Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH FARMAKOTERAPI

GANGGUAN KARDIOVASKULER

Oleh:
Ade pratiwi ( 482011805001P )
Dini Alhaqqoh ( 482011805004P )
KELAS : ALIH PROGRAM S1 FARMASI

DOSEN PENGAMPU:
Apt. Sonata Daniatik, S. Farm, M. Biomed

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SITI KHODIJAH PALEMBANG
TAHUN 2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................... i

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.................................................................................. ....1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. ..2

1.3 Tujuan ............................................................................................. ....2

BAB II. PEMBAHASAN


2.1 Definisi Sistem kardiovaskuler ............................................................3
2.2 Jenis dan Ciri Gangguan Kardiovaskuler..............................................4

A. Endokarditis ...................................................................................4

B. Penyakit Jantung Koroner dan Infark Miokard............................. 4

C. Gagal Jantung ................................................................................7

D. Kelainan Katup.............................................................................13

E. Hipertensi dan Penyakit Jantung Hipertensif................................16

F. Penyakit Jantung Bawaan (Kongenital)........................................21

2.3 Faktor Gangguan Kardiovaskuler........................................................22

2.4 Pengobatan dan Terapi pada Gangguan Kardiovaskuler.....................22

1. Terapi Farmakologi ......................................................................22

2. Terapi Non-Farmakologi ..............................................................26

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan .........................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Jantung .............................................................................................3

2. Plak mulai timbul .............................................................................5

3. Obstruksi Parsial akibat plak ............................................................6

4. Obstruksi Parsial akibat plak............................................................ 6

5. Repture pada bagian superficial plak................................................ 6

6. Obstruksi total pada arteri..................................................................7


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jantung merupakan organ yang sangat penting yang berfungsi memompa


darah ke seluruh tubuh supaya organ-organ tubuh memperoleh pasokan oksigen
dan nutrisi yang dibawa oleh darah, sehingga dapat melaksanakan fungsi
fisiologisnya dengan baik. Salah satu penyakit jantung yang paling berbahaya
adalah Penyakit Jantung Koroner.
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau disebut juga dengan Coroner Artery
Disease (CAD), merupakan salah satu penyakit yang paling mematikan di dunia,
termasuk di negara-negara berkembang seperti Indonesia, diikuti penyakit stroke
di peringkat 2. Sekitar 12,8 % kematian di dunia disebabkan oleh penyakit jantung
iskemik (WHO, 2011). Pada tahun 2007, PJK telah menduduki peringkat pertama
sebagai penyakit yang paling mematikan di Indonesia mengalahkan Diabetes
Mellitus (DM) dan kanker (Depkes, 2008).
Munculnya PJK didasari oleh adanya proses aterosklerosis yang bersifat
progresif, bahkan saat ini aterosklerosis telah terjadi sejak anak-anak. Hal ini
menunjukkan bahwa resiko Penyakit Jantung Koroner tidak memandang usia.
Aterosklerosis menyebabkan penyempitan pembuluh darah setempat oleh plak
aterosklerotik sehingga mengganggu aliran darah, oksigen dan hasil metabolisme
ke 3 otot jantung sehingga menimbulkan serangan jantung. Faktor resiko PJK
umumnya akibat hipertensi, kadar kolesterol berlebih, merokok, genetik, kurang
latihan dan sebagainya.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit kardiovaskular perlu ditingkatkan
karena selain murah dan mudah, dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan oleh
siapa saja, tetapi memerlukan perobahan gaya hidup masyarakat Indonesia
terhadap penyakit kardiovaskular. Faktor risiko dari penyakit kardiovaskular perlu
mendapat perhatian khusus, karena risiko hari ini merupakan penyakit di masa
yang akan datang. Selain memfokuskan perhatian pada mereka yang telah

1
menderita penyakit, kita juga perlu memusatkan perhatian pada mereka yang
belum menderita tetapi mempunyai resiko untuk menderita penyakit. Karena
sesungguhnya jumlah orang yang mempunyai risiko jatuh sakit jauh lebih banyak
daripada mereka yang telah menderita penyakit

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi Kardiovaskuler?
2. Bagaimana jenis-jenis Gangguan kardiovaskuler?
3. Apa saja faktor dari gangguan kardiovaskuler?
4. Bagaimana Pengobatan dan Terapi dari gangguan kardiovaskuler?

1.3 Tujuan
1. Mnegetahui Definisi dari Kardiovaskuler
2. Mengetahui jenis-jenis Gangguan kardiovaskuler
3. Mengetahui penyebab dari gangguan kardiovaskuler
4. Mengetahui Pengobatan dan Terapi dari gangguan kardiovaskuler

2
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Definisi

Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari


jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan
mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan
dalam proses metabolisme tubuh. Sistem kardivaskuler memerlukan banyak
mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons aktivitas
tubuh, salah satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas
jaringan dapat terpenuhi.Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak di
arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi memlihara
dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.
Kardiovaskuler terdiri dari 2 kata yaitu kardio (jantung) dan vaskuler
(pembuluh darah).Jadi penyakit kardiovaskuler adalah adalah penyakit yang
mengganggu sistem pembuluh darah, dalam hal ini adalah jantung dan urat-urat
darah.Jenis-jenis penyakit jantung itu sendiri bervariasi, seperti : jantung koroner,
tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke, sakit di dada (anginan) dan
penyakit jantung rematik
Penyakit kardiovaskuler sendiri biasanya terjadi akibat gaya hidup, pola
makan, dan aktivitas sehari-hari yang dijalani si pelaku yang tidak memperhatikan
kesehatan.

