Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera,

Dengan rasa Syukur atas Rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan segala limpahan berkah kepada manusia dalam mengerjakan

segala aktivitasnya dalam mencapai peradaban manusia yang terbaik sehingga

tercipta kehidupan manusia yang ideal bersama waktu demi waktu senantiasa

hingga akhir zaman.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan penulisan

makalah dalam lingkup disiplin tugas mata kuliah yang berjudul “Nikel”.

Demikian penulis dapat menyampaikan beberapa kata pengantar

dalam penulisan makalah ini dan penulis membutuhkan kritik dan saran dari

pembaca untuk makalah ini dan penulis mengajukan permohonan maaf

apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini karena penulis juga

manusia dan manusia tidak luput akan kesalahan.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 1

DAFTAR ISI ......................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 4

A. Latar Belakang............................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 5

A. Keterdapatan Bahan Galian Nikel ............................................................. 5


B. Keadaan Geologi ........................................................................................ 5
C. Kondiisi Mineralogy ................................................................................... 6
D. Kondisi Topografi dan Morfologi ............................................................. 6
E. Iklim ........................................................................................................... 7
F. Sifat Fisika dan Kimia Nikel ..................................................................... 7
G. Kegunaan Nikel .......................................................................................... 8

BAB III

PROSES PEMBENTUKAN, PELEBURAN DAN PEMURNIAN NIKEL .. 9

A. Proses Kimia Pembentukan Nikel ........................................................... 9


B. Eksplorasi Nikel ....................................................................................... 10
C. Eksploitasi Nikel ...................................................................................... 10
D. Pengolahan Bahan Galian Nikel ............................................................... 10
E. Pengolahan Nikel FeNi dari Bijih Laterit ................................................ 11
F. Proses Pemurnian Nikel (Ni) .................................................................... 15
G. Dampak Penambangan Nikel Terhadap Lingkungan .............................. 16

BAB IV INFORMASI NIKEL ............................................................................ 17

2
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 20

A. Kesimpulan ................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ . 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nikel ditemukan oleh Cronstedt pada tahun 1751 dalam mineral yang disebutnya
kupfernickel (nikolit). Nikel merupakan bahan galian yang mempunyai nilai ekonomis
yang tinggi karena pada masa sekarang dan masa yang akan datang kebutuhan Nikel
semakin meningkat disamping dari kebutuhan lainnya yang persediaannya semakin
terbatas, sehingga mendorong minat pengusaha untuk membuka pertambangan Nikel.
Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ni
dan nomor atom 28. Bentuk struktur kristalnya FCC. dan juga bersifat magnetis. Nikel
mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika
dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang
keras. Perpaduan nikel, krom dan besi menghasilkan baja tahan karat (stainless steel)
yang banyak diaplikasikan pada peralatan dapur (sendok, dan peralatan memasak),
ornamen-ornamen rumah dan gedung, serta komponen industri.
Nikel adalah bahan galian golongan A, yang dimana bahan galian yang tergolong
strategis. Minyak bumi dan batubara juga sama dalam bahan galian golongan A, yang
kita tahu dewasa ini bahan galian golongan A sangat dicari oleh investor – investor yang
bergerak dibidang pertambangan dan usaha lainnya.
Bahan galian Nikel banyak fungsinya, salah satunya dalam pembuatan baja yang
tahan karat, bisa juga dipakai sebagai alat – alat laboratorium Fisika dan Kimia, serta
banyak lagi fungsi lainnya, sehingga menarik sekali untuk dikelola.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah mengenai bahan galian Nikel ini, permasalahan yang dihadapi
dibatasi pada:
a. Keberadaan nikel di alam
b. Sifat dan kegunaan nikel
c. Proses pembentukan, peleburan dan pemurnian nikel
d. Dampak penambangan nikel

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keterdapatan Bahan Galian Nikel


Nikel adalah komponen yang ditemukan banyak dalam meteorit dan menjadi ciri
komponen yang membedakan meteorit dari mineral lainnya. Nikel diperoleh secara
komersial dari pentlandit dan pirotit di kawasan Sudbury Ontario, sebuah daerah yang
menghasilkan 30% kebutuhan dunia akan nikel.
Meteorit besi atau siderit, dapat mengandung alloy besi dan nikel berkadar 5-25%.
Potensi nikel terdapat di Pulau Sulawesi, Kalimantan bagian tenggara, Maluku, dan
Papua.Selain itu terdapat juga di daerah Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan
(Halsel), Maluku Utara (Malut) Ternate. Logam ini ditambang di Rusia, Australia,
Indonesia, Kaledonia Baru, Kuba, Kanada, dan Afrika Selatan.

