Anda di halaman 1dari 12

PRAKTIK BUDAYA AKADEMIK MAHASISWA

Abrorinnisail Masruroh
Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya
Fnisya.orin@gmail.com

Moh. Mudzakkir
Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya
Sangmudzakkir@yahoo.co.id

Abstrak
Pengembangan budaya akademikmenjadi titik temu antara upaya pembinaan karakter dengan
peningkatan kualitas hasil dari proses pendidikan. Karakter merupakan bagian integral dari budaya
akademik, mengingat karakter diperlukan dan berpotensi dikembangkan dari setiap aktivitas
akademik. Karakter memiliki korelasi dengan latar belakang (background) dan sosiokultural yang
membentuk sebuah tindakan secara konseptual (Habitus).Secara empiris, penelitian ini berusaha
mengupas tentang bagaimana sebuah praktik budaya akademikberjalan di sebuah perguruan tinggi,
yang tentunya tidak lepas dari sinergi antara struktur dengan agen. Agen dengan struktur merupakan
dua substansi yang tidak dapat dipilah dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam suatuproses
kompleks untuk menghasilkan praktik sosial. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan Fenomenologi Edmund Husserl, dengan pisau analisis Teori Strukturalis Genetis Pierre
Bourdieu.Wujud nyata dari praktik-praktik akademik yang dilakukan oleh para mahasiswa dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa Varian mahasiswa, yaitu: Mahasiswa Aktivis (Kura-Kura/ Kuliah
rapat), Mahasiswa Study Oriented (Kupu-Kupu/KuliahPulang), dan mahasiswa Medioker (Kunang-
Kunang/KuliahNongkrong).
Kata Kunci : Praktik, Budaya Akademik, Mahasiswa.

Abstract
Academicculturebecamea pointbetweencharacter buildingeffortstoimprove the quality ofthe resultsof
the educational process. Character is an integral part of the academic culture, given the necessary
character and potential to be developed from any academic activity. The character has a correlation
with the background (background) and sociocultural forms a conceptual act (habits). Empirically, this
study tried to explore how a culture of academic practice at a college, which is certainly not out of the
synergy between the structure of the agent. Agent with a structure of two substances that can not be
sorted and influence each other in a complex process to produce social practices. This study used
qualitative methods to Edmund Husserl's Phenomenology approach, with a Structuralists Theory
Genetic analysis of Pierre Bourdieu. Concrete manifestation of academic practices performed by the
students can be classified into several variants of students, namely:student activists, student learners,
mediocre student.
Key word: Practice, Academic Culture, student

PENDAHULUAN
Sejatinya, pendidikan tidak hanya karakter dengan peningkatan kualitas
bertujuan untuk mengembangkan keilmuan, sebagaihasil dari proses pendidikan tinggi.
tetapi juga membentuk kepribadian, Karakter merupakan bagian integral dari budaya
kemandirian, keterampilan sosial, dan karakter akademik,mengingat karakter diperlukan dan
(Zuchdi, 2010: 1). Lembaga Pendidikan tinggi berpotensi dikembangkan dari setiap aktivitas
dalam penyelenggaraan pendidikan dan akademik.
pengembangan ilmu pengetahuan, sudah Pendidikan tinggi (Universitas), pada
selayaknya memiliki komitmen untuk dasarnya merupakan ladang tempat lahirnya
melaksanakan dan mengawal pembentukan kader-kader intelektual. Sehingga disinilah
karakter bangsa. nilai-nilai positif seperti jujur, cerdas, peduli,
Pengembangan budaya akademik tangguh, tanggung jawab, religius dan nilai
menjadi titik temu antara upaya pembinaan positif lainnya bisa ditanamkan, terinternalisasi,
dan menjadi sebuah budaya dalam upaya pendidikan. Dunia kampuspun kini telah
membangun tradisi intelektual. menjadi korban dari intervensi budaya luar yang
Namun, menjadi sebuah ironi ketika penuh kepentingan kapitalistik. Menjadikan
kampus yang dulu menjadi tempat pelepas mahasiswa lupa bahwa kampus adalah tempat
dahaga bagi mereka yang haus akan ilmu. Kini yang memang dimaksudkan untuk kegiatan
seolah hal tersebut hanya menjadi ikon kuno akademis dan non-akademis.
sebuah kampus. Fakta di lapangan, khususnya Dilihat secara logika, bagaimana bisa
di Universitas Negeri Surabaya terlebih lagi di mengharapkan adanya output yang berkompeten
Fakultas ilmu sosial jurusan sejarah, budaya dan berkarakter jika di lingkungan pendidikan
membaca tidak lagi ada dalam kebiasaan. tersebut seolah tidak pernah memberikan
Program-program diskusi ilmiah hanya sesekali mainstream untuk itu. Padahal, jika budaya
diadakan, bahkan kini hilang tanpa bekas. akademik kampus yang positif mampu
Penulisan-penulisan ilmiah sepi peminat dan diterapkan dengan maksimal, akan mampu
hanya orang-orang dengan wajah sama yang mendorong tumbuhnya iklim sosial dan
selalu aktif. interaksi yang sehat antar civitas akademika.
