Oleh:
Prof. Drs. Kusno, DEA, Ph.D
KATA PENGANTAR
Untuk melakukan kegiatan rancang bangun obyek (benda) dengan bantuan
komputer diperlukan tidak hanya kemampuan dan keterampilan bidang membangun
dimensi grafik, tetapi juga dalam hal melakukan analisa, evaluasi, dan pemilihan
formula guna mendapatkan efisiesi dan efektifitas proses realisasi benda. Sehubungan
dengan hal tersebut dan agar materi penyajian dalam buku ini mudah dipahami oleh
peserta didik, serta sesuai dengan tingkat perkembangan mahasiswa (pemula, tingkat
S1 atau S2), maka substansi materi buku ini dibagi ke dalam tiga bagian pokok
bahasan besar berikut.
Pertama, dibahas tentang studi geometri analitik dan sitem penyajian grafik
pada komputer. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kemampuan dan ketrampilan
dalam pengaturan ruang grafik guna penyajian/visualisasi benda (baik bersifat statis
ataupun dinamis). Materi yang didiskusikan antara lain mengenai sistem koordinat,
hitung vektor, formulasi analitik klasik benda-benda standar bidang maupun ruang.
Dilanjutkan pembahasan tentang operasi transformasi titik dan koordinat homogen
yang kemudian kita manfaatkan untuk studi proyeksi dan sitem koordinat observator
dalam penyajian grafik berbantu komputer.
Kedua, dibahas tentang rancang bangun benda dengan kurva dan permukaan
berbantu komputer. Studi ini dimaksudkan untuk mendapatkan kemampuan dan
ketrampilan menyajikan permukaan benda di komputer baik dengan formulasi tunggal
ataupun teknik penggabungan beberapa potongan permukaan (komponen benda).
Materi yang diperkenalkan antara lain mengenai sifat-sifat lokal kurva dan permukaan
natural, beberapa contoh kurva/permukaan di bidang Computer Aided Geometric
Design (rancang bangun geometrik berbantu komputer) dan pemodelan permukaan,
serta beberapa teknik untuk rancang bangun benda.
Ketiga, diperkenalkan beberapa contoh riset pemodelan benda-benda industri.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi praktis dan ketrampilan matematis di
dalam memecahkan permasalahan perancangan benda-benda industri berbantu
komputer. Materi yang didiskusikan antara lain tentang pemodelan permukaan pelat,
benda putar, tabung evolutif, dan desain benda untuk ornamen bangunan.
Buku ini dimaksudkan untuk membantu pengkayaan referensi (materi ajar)
bagi para mahasiswa yang sedang belajar tentang perancangan dan visualisasi benda
berbantu komputer (mahasiswa Jurusan Matematika, Pendidikan Matematika,
Informatika, dan Teknik) serta para praktisi dan peminat rancang bangun benda
menggunakan komputer. Agar mahasiswa mendapatkan gambaran real implementasi
praktis teori yang telah dipelajari, dalam buku ini dilengkapi juga beberapa contoh
gambar benda hasil programasi software Pascal, Maple, dan Mathematica.
i
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung dapat terbitnya buku ini, khususnya kolega saya Saudara Bagus Julianto
yang dengan tekun membantu proses editing sehingga penyajian buku ini menjadi
lebih baik.
ii
DAFTAR ISI
iv
BAGIAN II
RANCANG BANGUN BENDA
DENGAN KURVA DAN PERMUKAAN BERBANTU KOMPUTER
v
BAGIAN III
BEBERAPA CONTOH RISET
PEMODELAN BENDA-BENDA INDUSTRI
vi
BAGIAN I
Y Z
z
y P(x,y) P(x,y,z)
y
O Y
x
O x X X
Z Z
Y
P(x,y) = P(x,y,z
(,) )
P(x,y,z
O ) O
O X Y Y
X
X
(a) (b) (c)
O Y
O X W
U V
X
(a) (b)
m SP y y1 my2 ny1
atau y . (1.3)
n QT y2 y mn
m x x1 mx2 nx1
atau x . (1.4)
n x2 x mn
m SP z z1 mz2 nz1
atau z . (1.5)
n QT z2 z mn
m x x1 mx2 nx1
atau x (1.6)
n x2 x mn
m y y1 my2 ny1
atau y . (1.7)
n y2 y mn
x 2 x1 y 2 y1 z 2 z1
R( , , ). (1.8)
2 2 2
Secara umum, jika perbandingan m:n bernilai sebarang real k -1, maka posisi
R dapat terletak mungkin diantara PQ atau diperpanjangannya dan koordinat R
berbentuk
Bagian I 5
kx2 x1 ky2 y1 kz 2 z1
R( , , ). (1.9)
1 k 1 k 1 k
BAB 2
ALJABAR VEKTOR
a a
a b
b b
(a). Vektor a = b (b). Dua vektor besarnya sama (c). Dua vektor
tetapi arahnya berbeda arahnya sama
tetapi panjang-
nya berbeda
Bagian I 7
a d a
b c b
j j
Oi v1 X Oi x1 a1 x2 X
(a) (b)
Jika dua vektor v dan w diketahui ekivalen, maka bila titik-titik pangkal
kedua vektor tersebut ditempatkan pada titik awal koordinat, didapatkan kedua
ujungnya berimpit. Sebaliknya, jika kedua vektor memiliki komponen-
komponen sama, berarti mempunyai arah dan besar yang sama dan
konsekuensinya keduanya ekivalen. Kesimpulannya, dua vektor v = <v1,v2>
dan w = <w1,w2> adalah ekivalen jika dan hanya jika v1 = w1 dan v2 = w2.
Misalkan vektor a didefinisikan oleh segmen garis berarah AB dengan
koordinat titik A dan B masing-masing diketahui A(x1,y1) dan B(x2,y2) seperti
pada Gambar 2.2b. Komponen-komponen untuk vektor a adalah
a1 = x2 – x1 a2 = y2 – y1.
Sedangkan panjang dari vektor a, dapat ditentukan oleh teorema Phytagoras
sebagai
a = a1 2 a 2 2 .
(v1,v2,v3)
v
k j
i
O Y
X
Gambar 2.3 Penyajian vektor di ruang
Bagian I 9
b
c c2 c b
b 2
a a
a 2
a b
O 1 c1 1 X
(a) (b)
c1 = a1 + b1 ; c2 = a2 + b2.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan vektor ma adalah vektor yang
panjangnya ma dan arahnya jika a 0 dan m > 0, maka vektor ma searah
dengan vektor a. Sebaliknya, jika a 0 dan m < 0, maka arah vektor ma
berlawanan arah dengan vektor a.
Selanjutnya kita daftarkan sifat-sifat dari perkalian titik untuk sebarang vektor-
vektor a, b, c dan skalar k berikut
a–b
b
a
a – b2 = (a - b) . (a - b) (2.9)
= a . (a - b) - b . (a - b)
= a.a - a.b - b.a + b.b
= a2 + b2 - 2 a. b.
Misalkan b suatu vektor tidak nol, maka proyeksi skalar dari vektor a
terhadap b, dinotasikan Pb(a), adalah suatu skalar (Gambar 2.6a)
Pb(a) = (a.b)/b
(2.10)
= (a b cos)/b
1 Beberapa bentuk system koordinat
2
= a cos
dengan adalah sudut yang dibentuk oleh vektor a dan b. Sedangkan proyeksi
vektor dari dari vektor a terhadap b, yaitu Pb(a), adalah vektor Pb(a)ub dengan
ub suatu vektor satuan pada arah vektor b sehingga (Gambar 2.6b)
Dua vektor a dan b dikatakan saling tegak lurus (ortogonal) jika dan hanya jika
a.b = 0.
(2.12)
a a
b b
Pb(a) Pb(a)
b). Nyatakan vektor a = <2,4,5> sebagai jumlah dari vektor b yang sejajar v =
<2,-1,-2> dan vektor c yang tegaklurus v.
c a
b v
Gambar 2.7 Kedudukan vektor a
Penyelesaian:
Dari Gambar 2.7, vektor b merupakan proyeksi vektor a pada v, sehingga
c). Carilah suatu sudut yang dibentuk oleh diagonal kubus terhadap rusuk-
rusuknya.
Z
d
b
a O Y
X
Gambar 2.8 Diagonal kubus
1 Beberapa bentuk system koordinat
4
Penyelesaian:
Jika rusuk-rusuk kubus a = <k,0,0>, b = <0,k,0> dan c = <0,0,k>, maka
diagonalnya adalah d = <k,k,k>, sehingga berlaku
Cos = (a.d)/(ad) = 1/(3).
Jadi 54 44’.o
axb= ab
k
b
i j
a
(a) (b)
a b a b
det ad bc.
c d c d
a1 a2 a3 a1 a2 a3
det b1 b 2 b3 b1 b2 b3
c c c3
1 2 c1 c2 c3
b2 b3 b1 b3 b1 b2
a1 a2 a3 .
c2 c3 c1 c3 c1 c2
i j k
a2 a3 a1 a3 a1 a2
a x b = a1 a2 a3 =
b2 b3 i – b1 b3 j + b1 b2 k. (2.14)
b1 b2 b3
dengan sudut yang dibentuk antara vektor a dan b dan Sin 0 untuk 0
.
Bukti:
a x b2 = a2 b2 - a . b2
= a2 b2 - a2 b2 Cos2
= a2 b2 (1 – Cos2)
= a2 b2 Sin2.
Jadi a x b = a b Sin.
3 1 2 1 2 3
= 4 2 i – 1 2 j + 1 4 k
= 10i – 3j – 11k.
Bagian I 17
b). Tunjukkan bahwa luas dari jajaran genjang dengan sisi a dan b adalah a x
b.
Penyelesaian:
a h
b
Gambar 2.10 Luas jajaran genjang
Luas jajaran genjang (L) adalah ukuran tinggi kali alasnya, yaitu
L = h b
= a Sin b
L = a x b
c). Tentukan luas segitiga yang didefinisikan oleh titik P(2,2,0), Q(-1,0,2) dan
R(0,4,3).
Penyelesaian:
Luas segitiga (L) adalah setengah kali dari luas jajaran genjang yang
ditentukan oleh vektor-vektor PQ = <-3,-2,2> dan PR = <-2,2,3>.
Q R
O Y
P
X
Gambar 2.11 Luas segitiga
1 Beberapa bentuk system koordinat
8
Oleh karena itu dapat ditentukan luas PQR adalah
L = ½ PQ x PR = ½(15) = 7,5.
c b
B a C
Gambar 2.12 Teorema sinus
i j k
a.bxc = (a1i + a2j + a3k) . b1 b2 b3 .
c1 c2 c3
a1 a2 a3
a.bxc = b1 b2 b3 .
c1 c2 c3
(2.17)
c). Tunjukkan bahwa harga mutlak dari a.bxc sama dengan volume paralel
epipedum dengan rusuk-rusuk panjangnya vektor a, b dan c (Gambar 2.13).
Penyelesaian:
h n
a
c
BAB 3
PENYAJIAN GARIS DAN SEGMEN GARIS
DI BIDANG
Studi tentang garis atau segmen garis sangat penting dalam bidang geometri
rancang bangun mengingat dalam setiap pemodelan benda, diperlukan perhitungan
yang melibatkan konsep ukuran panjang dan jarak antar dua titik, kedudukan garis
simetri benda, ataupun gradien dan vektor arah. Oleh karena itu beberapa definisi
analitik garis perlu diperkenalkan guna dapatnya menyajikan bentuk garis tersebut
dalam grafik.
Tujuan studi dalam bab ini adalah untuk mendapatkan beberapa model
persamaan garis dalam bentuk vektor (parametrik), bentuk umum implisit, eksplisit
ataupun sifat-sifat yang terjadi diantara relasi dua garis. Selanjutnya kita pelajari
penyajian bentuk normal persamaan garis dan segmen garis. Terakhir, setelah
mendiskusikan tentang hitung jarak titik terhadap garis, kita bahas persamaan kutub
garis.
Y R(x,y) g
Q(x2,y2)
P(x1,y1)
r
q
p
j
O i X
dengan t suatu skalar real. Bentuk (3.1) ini selanjutnya dapat kita sederhanakan
menjadi
yang disebut sebagai bentuk persamaan parametrik garis g. Oleh karena itu
persamaan parametrik lengkap untuk garis g adalah
dengan - < t < + merupakan variabel parameter dari x dan y, yaitu fungsi-
fungsi skalar untuk vektor i dan j.
Jika dalam persamaan (3.2) harga t disubstitusikan dari satu kepada
yang lain kita dapatkan beberapa model persamaan garis berikut
x x1 y y1
t (3.3)
x2 x1 y 2 y1
atau
( y 2 y1 )
y y1 ( x x1 ) m ( x x1 ) (3.4)
( x2 x1 )
atau
( y2 y1 ) ( x x1 ) ( x2 x1 ) ( y y1 ) 0 (3.5)
Bagian I 23
dengan m suatu gradien (kemiringan) garis g. Dari persamaan (3.5) ini kita
dapatkan persamaan umum garis g dalam bentuk implisit
a ( x x1 ) b ( y y1 ) 0
atau
ax by c 0 (3.6)
dengan koefisien real a = (y2 – y1), b = – (x2 – x1) dan c = – (ax1 + by1). Dalam
hal ini harga a dan b tidak serentak nol. Dalam hal a = 0, didapat garis g sejajar
sumbu OX melalui titik (0, -c/b) dan jika b = 0, garis g sejajar sumbu OY
melalui titik (-c/a,0). Jika b tidak nol, maka dari (3.6) didapat persamaan
eksplisit garis berikut
y = mx + k (3.7)
dengan m = -a/b = (y2 – y1)/(x2 – x1) dan k = -c/b. Bentuk persamaan (3.7) ini
merupakan persamaan garis bergradien (berkemiringan) m dan memotong
sumbu OY di titik (0,k) dengan k suatu bilangan real. Jika k = 0, maka g melalui
titik awal O(0,0).
Secara umum koefisien m pada persamaan (3.7) adalah sama dengan
nilai tangen dari sudut yang dibentuk antara garis g dengan sumbu OX. Harga
negatif terjadi, bila didapatkan seperti pada Gambar 3.2b.
Y
Y g g
Q P
P Q
O X O X
a) b)
Gambar 3.2 Gradien garis
2 Beberapa bentuk system koordinat
4
Misalkan g memotong sumbu-sumbu koordinat di titik A(a,0) dan titik
B(0,b) dengan a,b0, maka garis g dapat didefinisikan melalui titik A dan B
dengan mensubstitusikan koordinat kedua titik ini kedalam bentuk persamaan
(3.3). Dengan demikian didapat persamaan
x y
1. (3.8)
a b
ax1 + by1 + c = 0
ax2 + by2 + c = 0.
Jadi didapat
n . PQ = 0. (3.9)
Jadi setiap vektor n yang berbentuk n = <a,b> selalu tegaklurus terhadap garis
g dari bentuk umum ax + by + c = 0. Vektor normal n ini selanjutnya disebut
normal garis g dan dinotasikan dengan ng (Gambar 3.3).
Bagian I 25
g Y
P(x1,y1) ng = <a,b>
b n
j Q(x2,y2)
O i a X
g1 a1x + b1y + c1 = 0
g2 a2x + b2y + c2 = 0,
Jadi diantara dua garis g1 dan g2 dapat disimpulkan relasi dua garis berikut.
a). Garis g1 sejajar g2 jika kedua normalnya berkelipatan dari yang satu
terhadap yang lain, tetapi kedua persamaan bukan merupakan kelipatan
antar keduanya, yaitu
a1 b1 c1 a a
atau 1 2 atau m1 = m2 (3.10)
a2 b2 c2 b1 b2
c). Garis g1 dan g2 saling berpotongan jika kedua normalnya bukan kelipatan
dari satu terhadap yang lain, yaitu
a1 b a a
1 atau 1 2 atau m1 m2 . (3.12)
a 2 b2 b1 b2
Dalam hal ini koordinat titik potong antara g1 dan g2 dapat ditentukan
melalui bentuk
b1c2 c1b2 c a a c
x dan y 1 2 1 2 ; dengan a1b2 b1a2 0 . (3.13)
a1b2 b1 a2 a1b2 b1 a2
d). Garis g1 dan g2 saling tegaklurus jika perkalian skalar kedua normalnya
adalah nol, yaitu
a1 a2
a1a2 b1b2 0 atau . 1 atau m1 . m2 1 . (3.14)
b1 b2
dengan 1 dan 2 konstanta real. Bentuk persamaan (3.15) adalah linier, jadi
merupakan persamaan garis (berupa garis) dan disebut sebagai persamaan
berkas garis atau kipas garis. Karena setiap pasangan harga 1 dan 2 dalam -
<1,2< + menghasilkan garis, maka garisnya disebut anggota berkas.
Adapun untuk garis-garis g1 dan g2 selanjutnya disebut basis atau anggota dasar
berkas.
Bagian I 27
b). Tentukan persamaan eksplisit garis g melalui titik (2,3) dengan gradien
m = – 3.
Penyelesaian:
m
y 2 y1
Dengan menggunakan persamaan (3.4) dengan , yaitu
x2 x1
y y1 m ( x x1 ) , kita dapatkan persamaan y – 3 = – 3(x – 2) atau y = –
3x + 9. Jadi persamaan eksplisit dari garis g adalah g y = – 3x + 9.
aa1 bb1
Jadi = arc Cos( ).
a 2 b 2 a1 b1
2 2
d). Tentukan persamaan garis lurus melalui titik (3,4) dan sejajar garis 6x – 2y
+ 3 = 0.
Penyelesaian:
Gradien garis 6x – 2y + 3 = 0 adalah m = 3. Oleh sebab itu persamaan garis
melalui titik (3,4) dan sejajar 6x – 2y + 3 = 0 adalah garis melalui titik (3,4)
dengan gradien m = 3, yaitu
(y – 4) = 3(x – 3) atau y = 3x – 5.
melalui titik interseksi dua garis yang diketahui tersebut. Karena garis ini
melalui titik (xo,yo), maka 1(axo + byo + c) + 2(a1xo + b1yo + c1) = 0. Hal
ini berarti untuk sebarang 1 dan 2 tidak serentak nol pada persamaan
tersebut, garis merupakan anggota berkas garis dan melalui titik (xo,yo).
Oleh sebab itu kita dapat memilih harga 1 = (a1xo + b1yo + c1) dan 2 = –
(axo + byo + c) sehingga didapatkan persamaan garis yang diminta dalam
bentuk
(a1xo + b1yo + c1) (ax + by + c) – (axo + byo + c)(a1x + b1y + c1) = 0.
y – 1 = –1/3 (x + 4) atau x + 3y + 1 = 0.
nu = n/n
= ng/n
= Cos i + Sin j
a b
nu = i+ j. (3.16)
a2 b2 a2 b2
3 Beberapa bentuk system koordinat
0
Jika M(x,y) sebarang titik sepanjang garis g, maka persamaan normal garis g
dapat didefinisikan melalui perkalian skalar terhadap nu menurut salah satu
kondisi berikut.
a). Harga nu . PM = 0.
