya serahkan kepada sang Khalik.
Masa Perkuliahan
Setelah berhasil masuk ITB melalui jalur tes Sipenmaru di Malang, saya dengan penuh rasa bangga
berangkat ke Bandung untuk pendaftaran ulang dan sekaligus cari tempat kos. Dapat tempat kos di
Tirtayasa 9, bekas tempat kos kakak no 5 waktu dia ikut bimbel untuk persiapan test masuk ITB.
Kakak saya, walau saya tahu persis dia punya kepintaran dan skill teknisnya sangat unggul, tapi karena
mungkin sekolah SD-SMA di Tg redeb dan Samarinda maka akhirnya tidak lolos bersaing masuk ITB
walau sudah mengikuti bimbel selama 1 th di Bandung, akhirnya dia sekolah di STPI Curug dan dapat
S1 dari UNJ . Manusia berusaha dan hasilnya pasti atas kehendak yang maha pengatur Allah SWT.
Saat ini kakak saya no 5 bekerja di Berau Coal yang artinya pulang kampung halaman untuk sekalian
menjaga perkebunan kelapa warisan nenek moyang. Kalau beliau alumni ITB mungkin akan segan
untuk bekerja di pedalaman tg redeb, hehehe.
Waktu di TPB/T10 th 1979, saya menjalani perkuliahan dengan datar-datar saja walaupun diwarnai
lika-liku kehidupan sebagai mahasiswa perantau. Ada penyesuaian cukup drastis yang harus saya
lakukan dalam kebiasaan sehari-hari saya , yaitu kalau biasanya saya dilayani mulai bangun tidur sampai
mau tidur, di tempat kos di Bandung saya harus merapikan tempat tidur, buat minum sendiri dan
kalau belajar harus duduk di kamar padahal terbiasa bebas bergerak dalam rumah. Walaupun susah
tapi perlahan-lahan saya bisa menyesuaikan diri menjadi anak rantau yang mandiri. Yang sangat
berkesan dalam proses adaptasi tersebut saya mulai belajar hidup bersosialisasi karena di kelas saya
bergaul dengan teman-teman dari Sabang sampai Marauke dengan variasi tingkah lakunya. Saya mulai
memahami dan menyadari pentingnya komunikasi dan interaksi. Padahal sebelumnya saya orang yang
asik dengan dunia saya sendiri dan mau enaknya sendiri serta tidak suka bersosialisasi (tapi bukan anti
sosial).
Setelah beberapa saat mengikuti TPB, setelah hasil-hasil test mulai diumumkan, saya sadar bahwa
memang benar seperti banyak orang bilang bahwa ITB tempatnya orang-orang pintar dan extra ordinary.
Saya yang terbiasa sejak SD-SMA dengan nilai di kelompok atas, sejak di TPB rasa-rasnya sudah mulai
terlempar dari kelompok tsb, memang betul diatas langit masih ada langit, hehe. Ada beberapa orang
di T10 angk 79 yang nilai akademisnya extra ordinary, maksudnya setiap ada pengumuman hasil ujian
nilai mereka hampir selalu A, tentunya saya di luar kelompok itu. Seorang teman yang saya ingat
termasuk dalam kelompok itu adalah Teddy Koswara Elektro 79 yang sampai saat ini masih bekerja di
Garuda Indonesia. Tapi bagaimanapun hebatnya nilai akademis dia waktu di ITB, saya pernah menjadi
atasan (tidak langsung) beliau di SBU IT Garuda Indonesia. Saya lulus TPB di atas rata2 kelas tapi
yang pasti masih di luar kelompok extra ordinary di T10.
Lulus TPB saya memilih Jurusan Mesin Penerbangan, walaupun sebenarnya ada keinginan kuat
untuk memilih Teknik Perminyakan supaya bisa bekerja di Pertamina dan punya rumah di gunung
dups Balikpapan, tapi keinginan tersebut tidak saya paksakan dengan alasan sederhana yang sudah
saya sampaikan sebelumnya. Semester 3 sampai 6 saya mengikuti kuliah mata pelajaran mesin umum
dengan normal dan datar-datar saja, hasilnya sedikit di atas rata-rata.
Semester 7 sampai 9 mulai kuliah dengan materi ilmu Mesin Penerbangan. Di sinilah mulai di-
namikanya, hehehe didramatisir. Pada minggu pertama perkuliahan di Mesin Penerbangan saya sudah
64
3.11. Ir. Freddy Franciscus, M.M.(MS/PN79)
mulai mendengar gosip atau selentingan kalau kuliah di Mesin Penerbangan lama lulusnya. Wah dalam
hati perkawinan bisa tertunda lebih lama, makanya dari awal harus usaha keras dan cari jalan agar bisa
lulus secepat mungkin. Tapi ternyata setelah beberapa kali mengikuti kuliah mata pelajaran dari Pak
Diran, Pak Harijono Djojodihardjo, Pak Sulaiman Kamil, Pak Cosmas Pandit, Pak Said DJ (almarhum),
Pak Rachmat (?) saya rasakan tidak seangker yang digosipkan orang-orang. Suasana normal-normal
saja seperti semester-semester sebelumnya. Asalkan rajin kuliah, mendengarkan , baca buku dan tanya
ke asdos kalau nggak ngerti maka hasilnya lancar saja.
Dinamikanya mulai terasa saat memasuki semester 8 mengambil tugas perancangan pesawat dari
Pak Diran. Kenapa saya katakan demikian karena walaupun saya selalu melakukan asistensi secara
rutin dan dengan penuh semangat tapi tugas perancangan pesawat saya tidak selesai dalam 1 semester
dan baru selesai 2 tahun (ekivalen 4 semester), itupun dengan sedikit maksa pakai ilmu Out of The Box,
wow suatu pengalaman yang tak terlupakan dan belum pernah saya alami sebelumnya. Apalagi dalam
setiap asistensi di ruang angker beliau, selain pertanyaan-pertanyaan tajam dan dingin dari beliau, satu
hal yang saya nggak pernah lupa adalah kebiasaan beliau mengangkat ke dua kaki ke atas meja, katanya
ambeiyen, hehe pis Pak Diran. Tapi kalau asistensi di rumah, beliau nggak angkat kaki mungkin takut
sama Ibu, hehe sekali lagi pis Pak Diran. Karena kenangan-kenangan indah itulah saya menghadiahi
Pak Diran sebuah Mandau agar beliau ingat terus bahwa pernah punya murid yang bandel bernama
Freddy dari pedalaman Kalimantan Timur. Akan tetapi tugas perancangan pesawat dengan Pak Diran
membawa satu hikmah pada saya (dan mungkin juga murid-murid Pak Diran yang lain) bahwa saya
jadi sangat menguasai ilmu perancangan pesawat secara komprehensif.
Tugas akhir (TA) saya tentang Perancangan Mesin Helikopter, dengan pembimbing Pak Wiranto
Arismunandar, saya kerjakan dalam waktu sekitar 4 bulan. Kenapa bisa cepat mungkin salah satu
alasannya karena sudah ditempa Pak Diran dalam tugas perancangan pesawat. Sebenarnya semester
9 saya (berdua dengan Soerjanto Thahyono) sudah mulai mengerjakan TA dengan Pak Harijono Dj,
tapi dalam perjalanannya kemudian Soerjanto Tj terus dengan Pak Harijono Dj sementara saya pin-
dah/membelot dengan alasan semata-mata agar bisa lulus lebih cepat dan segera nikah. Begitu seder-
hana alasannya, akhirnya saya memberanikan diri menghadap ke Pak Harijono Dj untuk pamitan. Saya
betul-betul anak pedalaman bandel yang maunya enak saja.
Ada satu hal yang menarik terkait dengan pembelotan saya, suatu hari saya dengar dari teman
seangkatan bahwa Pak Diran pernah menanyakan kepada teman saya tersebut “kenapa Freddy ambil
tugas akhir ke Pak Wiranto Arismunandar, mau cepat lulus dan mau cepat nikah yah?”. Hehehe, kalau
benar Pak Diran pernah bertanya seperti itu dengan segala hormat saya jawab betul Pak, saya pada
saat itu hanya berpikir bagaimana cepat lulus dan kemudian nikah.
Adalagi cerita unik masih kaitannya dengan TA saya, yakni waktu saya menghadap (Alm) Pak Said
DJ di IPTN untuk mengundang beliau dalam sidang TA saya. Waktu beliau buka-buka lembaran TA,
dengan dingin beliau tanya: berapa lama ngerjain tugas akhir ini Dik? Saya dengan mantap menjawab
sekitar 4 bulan Pak. Beliau menimpali dengan rasa kaget, “Apa ? 4 bulan ?, kalau dengan saya tugas
perancangan mesin helikopter seperti ini minimal 2 tahun baru selesai.” Nyep, saya terdiam dengan
perasaan galau dan khawatir. Kegalauan dan kekhawatirn saya tersebut terjawab dalam sidang TA,
tapi biarlah cerita tersebut menjadi bagian privacy dari cerita hidup saya, seorang anak pedalaman
kalimantan timur yang bandel dan kadang nekat, hehe.
Saya lulus Mesin Penerbangan angkatan 79 pertama Th 1985 berdua dengan Aldamanda A Lubis,
hanya bedanya Alda mengerjakan tugas perancangan pesawat dan TA di German yang kemudian
diendorse oleh ITB. Setelah lulus saya ditawarin Pak Sulaiman Kamil kerja di IPTN, tapi saya tidak
berminat karena pernah beberapa kali datang ke IPTN untuk cari data dan saya melihat banyak pegawai
yang ngobrol ngalor ngidul saat jam kerja dan banyak sekali orang-orang pintar. Saya pikir kalau saya
kerja disana dalam kondisi seperti itu, maka akan semakin membebani IPTN. Terlalu banyak orang
pintar yang tidak optimal utilisasinya, padahal mungkin kerjaan banyak.
Semasa kuliah dari th 79-th 85 saya termasuk mahasiswa yang tidak terlalu banyak aktivitas di luar
perkuliahan wajib. Selain aktivitas rutin saya, yaitu Kuliah-Amy Football/Pingpong-Pulang ke kos2an,
saya juga ikut kegiatan STEMA (Study Teater Mahasiswa). Sempat beberapa kali ikut pentas STEMA
65
Bab 3. Alumni dan Prestasi
di lapangan basket, rata-rata temanya menyeramkan, dan sempat meneriakkan “turunkan Soeharto”.
Untung saja tidak di black list, karena mungkin mereka (para intel) tahu ini tuntutan skenario dan
yang berteriak masih bau kencur serta bukan tokoh gerakan mahasiswa.
Selain kuliah di ITB saya juga kuliah di MMUI th 90 (kuliah sore) lewat program bea siswa Garuda
Indonesia yang dicanangkan Pak Rudy Spur. Ada sekitar 20 orang teman satu angkatan MMUI th
90 dari Garuda Indonesia yang lolos setelah melalui test EPT (English Proficiency Test) dan TPA
(Test Potensi Akademik), yang saat ini beberapa diantaranya sudah duduk diberbagai posisi penting
di Garuda Indonesia/GMF, salah satunya adalah Pak Richard BS (CEO dan President Director GMF
Aeroasia). Jadi saat ini ada 2 orang teman seangkatan MMUI yang jadi direktur utama di Bengkel
Pesawat Udara, selain Pak Richard BS tentunya adalah saya sendiri. Wih gaya bener anak pedalaman
ini.
Saya lulus MMUI dengan nilai di atas rata-rata dan IP tertinggi dari 20 orang teman seangkatan
utusan Garuda Indonesia. Pikir-pikir hebat juga anak pedalam kalimantan timur yang satu ini, betul-
betul dahsyat istilah Pak Indar Atmoko.
Saya ingin sekali melanjutkan pendidikan S3 ambil jurusan strategi manajemen FEUI, mudah-
mudahan diberikan jalan dan kelancaran oleh Allah SWT. Untuk bekal pensiun nanti.
Meniti Karir
Setelah lulus ITB, karena sejak awal saya tidak tertarik masuk IPTN, heading saya cari kerja ke Jakarta.
Mendaftar ke Garuda Indonesia setelah di info teman ada lowongan. Setelah ikut test beberapa tahap
selama 5 bulan kami di terima di PT Garuda Indonesia ber 20 orang satu angkatan (dari sekitar 500an
pendaftar ?). Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT.
Sebenarnya sebelum di terima di Garuda Indonesia saya juga mendaftar ke SDKU (Sub Direktorat
Kelaikan Udara), yang namanya kemudian berubah jadi DSKU (Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara)
dan sekarang menjadi DKUPPU (Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara), dan
di terima untuk menjadi capeg setelah di test oleh Pak Wahyono dan saya di minta untuk segara
mengurus kartu kuning (kartu calon pegawai negeri). Tapi saat itu saya bimbang karena waktu saya
datang ke kantor SDKU, kebetulan habis turun hujan, saya melihat ada genangan air tanah di depan
pintu masuk dan waktu masuk ruangan juga terasa agak pengap. wah first impression yang kurang baik
. Selain itu Pak Wahyono juga menjelaskan tentang gaji THP yang sekitar Rp.75.000,-/bln dan beliau
bilang saya sebaiknya nyambi jadi dosen seperti beliau agar ada tambahan untuk hidup sehari-hari,
wih betul-betul hebat pegawai negeri yang hidup penuh pengabdian. Kebetulan sehari setelah saya
di panggil Pak Wahyono ada pengumuman bahwa saya di terima di Garuda Indonesia, akhirnya saya
memutuskan untuk bekerja di Garuda Indonesia.
Setahun pertama di Garuda Indonesia kami bekerja sebagai mekanik untuk orientasi/praktek ilmu
perawatan pesawat dan bekerja 3 shift (pagi, siang malam). Pekerjaan perawatan pesawat walaupun
tidak (secara langsung) memakai ilmu perancangan pesawat, tapi basic ilmu yang diajarkan dijurusan
penerbangan ITB membantu melancarkan pekerjaan, terutama yang kaitannya dengan modifikasi-
modifikasi besar baik airframe maupun komponen.
Baru 2-3 bulan praktek sudah mulai ada penugasan ke daerah untuk handle pesawat di line main-
tenance/apron, kemudian masuk musim haji tugas ke daerah-daerah embarkasi haji setelah itu saya
ditugaskan ke KLM Amsterdam untuk ambil alih C Check (perawatan kategori sedang) agar bisa
dikerjakan sendiri oleh Garuda. Wow kenangan indah tahun pertama yang sulit untuk dilupakan,
sampai-sampai kami di juluki mekanik eksekutif karena baru kerja hitungan bulan sudah dapat tugas
menghandle kerjaan mekanik ke daearah dan ke luar negeri.
Tahun ke-2 dan ke-3, 1987-1988, setelah melalui penggodokan sebagai mekanik eksekutif saya
ditempatkan di bagian engineering, dilalui dengan berbagai penugasan ke daerah dan ke luar negeri.
Kami satu angkatan ber 20 memang langsung di bawah pembinaan Pak Rudy Spur . Walaupun ada
godaan untuk cari kerja di Indosat, Astra dan IBM yang gajinya lebih besar dari Garuda tapi saya tidak
66
3.11. Ir. Freddy Franciscus, M.M.(MS/PN79)
tertarik karena pak Rudy sebagai kepala divisi maintenance saat itu telah menyiapkan development
program yang bagus.
Tahun ke-4 di Garuda, yaitu pertengahan 1989, saya dikirim oleh Garuda/Pak Rudy Spur untuk
mengikuti training B737-300 ke Seattle selama 2 bulan. Hampir semua mata pelajaran saya dapat 100
kecuali satu mata pelajaran dapat 95 yaitu ATA (Air Transport Association) Chapter Pneumatic kalau
nggak salah, nilai saya hanya kalah dari seorang Instruktur yang memperoleh nilai sempurna 100 di
semua ATA Chapter.
Mungkin karena nilai saya yang bagus maka kemudian pada hari-hari terakhir training saya menerima
berita via telex dari Jakarta bahwa saya di minta Garuda/Pak Rudy Spur untuk tetap di Seattle
untuk menjadi wakil Project Manager selama 1 bulan untuk pengambilan pesawat B 737-300 pertama
registrasi PK-GWA. Oh betapa kuasanya Allah SWT yang maha pemberi. Kemudian setelah selesai
perakitan pesawat saya ikut terbang “ferry flite” PK-GWA dari Seatlle ke Jakarta, dua minggu setelah
mengantar pesawat pertama saya berangkat lagi ke Seatlle karena ditugaskan sebagai Project Manager
pesawat ke dua registrasi PK-GWC selama 2 bulan. Betapa indah dan nikmatnya. Tugas-tugas itu
saya laksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab.
Pulang dari Seattle, akhir th 1989 saya di angkat sebagai kepala seksi Purchasing di Material
Department (waktu itu kepala Material Department disebut kepala subbidang, satu level diatas kepala
seksi), dan kemudian th 1992 di angkat sebagai kepala seksi quality assurance.
Tahun 1994 terjadi perubahan haluan karier saya di Garuda, saya dipromosiin dan ditugaskan sebagai
Kepala Dinas operasi di Biro Sistem Informasi, kepala Bironya adalah Pak Sunarko Kuntjoro teman
seangkatan Pak Rudy Spur. Padahal saya tidak ada background IT, hanya berbekal satu semester
pelajaran MIS di MMUI. Tapi yang namanya anak ITB, karena biasanya IQ di atas rata-rata, yah
dengan sedikit kerja keras akhirnya dengan cepat bisa menguasai putaran PDCA (Plan Do Check
Action) business process di Biro Sistem Informasi.
Saya nggak tahu kenapa sampai nyebrang ke bagian IT, tapi menurut info terpercaya saya dipro-
mosiin oleh Pak Richard BS. Cukup lama saya berkarya di IT GA dan hasil yang paling fenomenal
adalah saat menjadi Pimpro Y2k tahun 2000 sukses membawa IT systems Garuda melewati detik-
detik perpindahan th 2000 ke th 2001. Selain itu juga sukses sebagai anggota tim meng-SBU-kan IT
Department dan sukses menjadi ketua tim dalam memperoleh ISO 9001.
Tahun 2003 saya sempat “magang” sebentar di Merdeka Selatan 13, kantor lama Garuda yang
sekarang menjadi kantor BUMN. Tapi kemudian awal tahun 2004 saya ditarik ke Abacus (penyedia
software resrvasi airlines) anak perusahaan Garuda oleh Pak Samudra Sukardi. Menjadi bagian dari
BOM di Abacus.
Tgl 19 Feb 2007, sekitar satu tahun setelah Pak Samudra Sukardi menjadi Dirut Pelita Air Services,
saya dilantik menjadi dirut Indopelita Aircraft Services. Tapi jangan lupa hal itu semata-mata karena
hubungan professional tidak ada kolusi dan nepotisme, karena mungkin beliau cukup puas dengan
kerjaan yang saya lakukan selama menjadi anak buahnya. Prosesnya pun panjang, saya harus ikut
assessment oleh konsultan Pertamina kemudian ikut fit and proper test secara terbuka dan diikuti
beberapa kandidat.
Di Indopelita merupakan pengalaman yang sangat berharga karena sebelumnya lebih banyak berpola
pikir cost centre sementara sejak menjadi orang no 1 di Indopelita saya harus berpikir profit centre
agar bisa menghidupi sekitar 150 karyawan bersama keluarganya, disamping juga harus tetap menjamin
kualitas pekerjaan perawatan pesawat yang dikerjakan di Indopelita memenuhi standar yang ditentukan.
Sampai saat ini memasuki th ke-3 saya menjadi direktur utama Indopelita, mudah-mudahan amanah
ini dapat saya jalani dengan baik dan lancar. Amin.
67
Bab 3. Alumni dan Prestasi
Pondok Labu, kemudian SMAN 34 dan katanya juga mau masuk UI, Amin ya Allah ya Robb. Jadi
nggak ada yang mengikuti jejak bapaknya masuk ITB, selain nggak mau jauh dari Ibunya juga karena
memang dari test minat bakat nggak ada yang minat dan bakat teknik. Puji dan syukur saya selalu
panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat pada saya dan memberikan saya
seorang istri dan 3 anak yang sehat dan sholehah. Saya banyak belajar arti kehidupan dan silaturahmi
dari istri tercinta. Karier saya banyak di support oleh “aura”nya istri, mungkin karena dari kecil ngaji
di pesantren dan orangnya memang baik luar dan dalam.
Dalam bekerja saya punya prinsip semua kerjaan di selesaikan di kantor dan bekerja secara smart
dan sedapat mungkin bekerja sesuai jam kerja normal Senin-Jumat. Sabtu siang sampai minggu adalah
hari buat istri dan anak-anak. Olah raga golf Rabu pagi atau Jum’at pagi atau Sabtu pagi.
Saya bekerja bagaikan air mengalir saja, kerjakan sebaik-baiknya apa yang harus kita kerjakan saat
ini, setelah selesai kerjakan tugas selanjutnya juga dengan sebaik-baiknya. Jangan lupa hormati orang
tua dan minta doa mereka, sayangi istri dan minta doanya dan cintai anak-anak tapi tidak memanjakan
berlebihan. Selebihnya serahkan kepada Allah SWT dengan ikhlas dan tulus.
Anak muda bangsa ini harus punya keberanian untuk bisa merubah sesuatu yang biasa menjadi
luar biasa, terutama bisa merubah yang “hitam dan abu-abu” menjadi “putih”. Saya masih ingin
terus memperbaiki diri menjadi orang dan pimpinan yang lebih baik dan dapat merubah lingkungan
menjadi jauh lebih baik, Mudah-mudahan saya masih terus diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk
membuktikannya. Itulah kisah yang bisa saya share dan saya tulis, semoga ada manfaat buat saya dan
kita semua. Amin.
68
3.12. Dr. Ir. Bambang Irawan Soemarwoto (MS/PN82)
69
Bab 3. Alumni dan Prestasi
makhluk ciptaan Allah di seberang jalan Taman Sari sering membuat berbagai macam bunyi-bunyian
(kebun binatang). Ibaratnya, kuliah Pak Diran memiliki latar suara berupa nyanyian alam. Apakah
memang begitu maksud beliau memilih jam pagi, saya tidak tahu. Tapi, kemungkinan besar tidak.
Karena seorang sopir LAPAN dari jaman tahun 60an pernah bilang ke saya “Pak Diran itu memang
rajanya pagi!”
Pak Diran memberikan kuliah tentang model aliran potensial. Untuk saya, penjumlahan formula
yang sederhana yang bisa menghasilkan pola aliran adalah sesuatu yang sangat menarik. Misalnya,
source + aliran seragam menghasilkan pola aliran yang disebut tabung Pitot. Tapi, akibatnya, karena di
rumah ada komputer, saya jadi sering malas datang ke kampus, karena terlalu banyak bermain utak-atik
di keyboard, menjumlahkan berbagai kombinasi vortex, source, sink, doublet, dan kemudian berusaha
memprogram untuk menampilkan pola alirannya di layar. Setelah pelajaran conformal mapping, topik
makin menarik lagi, karena mulai bisa lihat apa yang namanya airfoil.
Pada masa kuliah, semuanya merupakan proses. Satu mata kuliah memerlukan (kalau tidak salah)
sekitar 15 pertemuan setiap semesternya. Selama di kampus kita mendapatkan banyak kuliah dan
bertemu dengan banyak dosen. Kadang-kadang, kuliah dari dosen yang sama pun, yang hari ini sangat
menarik dan sangat mengesankan, bisa saja minggu depan membosankan. Pengaruhnya juga bermacam
ragam, tidak bisa dibandingkan satu dari yang lainnya.
Walaupun demikian, tanpa mengurangi arti peran dan pengaruh dosen manapun terhadap jalan
hidup saya, ada satu hal yang sampai saat ini pun saya tidak habis pikir: bagaimana bisanya Pak
Anwari menarik garis demikian rapihnya di papan tulis, tanpa bantuan alat, ketika menerangkan analisa
kinematik. Mungkin karena itu juga kuliah kinematik adalah salah satu kuliah yang saya mengerti betul,
dan pada waktu ujian merasa mudah sekali mendapatkan nilai A.
Perkuliahan di sub-jurusan teknik penerbangan dapat dikarakterisasi sebagai sesuatu yang menawarkan
banyak kebebasan dan kesempatan dalam suasana yang dinamik. Tentu saja banyak hal yang berkaitan
dengan apa yang terjadi dengan program yang sedang dijalankan oleh pemerintah (c.q. Pak Habibie).
Pada waktu itu, kapasitas pengajar bisa dikatakan hampir “habis” dimakan oleh mega proyek nasional
di IPTN. Di satu sisi, ini mengakibatkan tidak teraturnya perkuliahan di kampus. Di sisi lain, memberi
banyak kesempatan kepada mahasiswa mendapatkan pengalaman real-life yang aktual pada fase awal
pendidikannya, misalnya melalui proyek kerja praktek dan tugas akhir di IPTN.
Selain itu, kerja sama dengan Belanda dan Jerman memungkinkan orang-orang ternama, guru besar
dari Belanda dan Jerman yang dikenal luas di dunia internasional sebagai pakar di bidangnya, datang
ke Bandung memberi kuliah di ruang kelas ITB. Ini adalah suatu privilege yang unik, yang membuka
wawasan dan kesempatan.
Dibawah program ISARD (kelanjutan TTA-79) saya sendiri mendapatkan kesempatan melakukan
tugas akhir di TU Delft selama satu tahun. Pak Diran mengarahkan prosesnya sedemikian rupa sehingga
saya dibimbing oleh Prof. Sloof, seorang world leader in aerodynamic design. Tanpa mengurangi arti
berbagai pengalaman yang saya peroleh di kampus Ganesha, tidaklah berlebihan kalau saya mengatakan
bahwa salah satu pengalaman yang paling berkesan selama berkuliah, adalah ketika di Delft bertemu
dunia sosial dan akademik yang tidak pernah bisa saya bayangkan sebelumnya.
Setelah lulus dari ITB dan TU Delft (Ph.D., 1996), kesibukan saya setelah itu selalu dalam lingkup
akademik dan riset, sebagai pegawai ITB, dan sejak tahun 1999 sebagai pegawai NLR. Saya merasa
bahwa pendidikan penerbangan memberikan pengaruh sangat dominan terhadap karir saya selanjutnya.
Harapan saya dari pendidikan penerbangan masa depan dan profil lulusannya tidak lepas dari kebu-
tuhan (demand) dan penawaran (supply) dalam sumber daya manusia (SDM) di bidang penerbangan.
Kebutuhan ditentukan oleh ambisi di pihak penyedia lapangan kerja (employer). Perumusan ambisi
yang baik memerlukan pengetahuan yang memadai. Ambisi dan pengetahuan adalah dua faktor penting
jika suatu instansi atau perusahaan ingin maju, atau setidaknya jika ingin mempertahankan posisinya
dalam persaingan global yang keras.
Kalau miskin ambisi, tidak akan merasa perlu meningkatkan SDM, yang berarti cepat atau lambat
gulung tikar. Peningkatan SDM bisa dalam arti kuantitas (penambahan jumlah karyawan baru) maupun
kualitas (penyerapan pengetahuan atau keahlian baru). Jadi, miskin ambisi juga disebabkan oleh tidak
70
3.12. Dr. Ir. Bambang Irawan Soemarwoto (MS/PN82)
adanya aliran pengetahuan/keahlian yang baru, yang pada gilirannya berakibat miskinnya pengetahuan,
menjadi spiral yang berakhir dengan kejatuhan.
Di sisi lain, ambisi yang besar tapi miskin pengetahuan akan membawa risiko rasa percaya diri yang
berlebihan (over-confidence). Ada dua kemungkinan: (i) merasa tidak memerlukan peningkatan SDM
(karena merasa semua bisa ditangani), atau (ii) peningkatan SDM dirasakan perlu, tapi tidak tahu apa
dan bagaimananya.
Yang ideal adalah ambisi besar dan kaya pengetahuan, sehingga senantiasa memerlukan pen-
ingkatan SDM, dan tahu peningkatan seperti apa dan bagaimana. Perlu dicatat, kaya pengetahuan
juga berarti bisa mengatakan/menjelaskan apa yang tidak/belum diketahuinya atau dikuasainya, se-
hingga peningkatan SDM juga bertujuan mencari tahu apa dan bagaimana yang tidak/belum dike-
tahui/dikuasai itu.
Dalam menyongsong masa depan, sangatlah penting bahwa institusi pendidikan (sebagai penyedia
SDM dan pengetahuan) memiliki gambaran jelas tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan ambisi
dan demand yang hidup di lingkungan employer (stakeholders). Komunikasi yang reguler antara ITB
dan stakeholders bukanlah suatu tuntutan yang berlebihan.
Tentu saja harus diingat bahwa ITB adalah lembaga pendidikan tinggi akademik/ilmiah, yang memi-
liki peran berbeda dibandingkan dengan pendidikan tinggi kejuruan atau politeknik. ITB tetap harus
mempertahankan peran ini, dimana ilmu-ilmu seperti termodinamika, mekanika fluida, aerodinamika,
struktur, material, perpindahan panas, kontrol, matematika terapan, propulsi, transportasi, dsb. tetap
diajarkan/diteliti di tingkat S1, S2 dan S3. Pengajaran/penelitian itulah yang kemudian harus langsung
berkontribusi terhadap ambisi dan demand yang hidup di kalangan stakeholders. Kontribusi itu bisa
dalam rangka menemukan perumusan ambisi dan demand yang tepat dan realistis, tetapi bisa juga
dalam rangka pencapaiannya secara nyata.
Sebagai contoh, kalau PTDI (atau pemerintah melalui PTDI) punya suatu ambisi besar (turut)
membuat pesawat canggih. ITB perlu mempertanyakan apakah ada demand untuk peningkatan SDM,
dan kalau ada, seperti apa dan bagaimana. Demand untuk peningkatan SDM bukan selalu berarti PTDI
perlu buka lowongan kerja baru. Demand bisa juga berupa peningkatan pengetahuan dan keahlian
SDM yang ada. Peningkatan inilah dilakukan bersama dengan ITB dalam riset-riset (terapan) dalam
kerangka studi S2 dan S3 (bukan berarti karyawan PTDI yang melakukan studi S2 dan S3 tersebut).
Pengetahuan diciptakan di kampus dan dialirkan ke PTDI secara teratur dengan arahan dari PTDI
juga.
Model kerja sama seperti ini akan menstimulasi terbentuknya biro-biro engineering (start-up com-
panies) setelah periset S2 dan S3 itu lulus. Mereka akan bisa terus memberikan layanan kepada PTDI,
dan PTDI menerima layanan tanpa harus menanggung risiko terikat kontrak kepegawaiaan. Perlu di-
catat, mereka bisa memberikan layanan bukan hanya kepada PTDI saja, tapi juga kepada perusahaan
mana saja di dunia yang memerlukannya. Dengan demikian, ada keterlanjutan dalam penciptaan dan
pemeliharaan pengetahuan, kapasitas dan kemampuan di dalam negeri.
Hal tersebut di atas hanyalah satu contoh saja. Ini juga relevan untuk MRO, airlines, instansi
pemerintah, dan industri lainnya. Keberhasilannya memerlukan open-mindedness dari semua pihak,
yaitu bukan dengan “menutup lahannya” tetapi “berbagi lahan” untuk mendapat lahan bersama yang
lebih besar dan lebih menguntungkan.
Perlu juga dicatat, seperti negara/bangsa lain dalam mengejar kemajuannya, Indonesia akan memer-
lukan juga sumber yang berasal dari negara asing. Banyaknya orang Indonesia yang bekerja di luar
negeri menunjukkan realita bahwa tidak ada satu pun negara/bangsa di dunia yang bisa mengerjakan
semuanya sendirian. Tidaklah berlebihan kalau Indonesia juga harus “belanja” ke luar negeri untuk
peningkatan SDM di dalam negeri. Akhirul kata, institusi pendidikan ITB perlu diberdayakan untuk
merealisasikan apa yang disampaikan di atas.
71
Bab 3. Alumni dan Prestasi
11
3.13 Ir. Eko Priyo Pratomo, MBA (MS/PN82)
Saya masuk Teknik Mesin ITB pada tahun 1982. Ketika itu Teknik Penerbangan masih merupakan
bagian dari jurusan Teknik Mesin. Dari seluruh mahasiswa Teknik Mesin angkatan 82, kalau tidak
salah, ada 11 orang yang melanjutkan studi ke sub-jurusan teknik penerbangan pada Semester V
(tahun 1984).
Sebenarnya saya sudah mengenal dunia penerbangan sejak kecil karena orang tua saya Anggota
TNI-AU. Namun, orang tua saya (dan juga saya) awalnya ingin saya jadi dokter, karena di keluarga
besar kami belum ada yang menjadi dokter. Sampai ketika naik kelas 2 SMA, saya masih bercita-cita
menjadi dokter. Kemudian ada satu momen dimana saya begitu menginginkan untuk bisa sekolah
ke luar negeri. Karena saya ada tujuh bersaudara, dan menyadari bahwa orang tua tidak mungkin
membiayai saya untuk sekolah ke luar negeri, maka saya harus mencari beasiswa sendiri nantinya.
Ketika itu PT IPTN sedang giat-giatnya mencari mahasiswa (khususnya Teknik Mesin dan Teknik
Penerbangan) untuk diberi beasiswa dan disekolahkan ke luar negeri. Jadilah saya memilih jurusan
Teknik Mesin dengan harapan kelak masuk Teknik Penerbangan dan bisa mendapatkan beasiswa untuk
sekolah di luar negeri. Untungnya kedua orang tua, terutama ayah saya, mendukung keputusan saya
memilih teknik penerbangan.
Semasa kuliah di sub-jurusan Teknik Pener-
bangan, saya menyukai kuliah Perancangan Pe-
sawat Terbang. Sayangnya, saya kehilangan
momen penting, yaitu tidak sempat mendapat
bimbingan langsung dari Prof. Diran karena ter-
lanjur mendapat beasiswa untuk berangkat ke
luar negeri dan menyelesaikan tugas Perancan-
gan Pesawat dan Tugas Akhir di Delft University
of Technology (TU Delft), Belanda. Mengapa
saya suka kuliah Perancangan ini? Itu karena tu-
gas perancangan pesawat merangkum semua ilmu
yang pernah dipelajari di teknik penerbangan dan
Gambar 3.13: Ir. Eko Pratomo.
mengajarkan kita tentang pentingya logika dan
sistematika dalam berpikir, cermat dalam perhi-
tungan dan goes into the details, yang kesemuanya itu akhirnya sangat berperan dalam membentuk
kehidupan saya selanjutnya.
Salah satu keunikan dari Teknik Penerbangan ketika itu, menurut saya, adalah para dosennya.
Masing-masing dosen memiliki karakter yang selain unik, juga kuat. Saya bersyukur sempat mengambil
kuliah Prof. Oetarjo Diran, Prof. Sulaeman Kamil, Prof. Harijono, almarhum Prof. Said Jenie, dan
beberapa dosen muda (yang ketika itu sudah saya anggap seperti kakak sendiri): Mas Ichsan Setya
Putra, Mas Djoko Sardjadi, Mas Hari Muhammad, dan dosen muda lainnya. Buat saya, mereka semua
memberikan kesan mendalam karena saya belajar dari mereka bukan hanya materi kuliahnya namun
belajar banyak dari keunikan karakter mereka. Secara akademis, Prof. Jaap Schijve (TU Delft), Prof.
Sulaeman Kamil (Boeing) dan Mas Prof. Ichsan lah yang paling mempengaruhi saya karena mereka
adalah para pembimbing tugas akhir saya tentang perambatan retak (crack propagation).
Dari sisi perkuliahan, salah satu yang berkesan bagi saya adalah adanya beberapa mata kuliah yang
dalam satu kelas diikuti oleh banyak angkatan di atas maupun di bawah saya. Pertanyaannya, “Kok
bisa?” (Ini mata kuliahnya yg sulit, mahasiswanya yang malas atau dosennya yang tidak bisa mengajar?
Tapi mungkin karena mata kuliahnya sulit ya?).
Pengalaman berkesan lainnya adalah ketika saya aktif berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Mesin
(HMM). Saya sempat menjadi Ketua Dies Natalis HMM dan menyelenggarakan simposium nasional
mahasiswa mesin se-Indonesia. Ini sebuah perhelatan besar yang menghadirkan perwakilan mahasiswa
11
Disarikan oleh M. Nursyamsi.
72
3.13. Ir. Eko Priyo Pratomo, MBA (MS/PN82)
mesin dari seluruh Indonesia. Pengalaman menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Transmisi juga cukup
berkesan karena mengajarkan kemampuan menulis dan kemampuan melakukan wawancara (karena
mendapat kesempatan mewawancarai beberapa mahasiswi dari jurusan lain untuk jadi artikel dalam
rubrik ’Tokoh’ dalam majalah Transmisi).
Pengalaman kuliah paling berkesan justru ketika mendapatkan beasiwa dan kesempatan menyele-
saikan tugas perancangan pesawat dan tugas akhir di TU Delft, Belanda. Di sana, saya belajar hidup
mandiri, dan belajar banyak nilai kehidupan, bukan hanya sekedar menyelesaikan sekolah.
Setelah lulus dari Teknik Penerbangan pada bulan Oktober 1988, saya sempat bekerja di PT.
IPTN, tepatnya di Sub-Direktorat Material and Process Technology selama dua tahun. Saya hampir
menghabiskan seluruh tahun pertama saya melakukan pengujian fatigue di Laboratorium Uji Konstruksi
(LUK) Serpong, melakukan analisis kegagalan untuk beberapa komponen struktur sayap CN-235 dan
mengusulkan beberapa alternatif solusi perbaikan. Pada tahun kedua saya lebih banyak tinggal di
Bandung. Akhir tahun kedua, tepatnya Desember 1990, saya mengambil tiga keputusan penting
(kalau tidak bisa dibilang keputusan nekat), yaitu menikah, berhenti bekerja dan back to school untuk
mengikuti program MBA di Institut Pengembangan Manajemen Indonesia, Jakarta.
Tapi saya merasakan bahwa pendidikan teknik penerbangan sebenarnya sangat mempengaruhi karir
saya selanjutnya. Saya rasa, tingkat kesulitan mata kuliah dan tugas-tugas di teknik penerbangan men-
empa dan mengasah kemampuan kita, baik kemampuan numerik, analisis, sintesis, maupun kemampuan
dalam logika dan sistematika berpikir. Seperti sudah saya ceritakan di atas, tugas perancangan pesawat
juga mengajarkan banyak hal dalam melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang dan pencarian
solusinya. Hal-hal ini menjadi bekal berharga buat saya hingga kini.
Setelah saya lulus program MBA saya mencoba berkarir di bidang pemasaran (marketing) yang
saya anggap memiliki tantangan terbesar dalam dunia bisnis, sebagai bagian dari proses belajar. Saya
sempat bekerja di perusahaan pengembang (property ) milik grup perusahaan Jepang dan juga grup
perusahaan nasional yang banyak mengajarkan saya tentang etos kerja.
Tahun 1996, saya sempat mengalami kebosonan bekerja dan ingin mencari profesi baru. Pencarian
inilah yang membawa saya kepada dunia baru, yaitu dunia investasi khususnya reksadana. Reksadana
adalah wadah dan pola pengelolaan dana atau modal bagi sekumpulan investor untuk berinvestasi
dalam instrumen-instrumen investasi yang tersedia di pasar dengan cara membeli unit penyertaan rek-
sadana. Ketika itu reksadana baru saja lahir di Indonesia, dan saya memulai karir baru saya pada
industri yang saya ikuti sejak pertama kalinya lahir hingga kini. Status saya sebagai alumni Teknik
Mesin/Penerbangan tidak pernah menjadi hambatan. Memang, ketika proses wawancara saat mela-
mar pekerjaan, pewawancara hampir selalu menanyakan hubungan antara latar belakang pendidikan
dan pekerjaan yang dilamar yang tidak nyambung. Namun, jika kita bisa menjelaskan bagaimana pen-
galaman sekolah yang berbeda tersebut tidak pernah menjadi suatu liability (kendala), bahkan bisa
merupakan asset untuk kita bisa berkontribusi dalam pekerjaan yang akan kita lakukan, perusahaan
justru akan melihat disitulah kelebihan kita dibandingkan pelamar lainnya.