Sementara yang lain, lebih Serta mampu menggali potensi diri para
mengartikan kampus sebagai tempat untuk mahasiswa, dan mampu membentuk mereka
beradu fashion, sebagai tempat trendi-trendian, tidak hanya dari oleh pikir, tapi juga dari olah
sebagai tempat tebar pesona dan bermain cinta hati, olah raga, dan olah rasa/karsa.
masa muda, dengan kesibukan untuk kian Atas dasar itulah, penelitian ini
menegaskan gaya hidup baru yang dibentuk berusaha mengupas tentang budaya akademik
oleh modernisasi. Tidak heran jika banyak kampus yang merupakan sinergi antara struktur
mahasiswa hanya datang ke kampus, duduk dan dengan agen, bagaimana sebuah budaya
diam mendengarkan penjelasan dari dosen akademik tercipta dan berjalan di sebuah
kemudian pulang. Mereka lebih nyaman perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi
berlama-lama hang-out di mall, menikmati yang sudah memproklamirkan dirinya sebagai
indahnya dunia masa muda dengan semakin Perguruan Tinggi dengan nilai-nilai pendidikan
menyuburkan sikap hedonis dan konsumtif karakter melalui motto barunya yang bertajuk
dalam jiwa mereka. “Growing with Character”.Tentu, motto
Lalu, inikah yang disebut “Mahasiswa” tersebut mengandung motivasi yang kuat untuk
yang tidak lain adalah golongan tertinggi dari melakukan perubahan dan perbaikan diri yang
kaum pelajar. Melihat fakta di lapangan, mengarah kepada terjadinya peningkatan mutu.
mungkinkah mahasiswa adalah sosok kaum Baik secara kualitas intelektual, ataupun dari
muda berintelektual yang menghalalkan segala segi karakter mahasiswa yang dihasilkan.
cara untuk hanya mencapai tujuan–tujuan
akademik (nilai/ijasah), atau yang menggunakan KAJIAN TEORI
suara dan pergerakannya dengan apatis dan Budaya Akademik
anarkis, atau yang muda yang hanya berpusat Budaya Akademik (Academic Culture)
pada kehidupan hedonis dan konsumtif, dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari
layaknya cerita-cerita dalam sinetron. kehidupan dan kegiatan akademik yang
Nyatanya, Itu hanyalah sebagian dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga
cermin dari tumpukan cermin-cermin retak yang masyarakat akademik khususnya di lembaga
memantulkan permasalahan bangsa kita terkait pendidikan (richoareviant.blogspot.com).
dunia kampus dan mahasiswa. Dari masa ke Budaya akademik lebih cenderung diarahkan
masa, kian beraneka karakter mahasiswa pada budaya kampus (campus culture) yang
menghiasi bahkan bisa dikatakan mendominasi tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan
dinamika pergaulan dunia kampus. intelektual, tetapi juga kejujuran, kebenaran dan
Kampus di era kekinian, tak ubahnya pengabdian kepada kemanusiaan, sehingga
sebagai pusat kebobrokan moral, elitism, anti- secara keseluruhan budaya kampus adalah
kerakyatan, dan lahan bisnis ala dunia budaya dengan nilai-nilai karakter positif.
Nilai-nilai utama karakter inilah yang menetap dalam diri individu. Individu akan
sebenarnya menjadi penyokong utama dalam bertindak berdasarkan pada habitus dirinya
proses terciptanya budaya akademik. Budaya (Wu, 2009: 2). Habitus bekerja dibawah
akademik sendiri adalah budaya universal yang ketidaksadaran. Habitus ada saat agen secara
seharusnya dimiliki oleh setiap orang yang tidak sadar mempengaruhi tindakan dan pola
melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. perilaku (Mutahir, 2011: 63).