<Cos ,Sin > . <(x – pCos) ,(y – pSin)> = 0.
Jadi Cos (x – pCos) + Sin (y – pSin) = x Cos + y Sin – p = 0.
OP a b
b). Harga OP = p = OM . nu = OM . ( ) = <x,y> . < , >.
OP a2 b2 a2 b2
Jadi p = <x,y> . <Cos ,Sin > = x Cos + y Sin.
g ax + by +
c=0
P n n
g
n u
n M(x,
u
j
y)
O i X
b). Tentukan jarak titik awal O(0,0) terhadap garis hasil (a) tersebut.
Penyelesaian:
c
Dari bentuk (3.17b), jarak O terhadap garis adalah p = 1.
a b2
2
3 Beberapa bentuk system koordinat
2
3.4 Segmen Garis dan Jarak Titik terhadap Garis
Penyajian segmen garis yang dibangun oleh dua titik berbeda A(x1,y1)
dan B(x2,y2) sebagai titik ujung-titik ujung segmen garis, dapat dinyatakan
sebagai tempat kedudukan titik-titik P(x,y) berikut (Gambar 3.6)
(1 t ) A(x1 , y1 ) t B( x2 , y2 ) P( x, y) . (3.18)
O X
Gambar 3.6 Penyajian segmen garis
d AB ( x2 x1 ) 2 ( y 2 y1 ) 2 . (3.20)
C
D
B
C’
A
D’
P(D, AB ) = D’ P(C, AB ) = C’
d(D, AB ) = d(D,A) d(C, AB ) = d(C,C’)
b). Melalui titik P(xo,yo) dan nornal nu dapat dibangun garis g1//g dalam bentuk:
3 Beberapa bentuk system koordinat
4
g1 xo Cos + yo Sin = p d.
Oleh sebab itu jarak titik P terhadap garis g adalah jarak antara garis g1
terhadap g, yaitu:
a x0 b y 0 c
d = xo Cos + yo Sin - p = .
a2 b2
Jadi didapat
a x0 b y 0 c
d = . (3.21)
a2 b2
Y
d
n
n p u
u
j
O i X
2 (1) 3 (4) 8 2
d2 = = .
2 3
2 2
13
Bagian I 35
b). Tentukan persamaan garis bagi sudut yang dibangun oleh garis g1 4x – 3y
+ 12 = 0 dan g2 3x – 4y + 8 = 0 pada daerah yang memuat titik awal.
Penyelesaian:
Pada daerah yang memuat titik awal, arah normal garis saling searah. Hal
ini ditunjukkan dari hitung jarak d1 dan d2 bahwa masing-masing bilangan
didalam harga mutlak adalah positip, yaitu
4 (0) 3 (0) 12 3 (0) 4 3 (0) 8
d2 = dan d2 = .
4 (3)
2 2
32 (4) 2
Oleh sebab itu dengan memenuhi kondisi jarak titik P(x,y) anggota garis
yang dicari adalah sama terhadap g1 dan g2, maka persamaan garis yang
dicari adalah
4 x 3 y 12 3x 4 y 8
atau x + y + 4 = 0.
5 5
A(2,
g /3)
Sumbu
O /3
O Sumbu
o Kutub Kutub
B(-1,
/3)
(a) (b)
d
= Cos ( ) . (3.22)
o
P(,
) 0 = 0 =
g
0 /2
f g g
– d
d
O 0 O d O
= d/[Cos(
0 - = d/[Cos =
o)] ] d/[Sin ]
BAB 4
BENDA KUADRATIS BIDANG
Parabola
Lingkaran Hiperbola
Elips
4.1 Lingkaran
Definisi 4.1: Lingkaran adalah himpunan titik-titik di bidang yang jaraknya
terhadap titik tertentu tetap. Titik tetap ini selanjutnya disebut
pusat lingkaran.
3 Beberapa bentuk system koordinat
8
Dari definisi tersebut, jika P(x,y) sebarang titik pada lingkaran berpusat di
O(0,0), maka bentuk persamaan lingkaran yang didapat adalah (Gambar 4.2a)
OP r
x 2 y 2 r atau x 2 y 2 r 2 (4.1)
x2 + y2 + Ax + By + C = 0 (4.4)
dengan
A = – 2a (4.4a)
B = – 2b (4.4b)
C = (a2 + b2 – r2). (4.4c)
Y
Y
r r
O X (a,b
)
X
(a) (b)
1 2 1 2
r A B C . (4.5)
4 4
Hasil ini adalah identik dengan bentuk kesamaan (4.4a,b,c) untuk lingkaran
yang berpusat di titik (a,b) dan berjari-jari r.
Dari persamaan (4.5) dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
a). jika (¼ A2 + ¼ B2 – C) > 0, maka lingkaran yang didapat adalah nyata;
b). jika (¼ A2 + ¼ B2 – C) = 0, didapatkan sebuah titik;
c). jika (¼ A2 + ¼ B2 – C) < 0, kita dapatkan lingkaran imajiner.
x() = r Cos
y() = r Sin (4.6a)
r2 = 2 + r2 – 2 r Cos( – o)
4 Beberapa bentuk system koordinat
0
atau
= 2 r Cos( – o).
L(,)
P(r,o)
r r
o Sumbu kutub
O r
Sumbu kutub O O
Sumbu kutub
D = k2 – r2(1 + m2) = 0
Bagian I 41
atau
k r 1 m2 .
y mx r 1 m2 . (4.8)
Prosedur hitung ini dapat dilakukan untuk kasus umum perpotongan antara
lingkaran berbentuk
(x – a)2 + (y – b)2 = r2
dan garis
y = mx + k.
atau
y2 y1 x2 x1
. (4.10)
x2 x1 y2 y1
4 Beberapa bentuk system koordinat
2
3. Jika titik P dan Q berimpit di R, maka xR = x1 = x2 dan yR = y1 = y2. Jadi dari
persamaan (4.9) dan (4.10) didapatkan persamaan garis singgung di R(xR,yR)
sebagai berikut
(x2 + 4x + 4) + (y2 – 6y + 9) = 12 + 4 + 9
atau
(x + 2)2 + (y – 3)2 = 25.
Jadi persamaan dimaksud adalah lingkaran berpusat di (-2,3) berjari-jari 5.
b). Carilah persamaan lingkaran melalui titik P(1,0), Q(0,1) dan R(2,2).
Penyelesaian:
Misalkan persamaan lingkaran berbentuk formulasi (4.4), maka lingkaran
melalui ketiga titik tersebut memenuhi
Titik (x,y) x2 + y2 + Ax + By + C = 0
P(1,0) 1 +A +C =0
Q(0,1) 1 + B+C =0
R(2,2) 4 + 4 + 2A + 2B + C = 0.
Melalui substitusi (eliminasi) tiga persamaan terakhir, maka dapat
ditentukan nilai-nilai koefisien A, B dan C dari persamaan (4.4), yaitu
A = B = –7/3
dan
C = 4/3.
Bagian I 43
x2 y2 x y 1
x1 y1
2 2
x1 y1 1
0.
x2 y 2
2 2
x2 y2 1
x3 y 3
2 2
x3 y3 1
4.2 Elips
Untuk membangun suatu elips melalui formulasi aljabar, dapat kita
gunakan definisi-definisi elips berikut ini.
Definisi 4.2: Elips adalah himpunan titik-titik yang jumlah jaraknya terhadap
dua titik tertentu (fokus elips) besarnya tetap.
Misalkan elips dengan fokus F1(-c,0) dan F2(c,0) dan jumlah jaraknya untuk
sebarang titik P(x,y) di elips adalah PF1 PF2 2a , maka (Gambar 4.4)
( x c)2 y 2 ( x c)2 y 2 2a
4 Beberapa bentuk system koordinat
4
( x c ) 2 y 2 2a ( x c ) 2 y 2
( x c ) 2 y 2 4a 2 4a ( x c) 2 y 2 ( x c) 2 y 2
x 2 2 cx c 2 4a 2 4a ( x c) 2 y 2 x 2 2 cx c 2
c
a 2 cx a ( x c) 2 y 2 atau a x ( x c) 2 y 2 .
a
x2 y2
1. (4.13)
a2 a2 c2
Y
P(x,y)
b a
c
F1(-c,0) O F2(-c,0) a X
Dalam F1PF2 berlaku hubungan F1 P PF2 F1 F2 sehingga 2a > 2c atau a >
c. Dengan demikian pada persamaan (4.13) disimpulkan bahwa penyebut (a2 –
c2) > 0 mempunyai harga akar berikut
Oleh sebab itu persamaan elips (4.13) dapat dinyatakan secara umum
x2 y2
1. (4.15)
a 2 b2
Bagian I 45
a2 x2
y 2 (a 2 c 2 ) . (4.16)
a2
c c
PF1 a x dan PF2 a x. (4.17)
a a
x' = x – p dan y’ = y – q
dengan sumbu-sumbu koordinat barunya adalah O’X’ dan O’Y’. Adapun untuk
persamaan elips dalam sumbu-sumbu baru ini, dinyatakan oleh bentuk
4 Beberapa bentuk system koordinat
6
x'2 y '2 x'2 y '2
2
2 1 atau 2 2 1 (4.18)
a b b a
X’
O’(p,q)
O X
Jika titik P(xp,yp) di elips, maka jarak P ke F1(-c,0) dan F2(c,0) adalah (Gambar
4.6)
PF1 x p c y p
2
2 2
PF2 x p c y p
2
2 2
sehingga
1 2
PF 2 PF 2 PF PF PF PF 4cx .
1 2 1 2 p
Padahal harga
PF1 PF2 2a (4.19a)
maka dari itu
Bagian I 47
PF PF 2xa c .
1 2
p
(4.19b)
c a2
PF2 x p . (4.20)
a c
Oleh karena 0 < c < a , jadi berlaku hubungan
PF1 PF2 c
2
2
e konstan 1 (4.21)
a a a
( xP ) ( xP )
c c
atau
PF1 PF2
e 1
PQ PR
dengan e disebut bilangan eksentrisitas elips harganya lebih kecil dari satu. Hal
ini berarti elips adalah himpunan titik-titik yang perbandingan jaraknya
terhadap fokus dan direktrik adalah konstan.
4 Beberapa bentuk system koordinat
8
2
Y xh = a2/c = a/e
xg = - a /c = - a/e a/e
ae
g a h
x = a cos
y = b sin (4.22)
atau
ed
1 e Cos o (4.23)
D
P(,
)
F= o
O
d
x2 y2
1 (4.24)
a 2 b2
Jika gradien garis m diketahui, maka konstanta k garis singgung dapat dicari
melalui kondisi diskriminan
D = m2a2 + b2 – k2 = 0
atau
k m2 a 2 b 2 .
5 Beberapa bentuk system koordinat
0
y mx m2 a 2 b 2 . (4.26)
b2 = a2 – c2 atau b = 63.
x2 y2
Jadi persamaan elips yang dicari adalah 1.
144 63
atau
Bagian I 51
( x 2) 2 ( y 1) 2
1.
4 9
Jadi elips tersebut berpusat di (-2,1). Jika relasi koordinat baru dengan
koordinat lama diformulasikan
x' = x + 2 ; y’ = y – 1
x'2 y '2
1.
4 9
Jadi fokusnya berada pada titik (0,5) di sumbu baru Y’ atau di titik (-2,
15) menurut koordinat lama XOY.
c). Tentukan persamaan garis singgung pada elips 4x2 + 6y2 = 36 dan sejajar
terhadap garis 12x – 3y + 8 = 0.
Penyelesaian:
Bentuk persamaan garis 12x – 3y + 8 = 0 identik dengan y = 4x – 8. Jadi
gradien garis singgung dimaksud adalah m = 4. Sedang persamaan umum
elips didapatkan
5 Beberapa bentuk system koordinat
2
x2 y2
1.
9 6
Jadi menurut bentuk (4.26), persamaan garis singgung elips yang dimaksud
adalah
y mx m2 a 2 b 2 4 x 150 .
4.3 Hiperbola
Definisi 4.4: Hiperbola adalah himpunan titik-titik yang selisih jaraknya
terhadap dua titik tertentu (fokus hiperbola) besarnya tetap.
( x c)2 y 2 ( x c)2 y 2 2a
atau
x2 y2
1.
a2 a2 c2
y = - (b/a) x Y y = (b/a) x
a P(x,y)
b c
F1 F2 X
Dalam F1PF2 berlaku hubungan F1P PF2 F1F2 sehingga 2a < 2c atau a
< c. Dengan demikian pada persamaan (4.28) disimpulkan bahwa penyebut (a2
– c2) < 0 mempunyai harga akar berikut
a2 – c2 = –b2 . (4.29)
x2 y 2
1. (4.30)
a 2 b2
Persamaan (4.30) adalah hiperbola berpusat di O(0,0) dan tidak ada bagian
hiperbola yang terletak diantara x = – a dan x = a.
Dari sifat-sifat geometrik definisi 1, memberikan bentuk aljabar
persamaan (4.30). Sebaliknya, misalkan sebarang titik P(x,y) memenuhi bentuk
(4.30), maka panjang PF1 dan PF2 diketahui
c
PF1 ( x c) 2 y 2 a x (4.31a)
a
c
PF2 ( x c) 2 y 2 a x (4.31b)
a
dengan x terletak didaerah x < -a atau x > a. Harga mutlak dari persamaaa
(4.31) adalah
a). untuk x > a berlaku
c
PF1 a x (4.32a)
a
c
PF2 a x.
a
b) untuk x < – a berlaku
c
PF1 ( a x) (4.32b)
a
5 Beberapa bentuk system koordinat
4
c
PF2 a x.
a
Jadi dari (4.32) dapat disimpulakan bahwa jika P di daerah x > a berlaku
PF1 PF2 2a dan jika P di daerah x < – a berlaku PF2 PF1 2a . Hal ini
berarti memenuhi sifat-sifat geometrik definisi 1. Kesimpulannya, sifat-sifat
aljabar dan geometrik dari hiperbola tersebut adalah ekivalen.
Jika titik pusat simetri hiperbola tidak di O(0,0), tetapi misalnya di
O’(p,q), maka koordinat baru untuk hiperbola dinyatakan sebagai
x' = x – p dan y’ = y – q
dengan sumbu-sumbu koordinat barunya adalah O’X’ dan O’Y’. Adapun untuk
persamaan hiperbola dalam sumbu-sumbu baru ini, dinyatakan oleh bentuk
x'2 y '2
2 1
a2 b
atau
x '2 y '2
1. (4.33)
b2 a2
PF1 x p c y p
2
2 2
PF2 x p c y p
2
2 2
sehingga
Bagian I 55
2 1 2
PF 2 PF 2 PF PF PF PF 4cx .
1 1 2 p
Padahal diketahui harga
PF1 PF2 2a (4.33a)
maka dari itu
PF PF 2xa c.
1 2
p
(4.33b)
c a2
PF1 x p
a c
c a2
PF2 x p . (4.34)
a c
Oleh karena F1F2 2c dan PF1 PF2 2a sehingga F1F2 PF1 PF2 , maka
berlaku hubungan
PF1 PF2 c
e konstan 1 (4.35)
a
2
a 2
a
( xP ) xP
c
c
atau
PF1 PF2
e 1.
PQ PR
P(xp,yp)
Q R
F1 F2
X
g h
= e [d – Cos( – o)]
atau
ed
(4.37)
1 e Cos ( o )
x2 y 2
1 (4.38)
a 2 b2
Bagian I 57
Jika gradien garis m diketahui, maka konstanta k garis singgung dapat dicari
melalui kondisi diskriminan
y mx m2 a 2 b 2 . (4.40)
xR x y R y
2 1. (4.41)
a2 b
dengan kondisi
5 Beberapa bentuk system koordinat
8
(b2 – a2m2) = 0
atau
m = b/a.
Oleh sebab itu karena garis asimtotnya y = 3/4x, maka b/a = 3/4. Karena
dalam hiperbola berlaku b2 = c2 – a2 > 0, maka
x2 – 4y2 + 2x + 8y – 7 = 0
(x2 + 2x + 1) – 4(y2 – 2y +1) = 7 + 1 – 4
atau
( x 1) 2
( y 1) 2 1 .
4
x' = x + 1 dan y’ = y – 1
x '2 y '2
sehingga 1
4 1
4.4 Parabola
Definisi 4.6: Parabola adalah himpunan titik-titik di bidang yang berjarak
sama dari titik tetap (fokus parabola) dan garis tertentu
(direktrik).
PF PQ (4.42)
PF x 2 ( y p) 2
dan
PQ ( y p) 2 (4.43)
x2 = 4py. (4.44)
Y
F(0,p)
P(x,y)
X
Direktrik : y = - Q(x,-p)
p
Gambar 4.10 Parabola
6 Beberapa bentuk system koordinat
0
PF x 2 ( y p) 2 4 py ( y 2 2 yp p 2 ) ( y p) 2 PQ .
PF
e 1 (4.45)
PQ
Direktrik: x =
-p
F(0,p)
P(x,y) X
(c). Parabola: y2 = 4 px
x' = x – r dan y’ = y – s
dengan sumbu-sumbu koordinat barunya adalah O’X’ dan O’Y’. Adapun untuk
persamaan parabola (4.44) dalam sumbu-sumbu baru ini, dinyatakan oleh
bentuk
(x’)2 = 4py’
atau
(x – r)2 = 4p(y – s). (4.46)
x = tan2
y = 2 p tan (4.47)
6 Beberapa bentuk system koordinat
2
dengan suatu variabel parameter dan 0 /2. Sedangkan penyajian
parabola dalam koordinat polar seperti diberikan oleh bentuk elips dan
hiperbola, yaitu
= e [d – Cos( – o)]
atau
ed
(4.48)
1 e Cos ( o )
( x 6)2 ( y 2)2 x 5
atau
(x – 6)2 + (y – 2)2 = (x – 5)2
y2 – 4y – 2x + 15 = 0.
y + 4 = (x + 2)2.
Dari bentuk (1.20), yaitu (x – r)2 = 4p(y – s), dapat disimpulkan bahwa
Bagian I 63
r = – 2, s = – 4 dan p = 1/4.
X
O
T(-2,-4)
x = -2
BAB 5
PENYAJIAN BIDANG DAN GARIS
DI RUANG
A
Cos = (u.i)/(u i) = (5.1)
A B2 C 2
2
Bagian I 65
B
Cos = (u.j)/(u j) =
A B2 C 2
2
C
Cos = (u.k)/(u k) =
A2 B 2 C 2
k u
Y
i O j
PQ ( x2 x1 ), ( y 2 y1 ), ( z 2 z1 )
(5.2)
x PQ , y PQ , z PQ
PR ( x3 x1 ), ( y3 y1 ), ( z 3 z1 )
x PR , y PR , z PR .
