Anda di halaman 1dari 15

Wikipedia

Ismail Marzuki (lahir di Kwitang, Senen, Batavia, 11 Mei 1914 – meninggal di Kampung
Bali, Tanah Abang, Jakarta, 25 Mei 1958 pada umur 44 tahun) adalah salah seorang komponis
besar Indonesia. Namanya sekarang diabadikan sebagai suatu pusat seni di Jakarta yaitu Taman
Ismail Marzuki (TIM) di kawasan Salemba, Jakarta Pusat.

Ismail Marzuki lahir dan besar di Jakarta dari keluarga Betawi. Nama sebenarnya adalah
Ismail, sedangkan ayahnya bernama Marzuki, sehingga nama lengkap beliau menjadi Ismail bin
Marzuki. Namun, kebanyakan orang memanggil nama lengkapnya Ismail Marzuki, bahkan di
lingkungan teman-temannya kerap dipanggil Mail, Maing atau bang Maing. Ia dilahirkan di
kampung Kwitang, tepatnya di kecamatan Senen, wilayah Jakarta Pusat, pada tanggal 11 Mei
1914. Tiga bulan setelah Ismail dilahirkan, ibunya meninggal dunia. Sebelumnya Ismail Marzuki
juga telah kehilangan 2 orang kakaknya bernama Yusuf dan Yakup yang telah mendahului saat
dilahirkan. Kemudian beliau tinggal bersama ayah dan seorang kakaknya yang masih hidup
bernama Hamidah, yang umurnya lebih tua 12 tahun dari Ismail

Karier Bermusik
Ismail Marzuki memulai debutnya di bidang musik pada usia 17 tahun, ketika untuk
pertama kalinya ia berhasil mengarang lagu "O Sarinah” pada tahun 1931. Ismail mempunyai
kepribadian yang luhur di bidang seni. Tahun 1936, Mail memasuki perkumpulan orkes musik
Lief Java sebagai pemain gitar, saxophone dan harmonium pompa.

Pada tahun 1940 Ismail Marzuki pun menikah dengan Eulis Zuraidah, seorang primadona
dari klub musik yang ada di Bandung dimana Ismail Marzuki juga tergabung didalamnya.
Pasangan ini kemudian mengadopsi seorang anak bernama Rachmi, yang sebenarnya masih
keponakan Eulis.

Pada masa penjajahan Jepang, Ismail Marzuki turut aktif dalam orkes radio pada Hozo
Kanri Keyku Radio Militer Jepang. Dan ketika masa kependudukan Jepang berakhir, Ismail
Marzuki tetap meneruskan siaran musiknya di RRI. Selanjutnya ketika RRI kembali dikuasia
Belanda pada tahun 1947, Ismail Marzuki yang tidak mau bekerja sama dengan Belanda dan
memutuskan untuk keluar dari RRI. Ismail Marzuki baru kembali bekerja di radio setelah RRI
berhasil diambil alih. Ia kemudian mendapat kehormatan menjadi pemimpin Orkes Studio
Jakarta. Pada saat itu ia menciptakan lagu Pemilihan Umum dan diperdengarkan pertama kali
dalam Pemilu 1955.

Beberapa karya Ismail Marzuki yang cukup dikenal antara lain:

- Tahun 1931, untuk pertama kalinya Ismail menciptakan lagu yang berjudul “Oh Sarinah” yang
syairnya dibuat dalam bahasa Belanda.
- Tahun 1935, sewaktu berusia 21 tahun muncul karyanya dalam bentuk keroncong yang
berjudul Keroncong Serenata.

- Tahun 1936, mencipta Roselani, judul ini membawa kita ke suasana romantis alam Hawaii di
Samudra Pasifik.

- Tahun 1937, muncul lagu-lagu yang mengambil latar belakang “Hikayat 1001 Malam” berjudul
Kasim Baba saat Ismail berusia 23 tahun; dan mencipta gubahan keroncong yang berjudul
keroncong sejati bermodus minor bernafaskan melodi yang melankolis.

- Tahun 1938, mengisi ilustrasi musik film berjudul “Terang Bulan”. Di dalamnya ada 3 buah
lagu, antara lain: Pulau Saweba, Di Tepi Laut, Duduk Termenung. Film ini dibintangi oleh Miss
Rukiah, Kartolo, Raden Mochtar dan lain-lain. Pemuda Ismail turut berperan dalam film tersebut
yakni bermain musik dengan rekan-rekannya sebagai pelengkap skenario. Film ini diputar di
Malaya. Ismail bernyanyi untuk adegan Raden Mochtar sewaktu menyanyi.