Gambar 1. Jantung

3
2.2 Jenis dan Ciri Gangguan Kardiovaskuler
A. Endokarditis
Infeksi endokarditis merupakan peradangan endokardium atau katup-
katup jantung. Penyakit ini diklasifikasikan berdasarkan keganasan dan
penyebab yaitu endokarditis bakterial akut dan endokarditis bakterial subakut.
Penyebabnya,Infeksi bacterial akut disebakan oleh staphylococcus
aureus, sedangkan subakut biasanya disebabkan oleh streptococusviriden atau
staphylococcus aureus (jarang). Kedua penyakit ini dapat sebagai kelanjutan
dari demam reumatik, syphilis atau penyakit jantung kongenital. Endokarditis
bacterial merupakan penyakit pada usia muda dan dewasa pertengahan.
Resiko terhadap penyakit ini meningkat bila ada kontak dengan
infeksi, misalnya melalui tindakan pembedahan, pencabutan gigi atau
pembedahan genitourinaria. Propilaktis dengan antibiotika (penicidilin)
diberikan sebelum tindakan pembedahan sebagai tindakan pencegahan. Resiko
terhadap endokarditis, juga meningkat pada penderita demam reumatik.
Tindakan pemebedahan jantung terbuka untuk memperbaiki katup jantung
atau memasukkan anomary artery by pass grafts, mempunyai insiden yang
meningkat. Beberapa ahli yakin bahwa ada sekitar 1% pasien yang dilakukan
pembedahan jantung mengalami endokarditis pada post operasi.

B. Penyakit Jantung Koroner dan Infark Miokard


PJK merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada lansia.
Dengan mengkombinasikan laporan insiden MI dan Angina Pektoris, badan
National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) III di USA,
didapat data bahwa sekitar 27% pria dan 17% wanita berusia 80 tahun keatas
menderita PJK. Sedangkan pada kelompok umur 65-74 tahun, didapat 64%
masalah jantung pada pria dan 60% pada wanita adalah PJK ( William B.
Kannel,MD, 2002). Dari hasil penelitian Framingham, dikatakan bahwa resiko
seseorang untuk menderita PJK adalah satu dari tiga untuk pria, dan satu dari
empat untuk wanita. (Levy D, Wilson, 2003). Diatas umur 65 tahun, tingkat
mortalitas akibat MI adalah tinggi. Sekitar 8% meninggal setiap tahunnya akibat

4
MI dan sisanya diperkirakan akan mengalami serangan infark yang fatal dalam
waktu 10 tahun kedepan. Akan tetapi, lebih dari sepertiga kasus MI tidak
diketahui, entah karena perjalanan penyakitnya yang laten atau karena gejalanya
yang tidak khas.
PJK adalah manifestasi umum dari keadaaan pembuluh darah yang
mengalami pengerasan dan penebalan dinding, disebut juga Aterosklerosis. Tapi
selain itu stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofi dan kelainan arteri koronaria
kongenital juga dapat menyebabkan PJK.

Ada 3 macam faktor resiko PJK (Setiabudhi, Hardywinoto, 1999) :

1) Yang tidak dapat dihindari : umur, jenis kelamin, faktor keturunan.


2) Yang sukar dihindarI : kepribadian
3) Yang dapat dihindari/dibatasi : merokok, hipertensi, DM, obesitas,
hiperkolesterolemia.

 Etiologi dan Patofisiologi

1. Perubahan awal
Terjadi penimbunan plak-plak aterosklerotik.
Faktor resiko seperti Kolesterol total, LDL
level, hipertensi, DM, merokok sangat
berperan (Gambar 2).
Gambar 2. plak mulai timbul

2. Perubahan intermediate
Plak semakin besar dan terjadi obstruksi dari lumen arteri koroner
epikardium. Hal ini menyebabkan peningkatan sirkulasi darah sebanyak 2-3
kali lipat akibat olahraga yang tidak dapat dipenuhi. Keadaan ini disebut
Iskemia dan manifestasinya dapat berupa Angina atau nyeri pada dada
akibat kerja jantung yang meningkat (Gambar 3 dan 4).

5
Gambar 3 dan 4. Obstruksi parsial akibat plak

3. Perubahan akhir
Terjadi ruptur pada ‘cap’ atau bagian superficial dari plak sehingga akan
terjadi suatu situasi yang tidak stabil dan bebagai macam manifestasi klinik
seperti Angina at rest atau Infark Miokard. Dengan terpaparnya isi plak
dengan darah, akan memicu serangkaian proses platetel agregasi yang pada
akhirnya akan menambah obstruksi dari lumen pembuluh darah tersebut
(Gambar 5).

Gambar 5. Terdapat rupture pada bagian


superficial plak

.
4. Iskemia miokard
Peristiwa ini akan menimbulkan serangkaian perubahan pada fungsi
diastolik, lalu kemudian pada fungsi sistolik. Menyusul dengan perubahan
impuls listrik (gelombang ST-T) dan akhirnya timbullah keadaan Infark
Miokard.

