Makalah Gangguan Kardiovaskuler
Makalah Gangguan Kardiovaskuler
GANGGUAN KARDIOVASKULER
Oleh:
Ade pratiwi ( 482011805001P )
Dini Alhaqqoh ( 482011805004P )
KELAS : ALIH PROGRAM S1 FARMASI
DOSEN PENGAMPU:
Apt. Sonata Daniatik, S. Farm, M. Biomed
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.................................................................................. ....1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. ..2
A. Endokarditis ...................................................................................4
D. Kelainan Katup.............................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Jantung .............................................................................................3
1
menderita penyakit, kita juga perlu memusatkan perhatian pada mereka yang
belum menderita tetapi mempunyai resiko untuk menderita penyakit. Karena
sesungguhnya jumlah orang yang mempunyai risiko jatuh sakit jauh lebih banyak
daripada mereka yang telah menderita penyakit
1.3 Tujuan
1. Mnegetahui Definisi dari Kardiovaskuler
2. Mengetahui jenis-jenis Gangguan kardiovaskuler
3. Mengetahui penyebab dari gangguan kardiovaskuler
4. Mengetahui Pengobatan dan Terapi dari gangguan kardiovaskuler
2
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Definisi
Gambar 1. Jantung
3
2.2 Jenis dan Ciri Gangguan Kardiovaskuler
A. Endokarditis
Infeksi endokarditis merupakan peradangan endokardium atau katup-
katup jantung. Penyakit ini diklasifikasikan berdasarkan keganasan dan
penyebab yaitu endokarditis bakterial akut dan endokarditis bakterial subakut.
Penyebabnya,Infeksi bacterial akut disebakan oleh staphylococcus
aureus, sedangkan subakut biasanya disebabkan oleh streptococusviriden atau
staphylococcus aureus (jarang). Kedua penyakit ini dapat sebagai kelanjutan
dari demam reumatik, syphilis atau penyakit jantung kongenital. Endokarditis
bacterial merupakan penyakit pada usia muda dan dewasa pertengahan.
Resiko terhadap penyakit ini meningkat bila ada kontak dengan
infeksi, misalnya melalui tindakan pembedahan, pencabutan gigi atau
pembedahan genitourinaria. Propilaktis dengan antibiotika (penicidilin)
diberikan sebelum tindakan pembedahan sebagai tindakan pencegahan. Resiko
terhadap endokarditis, juga meningkat pada penderita demam reumatik.
Tindakan pemebedahan jantung terbuka untuk memperbaiki katup jantung
atau memasukkan anomary artery by pass grafts, mempunyai insiden yang
meningkat. Beberapa ahli yakin bahwa ada sekitar 1% pasien yang dilakukan
pembedahan jantung mengalami endokarditis pada post operasi.
4
MI dan sisanya diperkirakan akan mengalami serangan infark yang fatal dalam
waktu 10 tahun kedepan. Akan tetapi, lebih dari sepertiga kasus MI tidak
diketahui, entah karena perjalanan penyakitnya yang laten atau karena gejalanya
yang tidak khas.
PJK adalah manifestasi umum dari keadaaan pembuluh darah yang
mengalami pengerasan dan penebalan dinding, disebut juga Aterosklerosis. Tapi
selain itu stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofi dan kelainan arteri koronaria
kongenital juga dapat menyebabkan PJK.
1. Perubahan awal
Terjadi penimbunan plak-plak aterosklerotik.
Faktor resiko seperti Kolesterol total, LDL
level, hipertensi, DM, merokok sangat
berperan (Gambar 2).
Gambar 2. plak mulai timbul
2. Perubahan intermediate
Plak semakin besar dan terjadi obstruksi dari lumen arteri koroner
epikardium. Hal ini menyebabkan peningkatan sirkulasi darah sebanyak 2-3
kali lipat akibat olahraga yang tidak dapat dipenuhi. Keadaan ini disebut
Iskemia dan manifestasinya dapat berupa Angina atau nyeri pada dada
akibat kerja jantung yang meningkat (Gambar 3 dan 4).