Prestasi akademik saya di Teknik Mesin/Penerbangan tergolong biasa-biasa saja. Tidak istimewa,
namun juga tidak buruk. Saya bersyukur, nilai-nilai yang dicapai cukup untuk mendapatkan beasiswa
ke Balanda, sesuai cita-cita awal untuk bisa sekolah ke luar negeri. Untuk program MBA, prestasi saya
lebih baik, sehingga saya sempat memperoleh beasiswa dari British Petroleum dan mendapatkan peng-
hargaan dari Citibank dan akhirnya alhamdulillah lulus dengan degree with distinction. Dalam karir
profesional saya sejak 1996 di PT. BNP Paribas Investment Partners (sebelumnya bernama PT. Fortis
Investments), saya bersyukur sempat dipercaya sebagai direktur pada usia 35 tahun dan dipercaya
menjadi presiden direktur pada usia 41 tahun. Tahun 2008 saya bersyukur mendapatkan penghargaan
Indonesia’s Asset Management CEO of The Year dari Asia Asset Management di Hong Kong. Awal
tahun 2010, saya memutuskan mengundurkan diri sebagai CEO, namun tetap bekerja di perusahaan
yang sama sebagai Senior Advisor. Keputusan ini diambil salah satunya untuk bisa lebih banyak melu-
angkan waktu mendampingi dan membantu istri saya (Dian Syarief, alumni Farmasi ITB 83) yang
menyandang lupus dan low-vision sejak 1999, selain juga untuk mengembangkan Syamsi Dhuha Foun-
dation atau SDF (www.syamsidhuhafoundation.org), sebuah lembaga nirlaba yang memberikan
73
Bab 3. Alumni dan Prestasi
dukungan bagi para penyandang lupus dan low-vision. SDF ini juga memberikan pendidikan bagi
khalayak tentang penyakit lupus dan keterbatasan low-vision. Program lainnya adalah berupaya mem-
berantas kebutaan finansial dengan mensosialisasikan pentingnya membangun kecerdasan finansial.
Saya bersyukur berkat kerja keras istri saya, bersama lebih dari 100 relawan yang membantu, SDF
mendapat pengakuan nasional dan internasional seperti Danamon Award (November 2010), Interna-
tional Lifetime Achievement Award dari International Congress on SLE di Vancouver, Canada (May
2010) dan Sasawaka Award dari World Health Organization di Geneva, Swiss (Mei 2012).
Saya tidak punya kiat-kiat khusus dalam mencapai prestasi di atas. Saya secara pribadi tidak
berfokus pada prestasi karena prestasi itu adalah buah yang akan muncul dengan sendirinya jika kita
menanam pohon ikhtiar dengan usaha terbaik. Saya berfokus pada proses menanamnya, proses ikhtiar
atau bekerjanya. Saya selalu berprinsip bahwa bekerja adalah ibadah yang harus dilakukan dengan
amanah serta kemampuan terbaik yang kita miliki. Saya berusaha selalu membangun passion dari
setiap pekerjaan yang dilakukan agar bekerja itu bukan merupakan beban tetapi sumber kegembiraan
dan kebahagiaan. Kita juga harus berusaha terus menjaga integritas dan profesionalisme dalam bekerja
agar memperoleh kepercayaan dari setiap orang yang menjadi mitra. Dan, terkahir, jangan lupa berdoa,
karena kekuatan doa sangat luar biasa. Singkat cerita, do your best and Allah will take care the rest.
Dunia penerbangan itu luas, bukan sekedar membuat pesawat. Pendidikan Teknik Penerbangan
harus dapat mensuplai tenaga ahli dalam berbagai sektor kedirgantaraan. Mungkin perlu kajian kebu-
tuhan industri akan tenaga ahli serta kualifikasi yang diperlukan yang kemudian menjadi input untuk
merancang kurikulum pendidikan. Sehingga profil lulusan penerbangan bisa match dengan kebutuhan
tenaga ahli yang diperlukan industri, termasuk juga kalau perlu membekali lulusannya agar bisa menjadi
entrepreneur dalam sektor kedirgantaraan.
Setiap orang mungkin memiliki cita-cita yang berbeda mengapa ia memilih kuliah di Teknik Pener-
bangan. Pekerjaan setelah lulus yang ditemui di kemudian hari mungkin saja berbeda dengan cita-cita
awal ketika masuk Teknik Penerbangan. Hal ini janganlah membuat kecil hati. Setiap orang, dalam
perjalanan karir profesionalnya, harus dan akan menemui passion dimana ia bahagia dalam bekerja.
Satu hal yang saya belajar dari istri saya ketika beliau berjuang mengatasi penyakit lupus dan kebutaan
yang akan terus disandangnya: semangat pantang menyerahnya (never give up). Ini menjadikan ujian
kesulitan sebagai sarana memperkuat dan meningkatkan kualitas diri untuk selalu menjadi lebih baik.
Saya masih punya banyak cita-cita yang belum tercapai. Misalnya, menjadikan Syamsi Dhuha
Foundation sebagai yayasan wakaf yang bisa mandiri secara finansial dan menjadi sarana ladang amal
bagi banyak orang. Saya juga ingin membangun suatu usaha yang berkaitan dengan kedirgantaraan
dengan sesama alumni, agar bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi alumni. Terakhir, saya ingin
menjadi orang baik dan mulia di mata manusia dan terutama di mata Allah, bisa membahagiakan istri
serta orang tua dan berguna bagi banyak orang, negara dan bangsa ini, agar bisa menjawab dengan
baik dan benar pertanyaan Tuhan kelak di akhirat, “Untuk apa saja kau gunakan umur, ilmu dan harta
yang Aku pinjamkan kepadamu?”.
12
3.14 Ir. Hari Tjahjono, M.B.A. (MS/PN84)
“Prestasi besar saya adalah pada usia 44 saya memutuskan keluar dari perusahaan multinasional,
dan merintis usaha dari nol! Ini adalah prestasi melawan rasa takut.” –Hari Tjahjono
Hari Tjahjono adalah CEO dan pendiri PT Abyor International, sebuah firma IT di Jakarta. Beliau
masuk Teknik Penerbangan pada 1984. Setelah lulus, bergabung dengan Sempati Air. Beliau kemudian
melanjutkan S2 MBA di Universitas Twente, Belanda.
Farmasi mungkin bukan jalan hidupnya. Setahun setelah berkuliah di Jurusan Farmasi ITB, Hari
memutuskan pindah ke Jurusan Mesin pada 1984. Pada 1985, Hari mengkhususkan diri mengikuti
12
Disarikan oleh Arief Yudhanto.
74
3.15. Ir. Ananta Wijaya (MS/PN89)
kuliah di sub-jurusan Teknik Penerbangan. Menurutnya, jurusan ini dikenal sulit meluluskan mahasiswa,
dan Hari tertantang untuk ’menaklukkannya’.
Bagi Hari, tantangan terberat di Teknik Penerban-
gan adalah penyelesaian Tugas Perancangan Pesawat
yang mengharuskan mahasiswa merancang pesawat se-
cara komprehensif. Tugas Perancangan ini mengajarkan
berpikir menyeluruh dan melatih mahasiswa mempertim-
bangkan aspek-aspek yang kompleks. Mahasiswa di-
haruskan melakukan studi pasar, desain konseptual, perhi-
tungan teknis dan matematis yang detil sehingga pesawat
dapat terbang. Untuk studi pasar saja, Hari menghabiskan
tiga bulan ’hanya’ untuk menentukan berapa kapasitas pe-
sawat yang cocok untuk kebutuhan pasar Indonesia. Se-
lain kemampuan teknis, mahasiswa diasah mentalnya karena
ada tekanan besar dari dosen pembimbing. Di akhir kuliah,
mahasiswa juga harus mempertahankan desain konseptu-
al pesawat di depan pembimbing. “‘Tidak jarang diskusi
dan presentasi berlangsung panas,” katanya. Tetapi, Hari
merasa bahwa kuliah Perancangan adalah kuliah yang tak Gambar 3.14: Ir. Hari Tjahyono.
terlupakan (1 mata kuliah, 1 tahun penuh!).
Hari mengakui bahwa kepribadiannya yang sekarang turut dibentuk oleh ketahanannya menghadapi
pembimbing (Prof. Oetarjo Diran) dan tugas perancangannya. Sekurangnya ada empat hal yang
dia rasakan. Pertama, Prof. Diran melatih berpikir out-of-the-box. Kedua, Prof. Diran mendorong
mahasiswa untuk mengeluarkan potensinya secara maksimal. Ketiga, Prof. Diran melatih mahasiswa
kuat secara mental, tidak takut salah, tidak takut menghadapi apapun (Hari berkelakar: “Pak Diran
adalah pengajar Tauhid kelas wahid: melatih mahasiswa tidak takut pada siapapun, termasuk kepada
Pak Diran sendiri. Mahasiswa jadi hanya takut kepada Tuhan”). Keempat, Prof. Diran membantu
siapa saja, termasuk kepada orang yang pernah menyakitinya (Hari pernah diminta menjadi dosen,
namun dia memberontak dan keluar dari ITB. Bertahun-tahun kemudian, Pak Diran lah yang mengirim
Hari ke Belanda untuk kuliah S2).
Setelah lulus dari Teknik Penerbangan, Hari diminta menjadi calon dosen di ITB. Karena kurang
cocok, Hari kabur dan pergi ke Jakarta. Di Jakarta, Hari pernah bekerja di usaha penerbitan. Setahun
berlalu, Hari diajak kawan bekerja di PT Sempati Air. Jabatan terakhir di Sempati adalah Manajer
Teknologi Informasi. Dari Sempati, Hari berpindah ke perusahaan multinasional, hingga menduduki
jabatan Country Manager.
Prestasi profesional Hari unik. Dia mengatakan “Pada usia 44 tahun saya memutuskan keluar
dari perusahaan multinasional, dan merintis usaha dari nol! Hari ini, perusahaan yang dirintisnya,
PT Abyor International, telah memiliki karyawan sebanyak 120 orang dan telah berdiri di tiga negara:
Indonesia, Singapura dan Australia. Ini adalah prestasi melawan rasa takut.” Bagi Hari, tidak ada
resep istimewa untuk mencapai sebuah prestasi kecuali sungguh-sungguh, sabar dan teguh pendirian.
Hari melihat bahwa industri pembuatan pesawat terbang kurang favorable belakangan ini. Namun
Hari mengharapkan alumni dapat melakukan sesuatu, sekecil apapun, untuk kemajuan penerbangan di
tanah air.
75
Bab 3. Alumni dan Prestasi
14
3.16 Ir. Edi Hamdi (MS/PN92)
Terinspirasi oleh Prof. Dr.-Ing B.J. Habibie untuk menguasai Teknologi Aeronautics dan Aerospace,
membuatnya memilih kuliah di Teknik Penerbangan ITB sejak 1992. Edi sangat menyukai kuliah
“Satellite Control Dynamics”, dimana dipelajari bagaimana mengendalikan satelit yang tidak terli-
hat dan berjarak ratusan km lebih dari pusat kendalinya di bumi. Almarhum Prof. Dr. Said D
Jenie adalah salah satu ahli dalam bidang ini yang juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan
akademik Edi Hamdi. Selama kuliah di Teknik Penerbangan ada satu kuliah yang menurutnya san-
gat bermanfaat untuk menuntaskan pekerjaan teknis maupun non-teknis di dunia kerja setelah lu-
lus, yaitu Thermodynamics, karena pada kuliah tersebut Edi banyak sekali belajar mengenai efisiensi.
Dua hal yang paling berkesan baginya selama kuliah adalah lulus pa-
da kesempatan pertama untuk kuliah Material Teknik dari Pak Tata
Surdia (bisa dijelaskan apakah umumnya mahasiswa mengambil ku-
liah ini lebih dari satu kali ?), dan di bidang non-akademis, yaitu
memimpin acara OS (Orientasi Studi) HMM (Himpunan Mahasiswa
Mesin) dengan long march 70 km-nya di pegunungan daerah Garut.
Di HMM Edi pernah menjabat sebagai salah satu wakil ketua. Lulus
pada tahun 1997, Edi bekerja di PT. Rekayasa Industri, salah satu
perusahaan EPC (Engineering Procurement & Construction) sebagai
Piping Engineer.
Setelah empat tahun berkarir, pada tahun 2001 ia memutuskan
untuk kembali berkuliah. Kali ini pilihan nya jatuh ke Oil & Gas Tech-
nology Program, Chemical Engineering Faculty, Aalborg Universitet i Gambar 3.15: Edi Hamdi.
Esbjerg, Denmark sampai tahun 2003. Semasa kuliah S2 di Eropa,
ada satu kesempatan dimana Edi benar-benar bisa secara maksimal memanfaatkan ilmu Teknik Pener-
bangan, yaitu ketika “summer job” di salah satu perusahaan engineering spesialis vibrasi di Leuven
Belgia. Di sana ia terlibat pekerjaan analisa ground vibration test untuk pesawat Antonov. Pulang
dari Denmark kembali ke PT. Rekayasa Industri menjadi Project Engineer/Mechanical Engineer sampai
pertengahan 2007. Setelah itu pernah bergabung dengan Foster Wheeler, Hess Indonesia, Petronas
14
Saat ini Ir. Edi memegang posisi sebagai Tema Leader bagian Mechanical/Piping/Pipe Line di Pertamina Hulu
Energi ONWJ.
76
3.17. Sofyan Danu Siswantoro, S.T. (MS/PN91)
Carigali dan sekarang di Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) sebagai
Mechanical/Piping/Pipeline Team Leader.
Bisa lulus dalam waktu 5 tahun dari Teknik Penerbangan ITB adalah salah satu prestasi tersendiri,
mengingat banyaknya mata kuliah dengan tingkat kesulitan yang tinggi dibandingkan dengan jurusan-
jurusan lain di ITB. Prestasi lain yang diraihnya adalah mendapatkan beasiswa S2 di Oil & Gas Tech-
nology Program, Chemical Engineering Faculty, Aalborg Universitet i Esbjerg, Danmark. Edi pernah
beberapa kali tampil sebagai keynote speaker di beberapa event local dan international (bisa sebutkan
contoh nya, apakah di dunia oil & gas ?). Menurutnya tidak ada kiat khusus untuk mencapai prestasi-
prestasinya tersebut, selain menyingkirkan jauh-jauh rasa malas dari keseharianya.
Tugas Perancangan Pesawat rupanya menjadi salah satu fase semasa kuliah yang berhasil menanamkan
nilai-nilai kuat dalam dirinya, seperti bekerja keras, bertanggung jawab dan “tabah sampai akhir”.
Selain sikap mental di atas, Edi berharap seorang alumni Teknik Penerbangan dapat berfikir simple
dan praktis tetapi tetap update terhadap perkembangan teknologi. Beberapa saran darinya untuk
generasi muda penerbangan adalah, “Cari wawasan seluas-luasnya, baca buku sebanyak-banyaknya
dan cari teman seerat-eratnya”.
Sehubungan dengan banyaknya alumni Teknik Penerbangan ITB yang berprofesi di luar dunia
kedirgantaraan, menurutnya ada dua hal yang bisa dilakukan untuk lebih menyesuaikan profil lulusan
dengan harapan dunia industri yaitu pemberian wawasan dunia kerja di bidang engineering yang lebih
general seperti bidang Teknik Mesin, Teknik Elektro dan Teknik Informatika kepada mahasiswa oleh
pihak-pihak industri terkait. Juga menyelenggarakan kuliah Kapita Selekta yang diisi oleh alumnus dari
berbagai profesi. Bagi Edi, seorang alumni Teknik Penerbangan diharapkan dapat berpikir simple dan
praktis tetapi tetap update dengan perkembangan Teknologi.
77
Bab 3. Alumni dan Prestasi
78
3.18. Dr. Yogi Ahmad Erlangga (MS/PN93)
79
Bab 3. Alumni dan Prestasi
16
3.20 Joko Anwar, S.T. (MS/PN94)
“Saya membuat film karena saya mencintai film.”-Joko Anwar. Nama “Joko Anwar” identik dengan
film. Padahal, pria kelahiran Medan, 3 Januari 1976, ini tidak pernah mengenyam pendidikan formal
perfilman. Beliau berkuliah di Teknik Penerbangan ITB sejak 1994.
Masa Kecil
Ayah Joko Anwar merantau dari
Jawa ke Sumatera Utara dan bek-
erja sebagai tukang becak. Kelu-
arga mereka benar-benar miskin
sehingga seringkali harus ’mem-
injam’ beras dari tetangga. Kadang-
kadang ibunya harus pergi bekerja
di luar kota selama beberapa hari.
16
Disarikan oleh Arief Yudhanto. Gambar 3.19: Joko Anwar.
80
3.20. Joko Anwar, S.T. (MS/PN94)
Masa Remaja
Beranjak remaja, Joko Anwar rajin membuat catatan tentang film-film yang habis ditontonnya. Buku-
buku catatan filmnya masih disimpan di Medan. Film dan tokoh di dalamnya seringkali mengajarkan
makna kehidupan, selain juga menggambarkan dunia lain selain lingkungannya di Medan.
Saking gandrungnya dengan film, ketika ditanya guru di kelas, beliau mengatakan bercita-cita
menjadi bintang film. Semua tertawa. Abangnya yang menjemputnya di depan kelas turut tertawa. Dia
mengatakan Joko Anwar tidak cukup ganteng sebagai aktor. Maka, pupuslah harapan itu. Tapi setelah
SMP, begitu tahu bahwa ada yang namanya pembuat film atau sutradara, Joko Anwar mengalihkan
cita-citanya menjadi pembuat film.
Semasa SMP, Joko Anwar membuat kelompok teater di sekolah dan mengadopsi cerita Shakespeare
dari novel-novel pendek. Beliau membuat adaptasi cerita The Merchant of Venice yang digantinya
menjadi Saudagar dari Venesia.
Pada saat SMA, ketika banyak anak-anak sebayanya yang terlibat masalah, Joko Anwar sibuk
belajar dan terus mengejar impiannya, yaitu mengikuti pertukaran pelajar ke Amerika Serikat. Beliau
akhirnya dapat bersekolah satu tahun di Wheeling Park High School, West Virginia, Amerika Serikat
(1994). Beliau juga pernah terpilih sebagai anggota Paskibraka (Pengibar Bendera Pusaka) mewakili
Sumatera Utara.
Ketika diwawancarai Wimar Witoelar pada 3 Februari 2012, Joko Anwar mengatakan bahwa, setelah
lulus SMA, beliau sebenarnya ingin masuk Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Waktu itu, hanya IKJ yang menyediakan pendidikan perfilman secara formal. Tetapi biaya kuliah di
IKJ terlalu mahal untuk kemampuan finansial keluarganya. Beliau akhirnya memutuskan mendaftar
di perguruan tinggi negeri melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Pada 1994,
biaya kuliah per semester di ITB, misalnya, adalah sebesar 256 ribu rupiah. Beliau akhirnya mengikuti
UMPTN dan lolos masuk ITB.
Ketika mendaftar UMPTN, beliau sebenarnya belum tahu betul akan masuk jurusan apa. Ketika
tengah makan burger murah di pinggir jalan, tiba-tiba lewatlah pesawat tempur. Beliau spontan
bertanya kepada temannya, “Eh, ada Teknik Penerbangan gak ya di ITB?”. Temannya menanggapi,
“Ada, Jok! Nanti keren banget, kuliahnya pakai wearpack, rambut cepak, pakai anting. Wah, keren
banget!.” Begitu saya masuk, “Oh my god! Susah dan ternyata gak ada yang pakai wearpack!”
81
Bab 3. Alumni dan Prestasi
Masa Kuliah
Selama kuliah di ITB, beliau ingin bergabung dengan Liga Film Mahasiswa (LSM). Namun, LFM
dianggap tidak sesuai bayangannya, jadi beliau memutuskan beraktivitas di tempat lain. Selain nge-
band, beliau juga menulis untuk majalah dan Jakarta Post. Semasa kuliah inilah, antara 1996 dan
1997, beliau melahirkan naskah cerita yang pada akhirnya menjadi film berjudul Janji Joni.
Selama di ITB, Joko Anwar pernah membuat film dokumenter berdurasi 20 menit berjudul Solidarity
Forever. Film ini dibuat dengan handycam pinjaman. Kemudian, beliau juga pernah membuat film
pendek 5 menit dan diputar saat M Night di Teknik Mesin ITB. Joko Anwar kuliah selama 4.5 tahun
di Teknik Penerbangan, dan lulus pada 1999 dengan spesialisasi bidang Sistem Transportasi Udara.
82
3.21. Saryani Asmayawati, S.T., M.Sc. (MS/PN94)
(Gito Rollies) dan Penyunting Gambar Terbaik (Yoga K. Koesprapto). Janji Joni juga memenangkan
Best Movie dalam MTV Movie Awards 2005. Janji Joni juga diputar di festival film internasional di
New York, Pusan, Tokyo, Toronto, Sydney dan Barcelona.
Hingga hari ini, Joko Anwar tidak berhenti berkarya dalam dunia perfilman Indonesia. Beliau terus
menulis dan menyutradarai film, yaitu Jakarta Undercover (penulis, 2007), Kala (penulis/sutradara,
2007), Quickie Express (penulis, 2007), fiksi. (penulis, 2008), Pintu Terlarang (penulis/sutradara,
2009), dan Modus Anomali (penulis/sutradara, 2012).
Joko Anwar mengatakan bahwa sebelum beliau membuat film, beliau membuat rencana film-film
apa saja yang harus dibuatnya, mulai dari film pertama sampai film terakhir. Ada semacam sekuel
namun elemen film dimasukkan secara halus. Misalnya, dalam film Janji Joni (yang merupakan film
pertamanya) ada dialog yang kemudian diambil untuk film Kala. Di dalam film Kala, ada nomor
penting yang menjadi kunci dalam film Pintu Terlarang. Dalam film Pintu Terlarang, ada jalan bernama
jalan Modus dan Anomali. Beliau mempercayai bahwa di Indonesia jika seorang pembuat film tidak
mempunyai rencana atau plan semacam itu, pembuat film itu akan mudah sekali diseret keluar dari
jalur atau idealismenya.
Ketika membuat film, beliau tidak selalu mengkotakkan diri menjadi pembuat film yang idealis atau
pembuat film yang selalu punya pesan bagi penonton. Inti dari membuat film adalah menceritakan
sebuah cerita yang menarik; lebih ke storytelling daripada conveying message. Film pada dasarnya
adalah karya seni yang membutuhkan dana besar untuk diproduksi. Sebagai pembuat film, beliau sadar
bahwa film haruslah komunikatif sehingga penonton dapat mengakses ceritanya dan mau ’berinvestasi’
(membayar untuk film itu). Karena ada nilai bisnis itu lah maka beliau selalu berpikir bahwa cerita
dalam film-filmnya harus mudah dimengerti oleh penonton. Joko Anwar juga terkenal karena apa
adanya. Beliau pernah mengatakan, “Hari ini, banyak pembuat film bertanya, tema apa ya yang harus
diangkat ke layar lebar?. Bagi saya, itu pertanyaan bodoh. Saat sebuah cerita hadir di kepalamu ketika
kamu tengah berjalan, buatlah film-ceritakanlah pada semua orang ceritamu itu.”
17
3.21 Saryani Asmayawati, S.T., M.Sc. (MS/PN94)
Pada 25 Februari 2012, surat kabar berbahasa Inggris Jakarta Post merilis tajuk ini: “RI engineer
wins aviation safety award”. Disebutkan bahwa seorang insinyur Indonesia, bernama Saryani “Yani”
Asmayawati, merupakan satu dari sekian peneliti dan pengajar Cranfield University, Inggris, yang men-
dapatkan penghargaan Queen’s Anniversary Prize for Higher Education dari Ratu Elizabeth II. Peng-
hargaan ini merupakan penghargaan nasional tertinggi dua tahunan di Inggris yang diberikan kepada
para akademisi dan institusi pendidikan.
Yani, yang terdaftar sebagai pengajar di Department of Air
Transport/Safety & Accident Investigation Centre, Cranfield Uni-
versity, sejak November 2009, memperoleh penghargaan ini keti-
ka beliau bekerja sama dengan tim dari Safety and Accident In-
vestigation Center. Beliau bersama tim dari Cranfield University
mendapat penghargaan itu untuk ’karya kelas dunia dalam kesela-
matan penerbangan melalui riset dan pelatihan dalam investigasi
kecelakaan transportasi udara’. Cranfield University merupakan
salah satu dari 18 universitas dan 3 perguruan tinggi lanjutan
yang memenangkan penghargaan tersebut.
Saryani Asmayawati, atau dikenal dengan nama Saryani
Tjokronegoro oleh sepupunya Bambang Harymurti (pemimpin
redaksi TEMPO), lahir di Bandung, Jawa Barat pada 14 Desem-
ber 1975. Beliau berkuliah di Jurusan Teknik Mesin sejak 1994,
Gambar 3.20: Saryani Asmayawati
17
Ditulis oleh Muhammad Ridlo Erdata Nasution (PN06).
83
Bab 3. Alumni dan Prestasi
84
3.22. Gunta Akhiri, S.T., M.T. (PN98)
(STPI) di Curug. Saya kemudian mengikuti tes tersebut dengan mengambil pilihan jurusan ’Penilik
Teknik Radio’. Dari situlah saya mendapat ide untuk mengambil jurusan Teknik Penerbangan ITB
sebagai pilihan kedua setelah Teknik Elektro saat UMPTN nanti.
Tiba saatnya pengumuman kelulusan UMPTN maupun tes masuk STPI. Hasil UMPTN menyatakan
saya lulus pilihan kedua, yaitu Teknik Penerbangan ITB, dan hasil tes STPI Curug menyatakan saya juga
lulus. Saat itu waktu pengumumannya berdekatan, sehingga saya masih punya waktu untuk memilih
antara ITB atau STPI. Saya memutuskan untuk mengambil Teknik Penerbangan, Institut Teknologi
Bandung. Nama yang berhuruf tebal itulah yang sebenarnya menjadi faktor utama saya memilih Teknik
Penerbangan.
Setelah menjalani kuliah di Teknik Penerbangan, saya tambah yakin akan pilihan saya. Di Teknik
Penerbangan saya baru mengetahui bahwa 85% komponen pesawat terbang berisikan peralatan aviation
electronics (avionics) atau peralatan elektronik penerbangan. Pengetahuan inilah yang membuat saya
semakin bersemangat berkuliah di Teknik Penerbangan. Seperti disebutkan sebelumnya, peralatan
elektronik merupakan kegemaran saya sejak SMP.
Ketika berkuliah di ITB, saya menyenangi kuliah Konsep
Teknologi. Saat itu, kuliah Koonsep Teknologi diberikah
oleh Prof. Diran. Seingat saya, yang dibahas ketika
itu hanya dua kata: technos dan logos. Selain Konsep
Teknologi, saya juga menyenangi sejumlah mata kuliah yang
mengajarkan pemecahan masalah besar melalui pemecahan
masalah-masalah kecil yang menyusunnya.
Beberapa dosen Teknik Penerbangan cukup berkesan
bagi saya pribadi. Pak Djoko Sardjadi adalah salah satun-
ya. Beliau adalah sosok yang mampu menumbuhkan se-
mangat kemandirian melalui entrepreneurship (dalam hal
ini, technopreneur). Pak Muhammad Kusni juga menga-
jarkan kemandirian dan pemahaman makna kata ’cukup’
(dalam menerima segala hal yang dianugerahkan kepada
kita) serta penerapannya dalam kehidupan. Saya berpen-
dapat bahwa pendidikan penerbangan maupun pendidikan
Gambar 3.21: Gunta bersama keluarga.
di Indonesia secara umum seharusnya lebih banyak menga-
jarkan kemandirian, yaitu membangun piramida secara be-
nar; bukan membangun piramida terbalik. Tapi di atas semua itu, saya sangat bersyukur karena telah
diajar oleh dosen-dosen yang berkaliber dunia.
Setelah lulus S1 dari Teknik Penerbangan, saya memutuskan melanjutkan S2 di Teknik Penerbangan
juga. Bidang S2 yang saya ambil sedikit banyak berhubungan dengan Teknik Elektro. Selama kuliah
S2, saya mengikuti proyek-proyek teknik penerbangan dan proyek teman-teman yang berhubungan
dengan penerbangan dan militer. Selama S2 juga saya mengadakan pelatihan microcontroller untuk
umum.
Setelah lulus S2 pada 2007, kebetulan ada pengusaha asing yang mengajak beberapa orang lulusan
S2 lainnya untuk membangun perusahaan yang mampu membaca (read-out) flight data recorder (FDR)
di Indonesia. Saya bergabung dengan perusahaan tersebut selama hampir 5 tahun. Kemudian saya
memutuskan keluar, dan mulai membangun perusahaan sendiri.
Saya mendirikan PT. AERING pada Juni 2010. Surat keputusan pendirian perusahaan dari Ke-
menterian Kehakiman kami dapat pada Maret 2011. Kata ’AERING’ sendiri merupakan kependekan
dari ’Advanced Engineering and Aeronautics Ring’. Advanced Engineering tentunya berhubungan den-
gan bidang kerja yang kami jalani. Sedangkan pengertian Aeronautics Ring mengingatkan saya bahwa
pendirian PT AERING dimulai dengan berkonsultasi dengan beberapa alumni dan dosen teknik pener-
bangan ITB.
PT AERING memfokuskan diri pada advanced engineering. Ini meliputi avionik dan general engi-
neering lainnya. Di bidang avionik, kami membuat hardware dan software readout FDR dan cockpit
85
Bab 3. Alumni dan Prestasi
voice recorder (CVR ). Kami juga membuat sistem yang berhubungan dengan data pesawat terbang,
misalnya monitoring ARINC 573/717 dan ARINC 429.
Kantor kami berlokasi di Jalan Pasirluyu Barat No. 34 Bandung (telpon/fax: 022-520-7466).
Website dan email kami adalah www.aering.com dan gunta.akhiri@aering.com.
Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan bahwa pendidikan teknik penerbangan sangat mem-
pengaruhi hidup, karir dan wirausaha saya. Alasan utamanya adalah karena saya dapat mandiri dan
memang masih bergelut di dunia penerbangan, khususnya avionik. Saya mendapatkan banyak kemam-
puan teknis ketika masih kuliah maupun mengikuti proyek atau mengadakan training. Selain itu, saya
merasa mendapat pengaruh yang non-teknis: keberadaan link dan network alumni teknik penerbangan
ITB.
18 19
3.23 Andi Eriawan, S.T. (PN98)
Dahulu, setiap kali ditanya kenapa saya memilih untuk kuliah di Teknik Penerbangan ITB, jawabannya
akan ngalor-ngidul kesana-kemari. Sebagai orang Bandung, saya memiliki ikatan batin yang kuat
dengan Industri Pesawat Terbang Nusantara atau IPTN (kini PT Dirgantara Indonesia, PTDI). Ikatan
batin yang sangat kuat. Amat kuat. Bahkan kata kuat pun tidak cukup. Mungkin, kuwwatt yang
lebih tepat. Orang Bandung itu, jika bukan bapaknya, maka tetangganya pastilah karyawan IPTN.
Jika pamannya tidak bekerja di bagian machining, pastilah bibinya salah satu pemasok katering. Bagi
saya, bekerja di IPTN bukan sekedar cita-cita masa kanak-kanak. Menjadi bagian dari sebuah tim
yang merancang, menganalisis dan memproduksi pesawat terbang merupakan salah satu misi utama
hidup saya sejak dulu. Karena itu, sewaktu kelas 3 SMA saya berencana kuliah di Teknik Mesin ITB
dan berharap ada program studi teknik penerbangan di sana. Tapi, saya malah mendapatkan lebih dari
itu. Program studi tersebut sudah berubah menjadi Jurusan Teknik Penerbangan sehingga saya dapat
memilihnya langsung ketika mengikuti UMPTN.
Meskipun saya tercatat sebagai mahasiswa di
ITB pada tahun 1998, saya tidak ingat persis ka-
pan pertama kalinya saya kuliah teknik pener-
bangan. Karena yang terjadi adalah: saya se-
lalu duduk di bangku kuliah paling depan dan
berharap dapat melihat gambar pesawat terbang
di papan tulis. Namun, harapan saya tidak per-
nah terwujud. Gambar pesawat sangat langka
di kuliah-kuliah yang saya ikuti. Jadinya, saya
nyaris tertidur selama beberapa semester. Seo-
rang kawan mengira saya sedemikian rajinnya (su-
dah berkacamata, duduk di bangku paling depan
pula!). Sampai pada waktu kuliah Material Pe-
sawat, Prof. Ichsan Setya Putra melempar kapur
Gambar 3.22: Andi berpose di PT DI.
ke wajah saya; mungkin di semester empat atau li-
ma. Sejak itulah, di tahun-tahun berikutnya saya
mulai melek di setiap kuliah teknik penerbangan.
Meski tidak terlalu menguasainya, saya paling suka kuliah-kuliah aerodinamika, baik dari segi teori,
eksperimental maupun komputasional. Mungkin lebih karena kesan “wah” dan “beda” saja. Mungkin
juga bukan. Tapi, menghabiskan waktu berjam-jam di laboratorium terowongan angin mengukur
tekanan di tabung pitot dan scanivalve, menganalisa warna dan warni hasil simulasi CFD di layar
18
Andi sering menyebut dirinya sendiri sebagai Insinyur yang Novelis, Novelis yang Insinyur.
19
Selain bekerja sebagai Aircraft Load Engineer di PT. Dirgantara Indonesia sejak 2005, Andi Eriawan telah menulis
tiga novel Always, Laila (Gagas Media, 2005), Love for Show (Gagas Media, 2007) dan Ruang Rindu (Gagas Media,
2007).
86
3.23. Andi Eriawan, S.T. (PN98)
monitor, atau mencoba memahami d’Alembert’s paradox membuat saya bersyukur akan apa yang saya
jalani di masa-masa itu.
Prof. Ichsan Setya Putra adalah dosen yang paling berpengaruh terhadap kehidupan akademik saya.
Berkat lemparan kapurnya saya tidak lagi tertidur sewaktu kuliah. Nilai-nilai saya meroket sejak itu.
Tapi di lain pihak, karena sesuatu dan lain hal, dan juga karena terlalu panjang jika harus dijelaskan
dalam tulisan ini, dan jika dijelaskan pun percuma dan tidak penting, karena intinya adalah nilai B
untuk kuliah Material Pesawat yang susah payah saya dapatkan dari beliau tidak dapat diikutkan dalam
perhitungan indeks prestasi saya, sehingga indeks prestasi kumulatif saya turun sebesar 0.0291. Mohon
angka tersebut jangan dipandang remeh. Salah satu penyebab ditolaknya lamaran kerja dan beasiswa
kuliah yang menggunakan sistem online dalam penyaringan administrasinya boleh jadi disebabkan oleh
kurangnya angka desimal tersebut.
Namun, jika ditanya siapakah dosen yan paling berkesan terhadap kehidupan pribadi saya, maka
saya akan menjawabnya: Dr. Ir. Djoko Sardjadi. Kalimat-kalimatnya di ruangan kelas sering kali men-
ginspirasi kami. Salah satunya adalah pesan beliau menjelang liburan panjang semester, “Tinggalkan
kampus, jangan kuliah semester pendek. Berkeliling Indonesia dan carilah apa yang dibutuhkan bangsa
ini. Pergi ke Sukabumi dan lihat pembuatan kapal di sana. Mulailah bisnis kecil-kecilan. Jual kaos,
merchandise, stiker, atau apapun. Bagi yang membutuhkan modal, buatlah proposal dan hubungi
saya“. Meski demikian, tetap saja saya ambil kuliah semester pendek itu.
Pada tanggal 12 Juli 2003 saya diwisudakan ITB, dan tepat di hari yang sama PTDI menutup akses
bagi seluruh karyawannya yang kemudian melakukan PHK besar-besaran. Jangankan melamar kerja,
masuk area kantor saja dilarang. Pintu masuk perusahaan dijaga Pasukan Khusus TNI AU berlaras
panjang. Selama beberapa bulan berikutnya, saya mencoba melamar beberapa pekerjaan lain. Namun,
tidak berhasil. Sebagian karena saya merasa tidak cocok dengan mereka, dan sebagian lagi karena
mereka tidak cocok dengan saya. Mungkin karena IPK saya kurang 0.0291 tadi.
Akhirnya, saya memutuskan untuk merintis bisnis multimedia bersama beberapa teman sesama
alumni. Alhamdulillah, cukup sukses. Sangat sukses. Bahkan, kata sukses pun tidak cukup. Sakses,
mungkin lebih tepat. Hanya saja, kesuksesan ini bukan dalam segi materi, tapi dari segi pertemanan
dan pengalaman. Sebelum menuai hasil materinya, bisnis tersebut dihentikan. Sebagian dari kami
memutuskan untuk melanjutkan S2, seorang lagi pindah jalur dari dunia penerbangan ke dunia per-
bankan. Saya sendiri memilih untuk menulis. Fiksi, jenisnya. Remaja, sasarannya. Tiga buah novel,
jumlahnya. Satu pAdikarya Awards 2008, penghargaannya.
Pada tahun 2005, di sela-sela kesibukan
menulis dan bisnis kecil-kecilan, sayup-sayup
terdengar berita bahwa PTDI melakukan
rekrutmen karyawan baru. Saya segera mela-
mar dan pada tahun itu juga diterima bersama
13 alumni lainnya. Dari 13 orang tersebut,
sembilan diantaranya telah memutuskan un-
tuk keluar. Tiga lainnya tengah melanjutkan
kuliah S2 dan S3, sementara ada satu menje-
lang hamil tua. Saat ini saya bekerja sebagai
Aircraft Load Engineer dan bertanggungjawab
dalam menghitung dan menganalisis beban pa-
da struktur pesawat. Kebanyakan adalah pe-
sawat CN235 dan C212 yang dimodifikasi den-
gan pemasangan winglet, bubble window, fair- Gambar 3.23: Andi saat menerima Adikarya Awards.
ing, torpedo, berbagai antena dan radar dome.
Sebagian lain adalah pengembangan beberapa pesawat baru yang sayangnya belum bisa masuk meja
produksi.
Saya merasa bahwa pendidikan Teknik Penerbangan yang dulu saya dapatkan tentu menjadi bekal
positif terhadap karir saya di PTDI, perusahaan yang memang bergerak di bidang manufaktur pesawat.
87
Bab 3. Alumni dan Prestasi
Pengalaman di kuliah perancangan pesawat menjadi modal utama. Terbiasa memandang permasalahan
dari berbagai sisi sejak kuliah, karena penerbangan adalah dunia multi-disiplin ilmu, membuat saya lebih
percaya diri dalam bekerja di bidang ini, termasuk mengambil keputusan-keputusan yang menentukan.
Tapi yang memberikan pengaruh terbesar adalah open-management yang dianut oleh para dosen Teknik
Penerbangan. Di kampus-kampus lain di Indonesia, sedikit sekali dosen yang mengembalikan lembar
ujian kepada mahasiswanya. Tapi di Teknik Penerbangan ITB, kami bisa memprediksi sendiri nilai
yang akan diperoleh di akhir semester nanti karena lembar jawaban ujian yang sudah dinilai biasanya
dibagikan kembali ke mahasiswanya. Bahkan, karena kita mengetahui hasil koreksi dosen tersebut,
saya pernah mengajukan protes langsung kepada seorang dosen karena telah memberi saya nilai D.
Akhirnya, setelah protes tersebut dilayani, saya dengan sukses mengubahnya menjadi nilai C. Sekali
lagi, mohon jangan dianggap remeh. Perubahan nilai D ke C bagi sebagian mahasiswa bisa menjadi
hal yang sangat menentukan. Inilah yang membentuk karakter saya sekarang. Kritis dan suka protes
kepada atasan. Tentunya protes dengan penuh kesopanan dan etika yang baik. Tapi, bagaimana
pengaruhnya terhadap karir saya di perusahaan, tak usahlah itu ditanyakan.
Harapan saya, pendidikan teknik penerbangan di masa depan tidak hanya mencetak lulusan calon
karyawan bergaji tinggi, tapi juga calon pebisnis unggul dan peneliti penuh dedikasi yang cinta negeri.
Kini, jika ditanya kenapa saya memilih untuk tetap bertahan di PT. Dirgantara Indonesia, jawa-
bannya amat singkat dan sederhana: Kalau bukan saya, siapa lagi?
88
3.24. Dyah “Ajenk” Djatiningrum, S.T., M.T. (PN98)
riset pengujian terowongan angin, pengembangan dan pemanfaatan pesawat udara nir awak (PUNA),
pengujian untuk mendukung desain pesawat N-219, pengembangan pesawat wing-in-surface effect
(WISE), dan operasi penanganan kebakaran dengan water bombing menggunakan pesawat Be-200.
Apa yang memotivasi wanita yang tidak menyukai makanan pedas ini untuk berkecimpung di dunia
penerbangan? Ajenk semula bercita-cita menjadi astronot. Ketika duduk di sekolah dasar, beliau
membaca sebuah artikel mengenai pesawat Concorde di majalah Bobo. Cita-citanya pun kemudian
berubah ingin menjadi pilot atau perancang pesawat. Akhirnya, setelah lulus dari SMA 3 Bandung,
Ajenk memilih untuk meneruskan studinya di jurusan Teknik Penerbangan ITB pada tahun 1998.
Ajenk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada tahun 2004. Pada Agustus 2006, Ajenk melanjutkan
pendidikannya di Teknik Penerbangan ITB dan memperoleh gelar Magister Teknik pada tahun 2008.