6 Beberapa bentuk system koordinat
6
Z
R
P S(x,y,z)
Q
k
Y
i O j
X
PS = 1 PQ + 2 PR
dengan 1 dan 2 merupakan skalar real. Bentuk (5.3a,b,c) ini disebut sebagai
persamaan parametrik bidang dan dapat dinyakan sebagai
Dari persamaan (5.3a,b) dapat ditentukan kedua harga 1 dan 2. Jika harga-
harga ini kemudian disubstitusikan ke (5.3c), maka diperoleh bentuk berikut
y PQ z PQ z PQ x PQ x PQ y PQ
( x x1 ) ( y y1 ) ( z z1 ) 0
y PR z PR z PR x PR x PR y PR
atau
A (x – x1) + B (y – y1) + C (z - z1) = 0.
Ax+By+Cz+D=0 (5.4)
y PQ z PQ z PQ x PQ
dengan A B
y PR z PR , z PR x PR ,
x PQ y PQ
C
x PR y PR , D = -(A x1 + B y1 + C z1).
A x1 + B y1 + C z1 + D = 0
dan
6 Beberapa bentuk system koordinat
8
A x2 + B y2 + C z2 + D = 0.
Jadi didapat
Oleh sebab itu persamaan A (x2 – x1) + B (y2 – y1) + C (z2 – z1) + D = 0 adalah
bentuk perkalian skalar dari
n . PQ = 0, (5.6)
i j k
n = PQ PR x PQ y PQ z PQ
x PR y PR z PR
=Ai+Bj+Ck
= <A,B,C>.
n . PS = 0
<A,B,C> . <(x – x1),(y – y1),(z – z1)> = 0
atau
A (x – x1) + B (y – y1) + C (z - z1) = 0. (5.7)
A B C
= i + j + k (5.8)
A B C
2 2 2
A B C
2 2 2
A B C
2 2 2
Ax + By + Cz + D
=0 n n
Z u
P
M(x,y
k ,z)
Y
i O j
X
Gambar 5.4 Persamaan normal bidang
Jika M(x,y,z) sebarang titik pada bidang , maka persamaan normal bidang
dapat didefinisikan melalui perkalian skalar terhadap nu menurut salah satu
kondisi berikut:
a). Harga nu . PM = 0
< Cos , Cos , Cos >. <(x – p Cos ), (y - p Cos ), (z – p Cos )> = 0.
Jadi
Cos (x – p Cos ) + Cos (y - p Cos ) + Cos (z – p Cos ) = 0
x Cos + y Cos + z Cos - p = 0.
OP
b). Harga OP = p = OM . nu = OM . ( )
OP
= <x,y,z> .
A B C
< , , >.
A2 B 2 C 2 A2 B 2 C 2 A2 B 2 C 2
7 Beberapa bentuk system koordinat
2
Jadi p = <x,y,z> . < Cos , Cos , Cos >
= x Cos + y Cos + z Cos .
atau
A B C
x + y + z – p = 0.
A B C
2 2 2
A B C
2 2 2
A B C
2 2 2
Ax+By+Cz+D=0
1 A1 x + B1 y + C1 z + D1 = 0
2 A2 x + B2 y + C2 z + D2 = 0.
Penyelesaian:
Normal bidang 1 dan 2 masing-masing adalah n1=<A1,B1,C1> dan
n2=<A2,B2,C2>. Oleh sebab itu sudut antara bidang 1 dan 2 dapat
ditentukan melalui
Jika = 0o atau = 180o, kedua bidang sejajar atau berimpit. Dalam hal ini
1//2 jika komponen dari n1 dan n2 saling proporsional, yaitu
A1 B C D
1 1 1.
A2 B2 C 2 D2
A1 B1 C1 D1
Di lain pihak, kedua bidang identik (berimpit), jika A B C D .
2 2 2 2
Jika harga = 90 , maka kedua bidang saling tegaklurus, yaitu jika n1. n2 =
o
0.
Penyelesaian:
Hubungan koefisien bentuk umum dan normal bidang telah dinyatakan
dalam persamaan (5.9a) dan A 2 B 2 C 2 6 , maka persamaan
normalnya adalah
1
1/3 x + 2/3 y – 2/3 z + 1 3 = 0.
g r = p + (q – p) (5.10)
atau
<x,y,z> = <x1, y1,z1> + <(x2 – x1), (y2 – y1),(z2 – z1)>
Z
R(x,y, g
Q(x2,y2,z z)
P(x1,y1,z 2)
1)
q r
p k
Y
Oj
i
X
dan disebut sebagai persamaan parametrik garis g dengan - < < + suatu
variabel parameter x, y dan z, yaitu fungsi-fungsi skalar untuk vektor basis i ,
j dan k.
Jika dalam persamaan (5.11) harga disubstitusikan dari satu kepada
yang lain, maka kita dapatkan model lain persamaan garis g berikut
Bagian I 75
x x1 y y1 z z1
(5.12a)
x2 x1 y 2 y1 z 2 z1
atau
x x1 y y1 z z1
(5.12b)
a b c
dengan penyebut-penyebut tidak sama dengan nol. Adapun vektor ng dalam
bentuk
disebut vektor arah atau koefisien arah garis g. Dengan demikian jika
x x1 y y1 z z1
. (5.13)
Cos Cos Cos
Bentuk (5.12) dan (5.13) disebut persamaan garis melalui titik (x1,y1,z1),
dengan vektor arah garis ng = <a,b,c> atau ng = <Cos , Cos , Cos >.
Berikut beberapa sifat garis lurus g dengan vektor arahnya ng =
<a,b,c>:
a). bila a = 0 dan b,c 0, maka vektor ng = <0,b,c> sejajar dengan bidang YOZ.
Dengan demikian garis g juga sejajar atau berimpit dengan bidang YOZ.
b). bila b = 0 dan a,c 0, maka garis g sejajar atau berimpit dengan bidang
XOZ.
c). bila c = 0 dan a,b 0, maka garis g sejajar atau berimpit dengan bidang
XOY.
d). bila a,b = 0, maka garis g sejajar atau berimpit dengan sumbu Z, bila a,c =
0, maka garis g sejajar atau berimpit dengan sumbu Y dan bila b,c = 0,
maka garis g sejajar atau berimpit dengan sumbu X.
7 Beberapa bentuk system koordinat
6
Suatu garis g dapat dipandang sebagai perpotongan dua bidang
1 A1 x + B1 y + C1 z + D1 = 0
2 A2 x + B2 y + C2 z + D2 = 0.
Misalkan ditetapkan satu titik P(x1,y1,z1) pada garis dan S(x,y,z) sebarang titik
di garis. Maka persamaan garis dimaksud adalah
x x1 y y1 z z1
a b c
dengan vektor arah garis ng = <a,b,c> = n1 n2 , yaitu
i j k
ng = A1 B1 C1
A2 B2 C2
B1 C1 A1 C1 A1 B1
= B2 C2 i - A C2 j+ A2 B2 k. (5.14)
2
A B C
. (5.17)
a b c
Dengan demikian jika garis g dinyatakan oleh perpotongan dua bidang
1 A1 x + B1 y + C1 z + D1 = 0
2 A2 x + B2 y + C2 z + D2 = 0
B1 C1 A1 C1 A1 B1
a= b=- c= ,
B2 C2 A2 C2 A2 B2
maka garis g akan tegaklurus atau sejajar garis lain h dengan vektor arah nh =
<a1,b1,c1>, bila masing-masing bentuk (5.15) atau (5.17) dipenuhi.
Andaikan diketahui dua garis dalam bentuk umum
x x1 y y1 z z1
g1 (5.18)
a1 b1 c1
dan
x x2 y y2 z z2
g2 .
a2 b2 c2
a1 b c
1 1 (5.19)
a 2 b2 c2
dan keduanya adalah berimpit, jika selain kondisi (5.19) dipenuhi, maka
seharusnya dipenuhi juga sebarang titik di garis g1 akan terletak di g2 atau
sebaliknya, yaitu
7 Beberapa bentuk system koordinat
8
x1 x2 y y z z
1 2 1 2.
a2 b2 c2
Di lain pihak, kedua garis akan berpotongan, jika kondisi (5.19) tidak dipenuhi
tetapi harga determinan dari empat titik berbeda, masing-masing dua titik pada
garis yang berbeda, adalah nol. Adapun kedua garis adalah bersilangan, jika
selain tidak dipenuhinya kondisi (5.19), juga tidak dipenuhi harga determinan
dari keempat titik tersebut nol. Dengan kata lain, kedua garis terjadi:
a). kesejajaran, jika <a1,b1,c1> = <a2,b2,c2> dengan bilangan real, titik
(x1,y1,z1) dan (x2,y2,z2) terletak di dua garis berbeda.
b). berimpit, jika <a1,b1,c1> = <a2,b2,c2> sedangkan (x1,y1,z1) dan (x2,y2,z2)
keduanya terletak di g1 atau g2.
c). perpotongan, jika <a1,b1,c1> <a2,b2,c2>, tetapi g1 dan g2 sebidang.
d). bersilangan, jika <a1,b1,c1> <a2,b2,c2> dengan g1 dan g2 tidak sebidang.
1 A1 x + B1 y + C1 z + D1 = 0
2 A2 x + B2 y + C2 z + D2 = 0
dengan 1 dan 2 konstanta real. Bentuk (5.20) ini adalah linier (berupa
persamaan bidang) disebut sebagai berkas bidang, yaitu himpunan bidang-
bidang yang melalui garis potong bidang 1 dan 2. Jika kedua bidang ini
sejajar, maka persamaan berkas bidang menjadi
A1 x + B1 y + C1 z = (5.21)
Bagian I 79
1 A1 x + B1 y + C1 z + D1 = 0
2 A2 x + B2 y + C2 z + D2 = 0
3 A3 x + B3 y + C3 z + D3 = 0
berpotongan tidak membentuk berkas bidang, dalam bentuk
1 1 + 2 2 + 3 3 = 0 (5.22)
PQ ( x2 x1 ) 2 ( y 2 y1 ) 2 ( z 2 z1 ) 2 (5.23)
atau
8 Beberapa bentuk system koordinat
0
A B C
x + y + z – p = 0.
A B C
2 2 2
A B C
2 2 2
A B C
2 2 2
1
P(xo,yo
n ,zo)
Z u d n
n p
k
Y
i Oj .
b). Melalui titik P(xo,yo,zo) dapat dibangun bidang 1// dalam bentuk:
Oleh sebab itu jarak dari titik P ke bidang adalah jarak antara 1 dan ,
yaitu
Jadi didapat
A x0 B y 0 C z 0 D
d= (5.24)
A2 B 2 C 2
a). Bangunlah bidang melalui P dan tegaklurus terhadap g. Jadi jika Q(x,y,z)
sebarang titik di bidang , maka persamaan bidang yang dimaksud adalah
PQ . <a,b,c> = 0
< (x – xo),(y – yo),(z – zo)> . <a,b,c> = 0
atau
ax + by + cz - (axo + byo + czo) = 0. (5.26)
b). Tentukan titik potong T antara bidang dan garis g dengan cara substitusi
persamaan (5.25) ke (5.26) untuk menentukan nilai , kemudian mencari
koordinat T.
c). Jarak d dari P ke garis g adalah panjang PT.
Q d T
P(xo,yo,zo)
( x x1 ) ( y y1 ) ( z z1 )
g1
a b c
( x x2 ) ( y y 2 ) ( z z 2 )
g2
d e f
dengan vektor-vektor <a,b,c> dan <d,e,f> merupakan vektor arah masing-
masing garis. Jika kedua garis terjadi besilangan, maka jarak antara keduanya d
dapat ditentukan melalui prosedur berikut (Gambar 5.8).
8 Beberapa bentuk system koordinat
2
P(xo,yo,zo) g1
d
g1’
Q g2
a). Melalui titik Q(x1,y1,z1) di g2 tarik garis g1’//g1. Dengan demikian dari g2
dan g1’ dapat dibangun bidang //g1. Bila R(x,y,z) sebarang titik di , maka
persamaan bidang dapat ditentukan oleh hubungan :
QR .[<a,b,c> <d,e,f> ] = 0
atau
< (x – x1),(y – y1),(z – z1)>. [<a,b,c> <d,e,f>] = 0 (5.27)
x x1 y y1 z z1
x 2 x1 y 2 y1 z 2 z1 = 0.
x3 x1 y3 y1 z 3 z1
x x0 y y0 z z0
g
A B C .
d). Garis g1 ditentukan oleh dua titik A(1,2,3) dan B(7,7,1). Sedangkan garis g2
pada bidang XOY dengan persamaan y = 6x. Hitunglah jarak g1 terhadap g2,
kemudian tentukan titik potong antara g1 dengan bidang yang dibentuk oleh
g2 dan sumbu Z.
Penyelesaian:
Dengan menggunakan persamaan (5.12a), persamaan garis g1 didapat:
8 Beberapa bentuk system koordinat
4
x 1 y 2 z 3
g1
6 5 2 = (5.28)
dengan koefisien arahnya n1 = <6,5,-2>. Andaikan garis g1’ adalah garis
melalui titik awal O(0,0,0) di g2 dan g1’// g1, maka g1’ berbentuk
x0 y 0 z 0
g1 '
6 5 2 .
Adapun titik potong antara garis g1 dengan bidang 1 yang dibentuk oleh
sumbu Z dan garis g2, yaitu
x = (6) + 1 = 0,23
y = (5) + 2 = 1,35
z = (-2) + 3 = 3,26.
Bagian I 85
e). Tentukan persamaan garis yang ditentukan oleh garis potong bidang
1 3x + 7y + 8z + 3 = 0 (5.29)
2 2x + 3y + 7z -10 = 0.
Penyelesaian:
Vektor arah garis g hasil perpotongan antara 1 dan 2 adalah (Gambar 5.9)
ng = <3,7,8> <2,3,7>
= <25,-5,-5>
Tetapkan titik P pada garis g dengan mengambil harga z di z = 0, maka dari
(5.29) diperoleh harga x dan y dari persamaan-persamaan berikut
3x + 7y + 3 = 0
2x + 3y -10 = 0.
Karena itu harga x = 15,8 , sedangkan y = -7,2. Jadi koordinat titik P
didapat
x = 15,8
y = -7,2
z = 0.
g
P 1 3x + 7 y + 8z + 3 = 0
2 2x + 3y + 7z -10 = 0
1 2x + 2y + 3z + 5 = 0
2 x + 2y + z + 1 = 0
3 4x + y + z + 2 = 0.
Penyelesaian:
Normal dari masing-masing bidang tersebut adalah
n1 = <2,2,3>
n2 = <1,2,1>
n3 = <4,1,1>.
Ketiga bidang membentuk jaringan bidang bila ketiganya berpotongan pada
satu titik, yaitu apabila ketiga vektor tersebut tidak ada yang berkelipatan
satu sama lain (independen). Dengan demikian harus ditunjukkan
determinan dari ketiga vektor tersebut tidak sama nol berikut
2 2 3
1 2 1 14 0 .
4 1 1
Kesimpulannya, ketiga bidang membentuk jaringan bidang.
Bagian I 87
BAB 6
BENDA KUADRATIS RUANG
6.1 BOLA
Definisi 6.1 : Permukaan bola adalah himpunan titik-titik di ruang yang
jaraknya terhadap titik tertentu (pusat bola) adalah konstan.
Dari definisi tersebut, jika P(x,y,z) sebarang titik pada bola yang
berpusat di O(0,0,0), maka bentuk persamaan bola adalah (Gambar 6.1a)
OP r
x2 y2 z 2 r
atau
x2 + y2 + z2 = r2 (6.1)
dengan r disebut jari-jari bola berharga real (konstan). Sedangkan jika pusatnya
di P(a,b,c), maka persamaan bola yang diperoleh berbentuk (Gambar 6.1b)
PQ r
(x – a)2 + (y – b)2 + (z – c)2 = r2 (6.2)
(a) (b)
Gambar 6.1 Bola.
x2 + y2 + z2 + Ax + By + Cz + D = 0 (6.3)
dengan
A = – 2a (6.3a)
B = – 2b (6.3b)
C = – 2c (6.3c)
D = a2 + b2 + c2 – r2. (6.3d)
Untuk sebaliknya, jika diketahui persamaan lingkaran dalam bentuk
umum
x2 + y2 + z2 + Ax + By + Cz + D = 0,
maka
(x2 + Ax + ¼ A2) +
(y2 + By + ¼ B2) +
(z2 + Cz + ¼C2) = (¼ A2 + ¼ B2 + ¼ C2 - D)
atau
(x + ½ A)2 + (y + ½ B)2 + (z + ½ C)2 = (¼ A2 + ¼ B2 + ¼ C2 - D).
Jadi pusat lingkaran tersebut adalah (-½ A, - ½ B, - ½ C) dengan jari-jari
r2 = (¼ A2 + ¼ B2 + ¼ C2 - D)
Bagian I 89
atau
1 2 1 2 1 2
r A B C D . (6.4)
4 4 4
P
O r Y
K
S(x,y,z) T
X
x1x + y1y + z1z + ½ A(x + x1) + ½ B(y + y1) + ½ C(z + z1) + D = 0 (6.7a)
Karena bidang ini harus melalui K(xo,yo,zo), maka persamaan ini memenuhi
Singkatnya, jika titik S(x,y,z) adalah titik di bidang singgung, maka persamaan
bidang singgung yang melalui titik S, K dan P dinyatakan oleh hubungan
(Gambar 6.2)
TS . PT 0 dan TK . PT 0
atau
<(x-x1),(y-y1),(z-z1)> . <(x1+½A),(y1+½B),(z1+½C)> = 0
<(xo-x1),(yo-y1),(zo-z1)> . <(x1+½A),(y1+½B),(z1+½C)> = 0.
Bagian I 91
Dari bentuk (6.7b) dapat disimpulkan bahwa titik singgung di T(x1,y1,z1) harus
memehuhi bentuk
xox + yoy + zoz + ½ A(x + xo) + ½B(y + yo) + ½C(z +zo) + D = 0 (6.8)
dengan suatu bilangan real. Untuk setiap nilai yang diberikan, maka juga
diperoleh suatu persamaan bola yang melalui lingkaran potong kedua bola
tersebut (hal khusus jika = - 1, bola yang diperoleh dianggap berjari-jari tidak
terhingga). Persamaan linier dari kedua bola ini, selanjutnya disebut sebagai
berkas bola.
Andaikan tiga bola B1, B2 dan B3 (yang tidak membentuk berkas) berikut
B1 + 1B2 + 2B3 = 0
9 Beberapa bentuk system koordinat
2
dengan 1 dan 2 suatu bilangan real, maka kita dapatkan persamaan linier dari
ketiga bola. Bentuk ini kita sebut sebagai jaringan bola.
x = - ½ . 4 = -2
y = - ½ . -6 = 3
z = - ½ . 2 = -1
1 1 1
r .16 . 36 . 4 2 = 4.