5
Gambar 3 dan 4. Obstruksi parsial akibat plak
3. Perubahan akhir
Terjadi ruptur pada ‘cap’ atau bagian superficial dari plak sehingga akan
terjadi suatu situasi yang tidak stabil dan bebagai macam manifestasi klinik
seperti Angina at rest atau Infark Miokard. Dengan terpaparnya isi plak
dengan darah, akan memicu serangkaian proses platetel agregasi yang pada
akhirnya akan menambah obstruksi dari lumen pembuluh darah tersebut
(Gambar 5).
.
4. Iskemia miokard
Peristiwa ini akan menimbulkan serangkaian perubahan pada fungsi
diastolik, lalu kemudian pada fungsi sistolik. Menyusul dengan perubahan
impuls listrik (gelombang ST-T) dan akhirnya timbullah keadaan Infark
Miokard.
6
Gambar 6. Obstruksi total pada arteri
Diagnosis
1. Gejala klinis
Gejala klinis lain yang sering ditemukan adalah:
o Sudden death (meninggal secara tiba-tiba).
C. Gagal jantung
Epidemiologi
Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit.
Sindrom gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga mempunyai
prevalensi yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk.
Prevalensi CHF adalah tergantung umur/age-dependent (Gambar 13). Menurut
penelitian, gagal jantung jarang pada usia dibawah 45 tahun, tapi menanjak tajam
pada usia 75 – 84 tahun.
7
Gambar 13. Prevalensi gagal jantung
kongestif (per 100 pasien) menurut usia
dan jenis kelamin.
Sumber:Am J Cardiol.2001;87:413-419.
2. Dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku pada usia lanjut karena
bertambahnya jaringan ikat kolagen pada tunika media dan adventisia arteri
sedang dan besar. Akibatnya tahanan pembuluh darah (impedance)
8
meningkat, yaitu afterload meningkat karena itu sering terjadi hipertensi
sistolik terisolasi.
Keempat faktor ini pada usia lanjut akan mengubah struktur, fungsi,
fisiologi bersama-sama menurunkan cadangan kardiovaskular dan meningkatkan
terjadinya gagal jantung pada usia lanjut. Penyebab yang sering adalah
menurunnya kontraktilitas miokard akibat Penyakit Jantung Koroner,
Kardiomiopati, beban kerja jantung yang meningkat seperti pada penyakit stenosis
aorta atau hipertensi, Kelainan katup seperti regurfitasi mitral (Tabel 2).
Selain itu ada pula faktor presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya
gagal jantung, yaitu :
Kelebihan Na dalam makanan
9
Kelebihan intake cairan
Tidak patuh minum obat
Iatrogenic volume overload
Aritmia : flutter, aritmia ventrikel
Obat-obatan: alkohol, antagonis kalsium, beta bloker
Sepsis, hiper/hipotiroid, anemia, gagal ginjal, defisiensi vitamin B,
emboli paru.
Diagnosis
Untuk menentukan diagnosa dari CHF pada lansia cukup sulit. Gejala yang
ada tidaklah khas. Gejala-gejala seperti sesak nafas saat beraktivitas atau cepat
lelah seringkali dianggap sebagai salah satu akibat proses menua atau dianggap
sebagai akibat dari penyakit penyerta lainnya seperti penyakit paru, kelainan
fungsi tiroid, anemia, depresi, dll. Pada usia lanjut, seringkali disfungsi diastolik
diperberat oleh PJK. Iskemia miokard dapat menyebabkan kenaikan tekanan
pengisian ke dalam ventrikel kiri dan juga tekanan vena pulmonalis yang
meningkat, sehingga mudah terjadi udem paru dan keluhan sesak nafas.