- Tahun 1939, keluar ciptaan sebanyak 8 buah lagu, 2 lagu diantaranya berbahasa Belanda, yaitu:
Als de Ovehedeen dan Als’t Meis is in de tropen. Sedang lagu-lagu Indonesianya adalah Bapak
Kromo, Bandaneira, Olee lee di Kutaraja, Rindu Malam, Lenggang Bandung, Melancong ke Bali.
Dalam periode ini Ismail belum menciptakan lagu-lagu perjuangan.

Kontribusi bagi Musik Indonesia


Lagu ciptaan karya Ismail Marzuki yang paling populer adalah Rayuan Pulau Kelapa
yang digunakan sebagai lagu penutup akhir siaran oleh stasiun TVRI pada masa pemerintahan
Orde Baru.

Ismail Marzuki mendapat anugerah penghormatan pada tahun 1968 dengan dibukanya
Taman Ismail Marzuki, sebuah taman dan pusat kebudayaan di Salemba, Jakarta Pusat. Pada
tahun 2004 dia dinobatkan menjadi salah seorang tokoh pahlawan nasional Indonesia. Ia sempat
mendirikan orkes Empat Sekawan. Selain itu ia dikenal publik ketika mengisi musik dalam film
Terang Bulan.

Meninggal
Ismail Marzuki tutup usia pada umur 44 tahun 25 Mei 1958 di kediamannya, kawasan
Tanah Abang, Jakarta Pusat, karena penyakit paru-paru yang dideritanya.

Karya Lagu

 Aryati
 Gugur Bunga
 Melati di Tapal Batas (1947)
 Wanita
 Rayuan Pulau Kelapa
 Sepasang Mata Bola (1946)
 Bandung Selatan di Waktu Malam (1948)
 Sarinah (1931)
 Keroncong Serenata
 Kasim Baba
 Hari Lebaran
 Halo, Halo Bandung
 Bandaneira
 Lenggang Bandung
 Sampul Surat
 Karangan Bunga dari Selatan
 Selamat Datang Pahlawan Muda (1949)
 Juwita Malam
 Sabda Alam
 Roselani
 Rindu Lukisan
 Indonesia Pusaka
biografiku.com

Masa Kecil
Ismail Marzuki lahir di Kwitang, Senen, Batavia, 11 Mei 1914. Ismail Marzuki yang
lebih dikenal dengan panggilan Maing. Ia merupakan anak dari keluarga keturunan Betawi.
Ismail Marzuki dikenal memiliki bakat seni yang sulit dicari bandingannya. Sosoknya pun
mengagumkan. Ia merupakan anak dari pasangan Marzuki dan Solechah.

Dalam biografi Ismail Marzuki, ia terkenal sebagai pemuda yang berkepribadian luhur
dan tergolong anak pintar. Ismail sejak muda senang tampil necis. Bajunya disetrika licin,
sepatunya mengkilat dan ia senang berdasi. Darah seni Ismail mengalir dari ayahnya, Marzuki,
yang saat itu seorang pegawai di perusahaan Ford Reparatieer TIO.

Ayahnya, Marzuki dikenal gemar memainkan kecapi dan piawai melagukan syair-syair
yang bernapaskan Islam. Jadi tidak aneh kalau kemudian Ismail sejak kecil sudah tertarik dengan
lagu-lagu.

Orang tua Ismail Marzuki yakni Marzuki dan Solechah termasuk golongan masyarakat
Betawa intelek yang berpikiran maju. Ismail Marzuki yang dipanggil dengan nama Ma’ing, sejak
bocah sudah menunjukkan minat yang besar terhadap seni musik.

Pendidikan Ismail Marzuki


Ayahnya berpenghasilan cukup sehingga sanggup membeli piringan hitam dan gramafon
yang populer disebut “mesin ngomong” oleh masyarakat Betawi tempo dulu. Ismail Marzuki
disekolahkan ayahnya ke sebuah sekolah Kristen HIS Idenburg, Menteng.

Nama panggilannya di sekolah adalah Benyamin. Tapi kemudian ayahnya merasa


khawatir kalau nantinya bersifat kebelanda-belandaan, Ismail Marzuki lalu dipindahkan ke
Madrasah Unwanul-Falah di Kwitang. Beranjak dewasa, dia dibelikan ayahnya alat musik
sederhana.