Tidak hanya berprestasi di bidang penerbangan, wanita yang san-
gat menggemari kecap manis ini juga memiliki sejumlah prestasi
pada bidang olahraga. Selama menjadi mahasiswi di ITB, Ajenk
yang aktif di Unit Basket Ganesha (UBG) berhasil memenangkan
beberapa kejuaraan basket, antara lain Juara 3 Trisakti Shoot
Out tahun 2000, Juara 2 Liga Basket Mahasiswa (LIBAMA)
Jawa Barat tahun 2002, dan Juara 3 LIBAMA Jawa Barat tahun
2003.Ajenk juga merupakan salah satu andalan tim Basket Kelu-
arga Mahasiswa Teknik Penerbangan (KMPN). Bersama KMPN,
Ajenk memperoleh Juara 1 Ganesha Cup (kompetisi antar him-
punan, diselenggarakan oleh UBG) tahun 2001-2002, Juara 2
Ganesha Cup tahun 2002-2003,
dan memperoleh medali emas basket Olimpiade Olahraga ITB
2002. Sebagai catatan, Olimpiade Olahraga ITB 2002 meru-
pakan masa keemasan olahraga KMPN dimana tim voli putri
KMPN juga memperoleh medali emas. Ajenk juga merupakan
salah satu andalan tim voli KMPN yang cukup disegani di ITB
Gambar 3.25: Didepan flight simula- saat itu. Prestasi Ajenk di bidang olahraga tidak hanya diper-
tor di TU Delf. oleh di kompetisi internal ITB. Bersama klub basket Cendrawasih,
Ajenk memperolehJuara 2 kompetisi antar klub kota Bandung pa-
da tahun 2002. Ketertarikannya pada bidang olahraga Basket sempat disalurkannya dengan bekerja
freelance sebagai anggota statistic team pada Gajah Olah Bola. Di tempat itu, pada tahun 2002-2009
Ajenk bekerja memonitor dan merekam aksi pemain basket dengan menggunakan software khusus
untuk menganalisis performa mereka.
Meskipun mencintai pekerjaannya sebagai analis kotak hitam pesawat terbang, Ajenk yang saat
ini sedang melanjutkan studi doktoralnya di Control and Simulation Group, Faculty of Aerospace
Engineering, Technische Universiteit Delft, Belanda, selalu berharap tidak banyak menerima kiriman
kotak hitam ke laboratoriumnya di KNKT. Bahkan, Ajenk akan lebih bahagia apabila tidak ada kiriman
kotak hitam sama sekali. Semakin sedikit kotak hitam yang ditelitinya menandakan penerbangan
Indonesia semakin aman.
89
Kumpulan Esai & Artikel Bab 4
“Jangan pernah mengaku insinyur jika tidak punya kemampuan dan pengalaman meran-
cang karya teknologi.”
— Said D. Jenie (1950 - 2008)
Bab ini berisi sumbangan esai yang ditulis para guru besar Teknik Penerbangan ITB (Prof. Oetarjo
Diran, Prof. Sulaeman Kamil, Prof. Said D. Jenie, Prof. Ichsan Setya Putra) dan para alumni. Be-
berapa artikel bersifat teknis, yaitu mengenai pengembangan Indonesian Low-Speed Wind Tunnel (Dr.
Anton Adibroto) dan kotak hitam pesawat (Harapan Rachman). Beberapa tulisan berupa memoar ten-
tang dosen-dosen Teknik Penerbangan dan kiprah alumni di bidang penerbangan dan non-penerbangan.
90
4.1. Esai Prof. Oetarjo Diran
inspirator and challenger). Beliau menyatakan dalam salah satu pidatonya bahwa bangsa Indonesia
harus menguasai ilmu dirgantara.
Mungkin akar dari tantangan itu berawal pada tahun 40-an. Pada saat itu, saya mulai memper-
tanyakan mengapa burung dapat terbang, sedangkan manusia tidak. Manusia hanya dapat menguasai
jalan kaki, lari dan berenang. Di samping itu, misteri terbang telah menghiasi legenda masa silam:
Gatot Kaca dan Daedalus. Misteri itu juga telah menantang intelektual dan insinyur masa lalu: Leonar-
do da Vinci, Montgolfier dan yang paling termasyhur adalah kakak-adik bernama Orville and Wilbur
Wright. Tantangan untuk dapat terbang merupakan obsesi nama-nama di atas.
Pada jaman pendudukan Jepang, saya menyadari bahwa sayaplah yang membuat manusia dapat
lepas dari gravitas bumi. Misterinya mungkin terletak pada mekanisme gerakan udara. Oleh karena
itu, lahirlah tantangan untuk mempelajari gaya-gaya udara, atau aerodinamika.
Dus, pada tahun 1952 saya memberanikan diri untuk menulis surat kepada Pak Mukdas (kalau
sekarang beliau adalah Dirjen Dikti). Saya menyatakan ingin mempelajari aerodinamika di Belanda.
Saat itu, saya tidak berharap banyak karena iklan Dirjen Dikti hanya menyebutkan bahwa mereka yang
berminat menjadi insinyur perkapalan (schiffsbau atau scheepsbouw) sajalah yang dapat dikirim untuk
studi di technische hogeschool. Namun, nasib baik, setelah saya lulus SMA, saya diberangkatkan ke
Belanda pada bulan Oktober 1952.
Saya menumpang kapal MV Oranje dari Tanjong Priok dengan tujuan Amsterdam. Setibanya di
Amsterdam, saya meluncur ke Technische Hogeschool Delft. Setibanya di kampus TH Delft, saya
terkejut karena saya terlambat untuk mengikuti kuliah Semester I! Jadi, saya sudah harus masuk
Semester II waktu pertama tiba di Delft. Karena ingin mengejar kuliah-kuliah sebelumnya, saya kunjungi
beberapa guru besar di TH Delft, antara lain Prof. J.M. Burgers (murid Prof. Ludwig Prandtl);
Professor Broers (murid Prof. Burgers), Prof. Timman (ayah dari Jan Timman, Grandmaster Belanda),
dan Prof. H.J. van der Maas (pendiri teknik penerbangan di TH Delft). Saya minta bantuan para guru
besar itu untuk mengejar semua pelajaran Semester I. Setiap malam saya diundang ke rumah profesor-
profesor tadi secara bergiliran. Saya dapat kuliah pribadi tambahan. Akhirnya, pada pertengahan
1953, saya dapat mengikuti ujian ulangan Semester I bersamaan dengan ujian Semester II. Ini semua
berkat guru-guru yang namanya saya sebutkan tadi. Dari sana, ada benang merah yang mengarah
pada akhir 1959 (atau awal 1960), dan saya kemudian menyimpulkan bahwa harus ada pendidikan
teknik penerbangan di Indonesia. Mimpinya adalah ini: kelak akan ada guru-guru besar seperti Burgers,
Broers, Timman dan van der Maas yang berasal dari Indonesia. Kisah dan Kiprah 25 Tahun Terowongan
Angin Kecepatan Rendah (ILST) Indonesia
91
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
dan peralatan-peralatan menyelam. Kami juga mencari informasi dari penduduk desa. Penduduk di
pinggir sungai Musi menyatakan bahwa pesawat meraung-raung kemudian jatuh ke dalam sungai.
Pukul 18:00 KNKT menerima telepon langsung dari tim penelitian kecelakaan pesawat udara Singa-
pura yang dipimpin oleh Ho See Hai (chief investigator). Mereka minta izin untuk dapat segera datang
melalui udara ke Palembang dengan tujuan membantu kami. Tim singapura ini dipimpin langsung
Director General of Air Communication, Ministry of Transport Singapore. Mereka tiba sekitar pukul
01:00 dini hari dengan menggunakan dua Hercules dan satu Fokker F27 pengintai, dan dibekali perahu
karet (rubber dinghy ), peralatan selam, dan lainnya.
Keesokan harinya Singapura mengirimkan dua helikopter pencari. Tim Singapura hampir 90
persen adalah militer dari Royal Singaporean Defense Forces. Mereka tidak menginap di hotel tetapi
mendirikan tenda-tenda untuk personilnya; yang tidur di hotel adalah yang dari sipil.
Pagi hari itu saya mendapat panggilan darurat dari Panglima TNI-AL yang membawahi wilayah
itu. Di lokasi, beliau langsung memarahi saya (sambil tersenyum). Beliau bilang: “Siapa anda, berani-
berani memasukkan anggota militer luar negeri ke daerah militer NKRI??” Beliau tersenyum karena
ada banyak perwira TNI-AD dan AL di belakangnya.
Saya hanya bilang bahwa saya harus melakukan investigasi yang memerlukan peralatan canggih,
dan memerlukan banyak tenaga. Kemudian, saya balik bertanya kepadanya: “Apa yang bapak akan
lakukan dalam keadaan tertekan seperti ini?”
Pembicaraan kami pun terhenti, dan saya sarapan bersama dengan beliau dan staf. Beliau juga
menyatakan akan membantu sepenuhnya dengan tambahan pasukan dan peralatan.
Sementara itu staf KNKT sudah tiba di tempat kejadian sekitar pukul 06:00. Sekembalinya dari
tempat kejadian, saya melakukan rapat tim investigasi pertama untuk menentukan strategi pencarian
fakta:
1. Investigasi menyelam ke dalam sungai dilakukan oleh Singaporean Naval Divers Team.
2. Pencarian di darat (overland search) dilakukan oleh pasukan TNI-AD dan anggota KNKT.
3. Beberapa helikopter TNI-AD dan pasukan dari Singapura bersama dengan Fokker F27 juga turut
mencari fakta.
Setelah melaksanakan strategi itu, pesawat SilkAir dapat kami temukan di kedalaman 8-12 meter.
Dan, ternyata Overland Team juga menemukan kepingan-kepingan pesawat, antara lain rudder, yang
terbuat dari komposit.
Dua kotak hitam (black box) dapat ditemukan oleh tim Indonesia dan Singapura setelah beberapa
hari menyelam. Kotak hitam itu ditemukan tengah hari. Yang menemukan adalah penyelam dari
Indonesia. Dia tertawa lebar karena menerima menerima arloji Breitling pribadi milik Laksamana Rosyad
Anwar yang sebelumnya berjanji akan memberikannya kepada siapa saja yang dapat menemukan kedua
kotak hitam tersebut.
Sore hari setelah penemuan kotak hitam itu, saya berangkat ke Amerika Serikat dengan pesawat
Singapore Airlines. Saya pergi tanpa visa. National Transportation Safety Board (NTSB) Amerika
menjanjikan akan memberikan visa-on-arrival setibanya di New York. Saat itu musim salju di AS. Na-
mun, baju yang saya bawa bukan baju musim dingin. Untungnya, Menteri Perhubungan RI memberikan
sejumlah dollar sehingga saya dapat membeli jaket hangat, dan beberapa sweaters di Singapura.
Setibanya di New York, Ho See Hai dan saya diminta jangan turun dari pesawat, sampai semua
penumpang keluar. Ternyata kita berdua dengan kedua kotak hitam diterbangkan ke kantor pusat
NTSB di Washington, D.C. dengan pesawat Federal Bureau of Investigation. Kami tiba di sana kira-
kira pukul 16:00. Dari sini, saya melihat ada indikasi pertama bahwa pemerintah AS sangat tertarik
dengan kasus kecelakaan B737 ini.
Tiba di NTSB pusat, saya langsung membicarakan program pembukaan. Pembacaan kedua kotak
hitam akan kita lakukan keesokan harinya. Kami bertemu dengan Dr Jim Hall (Ketua NTSB) dan
stafnya untuk membicarakan rencana kerja selanjutnya. Waktu menunjukkan pukul 21:00.
Pagi harinya, sekitar jam 08:30, kami sudah ada di NTSB kembali, dan ternyata staf NTSB sudah
membuka kedua kotak hitam tadi. Ini tidak sesuai dengan rencana yang disetujui bersama malam
sebelumnya. Dari sini juga, saya melihat ada indikasi bahwa NTSB menganggap isi kotak hitam
92
4.1. Esai Prof. Oetarjo Diran
ini penting sekali. Setelah bertengkar mulut sebentar (karena NTSB sebagai lembaga negara di mana
pembuat pesawat berada hanyalah berperan sebagai supporting team), dan mendengarkan argumentasi
mereka, saya akhirnya menentukan bahwa kita dapat meneruskan investigasi.
Setelah pemeriksaan selanjutnya yang dilakukan staf laboratorium NTSB di bawah pengawasan
saya dan Ho See Hai (sebagai supporting team member dari negara pemilik pesawat) mereka tidak
menemukan data yang baik. Katanya: No useful data. The tape was damaged by the waters of the
river.
Dua minggu lamanya staf NTSB mencoba untuk memperbaiki kondisi pita, namun akhirnya hanya
bagaian-bagian tertentu yang masih dapat terbaca, baik informasi CVR (Cockpit Voice Recorder )
maupun data FDR (Flight Data Recorder ).
Ketika melakukan analisis kecelakaan di Jakarta bersama tim dari Singapura, USA, tim ahli dari
ATSB (Australian Transportation Safety Bureau) dan Inggris sebagai penasihat (yang saya minta mem-
bantu waktu itu), diskusi hebat terjadi, dan tekanan NTSB yang mengarah pada penentuan bahwa
Kapten Tsu Way Ming bunuh diri dengan menewaskan 104 orang.
Saya kemudian mengusulkan untuk melakukan flight simulation untuk membandingkan data sangat
terbatas yang diperoleh dari CVR dan FDR (readings and transcripts). Dan dari simulasi yang dilakukan
di NTSB (Washington), tim penerbang Indonesia, Singapura dan USA tidak menemukan fakta bahwa
ada kemungkinan malfunction dari komponen pesawat dan/atau kegagalan struktur.
Belakangan diketahui bahwa simulasi tersebut ternyata tidak dilakukan dalam engineering flight
simulator, namun simulator biasa yang tidak dapat diprogram untuk unusual and unnatural aircraft
conditions (seperti upside-down flight, unattached flows, very high nose ups). Dus, simulasi untuk
membandingkan flight path dan posisi pesawat dengan menggunakan data yang diperoleh (ditambah
dengan radar plots dari radar Palembang) dianggap tidak punya kesimpulan, dan tidak dapat dijadikan
bukti, dan akhirnya sekedar jadi fakta yang tidak berguna.
Beberapa hari sebelum laporan akhir KNKT akan disiarkan, saya menelpon Jim Hall. Saya men-
gatakan bahwa dalam waktu dekat Menteri Perhubungan Indonesia akan mengumumkan hasil investi-
gasi kepada pihak-pihak yang terlibat.
Tepat satu hari sebelum laporan resmi KNKT disiarkan, ternyata NTSB mengumumkan laporan
NTSB sendiri yang menyatakan bahwa pesawat SilkAir mengalami musibah karena Kapten Tsu Wai
Ming bunuh diri dengan melakukan deep dive (terjun bebas) ke Sungai Musi. Sedangkan laporan resmi
KNKT yang rencananya akan disiarkan keesokan harinya menyatakan bahwa data, informasi dan fakta
tidak memungkinkan membuat kesimpulan apa pun tentang penyebab kecelakaan pesawat tadi.
Saya mengusulkan agar Menteri Perhubungan untuk menunda pengumuman resmi KNKT satu hari
karena KNKT tidak ingin membuat kontroversi baru. Saya juga memberikan catatan bahwa seluruh
laporan NTSB dijadikan lampiran pada laporan resmi KNKT agar khalayak umum mengetahui dan
menilai sendiri argumentasi NTSB tadi.
Dengan kejadian tadi, tim investigasi SilkAir dari KNKT baru menyadari bahwa selama berbulan-
bulan diskusi, berdebat, bertengkar di Jakarta, Singapura dan AS, pihak NTSB sama sekali tidak
pernah memberikan informasi tentang terjadinya dua kecelakaan dan satu insiden yang dialami Boeing
737 sebelumnya. B737 mengalami kegagalan rudder PCU yang mengakibatkan terkuncinya rudder
(rudder lock), sehingga pesawat masuk dalam terjun bebas dengan trajektori spiral sampai menabrak
perairan Musi.
Ini adalah kesalahan KNKT karena tidak menemukan informasi tentang kedua kecelakaan Boeing
737 dan satu insiden yang telah terjadi di AS sebelumnya.
Pertanyaan yang juga penting apakah pihak NTSB sengaja menutup-nutupi kegagalan rudder PCU
tersebut agar masyarakat tidak menuntut Boeing? Ini mungkin karena sikap bisnis orang Amerika:
Don’t offer information if not asked. And if asked, tell the truth but not the whole. Apapun alasan untuk
tidak mengakui adanya track record yang tidak baik yang mengakibatkan puluhan awak penumpang
tewas sangat mebahayakan tramsportasi. Pada saat kejadian, kurang lebih empat ribu pesawat tipe
B737 terbang dan sekitar tiap 2-4 menit ada satu pergerakan pesawat di seluruh dunia. Catat pula
93
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
bahwa pesawat Silkair yang nahas itu baru 12 bulan beroperasi. Bisakah terjadi salah desain, atau
kesalahan manufaktur?
By the way, KNKT memeriksa catatan PCU unit sampai ke Parker-Hannifin manufacturing plant
dan menemukan bahwa PCU Unit tersebut ternyata tidak lulus cek kualitas meskipun sudah diperbaiki
sebelum dipasang di pesawat nahas tadi. Greed or bad ethics? I will not judge.
That is the untold story.
94
4.1. Esai Prof. Oetarjo Diran
Omong-omong, ketika bernegosiasi, kita ditempatkan di satu lantai di Hotel Melia Madrid, den-
gan masing-masing kompetitor di lantai-lantai yang lain, terpisah. Setelah memilih sistem propulsi
yang paling baik untuk pesawat CN-235, masing-masing tim (baik yang kalah maupun yang menang)
mengundang makan malam perpisahan di pelbagai restoran Michelin bintang lima (*****).
Ketika saya tanyakan mengapa tim kita diundang makan dan dipestakan (oleh anda yang kalah).
Mereka menyatakan, “...This is business, Sir. You will make other designs and you will need us in the
future to power your aircraft. And, we are going to do our best to win next time...”. Ini adalah semangat
yang di atas permukaan air. Namun, tentunya pertimbangan-pertimbangan di bawah permukaan air
inilah yang perlu kita kuasai: ekonomi, to sustain or not sustain, by any means...So, understand what we
want, convince the counter team, through our better knowledge of what we want, and their weaknesses
and strengths.
Satu catatan kecil: saya tidak yakin bahwa program-program pengembangan design, manufacturing
and production of commercial and/or military aircraft akan dirasakan sebagai kompetitor yang akan
dapat menjatuhkan perusahaan atau industri nasional. Dus, percayalah bahwa banyak intrik dan
perang gerilya yang akan dihadapi setiap proyek, baik KFX, maupun N-250, N-219 dan lainnya, yang
direncanakan PTDI dan Indonesia. Contoh, ketika program CN-235 ingin membeli long-lead times
items, seperti pelat aluiminium, dan bahan struktural lainnya, industri aluminium di Amerika Serikat
dan peralatan elektronik Eropa mengatakan bahwa mereka tidak punya kapasitas karena barang sudah
diborong oleh kompetitor lain. Kita akhirnya harus membelinya dari partner sendiri, yaitu CASA.
Menarik, bukan? Permainan olahraga lah, winner takes all!
Karenanya, sebaiknya diskusi KFX tidak dilakukan dalam forum terbuka. Dibatasi hanya untuk
mereka yang memerlukan informasi dalam rangka program, atau yang akan diminta bantuan. In
(economic) war and politics, everything is allowed... dan bila industri lawan mengetahui kelemahan-
kelemahan kita, mungkin akan berdampak negatif terhadap keamanan program.
95
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
bahwa industri penerbangan Jerman belum melakukan atau belum tertarik pada studi atau aplikasi
ilmu-ilmu profil transonik and sayap, khususnya shock-free transonic profiles (profil transonik bebas
kejut) atau supercritical profiles (profil superkritis). Setelah kurang lebih satu bulan saya kembali ke
Dr Seeler dengan proposal membuat program numerik perancangan 2-D supercritical profiles yang
makalah ilmiahnya dikembangan oleh seorang Amerika (maaf lupa namanya dan dalam saya tidak
dapat temukan dalam gudang dokumentasi saya).
Pada saat itu MBB sedang tergiur memanfaatkan komputer besar yang masih menggunakan com-
puter input cards di jaman komputer ’Jurassic’. Proposal proyek saya diterima, dana riset dicarikan
dan sisanya adalah sejarah.
Saya memperoleh sejumlah profil 2-D secara numerikal yang dibuktikan memang tidak menghasilkan
gelombang kejut transonik pada saat mendekati Mach 1. Perlu dicatat bahwa pada saat itu profil
transonik tidak dapat dirancang secara kontinu dengan perubahan parameter profil (sudut ekor, bentuk
lengkung, ketebalan, diameter hidung). Solusi hanya dapat diperoleh dengan menemukan kombinasi
yang tepat dengan pengamatan dan pendekatan rasional. Saya sangat beruntung dapat menemukan
sejumlah profil superkritis yang kemudian dipergunakan MBB dalam program perancangan sayap Airbus
A300. Kemudian, saya diberi tanggungjawab menjadi kepala bagian aerodinamika transonik yang
pertama kali dibentuk di MBB di Hamburg. Sebagai kepala kelompok ini saya sangat beruntung
diikutsertakan dalam tim perancangan pesawat Airbus A300, meskipun desain yang terpilih bukan
desain Jerman tetapi desain Inggris.
Kemudian saya ditantang lagi oleh Dr. Seeler untuk mempelajari apa yang dilakukan kelompok Dr.
Habibie (yang sedang mengembangkan metoda finite element method) disamping memimpin kelompok
saya mengembangkan finite element method untuk konfigurasi subsonik 3-D, khususnya sayap. Dr.
Seeler memberikan satu makalah dari USA yang dibuat oleh A.M.O. Smith, dan satu makalah seminar
dari J. Slooff (dari NLR Belanda, yang kemudian menjadi teman dekat saya, dan menjadi pembimbing
Dr. Bambang I. Sumarwoto beberapa dekade kemudian).
Program ini adalah apa yang dikenal sebagai finite panel method, berdasarkan atas algoritma yang
sederhana and elegan. Perlu dicatat bahwa program-program ini sangat dirahasiakan oleh masing-
masing perusahaan karena persaingan. Namun Slooff dan saya bermufakat untuk berfikir sebagai
ilmuwan, dan melakukan pertukaran fikiran melalui masalah optimisasi algoritma program. Saya akui
bahwa saya lebih banyak memperoleh ilmu dari Slooff daripada sebaliknya. Program yang saya kem-
bangkan tidak selincah program Slooff, tetapi program itu merupakan dasar keputusan MBB un-
tuk mengembangkannya juga. Alasan khususnya karena saat itu perang di Vietnam memerlukan
perhitungan-perhitungan aerodinamika pesawat yang rusak (berlubang-lubang karena ledakan tem-
bakan anti-aircraft dari Vietcong). Program MBB sangat rahasia, dan ketika sukses, hasilnya diser-
ahkan kepada NATO. Saya kehilangan kontak karena saya tidak memiliki security level yang cukup
tinggi.
Perlu dicatat bahwa saya membawa pulang algoritma dan hasil cetak Program 3-D finite panel
methods yang kemudian terus dikembangkan dalam rangka tugas sarjana. Program komputer ini
pertama kali dikerjakan oleh (almarhum) Profesor Said D. Jenie. Beliau mengalami kesulitan karena
keterbatasan komputer IBM yang dimiliki ITB saat itu. Hal ini memerlukan intervensi saya, dan saya
kemudian membangun kerjasama dengan IBM Jakarta dan Pertamina supaya akhirnya Pak Said dapat
menyelesaikan program komputer dan studinya. Untuk itu Said Jenie terpaksa pulang pergi Jakarta-
Bandung untuk memakai komputer IBM dan Pertamina.
Pada akhir tahun 70an, tongkat estafet saya serahkan kepada Ir. Jusman SD (bekas Dirut Garuda)
dan Ir. Agung Nugroho (bekas Direktur Teknologi IPTN) yang juga berhasil lulus dari cengkera-
man studi teknik penerbangan dengan penyelesaian program finite panel method 3-D dinamakan pro-
gram Jusman-Agung. Program Jusman-Agung ini dipergunakan dalam perancangan pesawat CN-235.
Bahkan karena ada ketentuan risk sharing contract dengan CASA Spanyol maka program Jusman-
Nugroho ini “diekspor” ke CASA Spanyol.
Yang masih saya sayangkan adalah tidak ada lagi pengembangan finite panel method ini untuk
viscous subsonic flows yang saya baca dari paper-paper akhir-akhir ini. Mungkin peluang pengemban-
96
4.2. Esai Prof. Sulaeman Kamil
1
4.2 Esai Prof. Sulaeman Kamil
Kenang-kenangan dengan Pak Diran
Saya pertama kali mengenal Pak Oetarjo Diran pada 1962 melalui kuliah Mekanika Fluida dan Perpinda-
han Panas, ketika masih mahasiswa di Departemen Mesin. Kesan saya mula-mulai: beliau mengajarnya
cepat. Kalau menulis di papan tulis (papan hitam, bukan white board; waktu itu masih menggunakan
kapur tulis), setelah beliau menulis satu baris kalimat kemudian menerangkan isinya, lalu beliau pindah
ke lokasi lain dan menulis dan menerangkan isinya, lalu menghapus kalimat pertama dan menulis lagi
dan menerangkan isinya. Ini berbeda dengan kebiasaan guru lainnya. Saya terpaksa mencatat dengan
cepat apa saja yang beliau tulis sebelum sempat dihapusnya. Ternyata saya sendiri kalau mengajar
juga suka berpindah pindah papan tulis.
Salah satu topik menarik yang pernah Pak Diran sampaikan adalah perbedaan antara potential
(ideal) flow dan real flow yang dikaitkan dengan gaya hambat (drag) pada silinder; belum dikaitkan pada
gaya angkat (lift) karena kita masih kuliah jurusan Mesin. Dalam topik itu, beliau bercerita mengenai
bola golf yang mempunyai lesung, dan bagaimana transisi dari lapisan batas laminar (laminar boundary
layer) ke lapisan batas turbulen (turbulent boundary layer) serta kaitannya dengan gaya hambat. Saya
merasakan manfaatnya karena pada saat saya diuji lisan dalam General Examination persiapan masuk
program doktor di Ohio State University, salah satu dosen menanyakan mengenai bola golf juga. Saya
menerangkan apa yang saya petik dari kuliah pak Diran. Pada akhir ujian itu, para penguji meluluskan
saya dengan nilai memuaskan. Semua ini tidak lain berkat penjelasan Pak Diran tentang aerodinamika.
Terima kasih, Pak!
Penjelasan mengenai bola golf itu kira-kira seperti ini. Pada setiap benda yang terbang (bola yang
melesat, pesawat terbang, burung, dan lainnya), gaya hambat disebabkan oleh gesekan udara dan
tekanan. Gaya hambat ini juga dialami oleh bola golf ketika melesat, dan gaya hambat yang dominan
diakibatkan oleh beda tekanan. Singkat kata, lesung-lesung pada bola golf mengurangi gaya hambat,
sehingga bola golf lebih cepat dalam melesat.
Lihat Gambar 4.1, aliran udara mengalir dari kiri ke kanan (secara horisontal) melalui sebuah bola
mulus. Aliran udara menabrak bagian depan bola, lalu mengikuti kontur bola dan terlepas pada bagian
tengah atas dan bawahnya. Aliran yang berupa ulakan-ulakan kecil pada bagian belakang bola akan
menyebabkan gaya hambat akibat tekanan. Sekarang lihat Gambar 4.2, dengan menambahkan lesung-
lesung pada bola, titik pelepasan aliran udara tidak lagi pada bagian tengah atas dan bawah, tapi
sedikit mundur ke belakang. Titik pelepasan aliran ini tidak lagi persis di tengah seperti Gambar 4.1.
Akibatnya, ulakan-ulakan yang berada di belakang bola golf sedikit lebih kecil. Oleh sebab itu, gaya
hambat akibat beda tekanan juga lebih kecil pada bola golf.
Pada tahun 1963, saya memilih sub-jurusan Teknik Penerbangan di bawah departemen Mesin yang
didirikan oleh Pak Diran dan Pak Laheru dalam rangka penguasaan dirgantara dan maritim. Dua
pendiri ini dan dosen-dosen lain memperkenalkan saya kepada ilmu dan teknologi pesawat terbang
melalui pendidikan di ITB. Saya beruntung dapat mengenal dosen yang bekerja di dunia penerbangan
di luar kampus, misalnya: Pak Juwono (anggota TNI-AU berbadan kekar yang memperkenalkan flight
envelope); Pak Sukendro Wardoyo (yang membuat saya mengerti mengenai stabilitas, binary digit
1
ditulis oleh Dr. Sulaeman Kamil, Senior Engineer, Boeing Co., Everett, USA, E-mail: ksulaeman@yahoo.com
97
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Gambar 4.1: Profil aliran udara Gambar 4.2: Profil aliran udara
melalui bola mulus. melalui bola golf yang berlesung.
dan Boolean algebra); Pak Sugito (almarhum) yang memimpin LIPNUR sehingga saya dapat membaca
dokumen perhitungan struktur pesawat Gelatik (PZL Wilga), dan buku aerodinamika drag karya Huhner
untuk membuat polar diagram tugas perancangan.
Ketika mengajar di Teknik Penerbangan, selain menegangkan dipapan tulis, bahan kuliahnya oleh
Pak Diran ditulis di kertas dengan rapi; tulisannya bagus, besar dan mudah dibaca dan dapat kami
pinjam untuk disalin dan dipelajari. Salah satu topik kuliah yang diberikan adalah teori airfoil (airfoil
theory) yang menyajikan polar diagram Cl-Cd, Cl-a dan Cm-a. Topik ini sangat bermanfaat ketika saya
diajak tim yang mewakili PT IPTN rapat dengan tim perwakilan salah satu customer yang memesan
pesawat CASA-212. Ini pertama kali saya menghadapi customer, salah satu kasusnya pemasangan
sayap ke atas fuselage melalui empat fitting. Perwakilan tersebut mennerangkan bahwa waktu integrasi
sayap ke fuselage, karena baut pada fitting ke-4 tidak persis dapat masuk ke lubang fitting, wing dipaksa
dipuntir sedikit agar masuk. Ini menyebabkan sudut pemasangan airfoilnya tidak lagi sesuai dengan
desain. Akibatnya, gaya hambat akan tambah tinggi, dan penggunaan bahan bakar akan naik; customer
akan rugi. Jadi, saat itu mereka meminta kami melakukan perhitungan biaya kompensasi yang harus
dibayar oleh IPTN karena naiknya penggunaan bahan bakar tersebut.
Untungnya, melalui kuliah-kuliah Pak Diran, saya mengenal buku Theory of Wing Section karya
Ira H Abbott. Di sana diterangkan mengenai airfoil NACA 4 digit, 5 digit dan 6 digit. Saya kemudian
memeriksa airfoil yang dipakai CASA 212. Ternyata CASA menggunakan profil 653-218 yang unik
sehingga pada rentang sudut serang tertentu, dimana koefisien gaya angkatnya antara Cl = -0.2
sampai +0.4, dragnya tetap sama. Lalu, saya menggambar polar diagram airfoil CASA ini di papan
tulis di ruang rapat. Kesimpulannya adalah walaupun pemasangan sudut wing berubah sedikit, gaya
hambatnya tidak berubah karena menggunakan airfoil ini. Artinya, penggunaan bahan bakar tidak
akan naik. Alhamdulillah, rapat dapat diakhiri dan customer tidak jadi meminta kompensasi dari
pemasangan sayap di CASA 212. Sekali lagi, terima kasih Pak Diran.
Dalam aliran supersonik, terdapat gelombang kejut (shock wave) dimana tekanan di belakang
98
4.2. Esai Prof. Sulaeman Kamil
gelombang kejut itu akan naik, lalu diikuti oleh expansion wave dimana tekanan di belakangnya akan
turun. Pemahaman ini kami gunakan untuk mengoptimisasi bentuk belakang proyektil yang dikerjakan
oleh seorang kandidat doktor ITB (yang berasal dari TNI-AU) di bidang aerodinamika yang sebelumnya
dibimbing oleh Pak Harijono Djojdihardjo. Karena Pak Harijono harus pensiun, maka saya yang melan-
jutkan bimbingannya. Kandidat tersebut menggunakan perangkat aerodinamika numerik (mungkin
bernama Fluent) untuk menghitung tekanan di belakang shock wave dan expansion wave. Saya kemu-
dian memeriksa hasil perhitungan tekanannya. Kandidat tersebut berhasil mendapatkan gaya hambat
yang lebih rendah dengan memasang semacam pelat dengan ukuran dan lokasi tertentu pada bagian
belakang proyektil. Shock wave yang terjadi menyebabkan kenaikan tekanan yang paling optimal diba-
gian belakang sehingga dapat menurunkan gaya hambat. Proyektil tersebut akhirnya dapat mencapai
rentang tembakan yang lebih baik; kandidat tersebut berhasil lulus pada waktunya.
Pesan Pak Diran bahwa di perguruan tinggi ini kita learn how to learn terasa sampai sekarang, saya
masih terus mempelajari hal hal yang baru. Dalam kesempatan ini saya ingin mengusulkan agar Prof.
ir. Oetarjo Diran, sebagai salah satu motor pendiri departemen Teknik Penerbangan ITB, diangkat
sebagai Guru Besar Emeritus. Saya pernah mengirim e-mail ke Pak Soufyan Nurbambang mengenai
hal ini. Semoga hal ini segera terjadi, amin. [Mukilteo, 1 Ramadhan 2012]
99
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
diambil untuk tugas akhir, yaitu struktur, aerodinamika, dan mekanika terbang. Pak Ichsan memilih
struktur, dan akan dibimbing langsung oleh Prof. Jaap Schijve; Pak Djoko Sardjadi memilih aerodi-
namika dan akan belajar di bawah bimbingan Prof. van Ingen; Pak Hari Muhammad memilih mekanika
terbang dan belajar di bawah Prof. Gerlach. Khusus kepada mereka saya minta untuk mengambil mata
kuliah Aircraft Design langsung dari Prof. Torenbeek dengan harapan kalau sudah lulus dari beliau,
mereka tidak perlu lagi mengambil kuliah Aircraft Design di ITB sewaktu nanti mereka kembali. Ini
agar supaya mereka bisa segera jadi dosen. Saya berpesan kepada Pak Hari Muhammad agar bersedia
menjadi anggota bidang keahlian yang dipimpin Pak Said Jenie. Yang paling sulit adalah kasusnya Pak
Djoko Sardjadi karena saya harus berargumentasi dengan almarhum Pak Pusponegoro agar Pak Djoko
boleh dijadikan dosen di ITB, dan tidak usah bekerja penuh di PT. IPTN. Selain itu, Pak Cosmas
Pandit Pagwiwoko (saat ini associate professor di University of Nottingham, Malaysia) memilih bidang
aeroelastisitas dan menjadi anggota kelompok Pak Harijono Djojodihardjo.
Alhamdulillah, Pak Ichsan, Pak Djoko dan Pak Hari akhirnya menyelesaikan kuliah S1 dari TU
Delft dan tidak perlu mengambil lagi mata kuliah Aircraft Design. Selanjutnya, pada pertengahan
90an, mereka dapat meraih gelar doktor. Bahkan, Pak Ichsan telah berhasil menjadi guru besar
sekarang. Saya masih menuggu Pak Hari Muhammad menjadi guru besar. Sementara Pak Djoko
Sardjadi memang memilih mengembangkan bisnis pesawat tanpa awak.
Itulah sedikit kenang-kenangan ketika membentuk sub-jurusan Teknik Penerbangan dengan meman-
faatkan adanya kerjasama antara PT IPTN dan Belanda. Itu juga harapan saya sekarang: kerjasama
antara Indonesia dengan Boeing untuk memanfaatkan offset pesawat Boeing 737 dan Boeing 777.
Sekarang tanggung jawab anda-anda di ITB untuk memanfaatkan program offset dari Boeing dan
kerjasama dengan EADS untuk membangun komunitas penerbangan Indonesia.
100
4.3. Esai Prof. Said Djauharsjah Jenie
sombong karena ia merasa lebih mulia dari Nabi Adam. Iblis merasa dibuat dari api (yang dapat dise-
but ’energi’), sementara nabi Adam dibuat dari tanah (yang dapat disebut ’massa’). Pada waktu itu
fisikawan Albert Einstein belum menemukan rumus E = mc2 .
Saya sempat pula duduk bersebelahan dengan Prof Baiquni (almarhum) di kantor Menristek. Keti-
ka itu beliau menghadiahi saya draft buku karyanya yang sedang beliau review untuk diterbitkan. Di
dalamnya ada tulisan lengkap yang menjelaskan ayat-ayat suci mengenai mengembangnya alam semes-
ta.
Saya pernah kontak dengan Prof. Sangkot Marzuki, seorang pakar DNA. Saya menyampaikan kepa-
da beliau bahwa salah satu interpretasi ayat suci mengenai lahirnya Nabi Isa, dan mengenai lahirnya
Nabi Adam (QS 3:59), yang kemudian dapat disimpulkan bahwa Nabi Adam sebenarnya mempunyai
ibu, dan Siti Hawa juga terlahir dari ibu yang sama (QS 4:1). Dalam hal ini, mereka adalah manu-
sia Cro-magnon (homo sapiens sapiens, bukan Neanderthal). Manusia Cro-magnon adalah kelompok
manusia pemburu dan peramu yang kemungkinan memasuki Eropa dari Timur Tengah dan menggan-
tikan manusia Neanderthal. Pak Sangkot menyatakan bahwa berdasarkan DNA kita semua adalah
keturunan dari satu ibu yang berasal dari Afrika. Wallahu’alam.
Kami tinggal di kota kecil Mukilteo, dekat pabrik Boeing. Kota ini berada di ujung utara Amerika
Serikat, dan pada musim panas, Pada hari ulang tahun saya, dimana siangnya terpanjang dalam satu
tahun, Subuh dimulai jam 02.54 dan Fajar jam 4.58 pagi, sementara Maghrib jam 21.15 dan Isya jam
23.30. Bayangkan dua tahun lagi Ramadhan mungkin jatuh pada bulan Juni, bagaimana caranya kalau
ingin melaksanakan puasa (bukan diganti dengan uang atau puasa pada waktu lain). Saya pernah ke
Norwegia beserta tim BPPT selama seminggu, matahari tidak pernah terbenam. Hal yang sama ketika
terpaksa mendarat di Anchorage, Alaska: malam terang terus. Sejak tahun lalu puasa saya mengikuti
waktu di Makkah sementara waktu sholat menggunakan waktu Mukilteo; ada teman yang berpuasa
dengan waktu Bandung. Agama yang saya anut memang harus dipelajari juga oleh para ilmuwan, tidak
hanya ahli bahasa Arab.
101
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Dapatkah kita bayangkan saat itu Pak Habibie baru berusia 37 tahun, datang memimpin rombongan
bule-bule ahli pesawat terbang Jerman dan melakukan pembicaraan di Linur, suatu industri persiapan
dari TNI-AU, dan memberikan ceramah di depan Senat Guru Besar ITB, yang anggotanya rata-rata
berusia di atas lima puluh tahun. Sesuatu yang tidak pernah saya lihat untuk kedua kalinya selama
hampir seperempat abad terakhir ini.
Sejak pertengahan tahun 1982, sekembalinya saya dari studi S2 di luar negeri, saya bekerja di IPTN,
suatu industri pesawat terbang yang didirikan sejak tahun 1976 sebagai salah satu hasil dari realisasi
visi Pak Habibie. Teringat nasihat pertama yang diberikan oleh Pak Habibie kepada saya saat saya
menerima tugas untuk membentuk sekaligus memimpin tim Flight Test dalam rangka penyelesaian
program CN-235: “Pak Said, meskipun kamu telah lulus S3, namun untuk menjadi seorang insinyur
yang profesional kamu harus terjun langsung menangani masalah-masalah riil dalam bidangmu. Dan
ini hanya mungkin dilakukan di industri yang benar-benar mempunyai program yang riil. Dalam hal
flight testing kamu baru bisa disebut profesional bila telah menyelesaikan sedikitnya tujuh program
development certification flight testing.”
Pak Habibie adalah seorang yang konsisten dan konsekuen dalam memberikan nasihat dan pengara-
han dalam arti, agar nasihat dan pengarahan dapat terlaksana dengan baik disediakan waktu-waktu
khusus untuk bertemu dan berdiskusi dengan beliau. Di samping itu, kita diberi kesempatan untuk
merancang dan memadukan peralatan-peralatan yang memadai dengan state of the art cukup canggih
baik berupa perangkat lunak maupun keras, yang mendukung keberhasilan pekerjaan kita.
Selama empat belas tahun saya berkarya di IPTN, terhimpun suatu kesan khusus tentang figur Pak
Habibie ini, sebagai seorang profesor. Beliau selalu memberikan kesempatan bagi para karyawannya
di semua bidang teknik untuk berdiskusi secara terbuka bersama beliau, mengenai semua masalah,
baik dari segi engineering, production, marketing maupun ekonomi, Dan yang menarik adalah bahwa
hal ini dilaksanakan secara berkala langsung di lapangan mulai dari masa desain awal, masa produksi
dan integrasi sampai dengan masa uji terbang dan sertifikasi. Terkadang diskusi ini sampai detil dan
melibatkan prinsip-prinsip dasar fisika maupun matematika. Teringat saya pada suatu saat, di masa
detail design N-250 Pak Habibie bersama saya dan 45 rekan insinyur lainnya berdiskusi dari jam 9:00
pagi sampai dengan jam 8:30 malam!