Gejala yang sering ditemukan adalah sesak nafas, orthopnea, paroksismal
nokturnal dispnea, edema perifer, fatique, penurunan kemampuan beraktivitas
serta batuk dengan sputum jernih. Sering juga didapatkan kelemahan fisik,
anorexia, jatuh dan konfusi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nilai JVP
(Jugularis Venous Pressure) meninggi. Sering juga terdapat bunyi jantung III,
pitting udem, fibrilasi atrial, bising sistolik akibat regurgitasi mitral serta ronkhi
paru.
CHF menurut New York Heart Assosiation dibagi menjadi :
1) Grade 1 : Penurunan fungsi ventrikel kiri tanpa gejala.
2) Grade 2 : Sesak nafas saat aktivitas berat
3) Grade 3 : Sesak nafas saat aktivitas sehari-hari.
4) Grade 4 : Sesak nafas saat sedang istirahat.
10
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan Rontgen thorax
Nilai besar jantung, ada/tidaknya edema paru dan efusi pleura. Tapi
banyak juga pasien CHF tanpa disertai kardiomegali.
2. Pemeriksaan EKG
Nilai ritmenya, apakah ada tanda dari strain ventrikel kiri, bekas infark
miokard dan bundle branch block (Disfungsi ventrikel kiri jarang
ditemukan bila pada EKG sadapan a-12 normal).
3. Echocardiography
Mungkin menunjukkan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri,
pembesaran ventrikel dan abnormalitas katup mitral.
Penatalaksanaan
Gagal jantung dengan disfungsi sistolik
Pada umumnya obat-obatan yang efektif mengatasi gagal jantung
menunjukkan manfaat untuk mengatasi disfungsi sistolik. Gangguan fungsi
sistolik ventrikel kiri hampir selalu disertai adanya aktivitas sistem neuro-
endokrin, karena itu salah satu obat pilihan utama adalah ACE Inhibitor.
11
metolazone. Pada pemberian diuretika harus diawasi kadar kalium darah
karena diuresis akibat furosemid selalu disertai keluarnya kalium. Pada
keadaan hipokalsemia mudah terjadi gangguan irama jantung.
Obat-obatan inotropik, seperti digoksin diberikan pada kasus gagal
jantung untuk memperbaiki kontraksi ventrikel. Dosis digoksin juga harus
disesuaikan dengn besarnya clearance kreatinin pasien. Obat-obat inotropik
positif lainnya adalah dopamine (5-10 Ugr/kg/min) yang dipakai bila
tekanan darah kurang dari 90 mmHg. Bila tekanan darah sudah diatas 90
mmHg dapat ditambahkan dobutamin (5-20 Ugr/kg/min). Bila tekanan
darah sudah diatas 110 mmHg, dosis dopamin dan dobutamin diturunkan
bertahap sampai dihentikan.
Spironolactone, dipakai sebagai terapi gagal jantung kongestif dengan
fraksi ejeksi yang rendah, bila walau sudah diterapi dengan diuretik, ACE-I
dan digoksin tidak menunjukkan perbaikan. Dosis 25 mg/hari dan ini
terbukti menurunkan angka mortalitas gagal jantung sebanyak 25%.
12
Obat-obat yang digunakan antara lain:
1. Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan
menimbulkan vasodilatasi koroner.
2. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian
ventrikel.
3. Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi
diastolik. Bila tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian
diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia
dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan
tekanan darah menurun.
D. Kelainan Katup
Epidemiologi
Bising sistolik dapat ditemukan pada sekitar 60% lansia, dan ini jarang
sekali diakibatkan oleh kelainan katup yang parah. Pada katup aorta, stenosis
akibat kalsifikasi lebih sering ditemukan daripada regurgitasi aorta. Tapi pada
katup mitral, regurgitasi sangat sering dijumpai dan lebih banyak terdapat pada
wanita daripada pria.
13
Stenosis katup aorta etiologinya adalah akibat kalsifikasi/degeneratif.