Bahkan tiap naik kelas Ismail Marzuki diberi hadiah harmonika, mandolin, dan gitar.
Setelah lulus, ia masuk sekolah MULO dan membentuk grup musik sendiri. Di situ dia
memainkan alat musik banyo dan gemar memainkan lagu-lagu gaya Dixieland serta lagu-lagu
Barat yang digandrungi pada masa itu. Setelah tamat MULO, Ismail Marzuki bekerja di Socony
Service Station sebagai kasir dengan gaji 30 gulden sebulan, sehingga dia sanggup menabung
untuk membeli biola. Namun, pekerjaan sebagai kasir dirasakan kurang cocok baginya.

Ia kemudian pindah pekerjaan dengan gaji tidak tetap sebagai verkoper (penjual) piringan
hitam produksi Columbia dan Polydor yang berkantor di Jalan Noordwijk (sekarang Jalan Ir. H.
Juanda) Jakarta.
Terjun Ke Dunia Musik
Penghasilannya tergantung pada jumlah piringan hitam yang dia jual. Rupanya, pekerjaan
ini hanya sebagai batu loncatan ke jenjang karier berikutnya dalam bidang musik. Selama
bekerja sebagai penjual piringan hitam, Ismail Marzuki banyak berkenalan dengan artis pentas,
film, musik dan penyanyi, di antaranya Zahirdin, Yahya, Kartolo, dan Roekiah (orangtua
Rachmat Kartolo). Pada 1936, Ismail Marzuki memasuki perkumpulan orkes musik Lief Jawa
sebagai pemain gitar, saksofon, dan harmonium pompa.

Menciptakan Lagu Sendiri


Tahun 1934, Belanda membentuk Nederlands Indische Radio Omroep Maatshappij
(NIROM) dan orkes musik Lief Java mendapat kesempatan untuk mengisi acara siaran musik.
Tapi Ismail Marzuki mulai menjauhkan diri dari lagu-lagu Barat, kemudian menciptakan lagu-
lagu sendiri antara lain “Ali Baba Rumba”, “Ohle le di Kotaraja”, dan “Ya Aini”.

Lagu ciptaannya kemudian direkam ke dalam piringan hitam di Singapura. Orkes


musiknya punya sebuah lagu pembukaan yang mereka namakan Sweet Jaya Islander. Lagu
tersebut tanpa pemberitahuan maupun basa-basi dijadikan lagu pembukaan siaran radio NIROM,
sehingga grup musik Ismail Marzuki mengajukan protes, namun protes mereka tidak digubris
oleh direktur NIROM.

Pada periode 1936-1937, Ismail Marzuki mulai mempelajari berbagai jenis lagu
tradisional dan lagu Barat. Ini terlibat pada beberapa ciptaannya dalam periode tersebut, “My
Hula-hula Girl”. Kemudian lagu ciptaannya “Bunga Mawar dari Mayangan” dan “Duduk
Termenung” dijadikan tema lagu untuk film “Terang Bulan”.

Awal Perang Dunia II (1940) mulai mempengaruhi kehidupan di Hindia-Belanda


(Indonesia). Radio NIROM mulai membatasi acara siaran musiknya, sehingga beberapa orang
Indonesia di Betawi mulai membuat radio sendiri dengan nama Vereneging Oostersche Radio
Omroep (VORO) berlokasi di Karamat Raya. Antene pemancar mereka buat sendiri dari batang
bambu.

Tiap malam Minggu orkes Lief Java mengadakan siaran khusus dengan penyanyi antara
lain Annie Landouw. Ismail Marzuki malah jadi pemain musik sekaligus mengisi acara lawak
dengan nama samaran “Paman Lengser” dibantu oleh “Botol Kosong” alias Memet.

Karena Ismail Marzuki sangat gemar memainkan berbagai jenis alat musik, suatu waktu
dia diberi hadiah sebuah saksofon oleh kawannya yang ternyata menderita penyakit paru-paru.

Setelah dokter menjelaskan pada Ismail Marzuki, lalu alat tiup tersebut dimusnahkan.
Tapi, mulai saat itu pula penyakit paru-paru mengganggunya.

Membentuk Perikatan Radio Ketimuran (PRK)


Ketika Ismail Marzuki membentuk organisasi Perikatan Radio Ketimuran (PRK), pihak
Belanda memintanya untuk memimpin orkes studio ketimuran yang berlokasi di Bandung
(Tegal-Lega). Orkesnya membawakan lagu-lagu Barat. Pada periode ini dia banyak mempelajari
bentuk-bentuk lagu Barat, yang digubahnya dan kemudian diterjemahkannya ke dalam nada-
nada Indonesia.