Budaya ini seharusnya melekat dalam diri Bourdieu juga membuat rumus generatif
semua insan akademisi perguruaan tinggi, baik mengenai sebuah praktik sosial (Hubungan
itu dosen ataupun mahasiswa. Karena, pada dialektis antara struktur dan agen) yang dilalui
dasarnya budaya akademik juga merujuk pada oleh seorang individu.
cara hidup masyarakat ilmiah yang majemuk
dan multikultural yang bernaung dalam sebuah (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik
institusi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai
kebenaran ilmiah dan objektifitas. Habitus diartikan bukan hanya sebuah
Ciri-ciriperkembangan budaya konsep tunggal yang terinternalisasi dalam
akademik mahasiswa, dapat dilihat dari kehidupan manusia. Keberadaan arena, praktik,
berkembangnya; (1) Kebiasaan membaca dan dan modal juga berpengaruh. Seperti yang
penambahan ilmu dan wawasan, (2) Kebiasaan diketahui, arena merupakan bentuk relasi-relasi
menulis, (3) Diskusi ilmiah, (4) Optimalisasi yang melingkupi kehidupan seseorang. Arena
organisasi kemahasiswaan, (5) Proses belajar- tidak dapat dipisahkan dari ruang sosial dimana
mengajar individu tersebut berada. Field diartikan sebagai
Norma-norma akademik merupakan arena perjuangan sosial dan mengacu pada
hasil dari proses belajar dan latihan.Hal tersebut realitas sosial dan struktur dimana individu
dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu tersebut tinggal. Kondisi medan habitus, dan
sebagai bagian dari lingkungan akademik habitus memberikan arti subjektif pada arena
melalui rekayasa faktor lingkungan. (field).
Diantaranya, dapat dilakukan melalui strategi Arena dan habitus menentukan nilai-
yang meliputi: (1) keteladanan, (2) intervensi, nilai materialistis dan simbolis dari berbagai
(3) pembiasaan yang dilakukan secara bentuk modal dan konversi individu. Seluruh
konsisten, dan (4) penguatan (Zuchdi, 2010: tindakan manusia terjadi dalam ranah sosialyang
29). merupakan arena bagi perjuangan sumber daya.
Dengan kata lain perkembangan dan Individu, institusi, dan agen lainnya mencoba
pembentukan budaya akademik memerlukan untuk membedakan dirinya dari yang lain dan
pengembangan keteladanan yang ditularkan, mendapatkan modal yang berguna atau berharga
intervensi melalui proses pembelajaran, di arena tersebut.
pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam Modal menurut Bourdieu mempunyai
jangka panjang yang dilakukan secara konsisten definisi yang sangat luas, dan mencakup hal-hal
dan penguatan serta harus dibarengi dengan material yang dapat memiliki nilai simbolik dan
nilai-nilai luhur yang diterapkan oleh Perguruan signifikansi secara cultural (Harker, 2009: 10).
Tinggi. Misalnya Prestise, status dan otoritas yang
dirujuk sebagai modal simbolik serta modal
Teori Strukturalis Genetis Pierre Bourdieu budaya yang didefinisikan sebagai selera
Konsep Bourdieu yang paling terkenal bernilai budaya dan pola-pola konsumsi. Modal
adalah “Habitus”. Habitus secara umum budaya juga dapat berupa seni, bahasa dan
diartikan sebagai struktur yang ada dalam diri pendidikan. Menurut Bourdieu modal sebagai
individu untuk eksistensinya dalam kehidupan relasi social yang terdapat didalam suatu system
sosial. Struktur tersebut tertanam dalam diri pertukaran baik material maupun symbol tanpa
individu tersebut dan nantinya adanya perbedaan.
diimplementasikan dalam kehidupan sosial. Sementara untuk modal sosial,
Habitus kemudian membentuk sifat yang relatif Bourdieu mendefinisikan sebagai modal
hubungan sosial yang jika diperlukan akan
memberikan dukungan-dukungan bermanfaat. Subjek penelitian ditentukan secara
Modal harga diri, dan kehormatan seringkali purposive, (yang) berasal dari mahasiswa
diperlukan jika orang ingin menarik klien ke tingkat akhir, yaitu 2009 dan 2010 di masing-
dalam posisi yang penting secara sosial, dan masing program studi.Pemilihan partisipan yang
yang bisa menjadi alat tukar dalam karir (Field, berasal dari mahasiswa tingkat akhir di dasarkan
2010: 23). Lebih lanjut, Bourdieu memperbaiki atas pertimbangan, semakin lama seseorang
pandangan tentang modal sosial. Menurutnya berada dalam sebuah lingkungan sosial, maka
modal sosial adalah jumlah sumber daya, actual semakin kuat pula pemahaman yang
atau maya yang berkumpul pada seorang terinternalisasi dalam dirinya yang kemudian
individu atau kelompok karena memiliki akan sangat berpengaruh terhadap tindakan
jaringan tahan lama berupa hubungan timbal yang akan dilakukannya.
balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit Data diperoleh melalu observasi,
banyak terinstitusionalisasikan. indepth interview, serta dokumentasi. Data yang
Di dalam rumusan generatif tersebut, sudah terkumpul akan diklasifikasi,
Bourdieu menjelaskan tentang keterkaitan dikategorisasi, diinterpretasi, dan kemudian
antara habitus, modal, ranah yang bersifat dianalisis. Analisis digunakan dengan memakai
langsung. Dimana nilai yang diberikan modal konsep-konsep dari berbagai pandangan yang
dihubungkan dengan berbagai karakteristik tersusun dalam kerangka teori sehingga
social dan cultural habitus, disesuaikan dengan akhirnya mampu menciptakan kesimpulan
kondisi ranah dimana ia berada, dan akhirnya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya terjadi
terjadilah sebuah praktik sosial. di lapangan. Melalui deskripsi naratif akan
tergambarkan bagaimana fenomena sosial
METODE dengan interpretasi dan penafsiran peneliti.
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian Kualitatif Deskriptif, dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
pendekatan Fenomenologi Edmund Bagi mahasiswa, kehidupan kampus
Husserl.untukmengamatifenomena- merupakan kehidupan yang penuh dengan
fenomenakonseptualsubyek yang kegiatan akademik dan berbagai kegiatan non-
diamatimelaluitindakandanpemikirannyagunam akademik. Nilai-nilai ideal budaya akademik
emahamimakna yang disusunolehsubyek di memang menuntut mahasiswa untuk memiliki
sekitarkejadiansehari-hari (Ritzer, 2007: 59-62). kebiasaan membaca, menulis, diskusi, aktif
Pendekatanfenomenologiinimenuntutbersatunya dalam perkuliahan, serta di organisasi.
subyekpenelitidengansubyekpendukungdanobye Namun, fakta di lapangan tidak semua
kpenelitian.Fenomenologibukansekedarpengala mahasiswa mampu menjalani kehidupan dunia
manlangsung, melainkanpengalaman yang akademik yang sedemikian ideal. Tidak bisa
telahmengimplisitkankerjapenafsiran/pemaknaa dipungkiri bahwa kegiatan akademik tetap
n. menjadi pilihan pertama bagi setiap mahasiswa
Lokasi penelitian ini adalah Kampus untuk mencapai sebuah tujuan akhir dalam
Universitas Negeri Surabaya Fakultas Ilmu perkuliahan yaitu lulus sebagai sarjana. Hanya
Sosial Jurusan Pendidikan Sejarah. Alasan saja dalam prosesnya, beragam cara digunakan
pemilihan lokasi ini karena mengingat bahwa oleh para mahasiswa. Ada yang memanfaatkan
ilmu sosial secara umum lebih dituntut untuk waktu sebaik – baiknya dengan kegiatan yang
lebih aktif dalam hal membaca, berdiskusi, bermanfaat. Ada juga yang lebih memilih untuk
menulis, dan budaya akademik lainnya jika fokus kuliah. Serta ada juga yang masih
dibandingkan dengan ilmu eksak. Terlebih lagi cenderung mengedepankan aspek kesenangan
Program studi sejarah yang notabenenya akan dalam dunia ilmiah kehidupan kampus.
selalu berhubungan dengan teks-teks, dan Beragam karakteristik mahasiswa yang
program studi Sosiologi yang dituntut untuk menghiasi dunia kampus termasuk juga dalam
selalu Up date dengan fenomena dan kajian lingkup jurusan Pendidikan Sejarah inilah
terkini. sebagai wujud nyata bagaimana sebuah budaya
akademik tercipta dalam sebuah lingkungan pendidikan, mulai jenjang paling dasar hingga
pendidikan. di jenjang perguruan tinggi seperti saat ini.
Menjadi mahasiswa dengan Kebiasaan untuk melakukan kegiatan tersebut,
karakteristik yang mana, pada dasarnya tentu bukan hanya disebabkan oleh faktor
hanyalah sebuah pilihan. Karena seperti yang internal dari dalam individu, melainkan juga
diketahui bahwa dalam perjalanan hidupnya, dipengaruhi faktor eksternal yang berada di luar
manusia memiliki sekumpulan skema yang diri individu yang diwujudkan melalui
terinternalisasi dan melalui skema-skema itu hubungan dengan lingkungan sosial. Hubungan
mereka mempersepsi, memahami, menghargai, yang terjalin antara faktor internal dan eksternal
serta mengevaluasi realitas sosial. Skema itu ini bersifat relasional, saling terkait dan
berhubungan sedemikian rupa membentuk mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
struktur kognitif yang memberi kerangka Faktor internal merupakan dimensi
tindakan kepada individu dalam hidup internal dalam benak seorang individu yang
kesehariannya bersama orang lain (Harker, mempengaruhinya untuk melakukan tindakan.