Stenosis aorta akan berakibat pada pembesaran ventrikel kiri. Dapat terjadi tanpa
disertai gejala selama beberapa tahun. Tapi pada akhirnya kondisi ini akan
berakhir dengan kerusakan ventrikel permanen yang akhirnya mengakibatkan
komplikasi-komplikasi seperti pulmonary vascular congestion (dengan sesak
nafas), aritmia ventrikel dan heart block. Untuk etiologi dari Regurgitasi Aorta
dapat dilihat pada tabel 3.
Sedangkan kelainan pada katup mitral juga dapat mengakibatkan terjadinya
Atrial fibrillation dan gagal jantung. Etiologi dari Mitral Stenosis sering
disebabkan karena rheumatic fever. Kadang juga disebabkan karena
kalsifikasi/degeneratif, tapi jarang. Untuk etiologi dari Regurgitasi Mitral dapat
dilihat dari tabel 4.
Degeneratif (senilis)
Nekrosis medial kistik: tersendiri atau berkaitan dengan sindroma
Marfan.
Diseksi Aorta
Hipertensi sistemik
Aortitis
14
Trauma
VSD tinggi
Tetralogi Fallot
Diagnosis
15
Timbulnya gejala sering dipicu oleh adanya atrial fibrilasi atau
kehamilan.
Suara pertama katup mitral keras, biasanya ada opening snap dan
gemuruh kresendo diastolik pada daerah apeks jantung.
EKG menunjukkan kelainan atrium kiri disertai fibrilasi atrial. Eko
Doppler memperkuat diagnosis dan menilai beratnya penyakit.
Epidemiologi
Pada pasien lansia, aspek diagnostik yang dilakukan harus lebih mengarah
kepada hipertensi dan komplikasinya serta terhadap pengenalan berbagai penyakit
komorbid pada orang itu karena penyakit komorbid sangat erat kaitannya dengan
penatalaksanaan keseluruhan.
Etiologi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan WHO/ISH (World Health Organization /
International Society of Hypertension):
1. Hipertensi primer atau esensial
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer).2 Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial
merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang
mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi,
16
namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi
primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini
setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting
pada patogenesis hipertensi primer.
Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah
yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya
hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya
mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan
nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti penyakit ginjal,
feokromositoma, kelainan endokrin, obat-obatan dll.
17
Subgrup: borderline 140-149 90-94
Tingkat 2: Hipertensi sedang 160-179 100-109
Tingkat 3: Hipertensi berat ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 < 90
Subgrup: borderline 140-149 < 90
Patofisiologi
18
Terjadi kecenderungan labilitas tekanan darah dan mudah terjadi
hipotensi postural (penurunan tekanan darah sistolik sekitar 20mmHg
atau lebih yang terjadi akibat perubahan posisi dari tidur/duduk ke posisi
berdiri). Ini terjadi akibat berkurangnya sensitivitas baroreseptor dan
menurunnya volume plasma.
Proses aterosklerosis yang terjadi juga dapat menyebabkan hipertensi.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk hipertensi dibagi menjadi :
1. Non farmakologis atau modifikasi gaya hidup
19
Non farmakologis atau modifikasi gaya hidup meliputi :
Jaga berat badan ideal. Turunkan berat badan bila IMT ≥ 27
Membatasi alkohol
Olahraga teratur sesuai dengan kondisi tubuh
Mengurangi asupan natrium (<100mmol Na atau 2.4 g Na atau 6g
NaCl/hr)
Mempertahankan asupan kalium, kalsium dan magnesium yang
adekuat
Berhenti merokok
Kurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan
20
Antisipasi efek samping
Pemantauan tekanan darah untuk evaluasi efektivitas pengobatan
Setelah tercapai target maka pemberian obat harus disesuaikan
kembali untuk maintanace (Gambar 17)
21
belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan
beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi
kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama
kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru
lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain.
Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil,
kemungkinan ditemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15%
sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan
ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.Pertumbuhan
embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor
lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
22
darah sehingga dapat menurunkan frekuensi serangan angina dengan
menurunkan kebutuhan oksigen. Namun demikian, golongan
betabloker tidak memperbaiki suplai oksigen. Obat ini bekerja
sepanjang waktu sehingga menjadi pilihan pertama untuk pengobatan
angina kronis yang membutuhkan terapi pemeliharaan setiap hari.