B. Keadaan Geologi
Nikel biasanya terbentuk bersama-sama dengan kromit dan platina dalam batuan
ultrabasa seperti peridotit, baik termetamorfkan ataupun tidak. Terdapat dua jenis
endapan nikel yang bersifat komersil, yaitu: sebagai hasil konsentrasi residual silika dan
pada proses pelapukan batuan beku ultrabasa serta sebagai endapan nikel-tembaga
sulfida, yang biasanya berasosiasi dengan pirit, pirotit, dan kalkopirit.
1. PROTOLITH
Merupakan dasar (bagian terbawah) dari penampang vertikal. Merupakan batuan
asal yang berupa batuan ultramafik (harzburgite, peridotit atau dunit). Nikel terdapat
(muncul) bersama-sama dengan struktur mineral silikat dari magnesium-rich olivin atau
sebagai hasil (alterasi serpentinisasi). Olivin tidak stabil pada pelapukan kimiawi
“amorphous ferric hydroxides”, minor amorphous silikat dan beberapa unsur tidak mobile
lainnya.
2. SAPROLITE
Fragmen-fragmen batuan asal masih ada, tetapi mineral-mineralnya pada
umumnya sudah terubah. Batas antara zona saprolite dan protolith pada umumnya
irregular dan bergradasi. Pada beberapa endapan nikel laterit, zona ini dicirikan dengan

5
keberadaan pelapukan mengulit bawang (spheroidal weathering). Dengan
berkembangnya proses pelapukan, unsur Mg di dalam protholith umumnya terlindikan
(leached), dan silika sebagian terbawa oleh air tanah.
3. LIMONIT
Bagian yang kaya dengan oksida besi akibat dari proses pembentukan zona
saprolite (oksida besi dominan pada bagian atas dari zona saprolite) horizon limonit.
TUDUNG BESI (erriginous duricrust, cuirasse, canga, ferricrete). Suatu lapisan dengan
konsentrasi besi yang cukup tinggi, melindungi lapisan endapan laterit di bawahnya
terhadap erosi.

C. Kondisi Mineralogy
Endapan nikel laterite terbentuk baik pada mineral jenis silicate atau oxide.
Kemiripan radius ion Ni2+ dan Mg2+ memungkinkan substitusi ion diantara keduanya.
Umumnya, mineral bijih dari jenis hidrous silicate seperti talc, smectite, sepiolite, dan
chlorite terbentuk selama proses metamorphisme temperature rendah dan selama proses
pelapukan dari batuan induk. Umumnya, mineral – mineral tersebut mempunyai variasi
ratio Mg dan Ni. Mineral garnierite dari jenis silicate mempunyai ciri poor kristalin,
texture afanitik, dan berstuktur seperti serpentinite (Brindley,1978).

D. Kondisi Topografi dan Morfologi


Dua faktor tersebut sangat penting dalam endapan nikel laterit karena kaitannya
dengan posisi water table, stuktur dan drainage. Zona enrichment nikel laterite berada di
topografi bagian atas (upper hill slope,crest, plateau, atau terrace). Kondisi water table
pada zona ini dangkal,apalagi ditambah dengan adanya zona patahan n shear or joint. In
consequence, akan mempercepat proses palarutan kimia (leaching processes) yang pada
akhirnya akan terbentuk endapan saprolite mengandung nikel yang cukup tebal. Kondisi
seperti ini dapat dijumpai di beberapa tempat sepeti Indonesia,New Caledonia, Ural
(Russia) dan Columbia. Sebaliknya, pada topografi yang rendah, water table yang dalam
akan menghambat proses pelarutan unsur – unsur dari batuan induk.

6
E. Iklim
Tempat – tempat yang beriklim tropis seperti Indonesia, Columbia
memungkinkan untuk terjadinya endapan Nikel laterite. Kondisi curah hujan yang
tinggi,temperatur yang hangat ditambah dengan aktivitas biogenic akan mempercepat
proses pelapukan kimia, dimana Nikel laterite bisa mudah terbentuk.

F. Sifat Fisika dan Kimia Nikel


a. Nikel merupakan logam keras, ulet, bisa ditempa, dan berwarna putih keperakan.
b. Nikel merupakan konduktor panas dan listrik yang cukup baik. Senyawa nikel
umumnya bersifat bivalen, meskipun terdapat pula tingkat valensi lainnya.
c. Unsur ini membentuk sejumlah senyawa kompleks. Sebagian besar senyawa
nikel berwarna biru atau hijau.
d. Nikel larut perlahan dalam asam encer namun, seperti besi, menjadi pasif ketika
dipaparkan dengan asam nitrat.
e. Kebanyakan nikel di bumi tidak dapat diakses karena berada dalam inti bumi
cair. Nikel diketahui menyumbang 10% komposisi inti bumi.
f. Jumlah total nikel yang terlarut dalam laut berada pada kisaran 8 miliar ton.
g. Bahan organik memiliki kemampuan menyerap logam ini sehingga menjelaskan
mengapa batubara dan minyak bumi memiliki kandungan nikel cukup besar.
h. Kandungan nikel dalam tanah bisa serendah 0,2 ppm atau setinggi 450 ppm di
beberapa jenis tanah liat, dengan rata-rata kandungan sekitar 20 ppm.
i. Nikel terdapat pada sebagian kacang-kacangan yeng menjadi komponen penting
beberapa enzim.
j. Makanan lain yang kaya nikel adalah teh yang memiliki 7,6 mg nikel/kg daun
teh kering.
k. Nikel bersenyawa dengan sulfur dalam mineral millerite dan dengan arsenik
dalam mineral niccolite.
l. Kebanyakan bijih nikel diekstrak dari besi-nikel sulfida, seperti dari pentlandit.