2009: XVIII). Dalam posisi internal individu, habitus dinilai
Habitus ini tertanam dalam benak sebagai sistem yang polanya mengintegrasikan
individu yang nantinya menentukan bagaimana keseluruhan pengalaman-pengalaman yang
ia bertindak, berkomunikasi, berpikir dan pernah dilalui oleh individu tersebut. Habitus
sebagainya. Pierre Bourdieu dan Jean-Claude sebagai media yangmenjembatani antara
Passeron (1996) menjelaskan bahwa habitus individu dengan realitas sosial dalam
muncul dalam beberapa bentuk seperti: 1) masyarakat.Sehingga, habitus berfungsi sebagai
Kecenderungan empiris untuk bertindak, dasar pembentuk praktik-praktik sosial yang
misalnya memilih gaya hidup, 2) Motivasi atau objektif dan terstruktur. Faktor internal ini erat
preferensi, citarasa serta emosi, 3) perilaku yang kaitannya dengan mimpi dan harapan, sehingga
menjadi kepribadian, 4) Tantangan dunia, 5) tumbuh dalam diri individu sebagai motivasi
keterampilan dan kemampuan sosial praktis, 6) yang kuat untuk melakukan yang terbaik demi
Aspirasi yang berkaitan dengan perubahan mengejar prestasi yang diharapkan.
hidup (Maliki, 2010: 235). Sementara faktor eksternal merupakan
Habitus terbentuk melalui dimensi yang berada di luar otonomi individu
pembelajaran sebagaibagiandari proses yang keberadaannya dapat menciptakan sebuah
kehidupanyang dilalui seseorang tanpa disadari, kebiasaan yang melekat dalam kehidupan
masuk dalam benak individu secara halus dan individu tersebut. Sebuah habitus tidak hanya
alamiah melalui aktivitas bermain dan interaksi berdasar pada faktor individu saja, karena tidak
sosial. Kontak dan komunikasi yang terjadi dapat dipungkiri bahwa seorang individu yang
dalam sebuah interaksi sosial-lah yang dapat bebas bertindak dan melakukan apapun sesuai
melahirkan kebiasaan-kebiasaan sosial. Berawal dengan keinginannya itu masih harus melihat
dari kebiasaan-kebiasaan inilah yang kemudian dunia sosialnya, menaati aturan masyarakat, dan
menjadi aktivitas, rutinitas dan menjadi pola disanalah individu mempengaruhi serta
kehidupan, dan kemudian disebut dengan dipengaruhi oleh keadaan sosial dimana ia
habitus. Karena selama proses ini terdapat tinggal. Wujud dari pengaruh dimensi eksternal
pengalaman kehidupan yang terekam dalam yang mempengaruhi seorang individu juga
memori, dilihat, dirasakan, dan dijalani oleh dapat dilihat dari bagaimana lingkungan di
seseorang. Dengan kata lain, habitus merupakan kampus tempat mahasiswa tersebut menjalani
proses ketidaksadaran kultural, yakni pengaruh kehidupan akademiknya.
sejarah yang secara tidak sadar dianggap Ketika mahasiswa berada di kampus,
alamiah. mahasiswa berupaya untuk melakukan praktik-
Termasuk ketika berkenaan dengan praktik yang selama ini telah dibiasakan dalam
kebiasaan akademik seperti membaca, menulis, lingkungan terdahulu mereka. Sayangnya,
berdiskusi, berorganisasi, dan kebiasaan- mereka juga harus mampu memahami
kebiasaan lain yang pasti ada selama proses bagaimana nilai dan norma yang berlaku dalam
lingkungan kampus. Perlahan, kehidupan relasi antara habitussebagai produk sejarah
kampus dengan segala aturan dan kebiasaannya dan arenayang juga merupakan produk
juga akan terinternalisasi dalam diri individu, sejarah (Harker, 2009: XX). Realitas sosial
dan seperti yang telah terjadi sebelumnya akan ini terjadi karena terdapat relasi diantara
membentuk sebuah habitus. Bourdieu keduanya, yang tidak bisa direduksi atau
mengemukakan bahwa para agen adalah para dihilangkan salah satunya.