Contah obat yang termasuk dalam golongan ini antara lain
Propanolol, Atenolol, Asebutolol, Bisoprolol, Sotalol HCl dan
lainnnya. Penggunaan betabloker tergantung pada jenisnya. Setiap 12
jam (untuk dosis 2 x sehari), setiap 8 jam (untuk dosis 3 x sehari) atau
setiap 6 jam (untuk dosis 4 x sehari).
Efek samping obat golongan betabloker antara lain hipotensi,
gagal jantung, bradikardi, penat (fatigue) dan perasaan tidak enak
(malaise).
Selain itu, obat golongan ini juga berefek bronkospasme
sehingga dikontraindikasikan pada penderita asma. Begitu juga
dengan penderita Diabetes Mellitus yang mendapatkan pengobatan
dengan insulin, senyawa betabloker dapat menyebabkan perubahan
metabolisme glukosa dan menghilangkan warning effect ketika kadar
gula darah turun. Pengentian obat ini harus dilakukan dengan hati-hati
dan bertahap untuk mencegah terjadinya fenomena rebound dan infark
miokard.
23
tablet kunyah, sublingual, patch maupun semprot/spray. Penggunaan
sediaan patch sebaiknya ditempelkan pada tempat yang berbeda untuk
menghindari iritasi dan sebaiknya tidak menggunakannya selama 24
jam penuh untuk mencegah toleransi.
Beberapa efek samping yang dapat terjadi antara lain sakit
kepala, takikardi, dan hipotensi.
b. Terapi Antitrombotik
1) Penghambat Siklo-Oksigenase (COX Inhibitor)
Contohnya Asam Asetil Salisilat / ASA (Aspirin). Aspirin bekerja
dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX 1) melalui reaksi
asetilasi sehingga menekan pembentukan tromboksan A2 dan
menghambat agregasi trombosit. Selain itu aspirin juga memilki efek
antiinflamasi sehingga dapat mengurangi ruptur plak. Aspirin sebaiknya
diminum bersama makanan untuk mencegah iritasi lambung.
24
2) Antagonis Reseptor ADP
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat Adenosin
Difosfat sehingga agregasi trombosit dan perubahan reseptor fibrinogen
menjadi bentuk dengan afinitas kuat dapat dihambat. Contohnya
Tiklopidin dan Klopidogrel. Obat-obat ini dapat digunakan bagi pasien
yang mempunyai hipersensitivitas atau gangguan gastrointestinal akibat
Aspirin.
Efek samping yang mungkin terjadi antara lain trombositopeni
dan granulositopenia yang umumnya reversibel setelah pemberian obat
dihentikan.
c.Terapi Tambahan
25
terkadang pada penderita PJK tetap diberikan obat golongan Statin
meskipun kadar kolesterolnya normal.
2. Terapi Non-Farmakologi
a. Tindakan Revaskularisasi
Meliputi operasi pintas koroner (Coronary Artery Bypass Grafting
/ CABG), angioplasti koroner (Percutaneous Transluminal Coronar
Angioplasty / PTCA), dan pemasangan stent.
b. Rehabilitasi Medik
26
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Penyakit Jantung Koroner merupakan penyakit kardiovaskular akibat
aterosklerosis yang bersifat progresif dan menyebabkan gangguan aliran darah,
oksigen dan nutrisi pada arteri koronaria, sehingga menyebabkan nyeri dada
(angina pectoris) dan infark miokard.
Pengobatan dilakukan melalui terapi farmakologi dengan obat golongan
betabloker, nitrat, Calcium Chanel Bloker disertai terapi tambahan seperti aspirin,
klopidogrel dan senyawa statin. Terapi nonfarmakologi dilakukan dengan operasi,
rehabilitasi medik dan modifikasi faktor resiko.
27
DAFTAR PUSTAKA
28