4 4 4
x2 y2 z2 x y z 1
x1 y1 z1
2 2 2
x1 y1 z1 1
x2 y 2 z 2 1 0
2 2 2
x2 y2 z2
x3 y 3 z 3
2 2 2
x3 y3 z3 1
x4 y 4 z 4
2 2 2
x4 y4 z4 1
Bagian I 93
Penyelesaian:
Dengan pengurangan suku per suku kita dapatkan persamaan bidang
(A2 – A1)x + (B2 – B1)y + (C2 – C1)z + (D2 – D1) = 0
Bidang tersebut tegaklurus terhadap garis hubung pusat bola P1(-½A1,-
½B1,- ½C1) dan P2(-½A2, - ½B2, - ½C2) serta memuat lingkaran potong
kedua bola.
di ruang dapat dinyatakan sebagai interseksi antara suatu bidang dan bola.
Adapun bidang singgung di T(1,2,0), dapat dicari melalui persamaan (6.5)
dan diperoleh bentuk 3x – y + z – 6 = 0.
6.2 Elipsoida
Misalkan pada bidang XOY dan YOZ masing-masing ditentukan elips
dengan persamaan (Gambar 6.3)
9 Beberapa bentuk system koordinat
4
x2 y2
2
2 1 (6.9)
a b
dan
y2 z2
2
2 1. (6.10)
b c
Y
O
2
2
y
1
b2 c2
2
y2 = b (1 – 2 )
2
c
atau
b 2 2
y = c .
c
a 2
x = c 2 .
c
x2 y2
1. (6.11)
a 2 (c 2 2 ) b 2 (c 2 2 )
c2 c2
x2 y2 c2 z2
a2 b2 c2
atau
x2 y2 z2
1.
a2 b2 c2
Persamaan ini adalah suatu elipsoida dan dalam hal khusus jika a = b,
maka elipsoida yang didapat berupa elipsoida putar.
9 Beberapa bentuk system koordinat
6
Seperti pembahasan bidang singgung pada bola, persamaan bidang
singgung paraboloida di suatu titik dapat diuraikan sebagai berikut. Padang
suatu titik T(x1,y1,z1) di paraboloida
x2 y2 z2
1. (6.12)
a2 b2 c2
x x1 y y1 z z1
p q r
atau
x – x1 = p ; y – y1 = q ; z – z1 = r. (6.13)
Jika garis ini memotong elipsoida, maka persamaan titik potongnya dapat
diperoleh dari hubungan persamaan (6.13) dan (6.12), yaitu
( x1 p ) 2 ( y1 q ) 2 ( z1 r ) 2
1
a2 b2 c2
atau
2 px1 2qy1 2rz1 p2 q2 r2 2
( ) ( ) 0. (6.14)
a2 b2 c2 a2 b2 c2
x1 x y1 y z1 z
2 2 1 (6.16)
a2 b c
6.3 Hiperboloida
6.3.1 Hiperboloida Daun Satu
Misalkan pada bidang XOY dan YOZ masing-masing ditentukan elips
dan hiperbola dengan persamaan (Gambar 6.4)
x2 y2
1 (6.17)
a2 b2
dan
y2 z2
. 1 (6.18)
b2 c2
Y
O
2
2
y
1
a2 c2
2
y2 = b2 (1 + )
c2
atau
b 2
y = c 2 .
c
a 2 2
x = c .
c
x2 y2
2 2 1. (6.19)
a (c ) b (c 2 )
2 2 2
c2 c2
x2 y2 c2 z 2
a2 b2 c2
atau
Bagian I 99
x2 y2 z2
1. (6.20)
a2 b2 c2
x x1 yy zz
2
2 1 21 1 . (6.21)
a b c
x z x z y y
( )( ) (1 )(1 )
a c a c b b
x z y x z 1 y
(1 ) dan (1 ) . (6.22)
a c b a c b
x z y x z 1 y
1 (1 ) dan (1 )
a c b a c 1 b
1 Beberapa bentuk system koordinat
0
0
x z y x z 1 y
2 (1 ) dan (1 )
a c b a c 2 b
y y
0 (1 ) dan 0 (1 ) .
b b
x1 z1 y1
(1 )
a c b
dan
x1 z1 1 y1
(1 )
a c b
Jika harga disubstitusikan dari satu kepada yang lain, didapat titik
memenuhi persamaan hiperboloida. Jadi hanya satu garis yang melalui titik
tersebut.
c) Setiap garis lurus yang dibangun dari (6.22) memotong semua garis lurus
yang lain. Pilih satu garis lurus
x z y x z 1 y
1 (1 ) dan (1 )
a c b a c 1 b
maka satu dengan yang lain saling bergantung, sebab bentuk persamaan
yang didapat adalah
y 1 y
1 (1 ) (1 )
b b
dan
y 1 y
(1 ) (1 )
b 1 b
x2 y2
1 (6.23)
a2 b2
dan
y2 z2
1. (6.24)
b2 c2
Z
Y
O
X
Jika elips digerakkan sejajar sepanjang sumbu OZ, maka dengan menggunakan
prosedur seperti pada hiperboloida daun satu, di bidang z = diperoleh elips
x2 y2
2 2 1. (6.25)
a ( c ) b ( c 2 )
22 2
c2 c2
x2 y2 z2
1. (6.26)
a2 b2 c2
x x1 yy zz
2
2 1 21 1 . (6.27)
a b c
6.4 Paraboloida
Misalkan suatu parabola pada bidang XOZ dalam bentuk :
x2 = 2 pz (6.28)
Sepanjang parabola ini, digerakkan suatu elips sejajar bidang XOY dengan
pusat elips dipertahankan di sumbu OZ sehingga perbandingan setengah
sumbu-sumbunya selalu sama dengan perbandingan setengah sumbu-sumbu
elips
x2 y2
1
a2 b2
Bagian I 103
x 2 p
dan
b
y 2 p ,
a
x2 a2 y2
2 1. (6.29)
2 p b (2 p )
Y
O
x2 y2 2p
2 2 z 0. (6.30)
a2 b a
1 Beberapa bentuk system koordinat
0
4
Adapun bidang singgung di titik T(x1,y1,z1) pada permukaan ini,
persamaannya diberikan oleh bentuk
x x1 yy p
2
2 1 2 ( z z1 ) 0 . (6.31)
a b a
Jika pada persamaan parabola (6.28) yang kita gerakkan sejajar bidang
XOY adalah hiperbola
x2 y2
1,
a2 b2
x2 y2 2p
2
2
2 z 0. (6.32)
a b a
O Y
x y x y 2p
( )( ) 2 z ,
a b a b a
x y x y 1 2p
( ) z dan ( ) ( 2 ) . (6.34)
a b a b a
g
L
P(xo,yo C
B ,zo)
Sehubungan dengan Gambar 7.1, pandanglah sumbu putar g melalui pusat bola
B di P(xo,yo,zo) dengan persamaan
x x0 y y0 z z0
a b c . (7.1)
Sebarang lingkaran paralel L dari permukaan adalah interseksi antara bola B
dalam bentuk
ax + by + cz = 2. (7.3)
di bidang XOZ. Jika ditetapkan sebuah titik (xo,yo,zo) pada kurva, maka titik
memenuhi persamaan kurva, yaitu
yo = 0 (7.5a)
dan
f(xo,zo) = 0. (7.5b)
Perputaran titik ini pada sumbu OZ, melukiskan sebuah lingkaran dengan
persamaan dalam kondisi (Gambar 7.2)
z = zo (7.5c)
dan
x2 + y2 + z2 = xo2 + yo2 + zo2. (7.5d)
f ( x y , z) = 0.
2 2
(7.6)
Z
(xo,yo,z
o)
Y
O
X
x = 0 dan f(y,z) = 0
f ( x y , z) = 0.
2 2
(7.7)
xo = 0 (7.8a)
dan
yo = r (7.8b)
z = zo (7.8c)
x2 + y2 = yo2. (7.8e)
1 Beberapa bentuk system koordinat
1
0
Jadi dari hubungan (7.8b,e) didapatkan persamaan permukaan silinder
x2 + y2 = r2.
Penyelesaian:
Misalkan sebarang titik (xo,yo,zo) pada garis, maka titik memenuhi
persamaan garis
yo = 0 (7.9a)
dan
xo/a + zo/b = 1. (7.9b)
z = zo (7.9c)
x2 + y2 = xo2. (7.9e)
x2 y 2 z
1.
a b
Bagian I 111
y2 z2
c). Ellips x = 0 dan a 2 b 2 1 0 diputar terhadap sumbu OZ, mendapatkan
ellipsoida putar
x2 y 2 z2
2
2 1 0.
a b
x2 z 2
d). Tunjukkan hiperbola y = 0 dan a 2 b 2 1 diputar terhadap sumbu OZ,
x2 y 2 z 2
mendapatkan hiperboloida putar daun satu a 2 a 2 c 2 1 .
Penyelesaian:
Misalkan sebarang titik (xo,yo,zo) pada hiperbola, maka titik memenuhi
persamaan hiperbola
yo = 0 (7.10a)
dan
2 2 2
x0 y z
2
02 02 1 . (7.10b)
a a c
z = zo (7.10c)
x2 + y2 = xo2. (7.10e)
x2 z 2
e). Hiperbola y = 0 dan 1 diputar terhadap sumbu OX,
a2 c2
mendapatkan hiperboloida putar daun dua
x2 y2 z2
1 .
a2 a2 c2
x2 + y2 – 2pz = 0.
x2 y2 z2
1 .
a 2 a 2 a 2 m2
Z Bidang y = a
(xo,a,mxo)
z = mx Y
O a
X
Penyelesaian:
Misalkan sebarang titik (xo,a,mxo) pada garis, maka titik memenuhi
persamaan garis
yo = a (7.11a)
dan
z = mxo (7.11b)
z = mxo (7.11c)
x2 + y2 = xo2 + a2 . (7.11d)
x x1 y y1 z z1
a b c
Sedangkan bola dengan pusat (x1,y1,z1) dan jari-jari terhadap titik (xo,yo,zo)
adalah
(x – x1)2 + (y – y1)2 + (z – z1)2 = (xo – x1)2 + (yo – y1)2 + (zo – z1)2 (7.12c)
z=0
dan
x2 + 2y2 – 2x = 0
y=0
dan
z = px.
Bagian I 115
Penyelesaian:
Tetapkan sebarang titik (xo,yo,0) pada ellips, maka
Kurva Direktrik
C
x = mz + p (7.14)
dan
y = nz + q.
Kurva direktrik dinyatakan oleh bentuk
f1(x,y,z) = 0 (7.15)
dan
f2(x,y,z) = 0.
x = 0 dan y = 1
y = 0 dan x = z
xz – x + z = 0 (7.16a)
dan
x = y. (7.16b)
Bagian I 117
x + 1(y – 1) = 0 (7.16c)
dan
y + 2 (x – z) = 0. (7.16d)
1 2 + 21 + 1 = 0. (7.16e)
x = 0, y = 0
dan
2x2 – 2xy – 2xz + yz + x – z = 0.
1 Beberapa bentuk system koordinat
1
8
BAB 8
SILINDER DAN KERUCUT
8.1 Silinder
Definisi 8.1 : Permukaan silinder adalah suatu permukaan yang dibangun oleh
suatu garis g (disebut generatrik) digerakkan secara paralel
menyinggung sepanjang kurva satu arah C (disebut kurva
direktrik) dengan kondisi geometrik tertentu. Garis-garis paralel
hasil gerakan ini disebut garis pelukis silinder.
Dari definisi tersebut, jika garis-garis paralel itu (garis pelukis)
memiliki koefisien arah a, b dan c, maka persamaan garis yang melalui titik
tertentu (xo,yo,zo) di kurva adalah (Gambar 8.1)
x x0 y y0 z z0
(8.1)
a b c
bz – cy = 1
dan
Bagian I 119
bx – ay = 2,
Z
Kurva Direktrik
C
Generatrik g
f1(xo,yo,zo) = 0
dan
f2(xo,yo,zo) = 0. (8.3)
x x0 y y 0 z z 0
(8.4)
a b c
x x0 y y0 z z0
a b c = (8.5)
sehingga diperoleh
xo = x - a (8.6)
yo = y - b
zo = z - c.
xo2 + yo2 = 9.
x x0 y y0 z
1 2 1
sehingga
xo = x – z
zo = y – z.
Bagian I 121
x x0 y y0 z z0
.
a b c
Dalam hal ini, garis singgung di (xo,yo,zo) terjadi, bila kedua titik potong
bola tersebut saling berimpit, artinya berharga kembar. Dengan demikian
didapatkan persamaan silinder (ax + by + cz) 2 - (a2 + b2 + c2) (x2 + y2 + z2 -
r2) = 0.
8.2 Kerucut
Definisi 8.2 : Permukaan kerucut (permukaan konik) adalah suatu permukaan
yang dibangun oleh suatu garis (disebut generatrik) digerakkan
melalui sebuah titik tetap dan menyinggung sepanjang kurva satu
arah C (disebut kurva direktrik) dengan kondisi geometrik
tertentu. Titik tetap ini selanjutnya disebut puncak kerucut.
1 Beberapa bentuk system koordinat
2
2
Dari definisi tersebut, jika puncak kerucut di titik awal O(0,0,0) dan
generatriknya dalam bentuk persamaan (Gambar 8.2)
y = 1 x (8.7)
z = 2 x
Dengan demikian persamaan umum dari kerucut puncaknya di titik asal adalah
Y
O
X
C
Kurva Direktrik
g
Generatrik
Untuk lebih detailnya, misalkan puncak kerucut di titik P(xp,yp,zp) dan kurva
direktrik didefinisikan oleh f1(x,y,z) = 0 dan f2(x,y,z) = 0. Pilihlah suatu titik
(xo,yo,zo) di kurva, maka berlaku hubungan
x xP y yP z zP
x0 xP y0 yP z0 zP . (8.10)
x xP y yP z zP
x0 xP y0 yP z zP = (8.11)
z = 0 dan x2 + y2 = r2.
Tetapkan titik (xo,yo,0) pada lingkaran, maka xo2 + yo2 = r2 dan persamaan garis
pelukis dinyatakan oleh hubungan
1 Beberapa bentuk system koordinat
2
4
xa y 0 z 1
x0 a y0 0 1
ax y
sehingga x0 z 1 a dan y0 z 1 .
BAB 9
TRANSFORMASI TITIK
DAN KOORDINAT HOMOGEN
x' a c x ax cy
. (9.1b)
y' b d y bx dy
Hasilnya kita dapatkan bahwa koordinat baru (x’,y’) adalah suatu bentuk dari
x' = ax + cy (9.2)
y’ = bx + dy.
1 Beberapa bentuk system koordinat
2
6
Oleh karena itu hasil dari transformasi titik P(x,y) ini jelas tergantung dari
nilai koefisien-koefisien a, b, c dan d formula (3.2), yaitu elemen-elemen dari
matriks A. Untuk itu kita evaluasi 3 (tiga) kasus pemilihan matriks koefisien A
berikut ini.
Refleksi terhadap sumbu X
Jika harga a = 1, b = 0, c = 0 dan d = -1, maka dari persamaan (9.2)
diperoleh hubungan
x’ = x dan y’ = -y
yaitu P(x,y) dipetakan ke P’(x,-y). Hal ini berarti bahwa transformasi yang
didapat adalah suatu refleksi terhadap sumbu X (Gambar 9.1a). Jadi matriks
koefisien A yang bersesuaian dengan transformasi refleksi ini adalah
1 0
A = 0 1 . (9.3a)
1 0
x' y ' x y x y
0 1
atau
x' 1 0 x x
.
y' 0 1 y y
1 0
A = 0
1 . (9.3b)
1 0
A = 0
1 . (9.3c)
Y Y Y P(x,y
)
P(x,y P’(x’,y’) = P’(- P(x,y
) x,y) ) O X
O X O X
P’(x’,y’) = P’(-
P’(x’,y’) =
x,-y)
P’(x,-y)
b). Rotasi
Pandanglah transformasi T seperti dalam persamaan (9.1), kemudian
pilihlah elemen-elemen matriks koefisien A dalam persamaan (9.1) tersebut
sebagai
a = cos b = sin
c = -sin d = cos
Matriks
cos sin
A
sin cos (9.4c)
cos sin
A
sin cos (9.4d)
pada (3.4b) adalah matriks koefisien yang bersesuaian dengan rotasi titik P(x,y)
ke P(x’,y’) terhadap titik pusat O(0,0) sebesar sudut berlawanan arah jarum
jam (arah trigonometri). Kita perlihatkan sebagai berikut.
Jika r menyatakan jari-jari putar dari pusat putar O(0,0) ke titik P(x,y),
maka untuk koordinat titik P berlaku hubungan (Gambar 9.2)
x = r cos
y = r sin.
Demikian juga, karena titik bayangan P’(x’,y’) memiliki jari-jari seperti halnya
P(x,y), maka untuk koordinat titik P’ berlaku hubungan
x' = r cos( + )
y’ = r sin( + ).
Kesimpulannya bahwa
Bagian I 129
P’(x’,y’)
P(x,y)
O X
Gambar 9.2 Rotasi titik terhadap titik awal O menurut arah trigonometri
c). Dilatasi
Misalkan transformasi T menurut persamaan (9.1), kemudian dipilih
a = k1, b = c = 0 dan d = k2, maka dari persamaan (9.2) diperoleh hubungan
yaitu P(x,y) dipetakan ke P’(k1x, k2y). Hal ini berarti bahwa transformasi yang
didapat adalah suatu dilatasi (Gambar 9.3). Jadi matriks koefisien A yang
bersesuaian dengan transformasi dilatasi adalah
k 0
A = 0 k
1
(9.5)
2
Y Y
S’ R’
R R’
P Q P’ Q S R
’
P=P’ Q Q
O X O ’ X
(a) (b)
Gambar 9.3 Transformasi dilatasi
Contoh 1:
Suatu segitiga PQR dengan titik-titik sudut P(1,2), Q(2,2) dan R(2,3)
ditransformasikan oleh matriks
3 0
A = 0 1
diperoleh
1 2 3 2
3 0
2 2 . 6 2 .
2 3 0 2 6 3
Jadi segitiga bayangan P’Q’R’ bertitik sudut P’(3,2), Q’(6,2) dan R’(6,3)
seperti terlihat pada gambar (9.3a).
Contoh 2:
Suatu bujursangkar PQRS dengan titik-titik sudut P(0,0), Q(1,0), R(1,1)
dan S(0,1) ditransformasikan oleh matriks
Bagian I 131
4 0
A = 0 4
diperoleh
0 0 0 0
1 0 4 0 4 0
1 .
1 0 4 4 4 .
0 1 0 4
d). Pemotongan
Misalkan transformasi T didefinisikan menurut persamaan (9.1),
kemudian dipilih harga-harga berikut: a = 1, b = k 0, c = 0 dan d = 1, maka
dari persamaan (9.2) diperoleh hubungan
x’ = x (9.6)
dan
y’ = k x + y
yaitu P(x,y) dipetakan ke P’(x, kx + y). Hal ini berarti bahwa transformasi yang
didapat adalah suatu pemotongan menurut sumbu Y (Gambar 9.4a).