pelaku yang srategis, kemudian ruang dan Pada umumnya, mahasiswa yang aktif
waktu merupakan segi yang integral dalam di organisasi memang mahasiswa yang
strategi yang mereka lakukan. Praktik strategi sebelumnya telah memiliki pengalaman di
mereka distrukturkan oleh lingkungan jenjang studi sebelumnya, aktif di organisasi
sosiokultural, yang kemudian disebut oleh OSIS salah satunya. Meskipun memang,
Bourdieu sebagai habitus, di dalam habitus mereka tidak sepenuhnya menutup mata atas
terdapat disposisi-disposisi yang terstruktur dan kewajiban utama mereka dalam kemampuan
kemudian akan menjadi basis bagi strukturasi akademik. Dengan kata lain, habitus tersebut
secara terus-menerus. telah terbentuk sejak mereka berada di arena
Wujud nyata dari praktik-praktik sosial sebelumnya. Pada tingkatan individu,
akademik yang dilakukan oleh para mahasiswa habitus juga berarti sistem perilaku dan
dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa Varian disposisi yang relatif permanen yang secara
mahasiswa di bawah ini. simultan mengintegrasikan antara seluruh
1. Mahasiswa Aktivis (Kura-Kura/Kuliah pengalaman sebelumnya dari cara individu
Rapat) melihat dan menilai benda dengan tindakan.
Mengikuti organisasi dikampus Organisasi menjadi sebuah pilihan
memang hanya merupakan pilihan kedua, dengan berbagai macam motif untuk
setelah pilihan pertama yaitu, menjalankan menjadi tempat ekspresi, apresiasi, dan
perannya di kegiatan akademik kampus. atensi mahasiswa dalam merespon eksistensi
Menjadi mahasiswa yang aktif di organisasi dirinya dan kehidupan sosial yang begitu
memang merupakan sebuah pilihan yang kompleks. Di satu sisi, eksistensi ini
membutuhkan atensi ekstra dari setiap memang membawa implikasi konstruktif.
mahasiswa. Karena sejatinya sebuah Namun, di sisi lain, bukan tidak mungkin
tindakan lahir dari sebuah pilihan rasional jika aktivitas dalam organisasi justru
yang mempunyai pertimbangan logis dan berimplikasi destruktif karena dikhawatirkan
emotional yang matang. akan mengganggu aktivitas akademik.
Ketika seorang mahasiswa menyadari Faktanya, para mahasiswa yang berada
bahwa ia bisa mendapatkan sesuatu yang dalam kategori ini adalah mahasiswa yang
lebih, yang tidak bisa ia dapat pada saat berusaha menyeimbangkan antara
berkuliah, maka ruang dalam organisasi kemampuan akademik dengan
akan menjadi sangat bermanfaat bagi sofaskillsepertiteamwork, leadership,
dirinya. Akan ada banyak hal baru yang communication skill dan lain-lain.
akan ia dapat sebagai mahasiswa melalui Implikasi konstruktif terjadi ketika
organisasi ini. Ruang organisasi ini bisa para mahasiswa ini mampu merengguk
menjadi wadah bagi pembentukan personal semua manfaat organisasi, dan juga bisa
seorang mahasiswa aktivis, selain itu juga mengembangkan kemampuan akademiknya.
dapat membantu menumbuh kembangkan Seperti yang dirasakan oleh salah satu
kemampuan intelektualitas, afeksi, informan, bahwa kebiasaan membaca,
kinestetik, dan emosional seorang menulis, dan berdiskusi justru ia lakukan
mahasiswa serta mahasiswa dilatih untuk ketika telah berkecimpung di dunia
bisa memanajemen diri dengan baik. organisasi baik itu intra ataupun ekstra.
Praktik budaya akademik mahasiswa Kebiasaan-kebiasaan tersebut saling
yang aktif di dunia organisasi kampus ini bersinergi. Berawal dari atmosfer diskusi
pada dasarnya merupakan suatu produk dari yang kental dalam sebuah organisasi,
menuntutnya untuk memiliki kebiasaan mengerjakan dan mengumpulkan tugas,
membaca sebagai amunisi. Mahasiswa jenis tidak bisa mengikuti jam kuliah secara
ini memang memiliki minat membaca di penuh karena seringkali harus rapat atau
beragam jenis buku, hanya saja seringkali terbentur dengan kegiatan organisasi
terkendala kesibukan dan kurangnya lainnya. Alhasil, mereka cenderung kalah
dukungan dari layanan perpustakaan dalam hal akademik terutama jika tolak ukur
universitas, terkait dengan jam buka ataupun utamanya adalah IPK.
katalog buku. Keunggulan mereka justru terletak
Perlahan sikap kritis mereka-pun pada softskill yang terasah baik. Mereka
berkembang dan mulai disalurkan melalui cukup piawai dalam berbicara di depan
goresan pena yang bersifat kritik-reflektif. umum, punya jiwa kepemimpinan yang
Hanya saja, tulisan-tulisan ini hanya beredar tinggi, mampu bekerjasama dengan baik,
di golongan yang sangat sempit. Seringkali serta memiliki kepekaan sosial yang tinggi.