Inilah beberapa kiat Pak Habibie yang selalu diingatkan kepada seluruh murid-murid beliau, ter-
masuk saya, dalam menjalankan program-program di IPTN:
1. Percaya baik, namun periksa lebih baik. Beliau selalu mengatakan dalam bahasa Inggris: “Trust is
good but check is better.” Kiat ini menyiratkan kita untuk saling percaya, dan menghargai bagian
maupun disiplin keilmuan masing-masing namun harus selalu melakukan pemeriksaan silang antar
disiplin-disiplin keilmuan tersebut agar dicapai hasil yang betul-betul teruji dan berimbang, atau
dalam bahasa engineering design tercapai kondisi check & balance.
2. Inti suatu permasalahan terletak pada rinciannya. Beliau selalu mengatakannya dalam bahasa
Inggris: “The devil is in the details.” Kiat ini menyiratkan kita agar dalam memeriksa sebab mus-
abab permasalahan teknis, selalu harus dikaji sampai kepada rincian terdalam dari permasala-
han tersebut. Begitu pula dalam faktor ekonomisnya. Dalam suatu rancang bangun, kita harus
menelaah masalah mikro-ekonomi lebih dalam dan bukan hanya mengembang pada faktor makro-
ekonominya saja. Pesawat terbang, seperti juga sistem tata ekonomi makro, merupakan produk
dari harmonisasi serta koordinasi kerja dari ribuan elemen-elemen yang membangun produk terse-
but. Jika salah satu elemen tersebut tidak beres kerjanya, walau sekecil apapun, elemen tersebut
pasti akan mempengaruhi kinerja dari produk pesawat terbang tersebut. Demikian beliau selalu
mengingatkan kita.
3. Angka bisa dipermainkan, namun kita tidak bisa mengingkari hukum alam. Beliau juga selalu
mengatakan kiat ini dalam bahasa Inggris: “You can manipulate number, but you cannot fool
the law of physics.” Kiat ini selalu diingatkan oleh Profesor Habibie kepada kita, terutama dalam
masa-masa desain awal pesawat N-250. Sebagai contoh, ukuran serta bentuk pesawat yang
indah, belum tentu memenuhi hukum-hukum aerodinamika dalam menghasilkan karakteristik
terbang yang kita inginkan. Kiat ini juga berlaku untuk sistem sosio-ekonomi, demikian beliau
102
4.3. Esai Prof. Said Djauharsjah Jenie
suatu kali menekankan. Karena sistem ini pada akar permasalahannya yang paling dalam juga
berpijak kepada masalah kekekalan energi, seperti halnya dengan sistem-sistem alam lainnya.
4. Telitilah sampai jauh di luar batas kemampuan sistem yang kamu kaji, untuk memahami batasan
kemampuan dari sistem yang kamu kaji tersebut. Beliau juga sering mengatakannya dalam
bahasa Inggris: “Go beyond the limit of the system you are investigating, until you reach negative
results in order to obtain better understanding of the limitation of the systems.” Pada dasarnya,
kiat ini menjelaskan kepada kita untuk tidak selalu berhenti melaksanakan pengkajian suatu
sistem pada batas kemampuan sistem tersebut, namun harus terus menerobos ke daerah di luar
daerah kemampuan sistem tersebut. Sebab hanya dengan cara inilah kita mengetahui dengan
sebenarnya batas dari kemampuan sistem yang kita teliti.
Kiat-kiat di atas saya jadikan acuan yang sangat bermanfaat. Sebagai staf pengajar di Teknik
Penerbangan ITB, kiat-kiat tersebut saya tularkan kepada mahasiswa saya baik dalam kuliah, mem-
beri tugas praktikum, penelitian maupun tugas akhir kesarjanaan. Terbukti kiat tersebut mempunyai
dampak positif dalam peningkatan mutu dari sumber daya manusia yang saya bina baik yang ada di
IPTN maupun yang di ITB.
Prof. Dr.-Ing. B.J. Habibie seorang insinyur besar dengan wawasan jauh pada struktur pesawat
terbang hanyalah sebagian kecil saja dari prestasi ilmiah beliau sebagai seorang insinyur profesional.
Namun, yang membuat saya kagum terhadap Pak Habibie adalah kemampuan beliau dalam mence-
tuskan suatu ide besar sekaligus merancang program implementasi dari ide tersebut dengan skala global
yang melibatkan hampir semua disiplin ilmu.
Pembangkitan serta pembangunan masyarakat teknologi canggih dari masyarakat yang berbasis
agraris dan lingkungan yang tidak kondusif adalah contoh paling utama dari keberanian ide Pak Habibie
sebagai seorang insinyur besar.
Dalam hampir dua dasawarsa terakhir ini telah banyak cendekiawan yang mencoba menebak peran
Pak Habibie dengan cara membandingkan Pak Habibie dengan tokoh-tokoh teknolog terkenal, namun
menurut pendapat saya pembandingan ini tidak selalu tepat dan kurang sesuai.
Membandingkan Pak Habibie dengan designer pesawat sangat terkenal Alexander Lippisch tidak
tepat karena Pak Habibie bukan sekedar perancang pesawat. Membandingkan Pak Habibie dengan
Anthony Fokker atau Willy Messerschmitt juga kurang tepat karena Pak Habibie bukan sekedar seo-
rang perancang dan industrialis pesawat terbang. Membandingkan Pak Habibie dengan Theodore von
Karman juga kurang lengkap karena beliau bukanlah sekedar inspirator masyarakat penerbangan.
Menurut pendapat saya Pak Habibie adalah gabungan dari Alexander Lippisch sebagai designer
pesawat terbang, Willy Messerschmitt sebagai industrialis pesawat terbang dan Theodore von Karman
sebagai inspirator masyarakat teknologi canggih. Beliau inspirator, promotor, dan transformator utama
dari pembangunan masyarakat berbasis tekologi canggih dari masyarakat dengan basis agraris. Ini
merupakan suatu pekerjaan sangat sulit, penuh tantangan dan tentangan namun suatu perjuangan yang
luhur dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, meniadakan kebodohan dan mengentaskan kemiskinan.
Kesan lain yang saya amati adalah strategi dan taktik yang diambil oleh Pak Habibie dalam men-
jalankan perjuangan luhur di atas. Banyak sudah cendekiawan mencoba menerka strategi dan taktik
apa yang akan ditempuh Pak Habibie tetapi selalu meleset. Yang jelas adalah bahwa beliau tidak
pernah mengatakan strategi atau taktik yang akan beliau ambil kepada orang lain. Menurut penda-
pat saya, kita hanya mampu merekonstruksikan strategi dan taktik Habibie dengan jalan menengok
kembalui ke belakang (back tracking) untuk mengerti apa yang telah ditempuh dan dilaksanakan oleh
beliau dalam melaksanakan suatu program.
Saya kira hanya dengan jalan inilah kita dapat mempelajari strategi dan taktik insinyur jenius itu.
Jika hal ini kita lakukan barulah kita sadar bahwa terdapat suatu pola grand design dalam strategi
dan taktik yang diambil oleh Pak Habibie. Selebihnya dari itu kita akan sadar pula bahwa taktik yang
ditempuh Pak Habibie adalah sangat inkonvensional tapi jitu dan orisinil. (1996)
Sumber: “Testimoni untuk BJ Habibie”, A. Makmur Makka (editor), Penerbit Ombak, Yogyakarta,
2009.
103
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Kisah 1
Sekitar tahun 2001, ada mahasiswa PN yang bermasalah. Kebetulan dia adalah anak wali saya.
Karena dia susah dicari di kampus, maka saya meminta alamatnya ke tata usaha (TU) PN. Setelah
alamatnya diperoleh, saya meminta beberapa asisten untuk mencari, kemudian membujuknya untuk
datang ke kampus. Namun, para asisten belum berhasil membujuknya. Jadi, saya perlu datang sendiri
ke rumahnya nih.
Agar efisien (tidak mencari-cari rumahnya), saya minta Pak Tatang, teknisi Lab Aero, untuk mencari
terlebih dahulu rumahnya. Seingat saya rumahnya di daerah Cikutra, ke arah Bojong Koneng. Setelah
rumahnya ketemu, sorenya saya ditemani Pak Tatang kembali lagi ke rumahnya.
Singkat cerita, percaya dirinya akhirnya bisa dikembalikan, dan dia bersedia ikut ’pelatnas’ di Lab
Aero. Untuk mahasiswa yang masuk pelatnas, peran Dr. Fergiyanto Gunawan sebagai kepala asisten
cukup besar.
Di samping itu, selama proses ’pelatnas’ ini saya juga sempat beberapa kali bertemu dan bersilatur-
rahim dengan almarhumah ibu, ayah, dan kakaknya yang bekerja di Jakarta. Ceritanya cukup panjang,
dan tali silaturahim yang cukup erat jadi terbina antara almarhumah ibunya dengan istri saya. Setelah
melewati proses pelatnas itu, akhir yang membahagiakan datang juga. Dia berhasil mengembalikan
rasa percaya diri, dan lulus sebagai sarjana teknik penerbangan.
Kisah 2
Kisah di atas bukan satu-satunya yang sangat membekas dalam diri saya. Ada satu mahasiswa pener-
bangan yang ’menghilang’, dalam arti bahwa dia tidak mengikuti perkuliahan dan tidak pernah ke
kampus. Saya sendiri bukan dosen walinya. Namun, sebagai ketua departemen saat itu saya merasa
bertanggung jawab jika ada mahasiswa yang hilang. Dengan cara yang sama, saya minta Pak Tatang
mencari dulu rumahnya. Sepulangnya dari misi mencari rumahnya, saya tanya Pak Tatang di mana
104
4.4. Esai Prof. Ichsan Setya Putra
rumahnya. Pak Tatang bilang, “Jauuuuuh sekali pak rumahnya di Cililin!” Saya bilang, “Nggak
apa-apa, kita ke sana.”
Beberapa hari kemudian saya dan pak Tatang ke sana. Betul juga, jauh sekali rumahnya. Dari
jalan raya Padalarang, kami belok menuju arah Cililin. Sampai jalan aspal habis, kami masuk jalan
berkerikil. Akhirnya, kami tiba juga di rumahnya. Di sana kami bertemu ibunya, ngobrol-ngobrol dan
menyampaikan agar dia bisa didorong untuk kembali ke kampus. Namun, terbersit ketika itu bahwa
saya perlu berbicara dengan ayahnya. Sayang ketika itu ayahnya tidak ada di rumah. Jadi, kami pun
mohon diri. Perjalanan pulang ke ITB terasa lebih singkat.
Karena misi belum tuntas, maka beberapa waktu kemudian saya dan Pak Tatang pergi lagi ke
Cililin untuk bertemu ayahnya. Alhamdulillah, pada misi kedua ini kami bertemu dan berbicara dengan
ayahnya secara panjang lebar. Dan, saya sangat bersyukur bahwa saya dapat meyakinkan beliau, dan
mendorong putranya untuk menyelesaikan studinya di ITB.
Saya memintanya datang ke Lab Aero untuk menjalani ’pelatnas’. Proses pelatnasnya cukup pan-
jang, dan seringkali melibatkan ibunya. Ibunya sempat beberapa kali datang ke rumah saya, sehingga
kenal dengan istri saya. Alhamdulillah, setelah menjalani pelatnas di laboratorium struktur ringan PAU,
dia lulus sebagai sarjana teknik penerbangan.
Kisah 3
Ada satu orang hilang lagi yang masih saya ingat. Orang tuanya kebetulan tinggal di Sumatera
Utara, jadi sangat jauh bagi saya untuk berkunjung ke sana. Namun, ibunya berkali-kali datang ke
rumah saya. Alasannya: berdasarkan transkrip nilai akademik yang dikirimkan Departemen Teknik
Penerbangan kepada orangtua beliau merasa nilainya tidak cukup baik.
Saya meminta mahasiswa ini masuk ’pelatnas’ di Lab Aero. Mahasiswa yang masuk pelatnas saya
minta untuk mengisi daftar hadir. Beberapa hari sekali saya memeriksa daftar hadir mereka. Nah,
kehadiran mahasiswa yang satu ini saya lihat banyak bolongnya. Oleh karena itu, saya minta dia segera
dicari, dan menemui saya di kampus.
Saat ketemu, saya tanyakan kepadanya mengapa sering tidak belajar di Lab Aero. Jawabannya
nampak jujur, tapi membuat saya ingin ngakak (tapi saya tahan dan tetap pasang muka serius!). Dia
mengatakan, “Pak, saya nggak pergi ke lab karena bekas pacar saya masih sering minta diantar-antar...”.
Dalam hati saya berpikir, “Rupanya kawan kita ini masih berharap mantan pacarnya itu berubah pikiran
ya... “. Waktu pun berlalu. Setelah pertemuan itu, dia kembali menjalani pelatnas. Dan, akhirnya, dia
lulus sebagai sarjana teknik penerbangan.
Kisah 4
Selain ’Pelatnas Lab Aero’, ada juga yang cuma ’wajib lapor’ ke KaDep. Yang masuk kategori ini adalah
sekelompok mahasiswa yang kena kasus akademik pada Tahap Sarjana. Saya mewajibkan mereka
melapor setiap hari Sabtu tentang kemajuan tugas akhirnya, kemudian saya membuat catatan dari
laporan mereka. Kalau seorang mahasiwa tidak datang saat wajib lapor maka teman satu kelompoknya
diminta menghubungi sampai dapat. Kadang-kadang kemajuan tugas akhir yang dilaporkan ke saya,
saya tanyakan kepada pembimbingnya saat makan siang. Alhamdulillah, mereka yang masuk kategori
’wajib lapor’ ini lulus semua.
105
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
konseling. Namun, motivasi mahasiswa ini tidak pernah benar-benar bangkit. Pada akhirnya, saya pas-
rahkan dia tidak dapat lulus sebagai sarjana penerbangan. Dengan semua upaya yang sudah dilakukan,
saya berpikir bahwa kesuksesan dalam hidup tidak harus melalui jalur menjadi sarjana penerbangan
atau sarjana ITB.
106
4.4. Esai Prof. Ichsan Setya Putra
• nonton TV berlebihan karena, misalnya, nilai Ujian Tengah Semester I tidak sebagus seperti
ketika di SMA
Hal ini berbeda dengan masalah-masalah mahasiswa pada tahap Sarjana Muda (yang sekarang
sudah tidak ada lagi) dan Sarjana. Masalah pada dua tahap sangat bervariasi, yaitu:
• masalah keluarga
• kehilangan orientasi (misal: ’hiper-aktif’ dengan kegiatan ekstrakurikuler)
• belum punya tujuan hidup
• belum punya tujuan profesi yang jelas sehingga lebih banyak main
Saya menduga bahwa sebagian besar mahasiswa ITB memiliki masalah yang terakhir: belum pun-
ya tujuan hidup dan tujuan profesi yang jelas. Sebagai contoh, sekitar satu jam yang lalu seorang
mahasiswa yang kebetulan anak wali saya datang berkonsultasi tentang indeks prestasinya nya yang
sementara ini ’hanya’ 2.7. Yang bersangkutan ingin mengulang sejumlah mata kuliah agar IP saat lulus
bisa diatas 3.0. Saya kemudian bertanya apakah dia sudah punya bayangan ingin bekerja di mana?
Saya kemudian menambahkan kalau dia sudah punya tujuan maka dia dapat menyiapkan apa yang
diperlukan saja. Mungkin yang perlu disiapkan bukanlah mengulang sejumlah mata kuliah, tetapi hal
lainnya. Ternyata dia belum ada bayangan mau bekerja dimana.
Saya menyadari bahwa dunia yang terbentang di depan kita penuh ketidakpastian, namun ia juga
menyimpan banyak peluang. Paling tidak, kita perlu punya kompas yang dapat memberikan panduan
arah. Kalau tidak punya kompas maka kita tidak punya arah. Yang perlu ditumbuhkan dalam diri
mahasiswa (pinjam istilah orang psikologi) adalah ’grit’: perseverance and passion for long term goals
(kegigihan dan semangat untuk mencapai tujuan jangka panjang; ini bisa dilihat di buku karangan Dan
Pink: “Drive-The Surprising Truth about What Motivates Us”). Menurut saya acara-acara mengundang
alumni PN dapat menumbuhkan grit dalam diri mahasiswa. Plus, diberikan pula bekal 7 Habits agar
mahasiswa dapat mengatur dirinya, berlatih menjadi manajer, dan berlatih menjadi pemimpin (leader).
107
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Stephen Covey di Indonesia), antara lain Time Management (Focus), 4 Roles of Leadership, 4 Disci-
plines of Execution, dan lainnya.
Dari mengikuti training ini saya pikir mestinya training The 7 Habits of Higly Effective People
(versi untuk mahasiswa) seharusnya bisa diberikan kepada mahasiswa ITB. Tapi harganya mahal! Yang
kemudian saya lakukan adalah mengirim beberapa rekan yang punya passion dalam bidang ini untuk
mengikuti training 7 Habits Signature Program. Pengiriman ini tentunya bertahap karena uang kantor
terbatas, sedangkan biaya training signature program ini Rp 8,000,000 per orang. Ada beberapa orang
yang saya kirim ke pelatihan 7 Habits yang lebih murah karena ditujukan bagi guru namun materinya
sama. Seiring dengan terus bergulirnya ide 7 habits ini, training “learning skills” bagi mahasiswa baru
kami geser waktunya dari waktu orientasi penerimaan mahasiswa baru ke tahun pertama. Minggu
pertamanya diisi dengan EI. Perubahan ini dilakukan untuk mahasiswa 2010. Saat itu, saya bukan lagi
Direktur Pendidikan ITB, tetapi saya masih sempat menyiapkan perubahan ini dan implementasinya.
Pada awal tahun 2011, saat pulang dari suatu training Dunamis, niat saya untuk memberikan
training 7 habits kepada mahasiswa ITB semakin kuat karena saya yakin pelatihan ini mestinya akan
menjadi bekal yang berguna bagi mahasiswa. Tapi sumber dana tetap jadi masalah. Saat masih berpikir
tentang dari mana dananya, mobil yang saya tumpangi kebetulan melewati kantor pusat bank pelat
merah yang direktur utamanya adalah alumni ITB. Saat itu saya mendapat ilham, mengapa tidak minta
sponsor dari bank ini untuk training 7 habits kepada mahasiswa baru. Saya langsung menelponnya.
Dan, jawaban beliau sangat positif. Beliau mengatakan, “Kirim SMS saja. Kalau nggak nanti saya
lupa.”
Dua minggu kemudian saya mendapat SMS dari corporate secretary bank tersebut untuk membuat
janji bertemu. Dalam periode dua minggu selanjutnya saya mulai mematangkan rencana dengan
teman-teman Lembaga TPB ITB dan menghubungi Dunamis.
Singkat cerita, bank tersebut bersedia mendanai training The 7 Habits for Highly Effective College
Students untuk sekitar 3300 mahasiswa baru! Training yang memerlukan Rp 600 juta itu semua dibiayai
oleh dana Corporate Social Responsibility (CSR) bank tersebut. Harga ini pun sebenarnya bukan harga
komersial. Paketnya sudah termasuk melatih 30 dosen di Lembang agar dapat menjadi fasilitator, dan
melatih 70 mahasiswa agar dapat menjadi asisten. Tentunya, kami masih perlu pelatih tambahan yang
kemudian diusahakan oleh Dunamis dari fasilitator Dunamis dan kliennya yang memiliki karyawan den-
gan sertifikat fasilitator. Training diselenggarakan pada 3-4 Agustus 2011. Karena, menurut Dunamis,
event ini adalah yang pertama di dunia, yaitu training 7 Habits paralel 70 kelas dengan peserta di atas
3000 orang dari satu institusi, maka Dunamis menghubungi MURI untuk mencatatnya sebagai rekor
MURI.
Kami tidak bisa berhenti di sini karena ITB harus membuat “environment”. Jadi, sekarang sedang
diupayakan 7 Habits untuk mahasiswa angkatan 2010 yang baru masuk himpunan (organisasi kemaha-
siswaan jurusan). Kami sedang menyusun proposal ke BUMN lain. Kami juga sudah mengirim proposal
itu ke mailing list para dekan di ITB, tapi belum ada tanggapan. Seiring dengan langkah ini, kami juga
berbicara dengan Wakil Dekan Akademik FTMD, yaitu Pak Hari Muhammad, yang juga punya passion
dalam masalah ini. Beliau setuju untuk mendanai mahasiswa FTMD 2010. Training akan berjalan,
insya Allah, setelah hari raya Iedul Fitri.
Memang, baru akhir-akhir ini saja saya mendapat gambaran tentang soft skills yang perlu diberikan.
Yang pertama adalah kemampuan mengatur diri sendiri (3 habits pertama + habits ke-7 dari 7 habits),
dan kemampuan berinteraksi dengan orang di sekitar (habits 3-5 dari 7 habits). Yang kedua adalah
kemampuan menjadi manajer. Yang ketiga, atau yang terakhir, adalah menjadi pemimpin/leaders.
Untuk dua yang terakhir ini kami sudah berbicara dengan pemimpin Dunamis untuk men-tailor
training ’7 Habits for Managers’ dan ’4 Roles of Leadership’ di Dunamis untuk keperluan mahasiswa.
Berdasarkan pengalaman dengan training 7 Habits for Highly Effective College Students, materinya
perlu diperkaya dengan kasus-kasus yang terkait dengan mahasiswa ITB. Mekanisme implementasinya
juga sudah mulai terbayang, yaitu bekerja sama dengan fakultas/sekolah dan himpunan/unit kegiatan.
KM-ITB akan memberikan training for trainers ke himpunan dan unit kegiatan. Mengenai dana, kami
tentunya harus mencari sponsor lagi.
108
4.5. Esai Hari Tjahjono
Pada akhirnya, saya mengerti mengapa himpunan kok acara kaderisasinya begitu-begitu saja! Insti-
tusi ini (baca: ITB) seharusnya memberikan alternatif! Dan, ini harus terintegrasi di antara akademik
dan kemahasiswaan. Di samping itu, pucuk pimpinan akademik dan kemahasiswaan perlu punya kon-
sep yang sama. Meskipun kondisi ideal seperti demikian belum terjadi saat ini tetapi hasilnya masih
lumayan lah.
Salah Jurusan
Begitu masuk jurusan, satu per satu masalah mulai muncul. Kalau sewaktu TPB semua mata kuliah
dapat saya lalui dengan baik dan lancar, kini saya harus tertatih-tatih mengikuti perkuliahan jurusan.
Kalau di TPB nilai-nilai saya lebih banyak A dibanding B, maka di jurusan saya harus ikut ujian
ulangan hampir di semua mata kuliah yang saya ambil. Kalau waktu TPB saya menjadi rujukan bagi
teman-teman yang kurang memahami materi kuliah, kini saya mesti terseok-seok untuk sekedar lulus
109
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
ujian. Kalau waktu TPB saya jarang sekali tidur di atas jam 9 malam, kini hampir tiap hari saya
mesti begadang sampai dini hari. Itupun hasilnya sangat mengecewakan: saya mesti ikut ujian ulangan
hampir untuk semua mata kuliah yang saya ikuti.
Walaupun banyak dikelilingi bidadari-bidadari cantik, jurusan Farmasi ITB betul-betul menjadi ner-
aka buat saya. Tetapi “neraka dunia” ini memberikan pelajaran yang sangat berharga: mengajarkan
kepada saya bahwa setiap orang punya kelebihan dan kekurangannya sendiri. Teman-teman saya yang
waktu di TPB kedodoran mengikuti pelajaran matematika misalnya, bisa melenggang santai mengikuti
mata kuliah morsitum (morfologi dan sistematika tumbuhan) dan sebagainya. Walaupun saya belum
pernah tahu teori multiple-intelligence-nya Howard Gartner, waktu itu saya langsung bisa mengapresi-
asi berbagai jenis kecerdasan yang tidak melulu berkaitan dengan matematika dan sejenisnya. Alhasil,
kesombongan saya karena selalu mendapat nilai A untuk mata kuliah matematika di TPB langsung
runtuh.
Waktu di TPB, saya sering membatin “kok yang begitu saja nggak tahu sih?” ketika melihat
mahasiswa/i tidak dapat menurunkan rumus matematika yang sederhana. Waktu itu saya sering tidak
habis pikir kok ada mahasiswa ITB yang seperti itu. Kini, saya kena tuahnya. Untuk mata kuliah
yang buat seorang mahasiswa/i sangat mudah, kini buat saya sulitnya minta ampun. Runtuh sudah
perasaan menjadi putra-putri terbaik Indonesia.
Karena sudah tidak tahan lagi terus-terusan kena her, saya memberanikan diri izin pindah jurusan
kepada ketua jurusan Farmasi ITB. Entah dengan pertimbangan apa, ibu ketua jurusan selalu meno-
lak permintaan saya. Berkali-kali menghadap, berkali-kali pula saya mendapat jawaban yang sama,
“Saudara pasti bisa kuliah di sini, silakan dicoba lagi dan belajar lebih keras lagi.” Barangkali ibu ketua
jurusan yang baik itu terlalu silau dengan nilai-nilai TPB saya, dan lupa bahwa selama setahun terakhir
ini mental saya hancur lebur karena mesti mengikuti ujian dua kali lebih banyak dibanding mahasiswa/i
yang lain yang tidak perlu mengulang ujian.
Karena mentok menghadapi ketua jurusan yang “terlalu berprasangka baik” itu, akhirnya saya
bertekad untuk bergerilya sendiri supaya bisa pindah jurusan at any cost. Akhirnya saya segera meng-
hadap ketua jurusan matematika ITB. Kok ndilalah beliau tidak ada di tampat. Akhirnya saya mencoba
keberuntungan menghadap ketua jurusan Mesin yang waktu itu dijabat Pak Djoko Suharto. Alham-
dulillah beliau ada di tempat, dan alhamdulillah pula beliau bersedia menerima saya. Ealah, prosesnya
kok jadi mudah sekali. Beliau hanya bertanya apakah benar saya serius pindah jurusan, dan apakah
saya tahu konsekuensinya, bahwa kalau ada satu saja mata kuliah yang tidak lulus saya langsung out
dari ITB. Dan ketika saya jawab ya, beliau langsung membuat persetujuan tertulis yang mengubah
drastis jalan hidup saya di masa depan. Sejak saat itu saya menjadi mahasiswa percobaan dengan kode
khusus 88. :-).
110
4.5. Esai Hari Tjahjono
begitu mengingat perjuangan Ibu saya yang sendirian berjuang luar biasa keras menghidupi keempat
anaknya, spirit itu tumbuh kembali. Kelak pengalaman mengelola rasa was-was dan tekad yang kuat
untuk melangkah ini sangat berguna dalam mengarungi kehidupan yang keras ini.
Setelah berjuang selama setahun penuh, alhamdulillah tantangan sebagai mahasiswa percobaan
akhirnya dapat saya lalui dengan baik. Ada perasaan lega luar biasa. Tapi godaan berikutnya muncul
lagi. What’s next? Fokus kuliah atau fokus organisasi? Atau dua-duanya?
Karena keinginan berlatih berorganisasi masih menggebu, akhirnya saya aktif kembali di organisasi.
Alhasil, kuliah dan organisasi mesti berjalan beriring. Masalahnya, tantangan di perkuliahan juga tidak
ringan. Waktu itu saya mesti memilih subjurusan. Mau Teknik Mesin Konstruksi atau Teknik Mesin
Penerbangan? Sebetulnya saya tidak punya preferensi khusus, konstruksi ok, penerbangan juga ok. Toh
walaupun saya besar di Madiun yang terkenal dengan lapangan terbang militernya, saya tidak punya
ikatan batin dengan dunia penerbangan. Akhirnya pertimbangan memilih subjurusan bukan karena
ikatan emosional atau hobby, tapi lebih ke tantangan! Mana yang lebih sulit itu yang akan saya pilih.
Looks very arogan, itu memang itulah pertimbangan saya memilih teknik penerbangan yang katanya
susah lulus! Akhirnya kuliah di subjurusan teknik penerbangan untuk tingkat sarjana muda bisa saya
selesaikan tepat waktu. Walaupun nilainya tidak bagus-bagus amat, saya senang bisa menjalani kuliah
beriringan dengan kegiatan organisasi.
Masalah mulai muncul di tahun berikutnya ketika beban organisasi semakin berat karena saya
ditunjuk sebagai ketua umum organisasi yang saya tekuni. Praktis selama setahun itu saya hanya
sekali-sekali saja datang ke kampus. Akibatnya, saya pernah diusir dosen keluar kelas karena tidak
mengerjakan PR! Lebih cilaka lagi, saya gagal dalam ujian untuk mata kuliah itu. Tidak hanya kena
her, saya harus mengulang di tahun berikutnya. Itulah satu-satunya pengalaman mengulang mata kuliah
selama di ITB. Dan ternyata, pengalaman gagal itu justru sangat penting dalam mengarungi kehidupan
yang serba tidak pasti ini. Alhamdulillah, saya pernah gagal! Jadi saya harus mengucapkan beribu-ribu
terima kasih kepada Pak Mardjono yang telah mengajarkan kepada saya bagaimana menghadapi sebuah
kegagalan.
Nah. pengalaman berikutnya yang sangat challenging adalah menyelesaikan tugas perancangan
pesawat dan tugas akhir. Tidak pernah saya bayangkan sebelumnya bahwa untuk lulus sebagai sar-
jana penerbangan ITB kita harus menyelesaikan tugas kuliah sekomprehensive perancangan pesawat.
Teman-teman di luar penerbangan pada geleng-geleng kepala ketika tahu ada tugas perancangan pe-
sawat ini. Bayangkan, untuk melakukan study pasar saja saya harus bolak-balik Bandung-Jakarta
selama 3 bulan. Dan tujuannya “cuma” satu: menghitung berapa kapasitas pesawat yang dibutuhkan
pasar Indonesia. Intellectual excercises yang terjadi di ruang asistensi bersama Pak Diran pun sangat
berkesan sampai sekarang. Kalau boleh jujur, dari sekian banyak mata kuliah yang saya pelajari di
ITB, yang tetap saya ingat sampai sekarang ya diskusi-diskusi hangat di ruang asistensi itu. Kadang
saya sering geli sendiri mengingat argumentasi-argumentasi saya di ruang asistensi yang maksa-maksa.
Maksudnya maksa-maksa supaya cepet lulus. He-he-he.
Setelah lolos (catat: lolos, bukan lulus) dari tugas perancangan pesawat, tantangan berikutnya
adalah menyelesaikan tugas akhir. Ini sebuah tantangan yang tidak ringan, makanya harus diatasi
dengan upaya yang ekstra pula. Hampir selama 9 bulan penuh saya tidur di laboratorium! Pagi, siang,
sore, dan malam tinggal di laboratorium, dan hanya pulang ke tempat kos untuk naruh baju kotor!
What an unforgetable story! Kenapa mesti tinggal begitu lama di lab, barangkali juga karena cara
kerja saya yang kurang sistematis. Tapi pengalaman kerja spartan seperti itu menyisakan kebanggaan
tersendir. He-he-he.
Kelak pengalaman menyelesaikan tugas perancangan dan tugas akhir ini seolah menjadi simulasi
dari kehidupan yang sebenarnya. Betapa kita harus siap menghadapi komplikasi persoalan teknis dan
non-teknis yang campur aduk menjadi satu. Kemampuan kita mengelola komplikasi masalah itulah
yang sebenar-benarnya diajarkan dari kedua tugas kuliah itu. Saya bersyukur pernah melewati proses
itu. Kalau tidak, belum tentu saya berani pindah kuadran di usia yang tidak muda lagi. Alhasil,
teknik penerbangan ITB benar-benar menjadi kawah candradimuka bagi saya untuk berani manghadapi
tantangan kehidupan dan mewujudkan mimpi-mimpi saya.
111
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Membangun Karir
Begitu selesai sidang sarjana, saya sempat terpikir untuk kerja di perusahaan besar dengan gaji besar.
Layak sekali rasanya perjuangan saya selama 7 tahun kuliah di ITB dengan segala dinamikanya diganjar
dengan gaji yang besar. Tujuh tahun kuliah mestinya setara dengan seorang doktor. He-he-he. Tapi
dorongan untuk menjadi guru seperti Bapak dan Ibu saya juga besar sekali. Walaupun semasa kuliah
saya pernah merintis “karir” di bidang entrepreneurship dengan menjadi tukang koran dan berjualan
brem, entah mengapa keinginan menjadi entrepreneur sama sekali tidak tumbuh sewaktu saya menye-
lesaikan kuliah. Alhasil begitu selesai wisuda sarjana saya ngendon terus di lab penerbangan menjadi
seorang calon dosen di almamater tercinta.
Setelah magang sebagai dosen selama sekitar 3 bulan, saya memutuskan hijrah ke Jakarta mencari
tantangan baru. Bukan bekerja di perusahaan besar dengan gaji besar seperti yang pernah saya impikan,
saya terdampar membantu perusahaan seorang teman di bidang penerbitan. Saya langsung menggondol
jabatan keren: manajer sirkulasi. Walaupun dengan jabatan manajer, jangan bayangkan saya mendapat
gaji setara manajer, apalagi manajer perusahaan minyak. Gaji yang saya terima waktu itu hanya lebih
besar sedikit dari gaji calon dosen ITB. Dengan gaji segitu dan hidup di Jakarta, kebayang sudah
kesulitan yang saya hadapi. Mending tetap jadi dosen, karena masih dapat tunjangan dari IPTN:-)
Lagi-lagi nasi sudah mejadi bubur. Keputusan sudah diambil dan pantang bagi saya untuk menyesali
apalagi sambil merintih-rintih minta belas kasihan. Selama berbulan-bulan saya menjalani profesi yang
tidak ada kaitannya sama sekali dengan dunia penerbangan. Tiap hari saya keliling Jakarta untuk
mendistribusikan majalah yang diterbitkan perusahaan tempat saya bekerja. Ketika malam tiba, saya
sering termenung atas langkah yang saya ambil ini. Am I doing the right thing? Sambil tiduran di
kantor yang pengap, hampir setiap malam saya melakukan kilas balik atas perjuangan saya sejak SMA,
kuliah di ITB selama 7 tahun, dan kini berlabuh di Jakarta di sebuah perusahaan penerbitan yang masa
depannya tidak jelas mau kemana.
Di tengah kegundahan yang membuncah itu, Tuhan rupanya mengirim seorang dewa penolong.
Tidak ada topan dan tidak ada angin, seorang sahabat datang ke kantor saya. Saya sudah lupa
persisnya sang sahabat itu ngomong apa, tapi yang jelas ujung-ujungnya mengajak saya bergabung
bersama beberapa alumni penerbangan yang lain untuk mendaftar kerja di PT Sempati Air. Siapakah
sahabat dan sekaligus dewa penolong itu? Tidak lain dan tidak bukan dia adalah Pak Indar Atmoko,
PN 83, atau saya biasa memanggilnya Mamo. Barangkali Pak Indar bisa cerita mengapa tiba-tiba
datang ke kantor saya untuk mengajak saya kembali ke jalan yang benar. He-he-he.
Singkat cerita, saya bersama beberapa anggota rombongan sirkus cap gajah bekerja di Sempati
sebagai seorang engineer muda. Walaupun tidak se-advance apa yang dipelajari di kampus, kami ber-
enam alumni PN ITB tekun bekerja di bawah bimbingan Pak Eddy Prayitno, PN 72, yang waktu itu
menjabat sebagai direktur teknik. Belum setahun bekerja di Sempati, saya dikirim Pak Eddy mengikuti
training engine and airframe system pesawat F-100 di Fokker Aircraft BV, Belanda. Sebuah pengalaman
yang tak terlupakan. Dalam sebulan penuh saya mesti belajar sistem pesawat bersama para mekanik.
Jelas posisi saya waktu itu adalah underdog, karena saya blank sama sekali bagaimana sistem seperti
APU itu bekerja, bagaimana melakukan trouble shooting kalau ada masalah teknis yang terjadi, dsb.
Di situlah kemampuan survival saya diuji. Saya mesti melakukan segala daya upaya supaya bisa
lulus. Saya harus lulus, karena kalau kalau tidak kredibilitas insinyur penerbangan di mata para mekanik
Sempati bisa terancam. Dan karena pendekatan “teknis” saja tidak mencukupi, saya mesti melakukan
pendekatan “non-teknis”, ialah membujuk teman mekanik saya untuk mau belajar bersama. Ini jauh
lebih efektif karena dia seorang mekanik yang cukup berpengalaman yang tahu seluk beluk sistem
pesawat, yang tentu saja bisa menjelaskan dengan lebih baik daripada hanya dengan membaca buku.
Perjuangan saya selama sebulan penuh akhirnya membuahkan hasil. Saya lulus ujian dengan nilai
yang tidak mengecewakan Pak Eddy Prayitno yang mengirim saya, dan juga tidak mengecewakan
sahabat saya mekanik yang mau tekun berbagi belajar bersama. Tapi tunggu, di hari terakhir training
saya di Fokker saya menerima fax dari Jakarta. Isinya membuat saya terbengong-bengong. Betapa
tidak, saya mendapat penugasan baru dari Pak Eddy untuk men-set up organisasi baru, Information
112
4.5. Esai Hari Tjahjono
System, di Direktorat Teknik PT Sempati Air. Belum juga ilmu yang saya pelajari sempat saya pakai,
saya harus mengerjakan pekerjaan baru yang lain sama sekali. Boro-boro mau menerapkan ilmunya,
wong waktu menerima fax saya masih belum pulang ke Jakarta. Saya masih anteng di Schiphol,
Amsterdam! Rupanya Allah SWT meminjam tangan Pak Eddy untuk membelokkan karir saya. Sejak
saat itu saya switch ke bidang IT sampai sekarang.
Lebih dari 5 tahun saya menekuni bidang IT ini di Sempati. Pengalaman yang sangat berharga
sampai sekarang adalah memimpin tim pengembangan software IMAGES (Integrated Maintenance and
Engineering System) bekerja sama dengan beberapa software houses termasuk tim dari PAU ITB.
Sungguh pengalaman yang sangat berharga untuk belajar project management sebuah proyek IT.
Sekolah Lagi
Salah satu proyek yang saya koordinasikan sewaktu kerja di Sempati adalah mengukur On-Time
Performance berbagai tipe pesawat bersama-sama dengan Pak Diran dan Pak Mahardi Sadono, PN 85.
Di sini Tuhan kembali menunjukkan kuasanya untuk “ikut campur” mewarnai perjalanan karir saya. Di
tengah-tengah obrolan informal, Pak Diran menanyakan apakah saya tidak ingin sekolah lagi. Tidak
mau berbasa-basi, saya langsung menyampaikan ke Pak Diran kalau saya tentu saja ingin sekolah lagi,
tapi mesti di luar negeri. Beberapa hari kemudian Pak Diran menyodorkan formulir pendaftaran, dan
saya langsung diterima sekolah MBA di Belanda, walaupun belum dites! What a surprising moment!
Rupanya saya ini “korban” NKK, nolong kawan-kawan, karena ternyata Pak Diran adalah ketua tim
seleksi yang surat referensinya sakti mandraguna.
Segeralah saya berangkat kembali ke Belanda untuk sekolah lagi. Rencana saya sekolah ke Belanda
yang gagal karena saya tidak jadi dosen di Jurusan Penerbangan ITB akhirnya terbayar lunas. Terima
kasih Pak Diran, saya tidak akan pernah melupakan jasa Bapak mengirim saya sekolah lagi ke Belanda.
Pengalaman sekolah di Belanda mengajarkan banyak hal. Selain memaksa saya belajar membaca cepat
karena setiap hari mesti membaca sekitar 80 halaman texbook, banyak hal positif yang dapat dipelajari
di sana: cinta lingkungan dengan kemana-mana pergi bersepeda, budaya antri, dsb. Benar sekali pesan
Pak Diran waktu saya pamit dari ITB: you mesti sekolah ke luar negeri, banyak hal yang dapat you
pelajari di sana.
Pengalaman yang juga tidak akan saya lupakan adalah mencari tempat magang sebagai bagian dari
program MBA ini. Setelah menyelesaikan teori selama setahun, mahasiswa didorong untuk mencari
tempat magang sendiri. Walaupun kuliah saya disponsori Fokker, tetap saja saya harus mencari topik
magang yang menantang. Nah, ketika itu Fokker baru saja membuka fasilitas perawatan pesawatnya
di Singapore, Fokker Services Asia. Dugaan saya, karena fasilitas ini baru dibuka, maka mereka pasti
membutuhkan studi yang cukup mendalam bagaimana merumuskan strategi pengembangan bisnisnya
di Asia. Makanya saya langsung melakukan research kecil-kecilan untuk melihat peluang pekerjaan yang
bisa dilakukan dengan skema magang. Dan setelah proposal itu siap, tidak tanggung-tanggung proposal
itu langsung saya kirim ke President Director Fokker Services BV di kantor pusatnya. Belakangan saya
geli sendiri dengan kenekatan saya ini. Wong hanya proposal magang saja kok dikirim sampai level
presiden direktur! Tapi itulah berkah kuliah di PN ITB: selalu nekat!
Ternyata kultur Indonesia dan Belanda sangat berbeda. Apa yang saya pikir sebuah kenekatan,
ternyata malah diapreasiasi dengan baik oleh direksi Fokker Services. Tidak saya duga-duga, saya
dapat panggilan dari Fokker Services untuk mempresentasikan proposal saya di depan rapat direksi!