Contoh 1:
Dengan menetapkan b = k = 2 untuk persamaan (9.6), bayangan dari titik-titik
P(0,0), Q(1,0), R(1,1) dan S(0,1) dapat ditentukan oleh
0 0 0 0
1 0 1 2 1 2
1 .
1 0 1 1 3 .
0 1 0 1
1 Beberapa bentuk system koordinat
3
2
Dengan demikian bayangan yang diperoleh adalah P’(0,0), Q’(1,2), R’(1,3)
dan S’(0,1) seperti gambar (9.4a). Dalam hal a = 1, b = 0, c = k 0 dan d = 1
dalam persamaan (9.1), kita dapatkan pemotongan menurut sumbu X. Jika b
dan c tidak sama dengan nol, maka pemotongan terjadi pada sumbu X dan Y.
Contoh 2:
Dengan menetapkan a = 1, b = 2, c = 3 dan d = 1 untuk persamaan (9.1),
bayangan dari titik-titik P(0,0), Q(1,0), R(1,1) dan S(0,1) dapat ditentukan oleh
0 0 0 0
1 0 1 2 1 2
1 .
1 3 1 4 3 .
0 1 3 1
Dengan demikian bayangan yang diperoleh adalah P’(0,0), Q’(1,2), R’(4,3) dan
S’(3,1) seperti pada Gambar (9.4b).
Y Y
R
’
Q
’ R
S ’
S=S’ R ’
Q
’
O P=P Q OP X
X ’
’
(a) (b)
Gambar 9.4 Transformasi pemotongan
Contoh:
Hasil pergeseran segiempat PQRS dengan titik-titik sudut P(0,0), Q(2,0),
R(1,1) dan S(0,1) digeser sejauh 2 satuan ke arah sumbu X dan 3 satuan ke arah
sumbu Y, dapat ditentukan melalui persamaan (9.7a), yaitu
P' 0 0 2 3 2 3
Q' 2 0 2 3 4 3
R' 1 3 2 3 3 6
S ' 0 2 2 3 2 5.
Y Y R
P’(x’,y’) = S ’
Bangun
P’(x+k1,y+k )
Ke2 arah ’ Hasil
sumbu Y R Geseran
digeser k2 P Q
satuan S ’
P(x,y Ke arah ’
Bangun
) sumbu X Asal
digeser k1 P
O satuan X O Q X
(a) (b)
y = mx + y = mx +
Y k Y
P’(x’,y’ k
)
P’(x’,y K
’) ’
K(0,k P(x,y K(0,k P(x,y
) ) ) )
O X O X
(a) (b)
Vektor KP' adalah proyeksi dari vektor KP pada garis g, maka berlaku
hubungan
KP ' KP '
KP ' ( KP . )
KP ' KP '
KP . KP '
( ) KP ' .
KP ' . KP '
Dengan demikian terdapat hubungan
x my mk
<x’,(y’- k)> = . 1, m .
1 m2
Jadi didapatkan
x my mk
x' = 1 m2 (9.7c)
mx m2 ( y k )
y’ = k.
1 m2
x' = x + 2 (k – x) = 2k – x
y' = y.
mx m2 ( y k )
y’ = 2( 1 m2 ) – 3k – y.
1 Beberapa bentuk system koordinat
3
6
h) Transformasi Komposisi
Suatu transformasi refleksi terhadap titik pusat O(0,0) dapat dipandang
sebagai komposisi dari dua transformasi berikut
a). transformasi refleksi terhadap sumbu X
b). transformasi refleksi terhadap sumbu Y.
Oleh sebab itu, bayangan titik P(x,y) karena transformasi ini dapat
didefinisikan sebagai
1 0
(x’ y’) = (x y) 0
1 = (-x -y)
atau juga
1 0 1 0
(x’ y’) = (x y) 0 1 . 0
1 = (-x -y)
Secara umum untuk mendapatkan bayangan titik yang dikehendaki, kita dapat
menggunakan komposisi transformasi refleksi, rotasi, dilatasi ataupun translasi
dengan cara memanfaatkan perkalian diantara matriks-matriks koefisien yang
sesuai dengan urutan dan jenis transformasi yang digunakan dalam pemetaan
tersebut.
Z
P(x,y,z)
Y
O
X P’(x’,y’,z’) = P’(x,y,-z)
Dengan demikian hasil refleksi titik P(x,y,z) terhadap bidang XOY dapat
dinyatakan dalam bentuk perkalian matriks
1 0 0
x' y' z' x y z 0 1 0 x y z (9.8a)
0 0 1
atau
x' 1 0 0 x x
y' 0 1 0 y y . (9.8b)
z' 0 0 1 z z
1 0 0
A = 0 1 0
0 0 1
cos sin 0
x' y ' z ' x y z sin cos 0
0 1 (9.9a)
0
x cos y sin x sin y cos z .
atau
Y
O
X
cos 0 sin
AY = 0 1 0
sin 0 cos
dan
1 0 0
AX = 0 cos sin .
0 sin cos
c). Dilatasi
Transformasi dilatasi yang memetakan titik P(x,y,z) ke P’(x’,y’,z’)
didefinisikan dengan bentuk formulasi berikut
k1 0 0
x' y' z' x y z 0 k2 0 k1 x k2 y k3 z (9.10a)
0 0 k3
atau
x' k1 0 0 x k1 x
y' 0 k2 0 y k2 y . (9.10b)
z' 0 0 k3 z k3 z
Dalam hal ini pemilihan harga k1 menyajikan skala kearah sumbu X, k2 kearah
skala sumbu Y dan k3 menyajikan skala kearah sumbu Z. Jika k1 = k2 = k3, maka
peta obyek yang didapat sebangun dengan obyek aslinya (mungkin diperbesar,
diperkecil atau tetap).
1 Beberapa bentuk system koordinat
4
0
d). Translasi (Geseran)
Transformasi titik P(x,y,z) ke titik P’(x’,y’,z’) oleh suatu geseran sejauh
k1 satuan kearah sumbu X, sejauh k2 satuan kearah sumbu Y dan sejauh k3
satuan kearah sumbu Z, dalam bentuk perkalian matriks dinyatakan
(x y 1) dan (x’ y’ 1)
Bagian I 141
a b 0
(x’ y’ 1) = (x y 1) c d 0
m n 1
= (ax+cy+m bx+dy+n 1)
atau dapat diringkas
H’ = H T. (9.13)
Kesimpulan yang didapat dari penyajian bentuk (9.1a) atau (9.12) terhadap
persamaan (9.13) adalah bahwa problem transformasi titik P(x,y) ke P’(x’,y’)
di R2 dapat diselesaikan di R3 dengan memanfaatkan koordinat homogen di H3
sebagai transformasi titik P(x,y,1) ke P’(x’,y’,1). Oleh karena itu kita dapat
mengevaluasi bentuk umum matriks
a b p
T= c d q
m n s
dalam transformasi homogen di H3 berikut. Titik P(x,y) di R2, dapat dipandang
sebagai titik P(xh,yh,h) di H3 dengan
x = xh / h
dan
y = yh / h
H
h1
H
3
h=1
P(xh,yh, P’(xh’,yh’,
1) 1)
Y=
Yh
R
X= 2
P(x,y) P’(x’,y’
Xh )
BAB 10
PROYEKSI PERSPEKTIF DAN PARALEL
Dalam bab ini dibahas beberapa jenis proyeksi perspektif dan paralel,
serta penggunaannya di dalam membangun sistem grafik guna penyajian obyek
pada layar monitor komputer. Melalui studi tersebut diharapkan kita dapat
memahami perbedaan keperluan jenis proyeksi untuk visualisasi obyek
berbantu komputer antara bidang komputer grafik, arsitek, seni, maupun untuk
bidang pemodelan benda industri.
L1 L2
L3
(c). Dua Titik Lenyap L1 dan L2 (d). Tiga Titik Lenyap L1, L2 dan L3
Adapun untuk formula praktis hitung ini, dapat diuraikan sebagai berikut.
Pandanglah dalam sistem koordinat Cartesius tegak lurus [O,X,Y,Z],
kita lekatkan ruang vektor [O,i,j,k] dengan i, j dan k merupakan vektor-vektor
basis ortonormal di R3. Misalkan diketahui vektor posisi dari titik mata
observator atau pusat proyeksi M(xo,yo,zo) adalah m dan titik benda B(xb,yb,zb)
Bagian I 145
g = ro + x’u + y’v
atau juga
g = z’ b + (1 – z’) m.
Dengan demikian dari persamaan (10.1) kita dapat menentukan koordinat titik
gambar G(x’,y’,z’) melalui perkalian skalar dan vektor berikut (Faux, 1987).
w = [b – m] . [u v].
Jika titik mata observator berjarak d dari bidang gambar, maka diperoleh
m = ro + d n
dan
n=uv
Definisi 4.1: Misalkan suatu bidang tidak paralel terhadap garis g. Titik M di
ruang dapat dikawankan dengan titik M’ di dengan cara
menginterseksikan garis g’ yang ditarik melalui M sejajar garis g
memotong . Titik M’ disebut proyeksi titik M ke bidang secara
paralel terhadap garis g dan selanjutnya metode proyeksi ini kita
sebut sebagai metode proyeksi paralel atau proyeksi silindrik
(Gambar 10.3).
Bagian I 147
M g
M
g M’
M’
g’ g’
(a). Garis Arah g Miring terhadap Bidang (b). Garis Arah g Tegaklurus
Bidang
Pusat Proyeksi di A
B
g
A
’
’ C g
A
C B A
’ ’ ’
(a). Posisi Pusat Proyeksi (b). Tiga Titik Segaris (c). Dua Segmen Sejajar
Dalam proyeksi paralel, secara umum terdapat 2(dua) jenis proyeksi, yaitu:
a). Proyeksi paralel ortogonal (tegaklurus)
Dalam proyeksi ini arah garis proyeksinya adalah tegaklurus terhadap
bidang proyeksi. Sedangkan jenisnya antara lain:
1). Proyeksi aksonometri (ortografik)
yaitu proyeksi paralel pada bidang yang menyajikan obyek secara tiga
dimensi agar tampak alami. Pada proyeksi ini menampilkan bagian
muka obyek, samping dan bagian belakang obyek. Bentuk dan ukuran
ketinggian tidak dipertahankan kecuali bagian muka obyek yang sejajar
terhadap bidang proyeksi (Gambar 10.5). Sudut siku-siku tidak
dipertahankan, lingkaran disajikan kedalam bentuk elips. Proyeksi ini
umumnya dipakai dalam penyajian konstruksi komponen-komponen
mesin dan struktur obyek. Jenisnya ada tiga menurut arah bidang
proyeksi, yaitu besarnya sudut yang dibentuk antara bidang tersebut
terhadap sumbu-sumbu koordinat. Kita dapatkan proyeksi:
- isometrik, jika ketiga sudut adalah sama. Ketiga sumbu koordinat
dipendekkan dalam perbandingan yang sama.
- dimetrik, jika ketiga sudut adalah sama. Dua sumbu koordinat
dipendekkan dalam perbandingan yang sama.
Bagian I 149
Y
O
1 1/2
1 1
r0
O Y
X
Gambar 10.7 Hitung proyeksi paralel
(r r0 ).(u1 x u)
y’ = u .(u x u ) ; (10.5)
2 1
(r r0 ).(u1 x u 2 )
z’ = u .(u1 x u 2 ) .
Jika bidang proyeksi dipilih tegaklurus terhadap garis proyeksi, maka formulasi
koordinat titik gambar menjadi
Sin Cos 0 0
Cos Sin 0 0
T4 = 0 0 1 0 .
0 0 1
0
e. Menghitung matriks T4x4 yang dicari melalui perhitungan
Hal ini berarti bahwa semua titik dalam sistem tetap benda [O,X,Y,Z] akan
menjadi sistem relatif observator [M,Xo,Yo,Zo] melalui formulasi berikut:
x = [d.xo]/zo
dan
1 Beberapa bentuk system koordinat
5
4
y = [d.yo]/zo. (10.9)
Selanjutnya untuk simulasi hasil dampak perubahan parameter , dan d
dalam penyajian kurva dan permukaan, dapat dilihat pada Gambar 10.8c
berikut.
Z Xo Z Z1
Monit Yo
or M
Xr M Y1
Zo
Yr X1
O Y O Y
X
X
Z Z2
Z
(i) (ii) Y3
M
M Z3
Y2
X3 Y
X2 O
O Y
X
X
(iii) (iv)
Bagian I 155
Yo
P(xo,yo,zo)
y
Yo
Monito
Zo
r P(xo,yo,zo) M
d
P(x,y)
Monitor
M d
M Zo Zo
x x
Xo
Xo P(xo,yo,zo)
Theta = 55 Phi = 25
(c)
KOMPUTER
BAB 11
SIFAT-SIFAT LOKAL
KURVA DAN PERMUKAAN NATURAL
Misalkan X(s) suatu kurva reguler dari klas Cn2 dalam penyajian
parameter natural s, maka vektor satuan tangensial t(s), vektor kelengkungan
k(s), normal satuan n(s) dan vektor binormal b(s) dapat dinyatakan dalam
persamaan-persamaan berikut
t(s) = X (s)
(11.1)
k(s) = t (s) = X (s) = (s) n(s)
b(s) = t(s) n(s)
1 Beberapa bentuk system koordinat
5
8
dengan (s) suatu fungsi kelengkungan berharga real dari s. Pasangan (t,n,b)
disebut gerakan trihedron kurva (Gambar 11.1). Selanjutnya dari bentuk
(11.1), harga b (s) dapat dinyatakan oleh
b (s) = - (s) n(s) (11.2)
dengan (s) merupakan fungsi puntiran (torsi) berharga real kurva .
b
t
n
X(t)
2 3
PoP = h X (0) + (1/2)h X(0) + (1/3)h X (0) + (h ).
3
(11.3)
Dalam hal pasangan (t,n,b) dinyatakan (e1, e2, e3), bentuk Frenet dari (11.3)
dapat ditulis sebagai
PoP = [h – 1/6 (o2) h3] e1 + ½[o h2 + (1/3) ( o) h3] e2
+ [(1/6) o o h3] e3 + (h3). (11.4)
f1 f1
u v
f 2 f 2 S S
rank u ( Su S v ) 0 .
v = 2 atau u v
f 3 f 3
u v
atau juga
u v
Jika S (uo,vo) dan S (uo,vo) saling tegaklurus, maka f = 0. Dilain fihak,
normal satuan pada titik Mo dari permukaan adalah
1 Beberapa bentuk system koordinat
6
0
t . ns = 0.
dt/ds . ns + t . dns/ds = 0,
[kc . ns] + t . dns/ds = 0
atau
[(c nc) . ns] + t . dns/ds = 0 (11.6)
n = [kc . ns]
menyatakan kelengkungan normal, yaitu proyeksi dari vektor kelengkunagn kc
dari kurva pada vekror normal satuan ns dari permukaan pada titik Mo, kita
dapat menyederhanakan bentuk (11.6) dengan cara
n = c Cos
= - t . dns/ds
= - (ds . dns)/ds2. (11.6a)
n = c Cos
Bagian I 161
Catatan: Deferensial
Su. ns = 0
dan
Sv. ns = 0
E = Suu. ns
F = Suv. ns
G = Svv. ns. (11.8)
n = c Cos
= .
Teorema 11.1: Semua kurva yang memiliki garis singgung sama di titik Mo
pada suatu permukaan, memiliki kelengkungan sama pada
titik tersebut. Jelasnya, nilai dari kelengkungan normal pada
titik Mo dari kurva 1 atas suatu permukaan adalah sama
terhadap kelengkungan dari potongan normal yang melalui
tangen dari kurva di titik itu.
Jika selanjutnya
t = du/dv
dan
t* = dv/du
dan
Q(n ,t*) = A + 2Bt* + Ct*2 = 0
dimana
A = (n e - E)
B = (n f - F)
C = (n g - G).
Dengan menurunkan masing-masing t dan t*, didapat
( n e - E) du + (n f - F) dv = 0
( n f - F) du + (n g - G) dv = 0. (11.10)
Persamaan tersebut memiliki solusi tidak nol jika dan hanya jika
ne E n f F
0. (11.11)
n f F ng G
Teorema 11.2: Kuantitas adalah kelengkungan prinsipal jika dan hanya jika
adalah solusi dari
Mo = S(uo,vo)
1 Beberapa bentuk system koordinat
6
4
adalah Vo dan vektor normal satuannya ns. Kita dapatkan pengembangan
Taylor pada persekitaran S(uo,vo) sebagai
S(uo+u,vo+v) = S(uo,vo) + [Su (uo,vo) u + Sv (uo,vo) v] +
Karena itu jarak aljabar , dari titik P = S(uo+u ,vo+v) pada bidang
singgung Vo diberikan oleh
= s . ns
= [S(uo+u ,vo+v) - S(uo,vo))] . ns
= 1/2 [Suu(uo,vo) . ns u2 + 2 Suv (uo,vo) . ns u v +
S vv (uo,vo) .ns v2 ] + O(u2+ v2).
Dari persamaan terakhir, didapat
2 2 2 2
= 1/2(E u + 2 F u v + G v ) + O( u + v ) (11.13)
dimana
E = Suu . ns
F = Suv . ns
G = S vv . ns.
kita dapat melekatkan permukaan secara lokal dengan permukaan yang ditulis
dalam bentuk persamaan paraboloida oskulator berikut
z = 1/2 ( E x2 + 2 F x y + G y2 ). (11.14)
dengan e,f,g dan E,F,G adalah koefisien bentuk Gauss I dan II. Jika
perhitungan bentuk tersebut dinyatakan
2
- [1+ 2] + [1.2] = 0
maka didapatkan
K = 1 . 2
H = 1/2 . [ 1+ 2 ]
Harga
K = 1 . 2
H = 1/2.[1+ 2]
Mo
K <0
ns
ns
Mo
Mo
K = 0, H >< 0
K>0
BAB 12
KURVA DAN PERMUKAAN
DALAM
COMPUTER AIDED GEOMETRIC DESIGN
Pada bagian ini kita sajikan beberapa bentuk standar kurva dan
permukaan yang sering dipakai dalam bidang Computer Aided
Design/Manufacturing (CAD/CAM), yaitu kurva dan permukaan Bezier dan
B-Splin. Tujuannya adalah agar kita dapat mengetahui sifat-sifat dasar dari
kedua tipe kurva dan permukaan tersebut dan mampu menunjukkan
kelebihan/kekurangannya di dalam pemodelan benda. Selain itu, dibahas pula
algoritma Casteljau dan de-Boor guna mengevaluasi potongan-potongan
kurva/permukaan dari masing-masing jenis kurva dan permukaan dimaksud.
