Penyangraian
Penyangraian bertujuan untuk membentuk aroma dan cita rasa khas cokelat dari biji kakao
serta untuk memudahkan mengeluarkan lemak dari dalam biji. Melalui proses fermentasi dan
pengeringan yang tepat, biji kakao akan mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk
cita rasa dan aroma khas cokelat, antara lain asam amino dan gula reduksi. Selama penyangraian,
kedua senyawa tersebut akan bereaksi membentuk senyawa Maillard. Senyawa gula nonreduksi
(sukrosa) akan terhidrolisis oleh air membentuk senyawa gula reduksi dan kemudian akan
melanjutkan reaksi Maillard. Selain ditentukan oleh keberadaan senyawa calon pembentuk aroma
dan cita rasa, kesempurnaan reaksi sangrai juga dipengaruhi oleh panas, waktu, dan kadar
air. Selama proses penyangraian, air akan menguap dari biji, kulit yang menempel dipermukaan
inti biji terlepas, inti biji menjadi cokelat, dan beberapa senyawa menguap, antara lain asam,
aldehid, furan, pirazin, alcohol, dan ester.
Sumber panas untuk proses penyangraian umumnya diperoleh dari pembakaran minyak
dari sebuah tungku. Energi panas disalurkan melalui dinding silinder bagian luar secara konduksi.
Dengan demikian, kontaminasi asap hasil pembakaran minyak kedalam silinder dapat dicegah.
Uap air dari inti biji akan terperangkap didalam silinder, sebaliknya udara dari lingkungan luar
silinder tidak dapat masuk kedalam silinder. Proses pemindahan panas dan massa uap air didalam
silinder berlangsung secara seimbang sehingga lingkungan didalam silinder dipertahankan sangat
lembap dan panas. Suhu dan kelembapan udara didalam silinder yang terkontrol akan
menghasilkan distribusi suhu yang beragam untuk semua jenis ukuran pecahan biji sehingga
penyangraian lebih terkendali. Biji gosong pada ukuran biji kecil, seperti umumnya terjadi pada
penyangraian konvensional, tidak terjadi.
Uap air yang terbentuk didalam silinder berfungsi sekaligus sebagai media sterilisasi
mikroba yang tersisa didalam biji. Untuk lebih mengefektifkan fungsi sterilisasi, uap air bersuhu
tinggi secara berkala disemprotkan kedalam silinder terutama pada akhir proses sangrai. Dengan
cara ini, tekan uap air didalam silinder meningkat sehingga daya basmi terhadap bakteri tahan
panas semakin tinggi, karena uap air mampu mendifusi ke dalam pori-pori biji dengan sempurna.
Pengempaan
Lemak kakao dikeluarkan dari inti biji dengan cara dikempa. Inti biji kakao yang masih
panas dimasukkan kedalam alat kempa hidrolis dengan dinding silinder diberi lubang-lubang
sebagai penyaring. Cairan lemak akan keluar melewati lubang-lubang tersebut, sedangkan bungkil
inti biji akan tertahan didalam silinder. Rendemen lemak yang di peroleh dari pengempaan antara
lain dipengaruhi oleh suhu inti biji, kadar air, ukuran partikel inti biji, kadar protein inti biji,
tekanan kempa, dan waktu pengempaan. Lemak kakao merupakan lemak nabati alami yang
mempunyai sifat unik, yaitu tetap cair pada suhu di bawah titik bekunya. Oleh karenaitu, pabrik
makanan cokelat menggunakan teknik tempering khusus dengan mengubah struktur kristal lemak
kakao sedemikian rupa sehingga lemak kakao tetap padat meskipun sudah mencapai titik lelehnya,
34-35 C.
Lemak kakao mempunyai warna putih-kekuningan dan mempunyai bau khas cokelat.
Lemak ini mempunyai sifat rapuh (britlle) pada suhu 25 C dan tidak larut dalam air, sedikit larut
dalam alkohol dingin. Lemak kakao larut sempurna dalam alcohol murni panas dan sangat mudah
larut dalam chloroform, bensen, dan petroleum eter. Lemak kakao mempunyai tingkat kekerasan
(pada suhu kamar) yang berbeda, bergantung asal dan tempat tumbuh tanamannya. Lemak kakao
dari Indonesia, khususnya dari Sulawesi, mempunyai tingkat kekerasan yang lebih tinggi
dibandingkan lemak kakao asal Afrika Barat. Sifat ini sangat disukai oleh pabrik makanan cokelat
karena produknya tidak mudah meleleh saat didistribusikan ke konsumen.