Sebuah lagu Rusia ciptaan R. Karsov diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda menjadi
“Panon Hideung”. Sebuah lagu ciptaannya berbahasa Belanda tapi memiliki intonasi Timur
yakni lagu “Als de orchideen bloeien”. Lagu ini kemudian direkam oleh perusahaan piringan
hitam His Master Voice (HMV). Kelak lagu ini diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Indonesia
dengan judul “Bila Anggrek Mulai Berbunga”.

Tahun 1940, Ismail Marzuki menikah dengan penyanyi kroncong Eulis Zuraidah. Pada
Maret 1942, saat Jepang menduduki seluruh Indonesia, Radio NIROM dibubarkan diganti
dengan nama Hoso Kanri Kyoku. PRK juga dibubarkan Jepang, dan orkes Lief Java berganti
nama Kireina Jawa.

Menciptakan Lagu Perjuangan


Saat itu Ismail Marzuki mulai memasuki periode menciptakan lagu-lagu perjuangan.
Mula-mula syair lagunya masih berbentuk puitis yang lembut seperti “Kalau Melati Mekar
Setangkai”, “Kembang Rampai dari Bali” dan bentuk hiburan ringan, bahkan agak mengarah
pada bentuk seriosa. Dalam Biografi Ismail Marzuki diketahui bahwa ada periode 1943-1944,
Ismail Marzuki menciptakan lagu yang mulai mengarah pada lagu-lagu perjuangan, antara lain
“Rayuan Pulau Kelapa”, “Bisikan Tanah Air”, “Gagah Perwira”, dan “Indonesia Tanah Pusaka”.

Kepala bagian propaganda Jepang, Sumitsu, mencurigai lagu-lagu tersebut lalu


melaporkannya ke pihak Kenpetai (Polisi Militer Jepang), sehingga Ismail Marzuki sempat
diancam oleh Kenpetai. Namun, putra Betawi ini tak gentar. Perjuangan Ismail Marzuki
selanjutnya pada 1945 menciptakan lagu “Selamat Jalan Pahlawan Muda”. Setelah Perang Dunia
II, ciptaan lagu Ismail marzuki terus mengalir, antara lain “Jauh di Mata di Hati Jangan” (1947)
dan “Halo-halo Bandung” (1948). Ketika itu Ismail Marzuki dan istrinya pindah ke Bandung
karena rumah mereka di Jakarta kena dihantam peluru mortir.

Ketika berada di Bandung selatan, ayah Ismail Marzuki di Jakarta meninggal. Ismail
Marzuki terlambat menerima berita. Ketika dia tiba di Jakarta, ayahnya telah beberapa hari
dimakamkan. Kembang-kembang yang menghiasi makam ayahnya dan telah layu,
mengilhaminya untuk menciptakan lagu “Gugur Bunga”. Lagu-lagu ciptaan lainnya mengenai
masa perjuangan yang bergaya romantis tanpa mengurangi nilai-nilai semangat perjuangan
antara lain “Ke Medan Jaya”, “Sepasang Mata Bola”, “Selendang Sutra”, “Melati di Tapal Batas
Bekasi”, “Saputangan dari Bandung Selatan”, “Selamat Datang Pahlawan Muda”.
Lagu hiburan populer yang (kental) bernafaskan cinta pun sampai-sampai diberi suasana
kisah perjuangan kemerdekaan. Misalnya syair lagu “Tinggi Gunung Seribu Janji”, dan “Juwita
Malam”. Lagu-lagu yang khusus mengisahkan kehidupan para pejuang kemerekaan, syairnya
dibuat ringan dalam bentuk populer, tidak menggunakan bahasa Indonesia tinggi yang sulit
dicerna. Simak saja syair “Oh Kopral Jono” dan “Sersan Mayorku”.

Lagu-lagu ciptaannya yang berbentuk romantis murni hiburan ringan, walaupun digarap
secara populer tapi bentuk syairnya berbobot seriosa. Misalnya lagu “Aryati”, “Oh Angin
Sampaikan. Tahun 1950 dia masih mencipta lagu “Irian Samba” dan tahun 1957 lagu “Inikah
Bahagia” — suatu lagu yang banyak memancing tandatanya dari para pengamat musik. Sampai
pada lagu ciptaan yang ke 100-an, Ismail Marzuki masih merasa belum puas dan belum bahagia.
Malah, lagu ciptaannya yang ke-103 tidak sempat diberi judul dan syair.