 Angina stabil : Bila obstruksi pada arteri koroner ≥ 75%


 Unstable angina : Bila terjadi ruptur dari plak ateromatosa
 Angina Prinzmetal : Bila terjadi vasospasme dari arteri koroner utama

6
Gambar 6. Obstruksi total pada arteri

 Diagnosis

1. Gejala klinis
Gejala klinis lain yang sering ditemukan adalah:
o Sudden death (meninggal secara tiba-tiba).

o Nyeri dada seperti ditekan benda berat, dapat berlangsung selama


beberapa menit.
o Nyeri yang menjalar hingga ke lengan, bahu, leher dan rahang sebelah
kiri.
o Palpitasi, perasaan pusing dan mual, shortness of breath.
o Umumnya terjadi saat sedang beraktivitas.

C. Gagal jantung

 Epidemiologi
Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit.
Sindrom gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga mempunyai
prevalensi yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk.
Prevalensi CHF adalah tergantung umur/age-dependent (Gambar 13). Menurut
penelitian, gagal jantung jarang pada usia dibawah 45 tahun, tapi menanjak tajam
pada usia 75 – 84 tahun.

7
Gambar 13. Prevalensi gagal jantung
kongestif (per 100 pasien) menurut usia
dan jenis kelamin.
Sumber:Am J Cardiol.2001;87:413-419.

Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati


prevalensi dari CHF yang meningkat juga. Hal ini dikarenakan semakin
banyaknya lansia yang mempunyai hipertensi akan mungkin akan berakhir
dengan CHF. Selain itu semakin membaiknya angka keselamatan (survival) post-
infark pada usia pertengahan, menyebabkan meningkatnya jumlah lansia dengan
resiko mengalami CHF.

 Etiologi dan Patofisiologi


CHF terjadi ketika jantung tidak lagi kuat untuk memompa darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Fungsi sitolik jantung ditentukan
oleh empat determinan utama, yaitu: kontraktilitas miokardium, preload ventrikel
(volume akhir diastolik dan resultan panjang serabut ventrikel sebelum
berkontraksi), afterload kearah ventrikel, dan frekuensi denyut jantung.

Terdapat 4 perubahan yang berpengaruh langsung pada kapasitas curah jantung


dalam menghadapi beban :
1. Menurunnya respons terhadap stimulasi beta adrenergik akibat
bertambahnya usia. Etiologi belum diketahui pasti. Akibatnya adalah
denyut jantung menurun dan kontraktilitas terbatas saat menghadapi beban.

2. Dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku pada usia lanjut karena
bertambahnya jaringan ikat kolagen pada tunika media dan adventisia arteri
sedang dan besar. Akibatnya tahanan pembuluh darah (impedance)

8
meningkat, yaitu afterload meningkat karena itu sering terjadi hipertensi
sistolik terisolasi.

3. Selain itu terjadi kekakuan pada jantung sehingga compliance jantung


berkurang. Beberapa faktor penyebabnya: jaringan ikat interstitial
meningkat, hipertrofi miosit kompensatoris karena banyak sel yang
apoptosis (mati) dan relaksasi miosit terlambat karena gangguan
pembebasan ion non-kalsium.

4. Metabolisme energi di mitokondria berubah pada usia lanjut.

Keempat faktor ini pada usia lanjut akan mengubah struktur, fungsi,
fisiologi bersama-sama menurunkan cadangan kardiovaskular dan meningkatkan
terjadinya gagal jantung pada usia lanjut. Penyebab yang sering adalah
menurunnya kontraktilitas miokard akibat Penyakit Jantung Koroner,
Kardiomiopati, beban kerja jantung yang meningkat seperti pada penyakit stenosis
aorta atau hipertensi, Kelainan katup seperti regurfitasi mitral (Tabel 2).

Tabel 2. Penyebab umum gagal jantung

Penyebab Frekuensi relatif


Kardiomiopati dilated/tidak 45%
diketahui
Penyakit Jantung Iskemik 40%
Kelainan katup 9%
Hipertensi 6%
Sumber : Cardiology and Respiratory Medicine 2001

Selain itu ada pula faktor presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya
gagal jantung, yaitu :
 Kelebihan Na dalam makanan

9
 Kelebihan intake cairan
 Tidak patuh minum obat
 Iatrogenic volume overload
 Aritmia : flutter, aritmia ventrikel
 Obat-obatan: alkohol, antagonis kalsium, beta bloker
 Sepsis, hiper/hipotiroid, anemia, gagal ginjal, defisiensi vitamin B,
emboli paru.