7
G. Kegunaan Nikel
1. Untuk melapisi barang yang terbuat dari besi, tembaga, baja karena nikel
mempunyai sifat keras, tahan korosi dan mudah mengkilap jika digosok.
2. Untuk membuat baja tahan karat (stailess stell)
3. Untuk membuat aliase dengan tembaga dan beberapa logam lain seperti :
a. Monel (Ni, Cu, Fe) Digunakan untuk membuat instrumen tranmisi listrik
b. Nikrom(Ni,Fe,Cr) Digunakan sebagai kawat pemanas
c. Alniko (Al, Ni, fe, Co) digunakan untuk membuat magnet.
d. Palinit dan Invar yaitu paduan nikel yang mempunyai koefisien muai
yang sama dengan gelas yang digunakan sebagai kawat listrik yang
ditanam dalam kaca, misalnya pada bolam lampu pijar.
e. Serbuk nikel digunakan sebagai katalisator, misalnya pada hidrogenansi
(pemadatan) minyak kelapa, juga pada cracking minyak bumi.
Penggunaan utama nikel adalah sebagai bahan pembuat logam paduan. Logam
paduan nikel memiliki karakteristik kuat, tahan panas, serta tahan karat. Nikel mudah
dibentuk dan bisa ditarik menjadi kawat. Logam ini tahan korosi bahkan pada suhu tinggi
sehingga banyak digunakan pada turbin gas dan mesin roket. Monel adalah paduan nikel
dan tembaga yang tidak hanya keras tapi bisa menahan korosi oleh air laut, sehingga ideal
digunakan sebagai baling-baling kapal dan fasilitas desalinasi. Sekitar 65 % nikel
digunakan untuk membuat stainless steel, yang umumnya memiliki komposisi sebagian
besar besi, 18 % kromium, dan 8 % nikel. 12 % dari semua nikel digunakan sebagai
elemen paduan super. Sisa 23% antara lain digunakan sebagai paduan baja, baterai isi
ulang, katalis dan bahan kimia lainnya, mata uang logam, produk pengecoran, dan
plating.
Umumnya unsur transisi itu merupakan katalisator, nikel dijadikan salah salah
satu katalisator pada hidrogenansi (pemadatan minyak kelapa karena nikel dapat
mengkatalis pada suhu yang tinggi tanpaikut bereaksi

8
BAB III
PROSES PEMBENTUKAN, PELEBURAN DAN PEMURNIAN NIKEL

A. Proses Kimia Pembentukan Nikel


Nikel terbentuk bersama mineral silikat kaya akan unsur Mg. Olivin adalah jenis
mineral yang tidak stabil selama pelapukan berlangsung. Saprolite adalah produk
pelapukan pertama, meninggalkan sedikitnya 20% fabric dari batuan aslinya (parent
rock). Batas antara batuan dasar, saprolite dan wathering front tidak jelas dan bahkan
perubahannya gradasional. Endapan nikel laterite dicirikan dengan adanya speroidal
weathering sepanjang joints dan fractures ( boulder saprolite). Selama pelapukan
berlangsung, Mg larut dan Silika larut bersama groundwater. Ini menyebabkan fabric dari
batuan induknya sepenuhnya berubah. Sebagai hasilnya, Fe-Oxide mendominasi dengan
membentuk lapisan horizontal diatas saprolite yang sekarang kita kenal sebagai Limonite.
Proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin yang bekerja
kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. Pada pelapukan
kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan
tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin)
pada batuan ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si cenderung membentuk
koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan
mengendap sebagai ferri-hydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti
geothit, limonit, dan haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut
serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama
larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat
adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk
endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau hydrosilikat dengan
komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau
rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan
larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit yang berwarna
coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai
bikarbonat akan terbawa kebawah sampai batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai

9
dolomit, magnesit yang biasa mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan
induk. Dilapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan
dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering)