Ismail Marzuki Wafat


Hingga Ma’ing alias Ismail Marzuki komponis besar Indonesia itu menutup mata
selamanya pada 25 Mei 1958. Peran Ismail Marzuki terhadap sejarah musik Indonesia sangat
vital, khususnya lagu-lagu perjuangan yang ia ciptakan.

Jasa Ismail Marzuki tersebut membuat pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan


Nasional Indonesia pada tahun 2014 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Nama Ismail
Marzuki bahkan diabadikan ke dalam tempat pusat kesenian dan kebudayaan yang bernama
Taman Ismail Marzuki.

Karya Lagu Ismail Marzuki


 Aryati
 Gugur Bunga
 Melati di Tapal Batas (1947)
 Wanita
 Rayuan Pulau Kelapa
 Sepasang Mata Bola (1946)
 Bandung Selatan di Waktu Malam (1948)
 Sarinah (1931)
 Keroncong Serenata
 Kasim Baba
 Bandaneira
 Lenggang Bandung
 Sampul Surat
 Karangan Bunga dari Selatan
 Selamat Datang Pahlawan Muda (1949)
 Juwita Malam
 Sabda Alam
 Roselani
 Rindu Lukisan
 Indonesia Pusaka
biografipahlawan.com
Ismail Marzuki atau Bang Maing sapaan akrapnya adalah putra Betawi, lahir pada 11 Mei
1914 di Kwitang, Senen, Batavia atau Jakarta Sekarang ini. Beliau merupakan komponis besar
yang telah menciptakan lebih dari 200 lagu. Lagu-lagunya yang melegenda diantaranya sepasang
mata bola, Rayuan pulau kelapa yang merupakan lagu penutup siaran TVRI pada jaman Orde
Baru, Indonesia Pusaka, dan masih banyak lagi. Pada biografi Ismail Marzuki disebutkan, bahwa
ibunya meninggal saat usianya masih tiga bulan sehingga sosok ibu digantikan oleh Anie
Haminah, kakak kandungnya yang berumur sebelas tahun diatasnya.

Masa pendidikan Ismail Marzuki dimulai dengan belajar di HIS Idenburg, Menteng
sampai kelas 7, berlanjut ke MULO di jalan Menjangan, Jakarta. Selepas mendapat ijazah
MULO dan kemampuan berbahasa Inggris dan Belanda, ia bekerja di Socony servie Station
untuk beberapa saat hingga kemudian pindah ke perusahaan dagang KK Nies. Ia senang bekerja
pada perusahaan yang merekam piringan hitam dan menjual alat-alat music, karena disinilah
bakatnya dibidang music bisa tersalurkan. Dalam biografi Ismail Marzuki disebutkan, hobinya
dengan music terpupuk dengan baik saat usia sekolah ayahnya membelikan alat music seperto
harmonica, mandolin dan lainnya. Dengan alat music tersebut ia aktif mengasah kemampuannya
bermain music dan mampu menciptakan lagu pada usia 17 tahun dengan judul O Sarinah.

Karir bermusik Ismail Marzuki dimulai sejak ia bergabung dengan perkumpulan orkes
Lief Java dibawah pimpinan Hugo Dumas pada tahun 1936. Di grup inilah kemampuannya terus
terasah dan meningkat dengan pesat. Kreatifitasnya dalam mengaransemen lagu dengan genre
yang beragam, lagu Barat, Irama Keroncong dan Langgam Melayu sangat diapresiasi. Ia orang
pertama yang mengganti harmonium pompa dalam langgam melayu dengan instrument akordean.
Mengikuti karirnya dalam biografi Ismail Marzuki sungguh menarik. Pada tahun 1937 beberapa
lagu Bang maing seperti O Sarinah, Ali Baba Rumba, dan Olhe Lheu Dari Kotaradja direkam
dalam piringan hitam dan mendapat sambutan yang sangat antusias dari para penggemar music.
Pada tahun 1938, Ia membawakan lagu bertajuk Duduk Termenung untuk mengisi suara dalam
film Terang Bulan, karena Rd. Muchtar selaku pemerannya tidak dapat menyanyikannya. Sukses
di dunia film, Ia diundang dalam serangkaian pementasan di Singapura dan Malaysia. Pada tahun
1939, Ia menciptakan lagu berjudul Als De Orchideen Bloeien yang mampu memukau hati
penggemar diseluruh tanah air hingga melintas ke negeri Belanda.