Wow! Seorang mahasiswa inlander dipanggil direksi Fokker Services untuk presentasi di depan rapat
direksi hanya untuk sebuah proposal magang! Sebuah pengalaman yang juga tidak terlupakan. Hati
saya langsung berbunga-bunga, dan buru-buru saya naik kereta api dari Enschede ke Woensdrecht.
Sepanjang jalan saya masih tidak percaya harus presentasi di depan sinyo-sinyo Belanda direksi Fokker
Services. Hati saya semakin berbunga-bunga karena saya diinapkan di sebuah hotel, hotel terbaik
yang pernah saya inapi selama di Eropa. Maklum waktu business trip di Sempati dulu biasanya saya
menginap di hotel seadanya supaya dapat sisa untuk uang muka rumah. He-he-he.
Akhirnya proposal saya diterima, dan saya mulai mengerjakan tugas ini dengan melakukan studi
pasar di Jakarta, Singapore, dan Kuala Lumpur. Rencana studi pasar di Shanghai dibatalkan karena
Fokker takut program saya mengganggu hubungan kerja dengan partner mereka di China. Waktu
113
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
mengerjakan studi pasar ini saya langsung ingat apa yang saya lakukan sewaktu tugas perancangan
pesawat di kampus tercinta. Irama dan cara berpikirnya sama, yang membedakan hanya topiknya saja
karena fokus saya sekarang merumuskan Strategic Business Development of Fokker Services in Asia.
Setelah menyelesaikan program teori dan magang hampir selama 2 tahun, saya dinyatakan lulus
dan siap-siap pulang ke Indonesia. Indonesia, here I come.
114
4.5. Esai Hari Tjahjono
Waktu di Mincom itulah saya mulai kenal SAP, karena mereka begitu agresif mendekati customer-
customer saya untuk migrasi dari Mincom ke SAP. Sampai-sampai komentar salah satu customer
yang sudah terpengaruh bisa sangat provokatif, “Hari, book value sistem Mincom saya sudah nol nih,
sudah waktunya ganti sistem”. Wah, another challenge has come. Tentu saya tidak mau menyerah
begitu saja. Saya bertekad mempertahankan customer saya dari gempuran-gempuran itu at all cost.
Saya membuat tulisan besar-besar di meja kerja saya: BEAT SAP! Bos saya senang sekali melihat
semangat saya yang menggebu-gebu itu. Semangat khas mahasiswa PN ITB untuk menaklukkan
tugas perancangan pesawat :-).
Tetapi karena gempuran begitu hebat dan saya tidak punya cukup amunisi untuk bertahan, akhirnya
saya “berpikir strategis ke depan”. Ups, ini hanya cara ngeles saja untuk tidak mau mengatakan
menyerah. He-he-he. If you can not beat them, then join them! Mudah-mudahan ini tidak termasuk
kategori berkhianat. Ada sih cara lain untuk ngeles, I never wrote down BEAT SAP. That was typo
error. It should be BE AT SAP. Some day I will be at SAP. There is a space between BE and AT.
he-he-he. just kidding.
Akhirnya saya memang bergabung bersama SAP. Tentu bukan karena typo error itu. Tetapi lebih
karena serbuan SAP semakin agresif tidak saja mendekati customer-customer saya, tetapi malah mem-
bujuk saya untuk bergabung. Apalagi menurut perhitungan saya Mincom tidak bakal kuat menghadapi
serbuan SAP yang dari berbagai aspek jauh lebih unggul. Dan dugaan saya benar, beberapa tahun ke-
mudian PT Mincom Indoservices memang kolaps. Saya bersyukur memiliki sensitivitas seperti ini. Sen-
sistivitas yang sama pernah saya tunjukkan sewaktu pamit dari Sempati. Banyak orang menyayangkan
keputusan saya keluar dari Sempati ketika Sempati masih sangat jaya, but I had my own calculation
that Sempati will soon be collapsed.
Bergabung dengan perusahaan raksasa semacam SAP awalnya memang berat. Malah sangat berat.
Saya mesti set up organisasi Global Support di Indonesia dari nol, seperti yang saya lakukan sewaktu
merintis organisasi Information System di Sempati. Selama 2 tahun pertama saya kerja sendirian. Betul-
betul sendirian seperti mengerjakan tugas akhir saja. Tidak ada team member, tidak ada asisten. Dari
a sampai z harus dikerjakan sendiri. Tetapi setelah melewati tahapan itu semuanya berubah drastis.
Apalagi saya mempunyai kebebasan penuh untuk memilih team members yang terbaik. Alhasil, setelah
tahun ke-3 di SAP, praktis saya tinggal ongkang-ongkang kaki saja. Semuanya sudah in place, saya
bisa kerja dari mana saja dan kapan saja seperti coca cola karena infrastruktur yang hebat. Team
members juga bisa lari sendirian dan hanya perlu dimonitor sesekali saja.
Banyaknya waktu luang itu membuat saya kembali teringat mimpi-mimpi yang belum terlaksana,
yaitu menciptakan lapangan kerja. Bersama beberapa teman akhirnya saya mendirikan perusahaan
consulting. Sempat mendapat satu proyek kecil, tetapi belum setahun perusahaan itu gulung tikar.
Habis semuanya pada tidak mau full time. Mau berbisnis tetapi semuanya hanya berani bermain
aman. No way. Alhamdulillah saya gagal lagi. Alhamdulillah dapat pelajaran berharga lagi. Belajar dari
pengalaman itu, bersama teman-teman yang lain saya kembali mencoba membuka lapangan pekerjaan.
Kali ini di bidang multimedia. Kali ini kita mempersyaratkan harus ada yang full time. Alhamdulillah
perusahaan itu masih berdiri sampai sekarang dan mampu menghidupi lebih dari sepuluh karyawan.
115
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
yang looks very arogan itu. Untungnya bos saya bukan orang Jawa tapi orang Jerman yang tidak ada
basa-basinya.
Tapi rupanya orang Jerman bisa salah interpretasi juga. Dikiranya saya pengin jabatan. Makanya
saya ditawarin untuk pegang SAP Global Support di Pakistan! Ups, no sir. That’s not what I am
looking for. Padahal kalau ditawari ke Jerman mungkin saya goyah juga. He-he-he. Akhirnya saya
sampaikan bahwa itu bukan yang saya cari. Saya ingin keluar dari SAP, mencoba peruntungan sendiri,
tetapi dengan satu syarat: diberi status SAP official partner. Itu harga mati buat saya karena saya
tidak mau gambling terlalu besar. Saya masih memerlukan strong brand-nya SAP. Saya bukan orang
yang terlalu nekat lagi dalam usia sekarang. Rupanya bos saya mengerti dan sebelum keluar dari SAP
pun saya sudah mendapatkan previlige sebagai SAP partner yang bagi orang lain barangkali susahnya
minta ampun.
Walaupun sudah dipersiapkan dengan sangat hati-hati, rupanya terjun bebas sebagai entrepreneur
tetap saja menyisakan resiko yang tidak kecil. Sejak saat itu saya kembali memulai petualangan
baru yang penuh tantangan. Ketika akhirnya memutuskan keluar dari SAP, saya sebenarnya sudah
mempersiapkan diri untuk bisa bertahan selama 2 tahun tanpa gajian. Tetapi ternyata baru berjalan
beberapa bulan, antisipasi 2 tahun sudah tidak mungkin tercapai lagi. Mendirikan usaha dari nol
ternyata membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Alhasil, persiapan 2 tahun tanpa gajian mesti dikoreksi
menjadi 1 tahun tanpa gajian, itupun dengan syarat ikat pinggang mesti diikat erat-erat.
Tiga bulan pertama adalah masa bulan madu. Saya begitu bersemangat bekerja, mendatangi
prospek kesana-kemari, ikut tender sana-sini. Pada perioda bulan madu ini confident level masih tinggi
sekali karena ada tender yang peluang menangnya sangat tinggi. Tiap malam saya tahajud, mohon
dibukakan jalan supaya bisa menang tender sehingga bisa memperpanjang nafas perusahaan. Begitu
intensifnya berdoa, sampai2 doa saya kebablasan, sampai memaksa-maksa Tuhan supaya saya bisa
menang tender:-)
Manusia berusaha, tetapi Tuhan lah Sang Maha Penentu. Ternyata peluang tender perdana ini
gagal! Secara teknis perusahaan kami memang nomor satu, tim evaluasi teknis malah sempat ketrucut
mengatakan “jatuh cinta” pada solusi yang kami tawarkan. Tapi apa daya, sang Dirut tidak comfortable
dengan perusahaan kami yang baru beberapa bulan berdiri. Alhasil, bank guarantee yang prosentasenya
dinaikkan berlipat dan referensi dari customer-customer saya sebelumnya pun tidak bisa membantu.
Alhasil, proyek diputuskan ditunda! Keputusan yang sangat aneh, karena ini tender resmi, mengundang
banyak vendor, dan sudah mengikuti prosedur baku. Kok bisa2nya keputusan akhirnya ditunda. Saya
sempat shocked! Betul2 shocked karena tidak menyangka bakal terjadi seperti ini. Berbagai upaya
sempat saya lakukan supaya keputusan dramatis itu tidak terjadi. Tapi apa boleh buat, keputusan
sudah diambil, terpaksa kami gigit jari.
Setelah tender resmi ditunda, saya mulai limbung. Rasa percaya diri mulai luntur, karena prospek2
berikutnya pun sering mempertanyakan status perusahaan saya yang baru berdiri. Ini berjalan beberapa
lama, sehingga emosi saya mulai teraduk-aduk.
Tidak mau larut dalam kesedihan, saya akhirnya mulai menggarap prospek yang kecil-keciilll dengan
harapan tidak ada handicap sebagai perusahaan baru. Akhirnya telor pertama pecah, dengan nilai
sangat kecilll hanya seribu US dollar saja, yang untuk biaya operasional perusahaan selama sebulan saja
tidak cukup. Tapi alhamdulillah, telor sudah pecah, walaupun baru telur burung emprit. Pelan-pelan
telur burung emprit itu memberikan kepercayaan diri saya lagi. Alhamdulillah, telur yang agak gedean
pecah lagi, yang bisa memperpanjang nafas perusahaan. Asap dapur keluarga pun bisa diperpanjang
beberapa bulan lagi.
Berbekal proyek dengan durasi 6 bulan ini saya mulai confident lagi untuk terus mencari proyek-
proyek berikutnya. Tiada hari tanpa cari proyek. Tiap hari saya pergi kesana kemari tanpa lelah untuk
mengendus peluang bisnis. Alhamdulillah telor ketiga pecah lagi, yang membuat saya lebih pede lagi.
Eh, hanya selang beberapa hari telor keempat kembali pecah. Maha suci Allah yang Maha Pengasih
dan Penyayang. Ternyata kerja keras saya selama ini didengar olehNya. Ternyata kerja keras itu
membuahkan hasil juga. Alhamdulillah, nafas perusahaan kembali bertambah panjang, dan mudah2an
target saya sebelumnya untuk bisa survive tanpa gaji selama 2 tahun bisa tercapai. Target yang
116
4.5. Esai Hari Tjahjono
barangkali sangat sederhana, tetapi itu merupakan target yang tidak mudah dicapai untuk perusahaan
yang baru berdiri.
Ada pengalaman yang sangat berkesan dalam mencari proyek tersebut yang alhamdulillan semuanya
dengan perusahaan swasta (you know why I said so he-he-he . Pada proyek terakhir yang kami
dapatkan, semuanya berjalan begitu cepat dan tidak terduga. Saya datang pada saat-saat terakhir
ketika perusahaan tersebut sudah mau memutuskan pemenang tender. Ceritanya, direktur perusahaan
tersebut sering saya support waktu saya masih di SAP. Dan ketika saya iseng main ke kantornya, secara
tidak sengaja kita ngobrol yang berkaitan dengan proyek yang akan dilakukan. Begitu tahu kalau saya
bisa menyediakan service yang sama, dia buru-buru telpon ke bagian procurement supaya pengumuman
pemenang tender ditunda karena ada perusahaan baru yang mau ikutan. In short, saya nyusul ikutan
tender, dan menang! Ini dimungkinkan karena di perusahaan swasta asing prosedur tendernya tidak
kaku seperti di BUMN. Dan Alhamdulillah semuanya berjalan dengan clean.
Moral story dari cerita terakhir ini adalah pentingnya silaturahmi. Tentu saja silaturahmi yang
berkualitas. Tidak mungkin direktur tersebut mau repot-repot menelpon bagian procurement supaya
saya bisa nyusul ikut tender yang sudah sampai di ujung kalau diantara kami tidak ada past experience
yang baik. Kebetulan waktu di SAP saya memang pernah mensupport dia ketika menghadapi situasi
yang sangat kritikal ketika sistem SAP nya mati dan kerugian besar sudah membayangi perusahaan
tersebut kalau sistemnya tidak segera up. Alhamdulillah waktu itu saya dan tim bisa membantunya
sehingga kerugian besar itu bisa dihindari. Dugaan saya itulah satu-satunya alasan mengapa sang direk-
tur mengizinkan saya nyusul ikutan tender yang berakhir dengan cerita yang sangat menggembirakan
bagi perusahaan yang baru seumur jagung ini.
117
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
kemari, yang di mata para mahasiswa terlalu filosofis. Waktu itu saya tidak begitu memperhatikan
sentuhan filosofis ini karena terlalu sibuk berorganisasi. Alhasil, waktu itu saya malah senang dengan
pendekatan seperti itu karena tidak perlu banyak membaca buku sebelum mengikuti perkuliahan.
Belakangan saya menyesal karena kehilangan peluang besar untuk bisa membaca pemikiran Pak Diran
yang filosofis itu, yang ternyata hanya bisa diikuti dengan baik kalau saya banyak membaca buku teks
sebelumnya.
118
4.5. Esai Hari Tjahjono
merasa menjadi mahasiswa terbodoh di dunia. Celakanya, pertanyaan nakal seperti itu selalu saja
muncul di setiap asistensi tugas perancangan pesawat, sulit sekali diantisipasi kapan datangnya dan
pertanyaan macam apa lagi yang akan beliau tanyakan. Itu semua terjadi karena cara berpikir beliau
yang wild, out of the box dan tidak suka hal-hal yang biasa-biasa saja. Akhirnya kami para maha-
siswanya pasrah saja menghadapi semua kemungkinan yang terjadi. Que sera sera... whatever will
be..., will be Rupanya Pak Diran bisa mengajarkan jiwa yang tawakal pada para mahasiswanya dengan
caranya sendiri. Siapa bilang pelajaran tawakal hanya bisa diajarkan di masjid-masjid atau tempat
ibadah saja?
Pendekatan beliau yang provokatif itulah yang membuat mahasiswanya juga terdorong untuk
melakukan dan memikirkan hal-hal yang tidak biasa, termasuk dalam tugas perancangan pesawat.
Itu jugalah sebabnya mengapa saya memilih merancang pesawat 3-bidang untuk Tugas Perancangan
Pesawat saya. Padahal itu konsep yang tidak biasa untuk pesawat komersial 110 penumpang. Pen-
dekatan yang sangat aneh, sesuai dengan kesukaan Pak Diran! Tetapi walaupun demikian, tetap saja
beliau tidak kehilangan akal untuk memprovokasi mahasiswa dengan pertanyaan-pertanyaan berikut-
nya. Mengapa you merancang pesawat komersial begitu besar dengan menggunakan canard? Dan,
kalau sudah begini, mahasiswa akan pusing tujuh keliling mencari jawaban yang sifatnya ilmiah. Tidak
bisa hanya sekedar menjawab bahwa ia ingin melakukan hal-hal yang aneh saja seperti keinginan Pak
Diran. Alhasil, dengan caranya yang khas, Pak Diran mampu melatih mahasiswanya untuk berpikir
out-of-the box secara terus menerus.
Sayangnya ada saja mahasiswa yang salah persepsi dengan cara Pak Diran mendidik yang di mata
banyak mahasiswa terlalu keras ini. Akibatnya, ada saja mahasiswa yang gagal menyelesaikan studinya
di Jurusan Teknik Penerbangan karena tidak kuat menghadapi gemblengan Pak Diran yang barangkali
yang paling keras di seluruh ITB, dan bahkan di seluruh dunia!
Sangat perfeksionis
Satu ciri lagi yang ada pada Pak Diran sebagai dosen adalah sifatnya yang sangat perfeksionis. Pak
Diran ingin mahasiswanya mengerjakan tugas-tugasnya dengan sempurna. Dan ini hanya bisa dicapai
apabila mahasiswa mengawali tugasnya dengan cara berpikir yang benar dan tidak mentolerir kesala-
han sekecil apapun. Pernah dalam sebuah diskusi saya mengatakan perlunya sebuah kompromi. Begitu
mendengar kata ’kompromi’, beliau marah besar. Betul-betul marah sampai meminta saya untuk men-
coret kata kompromi dalam pikiran saya selamanya dan dalam hal apapun! Wah, sebuah permintaan
yang sangat berat untuk saya penuhi karena selama ini saya sering melakukan kompromi-kompromi
atas masalah yang saya hadapi. Belakangan saya baru menyadari bahwa permintaan beliau yang nye-
leneh itu sebenarnya sebuah pelajaran bahwa dalam hidup kita mesti mencari titik yang paling optimal
(optimasi) dari masalah apapun yang kita hadapi. Optimasi menggantikan kompromi. Nampak tidak
mungkin kalau kita malas berpikir.
Sifat perfeksionis Pak Diran rupanya dilatarbelakangi keinginan beliau supaya setiap mahasiswanya
memanfaatkan potensi yang ada dalam dirinya secara maksimal. Beliau tidak ingin mahasiswa menyia-
nyiakan potensi yang ada pada dirinya. Beliau ingin mahasiswa terus belajar dan berusaha supaya bisa
melakukan hal yang jauh lebih baik dari apa yang dia lakukan sekarang. Saya sendiri menjadi “korban”
dari sifat perfeksionis Pak Diran ini. Walaupun sudah hampir 9 bulan penuh saya tinggal di laboratorium
untuk menyelesaikan tugas akhir, beliau masih belum mengizinkan saya ikut sidang sarjana. Padahal
seluruh hal yang direncanakan pada proposal sebelumnya sudah saya kerjakan semuanya. Rupanya
beliau ingin saya melakukan lebih dari apa yang saya lakukan saat itu karena beliau ingin stretching the
goal up to the limit. Hal-hal seperti inilah yang tidak disadari mahasiswa, termasuk saya, yang sering
berprasangka buruk bahwa Pak Diran menghalang-halangi mahasiswanya untuk cepat lulus.
119
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
120
4.5. Esai Hari Tjahjono
mesti mencari sendiri sumber pendanaannya! Sangat ironis memang, tetapi itulah yang terjadi. Itulah
Pak Diran, beliau jalan terus dengan idealismenya walaupun sebesar apapun kendala yang dihadapi;
beliau jalan terus walaupun harus ngamen sana-sini untuk menutupi kekurangan dana. Perusahaan
tempat saya bekerja pernah memanfaatkan jasa ngamennya Pak Diran ini untuk menjelaskan konsep
maintenance management system.
Looks impossible. Walaupun tidak ada anggaran dari pemerintah, Pak Diran jalan terus dengan
KNKT-nya. Tidak ada kata tidak mungkin dalam kamus Pak Diran. Salah satunya itu dimungkinkan
dengan network beliau yang sangat kuat di luar negeri. Banyak kegiatan KNKT di luar negeri yang
disponsori jaringan pertemanan beliau, yang itu hanya mungkin terjadi karena kredibilitas beliau yang
diakui di seluruh dunia. Kredibilitas mengatasi anggaran. Saya menyaksikan sendiri "keanehan” ketika
pada suatu kesempatan saya diudang makan malam oleh Pak Diran di sebuah tempat di Singapura.
Kolega Pak Diran di sana begitu hormat dengan apa yang dilakukan Pak Diran dengan KNKT-nya
yang berhasil mengurai benang kusut kecelakaan Silk Air di Sungai Musi, Palembang beberapa tahun
yang lalu.
Pak Diran adalah dosen PN ITB yang paling getol mendorong dibentuknya Ikatan Alumni PN ITB.
Bahkan terbentuknya Ikatan Alumni PN ITB (IAP-ITB) juga dimulai pertemuan informal alumni PN
ITB di rumah beliau yang memecahkan rekor jumlah alumni PN ITB yang berkumpul pada waktu itu
sebanyak sekitar 70 orang. Sering sekali pertemuan-pertemuan IAP-ITB dilakukan di rumah beliau
yang seolah sudah menjadi sekretariat ikatan alumni.
Saking getolnya beliau mendorong kemajuan ikatan alumni PN ITB, beliau hampir tidak pernah
absent di acara-acara yang diselenggarakan oleh IAP-ITB baik itu rapat pengurus, halal bi halal, atau
bahkan pertemuan informal rutin yang diselenggarakan sebulan sekali secara bergiliran dari rumah
ke rumah. Malah perkembangan mailing list IAP-ITB pun tidak pernah luput dari perhatian beliau,
padahal rentang usia peserta milis sangatlah lebar bisa berbeda generasi lebih dari setengah abad!
Awalnya beliau sempat tidak nyaman mengikuti diskusi-diskusi peserta maling list yang tidak saja
berbeda generasi tetapi juga lebih sering guyonannya. Tapi semangat beliau untuk mendorong IAP-
ITB terus lebih baik lagi dari waktu ke waktu maka beliau tetap rajin mengikuti perkembangan mailing
list dari rajin memberikan komentarnya. Sungguh luar biasa, semangat beliau memajukan komunitas
alumni PN ITB sangat jauh di atas rata-rata dibandingkan siapapun anggota komunitas Ikatan Alumni
PN ITB.
Penutup
Dari cerita singkat di atas jelaslah siapa itu Prof. O. Diran, sang pendiri Jurusan Teknik Penerbangan
ITB. Dedikasinya pada perkembangan pendidikan tinggi Teknik Penerbangan di ITB pada khususnya
dan Indonesia pada umumnya sungguhlah luar biasa. Visinya yang jauh ke depan merintis pendidikan
Teknik Penerbangan di ITB pada awal tahun 60-an tidak berhenti sampai dengan berdirinya Jurusan
Teknik Penerbangan saja, tetapi terus dibimbingnya sampai pada pendirian Ikatan Alumni hampir 50
tahun kemudian.
Komitmen yang luar biasa itu menunjukkan bahwa Prof. Diran bukan hanya seorang guru se-
jati, tetapi juga seorang pejuang yang berani memulai sesuatu yang baru dan terus membantunya
berkembang sampai akhir hayat.
121
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Pembangunan ILST berawal ketika penulis mulai bekerja di Laboratorium Aero Gasdinamika dan
Getaran (LAGG), Serpong, yang didirikan pada 1979 oleh Prof. Oetarjo Diran. Di LAGG, belum
bekerja penuh tiga bulan, penulis diminta untuk turut serta menjadi anggota tim negosiasi kerjasama
dengan Laboratorium Penerbangan Nasional (Nationaal Lucht en Ruimtevaart Laboratorium atau NLR)
di Amsterdam, Belanda. Sepulang dari negosiasi, kami mulai merekrut insinyur yang keahliannya
sesuai dengan kebutuhan pembangunan terowongan angin. Ketika itu kami merekrut dua insinyur
penerbangan, dua insinyur mesin, tiga insinyur elektro dan dua insinyur instrumentasi. Di bawah
pimpinan Prof. Diran, tim baru ini membuat program requirement terowongan angin kecepatan rendah
2
Ditulis oleh Dr. Anton Adibroto, Dekan Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Yarsi, E-mail: adibroto@gmail.
122
4.6. Kisah dan Kiprah 25 Tahun Terowongan Angin Kecepatan Rendah (ILST) Indonesia
dengan luas bagian uji (test section) 3x4 meter persegi (Gambar 1). Panjang bagian ujinya adalah 10
meter. Terowongan angin ini merupakan versi kecil (scaled down) dari German Dutch Wind Tunnel
yang mempunyai bagian uji 6x8 meter persegi. Tim secara bergantian terbang ke Belanda selama
tiga bulan untuk mendapat bantuan dari para ahli aerodinamika dan terowongan angin, serta melihat
secara langsung terowongan angin, termasuk yang lebih kecil LST-NOP (Low Speed Tunnel- Noord
Oost Polder) yang dimiliki NLR di Emmeloord. Pekerjaan program requirement dapat kami selesaikan
dalam waktu enam bulan. Setelah itu, kami mengubah program requirement menjadi dokumen tender
yang akan digunakan oleh konsultan perencana untuk membuat pra-desain dan desain rinci (1980-
1983). Kemudian, dokumen ini juga digunakan untuk memasok barang mekanikal, elektrikal dan
komputer, serta menyewa kontraktor sipil untuk membangun terowongan angin (1983-1986).
Tujuh tahun pembangunan terowongan angin ini dipenuhi suka dan duka. Ada saat di mana
anggota tim sering beradu pendapat. Belum lagi pengalaman atau perdebatan dengan konsultan,
kontraktor dan pemasok (supplier) yang mungkin barangnya kurang sesuai dengan permintaan. Saat
itu penulis berperan sebagai koordinator tim, dan pada saat pembangunan terowongan angin, penulis
sibuk-sibuknya menyelesaikan kuliah S2 di ITB (1984-1985) dan mengajar teknik pengukuran di jurusan
teknik mesin ITI (Institut Teknologi Indonesia).
1989
Seperti yang dilihat pada Gambar 4.6, terowongan angin ini juga menguji kapal bot patroli Fregat
FPB-57 buatan PT. PAL yang akan digunakan untuk pendaratan helikopter.
1990-1995
Sejak beroperasinya, kontribusi terbesar terowongan angin ini adalah saat pengembangan pesawat
turboprop N-250 (Gambar 4.6). Saat itu pengujian dilakukan, baik power-off maupun power-on,
dalam dua shift antara tahun 1990 dan 1995.
1995-1998
Setelah N-250 terbang perdana pada 1995, desain awal (preliminary design) N-2130 berisi pemil-
ihan profil sayap dengan model dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D) (Gambar 4.8). Selain itu,
terowongan angina digunakan untuk penelitian propeler slip stream bersama Fokker dan high-lift devices
bersama Boeing. Ketika krisis ekonomi terjadi pada 1998 pengujian yang berjalan adalah penyelesaian
kontrak lanjutan baik untuk N-250 maupun N-2130 sampai dengan tahun 1999.
1999
Setelah kontrak pengujian pesawat terbang selesai pada 1999, barulah banyak pengujian non-aeronautika
yang dilakukan di terowongan angina kecepatan rendah, misalnya pengujian bangunan tinggi, bis, jem-
batan di berbagai tempat di Indonesia, termasuk Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) dan Jem-
batan Merah Putih (Gambar 4.9). Jembatan Merah Putih menghubungkan daerah Galala dan Poka di
123
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Maluku. Jembatan Merah Putih merupakan cable stayed bridge dengan bentangan panjang. Pengujian
model jembatan ini digunakan untuk mengetahui efek dari eksitasi akibat beban seismik, angin, beban
kendaraan dan interaksi ketiganya, sehingga masa pelayanan jembatan ini dapat diperkirakan. Dua
fenomena aeroelastik yang dialami jembatan bentang panjang adalah flutter dan induksi resonansi.
Flutter merupakan fenomena ketidakstabilan struktur karena peredaman total, baik aerodinamika dan
struktur, menjadi nol. Induksi resonansi terjadi apabila ada sumber getaran luar yang menginduksi
getaran pada struktur. Jika sumber getaran luar tersebut adalah aliran vortex maka disebut dengan
Getaran Induksi Vortex (GIV) atau Vortex Induced Vibration (VIV). Jika sumber getarannya pelepasan
aliran di permukaan dek sehingga timbul perbedaan tekanan permukaan atas dan bawah maka fenom-
ena ini disebut dengan LSHR (Low-Wind Speed Heaving Resonance). Getaran dapat pula tereksitasi
oleh beban kendaraan yang melaluinya.
2000an
Selanjutnya, pengujian yang dilakukan dalam skala penelitian adalah pengujian terhadap model pesawat
WIGE (Wing-In-Ground Effect) yang diprakarsai oleh almarhum Prof. Said Djauharsjah Jenie dengan
menggunakan dana APBN. Selain itu, kontrak pengujian dari luar negeri semakin berdatangan. ILST
digunakan untuk menguji hasil modifikasi pesawat CN-235 yang dilakukan Turki. Terhitung sejak
krisis ekonomi 1997, yang paling banyak menggunakan jasa ILST adalah Iran. Iran memakai ILST
untuk menguji pesawat Antonov hasil modifikasi. Hingga sekarang pengujiannya masih berjalan. Jenis
pengujian Antonov ini mirip dengan N-250, yaitu selain pengujian power-off dan power-on, diperlukan
juga dengan compressed air system yang bertekanan 60 bar. Dalam hal ini, pihak Iran benar-benar
menyadari arti penting ILST sehingga mereka memanfaatkan untuk modifikasi produk-produk pesawat
124
4.7. Dari Struktur Pesawat ke Pressure Vessel
Gambar 4.6: Model kapal bot patroli FPB-57 yang dilengkapi helipad buatan PT PAL.
non-Iran. Saat ini program paling baru dari Indoensia adalah N-219, yang modelnya juga diuji di ILST
(Gambar 4.10).
3
4.7 Dari Struktur Pesawat ke Pressure Vessel
Judul di atas kira-kira bisa menggambarkan perjalanan karir saya setelah lulus pada bulan Juli 2003
sampai sekarang.
Selesai lulus sidang tugas akhir, saya bekerja di Laboratorium Aerodinamika & Struktur Ringan.
Saya membantu kegiatan lab sembari melamar kerja ke perusahaan-perusahaan. Aktivitas sehari-
hari saya sebagai asisten lab adalah memberi pengarahan kepada mahasiswa yang akan melakukan
praktikum, menjelaskan tujuan dan prosedur pengujian, cara mengolah data hasil pengujian dan
membuat laporan serta mendengarkan presentasi mahasiswa untuk kemudian memberi penilaian dan
mendiskusikan hal-hal seputar pengujian tersebut. Sempat juga terbersit keinginan untuk melanjutkan
studi ke Korea, karena waktu itu ada kerjasama antara ITB dengan Konkuk University yang memu-
ngkinkan alumni Teknik Penerbangan ITB melanjutkan S2 di Korea Selatan.
Sewaktu menjadi asisten lab, ada satu proyek riset menarik yang saya kerjakan, yaitu melakukan
verifikasi hasil penelitian/stress analysis attachment lug yang dilakukan oleh USAF (United States Air
Force) tahun 1970 - 1980an. USAF sudah menggunakan metode elemen hingga (FEM) pada waktu itu
walaupun ukuran elemennya masih besar-besar. Hal ini dapat dipahami karena kemampuan komputer
pada saat itu masih terbatas. Attachment lug ini adalah komponen struktural yang menghubungkan
sayap dengan badan pesawat (fuselage) (komponen ini digunakan untuk mentransfer beban dari sayap
3
ditulis oleh Yanyan Tedy Supriyadi, Engineer, P.T. Rekayasa Industri, E-mail: ytedy96@yahoo.com
125
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
pesawat ke struktur fuselage). Singkatnya, komponen struktural ini sangat vital. Saya melakukan
verifikasi dengan memodelkan lug dalam perangkat lunak MSC.NASTRAN for Window Version 4.5
dengan ukuran elemen yang jauh lebih kecil tentunya; jumlah elemennya mencapai ribuan. Setelah lug
selesai dimodelkan Nastran kemudian menghitungnya. Proses perhitungan bisa berlangsung semala-
man, dan solusinya baru dapat dibaca keesokan harinya karena komputer berusaha menghitung ribuan
persamaan dari model yang sudah dibuat. Mengerjakan penelitian seperti ini membutuhkan ketekunan
dan kesabaran karena menyangkut pemodelan yang detil, mulai dari membuat geometri, kurva atau
garis kemudian membentuk permukaan yang akan diberi ketebalan dan dibagi menjadi elemen-elemen
kecil. Seorang teman mengatakan bahwa kerjaan FEM seperti kerajinan tangan. Setelah selesai mem-
buat model ada satu tahap penting yang harus dilakukan, yaitu verifikasi model, apakah semua elemen
sudah terhubung, apakah kondisi batas dan beban yang diberikan sudah sesuai dengan kondisi fisik
sebenarnya, apakah arah normal permukaan semua elemen sudah seragam dan lainnya. Dari hasil anal-
isis saya, ternyata kontur dan distribusi tegangannya sama dengan hasil analisis USAF, yaitu tegangan
terkonsentrasi di pinggiran lubang lug. Saya berfikir bahwa dengan keterbatasan perangkat lunak dan
kemampuan komputer pada tahun 80an USAF sudah bisa menganalis dengan hasil yang cukup akurat.
Setelah banyak berdiskusi dengan teman alumni lain akhirnya saya memutuskan untuk membat-
alkan keinginan kuliah di Korea dan memilih untuk berkarir di dunia profesional (industri). Sekarang
saya bekerja di bidang Engineering, Procurement & Construction, yang lingkup pekerjaannya meliputi
jasa konsultasi Engineering (perekayasaan), baik dari tahap Basic Design yang umumnya disebut FEED
(Front End Engineering Design), Detail Engineering, Procurement (Pembelian alat atau barang dan
jasa subcontractor) dan Construction. Jenis proyek yang dikerjakan tidak semuanya memiliki lingkup
lengkap EPC. Ada yang hanya FEED, ada juga proyek EPMS (Detail Engineering and Project Manage-
ment Services). Proyek-proyek ini sebagian besar meliputi bidang minyak dan gas, baik di hulu (tex-
titupstream) seperti pengembangan anjungan lepas pantai untuk pengeboran dan pengolahan minyak
dan gas (offshore wellhead and processing platform) lengkap dengan jalur pipa yang menghubungkan-
126
4.7. Dari Struktur Pesawat ke Pressure Vessel
Gambar 4.9: Model jembatan Merah Putih (Maluku) dalam terowongan angin
127
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
128
4.7. Dari Struktur Pesawat ke Pressure Vessel
nya ke daratan (onshore receiving facility ). Demikian juga dengan sektor hilir (downstream), seperti
Pembangunan pabrik propylene yang bahan bakunya adalah off-gas (gas buang) dari kilang minyak
yang sudah ada. Selain di sektor upstream dan downstream migas, ada juga proyek infrastruktur
seperti Rehabilitasi Sistem Suplai Bahan Bakar Pesawat di Bandara (Fuel Supply System Rehabilita-
tion Project).
Satu pengalaman yang paling berkesan adalah di proyek ROP (Residue Catalyc Cracking Off-gas
To Propylene), milik PT Pertamina Unit Pengolahan VI, Balongan, Jawa Barat. Nilai proyeknya
sekitar USD 283 juta, dan dirancang untuk memiliki kapasitas produksi sebesar 179.000 ton per tahun.
Di dalam proyek ROP ini ada satu pekerjaan di mana keahlian yang saya pelajari di Laboratorium
Aerodinamika dan Struktur Ringan benar-benar diterapkan, yaitu FEM (Finite Element Modelling)
atau Pemodelan Elemen Hingga.
Gambar 4.13: Analisa FEM lifting trun- Gambar 4.14: Yanyan di depan lifting
nion. trunnion.
Saya diminta menggunakan FEM untuk menganalisis kekuatan satu bagian bejana tekan (pressure
vessel) yang bernama lifting trunnion (Gmabar 4.11). Bejana tekan ini berbobot 300 ton yang akan
diangkat oleh Platform Twin Ring Containerized (PTC) crane. Saya sangat bersemangat ketika masuk
ke fase konstruksi di tempat proyek.
Saya melihat sebagian bejana tekan yang saya siapkan lembar datanya, yang kemudian saya lan-
jutkan dengan melakukan check and review detail gambarnya. Saya juga memonitor proses fabrikasi,
pengiriman, dan pemasangan bejana-bejana tekan ini di tempat proyek. PTC crane adalah salah satu
dari empat crane kapasitas 1600 ton milik MAMMOET Heavy Lift & Transport, perusahaan spesialis
di bidang angkat berat asal Belanda. Kapasitas crane yang dipilih demikian besar karena satu alat lain
yang perlu diangkut beratnya mencapai 600 ton, dan faktor keselamatan (safety factor) yang diplih
memang tinggi. Pertimbangan lainnya adalah jangkauan yang bisa dicapai crane ini. Saya harus kem-
bali ke kantor pusat di Jakarta untuk melakukan analisis tegangan dan kekuatan lokal dari salah satu
bejana tekan yang terberat tadi.
Seperti yang sudah disebutkan, bagian yang saya analisis adalah lifting trunnion. Lifting trunnion
adalah bagian yang terhubung dengan crane di mana tali baja (wire rope sling) dikaitkan untuk se-
lanjutnya mengangkat bejana tekan ini ketika akan dipasang di tempat proyek. Untuk bejana tekan
ukuran lebih kecil bagian ini dinamakan lifting lug (Gambar 4.12), dan ini mengingatkan saya kepada
pekerjaan di lab dulu. Setelah dua minggu bekerja keras, selesai juga tugas saya dengan hasil yang
menggembirakan tentunya. Hasil analis menyatakan bahwa lifting trunnion ini kuat dalam menahan be-
129
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
ban ketika bejana tekan diangkat. Kriteria kegagalan yang digunakan adalah tegangan geser maximum
(maximum shear stress criterion), dan tegangan yang diijinkan (allowable stress) yang dijadikan acuan
mengenai kuat atau tidaknya lifting trunnion ini diambil dari ASME (American Society of Mechanical
Engineer ) Section II Subpart 1.
Bahagia sekali rasanya bisa mengerjakan salah satu tugas terpenting dari tim proyek ini karena
tugas ini menjadi dasar untuk dilanjutkannya proses konstruksi yang melibatkan perusahaan khusus
dengan nilai kontrak jutaan dolar. Pabrik yang dibangun, ketika sudah beroperasi, diharapkan menjadi
investasi yang sangat berharga bagi Pertamina, karena akan menjadi penghasil bahan baku plastik food
grade. Suatu hari nanti, bukan tidak mungkin saya akan minum air mineral yang dikemas dalam plastik
yang bahan dasarnya dihasilkan oleh pabrik yang ikut saya bangun di tahun 2009 lalu.
Gambar 4.15: PK-LID keluar landasan dengan kedua mesin lepas dari dudukan sayap.
Petugas pengendali lalu lintas udara memberi aba-aba: “Clear take-off, left turn after. After
airborne, contact one two zero eight. Happy take off, see you return”. Throttle pesawat pun ditarik
4
Ditulis oleh Harapan Rachman, Engineer, Lion Mentari Airline, E-mail: harapan@alumni.itb.ac.id
130
4.8. Serba Serbi “Black Box” .
penuh. Mesin JT8D-9a meraung keras, memasok gaya dorong 2x90 kN melalui sambungan mesin-
sayap. Sebentar kemudian, titik kecepatan mesin kritis (V1) sudah terlewati. Titik kecepatan rotasi
(VR) juga terlewati. Pada VR, pilot sebenarnya berharap roda depan pesawat sudah terangkat dari
landasan dan mengudara. Namun, pesawat tidak terangkat. Dengan sigap, pilot menambah kecepatan
hingga titik kecepatan take-off (V2) sembari berharap pesawat dapat mengudara secepatnya. Namun,
hasilnya nihil, roda depan tidak terangkat!.
Karena ujung landasan semakin dekat, pilot membatalkan penerbangan. Pilot segera mengaktifkan
thrust reverser dan sistem pengereman sepenuhnya. Namun, apa yang terjadi sepuluh detik kemudian?
Pesawat mengalami kecelakaan (Gambar 4.15).
Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) memerlukan dua tahun untuk menyelesaikan
laporan akhir kejadian ini. Laporan KNKT menyarankan agar maskapai penerbangan lebih menekankan
pentingnya mematuhi prosedur call-outs and checklist kepada seluruh awak pesawat sebagaimana dite-
tapkan di manual operasi perusahaan.
Gambar 4.16: Flap retracted dilengkungkan Gambar 4.17: Flap extended dilengkungkan
penuh. penuh.
131
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Pada waktu itu, dimana teknologi penyimpanan memori digital belum ada, hanya 5 sampai 6
parameter terbang yang direkam, seperti waktu terbang, ketinggian, kecepatan, percepatan vertikal,
arah terbang dan waktu transmisi radio antara air traffic control dengan pesawat.
Seiring berjalannya waktu, teknologi pesawat semakin canggih. Pesawat terbang semakin tinggi
dan semakin kencang. Hal ini membuat keenam parameter tersebut tidak cukup lagi untuk digunakan
sebagai bahan investigasi. Untuk pesawat yang diproduksi setelah tahun 1991, aturan penerbangan
mensyaratkan untuk merekam 34 parameter terbang. Selanjutnya, untuk pesawat yang diproduksi
setelah tahun 2002, diwajibkan untuk merekam 88 parameter terbang5. Selain itu, frekuensi dan
resolusi sampel juga ditingkatkan. Badan penyelidik kecelakaan berharap, semakin banyak parameter
terbang yang terukur, akan semakin cepat dan akuran hasil investigasi.