Akhir dari bab ini kita perkenalkan beberapa bentuk formula parametrik benda-
benda standar beserta contoh visualisasinya di komputer agar lebih lanjut dapat
digunakan sebagai bahan praktek desain beberapa bentuk benda sederhana
melalui programasi komputer.
P(u) = ao + a1 u + a2 u2 + a3 u3.
(12.2)
Kemudian, tetapkan beberapa kondisi berikut
P(0) = ao (12.3)
P(1) = ao + a1 + a2 + a3
dP(0)
Pu(0) = du = a1
dP(1)
Pu(1) = du = a1 + 2 a2 + 3 a3
Z P
u=0 P 0
0
Pu(u) u=1 P
1
P 0u P(u) P1u
Y
O
P B
n
C(t) = i i (t) dan 0 t 1
i 0
(12.7)
n!
(1 t )n i .t i dan
n n
dimana B
n
(t) = C . C
i i
i!(n i)! i
1). Invariant Affine: misal sebuah pemetaan Affin dari R3 ke R3, maka
1 Beberapa bentuk system koordinat
7
0 n
f (P ) B (t ) .
n
f(C(t)) = i i
i 0
B (t ) 1 .
n
2). Konveks dan i
i 0
B (t ) 0 ;
n
3). Positif: i i = 0 , ..., n.
p2
p1
p3 po
n 1 n 1
B (t ) t B (t ) (1 t ) Bi (t ) untuk semua i = 1,..., n-1
n
4). Linier: i i 1
n 1
B (t ) (1 t ) B
n
0 0
(t )
dan
n 1
B (t ) t B
n
n n 1
(t ) .
5). Pengurangan variasi, yaitu: jumlah interseksi sebuah bidang sembarang
dengan kurva Bezier adalah lebih kecil atau sama dengan banyaknya
bidang tersebut dengan poligon Bezier.
6). Simetris: Bi (t ) Bni (1 t ) .
n n
C(t) Pi Bi (t)
n 1
i 0
dengan
*
Pi = i Pi-1 + (1 - i) Pi dan i = i/(n+1); i = 1, ..., n.
Po(0)
Po(1)
P1(0) .
(n-1)
. . . Po
. . . Po(n) = C(t) (12.9)
(n-1)
. . P1
(0)
Pn-1 .
Pn-1(1)
Pn(0)
1 Beberapa bentuk system koordinat
7
2
Kurva C(t) dalam persamaan (12.9) dapat dicacah kedalam dua bagian
sub kurva C1(t) dan C2(t) dengan titik-titik kontrol masing-masing (Gambar
12.3):
2 4
P1 P0 P0 P2 P3
2
C1 (t)
C (t)
P10 2 P31
P0 P
4
Turunan derajat r dari kurva C(t), ditulis C(r)(t), dapat dinyatakan sebagai
bentuk:
nr
( P )B
r nr
n!
(r)
C (t) = ( n r )! i
(t ) (12.10)
i
i 0
dimana:
0
Pi = Pi
1
Pi = (Pi+1 - Pi)
2
Pi = (Pi+2 - 2 Pi+1 + Pi)
...............................................
r
(r)
(1) C P r j r
.
Pi = j 0
j ir j
Bagian I 173
[t0 < t1 < t2 < ... < tn-1 < tn < tn+1 ...<tn+k]
N
k
1). Partisi dari satuan: (t )
i 0
i 1;
k
2). Positif: N i
(t ) > 0; untuk t [ti,ti+k];
k
3). Dukungan lokal: N i
(t ) = 0, jika t [ti,ti+k];
(t ) adalah order k dan kontinyu Kk-2 pada setiap nodal;
k
4). Kontinyu: N i
5). Rekursif:
k 1 k 1
N
k
(t ) (t ti ) N i
(t )
(ti k t ) N i 1
(t )
i
(ti k 1 ti ) (ti k ti 1 ) (12.13)
1 Beberapa bentuk system koordinat
7
4
dimana
1, jika t [ti,ti+1];
1
N i (t) =
0, jika t [ti,ti+1].
P (t ) N
j k j
Q(t) = i i
(t ) (12.14)
i 0
dengan j = 0 , ... , (k-1) dalam bentuk tersebut titik-titik de-Boor dinyatakan dalam
bentuk interpolasi linier rekursif
P (1 ) P i Pi
j j j1 j j1
i i i 1 (12.15)
s ti
P P . Jika k = j+1, kita
j 0 1
dengan i
t i k j t i dan i j dapatkan basis N . Hal
r
k 1
ini berarti bahwa untuk harga t = s [tr , tr+1] didapat Q(s) = r . P
Permukaan non-rasional B-Splin dari order k dan l, dinyatakan dalam bentuk
perkalian tensor sebagai berikut:
m, n
R(u,v) = P N
k l
i, j i
(u ) N j (v) (12.16)
i, j 0
Sifat-sifat permukaan tersebut pada dasarnya adalah analog dengan kurva B-Splin.
Bagian I 175
(a) (b)
Gambar 12.4 Contoh kurva parametrik ruang
0 0
6 7.5
2
4 5
1
4
0
2 2.5
2
0
-2 0
0 0
-2
0 2
2 -2
4
4
8
4
5 3
6 3
2.5 2 8
2 2.5
1.5 1 6
1
0
4
-5 0
-2 4
-2.5 0
0 -2.5 2
2
2.5 4
-5 0
(d) (e) 5
(f) 6
Gambar 12.5 Contoh bentuk bola, elipsoida, silinder, dan bidang lingkaran
Contoh Gambar 12.6a: H(u,v) = <cos u - v.sin u, sin u + v.cos u, v> dengan
0u2 dan -5 v 5.
Bagian I 177
Contoh Gambar 12.6b: H(u,v) = <cos u - v.sin u, sin u+v.cos u, v> dengan 0u2
dan -1v1.
9). Paraboloida: P(u,v) = < R. v.cos u + x1, R. v.sin u + y1, R1.v2 + z1>.
Contoh Gambar 12.6d: P(u,v) = <v.cos u, v.sin u+4, 0.4 v2 > dengan batas
0u2 dan -5 v 5.
Contoh Gambar12.6e: P(u,v) = <v.cos u, v.sin u+4, - 0.4 v 2> dengan batas
0u2 dan -5 v -2.5.
5
-5
2.5 0
5 5
0 0
-5
-2.5
20
-5
5
10
2.5
0
5 0
1
0.5
-2.5 0 2.5
-0.5
-1
-10
-5 0
-5
-5 -2.5
-2.5
-2.5 0 -20
0
2.5
2.5 -5
5
5
7.5
5
2.5 7.5
0 5
10 2.5
0
7.5
5 -4
2.5 -6
0 -8
-5 -10
-2.5
0 -5
2.5 -2.5
5 0
2.5
5
(d) (e)
10). Kerucut: K(u,v) = < R. v.cos u + x1, R . v.sin u + y1, R1. v + z1>.
1 Beberapa bentuk system koordinat
7
8
Contoh Gambar 12.7a: K(u,v) = <v.cos u, v.sin u + 4, v> dengan batas 0 u 2 dan
-5 v 5.
11). Torus: T(u,v) = < (R.cos u + x1).cos v, (R.cos u + y1).sin v, R.sin v + z1>.
Contoh Gambar 12.7b: T(u,v) = <(2.cos u+5).cos v, (2.cos u +5).sin v, 2.Sin v>
dengan batas 0 u 2 dan - v .
12). Pseudo-bola: PB(u,v) = < R/v.cos u, R/v.sin u, R1. v >.
Contoh Gambar 12.7c: PB(u,v) = <10/v . cos u, 10/v. sin u, 8.v> dengan
batas - u dan - 1 v -5.
Contoh Gambar12.7d: PB(u,v) = <10/v . cos u, 0/v . sin u, 8.v> dengan
batas - u dan 1 v 4.
7.5
-10
-10
10
5 10 -5
-5 5 0
2.5 -5 0
5 0
5
10 0
5
10
0 -5 -5
-10
5 -10
-10
30
2.5
0
0 -20
20
-2.5
-5 5 -30
-5 10
-2.5
-40
0
2
2.5
5
01
-1
-2
-5 0 5
10
20
5
15
5
0
-5
0 10
15
10
5
-5
4
2 0
-4 0
-2 0 -2 0
2 4 -4 -5 -2.5 -10 0
0 2.5 5
10
Gambar 12.7 Contoh kerucut, torus, pseudo-bola, dan hasil pemodelan benda
Bagian I 179
BAB 13
BEBERAPA CONTOH
PEMODELAN PERMUKAAN
C(u) = P
i 0
i Bin (u ) (13.1)
1 Beberapa bentuk system koordinat
8
0
n!
Bin (u) Cin (1 u) n1 . u i dan Ci
n
dengan 0 u 1 sedangkan .
i!(n i )!
Selanjutnya, jika C(u) terletak di bidang meridian dan diputar terhadap suatu
sumbu putar g yang tidak memotong kurva tersebut, maka akan didapat
permukaan putar Bezier. Dalam hal khusus, jika C(u) berbentuk kurva
kuadratik, kubik dan kuartik, umumnya masing-masing akan menghasilkan
permukaan putar dengan satu, dua dan tiga kecekungan/kecembungan
permukaan (Gambar 13.1d).
g
g
g P0
P0 P0
P2
P1 P2
P2 P3 P4
Gambar 13.1 Contoh profil benda putar dibangkitkan oleh kurva Bezier
Bagian I 181
S
S’
C(u)
X’ X
r(u)
R’
R
u2
A u1
u3
a)
kurva C1(u) sebagai direktrisnya (Gambar 13.3a). Dalam hal khusus, jika kurva
C2(v) berupa kurva Bezier derajat n terletak di bidang dan C1(u) berupa
segmen PQ , maka permukaan geser yang terbentuk dengan titik pangkal
relatif terhadap P dapat dinyatakan dalam persamaan
n
S(u,v) = [u.Q + (1-u).P] + ( P i Bin (v) - OP ) (13.3)
i 0
C1(u)
C1(u)
P3
P4
P
C2(v) C2(v) P2
P0
P1
(a) (b)
1 Beberapa bentuk system koordinat
8
4
Q
Q Q
P
P P
(c)
(d)
C2(v), dibangun kurva C3(v) simetri terhadap kurva C2(v) dan kemudian
masing-masing kurva digeser menyentuh segmen persekutuan PQ . Dalam hal
yang lebih umum, jika PQ diganti dari bentuk kurva bidang, contoh hasilnya
terlihat pada Gambar 13.3d.
p(u) = a2 u2 + a1 u + ao (13.4)
p(0) = ao (13.6)
p(1) = a2 + a1 + ao (13.7)
pu(1) = 2 a2 + a1, (13.8)
p(u) = p(0) (1 - 2u + u2) + p(1) (2u - u2) + pu(1) (-u + u2). (13.12)
Dalam hal ini, p(0) dan p(1) merupakan titik kontrol (geometrik) bentuk kurva
yang dapat dipandang sebagai titik biasa di R2 atau di R3, sedangkan pu(1)
merupakan vektor singgung kurva di p(1). Adapun K1(u), K2(u) dan K3(u)
disebut fungsi-fungsi basis kurva p(u).
Di lain hal, jika kondisi (13.6), (13.7) dan (13.8) untuk kurva
persamaan (11) digantikan oleh syarat batas
(a)
1 Beberapa bentuk system koordinat
8
8
(b)
Gambar 13.4 Permukaan putar kuadratik kondisi batas di pu(1) dan pu(0)
q(u) = q(0) H1(u) + q(1) H2(u) + qu(0) H3(u) + qu(1) H4(u) (13.16)
dengan
H1(u) = 2u3 – 3 u2 + 1; H2(u) = -2u3 + 3 u2;
H3(u) = u3 - 2u2 + u; H4(u) = u3 – u2.
Jadi dalam membangun kurva kubik Hermit, kita diberi 4 (empat) fasilitas
untuk memodelisasi bentuk kurva tersebut, yaitu dalam hal memilih posisi titik
batas awal kurva q(0) dan akhir q(1) serta dalam hal pemilihan bentuk kurva
karena pengaruh besar dan arah vektor singgung qu(0) dan qu(1). Adapun
untuk membangun permukaan putar dari kurva Hermit, dapat kita analogkan
seperti model permukaan putar persamaan (13.15), dan contoh hasilnya seperti
terlihat dalam Gambar 13.5 berikut.
Bagian I 189
R
A B
g
P P
D C
F S
g1
g1
r
R
R
T T’
P P T’’
Ud
S P’
S
(d) (e)
dengan 0 v 2. Jadi silinder bersumbu T ' P dibatasi bidang bujur sangkar ABCD
dapat dinyatakan sebagai
r =0,5 r = 0,8
d
R a) b)
A B
P S
D C
(a) (b)
1
R
P
g
S T
2 P
R U Q
Q
(a) (b)
1 Beberapa bentuk system koordinat
9
4 = 0.2
= 0.7
(c) (d)
P
R
X1(i)(1) = X2 (i)(0) = P
P P
X1(t) S1
S2 S3
X (u) S4
2
(a) (b)
B S (u,v)
2
L
o
X 1(t)
C1 R PQ C
O X (u) 2
2
S (u,v)
v 1
A B
P
u
(c) (d)
(E x2 + 2 F xy + G y2)1 = (E x2 + 2 F xy + G y2)2
dimana a u b dan c v d.
x . (1 - v) C2 (u)
S(u,v) v
v
C1 (u)
(a) (b)
Interseksi
TABUNG-1
TABUNG-1
TABUNG-2
TABUNG-2
(a) (b)
binormal dan normal kurval C(t). Selanjutnya, dari kurva Lo, lingkaran
digerakkan sepanjang kurva C(t) secara tegaklurus terhadap vektor
singgungnya t sehingga mencapai titik akhir C(tn) dengan kurva Ln di bidang
(bn,nn). Dengan demikian di setiap titik C(ti), kita dapatkan kurva lingkaran Li
di bidang (bi,ni). Selanjutnya, dari himpunan kurva Li, permukaan evolutif
secara umum dapat berbentuk pipa (Gambar 14.4).
nn tn
Ln C(tn)
to
bn
no C(to) C(t)
bo
Lo
Sumbu Putar
Kurva Generatrik
u u ou
S =S +n
dan
v ov v
S =S + no ,
u v
sedangkan normalnya: n = [S S ].
Kurva Paralel
Kurva Awal
Arah geseran
Kurva Paralel
P
Titik Singuler
(a) (b)
S(u,v)
Definisi 15.3: Keping pelat Bezier adalah permukaan pelat yang dibangun oleh dua
kurva Bezier C1(u) dan C2(u) dalam penyajian:
S(u,v) = C1(u) + v g(u) dengan g(u) = C2(u) - C1(u)
atau juga
S(u,v) = (1-v) C1(u) + v C2(u) (15.1)
dimana 0 u,v 1. Berdasarkan pada definisi 15.2, maka dapat disimpulkan bahwa
keping permukaan garis Bezier S(u,v) adalah pelat jika ketiga vektor g'(u), C1'(u) dan
g(u) sebidang, yaitu jika terdapat skalar real (u) dan (u) sehingga
i 0
i B (u)
i
dan
nk
C2 (u ) q
nk
i 0
i B i
(u )
219 Bagian III
dengan 0 u 1. Jika C1(u) dan C2(u) disyaratkan masing-masing terletak pada bidang
sejajar [1,2], maka kondisi pelat S(u,v) dapat disederhanakan menjadi (Kusno,
1998)
Adapun untuk kondisi keregulerannya, selanjutnya dapat kita manfaatkan studi dari
Frey (1993) dan dapat kita nyatakan bahwa agar keping Bezier S(u,v) yang dibangun
oleh dua kurva [C1(u), C2(u)] masing-masing terletak pada dua bidang sejajar [1,2]
adalah reguler, maka pemilihan (u) pada kondisi C2'(u) = (u) C1'(u) harus (u) >
0.
q
. n+k
C 2(u)
Z
qo. 2
p . . .
. i
Y
X .. p
n-1
p C 1(u)
1
p
n
p 1
o
Andaikan dari persamaan (15.2), kita tentukan skalar (u) dalam bentuk
penyajian kubik (u) = [o (1-u) + 3 1 (1-u)2 u + 3 2 (1-u) u2 + 3 u] > 0 dan
kedua kurva batasnya berbentuk
3 6
p B q B
3 6
C1(u) = i
(u); C2(u) = i
(u),
i i
i 0 i 0
kondisi pelat (15.2) dapat dinyatakan sebagai (Kusno 1998 dan 2002)
5
i 0
120 (qi – qi+1) + o [(3-i).(4-i).(5-i)].(pi+1 – pi) +
5 5
Karena B
i (u) tidak nol untuk i = 0,...,5, maka i (u) membentuk ruang polinom B
derajat 5. Oleh sebab itu pada setiap suku bentuk (15.4), yang ada dalam kurung
kurawal adalah nol dan diperoleh persamaan-persamaan
[120.(qi – qi+1) + o [(3-i).(4-i).(5-i)].(pi+1 – pi) +
1 5
v2 = 40 (5 i )(i 1)i ( pi-1 – pi-2).
i 2
Jika kita pilih titik-titik kontrol pi untuk i = 0, ..., 3 di bidang 1 dan dua titik kontrol
qo dan q 5 pada bidang 2 sebagai datanya, maka keping pelat Bezier berkurva batas
derajat 3 dan 6 masing-masing terletak pada bidang sejajar [1, 1], dapat
direalisasikan sebagai berikut:
a). menetapkan harga 1 dan 2 pada persamaan (15.6), kemudian menghitung harga
o, 3 dan (u). Jika didapat (u) > 0, kita lanjutkan perhitungan (b), jika tidak, kita
ulang perlakukan (a).
b). menyelesaikan persamaan (15.5) untuk mendapatkan titik-titik kontrol qi dengan i
= 1,...,5 selanjutnya mengkonstruksi permukaan.
Untuk validasi prosedur konstruksi ini, contoh hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1
dan Gambar 2.