Menelaah lebih dalam biografi Ismail Marzuki, kita jadi mengetahui kalau Ia adalah
seorang pejuang kemerdekaan melalui syair lagu. Lagu-lagu yang Ia ciptakan mampu membakar
semangat perlawanan rakyat pribumi terhadap para penjajah. Ia menggubah lagu Indonesia
Pusaka dan Bisikan Tanah air yang berujung pada pemanggilan dirinya oleh Kenpetai, karena
lagunya yang disiarkan secara luas melalui radio dianggap memprovokasi rakyat untuk melawan
penjajah Jepang. Ia menciptakan mars Gagah Perwira untuk memberi semangat perjuangan
kepada para pasukan Peta (Pembela Tanah Air). Sedangkan lagu Rayuan Pulau Kelapa, Ia
ciptakan pada tahun 1944.
Pada biografi Ismail Marzuki, sisi kehidupan pribadinya terungkap, kalau Ia menikah
dengan Eulis Zuraidah. Ia memiliki anak angkat bernama Rachmi Aziah, sedangkan sampai
akhir hayatnya Ia tidak dikaruniai anak kandung yang terlahir dari Rahim istrinya. Tahun 1956,
Ia menulis lagu berjudul Inikah Bahagia saat sedang sakit. Menjalani masa sakit selama dua
tahun hingga akhirnya pada tanggal 25 Mei 1958 Ia meninggal dunia dalam usia 44 tahun.
Namanya terkenang sepanjang masa dan terabadikan lewat Pusat Kebudayaan dan Sastra di
Salemba Jakarta Pusat dengan nama Taman Ismail Marzuki. Ia dianugerahi sebagai salah satu
Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden No 089/TK/ tahun 2004.
biografinya.blogspot.com
Ismail Marzuki adalah seorang komponis besar Indonesia yang semasa hidupnya sudah
menciptakan lebih dari 200 buah lagu. Diantaranya lagu Sepasang Mata Bola, Rayuan Pulau
kelapa, Indonesia Pusaka, dan lain-lain. Namanya diabadikan sebagai nama pusat kesenian di
Jakarta, yaitu Taman Ismail Marzuki (TIM). Karyanya yang luar biasa bagi negara membuat
pemerintah juga memberikan gelar Pahlawan Nasional kepadanya pada 2004.

Ismail Marzuki atau Bang Maing adalah putra Betawi asli. Lahir di Kwitang, Jakarta
pada 11 Mei 1914. Sejak kecil ia tidak banyak menerima kasih saying sang ibu, karena ibunya
meninggal ketika ia berusia tiga bulan. Sedangkan kakak kandungnya bernama Anie Haminah
yang umurnya berbeda sekitar sebelas tahun.

Ismail menempuh pendidikan di HIS Idenburg, Menteng sampai tamat kelas 7,


dilanjutkan ke MULO di jalan Menjangan, Jakarta. Saat itu ia dibelikan ayahnya alat musik
seperto harmonika, mandolin, dan lain-lain. Dengan alat musik itu ia bermain musik dan
menciptakan lagu. Lagu pertamanya berjudul O Sarinah yang ia ciptakan saat berusia 17 tahun.

Dengan bekal ijazah MULO dan lancar berbahasa Inggris dan Belanda ia diterima
bekerja di Socony Servie Station. Tetapi ia tidak lama bekerja disana. Ismail kemudian bekerja di
perusahaan dagang KK Nies, yang menjual alat-alat musik dan merekam piringan hitam. Ia
senang bekerja disana karena bisa menyalurkan bakatnya dalam bidang musik.

Sejak usia muda Ismail sudah menguasai berbagai alat musik. Sekitar tahun 1936 Ismail
bergabung dengan perkumpulan orkes Lief Java pimpinan Hugo Dumas. Disanalah
kemampuannya meningkat pesat. Ia sangat kreatif mengaransemen lagu beragam genre, lagu-
lagu Barat, irama keroncong, maupun langgam Melayu. Ia yang pertama memperkenalkan
instrument akordean kedalam langgam Melayu sebagai pengganti harmonium pompa.

Sejak itu ia memperoleh kesempatan tampil dalam siaran Nederlands Indische Omroap
Maatschapij dan tidak pernah meninggalkan dunia radio. Kegiatannya lebih banyak menggubah
dan mengaransemen lagu-lagu. Saat pendengar radio meminta Lief java menyiarkan lagu-lagu
Hawaii juga, maka dibentuk sebuah Band Hawaiian dengan nama Sweet Java Islander yang diisi
oleh Ismail, Victor Tobing, Hasan Basri, Pek De Rosario,dan Hardjomuljo.