mahasiswa ini menempelkannya di mading- Memilih menjadi mahasiswa yang
mading se-lingkungan Fakultas Ilmu Sosial. aktif di organisasi juga tidak menjadikan
Meskipun dalam waktu yang sangat singkat, mereka kehilangan akses untuk berprestasi
lembaran itu sudah tercerabut. Seolah di kancah akademik. Seperti yang diketahui
khawatir akan lemparan kritik anak-anak bersama bahwa kampus merupakan arena
kritis kepada almamaternya. perjuangan bagi mahasiswa, diantaranya
Hal lain yang disayangkan, mahasiswa perjuangan terhadap eksistensi mahasiswa.
jenis ini juga jarang mengikuti ajang-ajang Melalui keaktifannya di dunia organisasi
kepenulisan, sehingga mereka kurang setidaknya mahasiswa tersebut mendapat
terlatih untuk menjadi kreatif, inovatif, gigih tempat tersendiri di kampus.
dan sportif, karena selama ini mereka hanya Sama halnya seperti Bourdie yang
cenderung berpusat pada kritik akan melihat arena sebagai lahan pertempuran,
kebijakan-kebijakan yang ada. perjuangan yang menopang dan
Memang ada sejuta hal baru yang bisa mengarahkan strategi yang digunakan oleh
di dapat sebagai mahasiswa melalui orang-orang yang menduduki posisi ini
organisasi jika ia mengimplementasikan untuk berupaya baik individu maupun
semangat rendah hati dalam dirinya, selalu kolektif, mengamankan atau meningkatkan
haus akan informasi ter-up date dari sebuah posisi mereka dan menerapkan prinsip
hal positif yang termaktub dalam ranah hierarkisasi yang paling cocok untuk produk
organisasi. Habitus ini ibarat sebuah mereka (Harker, 2009: 10). Terbukti dalam
kontemplasi seorang mahasiswa aktivis kenyataannya, para aktivis ini memiliki
untuk menjadi bara api yang siap dinyalakan keistimewaan tersendiri baik di kalangan
bukan justru menjadi cangkir kosong yang dosen dan birokrat kampus, ataupun pihak di
siap diisi penuh. luar itu. Ranah memang bukan ikatan
Namun, mahasiswa aktivis tidak intersubjektif antar individu, namun
akan pernah bisa terlepas sepenuhnya dari semacam hubungan yang terstruktur dan
implikasi destruktif. Rutinitas kegiatan tanpa disadari mengatur posisi-posisi
organisasi tidak jarang membuat mereka individu dan kelompok dalam tatanan
hampir melupakan tugas akademisnya. masyarakat tersebut yang terbentuk secara
Bagaimana tidak, rutinitas sehari-hari spontan.
mahasiswa jenis “Kura-Kura” ini identik Memang benar apa yang dikatakan
dengan kuliah, rapat organisasi, rapat Bourdieu bahwa ranah inilah tempat orang-
koordinasi kepanitiaan, diskusi rutin orang berebut berbagai bentuk modal.
organisasi, dan seringkali mereka Dalam ruang sosial ini individu dengan
menghabiskan waktu di sekretariat habitusnya berhubungan dengan individu
organisasi hingga malam. Tidak heran jika lain dan berbagai realitas sosial yang
seringkali mereka keteteran dalam
menghasilkan tindakan-tindakan sesuai Selain implikasi positif dan negatif
dengan ranah dan modal yang dimilikinya. yang mungkin diterima oleh mahasiswa
Dalam suatu ranah memang ada Kura-kura, atmosfer lain yang juga
pertaruhan kekuatan orang-orang yang melingkupi mereka yaitu segmentasi yang
memiliki banyak modal dengan mereka yang cukup radikal antara organisasi yang satu
minim modal. Modal merupakan sebuah dengan yang lain. Seringkali seorang
konsentrasi kekuatan, suatu kekuatan mahasiswa aktivis ini tidak dapat
spesifik yang beroperasi dalam ranah beradaptasi dengan mahasiswa dari
(Harker, 2009: XX). Setiap ranah menuntut organisasi lain, baik itu dalam tataran
individu untuk memiliki modal khusus agar organisasi mahasiswa (Ormawa) ataupun
dapat hidup secara baik dan bertahan di organisasi ekstra kampus (Ormek). Alhasil
dalamnya. yang terjadi adalah kompetisi yang tidak
Dalam ranah intelektual kampus, sehat, antipati, dan bahkan konflik pun tidak
seseorang juga harus memiliki modal terelakkan lagi.