132
4.8. Serba Serbi “Black Box” .
133
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Gambar 4.21: Garis coklat: arah terbang dalam derajat, garis biru: tinggi terbang dalam satuan
kaki (feet).
yang digunakan. Sebagai contoh, disini akan diberikan contoh parameter arah terbang (heading atti-
tude).
Heading attitude adalah arah dimana moncong depan pesawat menunjuk. Arah ini biasanya diukur
menggunakan kompas magnetik. Satuan yang digunakan adalah derajat, mulai dari utara, searah
jarum jam. Sehingga, timur adalah 90 derajat, selatan adalah 180 derajat dan barat adalah 270
derajat. Rentang operasinya berarti 0-360 derajat.
Kemudian, kita juga harus tahu, bagaimana nilai pengukuran arah terbang ini, oleh FDAU disimpan
di kotak hitam. Pabrikan pesawat selalu mengeluarkan dokumen yang menjelaskan hal ini. Dokumen
tersebut sering disebut FDAU Interface Control Document (ICD). Gambar 4 adalah contohnya.
Dari gambar diatas, dapat diambil beberapa spesifikasi tentang parameter arah terbang:
1. PosisiSubframe : 0 (berarti menempati subframe 1-4)
2. Posisi Word : 28
3. Posisi Bit : 3 sampai 12 (berarti panjangnya adalah 10 bit)
Selanjutnya adalah hal yang mudah bahkan untuk anak SMA!. Rentang nilai dari bilangan biner
dengan panjang 10 bit adalah dari minimal 0 sampai maksimal 210 atau sama dengan 1024. Perhatikan
persamaan linear berikut,
Rentang Operasi
Arah Terbang = × Nilai Desimal
Rentang Biner
360◦ − 0◦
= × Nilai Desimal
1024 − 0
= 0.3515625 × Nilai Desimal
Persamaan inilah yang yang akan digunakan untuk men-decode nilai biner menjadi nilai dalam satu-
an derajat. Sebagai contoh, lihat kembali Gambar 3 diatas. Nilai arah terbang yang pada detik pertama
adalah 0011101000 basis biner. Nilainya dalam basis desimal adalah 232. Dengan memasukkannya
kedalam persamaan diatas, diperoleh
134
4.9. Pengembangan Rekayasa dan Penelitian Pesawat Terbang di LAPAN
Ini berarti, pada detik pertama penerbangan dimulai, pesawat sedang mengarah ke timur. Bila
seluruh frame dihitung lalu ditampilkan dalam bentuk grafik, menjadi Gambar 4.21.
LAPAN XT-400
Pada tahun 1977, LAPAN melalui proyek SAINKON (Proyek Riset Desain dan Konstruksi Pesawat
Udara) merancang bangun pesawat terbang penumpang yang dinamakan LAPAN XT 400 dibawah
pimpinan Marsekal Ir. Soegito. LAPAN XT-400 adalah pesawat penumpang bermesin kembar yang
mampu mengangkut 8 penumpang dan mempunyai kemampuan take-off dan landing pada landasan
5
Ditulis oleh Ir. Sulistyo Atmadi, Peneliti LAPAN.
135
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
yang pendek dengan landasan rumput atau tanah. Sedianya akan terbang perdana pada tahun 1980.
Namun program ini dibatalkan sebelum prototipe selesai pada tahun 1978 melalui kebijakan pemerintah
saat itu, yang mana semua program pengembangan pesawat terbang di ambil alih oleh IPTN.
136
4.9. Pengembangan Rekayasa dan Penelitian Pesawat Terbang di LAPAN
137
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Gambar 4.28: Mock-up badan pesawat Gambar 4.29: Mock-up bagian ekor pe-
XT-400. sawat XT-400.
Gambar 4.30: Bagian-bagian yang kritis Gambar 4.31: Mock-up dari badan pesawat
dari pesawat XT-400. dilihat dari dalam.
138
4.9. Pengembangan Rekayasa dan Penelitian Pesawat Terbang di LAPAN
139
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Pada tahun 2008, BPPT telah melakukan perhitungan awal konfigurasi pesawat N-219 dengan
Computational Fluid Dynamic (CFD) dan pengujian Wind Tunnel Power Off sebanyak 140 polar. Pada
tahun 2011, LAPAN telah melanjutkan pengujian Wind Tunnel Power Off sebanyak 160 polar. Pada
tahun 2012 ini, LAPAN membiayai pembuatan model uji wind tunnel pesawat N219 dan pengujian
wind tunnel power on sebanyak 380 polar. Selain itu, LAPAN juga akan turut serta dalam melakukan
analisa data hasil uji wind tunnel untuk pencapaian desain akhir konfigurasi pesawat N-219.
140
4.9. Pengembangan Rekayasa dan Penelitian Pesawat Terbang di LAPAN
Referensi
1. Dokumentasi pribadi
2. Dokumentasi LAPAN
141
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
3. The Illustrated Encyclopedia of Aircraft (Part Work 1982-1985) (1985) Orbis Publishing, pp.
2694
4. Taylor, Michael J. H. (1989). Jane’s Encyclopedia of Aviation. London: Studio Editions. pp.
564
5. Jane’s All the World’s Aircraft 1980-81. London: Jane’s Publishing. pp. 91–92
6. Jane’s All the World’s Aircraft 1981-82. London: Jane’s Publishing. pp. 90
142
4.10. Strategi Gerilya Udara: Membawa Perang Asymmetric ke Udara
seperti Australia, tapi juga negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Hal inilah yang
mendasari pemikiran perlunya sebuah strategi khusus untuk menghadapi ancaman yang mungkin timbul
dihadapkan pada airpower Indonesia yang masih lemah. Strategi ini bisa dikatakan sebagai pemikiran
alternatif yang berjalan paralel dengan pengembangan kekuatan TNI AU yang terarah, terencana,
dan terukur. Strategi ini secara aktif melibatkan masyarakat dirgantara Indonesia dan sepenuhnya
mengandalkan kekuatan nasional. Sehingga dapat dikatakan strategi ini merupakan kartu truf dan
sekaligus surprise element bagi setiap negaranya yang mengancam NKRI melalui udara. Itulah sebabnya
strategi ini disebut dengan Strategi Gerilya Udara.
143
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
i. Sebagai Kekuatan Defensif. Dilaksanakan pada fase awal serangan lawan, melalui me-
dia darat, laut, dan udara. Kekuatan udara musuh yang superior akan coba dihambat,
dinetralisir dan dihancurkan sebelum masuk ke wilayah udara nasional.
ii. Sebagai Gerilya Udara. Dilaksanakan pada fase dimana musuh telah masuk dan men-
guasai serta menduduki sebagian wilayah nasional. Upaya yang dilakukan bermaksud
untuk:
A. Memberikan perlawanan sekeras mungkin, selama fase perang berlarut. Contohnya
adalah perlawanan yang dilakukan oleh macan Tamil yang menggunakan pesawat
swayasa untuk menghancurkan kekuatan udara pihak pemerintah Srilanka.
B. Membuat lawan lelah, dengan menggunakan aset-aset udara yang ada.
C. Berusaha merebut aset-aset udara lawan.
iii. Sebagai Kekuatan Ofensif. Bila kekuatan udara musuh bisa dinetralisir, maka kekuatan
gerilya udar semula bersifat defensif dapat digunakan untuk keperluan ofensif.
iv. Aset. Semua aset dirgantara yang memungkinkan untuk dimanfaatkan dalam rangka
gerilya udara. Aset merupakan kombinasi dari milik TNI, TNI AU, industri, masyarakat
dirgantara dan aset musuh yang berhasil direbut.
v. Pembinaan Masyarakat Dirgantara. Tidak mudah untuk melibatkan masyarakat ter-
hadap masalah pertahanan. Untuk itu, upaya pembinaan masyarakat dirgantara meru-
pakan upaya yang terus berlanjut, baik ada atau tidak strategi Gerilya Udara.
144
4.10. Strategi Gerilya Udara: Membawa Perang Asymmetric ke Udara
145
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Perkiraan teknis
UAV Kamikaze yang digunakan, dirancang untuk memiliki kemampuan atau spesifikasi sebagai berikut:
1. Kecepatan hingga 250 kts
2. Dilengkapi dengan bom yang mampu meledak secara terfragmentasi
3. Memiliki alat kendali, lincah
4. Dilengkapi sensor gerak/sensor panas
5. Radius action ± 200 nm
6. Endurance ± 2 jam
7. Full authority
8. Harga berkisar US$ 100,000
Perkiraan biaya
Untuk membentuk sebuah skadron Fighter baru sekelas Su-27/30 yang terdiri dari 12 pesawat tempur,
dibutuhkan anggaran sekitar USS 1 milyar. Dengan anggaran yang sama maka untuk mendapatkan
UAV Kamikaze seharga USS 100.000, akan didapat sebanyak 10.000 UAV Kamikaze! Tentunya UAV
Kamikaze ini adalah produk nasional, sehingga keberadaannya tidak diketahui pihak lain.
Penutup
Pemikiran tentang Gerilya Udara sesungguhnya masih mentah dan layak dikritisi di sana-sini. Namun
hanya bentuk perlawanan seperti ini yang bisa dilakukan oleh insan udara manakala berhadapan den-
gan kekuatan udara lawan yang superior. Mau tidak mau, kita harus membawa perang asimetris ke
udara. Bentuk perang sebanyak ini sangat fleksibel dan mengikutsertakan potensi masyarakat dirgan-
tara Indonesia yang selama ini terabaikan. Efek samping (positif) dari Strategi Gerilya Udara adalah
menggairahkan industri dirgantara nasional yang saat ini mati suri. Bahkan bisa mati sungguhan bila
tidak ada kepedulian dari kita semua.
8
4.11 Kisah-Kisah Alih Teknologi
Diskusi mengenai alih teknologi bersama teman-teman alumni Teknik Penerbangan ITB mendorong
saya untuk bercerita tentang tiga kisah proyek-proyek alih teknologi bidang aerodinamika yang dilakukan
PT IPTN (dahulu bernama PT IPTN) dan beberapa institusi lain di mana saya ikut terlibat di dalamnya.
Proyek-proyek ini dahulu termasuk klasifikasi rahasia (secret). Tetapi untuk kepentingan bersama maka
saya akan menceritakannya dalam batas-batas tertentu.
8
ditulis oleh Ir. Bambang Jatmiko (PN79)
146
4.11. Kisah-Kisah Alih Teknologi
147
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
148
4.11. Kisah-Kisah Alih Teknologi
Program ketiga, Airfoil 1, Airfoil 2 dan Airfoil 3 hasil desain MHI-IPTN diuji di terowongan angin
Nusantara Low Speed Tunnel (NLST), IPTN, Bandung. Untuk mengetahui titik transisi dan titik
separasi, digunakanlah metode sublimasi dengan napthalene dan fluorescence oil film - sinar ultraviolet
hasil BCAG-IPTN Joint Research.
Program selanjutnya, selama pengujian terowongan angin di NLST masing-masing pihak IPTN
dan MHI menempatkan satu Project Engineer untuk menganalisis data hasil pengujian terowongan
angin, dan membuat sebuah Joint Analysis Report yang disusun secara bersama-sama. Model yang
digunakan di terowogan angin didesain bersama oleh wind tunnel model engineer dari IPTN dan MHI.
Wind tunnel model tersebut kemudian dibuat oleh Divisi Fabrikasi PT IPTN.
Program IPTN-MHI Joint Research akhirnya selesai dilaksanakan meskipun target desain tidak
tercapai 100%. Tetapi sejumlah keuntungan bagi IPTN dapat dikemukakan sebagai berikut:
• Pengetahuan tentang airfoil design meningkat, terutama mengenai pressure distribution target.
• Pengalaman menggunakan program CFD dengan solusi persamaan Navier-Stokes.
• Verifikasi dan pengkajian Airfoil MN-250 yang dipakai oleh pesawat N-250.
Di sela-sela program-program di atas, para insinyur dari IPTN yang melakukan airfoil design di
Oe Plant, Nagoya, Mitsubishi Heavy Industry Ltd., Japan, dipersilakan meninjau fasilitas Wind Tun-
nel MHI. Fasilitas wind tunnel MHI di Oe Plant ini dibangun tahun 1928 dan pernah dipakai untuk
menguji pesawat Mitsubishi Zero yang dipergunakan dalam Perang Dunia II. Fasilitas wind tunnel
telah dimodernisasi dalam Data Acquisition dan Reduction System, serta Support and Balance. Dalam
kesempatan ini, para engineer dari IPTN diterangkan suatu teknik flow visualization untuk off-body
streamline dengan mempergunakan heated wire dan paraffine.
Para insinyur dari IPTN itu juga dipersilakan meninjau fasilitas produksi Komaki South Plant milik
MHI di Nagoya. Di sini kita dapat mengetahui kebijakan Jepang untuk tidak membeli pesawat dalam
kondisi “built-up”, paling tidak dalam kondisi “green-aircraft”. Hampir semua pesawat dirakit dengan
menggunakan komponen lokal Jepang, dan diselesaikan di fasilitas produksi ini, termasuk pesawat
Boeing-747 yang kemudian diserahkan ke Japan Airlines (JAL).
Atas petunjuk dan ijin dari para petinggi IPTN waktu itu, dalam sebuah kesempatan diskusi, para
insinyur IPTN menerangkan secara garis besar tentang pesawat N-250. Pesawat N-250 menggunakan
airfoil medium speed, teknologi Fly-By-Wire serta T-tail. N-250 diharapkan menjadi pesawat yang
paling canggih di kelas dan pada masanya.
Dalam kesempatan diskusi lain, para insinyur dari MHI memaparkan design pesawat tempur FSX
yang merupakan pengembangan pesawat F-16. Menurut paparan mereka, desain pesawat FSX lebih
canggih dibanding pesawat F-16. Selain mempunyai drag divergence Mach number yang lebih tinggi,
FSX mempunyai kemampuan maneuver yang lebih baik, yaitu attitude pesawat yang tetap horisontal
dalam trajectory maneuver -nya. Dengan kondisi ini, pilot akan dapat memusatkan perhatian ke pesawat
lawan, sehingga akan memperoleh keunggulan di dalam Dog Fight. Hal ini dapat dicapai dengan
kombinasi gaya aerodinamika, weight and balance, serta stability and control dengan memperhatikan
aspek aeroelastisitas.
Pada awal kedatangannya di Jepang, para insinyur IPTN di MHI diterima oleh Direktur Utama MHI
di kantor pusatnya, Tokyo, dan diajak melihat dan menikmati bunga sakura yang hanya berkembang
sekali dalam setahun selama dua minggu. Para insinyur IPTN kemudian dipersilakan mencoba dan
menikmati kereta super cepat shinkansen dari Tokyo menuju Nagoya dengan kecepatan 250 km/jam
yang biaya tiketnya ditanggung MHI. Pihak MHI memberikan dana untuk program ini kepada IPTN
senilai hampir satu milyar rupiah (waktu itu). Program IPTN-MHI Joint Research ini diberitakan oleh
beberapa media massa Jepang, khususnya majalah yang terkait dengan sains dan teknologi.
Pada sebuah jamuan makan di sebuah restoran di Nagoya, team leader MHI bernama Yunichi
Miyakawa secara kelakar berkata: “Please feel [at] home. Japanese is your older brother”. Kemudian,
saya turut berkata: “Indonesia’s founding father Soekarno got married with a Japanese [named] Naoko
Nemoto (Ratna Sari Dewi)”. Percakapan kami tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh
interpreter mereka. Setelah mengetahui arti percakapan itu, beberapa karyawan MHI yang hadir waktu
149
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
itu lantas berkata dalam bahasa Jepang: “Hontou desu ka?” [Benarkah?]. Kemudian, kami pun
minum sake bersama.
150
4.11. Kisah-Kisah Alih Teknologi
151
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Program joint research ini telah berhasil dilaksanakan sesuai dengan rencana dengan hasil sesuai
yang diharapkan.
Ada beberapa hal menarik yang perlu diceritakan juga. Pada waktu analisis dan re-design Half-
Model di NLR, para engineer dari IPTN dan LAGG meninjau fasilitas wind-tunnel dan flight simulator
NLR. Kemudian meninjau NLR Nordostpolder, melihat fasilitas wind-tunnel kedap suara dan DNW.
Peralatan sistem pengukuran boundary layer dikirim BCAG ke LAGG dalam kondisi rusak (tidak bisa
dioperasikan). Adalah peran Ichwan Nurcahyo (D3, Elektronika, Politeknik, UGM) dan Suko Driyanto
(D3, Elektronika, Politeknik, Undip), yang mengidentifikasi komponen-komponen elektronika yang
rusak serta memberitahu BCAG untuk memesan komponen-komponen elektronika tersebut (karena
tidak tersedia di Indonesia). BCAG kemudian mengirimkan komponen-komponen elektronika yang
diminta. Peralatan sistem pengukuran boundary layer berhasil diperbaiki, dikalibrasi serta dipakai
di dalam pengujian terowongan angin Joint Research ini. Beberapa Wind Tunnel Model Engineer
dari IPTN dan LAGG mengunjungi BCAG untuk meningkatkan kemampuan dalam wind-tunnel model
design. Teknik pengukuran boundary layer yang diperoleh pada Joint Research ini pernah dipakai
untuk pengukuran boundary layer pada sayap model pesawat N-250. Engineer Aerodinamika dari IPTN
dan LAGG mempresentasikan hasil pengujian terowongan angin pada Aerodynamics Section, BCAG,
Seattle, USA (diterima oleh Kevin T. Watson, Chief Aerodynamics Laboratory ). Pada kesempatan ini
mereka meninjau fasilitas terowongan angin dan fasilitas produksi BCAG. Kemudian meninjau pabrik
pesawat McDonnell Douglas di Long-Beach, California, USA.
Dua buah paper hasil joint research ini ditulis dan dipresentasikan pada forum internasional:
1. The Effect of Wing Sweep on the Flow Around a Slat and Its Performance, Bambang Djatmiko et
al. The 19th Congress of the International Council of the Aeronautical Science (ICAS), Anaheim,
California, USA, September 18-23, 1994. Dihadiri oleh Prof. Dr. Ir. Harijono Djojodihardjo, Ron
L. Bengelink (BCAG), Prof. Berend Van de Berg (NLR) dan lain-lain. Prof. B.J. Habibie sedianya
akan diberi penghargaan pada forum ini, tetapi beliau berhalangan hadir. Pak Anton Adibroto
juga berhalangan hadir pada forum ini. Beberapa paper yang ditulis oleh penulis Indonesia juga
dipresentasikan pada forum ini, diantaranya dari LAGG dan IPTN.
2. A VSAERO Method Computation on a Half-Model Slat-Flap Configuration, Bambang Djatmiko
et al. The Asia-Pacific Conference on Aerospace Technology and Science (APCATS), Hang
Zhou, People’s Republic of China, October 9-14, 1994. Pak Anton Adibroto merupakan salah
satu steering committee pada forum ini. Beberapa paper yang ditulis oleh penulis Indonesia
dipresentasikan juga dalam forum ini, diantaranya dari LAGG.
Beberapa waktu setelah joint research ini berakhir, Prof. Berend Van de Berg (NLR) memperoleh
penghargaan nasional Belanda dalam bidang aeronotika. Salah satu pertimbangannya adalah berhasil
menggalang kerja-sama riset internasional. Beliau yang sudah tua ini berpesan pada masyarakat teknik
penerbangan Indonesia: I am in the sunset of my life, but you are in the dawn.
9
4.12 Tentang World Class University
Setiap mendengar program World Class University (WCU), saya teringat Prof. Abdus Salam. Almarhum
Prof. Abdus Salam, pemenang hadiah Nobel Fisika di tahun 1979, adalah orang yang gemar bercerita.
Dalam buku yang ditulis koleganya, CH Lai, Ideas and Realities: Selected Essays of Abdus Salam
(World Scientific Publication, 1987), Prof. Salam menceritakan usaha-usaha Jepang di jaman Meiji
mengembangkan iptek. Seperti diketahui, pada tahun 1869, Kaisar Mutsuhito dari Dinasti Meiji berhasil
menyatukan Jepang setelah berabad-abad dalam kekuasaan para shogun. Setelah berkuasa, Kaisar
segera memerintahkan untuk mengakhiri isolasi Jepang selama itu dan membuka diri terhadap pengaruh
Barat. Ada lima sumpah yang diucapkan Kaisar, salah satunya adalah: Ilmu pengetahuan dan teknologi
harus dicari dari seluruh dunia untuk memperkuat pondasi kekaisaran.
9
Ditulis oleh Dr.Ir. Bambang Kismono Hadi (PN79)
152
4.12. Tentang World Class University
Ketika keputusan Kaisar tersebut sudah diambil, pemerintah Jepang melakukannya dengan ke-
sungguhan dan detail yang mengagumkan, sebagaimana memang merupakan watak Jepang. Mereka
melakukan survei yang mendetail mengenai industri rekayasa di Eropa dan Amerika. Hal itu dilakukan
juga di semua lini, termasuk di sektor pendidikan tinggi.
Pertama, untuk program jangka pendek, mereka mendatangkan tenaga ahli asing, termasuk pro-
fesor, untuk mengajar dan bekerja di Jepang. Kedua, untuk program jangka menengah, mereka men-
girim pemuda-pemudi Jepang untuk belajar di barat sambil tetap membuka colleges di Jepang yang
sepenuhnya diajar oleh tenaga-tenaga asing. Ketiga, untuk program jangka panjang, mereka mendirikan
universitas-universitas teknik dan lembaga penelitian yang diisi oleh tenaga-tenaga Jepang sendiri, hasil
didikan dari barat tersebut. Mereka melakukan semua itu dengan perencanaan dan konsistensi tinggi,
dan dengan dilandasi rasa nasionalisme, semangat samurai mereka.
Salah satu yang dikirim dalam rangka Restorasi Meiji itu adalah pemuda bernama Hantaro Nagaoka.
Pada tahun 1888, ia menulis surat dari Glasgow, Inggris (tempat ia belajar mengenai magnet) kepada
gurunya Prof. Tanakadate:
“Kita harus bekerja secara aktif dengan mata terbuka, keinginan terus menerus untuk bela-
jar tanpa lelah dan tidak berhenti sedikitpun. Tidak ada alasan mengapa orang-orang Eropa
ini harus terbaik [dalam] segalanya. Seperti yang anda katakan, kita harus mengalahkan
orang-orang sombong ini dalam waktu 10 atau 20 tahun.”
Dan ini terbukti. Saat ini, Jepang adalah negara yang paling unggul dalam teknologi magnet, dengan
penerapannya pada kereta api Shinkansen yang terkenal itu. Itu adalah usaha Jepang untuk mencapai
status World Class.
Bila kita melihat program tersebut, sebenarnya model Restorasi Meiji ini pernah dilaksanakan di
Teknik Penerbangan ITB, dengan Program TTA-79 yang terkenal itu. Di awal 80-an, untuk menjadikan
Teknik Penerbangan sebagai World Class, dengan dukungan penuh Pak Habibie, Teknik Penerbangan
melaksanakan tiga program. Pertama, mendatangkan profesor dari Belanda dan Jerman untuk menga-
jar di ITB dan memperbaiki bahan kuliah dan kurikulum. Kedua, mengirim dosen-dosen muda untuk
mengambil S-3 di Belanda dan Jerman. Pak Ichsan, Pak Djoko Sarjadi, Pak Hari Muhammad dan
Pak Leonardo Gunawan adalah alumni program-program tersebut. Ketiga, mengembangkan Teknik
Penerbangan dengan dosen-dosen muda yang sudah pulang (dan penuh semangat) tersebut.
Harus diakui, program TTA-79 berhasil mengangkat Teknik Penerbangan dengan penelitian-penelitian
yang maju, mulai sejajar dengan berbagai penelitian tingkat dunia. Ini terbukti, berturut-turut makalah-
makalah dosen Penerbangan masuk dalam ICAS, suatu konferensi dunia paling bergengsi di bidang
teknik penerbangan. Bahkan Presiden ICAS pernah menyurati Rektor ITB, mengapresiasi peran serta
ITB tersebut. Tetapi saat ini, harus diakui, lepas dari akibat politik nasional, status world class tersebut
mulai menurun. Perlu quantum leap, kata Prof. Djoko Suharto. Masalahnya, negara tetangga mulai
berlari! Almarhum Prof. Said D. Jenie memperkirakan (saya kutip dari buku Prof. Zuhal, hal 75):
“...dan, pada tahun 2010, bukannya tak mungkin Malaysia menyalip Indonesia dalam
teknologi ruang angkasa.”
Dengan tulisan ini, bukan maksud saya untuk mengecilkan usaha teman-teman di PN, dengan
segala keterbatasannya, yang berusaha untuk terus menerus mengembangkan teknologi penerbangan
di Indonesia; terutama usaha Pak Taufiq Mulyanto dengan Indoor Aerial Robot-nya. Tapi barangkali
perlu dipikirkan lagi untuk menajamkan langkah bersama PN sebagai bidang ilmu, agar tidak menjadi
’sisa-sisa laskar Pajang’.
Pengalaman saya pribadi dalam melaksanakan program semacam Meiji ini di ITB, malah lebih parah
lagi. Ketika kami berusaha menumbuhkembangkan bidang keilmuan baru di ITB, yaitu bidang Studi
Manajemen Pertahanan, kami membuat tiga langkah. Pertama: mengundang profesor dari Inggris dan
Jerman untuk mengajar di Alur Studi Pertahanan mulai tahun 2005. Kedua: mulai mengirim calon staf
untuk menempuh pendidikan setingkat Master di Cranfield; yang akan dilanjutkan dengan program
153
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
PhD. Ini sudah mulai tahun 2005/2006 dan rencananya akan meningkat. Dan ketiga: diharapkan
apabila semua lancar, dalam 5 tahun mendatang sudah akan ada beberapa lulusan PhD di bidang
Studi Pertahanan, yang akan menumbuhkembangkan bidang keilmuan baru ini di ITB. Tetapi, baru
masuk awal tahap kedua sudah berantakan.
Lalu, apa yang bisa dipetik sebagai pengalaman dari kedua usaha tersebut?
Dengan waktu dan kondisi sekarang, melaksanakan program seperti TTA-79 barangkali mustahil,
karena biayanya sangat mahal. Tetapi, barangkali apa yang dilakukan oleh Fisip Unpar bisa diambil
contoh. Dalam rangka program internasionalisasi mereka, Fisip Unpar berhasil mendatangkan profesor-
profesor yang sudah pensiun (atau mau pensiun) dari luar negeri (dengan jejaring dan pengalaman
riset mereka yang luas) dan menjadikan mereka sebagai profesor tamu di Unpar. Acaranya dibuat
resmi dengan penyelenggaraan upacara senat juga. Banyak yang tertarik sebenarnya untuk tinggal
di Bandung. Tinggal bagaimana insentifnya. Yang saya tahu, paling tidak ada tiga profesor yang
berhasil ditarik oleh Unpar dengan skema tersebut, dari Australia (Perth University), Jerman (Giessen
University) dan Amerika Serikat (Princeton University). Salah satunya adalah Prof. Collin Brown dari
Perth University, yang juga menjadi pembimbing S-3 Sdri. Sandra Sujudi, staf pengajar di FSRD-ITB.
Beberapa bulan yang lalu, dalam pertemuan di Kemenristek untuk evaluasi program beasiswa
mereka, dari ITB diundang beberapa orang, yaitu Pak Ofyar dari Teknik Sipil, Pak Tatang Hernas
dari Teknik Kimia, Pak Noorsalam dari Biologi dan saya sendiri. Ketika pembicaraan berputar ke arah
internasionalisasi program, saya memberikan contoh program di Unpar tersebut. Pak Tatang langsung
berkomentar: “Wah, kalau di ITB, sampai profesornya pulang, gelar Profesor Tamu belum juga keluar
dari Senat.”
154
4.14. Kiprah Alumni Penerbangan ITB di Dunia Energi
1. Menghitung drag secara empiris untuk komponen-komponen tambahan (bom, rudal, external
tank, rudal side winder dan sebagainya).
2. Menghitung interference drag secara empiris, jika komponen-komponen tambahan tersebut di-
pasang pada pesawat terbang CN-235-20X tersebut.
3. Analisis aliran udara lokal pada pesawat terbang di mana komponen-komponen tambahan terse-
but akan dipasang, dengan mempergunakan computational fluid dynamic program panel method
(potential flow method coupled with integration of boundary layer equation).
4. Analisis aliran udara (body stream line) untuk konfigurasi dengan komponen-komponen tamba-
han tersebut dalam keadaan terpasang, dengan mempergunakan computational fluid dynamic
program panel method (potential flow method coupled with integration of boundary layer equa-
tion).
Analisis aerodinamika tersebut dilakukan oleh para Aerodynamics Engineer IPTN yang tidak dapat
disebutkan satu demi satu, dengan arahan Pak Djoko Sartono (Teknik Penerbangan, Aachen, Jerman),
Pak Made Wirata (PN-73) dan Pak Agung Nugroho(PN-75). Sedangkan saya ditunjuk sebagai Project
Engineer (PE) CN-235-20X Military Version Model Wind Tunnel Test, yang dilakukan di LAGG, PUS-
PIPTEK, Serpong.
Hasil-hasil analisis aerodinamika secara garis besar adalah
1. Perhitungan secara empiris menunjukkan drag komponen-komponen tambahan dan interference
drag yang timbul ketika dipasang tidaklah signifikan sebagai alasan untuk menambah thrust.
2. Dengan metode panel (potential flow couple dengan integral persamaan boundary layer ) dapat
ditunjukkan bahwa komponen-komponen tambahan tersebut dipasang pada daerah separasi aliran
(separated zone) dan tidak pada daerah High Negative Pressure, sehingga pertambahan drag
tidak besar. Demikian juga posisi ramp door dan side door adalah pada separated zone.
3. CN-235-20X Military Version Model Wind Tunnel Test telah dilaksanakan selama satu bulan,
dengan hasil analisisnya yang berhasil menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan
pada karakteristik aerodinamika pada saat komponen-komponen tambahan dipasang, opened
ramp door, opened side door serta konfigurasi simultan baik pada saat cruise maupun high angle
of attack; berhasil melakukan penurunan drag dengan modifikasi gondola (casing roda pendarat).
Kesimpulan dari analisis aerodinamika secara keseluruhan adalah bahwa konfigurasi pesawat CN-
235-20X Military Version layak untuk diterbangkan. Demikian juga untuk hasil analisis dari disiplin-
disiplin yang lain. Kemudian konfigurasi pesawat CN-235 dimodifikasi untuk membuat konfigurasi
CN-235-20X Military Version.
Hari-hari kemudian dilakukanlah uji terbang (flight test) konfigurasi pesawat tersebut. Sesuai
dengan hasil-hasil analisis berbagai disiplin tidak ada masalah yang berarti.
Suatu ketika kami sedang ada di kantor PT IPTN, berderinglah telpon, dari seberang terdengar
suara terbata-bata yang mengatakan bahwa sebuah pesawat CN-235 jatuh, menyebabkan gugurnya
ketujuh awaknya, termasuk pilot Erwin Danuwinata. Menurut B.J. Habibie penyebabnya adalah parasut
(yang menarik dropping load dari opened ramp door) putus.
Selamat jalan teman-teman.
11
4.14 Kiprah Alumni Penerbangan ITB di Dunia Energi
Tentu bukan suatu ironi, apalagi tragedi, jika ada seorang alumnus Penerbangan (PN) ITB yang
bekerja menjadi seorang sutradara film box-office atau penulis buku best seller. Justru itu adalah
11
Ditulis oleh Edi Hamdi, Engineering Lead, Pertamina Hulu Energi ONWJ Ltd., E-mail: email@mail.com.
155
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
keberhasilan, karena sang alumnus tersebut telah berhasil mengaktualisasikan dirinya menjadi yang
terbaik di bidangnya, sekalipun ’harus’ bekerja di luar bidang idealnya, yaitu sebagai sarjana teknik
penerbangan.
Jika ditinjau dari sisi idealnya, tentu yang paling ideal adalah para alumnus PN ITB tersebut bekerja
di bidangnya, baik di bidang perekayasaan pesawat terbang seperti PTDI, rekayasa perawatan seperti
GMF, rekayasa wahana dirgantara seperti LAPAN, INDOSAT atau juga bidang jasa maskapai dirgantara
lainnya seperti PT Garuda Indonesia. Disebut ’ideal’ karena di bidang pekerjaan seperti itulah para
alumnus PN ITB dapat menerapkan sebagian besar ilmu-ilmu yang diperoleh saat kuliah dulu. Di
’peringkat’ ideal berikutnya, lagi-lagi jika ditinjau dari seberapa banyak ilmu kuliah bisa diaplikasikan,
barangkali dunia pekerjaan yang ada adalah dunia pekerjaan di bidang keteknikan yang terkait dengan
dunia teknik mesin sebagai ’nenek moyang’ dunia teknik penerbangan. Sementara itu, di sisi lain, ada
satu claim yang cukup memotivasi di kalangan mahasiswa PN bahwa jika bisa menguasai teknologi
pesawat terbang, maka akan mudah untuk menguasai teknologi di bidang lain dikarenakan teknologi
pesawat terbang dari sononya memang memiliki tingkat kesulitan dan ketelitian yang lebih tinggi. Harus
diakui, teknologi penerbangan yang dipelajari di bangku kuliah-meski masih di level S1-ini juga lebih
terspesialisasi di bandingkan bidang teknik lain yang lebih general (termasuk di bandingkan misalnya
dengan lulusan teknik Mesin, teknik Elektro, dan juga teknik Sipil) sehingga lulusannya diharapkan
bisa bekerja di bidang yang lebih spesialis dan khusus.
Ketika ada lulusan yang memilih utk bekerja di bidang keteknikan yang lebih general daripada teknik
kedirgantaraan tersebut, tentu akan ada penyesuaian yang diperlukan termasuk pertanyaan apakah bisa
survive berkarir dan juga seberapa banyak dapat dapat menerapkan ilmu ilmu baik teknik secara umum
maupun teknik kedirgantaraan yang dulu dipelajarinya di kampus.
Salah satu bidang pekerjaan keteknikan di luar teknik dirgantara yang menjadi salah satu tempat
bekerja para alumni Penerbangan adalah di bidang energi. Bidang energi yang dimaksud adalah mulai
dari explorasi energi, distribusi energi, pengoperasian dan perawatan fasilitas energi bahkan sampai
perancangan dan pembuatan alat-alat yang dipasang di fasilitas energi.
Tempat berkarir
Saat ini-dari yang tercatat di database IAP-ada lebih dari 50 alumnus yang bekerja di bidang energi,
dengan terbanyak yang bekerja di bidang EPC/I (Engineering Procurement Construction/Installation),
disusul kemudian di bidang konsultansi engineering fasilitas industri migas/petrochemical, lalu oleh
bidang jasa explorasi migas, kemudian di bidang pengoperasian dan perawatan migas dan terakhir di
bidang pembuatan alat-alat yang di pasang di fasilitas energi (manufacturer). Terdapat juga beberapa
alumnus yang bekerja-maupun berwiraswasta- di bidang yang terkait di energi alternative seperti energi
angin dan matahari.
Dari sisi pekerjaan, yang bekerja di EPC/I maupun di fasilitas migas/petrochemical biasanya menjadi
piping, mechanical static, mechanical rotating atau pipeline engineer. Sementara itu yang bekerja di
service company biasanya menjadi field engineer yang biasanya membantu para operator migas dalam
menemukan, menggali, mengevaluasi sampai memproduksi hidrokarbon dari sumur sumur produksinya.
Karena biasanya di tempatkan di remote field, rekan-rekan alumnus yang menjadi field engineer biasanya
sangat terbiasa untuk travelling dan menghadapi tantangan alam ketika bekerja yang cukup seru. Untuk
bidang engineering consultancy, alumnus PN ada yang memilih menjadi spesialis pipeline engineer
maupun spesialis static engineer. Disebut spesialis karena para rekan alumnus tersebut bertanggung
jawab untuk perancangan awal-sampai-siap-dibeli/dirakit untuk barang barang yang akan ditempatkan
di berbagai fasilitas energi.
Dari data yang ada, tempat bekerja alumnus di dunia EPC/I baik onshore maupun offshore misalnya
seperti di Rekayasa Industri, Tripatra maupun JGC dan Saipem. Untuk yang dibidang engineering con-
sultation, tercatat ada yang bekerja di KBR, Technip, Intecsea dan Singgar Mulia. Untuk yang bekerja
sebagai field service engineer ada yang berkarya di Schlumberger maupun di Halliburton. Sementara
untuk yang bekerja sebagai operator migas, tercatat beberapa memilih bekerja di Pertamina, Cono-
156
4.14. Kiprah Alumni Penerbangan ITB di Dunia Energi
coPhillips, Chevron dan CNOOC. Disisi lain, untuk yang bekerja di manufacturing company, ada yang
berkarya juga di Citratubindo dan Indoturbine. Untuk alumnus yang memilih berwiraswasta, tercatat
ada yang terjun ke dunia entrepreneur di bidang wind energy.
157
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
setidaknya dalam membentuk kerangka fikir dan metode kerja pada saat para alumnus tersebut bekerja
di bidangnya.
Ketika merintis karir tentu yang dihadapi adalah bukan hanya masalah teknis, tapi juga masalah
non teknis seperti komunikasi, presentasi maupun sikap ketika menghadapi masalah. Paling tidak tugas
tugas kuliah dulu yang menuntut kemampuan presentasi (baik saat tugas perancangan maupun tugas
tugas laboratorium) cukup menjadi bekal para alumnus tersebut ketika berkarir. Dunia migas yang
relative berbiaya tinggi sekaligus berbahaya menuntut perancangan dan pengoperasian yang account-
able, sehingga para alumnus harus dibiasakan mencatat semua tahapan-tahapan perancangan dengan
baik (hal ini untungnya sudah mulai dikenalkan pada tugas perancangan pesawat) termasuk catatan
revisi/perbaikannya dan juga harus memprioritaskan isu keselamatan (safety) diatas semua hal lainnya.
12
4.15 Sulaeman Kamil: The True Dosen
Saya mengenal Prof. Sulaeman Kamil ketika mengambil kuliah wajib Beban Pesawat dan Metode Ele-
men Hingga pada tahun 1999. Kuliah Beban Pesawat ini mirip kuliah ’gado-gado’ di mana semua ilmu
penerbangan ada, mulai dari ceritanya Wright Bersaudara, aerodinamika, perancangan, aeroelastisitas,
prestasi terbang, stabilitas, getaran dan mekanika teknik. Buku rujukan yang dipakai juga banyak,
misalnya buku Theory of Wing Section karangan Ira H. Abbott (yang dulunya saya sering terngiang-
ngiang kalau Ira H. Abbott ini perempuan, dan anaknya Pak Haji gemuk karena abot atau ’berat’
dalam bahasa Jawa; padahal bukan!) atau Aircraft Structures karangan THG Megson (ini tidak per-
nah terngiang-ngiang tapi buku ini enak dibaca dan perlu). Tapi semua jadi ’mudah’ dipahami karena
disampaikan oleh Pak Kamil melalui slide-slidenya.
Hampir semua yang mengambil kuliah dari Pak Kamil mengatakan kalau Pak Kamil ngajarnya
"enak”. Enak di sini berarti bahwa beliau dapat menjelaskan konsep-konsep teknik penerbangan dengan
bahasa yang sederhana, dengan analogi, dengan gambar sketsa yang rapi, dengan ekspresi dan peragaan
(gesture). Beliau juga murah senyum dan sabar, meskipun kalau bertanya tentang suatu hal biasanya
cukup tajam. Misalnya saya pernah ditanya tentang J-Integral dalam Mekanika Retak yang ketika
itu saya bingung jawabnya. Saya bilang tidak paham. Dia bilang tidak apa-apa, karena beliau bilang,
beliau baca sepuluh kali bukunya David Broek (Elementary Engineering Fracture Mechanics) juga tidak
paham-paham dengan J-Integral. Akhirnya Pak Kamil tanya ke Pak Ichsan yang baru pulang dari TU
12
ditulis oleh Arief Yudhanto, Ph.D. Candidate, Tokyo Metropolitan University, E-mail: arief_gn@yahoo.com
158
4.15. Sulaeman Kamil: The True Dosen
Delft (setelah dapat Ph.D. dari bidang mekanika retak!). Saya tahu beliau melebih-lebihkan, biar saya
tidak kecil hati nampaknya.
Setelah lulus dari kuliah Pak Kamil, saya diajak Pak Kamil membuat buku diktat kuliah Beban
Pesawat pada tahun 2000 (mungkin bulan Agustus-awal kuliah semester ganjil). Ajakan itu sebenarnya
serba kebetulan. Awalnya beliau sempat bertanya kepada seseorang, siapa anak mahasiswa yang suka
nulis. Kawan ada yang menyebutkan nama saya-padahal saya hanya pernah menulis satu kali untuk
bulletin kampus Boulevard! Tapi ini memang kebetulan yang baik. Kemudian, Pak Kamil meminta saya
menemui beliau. Setelah ketemu, beliau mengatakan ingin membuat diktat kuliah seperti yang dipunyai
Pak Bambang Kismono Hadi (Mekanika Struktur Komposit) tetapi dengan format yang berbeda.