222 Permodelan Permukaan Pelat
(a)
Pelat kapal
CBDR[(3,6),1]
1
2
(b)
Dengan menggunakan metode yang sama, kita pilih selanjutnya kasus lebih
umum untuk kurva batas berderajat n dan n+k dengan n, k 1 berikut. Tetapkan kurva
C1(u), C2(u) dan skalar real (u) derajat k dalam bentuk
n
pB
n
C1(u) = i
(u)
i
i 0
nk
q B
nk
C2(u) = i
(u)
i
i 0
k 1
k
k
C2'(u) = [o (1-u) + i B i
(u) + k u ] C1'(u) (15.8)
i 1
n n k 1 k 2
N 1. N 2
n n k 1 k 2
(1-u)k1 uk2
i 0
ai B (u) i =
i 0 D a i-k2 Bi (u)
dengan
N1 = (n + k2 +1 -i) (n + k2 + 2 -i) ... (n + k2 + k1 -i) jika k1 1, jika tidak N1 = 1
N2 = (i - k2 + 1) (i - k2 + 2) ... (i) jika k2 1, jika tidak N2 = 1
D = (n + 1) (n + 2) ... (n + k1 + k2) jika k1 + k2 1, jika tidak D = 1
dan kemudian membawa ke bentuk seperti persamaan (15.4), maka dari persamaan
(15.8) didapat persamaan-persamaan titik kontrol sebagai berikut:
k
[1 C1
(n+1-i).(n+2-i)...(n+(k-1)-i).i.(pi-pi-1) +
...................................................................... +
k
[
k C 0
(n+1-i).(n+2-i)...(n+(k-1)-i).i.(pi – pi-1) + ........... +
k 1
C k 2 (n-1+k-i).(i-(k-1)+1)...(i-1).i.(pi-(k-2)- pi-(k-1))] +
untuk i = 0, ..., (n+k-1) dan k 1. Dengan melalui perhitungan yang panjang, kita
dapatkan persamaan titik berat poligon Bezier kurva C1(u) dalam bentuk
k 1
o ( p - po ) + k ( pn - p ) = [(qm - qo) - i vi] (15.10)
i 1
dengan
224 Permodelan Permukaan Pelat
n
1
p = n 1 i 0
pi
k
C 1
n
k n 1
C 2
v2 = ( n 1)( n 2)...( n k ) (n+2-i).(n+3-i)...(n+1+(k-2)-i).(i-1).i.(pi-1- pi-2)
i 2
...............................................................................................................................
k ( n 1) ( k 1)
C k 1
vk-1 = ( n 1)( n 2)...( n k ) (n-1+k-i).(i-(k-1)+1)...(i-1).i.(pi-(k-2) – pi-(k-1)).
i ( k 1)
Oleh karena itu untuk membangun keping pelat Bezier reguler dari kurva batas derajat
n dan n+k pada bidang sejajar [1, 1], dapat dilakukan sebagai berikut:
a) menetapkan titik-titik kontrol pi dengan i = 0, ..., n pada bidang 1 dan dua titik
kontrol qo dan qn+k pada bidang 2;
b) menetapkan i dengan i = 1, …, (k-1) kemudian menghitung o dan k persamaan
(15.10). Jika didapat (u)>0, dilanjutkan perhitungan (c), jika tidak, diulang
perlakuan (b);
c) dengan persamaan (15.9), menghitung qi dengan i = 1,...,n + (k-1).
Sn
.
.
.
S1
S2
C2(u)
. .
.
. . . . .
Si
A xo
k
j
i
C
j
i a2 A’
xo a1
C’
B’
4). Kontruksi bidang beberan bentuk segitiga A’B’C’ di bidang ortonormal [O,i,j].
Pandang potongan bidang dibatasi oleh poligon konveks segi-n dengan titik-
titik sudutnya diketahui P0, P1, P2, .., Pn di ruang ortonormal [O,i,j,k] seperti pada
Gambar 15.6. Pembeberan potongan bidang tersebut ke bidang ortonormal [O,i,j]
dapat dilakukan sebagai berikut:
227 Bagian III
1). Tentukan titik awal beberan Q0 dan dua vektor satuan saling tegak lurus a1 a2.
P3
P2
Pn
Po P1
C2(u) S1
Q(n+1 S2
j
)
Q
Q i
1
2
(a) (b)
(c)
setiap titik P(i) atas kurva batas 1(u) dan titik Q(i) atas kurva batas 2(u)
dengan harga i = 1, ..., n, evaluasi:
a). panjang [P(i-1)P(i)], [P(i)Q(i)], dan [P(i)P(i+1)],
b). sudut A(i) = Q(i)P(i)P(i+1) dan B(i) = P(i-1)P(i)Q(i),
d d
hitung posisi titik terbeber P(i) dan Q(i) di bidang pembeberan U-V menurut
bentuk (Gambar 15.9b):
UP(i) = [P(i-1)P(i)] . Cos[G(i-1)], VP(i) = [P(i-1)P(i)] . Sin[G(i-1)],
UQ(i) = [P(i)Q(i)] . Cos[F(i)], VQ(i) = [P(i)Q(i)] . Sin[F(i)],
dimana:
F(1) = 0; G(0) = 0;
F(i) = - G(i-1) - B(i)
dan G(i) = F(i) + A(i),
1 (u) 2 (u) V
P (i+1) d
P (i+1)
B(i+1) Q (i+1)
d
A(i) Q (i)
P(i) Q(i) G (i)
B (i) A(i)
d F (i)
p q P (i)
A(i-1) B (i)
Q(i-1)
P (i-1)
A(i-1)
d d
U
P (1) Q (1)
(a) (b)
231 Bagian III
Permukaan
CBDR[(3,6),1]
pelat
Permukaan pelat
CBDR[(3,4),1]
BAB 16
PEMODELAN BENDA PUTAR
Benda putar umumnya sangat diminati oleh banyak orang, sebab tampilan
benda putar umunya menarik dan indah. Hal ini dikarenakan secara geometris bentuk
benda putar bersifat tegak dan simetris sehingga tampak setimbang dan proporsional.
Oleh karena itu, banyak kalangan industri menggunakan pengemas barang
produksinya dengan model benda putar agar pemasaran hasil produksinya semakin
kompetitif. Mengingat besarnya manfaat benda putar dimaksud dalam dunia industri,
pada bab ini dibahas tentang garis besar membangun dan memodifikasi lokal
permukaan putar, menggabung dan memodifikasi kontinyu permukaan putar Bezier,
beserta aplikasinya. Uraian detailnya sebagai berikut (Kusno, 2007).
C2(u) = P
i 0
i Bi2 (u ) (16.1)
dengan 0u 1, maka turunan pertama C2’(0) = 2(P1-P0) dan C2’(1) = 2(P2-P1).
Pandang pada poligon Bezier [P0,P1,P2] titik kontrol antara W21, W22 dan W23 masing-
masing didefinisikan oleh hubungan
W21 = 21 P1 + (1- 21) P0 (16.2)
W22 = 22 P2 + (1- 22) P1
W23 = 23 W22 + (1- 23) W21
dengan 0 21, 22, 23 1 dan 21, 22, 23 ditetapkan (Gambar 16.1).
P1
W23 W22
W21
C2(u)
P0
P2
Dengan titik-titik kontrol poligon Bezier baru = [P0, W21, W23, W22, P2]
dapat dimodifikasi model kurva kuadratik Bezier C2(u) menjadi kurva kuartik Bezier
C4(u) dalam poligon berbentuk
(c) Harga 21=0,2; 22=0,5 dan 23=0,2 (d) Permukaan hasil pemutaran kurva (c)
234 Permodelan Permukaan Pelat
(e) Harga 21=0,9; 22=0,5 dan 23=0,6 (f) Permukaan hasil pemutaran kurva (e)
Gambar 16.2 Beberapa contoh modifikasi bentuk kurva kuadratik bezier
C3(u) = P B
i 0
i i
3
(u ) (16.5)
dengan 0 u 1 dan data titik kontrol [P0,P1,P2,P3] ditetapkan. Misalkan titik-titik
kontrol antara W31, W32 dan W33 didefinisikan sebagai
W32 P2
P1
W33
W31 C3(u)
P0
P3
Gambar 16.3 Pendefinisian titik kontrol interpolasi kurva kubik
(c). Harga 31=0,5; 32=0,5 dan 33=0,7 (d) Permukaan hasil pemutaran kurva (c)
(g) Harga 31=0,9; 32=0,5 dan 33=0,2 h). Permukaan hasil pemutaran kurva (e)
Gambar 16.4 Beberapa contoh modifikasi bentuk kurva kubik Bezier
beragam bentuk komponen benda putar. untuk itu dalam studi selanjutnya, dibahas
tentang teknik penggabungan (pemasangan) dua permukaan putar Bezier berdekatan
kontinyu parametrik order dua. Uraian detailnya sebagi berikut.
S2(u,v)
C2(u)
C1(u)
S1(u,v)
3 3 3
(a) Permukaan putar kubik Bezier (b) Gabungan permukaan putar kubik Bezier
dengan paraboloida
Dalam hal persamaan (16.10) berbentuk permukaan putar kubik Bezier dalam
interval 0 u 1 dan 0 v 2 berikut
3 3 3
S2(u,v) = < Q
i 0
xi i
3
B (u ) . Cos v, Q
i 0
xi i
3
B (u ) Sin v, Q
i 0
zi Bi3 (u ) > (16.11)
maka untuk mendapatkan kontinyu parametrik di bidang meridian XOZ antara
permukaan putar S1(u,v) dan S2(u,v) dipersyaratkan:
240 Permodelan Permukaan Pelat
Kurva
Dalam kasus yang lebih umum dari generatris kurva kubik Bezier persamaan
(12) dan (14), apabila masing-masing dari bentuk
n n n
S2(u,v) = < Q
i 0
xi Bin (u ) . Cos v, Q
i 0
xi Bin (u ) Sin v, Q
i 0
zi Bin (u ) > (16.14)
C1(u) = P B
i 0
i i
3
(u ) (16.15a)
dan
3
C2(u) = Q
i 0
i Bi3 (u ) (16.15b)
termodifikasi oleh kurva kuartik formula (16.7) dan (16.6) masing-masing ke dalam
bentuk
C41(u) = P0 (1-u)4 + 4 W311 (1-u)3.u + 6 W321 (1-u)2.u2 +
4 W331 (1-u).u3 + P3 u4 (16.16)
242 Permodelan Permukaan Pelat
dengan 0 u 1. Masalahnya adalah, apabila kedua kurva C1(u) dan C2(u) bergabung
kontinyu parametrik order dua di bidang meridian XOZ, bagaimana melakukan
modifikasi kontinyu pasangan titik-titik kontrol [W311, W321, W331] dan [W312, W322,
W332] agar bentuk kurva C1(u) dan C2(u) berubah tetapi pada titik gabungannya tetap
memiliki tingkat kontinyuan parametrik yang sama dengan titik gabung kurva semula.
Karena kurva generatris C1(u) dan C2(u) bergabung kontinyu parametrik order
2 (dua), maka keduanya memenuhi kondisi persamaan (16.12a,b,c). Pengubahan
posisi titi-titik kontrol [W311, W321, W331] dan [W312, W322, W332] karena variasi
pemilihan parameter dalam selang 0 1, tetap menghasilkan gabungan order nol,
sebab nilai Q0 = P3 tidak berubah. Kondisi kontinyu order satu gabungan kurva awal
berbentuk (Q1-Q0) = 1(P3-P2) identik/segaris dengan (W312-Q0) = 1(P3-W331) karena
titik W312Q0Q1 dan W331P3P2. Oleh karerna itu hasil gabungan kurva kuartik Bezier
juga kontinyu parametrik order satu. Kondisi kontinyu order 2 (dua) gabungan kurva
awal berbentuk (Q2 - 2Q1-Q0) = 2 (P3-2P2-P1) dan gabungan kurva kuartik Beziet
berbentuk (W322-2W312-Q0) = 2 (P3-2W331-W321). Untuk mendapatkan gabungan
kurva kuartik Bezier kontinyu order dua, vektor pada masing-masing ruas dari kedua
persamaan terakhir dipilih sehingga satu merupakan kelipatan dari yang lain. Contoh
hasil teknik perlakukan order satu dapat dilihat pada Gambar 16.9.
Gabungan
kontinyu
order satu
Gabungan
kontinyu
order nol (c) Benda hasil modifikasi
(a) Kurva awal (b) Kurva termodifikasi kurva generatris tergabung
kontinyu order satu kontinyu order satu
(a)
(b)
bar 16.10 Contoh hasil simulasi desain prototype benda onyx dan marmer
244 Permodelan Permukaan Pelat
BAB 17
PEMODELAN TABUNG/PIPA EVOLUTIF
P B (u)
n
C(u) = i i dan 0 u 1 (17.1a)
i 0
n!
(1 u ) ni .u i dan
n
n n
dengan B i (u) = C i C
i!(n i )! . Dalam hal kurva
i
Bezier persamaan (17.1a) berbentuk kubik, maka derivasi order dua kurva
terhadap variabel parameter u dapat diuraikan sebagai berikut.
C3’(u) = P = 3 (P1 – P0) (1 – u)2 + 2 (P2 – P1) (1 – u).u + 3 (P3 – P2).u2 (17.1c)
C3’’(u) = Q = 6 [ (P2 – 2 P1 + P0).(1 – u) + (P3 – 2 P2 + P1).u]. (17.1d)
Oleh sebab itu jika dari bentuk (17.1c) notasi Px, Py, dan Pz masing-masing
merupakan komponen skalar untuk vektor basis i , j dan k dari vektor singgung
kurva C(u), maka diperoleh bentuk vektor singgung satuan
Px (u ), Py (u ), Pz (u )
T(u) = C’(u) = s (17.2)
dengan s = (Px2 + Py2 +Pz2)1/2. Penyajian vektor normal dari kurva diperoleh
Qx .s Px .s' , Qy .s Py .s' , Qz .s Pz .s'
N(u) = C’’(u) = . (17.3)
s2
Dengan demikian vektor binormal B(u) dari kurva C(u) dapat ditentukan
melalui perhitungan
i j k
B(u) = Px / s Py / s Pz / s . (17.4)
Q x .s Px .s ' Q y .s Py .s ' Q z .s Pz .s '
s2 s2 s2
Berdasarkan teknik hitung penyajian bentuk trihedron kurva Bezier kubik
dalam formula (17.2), (17.3), dan (17.4) maupun untuk penyajian kurva
natural, selanjutnya dapat dilakukan evaluasi konstruksi tabung evolutif dari
beberapa jenis derajat kurva dan tipe pipa berikut.
P B
2
C2(u) = i i (u) dan 0 u 1,
i 0
maka diperoleh:
1) Turunan pertama Bezier kuadratik
Px = 2((P1x - P0x).(1-u) + (P2x - P1x).u);
Py = 2((P1y - P0y).(1-u) + (P2y - P1y).u);
Pz = 2((P1z - P0z).(1-u) + (P2z - P1z).u);
246 Permodelan Permukaan Pelat
P B
2
T2(u,v) = i i (u) + r.((N/PN).cos(v)+(B/PB).sin(v)) (17.5)
i 0
r=2 r=5
Gambar 17.1 Tabung evolutif dari kurva bezier kuadratik jari-jari konstan
P B
n
Tn(u,v) = i i (u) + r.(N/PN).cos(v)+(B/PB).sin(v)). (17.6)
i 0
a) b)
r = a.(1-u).(1-u).(1-u).(1-u) + b.(4).(1-u).(1-u).(1-u).u +
c.(6).(1-u).(1-u).u.u + d.(4).(1-u).u.u.u + e.u.u.u.u (17.7b)
dengan a = 3, b = 0.1, c = 8, d =0.1 dan e =5 didapat perubahan bentuk dari
Gambar 17.3c menjadi Gambar 17.3d.
a) b) c) d)
e) f)
Gambar 17.3 Tabung evolutif bergelembung
249 Bagian III
dengan s =(p2 + q2)1/2, maka didapat skalar untuk vektor binormalnya berupa
bx =-(Hy.Kz-Ky.Hz);
by =-(Kx.Hz-Hx.Kz);
bz =-(Hx.Ky-Kx.Hy);
a) b) (c)
sedangkan q(0), q(1), q’(0), dan q’(1) merupakan titik-titik kontrol yang
ditetapkan, maka tabung evolutif dari pembangkit kurva q(u) dengan jari-jari r
dapat dirumuskan sebagai:
Gambar 17.5 Tabung evolutif konstan terdefinisi dari kurva kondisi batas
(a) (b)
Gambar 17.6 Tabung evolutif multi gelembung
a) b) c)
a) b) c)
255 Bagian III
c) d) e)
f) g) h)
Gambar 5.9 Penyambungan antar Tabung Evolutif Bezier
titik tersebut ukurannya sama. Contoh dari perlakuan ini diperlihatkan pada
Gambar 17.10c,d.
a) b)
c) d)
Gambar 17.10 Penyambungan tabung evolutif terdefinisi dari kondisi batas
257 Bagian III
BAB 18
DESAIN BENDA ORNAMEN BANGUNAN
x 0 1 x B x A
OD OB BD B
y B 1 0 y B y A
A B P1
C P3
H
F P8
A B E D
P7 P5 P4
G P6
259 Bagian III
g1 a1x + b1y + c1 = 0
g2 a2x + b2y + c2 = 0.
b1c2 c1b2 c a a c
x dan y 1 2 1 2 ; (18.1)
a1b2 b1 a2 a1b2 b1 a2
dengan a1b2 b1a2 0 . Dalam hal titik A, B, dan C pada posisi di ruang dengan
titik asal O(0,0,0) tidak sebidang dengan ketiga titik tersebut, pusat lingkaran
dapat ditentukan melalui perhitungan berikut.
AP BP
OP OA u atau OP OB v
AP BP
260 Permodelan Permukaan Pelat
AP BP
sehimgga OA u = OB v . Oleh karena itu diperoleh parameter
AP BP
variabel
BP BP AP
u (OB ) OA /[(OB ) ]. (18.2)
BP BP AP
rD = S = 0.5.(a b c) (18.3)
(a) (b)
262 Permodelan Permukaan Pelat
Alternatif 1:
1. Membangun segitiga ABC dari data 3 titik;
2. Membangun segitiga DEF dan data titik pusat segmen AB, AC, dan BC;
3. Memilih salah desain berikut:
a. membangun lingkaran dalam segitiga dari 4 bentuk segitiga yang ada,
atau
b. melakukan seperti kegiatan (2) untuk segitiga awal DEF;
4. Membangun lingkaran dalam/luar segitiga dari semua/sebagian bentuk
segitiga yang tersedia (Gambar 18.3a,b).
Alternatif 2:
1. Membangun segitiga ABC sama sisi/kaki dari data 3 titik;
2. Membangun segitiga DFE dengan data titik pusat segmen AB, AC, dan BC;
3. Dengan menggunakan salah satu data titik terurut (A-F-D-A, B-D-E-B, C-E-
F-C) atau (A-C-C-B, B-A-A-C, C-B-B-A) membangun kurva dengan
persamaan (Mortenson 1985, Rusli dan Kusno 2006):
p(u) = p(0) H1(u) + p(1) H2(u) + pu(0) H3(u) + pu(1) H4(u) (18.7)
263 Bagian III
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 18.3 Desain profil dalam batas segitiga
n1
(hasil penyajian data yang diberikan) C1(u) dan C2(u) kelas C berbentuk
berikut:
S(u,v) = (1-v) C1(u) + v C2(u)
atau
S(u,v) = (1-v3) C1(u) + v3 C2(u)
dimana 0 u 1 dan 0 v 1. Agar keperluan data menjadi efisien, proses
penyambungan dan pemodelan bentuk kurva menjadi mudah dilaksanakan,
dalam pembahasan ini kurva C1(u) dan C2(u) dipilih dari jenis kurva terdefinisi
kondisi batas kubik persamaan (18.7), bentuk segmen garis, atau berupa titik.