B. Eksplorasi Nikel
Dalam Eksplorasi Nikel banyak hal yang harus dilakukan, antara lain :
1. Membuat analisis statistic dari data kadar bijih nikel, ketebalan bijih, dan
ketebalan overburden, kemudian lakukan verifikasi data berdasarkan
parameter statistic.
2. Membuat peta kontur topografi dan kontur kadar bijih nikel kemudian
membuat analisanya.
3. Membuat peta kontur ketebalan OB.
4. Menghitung sumberdaya bijih nikel, bisa menggunakan metode NNP.
5. Membuat batas PIT potensial.
6. Lalu menghitung berapa cadangannya

C. Eksploitasi Nikel
Lorite dan Logam nikel diambil dari endapan primer yaitu dari batuan ultra basa
dan endapan residu yaitu berupa tanah laterite nikel berupa mineral garnierite, Ni-chlorite
dan Nieeolite NiAs. Terlihat adanya perubahan Ekploitasi dari bahn Galian Nikel.

D. Pengolahan Bahan Galian Nikel


Hasil bijih yang ada dimasukan kedalam proses penghancuran sehingga
mempunyai diameter 20 cm dan kemudian digiling sampai diameter 2 mm dengan kadar
nikel 21 %. Pemurnian untuk menghilangkan unsure belerang, silica, karbon, phaspor,
chromium, dengan 2 tahap yaitu :
1. Menggunakan karbit dan bubuk soda sebagai bahan pembuang belerang.
2. Menggunakan bath (pemurnian karbon tinggi) yaitu ferro nikel cair dalam
tanggul goyang (shaking conveyor) dengan dihambusi oksigen untuk membuang
berbagai unsur yaitu chromium, karbon, silica, phaspor sehingga akan
menghasilkan ferro nikel dengan kadar karbon rendah.

10
Hasil penambangan di Soroako mengandung nikel (saprolitie ore) tapi masih
mengandung air 28%, kemudian direduksi untuk menghilangkan kadar air dan minyak
yang diinjeksi dengan aliran listrik yang terputus – putus diatas panas dalam tanur,
kemudian diberi belerang, dilebur dan didapatkan nikel kasar dengan kadar 25 % nikel
dan dimurnikan dalam sebuah konvertor sehingga kadar nikelnya menjadi 75% nikel
matte. Secara umum, mineral bijih di alam ini dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu mineral
sulfida dan mineral oksida. Begitu pula dengan bijih nikel, ada sulfida dan ada oksida.
Masing-masing mempunyai karakteristik sendiri dan cara pengolahannya pun juga tidak
sama. Dalam bahasan kali ini akan dibatasi pengolahan bijih nikel dari mineral oksida
(Laterit).
Bijih nikel dari mineral oksida (Laterite) ada dua jenis yang umumnya ditemui
yaitu Saprolit dan Limonit dengan berbagai variasi kadar. Perbedaan menonjol dari 2
jenis bijih ini adalah kandungan Fe (Besi) dan Mg (Magnesium), bijih saprolit
mempunyai kandungan Fe rendah dan Mg tinggi sedangkan limonit sebaliknya. Bijih
Saprolit dua dibagi dalam 2 jenis berdasarkan kadarnya yaitu HGSO (High Grade Saprolit
Ore) dan LGSO (Low Grade Saprolit Ore), biasanya HGSO mempunyai kadar Ni ≥ 2%
sedangkan LGSO mempunyai kadar Ni.

E. Pengolahan Nikel FeNi dari Bijih Laterit


Berdasarkan table 1, faktor yang paling penting diperhatikan adalah basisitas
(tingkat kebasaan) MgO/SiO2 atau ada juga yang mengukur berdasarkan SiO2/MgO.
Tingkat kebasaan ini menentukan brick/ refractory/bata tahan api yang harus digunakan
di dalam tungku (furnace), jika basisitas tinggi maka refractory yang digunakan juga
sebaiknya mempunyai sifat basa agar slag (terak) tidak bereaksi dengan refractory yang
akan menghabiskan lapisan refractory tersebut. Basisitas juga menentukan viscositas
slag, semakin tinggi basisitas maka slag semakin encer dan mudah untuk dikeluarkan dari
furnace. Namun basisitas yang terlalu tinggi juga tidak terlalu bagus karena difusi
Oksigen akan semakin besar sehingga kehilangan Logam karena oksidasi terhadap logam
juga semakin besar.
Secara umum proses pengolahan bijih nikel jalur pyrometallurgy dibagi dalam
beberapa tahap seperti dalam diagram berikut:

11
1. Kominusi
Kominusi adalah proses reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga bisa
terlepas dari bijihnya. Berbeda dengan pengolahan emas, dalam tahap kominusi untuk
nikel ore ini hanya dibutuhkan ukuran maksimal 30 mm sehingga hanya dibutuhkan
crusher saja dan tidak dibutuhkan grinder.
2. Drying
Drying atau pengeringan dibutuhkan untuk mengurangi kadar moisture dalam
bijih. Biasanya kadar moisture dalam bijih sekitar 30-35 % dan diturunkan dalam proses
ini dengan rotary dryer menjadi sekitar 23% (tergantung desain yang dibuat). Dalam
rotary dryer ini, pengeringan dilakukan dengan cara mengalirkan gas panas yang
dihasilkan dari pembakaran pulverized coal dan marine fuel dalam Hot Air Generator
(HAG) secara Co-Current (searah) pada temperature sampai 200 C.
3. Calcining
Tujuan utama proses ini adalah menghilangkan air kristal yang ada dalam bijih,air
kristal yang biasa dijumpai adalah serpentine (3MgO.2SiO2.2H2O) dan goethite
(Fe2O3.H2O). Proses dekomposisi ini dilakukan dalam Rotary Kiln dengan tempetatur
sampai 850 oC menggunakan pulverized coal secara Counter Current. Reaksi
dekomposisi air kristal yang terjadi adalah sebagai berikut:
a. Serpentine
Reaksi dekomposisi dari serpentine adalah sebagai berikut:
3MgO.2SiO2.2H2O = 3 MgO + 2 SiO2 + 2 H2O
Reaksi ini terjadi pada temperatur 460-650 C dan tergolong reaksi endotermik.
Pemanasan lebih lanjut MgO dan SiO2 akan membentuk forsterite dan enstatite
yang merupakan reaksi eksotermik.
2MgO+SiO2=2MgO.SiO2
MgO + SiO2 = MgO.SiO2
b. Goethite
Reaksi dekomposisi dari goethite adalah sebagai berikut:
Fe2O3.H2O = Fe2O3 + H2O
Reaksi ini terjadi pada 260C – 330C dan merupakan reaksi endotermik. Di
samping menghilangkan air kristal, pada proses ini juga biasanya didesain sudah

12
terjadi reaksi reduksi dari NiO dan Fe2O3. Dalam teknologi Krupp rent, semua
reduksi dilakukan dalam rotary kiln dan dihasilkan luppen. Sedangkan dalam
technology Electric Furnace, hanya sekitar 20% NiO tereduksi secara tidak
langsung dalam rotary kiln menjadi Ni dan 80% Fe2O3 menjadi FeO sedangkan
sisanya dilakukan dalam electric furnace. Produk dari rotary kiln ini disebut
dengan calcined ore dengan kandungan moisture sekitar 2% dan siap dilebur
dalam electric furnace.
4. Smelting
Proses peleburan dalam electric furnace adalah proses utama dalam rangkaian
proses ini. Reaksi reduksi 80% terjadi secara langsung dan 20% secara tidak langsung
pada temperature sampai 1650 C. Reaksi reduksi langsung yang terjadi adalah sebagai
berikut:
NiO(l)+C(s)=Ni(l)+CO(g)
FeO(l) + C(s) = Fe(l) + CO(g)
Beberapa material yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap oksigen juga
tereduksi dan menjadi pengotor dalam logam.
SiO2(l)+2C(s)=Si(l)+2CO(g)
Cr2O3(l)+3C(s)=2Cr(l)+3CO(g)
P2O5(l)+5C(s)=2P(l)+5CO(g)
3Fe(l) + C(s) = Fe3C(l)
Karbon disupplay dari Antracite (tergantung desain), dan reaksi terjadi pada zona
leleh elektroda. CO(g) yang dihasilkan dari reaksi ini ditambah dengan CO(g) dari reaksi
boudoard mereduksi NiO dan FeO serta Fe2O3 melalui mekanisme solid-gas reaction
(reaksi tidak langsung):
NiO(s)+CO(g)=Ni(s)+CO2(g)
CoO(s)+CO(g)=Co(s)+CO2(g)
FeO(s)+CO(g)=Fe(s)+CO2(g)
Fe2O3(s) + CO(g) = 2FeO(s) + CO2(g)
Reaksi ini merupakan reaksi eksotermik sehingga tidak membutuhkan pemanasan
lagi pasca smelting.Proses selanjutnya adalah converting, sebenarnya proses ini masih
dalam bagian refining hanya untuk membedakan antara menurunkan sulfida dengan