 Diagnosis
Untuk menentukan diagnosa dari CHF pada lansia cukup sulit. Gejala yang
ada tidaklah khas. Gejala-gejala seperti sesak nafas saat beraktivitas atau cepat
lelah seringkali dianggap sebagai salah satu akibat proses menua atau dianggap
sebagai akibat dari penyakit penyerta lainnya seperti penyakit paru, kelainan
fungsi tiroid, anemia, depresi, dll. Pada usia lanjut, seringkali disfungsi diastolik
diperberat oleh PJK. Iskemia miokard dapat menyebabkan kenaikan tekanan
pengisian ke dalam ventrikel kiri dan juga tekanan vena pulmonalis yang
meningkat, sehingga mudah terjadi udem paru dan keluhan sesak nafas.
Gejala yang sering ditemukan adalah sesak nafas, orthopnea, paroksismal
nokturnal dispnea, edema perifer, fatique, penurunan kemampuan beraktivitas
serta batuk dengan sputum jernih. Sering juga didapatkan kelemahan fisik,
anorexia, jatuh dan konfusi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nilai JVP
(Jugularis Venous Pressure) meninggi. Sering juga terdapat bunyi jantung III,
pitting udem, fibrilasi atrial, bising sistolik akibat regurgitasi mitral serta ronkhi
paru.
CHF menurut New York Heart Assosiation dibagi menjadi :
1) Grade 1 : Penurunan fungsi ventrikel kiri tanpa gejala.
2) Grade 2 : Sesak nafas saat aktivitas berat
3) Grade 3 : Sesak nafas saat aktivitas sehari-hari.
4) Grade 4 : Sesak nafas saat sedang istirahat.

10
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan Rontgen thorax
Nilai besar jantung, ada/tidaknya edema paru dan efusi pleura. Tapi
banyak juga pasien CHF tanpa disertai kardiomegali.
2. Pemeriksaan EKG
Nilai ritmenya, apakah ada tanda dari strain ventrikel kiri, bekas infark
miokard dan bundle branch block (Disfungsi ventrikel kiri jarang
ditemukan bila pada EKG sadapan a-12 normal).
3. Echocardiography
Mungkin menunjukkan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri,
pembesaran ventrikel dan abnormalitas katup mitral.

 Penatalaksanaan
Gagal jantung dengan disfungsi sistolik
Pada umumnya obat-obatan yang efektif mengatasi gagal jantung
menunjukkan manfaat untuk mengatasi disfungsi sistolik. Gangguan fungsi
sistolik ventrikel kiri hampir selalu disertai adanya aktivitas sistem neuro-
endokrin, karena itu salah satu obat pilihan utama adalah ACE Inhibitor.

 ACE Inhibitor, disamping dapat mengatasi gangguan neurohumoral pada


gagal jantung, dapat juga memperbaiki toleransi kerja fisik yang tampak
jelas sesudah 3-6 bulan pengobatan. Dari golongan ACE-I, Kaptopril
merupakan obat pilihan karena tidak menyebabkan hipotensi
berkepanjangan dan tidak terlalu banyak mengganggu faal ginjal pada kasus
gagal jantung. Kontraindikasinya adalah disfungsi ginjal berat dan bila ada
stenosis bilateral arteri renalis.
 Diuretika, bertujuan mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban
volume sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Yang paling banyak
dipakai untuk terapi gagal jantung kongestif dari golongan ini adalah
Furosemid. Pada usia lanjut seringkali sudah ada penurunan faal ginjal
dimana furosemid kurang efektif dan pada keadaan ini dapat ditambahkan

11
metolazone. Pada pemberian diuretika harus diawasi kadar kalium darah
karena diuresis akibat furosemid selalu disertai keluarnya kalium. Pada
keadaan hipokalsemia mudah terjadi gangguan irama jantung.
 Obat-obatan inotropik, seperti digoksin diberikan pada kasus gagal
jantung untuk memperbaiki kontraksi ventrikel. Dosis digoksin juga harus
disesuaikan dengn besarnya clearance kreatinin pasien. Obat-obat inotropik
positif lainnya adalah dopamine (5-10 Ugr/kg/min) yang dipakai bila
tekanan darah kurang dari 90 mmHg. Bila tekanan darah sudah diatas 90
mmHg dapat ditambahkan dobutamin (5-20 Ugr/kg/min). Bila tekanan
darah sudah diatas 110 mmHg, dosis dopamin dan dobutamin diturunkan
bertahap sampai dihentikan.
 Spironolactone, dipakai sebagai terapi gagal jantung kongestif dengan
fraksi ejeksi yang rendah, bila walau sudah diterapi dengan diuretik, ACE-I
dan digoksin tidak menunjukkan perbaikan. Dosis 25 mg/hari dan ini
terbukti menurunkan angka mortalitas gagal jantung sebanyak 25%.

 Gagal jantung dengan disfungsi diastolik


Pada usia lanjut lebih sering terdapat gagal jantung dengan disfungsi
diastolik. Untuk mengatasi gagal jantung diastolik dapat dengan cara:

- Memperbaiki sirkulasi koroner dalam mengatasi iskemia miokard (pada


kasus PJK)
- Pengendalian tekanan darah pada hipertensi untuk mencegah hipertrofi
miokard ventrikel kiri dalam jangka panjang.
- Pengobatan agresif terhadap penyakit komorbid terutama yang
memperberat beban sirkulasi darah, seperti anemia, gangguan faal ginjal
dan beberapa penyakit metabolik seperti Diabetes Mellitus.
- Upaya memperbaiki gangguan irama jantung agar terpelihara fungsi
sistolik atrium dalam rangka pengisian diastolik ventrikel.

12
Obat-obat yang digunakan antara lain:
1. Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan
menimbulkan vasodilatasi koroner.
2. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian
ventrikel.
3. Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi
diastolik. Bila tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian
diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia
dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan
tekanan darah menurun.

Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena


keduanya dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga memperberat
kegagalan jantung.

D. Kelainan Katup

 Epidemiologi
Bising sistolik dapat ditemukan pada sekitar 60% lansia, dan ini jarang
sekali diakibatkan oleh kelainan katup yang parah. Pada katup aorta, stenosis
akibat kalsifikasi lebih sering ditemukan daripada regurgitasi aorta. Tapi pada
katup mitral, regurgitasi sangat sering dijumpai dan lebih banyak terdapat pada
wanita daripada pria.

 Etiologi dan Patofosiologi


Pada lansia sering terdapat bising sistolik yang tidak mempunyai arti klinis
yang berarti. Tapi kita harus hati-hati membedakan fisiologis dengan yang
patologis. Bising patologis menandakan adanya kelainan katup yang berat, yang
bila tidak ditangani dengan benar akan mengakibatkan hipertrofi ventrikel dan
pada akhirnya berakhir dengan gagal jantung.

13
Stenosis katup aorta etiologinya adalah akibat kalsifikasi/degeneratif.
Stenosis aorta akan berakibat pada pembesaran ventrikel kiri. Dapat terjadi tanpa
disertai gejala selama beberapa tahun. Tapi pada akhirnya kondisi ini akan
berakhir dengan kerusakan ventrikel permanen yang akhirnya mengakibatkan
komplikasi-komplikasi seperti pulmonary vascular congestion (dengan sesak
nafas), aritmia ventrikel dan heart block. Untuk etiologi dari Regurgitasi Aorta
dapat dilihat pada tabel 3.
Sedangkan kelainan pada katup mitral juga dapat mengakibatkan terjadinya
Atrial fibrillation dan gagal jantung. Etiologi dari Mitral Stenosis sering
disebabkan karena rheumatic fever. Kadang juga disebabkan karena
kalsifikasi/degeneratif, tapi jarang. Untuk etiologi dari Regurgitasi Mitral dapat
dilihat dari tabel 4.

Tabel 3: Etiologi regurgitasi aorta

Dilatasi arkus aorta

 Degeneratif (senilis)
 Nekrosis medial kistik: tersendiri atau berkaitan dengan sindroma
Marfan.
 Diseksi Aorta
 Hipertensi sistemik
 Aortitis

Penyakit primer dari daun katup jantung

 Penyakit jantung rematik


 Endokarditis infektif
 Katup bikuspid
 Degenerasi Miksomatosa

14
 Trauma

Kehilangan dukungan katup aorta

 VSD tinggi
 Tetralogi Fallot

Kegagalan katup prostetik

Sumber : Medical Masterclass: Cardiology and Respiratory Medicine 2001

Tabel 4. Penyebab umum dari regurgitasi mitral pada dewasa

 Prolaps katup mitral Idiopatik (MVP) – paling sering


 Disfungsi otot papiler
 Ruptur corda tendinea
 Dilatasi Annular
 Penyakit jantung rematik
 Endokarditis infektif
 ASD
 Failure of valve prosthesis/paraprosthetic leak
 Kegagalan katup prostetik /kebocoran paraprostetik

Sumber: Medical Masterclass: Cardiology and Respiratory Medicine 2001

 Diagnosis

Stenosis Katup Mitral

 Dispneu, ortopneu, dispneu paroksismal nokturnal

15
 Timbulnya gejala sering dipicu oleh adanya atrial fibrilasi atau
kehamilan.
 Suara pertama katup mitral keras, biasanya ada opening snap dan
gemuruh kresendo diastolik pada daerah apeks jantung.
 EKG menunjukkan kelainan atrium kiri disertai fibrilasi atrial. Eko
Doppler memperkuat diagnosis dan menilai beratnya penyakit.

E. Hipertensi dan Penyakit Jantung Hipertensif

 Epidemiologi

Semakin tua, tekanan darah akan bertambah tinggi (Boedhi-Darmojo,


1985). Dalam studi pustaka yang dilakukan oleh Master dkk (dikutip oleh
Caird,1985) menemukan bahwa prevalensi hipertensi pada orang-orang lanjut
usia adalah sebesar 30-65%.Hipertensi pada lansia sangat penting untuk diketahui
karena patogenesis, perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya
sama dengan hipertensi pada usia dewasa muda.

Pada pasien lansia, aspek diagnostik yang dilakukan harus lebih mengarah
kepada hipertensi dan komplikasinya serta terhadap pengenalan berbagai penyakit
komorbid pada orang itu karena penyakit komorbid sangat erat kaitannya dengan
penatalaksanaan keseluruhan.