Karya-karya Ismail pertama mulai direkam ke piringan hitam pada 1937 yang disambut
hangat oleh para penggemar musik. Diantara lagu yang direkam antara lain O Sarinah, Ali Baba
Rumba, dan Olhe Lheu Dari Kotaradja. Setahun kemudian Ismail mengisi suara dalam film
Terang Bulan yang diperankan oleh Rd. Muchtar dalam lagu Duduk Termenung, karena bintang
film itu tidak sanggup menyanyikannya. Kesuksesan di dunia film membuatnya diundang ke
Malaysia dan Singapura dalam serangkaian pementasan.
Salah satu lagu yang ia ciptakan pada 1939 berjudul Als De Orchideen Bloeien, sangat memikat
hati penggemar di seluruh tanah air bahkan hingga ke negeri Belanda. Pemancar Radio
Hilversium, Nederland, sering menyiarkan lagu itu atas permintaan pendengar.

Pada masa penjajahan Jepang ia melakukan perlawanan dengan caranya sendiri melalui
lagu. Ia menggubah lagu Bisikan Tanah Air serta lagu Indonesia Pusaka. Ia pernah dipanggil
oleh Kenpetai untuk dimintai penjelasan saat lagu itu disiarkan secara luas di radio. Ia juga
membuat lagu perjuangan untuk Peta (Pembela Tanah Air), yaitu mars Gagah Perwira. Lagu
Rayuan Pulau Kelapa ia ciptakan tahun 1944. Ia tidak sendiri, karena komposer lain seperti
Cornel Simandjuntak membuat lagu yang menggugah semangat, Maju Tak Gentar, dan Kusbini
membuat lagu yang membangkitkan perasaan Bagimu Negeri.

Ismail menikah pada 1940 dengan Eulis Zuraidah. Sampai akhir hayatnya Ismail tidak
dikaruniai anak. Tetapi ia memiliki seorang anak angkat bernama Rachmi Aziah. Pada tahun
1956 Ismail jatuh sakit. Lagu terakhir yang ia ciptakan yang dibuat pada masa sakit berjudul
Inikah bahagia? Pada tanggal 25 Mei 1958 di Jakarta, Ismail meninggal dunia di usia 44 tahun.
biografi-tokoh-ternama.blogspot.com
Ismail Marzuki lahir di Kwitang, Senen, Batavia pada 11 Mei 1914, Ia adalah salah
seorang komponis besar Indonesia, karyanya kebanyakan bertema lagu-lagu
perjuangan.Namanya sekarang diabadikan sebagai suatu pusat seni di Jakarta yaitu Taman Ismail
Marzuki (TIM) di kawasan Salemba, Jakarta Pusat.

Ada lebih dari 250 karyanya yang beberapa di antaranya masih sering dilantun-dengarkan
hingga kini, di antaranya adalah Indonesia Pusaka, Sabda Alam dan Juwita Malam yang
dipopulerkan oleh Chrisye, Selendang Sutera, dan Sepasang Mata Bola. Tak hanya itu

Rayuan Pulau Kelapa adalah lagu ciptaan karya Ismail Marzuki yang paling populer,
lagu tersebut digunakan sebagai lagu penutup akhir siaran oleh stasiun TVRI pada masa
pemerintahan Orde Baru. Ia sempat mendirikan orkes Empat Sekawan. Selain itu ia dikenal
publik ketika mengisi musik dalam film Terang Bulan.

Dalam hidupnya, Ismail dikenal sangat mencintai Indonesia. Ini terbukti dari beberapa
lagunya seperti Indonesia Pusaka dan Rayuan Pulau Kelapa. Pada saat RRI direbut penjajah pun,
dia memilih mogok kerja dan rela hidup susah bersama istrinya.

Masa kecil
Ismail Marzuki lahir dan besar di Jakarta berasal dari keluarga Betawi asli, lahir di
Kwitang, Senen, Jakarta, 11 Mei 1914. Oleh teman-temannya, dia dipanggil Maing. Ibunya
meninggal saat dia berumur tiga bulan. Dia lalu dirawat oleh kakaknya yang lebih tua 12 tahun
darinya, Anie Hamimah.

Ayah Ismail adalah Marzuki, bekerja sebagai karyawan di perusahaan Ford Reparatieer.
Gajinya yang lumayan membuatnya mampu membeli alat pemutar musik Gramofon dan
beberapa piringan hitam beragam musik: keroncong, pop, gambus, dan lainnya. Fasilitas tersebut
kemudian turut memengaruhi minat dan bakat musik Ismail.