13
menurunkan pengotor lain seperti Si, P, Cr dan C sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan
prosesnya sama hanya saja reaksi lebih dominan oksidasi dari oksigen.
Si(l)+O2(g)=SiO2(l)↔SiO2(l)+CaO(l)=CaO.SiO2(l)
Cr (l) + 5O2 (g)= 2Cr2O3 (l)
4P (l)+ 5O2 (g)= 2P2O5 (l) ↔CaO (l)+P2O5 (l)= CaO. P¬2O5 (l)
C(l) + ½ O2 (g)= CO (g)
C(l) + O2 (g)= CO2 (g)
Oksida stabil seperti SiO2, Cr2O3 dan P2O5 tidak tereduksi melalui reaksi tidak
langsung. Sampai di sini Crude Fe-Ni sudah terbentuk dan proses sudah bisa dikatakan
selesai.
5. Refining
Pada proses ini yang paling utama adalah menghilangkan/memperkecil
kandungan sulfur dalam crude Fe-Ni dan sering disebut Desulfurisasi. Dilakukannya
proses ini berkaitan dengan kebutuhan proses lanjutan yaitu digunakannya Fe-Ni sebagai
umpan untuk pembuatan Baja dimana baja yang bagus harus mengandung Sulfur
maksimal 20 ppm sedangkan kandungan Sulfur pada Crude Fe-Ni masih sekitar 0,3%
sehingga jika kandungan sulfur tidak diturunkan maka pada proses pembuatan baja
membutuhkan kerja keras untuk menurunkan kandungan sulfur ini.
Sedangkan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CaC2(S)+S=CaS(S)+2C(Sat)
Na2CO3+S+Si=Na2S+(SiO2)+CO
Na2Co3 + SiO2 = Na2O . SiO2 + CO2
Reaksi ini merupakan reaksi eksotermik sehingga tidak membutuhkan pemanasan
lagi pasca smelting.
Proses selanjutnya adalah converting, sebenarnya proses ini masih dalam bagian
refining hanya untuk membedakan antara menurunkan sulfida dengan menurunkan
pengotor lain seperti Si, P, Cr dan C sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan prosesnya sama
hanya saja reaksi lebih dominan oksidasi dari oksigen.

14
F. Proses Pemurnian Nikel (Ni)
Proses pemurnian nikel diawali dengan pembakaran bijih nikel, kemudian dicairkan
untuk proses reduksi dengan menggunakan arang dan bahan tambahan lain dalam sebuah
dapur tinggi. Dari proses tersebut nikel yang didapat kurang lebih 99%. Jika hasil yang
diinginkan lebih baik (tidak berlubang), proses pemurniannya dikerjakan dengan jalan
elektrolisis di atas sebuah cawan tertutup dalam dapur nyala api. Reduktor yang
digunakan biasanya mangan dan fosfor. Bijih-bijih nikel dapat diklassifikasikan menjadi
dua golongan :
Setelah bijih mengalami proses pendahuluan yang meliputi crushing drying,
sintering, kemudian bijih diproses lanjut secara
a. Proses Pyrometallurgy
b. Proses Hydrometallurgy
Reduksi yang terjadi pada proses ini hanya sebagian dari besi saja yang dapat
diikat menjadi terak, dan sebagian besar masih dalam bentuk ferro-nikel alloy.Dalam hal
ini untuk memisahkan besi dari nikel pada reaksi peleburan tersebut ditambahkan
beberapa bahan yang mengandung belerang (Gypsum atau Pyrite). Karena perbedaan
daya ikat besi dan nikel terhadap oksigen dan belerang, sehingga proses ini didapatkan
metal yaitu paduan Ni3S2 dan FeS dan sebagian besar besi dapat diterakkan.
Metal yang dihasilkan ini masih mengandung lebih dari 60 % Fe dan selanjatnya
metal yang masih dalam keadaan cair terus diprosos lagi dalam konvertor. Proses-proses
konvertor diberikan bahan tambah silikon untuk menterakkan oksida besi.Terak hasil
konvertor ini masih mengandung nikel yang cukup tinggi,sehingga terak ini biasanya di
proses ulang pada peleburan(Resmelting).Proses selanjutnya metal di panggang untuk
memisahkan belerang.
Nikel oxide yang didapat dari pemanggangan selanjutnya di reduksi dengan bahan
tambah arang (charcoal), sehingga didapat logam nikel. Pada proses ini concentrat di
leaching dengan larutan ammonia didalam autoclave dengan tekanan kurang lebih 7 atm
(gauge)Tembaga, nikel dan cobalt terlarut kedalam larutan ammonia.