 Etiologi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan WHO/ISH (World Health Organization /
International Society of Hypertension):
1. Hipertensi primer atau esensial
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer).2 Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial
merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang
mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi,

16
namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi
primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini
setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting
pada patogenesis hipertensi primer.
Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah
yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya
hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya
mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan
nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti penyakit ginjal,
feokromositoma, kelainan endokrin, obat-obatan dll.

a. Kelainan ginjal (GNA, GNC, PNC, penyempitan arteri renalis)


b. Kelainan hormon (DM, pil KB, Tumor, Adrenal)
c. Kelainan neurologis (Polineurotis, Polimyelitis)
d. Lain-lain (obat-obatan)

Tabel 5. WHO-ISH* 1999: Definisi dan Klasifikasi tingkat Tekanan


Darah

Kategori† Tekanan darah Tekanan darah


sistolik diastolik
Tekanan darah optimal < 120 <80
Tekanan darah normal < 130 <85
Tekanan darah normal-tinggi 130-139 85-89
Tingkat 1: Hipertensi ringan 140-159 90-99

17
Subgrup: borderline 140-149 90-94
Tingkat 2: Hipertensi sedang 160-179 100-109
Tingkat 3: Hipertensi berat ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 < 90
Subgrup: borderline 140-149 < 90

* World Health Organization-International Society of Hypertension


† Jika Tekanan darah sistolik dan diastolik berada pada kategori yang
berbeda, maka yang diambil adalah yang tertinggi
Sumber : WHO-ISH, J Hipertens, 1999.

 Patofisiologi

Patofisiologi hipertensi dan penyakit jantung hipertensif sedikit berbeda


dengan yang terjadi pada usia yang lebih muda.

 Akibat perubahan dinding aorta dan pembuluh darah akan terjadi


peningkatan tekanan darah sistolik tanpa perubahan tekanan darah
diastolik. Peningkatan TD sistolik akan meningkatkan beban kerja
jantung dan pada akhirnya akan mengakibatkan penebalan dinding
ventrikel kiri sebagai usaha kompensasi/adaptasi.
Hipertrofi ventrikel ini yang awalnya adalah untuk adaptasi lama-
kelamaan malah akan menambah beban kerja jantung dan menjadi suatu
proses patologis.
 Terjadi penurunan fungsi ginjal akibat penurunan jumlah nefron sehingga
kadar renin darah akan turun. Sehingga sistem renin-angiotensin diduga
BUKAN sebagai penyebab hipertensi pada lansia.
 Terjadi perubahan pengendalian simpatis terhadap vaskular. Reseptor α-
adrenergik masih berespons tapi reseptor ß-adrenergik menurun
responsnya.
 Terjadi disfungsi endotel sehingga mengakibatkan peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer.

18
 Terjadi kecenderungan labilitas tekanan darah dan mudah terjadi
hipotensi postural (penurunan tekanan darah sistolik sekitar 20mmHg
atau lebih yang terjadi akibat perubahan posisi dari tidur/duduk ke posisi
berdiri). Ini terjadi akibat berkurangnya sensitivitas baroreseptor dan
menurunnya volume plasma.
 Proses aterosklerosis yang terjadi juga dapat menyebabkan hipertensi.

 Gejala, Tanda dan Diagnosis


Seperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi sering tidak
memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious) atau
tersembunyi (occult). Seringkali yang terlihat adalah gejala akibat penyakit,
komplikasi atau penyakit yang menyertai.
Peningkatan tekanan darah sering merupakan satu-satunya tanda klinis
hipertensi yang esensial, sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah secara
akurat. Pengukuran sebaiknya dilakukan pada penderita dengan cukup istirahat,
sedikitnya setelah 5 menit berbaring dan dilakukan pengukuran pada posisi
berbaring, duduk dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih, dengan interval 2 menit.
Cara pengukuran yang saat ini dianggap baku dikemukakan oleh The British
Hypertension Society. Manset sedikitnya harus dapat melingkari 2/3 lengan,
bagian bawahnya harus 2 cm diatas fossa cubiti. Pemeriksaan laboratorium apa
saja yang diperlukan untuk hipertensi masih merupakan perdebatan. Hipertensi
yang sering terdapat 90%nya adalah jenis yang idiopatik/ tidak diketahui
sebabnya. Jadi tidak perlu untuk melakukan pemeriksaan kecuali bila ada indikasi.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan ureum, kreatinin,
kalium, kalsium, urinalisis, asam urat, glukosa darah, dan profil lemak.
Pemeriksaan penunjang lain contohnya elektrokardiografi, pielografi intravena
dan foto rontgen thorax.

 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk hipertensi dibagi menjadi :
1. Non farmakologis atau modifikasi gaya hidup

19
Non farmakologis atau modifikasi gaya hidup meliputi :
 Jaga berat badan ideal. Turunkan berat badan bila IMT ≥ 27

Tabel 6. BMI, 2005

Nilai Indeks Masa Tubuh (BMI)


Kurang <18,5
Normal 18,5-24,9
Berat badan lebih 25,0-29,9
Obesitas 30,0-34,9
Obesitas berat ≥ 35,0

 Membatasi alkohol
 Olahraga teratur sesuai dengan kondisi tubuh
 Mengurangi asupan natrium (<100mmol Na atau 2.4 g Na atau 6g
NaCl/hr)
 Mempertahankan asupan kalium, kalsium dan magnesium yang
adekuat
 Berhenti merokok
 Kurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan

2. Farmakologis atau dengan obat


Farmakologis
1. Prinsip pemberian obat anti hipertensi pada lansia (Gambar 16) :
 Dimulai dengan 1 macam obat dengan dosis kecil (START LOW
GO SLOW)
 Penurunan tekanan darah sebaiknya secara perlahan, untuk
penyesuaian autoregulasi guma mempertahankan perfusi ke organ
vital.
 Regimen obat harus sederhana dan dosis sebaiknya sekali sehari