Pada masa sekolah, saat kenaikan kelas, Ismail sering meminta kepada ayahnya untuk
dibelikan alat musik: harmonika, mandolin, dan lainnya. Dia betul-betul memanfaatkan alat
musik itu untuk bermusik dan menciptakan lagu. Pada saat berumur 17 tahun, dia berhasil
menciptakan lagu pertamanya berjudul O…Sarinah.

Karir dan pekerjaan


Setelah lulus sekolah, Ismail bekerja di Socony Servie Station sebagai kasir. Gajinya
yang sebesar 30 golden per bulan ditabungnya untuk membeli biola. Tak lama bekerja menjadi
kasir, dia lalu keluar dan bekerja di perusahaan dagang KK Nies yang menjual alat-alat musik
dan merekam piringan hitam. Dia betah di tempat kerja barunya tersebut karena sejalan dengan
hobi musiknya. Sejak kerja di sini pula, dia rajin membeli piringan hitam musik-musik instrumen
barat: samba, tango, dan lainnya.

Bakatnya di bidang musik semakin terasah, di usia muda Ismail sudah menguasai banyak
alat musik: gitar, piano, accordion, ukulele, rebab, harmonika, biola, dan lainnya Di usia muda.
Saat usianya menginjak 23 tahun Ismail bergabung dengan grup orkes Lief Java pada 1937, sejak
saat itu kemampuan musiknya meningkat pesat. Dia mampu mengaransemen lagu beragam
genre: pop, keroncong, seriosa, dan lainnya. Dia juga punya banyak kesempatan untuk tampil di
radio dan di acara-acara pentas.

Ismail melakukan rekaman pertama melalui perusahaan Polydor dan Odeon. Lagu-lagu
yang direkam di antaranya: O…Sarinah, Ali Baba Rumba, dan Olhe Lheu Dari Kotaradja. Para
penggemar musik, khusunya anak muda, menyambutnya dengan hangat. Ismail juga mengisi
lagu untuk filem Terang Bulan yang dibintangi RD Mochtar. Dia menyanyikan lagu Duduk
Termenung. Kesuksesan film Terang Bulan membuat Ismail dan Lief Java diundang ke
Singapura dan Malaysia untuk pentas karena film Terang Bulan sangat sukses di kedua negara
tersebut. Pada 1940, Ismail menikah dengan Eulis Zuraidah. Keduanya tidak dikaruniai anak,
tapi kemudian memiliki seorang anak angkat bernama Rachmi Aziah.

Akhir hayat
Ismail jatuh sakit pada 1956. Lagu ciptaan terakhirnya dibuat pada masa sakit, berjudul
Inikah Bahagia? Tanggal 25 Mei 1958, di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta, Ismail
meninggal dunia di usia yang masih sangat muda, 44 tahun. Pada tahun 1968 Ismail Marzuki
mendapat anugerah penghormatan dengan dibukanya Taman Ismail Marzuki, sebuah taman dan
pusat kebudayaan di Salemba, Jakarta Pusat. Beberapa barang peninggalannya dipajang di
tempat tersebut: biola, accordion, jam dinding, dan lainnya.

Ismail Marzuki selama ini diyakini sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai pencipta
lagu Halo, Halo Bandung yang terkenal. Lagu tersebut menggambarkan besarnya semangat
rakyat Bandung dalam peristiwa Bandung Lautan Api. Namun sebenarnya siapa pencipta lagu
tersebut yang sebenarnya masih diperdebatkan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Hingga kini
lagu Hal;o-halo Bandung masih menjadi Kontroversi.

Karya Lagu:
Aryati; Gugur Bunga; Melati di Tapal Batas (1947); Wanita; Rayuan Pulau Kelapa;
Sepasang Mata Bola (1946); Bandung Selatan di Waktu Malam (1948); O Sarinah (1931);
Keroncong Serenata; Kasim Baba; Bandaneira; Lenggang Bandung; Sampul Surat; Karangan
Bunga dari Selatan; Selamat Datang Pahlawan Muda (1949); Juwita Malam; Sabda Alam;
Roselani; Rindu Lukisan; Indonesia Pusaka.
Di antara semua lagunya, yang paling terkenal adalah Halo-Halo Bandung dan Rayuan
Pulau Kelapa. Walaupun, lagunya yang berjudul Halo-Halo Bandung masih diperdebatkan oleh
sebagian masyarakat. Ismail Marzuki meninggal di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta pada
25 Mei 1958 pada umur 44 tahun, dan dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Pada tanggal 5
November 2004 dia dinobatkan menjadi salah seorang tokoh pahlawan nasional Indonesia
memalui Keppres No. 89/TK/2004.

Anda mungkin juga menyukai