Bubuk Cokelat
Bungkil inti biji hasil pengempaan dihaluskan dengan alat penghalus (breaker). Untuk
memperoleh ukuran fraksi yang seragam, setelah penghalusan dilakukan pengayakan. Biji kakao
relative sulit dihaluskan dibandingkan biji-bijian dari produk pertanian lainnya karena pengaruh
kadar lemak. Lemak yang tersisa di dalam bubuk akan meleleh saat dihaluskan karena gesekan,
dan menyebabkan komponen peralatan penghalus tidak dapat bekerja secara optimal. Jika suhu
penghalusan di bawah 34 C, fraksi gliserida di dalam lemak kakao menjadi tidak stabil dan
menyebabkan bubuk menggumpal kembali membentuk bongkahan (lump). Untuk itu, selama
proses penghalusan suhu operasi harus dikontrol agar diperoleh bentuk bubuk yang stabil, baik
warnanya maupun sifat-sifatnya.
Pasta Cokelat
Pecahan-pecahan inti biji hasil penyangraian didinginkan dilumatkan (dihaluskan). Proses
pelumatan dilakukan dua atau tiga tingkat, di awali dengan pelumatan awal menggunakan mesin
pelumat tipe silinder atau pemasta kasar, kemudian diikuti dengan pelumatan lanjut dengan
silinder berputar sambil diperoleh pasta cokelat dengan kehalusan tertentu. Selama proses
pelumatan, Suhu pasta dikontrol sedemikian rupa sehingga proses sangrai lanjut fasa cair tidak
berlangsung. Setelah proses pelumatan selesai, pasta yang terbentuk disimpan dalam wadah yang
higienis.
PROSES ALKALISASI UNTUK PENINGKATAN MUTU BUBUK KAKAO
Bubuk kakao yang beredar di pasaran memiliki jenis, kualitas, dan tujuan pemanfaatan
yang berbeda. Bubuk kakao sebagian besar dimanfaatkan untuk industri makanan seperti bakery,
produk olahan susu dan minuman. Bubuk kakao yang tidak diolah dengan baik akan menghasilkan
warna dan cita rasa yang tidak optimal, sehingga diperlukan suatu teknik pengolahan dalam
perbaikan mutu bubuk kakao. Perbaikan mutu bubuk kakao dapat dilakukan dengan teknik
alkalisasi (dutching).
Proses alkalisasi atau dutching merupakan perlakuan penambahan bahan alkali pada proses
pengolahan bubuk kakao. Bahan/larutan alkali yang biasa digunakan adalah kalium karbonat
(K2CO3), Natrium karbonat (Na2CO3), kalium hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida
(NaOH). Alkalisasi mampu menetralisir pH biji kakao yang semula sekitar 5.0-5.6 (asam) menjadi
7-8 (netral). Tidak hanya itu warna yang dihasilkan juga lebih baik, mengurangi rasa asam dan
sepat, serta memperbaiki flavor.
Proses alkalisasi dapat dilakukan pada tahap pasta, bubuk/cake ataupun nib kakao. Setiap
tahapan tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Tahapan dan tingkat derajat alkalisasi
sepenuhnya bergantung pada tujuan penggunaannya, sehingga sesuai hasil yang diperoleh dengan
biaya yang dikeluarkan.
Alkalisasi pada tahapan pasta bermanfaat untuk memperoleh flavor yang mild.
Kekurangannya adalah kelembaban lebih tinggi yang berakibat lemak mudah terdegradasi,
merubah viskositas, kisaran warna dan flavor lebih sempit dan tambahan biaya untuk proses
deodorisasi.
Alkalisasi pada tahapan cake/bubuk kurang memuaskan karena warna dan flavor yang
dihasilkan terbatas serta kandungan kimia seperti protein dan pati rusak yang berefek pada sulitnya
penghalusan bubuk sampai dibawah 74 mikron (standar industri). Semakin tinggi derajat alkalisasi
maka semakin sulit standar kehalusan tercapai. Keunggulan alkalisasi bubuk adalah, biaya murah
karena tidak ada tambahan untuk proses deodorisasi. Biasanya bubuk alkalisasi dimanfaatkan
untuk bubuk kakao hitam tanpa mempertimbangkan aromanya.
Sedangkan alkalisasi nib adalah pilihan yang terbaik. Hanya sedikit efek dari alkalisasi nib,
karena masih dalam bentuk alaminya. Selama alkalisasi nib terbentuk spora termofilik dan
berkurangnya bakteri mesofilik, hal ini baik untuk produk olahan susu seperti minuman cokelat.
Kekurangannya adalah bubuk kakao yang berasal dari alkalisasi nib sangat mahal, harga satuan
nib alkalisasi sama dengan harga satuan lemak kakao, dan lemak yang dihasilkan membutuhkan
perlakuan tambahan yaitu deodorisasi yang tentunya menambah biaya produksi.