Formatnya kalau bisa mirip buku diktat Mekanika Retak yang dibuat Thomas Swift untuk para insinyur
di PT IPTN. Saya tidak tahu bukunya Tom Swift, dan Pak Kamil lupa taruh di mana. Jadi beliau
hanya membagi kertas A4 menjadi dua bagian, atas dan bawah. Bagian atas khusus untuk gambar,
dan bagian bawah dibuat dua kolom. Satu kolom, jadinya, mengisi seperempat kertas. Kolom kiri
digunakan untuk penjelasan gambar, kolom kanan digunakan untuk catatan mahasiswa. Wah unik nih
sepertinya! Jadi, saya mengiyakan untuk membantu beliau. Buku itu akhirnya jadi dan diterbitkan
oleh Penerbit ITB pada tahun 2002. Selain mengajak membuat buku, beliau menjadikan saya asisten
Beban Pesawat. Tugas saya sederhana, hanya hadir ketika beliau mengajar dan membawakan buku
kehadiran (presensi). Tapi lama-kelamaan tugasnya semakin berat, yaitu memeriksa pekerjaan rumah
(yang untungnya tidak diberikan tiap minggu!), dan memberi asistensi kepada mahasiswa yang belum
memahami materi minggu itu. Saya juga bertugas mengawasi ujian. Selama hampir dua tahun (sampai
2003) saya menjadi asisten Beban Pesawat.
Pak Kamil pernah mengatakan bahwa mengajar itu bukan bakat, tetapi lebih ke metode. Sebelum
menjelaskan ke orang lain, kita perlu memahami dulu apa yang ingin disampaikan. Kadang proses
memahami itu memakan waktu bertahun-tahun. Selanjutnya kita gunakan bahasa yang sederhana,
dan menggunakan gambar bila perlu. Pak Kamil sering mengatakan bahwa dosen yang baik adalah
dosen yang dapat menjelaskan topik sulit hanya dalam waktu lima menit, dan mahasiswanya mengerti
maksudnya.
Dalam belajar, tidak semua hal harus diingat dan dimengerti. Ada hal yang perlu diingat dan
mengerti memang, tetapi ada juga hal-hal yang sifatnya informasi, jadi kita cukup sekedar tahu saja.
Ada yang perlu hafal, perlu mengerti, atau cukup tahu saja, demikian singkatnya.
Pak Kamil selalu memulai penjelasan dengan apa-apa yang saya tahu. Apa yang sudah saya ketahui
tentunya beliau tanyakan, apakah saya pernah ambil kuliah A atau B. Kemudian beliau tanya lagi, di
dalamnya, apakah masih ingat topik X. Jika jawabannya iya semua, maka beliau memulai dengan
mereview topik X, kemudian menjelaskan relevansinya dengan topik baru yang akan beliau sampaikan.
Pak Kamil adalah seorang storyteller. Akhir-akhir ini saya baru menyadari bahwa dosen yang ’enak’
itu memang harus lancar ngomongnya. Dia juga pandai mengemas suatu topik kuliah dalam sebuah
cerita. Ada awal, ada tujuan, ada proses, ada akhir. Semua disampaikan perlahan-lahan, tapi berurutan
dan kontinu. Inti dari mengajar adalah membuat mahasiswa paham; nilai itu menyusul. Yang penting
paham dulu.
Pak Kamil juga pernah mengatakan bahwa orang penerbangan gambarnya harus bagus. Jangan
seperti cakar ayam. Istilahnya: masa menggambar pesawat seperti ketela? Gambar pesawat harus
proporsional, garisnya halus, komponennya lengkap. Kita juga harus tahu fungsi-fungsi bagian pesawat.
Gambar yang bagus membuat orang jadi perhatian, sehingga apa yang ingin disampaikan lewat gambar
jadi dipahami. Hemat waktu, tidak buang energi dan bermanfaat.
Pak Kamil pernah menjadi penguji tugas akhir saya. Ketika itu, saya ambil tugas akhir dengan
Pak Bambang Kismono Hadi, bukan Pak Kamil. Saya mengambil TA dengan Pak Bambang pada Juni
2001 karena ingin belajar desain komposit. Awalnya saya ditugaskan merancang wing box pesawat
UAV yang terbuat dari komposit. Setelah mengerjakan empat bulan, saya bilang saya ingin ganti
topik. Saya ingin mengerjakan struktur sandwich dengan finite element method. Pak Bambang bilang
kalau saya lulusnya bakal molor kalau ganti topik. Saya bilang tidak apa-apa asal saya mengerjakan
sandwich (kekeuh pisan euy, mungkin begitu kata batin Pak Bambang). Akhirnya saya menghabiskan
159
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
lima bulan untuk mengerjakan "roti lapis" (sandwich) itu. Tiga bulan dengan error message yang
tiada henti di software Nastran! Tapi akhirnya berhasil juga memecahkan persoalan buckling dan
wrinkling pada sandwich anisotropik. Nah, Pak Bambang mengatakan bahwa yang jadi penguji TA
ada tiga orang, yaitu Pak Ichsan, Pak Giri dan Pak Kamil. Wah, saya langsung bertanya: Kenapa Pak
Kamil, Pak?? Pak Bambang mengatakan, "Lho kenapa dengan Pak Kamil?? Beliau kan baik."Saya
mengatakan, pertanyaannya pasti susah-susah. Pak Ichsan dan Pak Giri mungkin saja sudah susah,
apalagi ditambah Pak Kamil yang seniornya, begitu kira-kira. Pak Giri biasanya bertanya tentang hal-
hal teoretik dalam finite element, Pak Ichsan biasanya bertanya tentang makna fisik suatu problem.
Tapi memang sudah nasib, akhirnya Pak Kamil, Pak Giri dan Pak Ichsan datang pula ke sidang saya.
Saya menyerahkan draft TA kepada Pak Kamil beberapa minggu sebelum sidang 22 Juni 2002.
Sehari sebelum sidang, yaitu hari Jumat 21 Juni, Pak Kamil meminta saya datang ke rumah beliau di
jalan Buah Batu.
Setelah Jumatan saya meluncur ke sana. Sesampainya di sana, saya duduk dan beliau mengatakan:
"Nah, besok anda mau sidang TA. Bagaimana? Nervous? Jangan khawatir, kalau anda tidak bisa
menjawab pertanyaan, itu artinya dosen hanya ingin tahu, anda tahunya apa, tidak tahunya apa. Saya
besok tidak tanya yang susah-susah. Tapi kalau bisa anda jelaskan tentang hak paten ini ya?"demikian
lanjutnya. Pak Kamil ketika itu juga aktif pulang-pergi Jakarta-Bandung karena bekerja di kantor
Riset dan Teknologi, mungkin kepala bagian HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual). Hari Jumat beliau
sudah ada di Bandung. Sabtu pagi biasanya main tenis. Tapi karena Sabtu itu saya mau sidang,
maka beliau menunda tenisnya jadi sore. Beliau ingin saya menjelaskan tentang proses manufaktur
honeycomb sandwich yang telah dipatenkan oleh TU Delft. Hal ini supaya dosen-dosen ITB juga giat
mempatenkan karya-karyanya. Dimulai dari dosen Teknik Penerbangan, demikian pesannya. Akhirnya
saya menjelaskan proses pembuatan sandwich itu setelah sidang.
Ketika sidang, pertanyaan Pak Kamil sangat konseptual. Beliau memanggil saya untuk menuju
white board, didampingi beliau juga. Saya diminta menggambar kolom, dan memberikan tekanan dari
atas dan bawah kolom. Pertanyaannya: apa bedanya kolom yang ditekan kemudian jadi melengkung
(buckle) dengan kolom yang ditekan tapi memendek? Saya mengerutkan dahi, dan berpikir keras,
tapi akhirnya menjawab lirih: "Beda kasusnya Pak, analisisnya mungkin beda". Pak Kamil langsung
mengatakan: "Nah itu dia, benar. Yang satu kasus Euler buckling, satunya lagi kasus kompresi statik.
Rumusnya juga beda kan? Sebenarnya, maksud saya bertanya adalah saya ingin mengingatkan, dalam
menghitung, kita harus lihat dulu, kasusnya kasus apa. Apakah buckling atau statik. Kemudian kita
baru bisa menentukan harus memakai pendekatan apa. Kalau pendefinisian masalahnya saja kita tidak
tahu, bagaimana mau memecahkannya?"
Pak Kamil sering bercerita tentang dua tokoh, Pak Habibie dan Pak Ken Laheru (Liem Keng Kie).
Sudah tidak diragukan, Pak Habibie membawa bangsa Indonesia mengenal kemampuan dirinya sendiri
bahwa orang Indonesia mampu menguasai high technology, yaitu pesawat terbang. Ini membawa
kebanggaan tersendiri. Pak Kamil sangat bangga dapat bekerja dengan Pak Habibie di IPTN, atau
ketika Pak Habibie menjadi Menristek (Pak Kamil rasanya pernah menjadi Asisten Menteri). Filosofi
sikap insinyur yang ditularkan Pak Habibie kepada Pak Kamil adalah kalimat ini: “The devil is in the
details”. Artinya, kira-kira, solusi dari suatu masalah biasanya berada di rinciannya, di sesuatu yang
subtil atau halus, yang hanya dapat diperoleh ketika ketika mengerjakan dengan teliti sampai ke akar-
akarnya. Jadi, suatu masalah tidak hanya bisa dilihat belaka. Harus dikerjakan sampai ke rinciannya
dan punya kuantitas (ada angkanya). Perhitungan juga harus cermat.
Pak Habibie juga pernah mengatakan kepada Pak Kamil untuk mendesain ekor N250 dengan metode
non-logam. Ekor N250 terbuat dari komposit serat karbon. Jadi metode mendesainnya tidak boleh
memakai metode perhitungan logam, harus perhitungan komposit. Jadi Pak Kamil harus mencari
ahli komposit. Beliau mengatakan bahwa ramai orang di ITB (pada 80an) menyebut kata "komposit,
komposit, komposit"tanpa tahu dengan detil apakah itu. Oleh karena itu, beliau mengundang Dr.-Ing
Huba Öry dari Institut für Leichtbau, Jerman Barat, untuk mengajarkan komposit di IPTN. Selain itu,
beliau pernah belajar langsung kepada Prof Stephen Tsai di Stanford (seseorang yang menerjemahkan
buku "Anisotropic Plates” dari bahasa Rusia ke bahasa Inggris) selama seminggu, kemudian setelah
160
4.16. Keamanan Penerbangan Pasca 11 September 2001
kembali ke Bandung, beliau membimbing mahasiswa pertama untuk bidang komposit, namanya Pak
Bambang Kismono Hadi. Pak Bambang ditugaskan membuat program metode elemen hingga untuk
menghitung tegangan pada pelat berlubang yang terbuat dari komposit. Setelah 2.5 tahun, Pak
Bambang menyelesaikan program itu. Pak Kamil kemudian bertanya kepada Pak Bambang: "Jadi,
apa inti dari komposit?” Pak Bambang menjawab singkat: "Matriks ABBD.” "Nah, itu dia yang perlu
saya ingat: Matriks ABBD,” kata Pak Kamil. Setelah itu, dengan bantuan para insinyur IPTN dan juga
Pak Bambang, Pak Kamil mengembangkan ekor N250 yang terbuat dari komposit. Boleh dikatakan,
Pak Kamil adalah orang pertama yang membawa ilmu mekanika komposit ke ITB.
Pak Kamil terkesan dengan Pak Ken Laheru karena beliau ngajarnya juga juga "enak”. Metode
mengajarnya bukan hafalan, tetapi pengertian. Cerita tentang Pak Laheru yang ditulis oleh Pak Kamil
dapat dibaca di bagian lain buku ini.
Akhir kata, saya sangat berterima kasih kepada Pak Kamil karena memperkenalkan keindahan ilmu
penerbangan melalui penjelasan-penjelasan yang mudah dicerna dan menarik."Ruang pertemuan" kami
tidak hanya Ruang Dosen PN atau kamar beliau di lantai 2 PN, tapi juga depan fotokopian di Simpang
Dago.
Pak Kamil adalah the true dosen yang terus mengilhami kita semua bahwa kita harus mampu
menyederhanakan ilmu pengetahuan, dan membagikannya kepada siapa saja. Keindahan ilmu penge-
tahuan bersumber dari kesederhanaannya.
13
4.16 Keamanan Penerbangan Pasca 11 September 2001
Tak ada tanda istimewa, jam 8 pagi hari, Sebelas September 2001, sepuluh tahun lalu di New York.
Akan tetapi setelah jam 9.05 pagi sebelas september 2001, New York dan dunia penerbangan tidak lagi
sama seperti sebelumnya. Runtuhnya menara kembar World Trade Center dengan 2800 orang nyawa
hilang, ratusan luka berat dan milyar dollar kerugian, kemudian tercatat dalam tinta hitam, sebagai
tragedi dunia penerbangan terburuk sepanjang masa.
Pada hari itu , sepuluh tahun lalu, kebetulan saya sebagai Direktur Utama Dirgantara Indonesia
sedang bertemu Chief Executive Officer Bombardier di Montreal Canada. Industri Penerbangan yang
meproduksi pesawat terbang Advanced Turboprop Q400 dan Bussiness Jet Challenger. Salah satu
Industri Penerbangan terkemuka dunia.Tiba tiba sekretarisnya masuk sambil berbisik ke CEO Bom-
bardier, kemudian kami berdua menyaksikan siaran langsung CNN , berjudul America under attack,
dengan Menara Kembar dalam kobaran asap.
Kami berdua terkejut dan shock. Diskusi berubah menjadi apa dampak peristiwa ini bagi industri
penerbangan dan airline. Untuk mendepatkan perspektif tentang dampak, kemi kemudian berkeliling
kawasan proses perakitan akhir pesawat Jet 100 Penumpang. Saya diperlihatkan suatu aliran mata
rantai proses perakitan akhir pesawat terbang yang dirancang dalam tata letak modul modul kawasan
“cell manufacture”. Tiap cell merupakan proses perakitan tiap bagian pesawat terbang yang elemen
elemennya berasal dari industri pembuatan suku cadang dan komponen dari negara lain. Konsep
perakitan akhir model ini memiliki rantai pasokan komponen ratusan bahkan ribuan industri kecil
menengah, yang menjadi bagian dari mata rantai industri “outsourcing” secara global. Efisiensi dan
produktivitas model perakitan akhir industri pesawat terbang ini, amat bergantung pada konsep Just
in Time yang mengikuti pola Toyota dalam merakit mobilnya. Dengan konsep ini setiap minggu
diharapkan akan lahir satu pesawat terbang atau sebulan empat pesawat terbang.
Melalui tour seperti itu, Beliau ingin menjelaskan pada saya pengaruh langsung berapa kerugian baik
waktu tenaga dan biaya , jika pasokan arus material produksi yang diangkut kargo udara terhambat.
Angkutan udara dalam managemen logistik dan distribusi material industri pada pola cell manufacture
dengan fondasi konsep Just in Time, adalah urat nadi. Karena itu sambil terus menyaksikan tragedi
september eleven itu, Ia berkata : “dimasa depan sejak saat ini, tidak mudah lagi menerapkan konsep
13
Ditulis oleh Jusman SD, pernah menjabat Menteri Perhubungan RI (9 Mei 2007-22 Oktober 2009). Tulisan ini
sebelumnya diterbitkan di Kompasiana.
161
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Just in Time, secara lebih efisien”. Sebab arus barang melalui kargo udara pasti akan mengalami
kendala. “may be aircraft industry and airline akan mengalami pukulan besar”. Itu pembicaraan 10
tahun lalu.
Ketika itu kami tidak sepenuhnya faham, mengapa ada orang dan kelompok yang memilih pesawat
terbang komersial berisi penuh penumpang, yang berasal dari pelbagai bangsa , sebagai senjata meng-
hancurkan pusat bisnis terkemuka di dunia ? Kami berdua ketika itu hanya bisa saling bertanya :
“Why ? Mengapa ?? Apa yang sesungguhnya terjadi ? Mengapa pesawat terbang komersial yang
tadinya dirancang untuk misi damai, mengangkut penumpang danmemperlancar arus barang antar ko-
ta, antar pulau dan antar negara, dapat diubah menjadi “guided missile” atau “bom api terbang” yang
mengancam gedung dan bangunan vital suatu negara ?
Bagi kami, Pagi hari sebelas September 2001, sepuluh tahun lalu, kota New York di Amerika Serikat
bercuaca cerah dipenuhi para pebisnis da pelancong yang bersahabat dan penuh optimisme. Para pelaju
(commuters) baik Pengusaha maupun pekerja biasa di Wall Street dan World Trade Center seperti hari
sebelumnya bergegas menuju kantor masing masing, menggunakan trem, bis dan taxi. Bandara di
Amerika juga padat oleh penumpang dengan tujuan sendiri sendiri.
Tidak ada yang menyadari,pada pagi cerah itu, empat penerbangan yang terpisah, dua diantaranya
tinggal landas dari bandara Logan di Boston, satu dari Bandara Internasional Newark dan satu lagi dari
Bandara Internasional Dulles. melenceng dari tujuan semula dan dikuasai pembajak. Yang berangkat
jam 7.58 pagi, United Airlines Flight 175, ketika sampai dikawasan kota New York, secara tiba tiba
berputar arah menyusuri sungai Hudson dan kemudian tepat jam 8.45 menabrak Menara Utara World
Trade Center.
Pada awalnya semua saksi mata berfikir bahwa peristiwa itu adalah sebuah kecelakaan pesawat
terbang yang salah arah. Tetapi pada jam 9.05 , dua puluh menit kemudian pesawat American Airlines
Flight No. 11 yang tinggal landas pada jam 7.59 dari Bandara Logan, moncongnya tenggelam kedalam
gedung Menara Selatan World Trade Center, dan kedua Menara kembar diselimuti kobaran api dan
asap. Dua pesawat masing masing jenis Boeing 767 dan 757 berkecepatan 700 km perjam dengan
membawa bahan bakar 30 Ton, kemudian meluluh lantakkan menara kembar Wrld Trade Center ,
menjadi puing dan debu.
Pada jam 8.01, dari bandara Newark, United Airlines Flight 93 tinggal landas menuju San Fransisco.
Delapan puluh mile dari kota Pittsburg, Pesawat jatuh berkeping keping. Penyelidik kemudian mene-
mukan bahwa pesawat ini diubah rute nya oleh pembajak untuk diterjunkan di Gedung Putih. Ditengah
jalan para penumpang berhasil merebut kemudi, sayang pesawat jatuh tak terkendali, disebuah lapan-
gan terbuka pada jam 10.10 . Pesawat keempat,Flight 77 tinggal landas dari Bandara Internasional
Dulles menuju Los Angeles, pada jam 8.10. Pesawat ini kemudian pada jam 9.40, berubah posisi dari
terbang jelajah menjadi menukik dan hidung diarahkan menuju Pentagon. Gugur 188 orang dan banyak
yang terkena luka bakar.
Kini, setelah sepuluh tahun berlalu. Tampak nyata prediksi dan percakapan kami menjadi real-
itas. Sebagai akibat langsung dari tragedi sebelas September , industri penerbangan dan maskapai
penerbangan harus merubah secara drastis pola managemen operasinya. Diperlukan upaya sistimatis
berkesinambungan untuk penataan ulang mata rantai produksi barang dan jasa agar memenuhi kriteria
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan yang semakin ketat dan berbiaya tinggi.
Bandara di Amerika yang tadinya seperti ruang komersial biasa dimana hotel, ruang makan, toko
buku dan mekanisme kedatangan dan keberangkatan menjadi suatu tempat yang ramah dan bersuasana
persahabatan. Kini menjadi tempat yang tidak lagi ramah.
Dulu bandara merupakan tempat berkumpulnya para keluarga profesional yang terpisah jarak dan
kota, tempat rapat rapat bisnis diselenggarakan untuk efisiensi dan produktivitas waktu, dengan tingkat
keamanan tinggi tetapi amat longgar, dan dikelola sebagai tempat yang nyaman dan bersahabat kini
berubah drastis.
Kini, tiap penumpang dan jenis barang , dan pengantar yang berada di bandara mendapat pen-
gawasan detik demi detik melalui kamera pemantau (cctv) disetiap sudut ruangan. Tiap penumpang
dan barang kini tidak lagi dianggap steril dari ancaman bahaya. Tiap yang bergerak tanpa pen-
162
4.16. Keamanan Penerbangan Pasca 11 September 2001
gawasan,di bandara dipandang mengandung resiko ancaman Keamanan. Memperoleh visa kunjungan
bukan lagi menjadi masalah sepele seperti dulu. Ada proses penelitian yang bertahap, berjenjang dan
bertingkat untuk mendapatkan persetujuan. Jika visa diperoleh, belum tentu juga mudah memasu-
ki suatu negara, diperlukan proses penelitian ulang yang berkali kali, sampai otoritas merasa aman
menerima anda sebagai tamu dinegara tersebut.
Pada tanggal 19 November 2001, President Bush atas Perintah Kongres menanda tangani Aviation
and Transportation Security Act (ATSA). Pada tahun 2002, dibentuk Transportation Security Agency
(TSA) yang terpisah dan Federal Aviation Administration (FAA). Tahun 2003, kewenangan dan otori-
tas TSA dipindahkan dari Departemen Transportasi ke Departemen Homeland Security. Sebelumnya
keamanan bandara di Amerika di “outsource” dan dikelola oleh perusahaan swasta. Bandara Logan
Boston, proses penelitian dan pemindaian barang barang penumpang dilakukan oleh perusahaan “oust-
source” bernama Globe Security. Di Bandara Internasional Dulles, penumpang dan barang bawaannya
diperiksa oleh perusahaan “outsource” Argenbright Security. Dari kedua bandara itu Atta, Omari,
Satam al suqami dan pelaku pembajakan lainnya berhasil lolos masuk pesawat tanpa kendala. Para
teroris dapat masuk kedalam pesawat membawa cutter dan penyemprot lada yang menjadi senjata
pembajakan, dengan ancaman ada bom bunuh diri dibadannya.
Melalui Aviation and Transportation Security Act, kini keamanan bandara diseluruh Amerika dikelo-
la oleh pekerja pegawai federal tidak dioutsource, dari Transportation Securuty Agency (TSA). Kini
43,000 tenaga terdidik dan terlatih dalam bidang keamanan bandara, dengan metode dan sertifikasi
berstandarisasi TSA ditempatkan di Bandara. Biaya untuk menciptakan tingkat keamanan bandara
meningkat, dari 556 juta dollar pada tahun 2000, menjadi 619 juta dollar tahun 2002. Biaya ini digu-
nakan untuk membenahi tingkat keahlian personil, perbaikan metode dan modernisasi alat peralatan
utama pemindai penumpang dan barang bawaannya. Pada tahun 2002-2003, Pemerintah Amerika
menyediakan anggaran 2,5 milyar dollar untuk mebenahi metode dan alat peralatan utama Keamanan
Bandara Komersial nya.
Di Indonesia atas perintah Presiden SBY yahun 2007, sistim keamanan dan keselamatan Pener-
bangan di integrasikan melalui Revisi total Undang Undang Penerbangan tahun 1992 menjadi Undang
Undang Penerbangan No 1 Tahun 2009. Dengan demikian Sistem Keselamatan Transportasi dan Sis-
tem Keamanan Transportasi satu sama lain harus saling terkait dan saling melengkapi.Di Indonesia,
Transportation Security Agency dan Transportation Safety Agency , berada dalam satu kewenangan
Menteri Perhubungan. Undang Undang Penerbangan no 1 tahun 2009 ini kemudian menjadi acuan
bagi Masyarakat Uni Eropa mencabut larangan terbang bagi Maskapai Penerbangan Indonesia, seperti
Garuda.
Aturan Keamanan Penerbangan kini menjadi lebih diperketat. Tiap tahun ada pembaharuan seper-
ti aturan keselamatan penerbangan. Sebelum tahun 2001, standard minimum Keamanan Bandara
diseluruh Bandara Internasional merujuk pada ketentuan ICAO annex 17. Pada tahun 2002 akibat
peristiwa Sebelas September diadopsi ketentuan Aviation Security Plan of Action, yang mewajibkan
seluruh Negara anggota ICAO untuk mengembangkan rencana aksi tiga tahunan untuk membenahi
semua kelemahan yang mungkin tersembunyi dan tertidur dalam Sistem Keamanan Bandara yang ada
dimasing masing Negara. Aviation Security Plan of Action ini menjadi subjek proses Audit secara
berkala. Kelemahan tersembunyi dalam sistim Keamanan Penerbangan tiap negara perlu ditemu kenali
melalui Audit Keamanan bandara secara rutin dalam jangka waktu empat bulanan atau enam bulanan.
Sebab tiap bandara internasional memiliki koneksi dengan bandara di lain negara. Secara garis besar
ada Enam titik strategis yang secara terus menerus menjadi pusat perhatian untuk diperbaiki . Ini
menjadi objek proses audit.
Pertama evaluasi berkenaan dengan layout tata letak dan posisi pintu terminal tempat penumpang
dan barang bawaannya naik turun. Kebanyakan pintu tersebut langsung berhadapan dengan tempat
pemberhentian mobil pengantar penumpang,baik bus, taxi atau mobil pribadi.Antara pintu dengan
tempat perhentian modil tidak mempunyai perimeter atau jarak aman ancaman bom bunuh diri. Kini
di Amerika penumpang tidak lagi ada pintu seperti itu. Syarat perimeter berupa jarak minum 100 meter
diberlakukan. Penumpang dapat turun dan naik di zona zona pemberhentian mobil angkutan berbeda
163
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
antara bis, mobil pribadi atau taksi. Dengan demikian penumpang masuk terminal kedatangan dan
keberangkatan, dalam satu ruang keamanan memadai. Mobil pengangkut penumpang, berada jauh
dari lokasi pintu masuk. Ada pengurangan kenyamanan, yang dibayar dengan peningkatan keamanan.
Kedua evaluasi atau mekanisme proses segregasi dan “containment”. Dimana ada jalur perjalanan
penumpang dan barang bawaannya yang kemudian dapat memisahkan wilayah pergerakan penumpang
bertiket dengan penelitian barang dan dan pengunjung biasa. Kemudian pemisahan arus pengunjung
dan barang diikuti dengan proses penyeleksian dimana semua potensi resiko ancaman keamanan baik
yang berasal dari individu maupun barangnya diisolasi untuk tidak merembet ketempat lain. Semua
tatacara dicermati dan dikenali dari detik kedetik oleh petugas Keamanan Bandara. Tidak boleh
ada yang lolos dari pengamatan. Pemasangan kamera pemantau disetiap sudut diikuti juga oleh
pemeriksaaan pot pot bunga dan kantong kantong sampah secara teratur., menjadi menu wajib petugas
keamanan Bandara masa kini.
Melalui metode segregasi dan “containement” penumpang bertiket dan pengunjung biasa terpisah
wilayah geraknya. Pemisahan wilayah ini kemudian diikuti oleh pengelolaan distribusi tanda pengenal
masuk bandara atau Identification Card yang bersertifikat dan hanya dikeluarkan oleh Otoritas Bandara.
Ketika peristiwa sebelas September 2001 terjadi, di bandara logan ditemukan kehilangan dan disribusi
ID Card yang tak terlacak. Karena itu salah satu audit yang perlu dilakukan adalah sejauh mana id
card dapat jatuh ke orang orang yang tak berwenang dan tak dikenal.
Bandara harus dibagi dalam zona zona yang terpisah dengan baik melalui penggunaan kartu iden-
tifikasi ini. Ada kartu untuk Zona pergerakan para pengantar, zona pergerakan penumpang berticket,
zona pergerakan “ground crew” dan awak penerbangan. Penumpang bertiket dan petugas berkartu
identitas, disebut KP (Known Passengers and Known Professional Workers). Pengunjung biasa dan
para penjemput atau pengantar disebut UP (Unknown and unindetified People).Pembagian Zona perg-
erakan kargo dan penumpang akan memudahkan proses pengelolaan dan pengaturan potensi resiko
ancaman keamanan yang mungkin timbul. Pintu dan dinding pemisah juga perlu dikelola.
Ketiga evaluasi pada proses seleksi penumpang bertiket dan barang bawaannya. Petugas terlatih
dalam ilmu psikologi akan mengajukan pertanyaan tentang , apakah koper ini milik anda ? Apakah anda
mengetahui apa saja isi koper anda ? Apakah anda sendiri yang memasukkan barang barang pribadi
kedalam koper atau orang lain? Melalui proses rangkaian pertanyaan ini petugas berpengetahuan
psikologi tingkah laku akan dapat menseleksi mana penumpang berpotensi bahaya, mana yang tidak.
Kemudian akan tampak jelas apakah ticket digunakan oleh nama yang tertera atau oleh orang lain.
Dan apakah barang yang dibawa dikatagorikan sebagai UB (Unknown baggage) atau KB (Known
Baggage).
Keempat evaluasi terhadap keandalan dan kecanggihan peralatan pemindai (scanner). Teknologi
pemindai ini sepanjang tahun telah mengalami kemajuan. Pemindai tiga dimensi bukan saja dapat
memperlihatkan bentuk barang yang tersembunyi dalam koper tertutup. Tetapi juga potensi ancaman-
nya. Selain itu penempatan pemindai pada lapis pertama juga dilengkapi oleh petugas yang terlatih dan
bersertifikat dan tidak jarang ditemani oleh anjing pelacak. Dengan cara ini potensi ancaman senjata
biologi, elektronika pemantik bom jarak jauh, pistol, pisau dan segala jenis barang berbahaya lainya
termasuk narkoba telah dapat dilacak. Kelima evaluasi atas tingkat keahlian dan disiplin petugas yang
sering kendor jika bertemu orang yang dikenal baik sebagai teman atau saudara kandung, atau pejabat
berwenang yang tak mudah diperiksa atau polisi dan militer yang selalu membawa pistol kemana mana,
baik berseragam maupun tidak. Akibatnya petugas selalu dapat metolerir barang berbahaya masuk
terbawa penumpang kedalam kabin. Padahal dalam sistim keamanan, semua penumpang dipandang
memiliki potensi ancaman.
Di Amerika anggota pasukan pengawal Presiden pernah ditolak oleh kapten Pilot karena tidak mau
menanggalkan pistolnya. Di Indonesia pernah ditemukan aparat yang marah marah karena diminta
menempatkan pistol dan peluru tajam kedalam kotak yang disediakan. Mereka bersikeras bahwa pistol
dan peluru sama dengan nyawa, tidak ataboleh terpisah dari badannya.Pemisahan barang berbahaya
seperti pistol, peluru, pisau dan metal berujung tajam, bahan peledak, cairan berbahaya, tepung soda
api, mutlak dilakukan agar semua barang berbahaya (dangerous goods) tidak masuk ke pesawat.
164
4.16. Keamanan Penerbangan Pasca 11 September 2001
Keenam evaluasi atas proses pengelolaan kargo yang dibawa dan ditempatkan di perut pesawat .
Kargo ii dapat berupa barang industri kebutuhan ekspor impor, atau bahan makanan atau juga paket
kiriman lainnya yang akan ditempatkan dalam container. Tiap kargo harus dipisah kedalam dua jenis,
yakni UnKnown Cargo (UC) dan Known Cargo(KC).
Kargo tak dikenal adalah barang yang Pemilik atau Pembawa Barang nya - Tak Dikenali (PB-TD).
Tak dikenal karena tak beridentitas, tak bersertifikat atau tak jelas asal usulnya. Kargo Dikenal adalah
barang yang Pemilik atau Pembawa Barang-Dikenal Baik (PB-DB). Barang barang ini yang diketahui
secara jelas asal usul pemiliknya (Known Cargo) yang berasal dari Penitip Barang yang berindentifikasi
jelas atau barang industry atau barang milik eksportir yang secara rutin mengirim barang dan dikenal
rekam jejaknya. (disebut Known Consignor), Biasanya barang barang ini dikelola dan dititipkan untuk
diatur oleh Agen Forwarder atau Perusahaan Pengelola Kargo (Known Consignee).
Bagi barang yang pemilik/penitip nya tidak dikenal (PB-TD), wajib untuk dipindai secara keselu-
ruhan dan dilakukan penggeledahan. Kargo jenis ini memerlukan Gudang tersendiri yang lokasinya jauh
dari tempat pesawat dan penumpang berada. Agar jika terjadi ledakan, dampaknya tidak mengerikan.
Proses sterilasi dalam gudang terpisah hanya dilakukan untuk barang yang asal usul dan pemiliknya
tidak dikenal. Bagi PB-DB pemilik dan pembawa dikenal baik, cukup dilakukan metode penelitian
acak dalam gudang milik mereka sendiri. Hal ini untuk mempercepat dan mempermudah urusan ke-
lancaran arus barang yang vital bagi pertumbuhan ekonomi suatu Bangsa. ICAO annex 17 dan Action
Plan ICAO 2002 mewajibkan otoritas penerbangan sipil memiliki tatacara audit atau setiap prosedur
pemisahan kargo tak dikenal (UC) dengan kargo dikenal baik (KC) yang dimiliki oleh Agen bersertifikat
(Regulated Agent).Melalui audit berkala oleh Otoritas Penerbangan Sipil pengetahuan yang memadai
tentang metode dan prosedur yang diterapkan oleh Pemilik dan Pembawa Barang dapat diperbaiki
secara bertahap, bertingkat dan berkelanjutan.Audit juga bertujuan untuk melacak konsistensi rekam
jejak pemilik, riwayat asal usul dan tata cara pemaketan barang, metode pengelolaan barang dalam
gudang, catatan asal usul barang, siapa penanggung jawab dan kemana tujuan, serta apa isi tiap paket.
Audit merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya membangun kredibilitas mata rantai arus barang
di Bandara. Dengan peningkatan kredibilitas, Trust dapat terbangun, biaya dan efisiensi dapat dikem-
bangkan, produktivitas dan daya saing dapat ditingkatkan dengan tidak menambah mata rantai proses.
Karena itu maskapai penerbangan dan pengelola terminal dianjurkan berhubungan dengan agen,
atau forwarder atau entitas yang bersertifikat yang telah lulus uji kelayakan keamanan dan keselamatan
penerbangan. Keagenan ini disebut “Regulated Agent”. Disebut Regulated karena hadirnya keagenan
ini telah melalui rekam jejak yang panjang sebagai pengelola kargo, jauh sebelum peristiwa Sebelas
September terjadi yang sesuai dengan standard ICAO annex 17. Melalui keagenan yang terstruktur jelas
ini , pemilik barang berupa manufacturer atau perusahaan ekspor dan impor yang diketahui dengan
baik asal usulnya dapat menitipkan kargo nya ke petugas dari agen yang dikenal dengan baik oleh
maskapai penerbangan. Mata rantai terstruktur ini kemudian dapat diaudit oleh Otoritas Penerbangan
Sipil setiap empat atau enam bulan sekali, untuk perbaikan terus menerus tingkat keamanan nya.
Penataan ulang atas metode dan prosedur Keamanan Penerbangan yang disyaratkan oleh TSA dan
ICAO, kini setelah satu Dasawarsa menjadi hal rutin yang tidak lagi membebani. Bandara Ngurah Rai
Bali pada tahun 2008 telah diaudit oleh TSA dan memenuhi syarat Keamanan Bandara Internasional.
Kenangan akan Tragedi Sebelas September, dapat digunakan untuk merevitalisasi tingkat Kese-
lamatan dan Keamanan Dunia Penerbangan di Indonesia sebagai anggota ICAO. Melalui program
yang terukur dan terencana misalnya Bandara Charles De Gaulle dibenahi metode keamanannya dan
dilengkapi dengan penambahan jumlah pemidai orang dan barang serta kamera pemantau, dengan
biaya 20 juta dollar. Bandara Munich membuat program peningkatan senilai 5,3 juta Dollar, Nairobi
senilai 3,4 juta dollar dan Tokyo Narita senilai 2,6 juta dollar, pada tahun 2002.
Menurut majalah Newsweek terbitan September 12,2011 sejak 2002, dari “security fee” yang diambil
dari tambahan 2,5 dollar atau 10 dollar untuk roundtrip per tiket penumpang telah terkumpul 15 Milyar
Dollar. Kemudian dana ini dikembalikan kepenumpang dalam bentuk alat dan peralatan pemindai serta
pelatihan petugas keamanan agar tecipta mekanisme yang lebih cepat dan nyaman bagi penumpang.
Tanpa pengendoran sistiem keamanan di Bandara.
165
Bab 4. Kumpulan Esai & Artikel
Pada tahun 2010 sendiri Transport Security Agency telah menerima pembayaran dari hasil “security
fee” yang masuk dari airport tax dan tiket, sebesar 18 Milyar dollar. Semua biaya itu dikembalikan
kepenumpang dan pemilik kargo dalam bentuk modernisasi infrastruktur keamanan bandara. Hal ini
perlu dilakukan karena sejak September 2001, kerugian yang terjadi akibat kelambatan penumpang dan
kargo yang timbul akibat proses “security check” dibandara telah mencapai 100 Milayr dollar, untuk
seluruh Bandara Amerika.
Secara bertahap, bertingkat, berjenjang dan berkesinambungan Indonesia sebagai anggota ICAO
patut mengikuti jejak dunia Internasional tersebut, untuk terus memperbaiki tingkat keselamatan dan
keamanan penerbangannya. Dalam membuat tulisan ini , rujukan yang digunakan adalah : “The
9/11 Commision Report, USA Official Goverment Printing Office edition”; “Terrorism and Homeland
Security, Philip Purpura,Elsevier, 2007; “The Convention on International Civil Aviation, Annexes 1 to
18, ICAO “.
14
4.17 Erlangga dan Kejeniusan Anak Indonesia
Kemarin saya bertemu dengan adik kelas yang baru pulang dari Belanda. Ternyata riset PhD dia cukup
dahsyat, memecahkan persoalan matematika gelombang yang digunakan oleh perusahaan minyak Shell
untuk mencari cadangan minyak.
Hasil riset dia cukup menghebohkan dunia minyak, terutama dengan kemungkinan membuat profil
3 dimensi dari cadangan minyak. Metode dia berhasil memproses data-data seismik seratus kali lebih
cepat dari metode yang sekarang biasa digunakan.
Saya jadi ingat kembali kehebatan Pak Habibie. Beliau dulu menemukan rumus yang mampu mem-
persingkat prediksi perambatan retak. Rumus beliau ini yang kini digunakan negara-negara, termasuk
NASA Amerika.
Saya yakin SDM Indonesia memang jagoan kaliber internasional. Sayangnya visi dan finansial negeri
ini jauh dari menggembirakan. Semua SDM kita yang sangat bagus ditelantarkan (karena tidak ada
kerjaan yang bisa dilakukan di dalam negeri). Akhirnya negara lain lah yang memanfaatkan.
Yogi Ahmad Erlangga, teman saya itu dengan sedih menceritakan. Setelah hasil dia dipublikasikan
maka dia mendapat kontak dari Schlumberger untuk menindaklanjuti hal itu. Shell tentu saja sudah
memakainya. Bahkan di Belanda dia diliput oleh media massa, juga media TV Belanda berencana
mewawancarainya (tapi dia keburu pingin pulang, jadi tidak sempat). Jelas hal ini menunjukkan
potensi ekonomi luar biasa dari algoritma matematik yang dia temukan. Sedikit yang menarik, Yogi
sebenarnya adalah sarjana teknik aeronautika (penerbangan) ITB, yang kemudian mengambil riset
bidang matematika. Ternyata hasilnya bisa diaplikasikan ke dunia minyak. Sekarang dia mendapat
post-doc di Jerman untuk meneliti bagaimana meredam bising dari mesin jet.
Demikian luar biasa respon di dunia, sayang kata dia, hingga saat ini Pertamina justru tidak pernah
mengontak dia. (Yah, jangan-jangan bahkan Pertamina pun tidak tahu ada karya anak bangsa ini yang
menghebohkan dunia. Atau, jangan-jangan tidak peduli? Kan tinggal bayar Schlumberger) Kita ini
memang bangsa pintar, sayang kurang cerdik.
14
ditulis oleh Khairul Ummah, Dosen, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, ITB, E-mail: khairulu@yahoo.com
166
Bab 5
Obituari
167
Bab 5. Obituari
dan termodinamika itu, saya mulai memberikan kuliah pilihan aerodinamika, mekanika dan dinamika
terbang. Ini sebenarnya merupakan persiapan kelak ketika kita ingin mendirikan Sub-jurusan Teknik
Penerbangan. Jadi, ini masih berupa impian. Oleh sebab itu, saya melakukannya dengan cara diam-
diam. Saat itu saya dibantu Ir. Yuwono (kuliah pilihan struktur ringan) dan Ir. Sugito (kuliah teknik
penerbangan/aeronautical engineering/vliegtuigbouwkunde). Saya kemudian menceritakan impian saya
mendirikan Sub-jurusan Teknik Penerbangan kepada Pak Habibie yang saat itu di Jerman, dan saya
menyatakan bahwa saya memerlukan seorang kawan dosen. Beliau kemudian menyebut nama Liem
Kengkie.