15
G. Dampak Penambangan Nikel Terhadap Lingkungan
a. Dampak Penambangan Nikel Terhadap Lahan/Tanah
Akibat aktifitas penambangan Nikel, banyak dapak negative yang ditimbulkan
terhadap lahan atau tanah, seperti:
1. Tanaman masyarakat menjadi rusak akibat aktifitas penambangan.
2. Merusak lahan-lahan masyarakat dengan lubang-lubang eksplorasi sementara.
3. Dari aktifitas pertambangan menyebabkan terjadinya hujan asam yang
mengebabkan tanah menjadi tercemar dan tanaman yang terkena hujan asam
menjadi mati.
4. Lahan di sekitar pertambangan penuh dengan lubang dan tandus. Lahan ini bekas
eksploitasi penambangan yang belum direklamasi /revegetasi sebagaimana
mestinya.
5. Lahan hutan di sekitar pertambangan mengalami penebangan liar yang semakin
meningkat karena adanya jalan pertambangan dan pelabuhan yang dibangun.
b. Dampak Penambangan Terhadap Air
Akibat aktifitas penambangan Nikel, banyak dapak negative yang ditimbulkan
terhadap air, seperti:
1. Ekosistem Danau Matano rusak karena hempasan debu dan asap dari pabrik,
pembuangan limbah dari perumahan di atas danau, erosi tanah dan sedimentasi
dari bekas galian yang hanyut ke danau.
2. Polusi penambangan berupa asap yang mengandung asam akan menyebabkan
terjadinya hujan asam yang akan mencemari air.
3. PT Inco merubah bentang sungai Larona yang dahulu indah menjadi PLTA untuk
menyuplai listrik ke pabrik peleburan nikel di Sorowako. Pembangunan PLTA
Larona ini telah menggenangi mesjid, rumah, sawah dan kebun-kebun penduduk
yang tinggal di sekitar Danau Towuti. PLTA tersebut juga mengurangi sumber
makanan lokal, karena mencegah proses migrasi sejenis belut lokal, sehingga
populasi mereka turun sangat drastis. Pembangunan PLTA Larona kedua
menyebabkan peningkatan debit air sungai Larona secara drastis dan
mengakibatkan kampung-kampung di sekitarnya dilanda banjir.

16
BAB IV
INFORMASI NIKEL

Dialam ada dua jenis bijih nikel, yaitu nikel sulfida dan nikel oksida yang lajim
disebut laterit. Pada umumnya nikel sulfida berada dibelahan bumi subtropis sedangkan
laterit berada dikhatulistiwa, dan jumlah sumber daya alam laterit lebih besar d/p nikel
sulfida.
Menurut Badan Geologi DJMB (Direktorat Jenderal Mineral Batubara) 2013,
sumber daya laterit di Indonesia mencapai 3.565 juta ton bijih (lebih dari 3,5 milyar ton)
atau setara dengan 52,2 juta ton logam Ni. Sedangkan jumlah cadangan laterit mencapai
1.168 juta ton bijih (lebih dari 1,1 milyar ton) atau setara dengan 22 juta ton logam Ni.
Berdasarkan hasil eksplorasi oleh BUMN PT Aneka Tambang di wilayah kerja PT Aneka
Tambang sampai 2012, jumlah saprolit (silikat) ± 361,3 (‘000 wmt) dan limonit ± 464,0
(‘000 wmt).3)
Berdasarkan data yang dipublikasi Januari 2015 oleh US Geological Survey,
secara global sumber daya alam nikel sekitar 60 % berupa laterit. Sampai 2013/2014
Indonesia termasuk negara dengan produksi tambang terbesar dunia seperti yang
ditunjukkan pada Tabel dibawah ini.
Tabel . Produksi Tambang Nikel Dan Cadangan Nikel Dunia
Produksi Tambang (Ton Ni) Cadangan (Ton Ni)
2013 2014
USA - 3.600 160.000
Australia Brasilia 234.000 220.000 19.000.000
Canada China Colombia 138.000 126.000 9.100.000
Cuba 223.000 233.000 2.900.000
Republik Domonika 95.000 100.000 3.000.000
Indonesia Madagaskar 75.000 75.000 1.100.000
Kaledonia Baru 66.000 66.000 5.500.000
Philipina 15.800 - 930.000
Rusia 440.000 240.000perkira 4.500.000
Afrika Selatan Lain lain 29.200 an 1.600.000
164.000 37.800 12.000.000
446.000 165.000 3.100.000
275.000 440.000 7.900.000
51.200 260.000 3.700.000
377.000 234.000 6.500.000
54.700
Total 2.630.000 2.400.000 81.000.000