20
 Antisipasi efek samping
 Pemantauan tekanan darah untuk evaluasi efektivitas pengobatan
 Setelah tercapai target maka pemberian obat harus disesuaikan
kembali untuk maintanace (Gambar 17)

F. Penyakit jantung bawaan atau penyakit jantung kongenital


Penyakit jantung bawaan dinamakan juga cacat jantung kongenital (CJK),
karena pada jantung pasien terdapat kelainan anatomis, sebagai akibat
terganggunya perkembangan jantung sementara sewaktu masih dalam kandungan
ibunya.
Berkembangnya jantung janin mulai pada kandungan dua minggu dan
berakhir sebelum kandungan tersebut berumur tiga bulan.pada akhir
perkembangan tu, jantung janin sudah seperti jantung orang dewasa, kecuali
adanya foramen ovale dan duktus srterious yang masih dapat dilalui darah.
Penyakit Jantung Kongenital merupakan suatu penyakit jantung bawaan
atau suatu penyakit jantung yang dibawa oleh seorang bayi yang berlaku sejak
dalam kandungan seperti jantung berlubang dan kecacatan pada jantung.
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera
setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, bayi yang dilahirkan
dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat
lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya.
Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20%
meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan
saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan
sebagai kelainan kongenital multipel.Kadang-kadang suatu kelainan kongenital

21
belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan
beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi
kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama
kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru
lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain.
Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil,
kemungkinan ditemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15%
sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan
ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.Pertumbuhan
embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor
lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.

2.3 Faktor Gangguan Kardiovaskuler


Faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner dikenal sejak lama berupa:
1. Hipertensi
2. Kolesterol darah
3. Merokok
4. Diet
5. Usia
6. Sex
7. Kurang latihan
8. Turunan

2.4 Pengobatan dan Terapi pada Gangguan Kardiovaskuler


1. Terapi Farmakologi
a. Terapi Anti-Iskemik
1) Senyawa Beta Bloker (Prototipe : Propanolol)

Obat-obat golongan betabloker bekerja dengan menghambat


secara kompetitif efek adrenergik (epinefrin/norepinefrin) yang
mengakibatkan penurunan denyut jantung, kontraktilitas dan tekanan

22
darah sehingga dapat menurunkan frekuensi serangan angina dengan
menurunkan kebutuhan oksigen. Namun demikian, golongan
betabloker tidak memperbaiki suplai oksigen. Obat ini bekerja
sepanjang waktu sehingga menjadi pilihan pertama untuk pengobatan
angina kronis yang membutuhkan terapi pemeliharaan setiap hari.
Contah obat yang termasuk dalam golongan ini antara lain
Propanolol, Atenolol, Asebutolol, Bisoprolol, Sotalol HCl dan
lainnnya. Penggunaan betabloker tergantung pada jenisnya. Setiap 12
jam (untuk dosis 2 x sehari), setiap 8 jam (untuk dosis 3 x sehari) atau
setiap 6 jam (untuk dosis 4 x sehari).
Efek samping obat golongan betabloker antara lain hipotensi,
gagal jantung, bradikardi, penat (fatigue) dan perasaan tidak enak
(malaise).
Selain itu, obat golongan ini juga berefek bronkospasme
sehingga dikontraindikasikan pada penderita asma. Begitu juga
dengan penderita Diabetes Mellitus yang mendapatkan pengobatan
dengan insulin, senyawa betabloker dapat menyebabkan perubahan
metabolisme glukosa dan menghilangkan warning effect ketika kadar
gula darah turun. Pengentian obat ini harus dilakukan dengan hati-hati
dan bertahap untuk mencegah terjadinya fenomena rebound dan infark
miokard.

2) Nitrat (Prototipe : Nitrogliserin)

Obat-obat golongan nitrat bekerja sebagai vasodilator dengan


melepaskan Nitrit Oksida (NO) di otot polos vaskuler yang
menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan konsumsi oksigen dan
menurunkan kerja jantung, sehingga mengurangi gejala angina.
Contoh obat yang termasuk dalam golongan nitrat antara lain
Isosorbid Dinitrat (ISDN), Isosorbid Mononitrat (ISMN) dan Gliseril
Trinitrat. Golongan nitrat tersedia dalam bentuk sediaan tablet oral,

23
tablet kunyah, sublingual, patch maupun semprot/spray. Penggunaan
sediaan patch sebaiknya ditempelkan pada tempat yang berbeda untuk
menghindari iritasi dan sebaiknya tidak menggunakannya selama 24
jam penuh untuk mencegah toleransi.
Beberapa efek samping yang dapat terjadi antara lain sakit
kepala, takikardi, dan hipotensi.