Liem Kengkie kembali ke Indonesia, tepatnya ITB, pada awal 1960. Pada semester pertama tahun
pelajaran 1961-1962, secara fait-accompli (tanpa banyak ribut-ribut) kuliah-kuliah pertama dalam
kurikulum Sub-jurusan Teknik Penerbangan mulai diberikan di Jurusan Mesin, di bawah Departemen
Mesin-Elektro. Dosen yang mengajar penuh ketika itu adalah Dipl.Ing. Liem Kengkie dan Dr.Ing.
Buchmann. Dari AURI ada Ir. Yuwono, Ir. Sugito, Ir. Sukendro Wardoyo dan Ir. RGW Senduk. Dari
departemen Perhubungan, ada Ir. Karno Barkah, MSME. Mahasiswa yang ’terdaftar’ dalam sub-jurusan
ini adalah mereka yang dalam dua tahun sebelumnya mengikuti kuliah-kuliah pilihan aerodinamika dan
struktur ringan, antara lain Ir. Nugroho, Ir. Slamet B. Santoso, Prof. Sulaeman Kamil, dan lainnya.
Liem Kengkie yang saya kenal adalah seorang yang pendiam atau tidak banyak omong, sabar, namun
memiliki ciri khas seorang engineer: cermat, dengan pengertian yang mendalam bahwa ’rincian’ atau
detil dalam ilmu rekayasa merupakan hal yang paling mendasar dalam profesi seorang insinyur. Kuli-
ahnya sangat populer dibandingkan kuliah-kuliah saya. Pendidikan Jermannya sangat terasa: cermat,
ilmiah, mendalam dan sangat dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
Beberapa tahun kemudian, setelah adanya kerusuhan terhadap kelompok masyarakat keturunan
(sekitar tahun 1969), Pak Liem Kengkie datang kepada saya. Dengan agak tersendat beliau meny-
atakan bahwa beliau terpaksa harus hijrah ke Amerika Serikat dengan alasan bahwa masa depan
keluarganya memerlukan jaminan keselamatan, kenyamanan dan kesempatan hidup yang layak, yang
diperkirakannya tidak mungkin akan diperolehnya di Indonesia. Keputusan pergi ini berat sekali bagi
beliau dan keluarganya karena mereka adalah orang Indonesia yang lahir di Indonesia. Beliau men-
gatakan filosofi jus soli (kewarganegaraan berdasar tanah kelahiran) dan jus sanguini (kewarganegaraan
berdasar keturunan). Beliau biasanya menjadikan pegangan jus soli: dilahirkan di Indonesia, dus, orang
Indonesia. Namun dalam keadaan ini, beliau terpaksa berpegangan pada jus sanguini, bahwa beliau
adalah keturunan non-pribumi. Dan, keterkaitan daerah menjadi penting adanya ketika itu. Sekedar
sebagai penguat diri yang saat itu tengah tertekan keadaan, beliau minta maaf dan merangkul saya,
dan berkata, “Verzeihen sie mir, ich musse gehen.” Yang berarti maafkan saya, saya harus pergi. Beliau
juga mengucapakan sepatah dua patah kata karya Goethe yang berbunyi kira-kira, “Was is das herz
des menschens, dich (Indonesia) zu verlassen, den ich so liebe, und froh zu sein.” Artinya, bagaimana
hati seorang manusia (yang) meninggalkan Indonesia, yang ku cinta yang (sebenarnya), senang menjadi
(orang Indonesia).
Saat itu saya tidak mencoba menghalanginya karena memang agaknya keputusan hijrah ini sudah
mutlak dijadikan arah jalan hidup beliau dan keluarga. Beliau kemudian keluar dari ruangan saya, dan
menutup pintu. Sisanya tinggal sejarah.
Pada 1980an, saya bertemu kembali dengan Kengkie setelah 20 tahun hanya berhubungan melalui
surat dan temu muka pada saat-saat yang langka. Beliau masih merasa berterimakasih kepada
masyarakat dan tempat kelahirannya. Namun, dengan keluarga yang besar, dan kemampuan serta
pengalamannya yang diperoleh di Morton Thiokol, beliau terpaksa mengambil keputusan logis bahwa
kebutuhan Indonesia (dan kepentingan keluarga dengan anak-anaknya yang menjelang remaja) meng-
haruskannya untuk tidak kembali ke Indonesia. Dengan demikian, kita berpisah kembali, di kamar kerja
saya yang saya huni selama puluhan tahun lamanya, dan kali ini, ternyata untuk selama-lamanya.
Beliau telah pergi. Kemarin malam kami dapat kabar dari Amerika bahwa beliau telah berpulang.
Semoga Tuhan yang Maha Esa memberkahi beliau. Selamat jalan, Kengkie, comrade in arms. May
his soul rest in peace.
168
5.1. Mengenang Dr. Liem Kenkie Laheru
2
Ken Laheru-The Lost Guru
Masa kecil dan pendidikan
Ken Laheru lahir pada tahun 1935 di sebuah desa kecil bernama Kadugede, Kuningan, Jawa Barat.
Nama aslinya Liem Kengkie. Selanjutnya, beliau akan disebut sebagai ’Ken’. Ken sangat fasih berba-
hasa Sunda karena beliau sehari-harinya hanya berbahasa Sunda dengan mendiang ibunya. Lagipula,
meskipun punya nama Tionghoa, beliau merasa bukan Tionghoa. Beliau hampir tidak dapat bercakap-
cakap dalam bahasa Mandarin atau dialek Tiongkok lainnya.
Ken mendapatkan pendidikan dasar di desanya. Beliau mendapat kesempatan kuliah di RWTH
Aachen, Jerman Barat, pada awal 50an. Beliau mengatakan kepada anak-anaknya berulang kali bahwa
kesempatan itu merupakan ’mimpi yang jadi kenyataan’ karena beliau berasal dari keluarga yang miskin.
Meskipun demikian, beliau menikmati hari-harinya yang indah di Aachen.
Selain belajar dengan rajin, beliau juga secara aktif terlibat dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia di
Jerman (PPI Jerman). Beliau sangat bangga ketika terpilih sebagai bendahara PPI Jerman. Kemam-
puannya dalam tata buku sangat bagus, dan bukunya selalu ’hitam’ (tanpa tinta merah seperti halnya
catatan yang buruk). Ada kalanya setelah rapat atau konferensi PPI, beliau mengembalikan kelebihan
uang kepada peserta. Saat itu, Ken selalu mengatakan ini: ”Rudi adalah saksi saya.” Rudi, salah
seorang teman paling dekat di Jerman, adalah nama panggilan Bacharuddin Jusuf Habibie (mantan
Presiden Republik Indonesia).
Karir
Setelah lulus dari RWTH Aachen pada awal 60an dengan gelar Diplom-Ingenieur (Dipl.-Ing), Ken bek-
erja di Berlin sebagai pegawai magang di bawah seorang profesor terkenal. Tetapi, tak lama kemudian,
beliau memutuskan kembali ke Indonesia. Saya ingat bahwa Ken sangat idealis dan patriotis. Beliau
sangat sadar akan pentingnya mendidik generasi muda Indonesia, sebuah jalan penting menuju masa
depan yang cerah.
Saya bertemu Ken beberapa bulan setelah beliau kembali ke Bandung. Beliau membawa oleh-oleh
yang dititipkan teman saya yang juga belajar di Jerman. Kami pun berpacaran, dan menikah tidak lama
setelah itu. Setelah kami menikah, kami dikaruniai tiga orang anak (dua laki-laki dan satu perempuan).
Kecintaannya dalam mengajar akhirnya memuluskan jalannya menjadi dosen di Institut Teknologi
Bandung (ITB). Beliau juga bekerja sebagai dosen terbang di AURI. Beliau sangat bangga karena
dapat merintis pendidikan teknik penerbangan di ITB. Di samping jadwalnya yang sibuk, untuk mencari
tambahan uang Ken juga mengajar di Universitas Trisakti dua kali sebulan, ketika akhir pekan. Beliau
mencintai pekerjaan dan mahasiswanya. Saya ingat bahwa beliau pernah terlibat dalam pembuatan
terowongan angin, dan bekerja sama dengan tim dari Jepang untuk meluncurkan roket di pantai
Pameungpeuk, Garut. Ketika saya membuka-buka dokumen lama, saya menemukan catatan tertanggal
11 Juni 1963; saat itu beliau mengajar aerodinamika subsonic untuk 24 mahasiswa dari AURI.
Ken menikmati masa-masa indahnya mengajar di ITB karena beliau cinta ITB dan dosen-dosennya.
Beliau tidak pernah mengeluh atau mengatakan hal-hal negatif tentang ITB. Sebaliknya, beliau selalu
memuji kolega-koleganya di ITB. Beliau hanya melihat sisi positif dari setiap orang yang beliau jumpai.
Beliau selalu menyebut nama-nama seperti Prof. Diran, Usul, Wiranto, Darmawan, dan kawan baiknya
almarhum Lambri dari AURI. Beliau suka sekali bekerja di ITB, dan beliau juga mempunyai mahasiswa
favorit. Salah seorang mahasiswa favoritnya masih muda, pandai dan berbakat. Namanya Sulaeman
Kamil (saat ini bekerja di Boeing, Seattle).
Ketika masih di Bandung, Ken bertemu dengan Prof. O Hong Djie yang juga dosen di ITB.
Mereka banyak berdiskusi tentang orangtua Tionghoa (Cina totok) yang menyekolahkan anaknya ke
Sekolah Tionghoa; meskipun mereka lahir dan besar di Indonesia. Alhasil, setelah berdiskusi panjang
2
dituturkan oleh Hilda Laheru, Istri Mendiang Dr. Liem Kenkie Laheru. Transkripsi oleh Saputra dan diterjemahkann
ke Bahasa Indonesia oleh Arief Yudhanto.
169
Bab 5. Obituari
lebar, Prof. Djie dan Ken mendirikan sekolah transisi untuk siswa Tionghoa, mirip dengan Sekolah
Menengah Umum.
170
5.1. Mengenang Dr. Liem Kenkie Laheru
akan kembali pulang ke Indonesia bersama Rudi pada 1974 untuk mendirikan industri penerbangan.
Tetapi, keberuntungan masih belum berpihak kepada Ken.
Setelah gagal pergi ke Jerman dan kenyataan bahwa keluarga kami berada dalam situasi bahaya,
Ken mencari kemungkinan lain, yaitu imigrasi ke Amerika Serikat. Ken mengatakan kepada kami
bahwa meninggalkan ITB dan negerinya adalah saat paling menyedihkan dalam hidupnya. Tetapi, itu
semua karena keadaan politik yang tidak menentu, dan kekhawatiran akan keselamatan keluarganya.
Gambar 5.2: Rudi Habibie (kiri) dan Ken Laheru belajar bersama di Jerman Barat.
Rudi mengundang Ken untuk hadir di 6-7 acara kenegaraan ketika Rudi datang ke Amerika. Saat
itu Rudi memegang jabatan penting di Indonesia. Dalam satu kesempatan (kunjugan kedua Rudi
di Salt Lake City), Ken diundang Rudi untuk berdiskusi dengan para pejabat di AS. Saat itu, Rudi
mungkin sudah menjadi menteri atau wakil presiden. Kami berjumpa dengan wakil gubernur karena
gubernurnya sendiri sedang tidak ada di tempat. Kami juga bertemu Rudi di San Francisco pada 2005,
171
Bab 5. Obituari
dan kami merayakan ulang tahun Rudi di konsulat Republik Indonesia. Di dalam acara-acara tersebut,
Rudi mengirimi kami tiket pesawat. Ketika Rudi menggantikan Suharto sebagai Presiden Indonesia,
Ken sangat terharu. Ken sempat menitikkan air mata ketika Rudi mengajak kami menaiki mobil RI-1,
dan dijamu makan siang di Istana Negara, Cendana.
Dalam pandangan keluarga Ken, Rudi adalah sosok yang baik hati, peduli terhadap orang lain dan
dermawan. Rudi dan kawan lainnya pernah menawarkan posisi yang bagus untuk Ken di Indonesia.
Ken selalu memikirkan secara mendalam tawaran-tawaran itu. Tapi, Ken dengan sopan selalu meno-
laknya. Ken mengatakan kepada saya bahwa beliau akan jadi tanggungan Rudi dan lainnya juga jika
beliau menerima tawaran itu. Lagipula, Ken selalu merasa bahwa beliau adalah dosen ’pelarian’ ITB.
Ken merasa telah meninggalkan ITB dengan kurang terhormat. Oleh sebab itu, beliau tidak akan per-
nah memanfaatkan orang lain, terutama posisi, kepercayaan, kebaikan dan persahabatan Rudi, untuk
keuntungan dirinya. Ken punya perasaan yang sangat mendalam dengan Rudi dan keluarganya. Keti-
ka Ainun meninggal dunia, Ken menangis. Matanya merah seharian karena tidak sanggup menahan
kesedihan. Beliau selalu ingin mengenang masa-masa indah bersama Rudi dan Ainun. Ainun adalah
sosok yang menyelamatkan Ken ketika terjadi kekacauan 10 Mei 1998 di Bandung.
172
5.1. Mengenang Dr. Liem Kenkie Laheru
3
Mengenang Mendiang Pak Liem Kengkie
Saya mengenal pertama kali Pak Liem Kengkie ketika kuliah pada tahun ke-2 di Jurusan Mesin,
yaitu saat mengambil mata kuliah Mekanika Teknik. Saya terkesan melihat kesungguhannya dalam
memberikan kuliah. Materi yang disajikannya juga mudah diikuti.
Kebetulan sejak SMA saya memang menyenangi ilmu mekanika. Jadi, saya rajin membaca buku,
mempelajari contoh soal serta membuat soal-soal mekainka sebanyak mungkin. Setelah ujian akhir
Mekanika Teknik saya dipanggil menghadap Pak Liem Kengkie di kantornya. Saya ingat percakapan
kami sebagai berikut:
“Dik Sulaeman ...” katanya.
Saya agak terkejut dan merasa aneh karena ada dosen yang memanggil “‘adik” kepada mahasiswa.
Selama ini, saya punya kesan bahwa hubungan antara dosen dan mahasiswa itu tidak akrab dan jauh.
Bahkan ada rasa hormat bercampur takut.
Tetapi, beliau melanjutkan, “Saya melihat hasil ujian Dik Sulaeman baik sekali. Saya berikan nilai
10 ya ...”
Ketika itu nilai tertinggi adalah 10, angka paling buruk adalah nol. Tentu, saya merasa senang
sekali dengan nilai tinggi itu!
Sesaat kemudian Pak Kengkie diam, lalu berkata lagi, ”Tapi nilai 10 kan untuk Tuhan. Jadi,
nilainya di catatan akademik akan saya beri 9 saja ya...”
Saya mengangguk setuju saja. Ketika akan menulis nilai, beliau berhenti lagi dan berkata, “Tapi
angka 9 kan untuk dosen ya? Jadi, untuk Dik Sulaeman akan saya tulis 8. Bagaimana menurut
pendapat Dik Sulaeman?”
Tentu saya tidak dapat berkata-kata lagi. Saya langsung setuju saja! Yang penting saya lulus deh
...
Kemudian Pak Kengkie bertanya bagaimana cara saya belajar sehingga dapat nilai baik. Dengan
maksud rendah hati dan menunjukkan bahwa saya bukan orang yang pintar (tapi bisa karena rajin),
saya jelaskan bahwa saya rajin berlatih soal-soal mekanika teknik.
“Hampir semua soal-soal dari dua buku saya kerjakan,” kata saya.
Pak Liem Kengkie mengangguk-angguk sambil mengusap hidungnya. Kemudian dengan tenang
beliau berkata, “Saya mengerjakan semua soal-soal yang ada dalam tiga buku”.
“Wah, kalah saya!” demikian batin saya. Pantas memang kalau dapat nilai 8!
Tetapi, sejak saat itu, saya semakin menyenangi mata kuliah Mekanika Teknik. Selain itu, saya juga
merasakan kedekatan antara beliau dengan mahasiswa sehingga kami tidak segan untuk bertanya. Saya
berpikir, apakah sikap terbuka seperti itu dikarenakan beliau pernah studi di Jerman. Saya menjadi
dekat dengan beliau karena setelah lulus pelajaran Mekanika Teknik, saya ditunjuk sebagai asisten
beliau. Sejak saat itulah karir saya sebagai penyebarluas ilmu yang bermanfaat dimulai. Menyebarkan
ilmu merupakan amal yang sangat dianjurkan dalam agama Islam.
Pada 1963, saya memilih sub-jurusan Teknik Penerbangan yang didirikan oleh Prof. O. Diran dan
Pak Liem Kengkie. Metode mengajar dari para pendiri teknik penerbangan ini unik dan berbeda.
Ketika mengikuti kuliah pak Diran, semua yang ditulis beliau di papan tulis dan semua yang beliau
katakan saya catat dengan cepat. Ternyata materinya konseptual dan lengkap. Saya terkejut ketika
mengambil kuliah tingkat pascasarjana berjudul Transport Phenomena di Ohio State University; terny-
ata konsepnya sama dengan kuliah dari pak Diran. Ketika ada pertanyaan tentang drag dari bola golf
dalam General Exam, saya ingat keterangan beliau dan menjawab pertanyaan tersebut dengan baik.
Terima kasih, Pak Diran!
Metode mengajar pak Liem Kengkie agak berbeda. Sifatnya rinci dan numerik, mengikuti konsep
“the devil is in the details”, atau kata Pak Habibie Die Teufel is in dem Detail. Retak (crack) yang
dimulai dari salah satu lubang paku keling (fastener hole) dapat membuat pesawat terbang jatuh. Ini
terjadi juga di Full-Scale Fatigue Test CN235. Crack yang timbul di lower-wing skin merambat dengan
3
Dr. Sulaeman Kamil, Boeing Co., Everett, USA, E-mail: , ksulaeman@yahoo.com
173
Bab 5. Obituari
cepat. Dalam mengambil keputusan mengenai keselamatan pesawat, semua harus didasarkan atas
perhitungan yang teliti, atau istilahnya “show it with numbers”.
Terinspirasi oleh sikap dan cara mengajar Pak Liem Kengkie, saya berusaha menyajikan kuliah
dengan cara yang mudah dicerna ketika saya menjadi dosen. Saya berusaha menyajikan ilmu dengan
metode ini:
1. Mulailah dari hal-hal yang sudah diketahui mahasiswa, kemudian secara bertahap sajikanlah hal-
hal yang baru.
2. Beritahukan mana yang harus dihafalkan, mana yang harus dimengerti.
Ternyata, persiapan mengajar model ini memakan waktu yang tidak sedikit. Tetapi, saya merasakan
kepuasan ketika melihat mahasiswa dapat menangkap keterangan atau kuliah saya.
Mengikuti Pak Liem Kengkie pula, saya memilih bidang light-weight structure atau struktur ringan,
dan berkontribusi di IPTN dibawah pimpinan Pak Habibie. Saya ditugaskan melaksanakan program Full
Scale Fatigue Test CN 235, menganalisis-merancang dan membuat prototype Vertical Stabilizer CN235
yang terbuat dari carbon fiber reinforced plastics composite dan tugas-tugas lainnya. Pengetahuan
teknik penerbangan yang saya peroleh di ITB sangat membantu dalam peluncuran perdana CN235 dan
N250 sesuai jadwal dengan selamat.
Ternyata untuk program-program penerbangan, insinyur di bidang struktur dibutuhkan dalam jum-
lah yang sangat banyak dibandingkan dengan bidang penerbangan lainnya. Setelah pensiun dari ITB
dan IPTN, saya bekerja di Boeing dan mendapat pekerjaan menganalisis struktur primer Boeing 777
yang terbuat dari logam dan komposit. Alhamdulillah, antara lain semua itu berkat didikan Pak
Kengkie. Semoga Allah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada almarhum Bapak Liem Keng
Kie. Amin.
174
5.2. Mengenang Almarhum Prof. Ir. Said D. Jenie, Sc.D.
program embrionik finite element method untuk benda yang masih sederhana, namun fundamental
(dua dimensi, berbentuk lingkaran). Pak Said datang kepada saya karena komputer di ITB tidak
sanggup melakukan perhitungan-perhitungan kompleks yang memerlukan waktu berjam-jam untuk
penyelesaiannya. Saya kemudian membantu beliau dengan menelpon pimpinan IBM di Jakarta, dan
memohon penggunaan komputer IBM di sana tanpa bayar. Pimpinan IBM menyetujui, dan Pak Said
mulai melakukan komputasi-komputasi dengan program komputer ciptaannya. Pak Said lulus tidak
lama kemudian, dan saya menanyakan kepada beliau apakah beliau bersedia menjadi dosen. Pak Said
menyetujuinya. Namun, dengan satu permohonan bahwa beliau diberi kesempatan melanjutkan studi
lanjut karena merasa belum memiliki ilmu untuk menjadi dosen dan peneliti.
Gambar 5.5: Prof. Said bersama Prof. Gambar 5.6: Prof. Said pada saat temu
Diran. alumni.
Saya berhasil mengirim Pak Said ke Belanda, tepatnya di almamater saya, yaitu Delft University
of Technology (TU Delft). Saya ’menitipkan’ Pak Said kepada beberapa kolega guru besar di TU
Delft agar beliau memperdalam ilmu komputasi masalah aerodinamika. Beberapa bulan kemudian,
saya menerima surat dari Pak Said. Beliau memohon maaf, dan menyatakan ingin beralih ke bidang
sistem kendali terbang (flight control systems). Bidang ini memang belum ditekuni di ITB, dan beliau
ingin meneruskan studi di TU Delft dalam bidang tersebut. Saya pun menyetujuinya. Dan, ternyata
perubahan arah studi yang diinginkan Pak Said ini sangat bermanfaat bagi perkembangan industri
pesawat terbang di Indonesia. Ketika pada akhir 1970an saya memerlukan ahli tes terbang (flight
test expert), Pak Said lah satu-satunya orang yang dapat dipercaya untuk pengembangan program
sertifikasi pesawat CN235.
Pada akhir studinya di Delft, Pak Said menulis surat kepada saya lagi. Beliau menyatakan telah
berhasil mendapatkan gelar S2, namun masih ingin studi lanjut dalam bidang baru yang ditekuninya.
Beliau menyatakan apabila memungkinkan beliau ingin ke Massachusetts Institute of Technology (MIT)
di Amerika Serikat. Saya mengijinkan Pak Said untuk tidak langsung pulang ke tanah air, dan saya
kembali mengupayakan pendanaan studi lanjut ini melalui proyek-proyek LAPI yang ada di Teknik
Penerbangan ITB. Pak Said kemudian dapat melanjutkan studi doktoral di departemen Aeronautics &
Astronautics, MIT.
Pada saat-saat penyelesaian thesis doktoral thesis, Pak Said memerlukan biaya hidup tambahan un-
tuk beberapa bulan karena sedang mempersiapkan sidang disertasi. Karena keuangan proyek-proyek ke-
betulan tidak memadai, saya meminta bantuan Pak Habibie. Pak Habibie mensyaratkan agar ITB juga
dapat mengizinkan dan menjanjikan bahwa Pak Said membantu program perancangan dan pengemban-
gan CN235. Saya setuju, dan beberapa bulan kemudian Pak Said berhasil menyelesaikan disertasinya
175
Bab 5. Obituari
yang berjudul: Dynamics and Analysis of Large Flexible Space Structures using Generalized Multiple
Scales Method (MIT, 1982). Pembimbingnya adalah Profesor Rudrapatna V. Ramnath.
Tulisan ini menggambarkan menschbild Pak Said sebagai seorang pendidik, peneliti dan ilmuwan,
dengan karakteristik yang tekun, terfokus, termotivasi, dengan komitmen penuh terhadap pendidikan,
penelitian dan ilmu pengetahuan, khususnya penerbangan. Beliau merupakan panutan bagi generasi-
generasi untuk secara konstruktif menyelesaikan tantangan-tantangan dalam bidang pendidikan, peneli-
tian dan ilmu pengetahuan, baik secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.
Saya juga mengenal Pak Said sebagai seorang suami dan ayah. Beliau mengabdikan dirinya untuk
keluarga. Teringat kembali bahwa saya pernah diminta beliau sebagai saksi pada pernikahannya dengan
Ibu Yayah. Selamat jalan Pak Said.
5
Prof. Said D. Jenie-Dari Kacamata Saya
Pertengahan tahun 1980-an di ITB, hampir setiap pagi saya sering melihat mobil jip putih setengah
tua yang tidak kelihatan istimewa di halaman parkir Teknik Mesin ITB. Yang membuat mobil terse-
but berbeda adalah sticker kecil di jendela belakang bertuliskan lambang Massachusetts Institute of
Technology (MIT), universitas paling masyhur di dunia. Penumpangnya adalah seseorang berkulit
putih bersih dan berkaca mata dengan koper berwarna cokelat. Sederhana, namun juga terlihat san-
gat mriyayeni. Pertama kali saya berpikir, mungkin inilah dosen tamu dari negeri Belanda. Setahun
kemudian, di depan kelas mata kuliah Mekanika Terbang, barulah saya sadar penumpang jip tersebut
adalah Dr. Said D. Jenie, segelintir dosen yang menyelesaikan pendidikannya di MIT.
Pak Said mengajar dengan elegan dan sepenuh hati. Bahan-bahan kuliahnya selalu disiapkan den-
gan cermat. Banyak dari bahan kuliahnya kemudian ditulis menjadi lecture notes yang rapi. Semuanya
mungkin ada belasan buah. Pak Said memang ilmuwan yang produktif. Soal-soal ujian dan peker-
jaan rumah semua dirancang dengan terstruktur. Untuk satu mata kuliah, PR-nya sangat banyak
(biasanya lebih dari sepuluh) dan cukup sulit, membuat kami semua mahasiswanya berkeringat sepan-
jang semester. Namun di lubuk hati kami yang paling dalam, kami semua sangat berterima kasih dan
merasa berhutang budi. Kami paham dan tahu bahwa dengan itu semua, Pak Said berusaha mendidik
dan menempa karakter kami dengan tulus dan hati-hati. Kelak, ketika banyak dari kami mahasiswanya
melanjutkan pendidikan ke berbagai perguruan tinggi terbaik di Jepang, Eropa dan Amerika, kami
belajar dari cara beliau menempa bahwa keahlian tidak bisa didapat dengan mudah. Tempaannya yang
tekun dan panjang menyiratkan pesan yang jelas, there is no easy transfer for expertise. It must be
earned.
Pak Said bukan hanya seorang pengajar, beliau adalah pendidik sejati. Kelas Pak Said selalu
hidup. Siapa saja yang pernah mendengarkan kuliahnya, akan paham betapa beliau mencintai bidang
keilmuannya. Bidang keilmuan Mekanika Terbang merupakan bidang kajian yang yang rumit dan
memerlukan dasar matematika tingkat tinggi. Namun di tangan Pak Said, labirin ilmu yang ruwet seolah
selalu bisa diurai menjadi bahan-bahan yang begitu mudah dicerna. Bacaan dan wawasannya yang luas
tercermin dari diskusi-diskusinya di kelas. Pak Said bisa menjelaskan dengan gamblang mekanika
orbital benda-benda langit dan pada saat yang sama berbicara dengan fasih mengenai evolusi teknologi
peradaban manusia. Meskipun bahan kuliahnya serius, Pak Said seperti tidak pernah kehabisan ide
bagaimana membuat kelasnya menarik dan menghibur. Tidak heran, bahkan ketika diadakan hari
Sabtu, kelasnya selalu dipenuhi mahasiswa.
Melalui bidang ilmu yang ditekuninya, Pak Said tidak pernah berhenti mengabdi: sebagai dosen,
perintis Flight Test Center-IPTN, Direktur Teknologi, Deputi Ka-BPPT dan akhirnya Kepala BPPT.
Pak Said adalah tokoh kunci keberhasilan penerbangan perdana pesawat terbang canggih hasil karya
putra-putri bangsa Indonesia, N-250 pada tahun 1995. Suatu karya yang mendemonstrasikan bangsa
Indonesia bukan hanya mandiri secara agraris, tapi mempunyai sisi yang mampu menghasilkan teknologi
5
Ditulis oleh Dr. Agus Budiyono, Foreign Professor, Department of Aerospace Information Engineering, Konkuk
University, South Korea.
176
5.2. Mengenang Almarhum Prof. Ir. Said D. Jenie, Sc.D.
tinggi. Bahkan di MIT, prestasi Pak Said ini sangatlah dihargai profesor-profesornya. Mereka semua
bangga mempunyai hasil tempaan dan didikan yang mampu memberikan karya nyata dan mengangkat
nama bangsanya di belahan dunia yang lain. Dalam satu kesempatan, mantan pembimbing Pak Said
di MIT yang akhirnya juga menjadi thesis-advisor saya, Prof. Rudrapatna V. Ramnath, mengatakan:
“Throughout my career, Said is indeed my best student”. Melalui karya-karyanya, Pak Said memberikan
teladan bagaimana kita akan berhasil apabila kita bangga dan mencintai apa yang kita kerjakan.
Dari semua prestasinya yang gemilang, bagi saya yang paling mengagumkan adalah kebersahajaan
kesehariannya. Sisi humane-nya. Begitulah, dalam suatu kesempatan tugas menjadi pengajar tamu
di luar negeri, Pak Said dan saya harus melembur persiapan bahan kuliah di kamar tempat mengi-
nap masing-masing. Kami berjanji untuk koordinasi pagi-pagi. Ketika telpon berdering jam 5 pagi,
pertanyaan pertama beliau bukanlah apakah bahan sudah selesai. Tetapi, “Dik, apakah sudah sholat
Shubuh?”. Bukan sebagai atasan ke bawahan, tapi lebih sebagai ayah yang mengingatkan anaknya. Di
tengah kesibukan tugas yang diemban di Jakarta, Pak Said masih selalu dengan semangat meluangkan
waktu untuk mengajar dan membimbing mahasiswa di Bandung bahkan ketika itu berarti mengurangi
waktunya bersama keluarga. Setiap Sabtu siang, setelah selesai mengajar kuliah pertama, Pak Said
akan beristirahat sejenak di ruang kecil sebelah ruang kantor saya. Saat mendampingi pembimbin-
gan mahasiswa, saya seringkali menyaksikan beliau membuka lunch-boxnya dengan takzim dan tidak
terburu-buru, seolah mengumpulkan energi untuk etape berikutnya. Puluhan tahun, Pak Said den-
gan setia mengemban tugasnya. Tanpa keluhan dan tanpa pernah menyerah. Pak Said sadar bahwa
membangun bangsa dengan pendidikan adalah perjalanan yang panjang.
Selamat jalan Pak Said. Terima kasih dari kami atas ilmu yang Bapak bagi. Semoga semua karya
dan huruf di papan tulis kelasmu bisa menjelma menjadi cahaya penerang dan panduanmu menuju
Tuhan.
6
In Memoriam: Prof. ir. Said Djauharsjah Jenie, Sc.D.
Pagi itu, Jum’at 11 Juli 2008, saya datang masih agak pagi, sekitar jam 9.00. Ritual harian pun
mulai dilakukan, cek email kantor. Ada pesan nggak dari Filipina atau dari partner lokal. Kosong.
Jadi, dengan cepat saya melakukan ritual pribadi. Cek yahoo mail. Dan seperti biasanya, puluhan
email baru nongol di mailbox saya di yahoo mail. Tak ada yang menarik, ehh..., tiba-tiba satu larik
subyek menarik perhatian di milis penerbangan. Ucapan bela sungkawa terbaca. Belum lama rasanya
saya menerima ucapan belasungkawa untuk saya dan keluarga dari teman-teman sehubungan dengan
meninggalnya ibu saya sebulan yang lalu (11/6), dan memang tepat hari ini adalah sebulan yang lalu
(11/7). Saya buka email itu dan kabar duka itu datangnya dari salah satu dosen yang mengabarkan
Prof. Said Djauharsjah Jenie telah kembali kepada Sang Khaliq, pagi Jumat itu jam 7.45. Sejenak
saya bedoa kemudian membalas email itu dengan ucapan turut belasungkawa.
Esoknya, saya baca Obituari Prof. Said D. Jenie di Kompas (12/7/08). “Said Djauharsjah Jenie,
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi atau BPPT yang juga merupakan salah satu
tokoh penting penerbangan perdana pesawat N-250, Jumat (11/7) pukul 07.48, meninggal karena
sakit jantung di RS Boromeus, Bandung”.
Pak Said, demikian saya selalu menyebutnya dulu sewaktu kuliah. Ia memang sosok yang unik
dan langka. Guru Besar Aeronautika dan Astronotika ITB itu mungkin satu-satunya orang yang tahu
seluk beluk pengendalian pesawat CN-235 dan N-250. Khususnya, N-250 yang langsung berada dalam
olahannya. Ada banyak kenangan yang masih sempat saya ingat (jadi mungkin ada yang lupa persisnya,
tapi tak apalah, harap dikoreksi kalau ada yang keliru pas nyebut nama atau peristiwa) meskipun
saya bukan mahasiswa tugas akhirnya. Setidaknya, ia sosok yang masih melekat di kenangan saya
wong beliau adalah salah satu dosen yang menyidang tugas sarjana saya. Beberapa fragmen yang
masih saya kenang, sebenarnya menggambarkan bagaimana kepribadiannya sebagai pendidik. Kepada
mahasiswanya, ia selalu menyapa dengan sapaan “dik” singkatan dari “adik”.
6
Ditulis oleh Atmonandi.
177
Bab 5. Obituari
“Dik, saya jangan ditulis jebolan M.I.T.”, katanya suatu waktu ketika saya minta beliau mengoreksi
artikel saya yang melibatkan pendapatnya untuk suatu harian nasional. “Nanti dikira orang saya
drop out dari M.I.T.”, katanya lagi sambil tersenyum. “Tulis saja lulusan Massachusetts Institute of
Technology”, lanjutnya mengoreksi tulisan “Massachusett” yang kurang satu huruf “s”. Itulah kenangan
kecil yang masih membekas di memori saya dengan Prof. Dr. Said Djauharsyah Jenie ketika mengoreksi
dengan terinci artikel populer saya yang ditulis bersama Priyo.
Peristiwa itu sudah lama berlalu, di sekitar awal tahun 90-an. Saat itu saya dan Priyo, salah satu
rekan mahasiswa penerbangan yang juga jadi penulis lepas, sedang mempersiapkan satu artikel tentang
pesawat N-250 dan teknologinya. Di proyek pesawat N-250, Pak Said adalah pemimpin tim uji terbang
yang bertanggung jawab dalam pengendalian pesawat yang rencananya mau menggunakan teknologi
terbaru yaitu Fly By Wire. Kami berdua sempat mewancarainya tentang N-250 dan Fly By Wire-nya.
Artikel itupun dimuat di suatu harian nasional dan lumayan mendapat penghargaan Ristek.
Dengan sosok berwajah khas, berkulit jernih dan tidak terlalu tinggi, sangat mudah mengenali Pak
Said D. Jenie di kelompok bidang studi Penerbangan. Disana, di sudut agak tersembunyi dari gedung
fakultas Teknik Mesin ITB, ia mengajar kuliah Flight Control System dan mata kuliah lainnya yang
berhubungan dengan pengendalian pesawat, satelit dan tentu saja angkasa luar dimana khayalan saya
sering ikut-ikutan melayang membumbung tinggi dengan paparan beliau yang imajinatif-realistik .
Ia benar-benar menyukai pekerjaannya, pandai berkisah tentang kemajuan aerospace. Di ruang
kuliah selalu ada model pesawat CN235 yang beberapa menit kemudian akan ia pegang-pegang dan
melayang-layangkannya di ruang kelas untuk sekedar menggambarkan gerak pesawat yang dijelaskannya
secara matematis. Belakangan, setelah baca blog salah satu siswanya (Edi Hamdi), cara mengajar Pak
Said rupanya didasarkan pada pengalaman beliau kuliah di MIT dimana ujian dilakukan secara oral dan
presentasi dimana mahasiswa hanya dibekali satu pesawat model dan diminta menerangkan prestasi
atau dinamika pesawat secara langsung (seperti bagaimana menerangkan angle of attack atau sidewind
take-off dengan menggunakan alat bantu peraga pesawat model tadi).
Pak Said termasuk dosen yang bersahaja penampilannya. Ia paling suka mengenakan celana panjang
warna gelap dengan baju putih atau warna muda lengan pendek dan bersepatu model Caterpilar.
Sesekali ia nampak berpakaian rapih dengan dasi warna merah. Bahan kuliahnya jelas, dan tidak
segan-segan membawa buku populer penerbangan atau film untuk sesekali dibahas di kelas. Apa yang
diajarkannya pun bukan melulu pelajaran dari textbook, tapi juga sesekali membahas perkembangan
baru pesawat udara dan aerospace mulai dari pengendalian pesawat stealth yang kontra aerodinamis
(F-117 Night Hawk), manuver Sukhoi F-27 Pugachev Cobra, F-16, HiMat (Pesawat eksperimen tanpa
awak bermanuver tinggi buatan NASA) dan beberapa pesawat terbang futuristik lainnya. Di zaman
saya kuliah, memang topik hot dunia penerbangan adalah pesawat Stealth, X-perimental Aircrat, RPV
(Remotely Piloted Vehicle) atau UAV dan Sukhoi F-27 yang manuver Pughacev Cobra-nya membuah
heboh dunia kedirgantaraan.
Jadi, meskipun pelajaran yang diberikannya tidak bisa dikatakan mudah, banyak yang betah dengan
kuliahnya. Penuturannya lugas dan jelas ketika menguraikan rumus matrik pengendalian dan dinamika
pesawat yang njlimet. Hebatnya, ia mampu menggambarkan dari rumus dan konsep menjadi realitas
sesungguhnya dengan model CN-235 yang ada di depan kelas. Tidak heran, ia begitu paham benar
karena terjun langsung menangani uji terbang pesawat dan pengendalian pesawat di IPTN (PT DI
sekarang). Jadi, selain mempunyai kemampuan teoritis akademis ia adalah praktisi dan pakar di bidang
yang sulit tersebut. Bahkan, beberapa waktu yang lalu saya malah baru tahu kalau Pak Said D. Jenie
mengungkapkan suatu parameter penting untuk menentukan kriteria visibilitas hilal. Setelah ia menjadi
kepala BPPT, Pak Said pun memang akhirnya merambah berbagai bidang yang berhubungan dengan
lembaga yang dipimpinnya itu mulai dari masalah lumpur Lapindo, potensi minyak kelapa sawit, energi
alternatif, sampai sistem rekayasa baru yang dikembangkan BPPT.
Waktu saya mau sidang sarjana, saya sempat stres berat karena sedikit bersitegang dengan Prof.
O. Diran yang menjadi pembimbing saya, antara jadi atau tidak jadi sidang. Khawatir saya tak jadi
sidang padahal waktu kuliah sudah terlampaui (7,5 tahun:P) saya pun agak ngotot supaya jadi di
sidang. Sementara para penyidang sudah hadir (Pak Said, Pak Jusman, dan satu penyidang lagi lupa
178
5.2. Mengenang Almarhum Prof. Ir. Said D. Jenie, Sc.D.
nih namanya) saya semakin tegang antara jadi atau tidak. Tim penyidang masih di ruang Pak Diran,
entah apa yang dibicarakan yang jelas akhirnya saya jadi juga disidang. Mungkin saya slips tongue kata
Pak Said menenangkan saya di hadapan para penyidang; iya kali gara-gara tegang antara jadi sidang
atau tidak. Alhamdulillah, saya pun lancar dan terkendali sampai dinyatakan lulus sidang sarjana.
Ada juga kenangan lain dengan Pak Said.
Sewaktu tulisan saya dan Priyo memenangkan
lomba tulisan ilmiah populer Ristek, saya mau
memberikan kenang-kenangan ke Pak Said yang
mau meluangkan waktu kepada saya dan Prio un-
tuk wawancara masalah Fly By Wire di N-250.
Berhubung saya cuma bisa menduga-duga kalau
hobi Pak Said itu berhubungan dengan memba-
ca buku, kami akhirnya sepakat ingin memberikan
kenang-kenangan sebuah buku. Masalahnya buku
apa? Nah ini yang repot, kalau buku penerban-
gan tentunya sudah biasa, apalagi di Indonesia
buku penerbangan sangat sedikit. Akhirnya ka-
mi pun bersepakat untuk memberi sebuah buku Gambar 5.7: Prof. Said bersama keluarga.
karangan Nurcholis Madjid.
Ahh, begitu banyak sebenarnya kenangan yang bisa dituliskan buat Pak Said Djauharsyah Jenie,
sosok Manusia Indonesia yang langka dengan dedikasinya yang tinggi baik di dunia pendidkan maupun
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang aerospace engineering. Tapi apa
daya, ada kecintaan yang lebih besar daripada sekedar kecintaan kita di alam fana ini, ialah Cinta Sang
Khaliq pada makhluk-Nya.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, Rahmat dan Ridho Allah bersamanya, dan bagi yang ditinggalkannya,
Ibu Sadarijah Saraswati, dan Maulana S Jenie, Asih Nurul Jenie, dan Gita Jenie diberi kesabaran dan
ketabahan tanpa harus kehilangan semangatnya yang tetap hidup. Amien.
179
Ikatan Alumni Penerbangan ITB