17
Dimana produksi tambang nikel Indonesia berasal dari penambangan laterit untuk
mengambil limonit dan saprolit. Penambangan laterit tersebut terutama berada di
Pomalaa Sulawesi Tenggara dan Teluk Buli Halmahera Maluku Utara. Selanjutnya
limonit dengan persyaratan tertentu diekspor ke Australia, saprolit kadar tinggi (Ni ≥ 1,8
%) ke Jepang, dan saprolit kadar rendah dengan kandungan Ni ≥ 1,5 % diekspor ke China.
Selain ke China, Jepang, dan Australia, Indonesia juga mengekspor laterit ke Ukraina,
Yunani, dan negara negara lain. Indonesia melakukan ekspor besar besaran laterit
sebelum 2014 seperti yang ditunjukkan pada Tabel dibawah ini.
Tabel 3. Ekspor Laterit Indonesia 2005 – 2013 (juta ton)
Tahun China Australia Yunani Jepang Ukraina Lain Total % perubahan
(+Hk) lain pertahun
2005 0,07 0,95 0,10 2,03 0,49 0,06 3,70 13,6 %
2006 0,66 0,71 0,15 2,07 0,73 0,08 4,39 18,6 %
2007 5,43 0,37 0,39 1,85 0,59 0,39 9,03 105,4 %
2008 6,59 0,51 0,35 1,83 1,01 0,31 10,59 17,3 %
2009 7,88 0,00 0,39 1,46 0,58 0,12 10,44 - 1,5 %
2010 14,35 0,84 0,24 1,45 0,63 0,21 17,73 69,9 %
2011 36,23 0,96 0,57 1,86 0,71 0,51 40,84 130,4 %
2012 43,54 1,45 0,64 1,55 1,20 0,06 48,45 18,6 %
2013 59,17 1,57 0,46 1,98 1,48 0,14 64,80 33,8 %
Ekspor 91,3 % 2,4 % 0,7 % 3,1 % 2,3 % 0,2 % 100 %
2013
Selain diekspor, saprolit dengan kandungan Ni ≥ 1,8 % juga diolah di Sulawesi
Tenggara untuk memproduksi FeNi dan Ni matte. FeNi diproduksi oleh BUMN PT
Aneka Tambang di Pomalaa sejak 1973/1974, dan Ni matte diproduksi oleh PT Vale
Indonesia di Soroako sejak 1977/1978.
Dengan terbitnya UU Minerba 2009 yang mulai berlaku Januari 2014
menunjukkan kepedulian Indonesia akan kekayaan mineral dan batu bara ditanah air.
Dalam UU tersebut ekspor bahan baku mineral dilarang, dan wajib untuk mengolah
mineral didalam negeri mulai Januari 2014. UU tersebut tidak menimbulkan masalah
untuk laterit yang sudah diolah didalam negeri khususnya untuk laterit kadar tinggi
saprolit dengan kandungan Ni ≥ 1,8 %. Serta laterit kadar rendah yang diolah oleh PT
INDOFERRO untuk memproduksi NPI (Nickel Pig Iron) di Cilegon Banten sejak 2012.
Untuk larangan ekspor laterit dan laterit kadar rendah yang belum diolah di tanah air, UU
tersebut akan menimbulkan masalah yang tidak sederhana. Dengan menghentikan ekspor
laterit mulai Januari 2014, Indonesia akan menghadapi masalah hukum dagang

18
internasional yang tidak sederhana. Untuk laterit kadar rendah yang terdiri dari limonit
dan saprolit dengan kandungan Ni < 1,8 %, juga akan timbul masalah bagaimana harus
mengolahnya. Karena untuk bisa mengolah laterit khususnya laterit kadar rendah sangat
dibutuhkan pasar yang siap menyerap produk, penguasaan teknologi, dan modal yang
tidak sedikit. Sehingga yang bisa menggarap laterit dari eksplorasi, penambangan sampai
pengolahan adalah BUMN seperti PT Aneka Tambang (Antam), kerja sama PT Antam
dengan asing, dan PMA (penaman Modal Asing) seperti PT Vale Indonesia.

19
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari hasil pembuatan makalah mengenai Bahan Galian Nikel ini, bisa kita lihat
dan simpulkan bagaimana proses awal terbentuknya , kondisi geologi, tahap eksplorasi,
tahap eksploitasi, keterdapatan, dan pengolahannya, serta informasi – informasi lainnya.
Manfaat dari bahan galian Nikel ini sangat banyak, sehingga sangat menarik minat
para pengusaha – pengusaha untuk membuka pertambangan yang bergerak dibidang
bahan galian Nikel. Didalam proses pertambangan bahan galian Nikel banyak hal yang
harus kita ketahui, salah satunya mengenai dampak lingkungannya, sehingga pada saat
kita melakukan proses penambangan tidak terjadi pencemaran lingkungan.
Walaupun nikel sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia,
namun dalam proses penambangannya banyak menimbulkan dampak negatif terhadap
lahan/tanah dan air. Seperti rusaknya lahan dan tanaman masyarakat, turunnya hujan
asam, lahan menjadi berlubang dan tandus, terjadi penebangan liar, pencemaran air akibat
penmbuangan limbang ke sungai, meningkatnya debit air sungai akibat proses
penambangan, dan sebagainya.
Oleh sebab itu perlu penanganan serius dalam melakukan penambangan agar tidak
menimbulkan banyak kerugian khususnya bagi warga yang bermukim di sekitar area
penambangan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Prasetyo, P. 2016. Sumber Daya Mineral Di Indonesia Khususnya Bijih Nikel Laterit
Dan Masalah Pengolahannya Sehubungan Dengan Uu Minerba 2009. Banten :
Jurnal Universitas Muhamadiyah Jakarta
Zulhayati, dkk. 2014. Nikel. Politeknik Negeri Ujung Pandang

21

Anda mungkin juga menyukai