3) Calcium Chanel Bloker (CCB)

Obat-obat golongan CCB bekerja dengan memblok influk ion


Kalsium (Ca2+) sehingga menurunkan kontraktilitas miokard. Selain
itu golongan ini juga menyebabkan vasodilatasi arteriol yang
menyebabkan peningkatan suplai oksigen dan menurunkan tekanan
darah sehingga dapat mengurangi gejala angina.
Contoh obat yang termasuk dalam gologan CCB antara lain
Nifedipin, Amlodipin Besilat, Diltiazem HCl, Nimodipin. Obat-obat
ini lebih baik digunakan pada pasien yang dikontraindikasikan dan
intoleransi terhadap betabloker.
Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh pengobatan ni
antara lain sakit kepala (karena vasodilatasi berlebihan), inotropik
negatif.

b. Terapi Antitrombotik
1) Penghambat Siklo-Oksigenase (COX Inhibitor)
Contohnya Asam Asetil Salisilat / ASA (Aspirin). Aspirin bekerja
dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX 1) melalui reaksi
asetilasi sehingga menekan pembentukan tromboksan A2 dan
menghambat agregasi trombosit. Selain itu aspirin juga memilki efek
antiinflamasi sehingga dapat mengurangi ruptur plak. Aspirin sebaiknya
diminum bersama makanan untuk mencegah iritasi lambung.

24
2) Antagonis Reseptor ADP
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat Adenosin
Difosfat sehingga agregasi trombosit dan perubahan reseptor fibrinogen
menjadi bentuk dengan afinitas kuat dapat dihambat. Contohnya
Tiklopidin dan Klopidogrel. Obat-obat ini dapat digunakan bagi pasien
yang mempunyai hipersensitivitas atau gangguan gastrointestinal akibat
Aspirin.
Efek samping yang mungkin terjadi antara lain trombositopeni
dan granulositopenia yang umumnya reversibel setelah pemberian obat
dihentikan.

c.Terapi Tambahan

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, PJK erat kaitannya


dengan dislipidemia (tingginya kolesterol darah). Oleh sebab itu obat-obat
penurun kolesterol seperti golongan Statin dapat dijadikan sebagai terapi
tambahan untuk mengurangi kolesterol.
Obat golongan statin bekerja dengan menghambat HMGCoA
reduktase, yang merupakan suatu enzim yang mengontrol biosintesis
kolesterol. Dengan dihambatnya sintesis kolesterol di hati, akan
menurunkan kadar LDL dan meningkatkan kadar HDL plasma.
Beberapa contoh obat yang termasuk dalam golongan ini antara lain
Simvastatin, Atorvastatin, dan Pravastatin. Obat-obat golongan statin
biasanya diminum sebagai dosis tunggal pada malam hari. Efek samping
umumnya jarang terjadi, seperti diare, sembelit, mual dan gangguan
pencernaan.
Obat golongan statin memiliki sifat Pleotrophic Effect, yakni efek
lain selain menekan kolesterol darah. Statin dapat memperbaiki fungsi
endotel, menstabilkan plak, mengurangi pemebentukan thrombus,
antiinflamasi dan mengurangi oksidasi lipid, sehingga Statin selain dapat
mengontrol kolesterol juga dapat melindungi jantung. Oleh sebab itu

25
terkadang pada penderita PJK tetap diberikan obat golongan Statin
meskipun kadar kolesterolnya normal.

2. Terapi Non-Farmakologi
a. Tindakan Revaskularisasi
Meliputi operasi pintas koroner (Coronary Artery Bypass Grafting
/ CABG), angioplasti koroner (Percutaneous Transluminal Coronar
Angioplasty / PTCA), dan pemasangan stent.

b. Rehabilitasi Medik

Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja organ


mendekati semula dan mengoptimalkan fisik pasca operasi, melalui
latihan treadmill, eurocycle test, fisioterapi dan lain-lain.

c. Modifikasi Faktor Resiko

Misalnya berhenti merokok, mengontrol berat badan normal,


olahraga kardiovaskular (bersepeda, berenang, jalan cepat, dan
sebagainya), diet, menurunkan kolesterol dan hipertensi, mengontrol
kadar gula darah.

26
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Penyakit Jantung Koroner merupakan penyakit kardiovaskular akibat
aterosklerosis yang bersifat progresif dan menyebabkan gangguan aliran darah,
oksigen dan nutrisi pada arteri koronaria, sehingga menyebabkan nyeri dada
(angina pectoris) dan infark miokard.
Pengobatan dilakukan melalui terapi farmakologi dengan obat golongan
betabloker, nitrat, Calcium Chanel Bloker disertai terapi tambahan seperti aspirin,
klopidogrel dan senyawa statin. Terapi nonfarmakologi dilakukan dengan operasi,
rehabilitasi medik dan modifikasi faktor resiko.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1978. Farmakologi dan Terapi Edisi 3. Jakarta: Bagian Farmakologi


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Anonim. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Jantung Koroner: Fokus
Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Anonim. 2009. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun
2008. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Djohan, T. Bahri Anwar. 2004. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Penyakit
jantung Koroner. Medan: e-USU Repository.
Lubis, HR dkk.(2008). Hipertensi dan Ginjal. Medan: USU Press.

Oktaviono, Yudi Her. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Surabaya: Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga/RSU Dr. Soetomo.
Saragi, Sahat. 2011. Panduan Penggunaan Obat. Jakarta: Rosemata Publisher.
Sukandar, Elin Yulinah, Retnosari Andrajati, Joseph I Sigit, I Ketut Andyana,
A.Adji Prayitno Setiadi, Kusnandar. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT.
ISFI Penerbitan.
World Health Organization. 2011. The 10 Leading Causes of Death by Broad
Income Group 2008. Dilihat 1 Februari 2013.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index.html

28

Anda mungkin juga menyukai