Sebagai contoh, modifikasi Gambar 18.3a,c dapat diperoleh hasil bentuk
Gambar 18.5 berikut ini.
Antonius C.P., Dewi, Y.K., Kusno, 2009. Desain dan Fabrikasi Benda-benda
Aksesoris Bangunan (Laporan Penelitian Hibah Bersaing). Lemlit UNEJ.
Bohm, W., 1984. A Survey of Curve and Surface Methods in CAGD. CAGD,
Volume 1 (P.1-60).
DeRose T.D. and Barsky B.A., 1988. Geometric Continuity, Shape Parameter, and
Geometric Construction for Catmull-Rom Splines. ACM Transaction on
Graphics Volume 7 (P.1-41).
doCarmo M.P., 1976. Differential Geometry of Curve and Surfaces. Prentice Hall
Englewood Cliff, New Jersey.
Du, W.H., 1988. Etude sur la Representation des Surfaces Complexes: Application a
la Reconstruction de Surfaces Echantillonees, Sup. Telecom (ENST), Paris.
Du, W.H. and Schmitt, J.M., 1990. On the G1 Continuity of Picewise Bezier Surfaces:
a Review with New Results, CAD , Volume 22 No.9 (P.556-571).
Du, W.H., Schmitt, F.J.M., 1990. On the G1 Continuity of Piecewise Bezier Surfaces: a
Review with New Results. CAD, Volume 22, No.9 (P.556-571).
Elber ,G., 1995. Model Fabrication Using Surface Layout Projection, CAD, Volume
27 (P.283-291) Utah, USA.
Farin, G., 1990. Curves and Surfaces for Computer Aided Geometric Design,
Academic Press Inc., Boston.
Faux, I.,D. and Pratt, M.J., 1987. Computational Geometry for Design and
Manufacture. Ellis Horwood Limited, Reading.
268 Permodelan Permukaan Pelat
Florent, P., Lauton, G. dan Lauton, M., 1981. Outils et Modeles Mathematiques Calcul
Vectoriel, Geometrie Analytique, Vuibert, Quebec.
Frey, W.H. et.al, 1993. Computer Aided Design Of Class Of Developable Bézier
Surfaces. GM Publication R&D-8057. North American Operations.
Hui, K.C., 1999. Shape Blending of Curves and Surfaces with Geometric Continuity,
CAD, Volume 31 (P.819-828).
Kusno 2002. Kekontinyuan Parametrik dan Geometrik Order-2 Kurva dan Surfas
dalam “Computer Aided Geometric Design”. Natural Volume 6 (Edisi Khusus
316-320) UNIBRAW.
Kusno 2002. Survey Rancang Bangun Kurva dengan Kurva dan Permukaan. Jurnal
Matematika , Ilmu Pengetahuan Alam dan Pengajarannya, Tahun 22, Nomor
1, Januari 2003.
Kusno, 2000. Survey tentang Kondisi Cukup Kereguleran dan Klasifikasi Surfas Plat
Natural, Jurnal Ilmu Dasar Volume 1 No. 2 (P.30-38), FMIPA UNEJ.
Kusno, 2001., Visualisasi dan pembeberan Permukaan Plat Bezier, Jurnal MIPA No. 2
(P.137-148), FMIPA Universitas Negeri Malang.
Kusno, 2002. Realisasi Permukaan Plat dalam Bentuk Kepingan Permukaan Bezier,
MIHMI Volume 8 No. 1 (P.77-87), Jurusan Matematika ITB.
Kusno, 2002. Studi Numerik dan Visualisasi Permukaan Kerucut Terdukung Dua
Kurva Ruang, MATEMATIKA Tahun VIII No. 2 (P.105-117), Jurusan
Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang.
Kusno, 2003. Permukaan Plat dalam Bentuk Permukaan Bezier dan Aplikasinya pada
Bidang Teknologi Perkapalan (Laporan Akhir Riset Unggulan Terpadu VIII
Tahun 2001-2003), DRN.
269 Bagian III
Kusno, 2003. Simulasi Penggunaan Proyeksi Perspektif dalam Penyajian Kurva dan
Surfas, Jurnal Ilmu Dasar Volume 4, Nomor 1, FMIPA-UNEJ.
Kusno, Antonius Cahyo P., Mahros darsin, 2007. Modelisasi Benda Onyx dan Marmer
melalui Penggabungan dan Pemilihan Parameter Pengubah Bentuk
Permukaan Putar Bezier, Vol. 8 No. 2 (P.175-185). Jurnal Ilmu Dasar FMIPA
Universitas Jember.
Kusno, Hidayat, H., Santoso, K.A., 2006. Penggunaan Kurva Bezier untuk Desain
Benda Pecah Belah dan Plastik Karakter Simetrik dan Putar, Proseding
Konferensi Nasional Matematika XIII-Universitas Negeri Semarang, p 747-
756.
Kusno, Hidayat R., Julianto, B. 2008. Studi Geometri Rancang Bangun Bentuk Pipa
Evolutif Bahan Besi, Gelas dan Plastik (Laporan Penelitian Hibah
Fundamental). Lemlit UNEJ.
Kusno, Hidayat R., Julianto, B. 2009. Pengembangan Seni dan Teknik Desain
Relief Benda-benda Industri Kerajinan Onyx Berbasis Kurva Kuartik dan
Natural Berbantu Komputer (Laporan Penelitian Hibah Kompetensi). Lemlit
UNEJ.
Liu, D. 1990. GC1 Continuity Conditions between two adjacent rational Bezier Surface
patches. CAGD, Volume 7 (P.151-163).
Purcell, E.J. dan Varberg, D., 1987. Kalkulus dan Geometri Analitis (Terjemahan),
Erlangga, Jakarta.
Rawuh, Teng Tek Hoen, Entoem dan Gouw Key Hong, 1959. Ilmu Ukur Analitis,
Penerbit Tarate, Bandung.
Rogers, D.F. dan Adams, J.A., 1990. Mathematical Elements for Computer Graphics,
MacGraw-Hill, New York.
Rose, T.D. dan Barsky, B., 1988. Geometric Continuity, Shape Parameters and
Geometric Constructions for Catmull-Rom Splines. ACM Transactions on
Graphics, Volume 7, No.1 (P.1-41).
Rusli Hidayat, M. Hasan, M. Fatekurahman, Kusno, 2006. Modelisasi Benda Onyx dan
Marmer dengan Bantuan Permukaan Putar, Jurnal Ilmu Dasar (Terakreditasi),
Volume 7, No.1, FMIPA UNEJ.
Rusli Hidayat, Firdaus Ubaidillah dan Kusno, 2007. Pembeberan Permukaan Bambu
Tipe Pelat Silinder dan Kerucut ke Bidang. Jurnal Ilmiah Sains dan Tenologi.
Lemlit UNEJ.
Spiegel, M.R., 1981. Vector Analysis, Schaum’s Outline Series - MacGraw-Hill, New
York.
Suryadi, H.S., 1984. Teori dan Soal Ilmu Ukur Analitik Ruang, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Vollewens, W.J., 1963. Diktat Ilmu Ukur Analitik, Lembaga Bahasa dan Budaja
Fakultas Sastra, UI.
DAFTAR INDEKS
A
aksesoris, 200, 207, 208
aksioma, 18, 53
arah prinsipal, 132, 158
B
basis, 22, 61, 115, 120, 134, 135, 139, 140, 150, 190
benda kuadratis, 70
berkas garis, 22, 24
Bezier, 134, 136, 137, 139, 140, 144, 145, 146, 147, 149, 163, 164, 166, 167,
168, 170, 171, 172, 178, 178, 179, 180, 181, 182, 183, 185, 186, 187, 188,
189, 190, 191, 192, 195, 197, 198, 199
bidang gambar, 114, 115, 116, 120
bidang meridian, 144, 145, 150, 183, 184, 185, 186, 187
blending, 160
bola, 2, 3, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 77, 86, 87, 88, 89, 91, 92, 96, 97, 121, 141,
142, 143, 159, 160, 164, 183
B-Splin, 134, 139, 140, 144
C
CAD/CAM, 134
Cartesius, 2, 3, 7, 115, 119, 150
Casteljau, 134, 138, 140
D
de-Boor, 134, 139, 140
dilatasi, 6, 103, 108, 111, 112, 113, 201, 207
direktrik, 86, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 167
diskriminan, 77
E
ekivalen, 158
ekivalen, 6, 7, 135
eksplisit, 18, 20, 23, 160
272 Permodelan Permukaan Pelat
elips, 75, 76, 78, 79, 81, 82, 118, 157, 200, 203, 204
elipsoida, 77, 78, 79, 141, 142
evolutif, 189, 190, 191, 192, 193, 195, 196, 197, 198, 199, 200, 157, 161
G
garis singgung, 97, 129, 130
Gauss, 128, 129, 132, 133
gelembung, 190, 192, 195, 196
generatrik, 85, 92, 94, 95, 97, 167, 161
geometrik, 6, 135, 136, 150, 157, 158, 160, 164, 189
geser, 147, 149
gradien, 18, 19, 22, 23, 24
H
heliks, 193, 194, 195, 199
Hermit, 135, 151, 152, 195
Hess, 25, 28, 52, 57, 64
hiperbola, 78, 81, 84, 89, 91
hiperboloida, 79, 80, 81, 82, 84, 89, 90, 91, 143, 164, 183
I
imajiner, 71
implisit, 18, 19, 70, 160
interior, 189
interpolasi linier, 140, 157, 159, 160, 164, 196, 207
interseksi, 6, 23, 24, 52, 75, 80, 86, 130, 137, 157, 158, 159, 160, 164, 189
J
jarak aljabar, 127, 132
jarak, 18, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 52, 57, 59, 64, 65, 66, 67, 68, 115, 121, 127,
132, 146, 163
jari-jari, 70, 71, 72, 74, 75, 91, 102, 141, 142, 146, 153, 154, 155, 161, 189,
191, 192, 195, 196, 197, 198, 199, 203
K
273 Bagian III
kabinet, 119
katenoida, 143
kavaleri, 119
kelengkungan, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 133, 158, 164
keping pelat, 168, 170, 172
kerucut, 73, 88, 93, 94, 97, 98, 99, 115, 144, 160, 161, 176, 177, 183
koefisien arah, 61, 68
koefisien geometrik, 135, 136
koefisien, 19, 20, 26, 59, 60, 61, 68, 73, 94, 96, 99, 100, 101, 102, 103, 108,
109, 110, 112, 130, 132, 133, 134, 135, 136, 139, 149, 159, 201
komponen, 2, 7, 8, 52, 59, 70, 118, 144, 145, 147, 151, 164, 165, 182, 188,
190, 207
kondisi batas, 149, 151, 157, 195, 196, 199, 200, 207
kondisi geometrik, 94, 97, 164
konstan, 70, 134, 161, 163, 184, 189, 191, 192, 196
konstanta, 22, 64, 183
kontinyu, 139, 157, 158, 164, 178, 182, 183, 184, 185, 186, 187, 188, 189, 197,
198, 199
koordinat homogen, 99, 112, 113, 121, 122
kosinus arah, 26, 52, 72, 94, 96
kuadratik, 144, 145, 149, 150, 151, 160, 178, 179, 180, 181, 190, 191, 192, 197
kuartik, 145, 147, 179, 181, 187, 193, 195
kubik, 134, 135, 136, 144, 145, 149, 151, 152, 169, 180, 181, 182, 183, 185,
186, 187, 189, 190, 192, 195, 207
kurva, 85, 86, 87, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 123, 126, 127, 128, 129, 130,
131, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 144, 145, 146, 147, 149, 150,
151, 152, 154, 155, 157, 158, 159, 160, 161, 162, 163, 164, 166, 167, 168,
169, 170, 171, 172, 173, 176, 177, 178, 179, 180, 181, 182, 183, 186, 187,
189, 190, 191, 192, 193, 194, 195, 196, 198, 199, 200, 204, 205, 206, 207
kutub, 18, 30, 31, 73
L
lingkaran, 71, 73, 75, 85, 86, 87, 91, 96, 98, 99, 118, 142, 153, 159, 160, 161,
162, 176, 183, 196, 197, 198, 200, 202, 203, 204, 205, 206
linier, 22, 54, 64, 73, 74, 137, 146, 161, 177
lokal, 126, 128, 133, 140, 144, 159, 164, 178
M
274 Permodelan Permukaan Pelat
N
natural, 141, 126, 134, 159, 164, 183, 190, 193
non-rasional, 136, 139, 140
norm Euclid, 6
normal bidang, 52, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 62, 67
normal garis, 21, 23, 25, 26, 29
normal, 18, 21, 23, 25, 26, 28, 29, 52, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 62, 64, 67, 68, 86,
113, 122, 126, 128, 129, 130, 131, 132, 161, 162, 163, 190, 191, 192, 194,
195, 203
O
observator, 115, 116, 121, 122, 123, 124, 125
offset, 162, 163
oktan, 2
onyx, 188, 189
ornamen, 200
ortogonal, 11, 27, 118
ortonormal, 7, 8, 12, 115, 120, 150, 153, 173, 174, 175
P
panjang aljabar, 162
parabola, 82, 84, 91, 160
paraboloida, 77, 83, 84, 90, 128, 133, 143, 159, 183, 184, 185
parameter, 19, 61, 64, 74, 77, 79, 80, 82, 83, 86, 93, 123, 126, 134, 149, 157,
159, 163, 164, 176, 180, 181, 183, 187, 188, 189, 192, 196, 198, 202, 203
parametrik, 18, 19, 23, 27, 54, 61, 126, 127, 128, 134, 135, 141, 149, 151, 157,
158, 159, 160, 161, 176, 182, 183, 185, 186, 187, 188, 189, 195, 200, 207
pelat, 133, 134, 144, 166, 167, 168, 169, 171, 173
pembeberan, 173, 174, 175, 176, 177, 178
275 Bagian III
R
real, 2, 5, 6, 9, 19, 20, 22, 54, 60, 63, 64, 70, 73, 74, 126, 127, 136, 167, 171
refleksi, 6, 100, 108, 109, 112, 113, 149, 207
reguler, 126, 127, 133, 168, 172
relasi, 3,18, 19, 21, 60, 75, 121
rotasi, 102, 110, 112, 207
S
276 Permodelan Permukaan Pelat
segmen, 4, 5, 6, 7, 18, 27, 28, 52, 117, 121, 134, 146, 147, 149, 152, 154, 155,
156, 157, 163, 200, 203, 204, 205, 206, 207
sejajar, 6, 11, 13, 17, 20, 21, 24, 56, 59, 61, 62, 63, 64, 67, 68, 76, 78, 82, 84,
85, 96, 114, 117, 118, 141, 157, 166, 168, 170, 172, 173, 206
silinder, 87, 88, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 141, 142, 152, 153, 154, 155, 156, 157,
176, 177, 183
silindrik, 117
simetris, 144, 147, 149, 178, 200, 201, 202, 203, 204, 206
skalar, 6, 9, 10, 11, 14, 16, 17, 19, 21, 22, 23, 25, 54, 55, 58, 61, 115, 128, 135,
145, 151, 167, 169, 171, 190, 194
sorting, 2
T
tabung, 2, 3, 160, 161, 164, 190, 191, 192, 193, 194, 195, 196, 197, 198, 199,
200
Taylor, 127, 132
tegak lurus, 2, 7, 11, 115, 119150, 152, 155, 174, 176, 196
titik benda, 115
titik kontrol, 136, 137, 138, 139, 140, 146, 150, 168, 170, 171, 172, 178, 179,
180, 181, 184, 187, 191, 193, 195
titik lenyap, 114, 115
titik mata, 115, 116, 121
torus, 144, 193
transformasi, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112,
113, 121, 122, 163, 200, 207
translasi, 6, 106, 108
tripel, 3, 16, 17, 67
Prof. Drs. Kusno, DEA, Ph.D lahir di Tulungagung Jawa
Timur pada tanggal 8 Januari 1961. Tahun 1986 sampai
dengan tahun 1996 aktif menjadi dosen bidang matematika di
FKIP Universitas Jember (UNEJ) dan mulai tahun 1997
sampai sekarang bertugas sebagai dosen yang sama di FMIPA
UNEJ. Pengalaman menjadi Ketua Jurusan Matematika
FMIPA UNEJ dijalani tahun 1999-2004, menjadi ketua
Lembaga Penelitian UNEJ tahun 2004-2007, dan tahun 2007
sampai sekarang menjadi Dekan FMIPA UNEJ. Jabatan Guru
Besar Matematika diperoleh terhitung mulai 1 April 2004.
Pengalaman pendidikan yang pernah dilakukan diantaranya adalah lulus
SMAN/SMPP Boyolangu Tulungagung tahun 1980, sarjana pendidikan matematika
diselesaikan pada tahun 1985 di Jurusan Matematika FPMIPA IKIP Malang (sekarang
Universitas Negeri Malang). Pada Desember 1989 terseleksi mengikuti kegiatan
Program Bridging bidang matematika di ITB (atas kerja sama ITB dengan IDP
Australia) selama 13 bulan hingga akhir tahun 1990. Pada tahun 1991 sampai dengan
1993 ditugaskan mengikuti pelatihan bahasa dan studi S2 bidang matematika murni
ke Prancis. Tingkat DEA (Master) Bidang Geometri Algoritmik diperoleh tahun 1993
di Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Joseph Fourier Prancis. Tingkat
S3 diselesaikan dalam waktu tepat 3 (tiga) tahun, yaitu periode tahun 1995-1998, di
Jurusan Matematika/Informatika FMIPA Universitas Metz Prancis untuk bidang
Informatika, spesialisasi Geometri Rancang Bangun (CAD/CAM).
Pengalaman penelitian kompetitif di bidang perancangan benda berbantu
komputer yang pernah dilakukan sampai sekarang diantaranya adalah sebagai peneliti
utama kegiatan riset sumber dana Proyek ADB Loan 1253 Jakarta - DIKTI (tahun
1994 dan tahun 1999), peserta kegiatan Overseas Research bagi dosen senior selama
4 bulan di Grenoble Prancis program Pascasarjana ITB sumber dana Proyek Bank
Dunia XXI (tahun 1995), peneliti utama Riset Unggulan Terpadu (RUT) program
Dewan Riset Nasional (DRN) RISTEK selama 3 (tiga) tahun periode tahun 2001-
2003, pendamping peneliti utama kegiatan Riset Penguatan Sains Dasar RISTEK
(tahun 2005), dan peneliti utama program Insentif Riset Terapan RISTEK (tahun
2007). Selain itu juga aktif dalam kegiatan penelitian DP2M DIKTI diantaranya
adalah Penelitian Hibah Bersaing (tahun 2006, tahun 2007, dan tahun 2009), peneliti
utama kegiatan Riset Fundamental (tahun 2006 dan 2008), dan peneliti utama Riset
Strategis Nasional Batch II (tahun 2009-2010).