istimewa dan spesifik seperti prestise, Satu hal lain yang sangat
otoritas, dan sebagainya untuk dapat disayangkan ketika peran ormawa yang kini
menampilkan tindakan yang dihargai dan seolah hanya menjadi sebuah alat politik
membuatnya menjadi individu yang kampus. Organisasi cenderung menjadi alat
berpengaruh. Meskipun memang, mereka untuk memenangkan suatu perhelatan
juga harus memiliki habitus yang kemahasiswaan belaka ataupun
memberinya strategi dan kerangka tingkah memenangkan satu kader dalam politik
laku yang memungkinkannya untuk kampus, tanpa adanya suatu kontinuitas atas
menyesuaikan diri secara memadai dalam fungsi organisasi itu sendiri. Seakan-akan
ranah intelektual tersebut. Hal inilah yang organisasi dan para aktivisnya hanya muncul
banyak terjadi pada mahasiswa kura-kura dan dibutuhkan pada momentum-momentum
ini. Dengan modal simbolik berupa prestise, tertentu saja. Sementara peran dan fungsi
modal sosial berupa jaringan sosial, serta mereka untuk turut melanggengkan
modal budaya yang berupa berbagai kegiatan-kegiatan yang sifatnya mengarah
softskill, mereka mampu bertarung dengan pada pengembangan budaya akademik, nihil
para mahasiswa-mahasiswa lainnya dalam sama sekali.
hal memperebutkan posisi ataupun Jika beberapa tahun yang lalu,
kesempatan tertentu. fungsi tersebut masih sesekali nampak,
Dengan segala modal yang telah akhir-akhir ini justru fungsi tersebut
dimiliki oleh para mahasiswa Kura-Kura ini, perlahan mulai hilang dari peredaran.
mereka seringkali bisa memperoleh Sebuah ironi memang tatkala mengingat
kesempatan dan akses lebih baik jika bahwa organisasi merupakan tempat
dibandingkan dengan mahasiswa lainnya. penempaan sikap dan perilaku diri dimana
Termasuk juga dalam hal pengembangan mahasiswa diajarkan untuk berkomitmen,
kemampuan akademik, seperti pelatihan berprinsip, serta bertanggung jawab. Justru
menulis baik yang diselenggarakan di saat ini seolah lepas tangan atas fungsi yang
tingkat Fakultas, universitas bahkan hingga seharusnya dijalankan.
tingkat regional, merekalah yang akan Sikap positif yang diperoleh dari
masuk dalam daftar pertama calon peserta. interaksi dalam organisasi seperti saling
Dalam hal perebutan posisi intelektual peduli dan bekerjasama yang dapat
tertinggi untuk kalangan mahasiswa yaitu melahirkan solidaritas sosial, perlahan juga
“mahasiswa berprestasi” pun demikian semakin memudar. Secara aplikatif, bisa
halnya, para mahasiswa inilah yang dilihat pada realitas kehidupan kampus yang
memiliki kontestasi atas itu dibandingkan rentan terjadi pengotakan, segmentasi, dan
dengan mahasiswa dengan IPK tinggi tapi dikotomi dalam bergaul dengan sesama
tidak disertai dengan modal-modal tersebut. mahasiswa. Padahal, kampus dapat menjadi
ladang garapan bagi seorang aktivis untuk Tipe mahasiswa ini memang lebih
bersosial dan beregaliter dengan semua memiliki target akademis. Ingin menguasai
orang termasuk juga aktivis yang berasal semua ilmu dibidangnya, dan terkadang
dari organisasi lain. ingin disebut “master” dibidangnya tersebut.
2. Mahasiswa Study Oriented (Kupu- Target utama mereka adalah Lulus tepat
Kupu/Kuliah Pulang) waktu dengan predikat cumlaude. Sehingga
Barangkali makna yang tersirat dari tidak heran jika mereka hanya peduli pada
kalimat “Berkuliah adalah kesempatan dan studinya dan kurang peduli pada hal-hal lain
berorganisasi adalah pilihan” inilah yang di luar itu. Alasannya pun bermacam-
dipegang teguh oleh mahasiswa jenis Kupu- macam. Menurut mereka menjalani aktivitas
Kupu ini. Mereka cenderung tidak menaruh di luar kuliah hanya akan membuat repot, IP
minat pada hal-hal lain di luar aktivitas akan turun, menjadikan masa studi lebih
belajar (kuliah). Tipe mahasiswa ini lama, dan lain sebagainya.
memang lebih memiliki idealisme tinggi Menjadi mahasiswa tipe ini memang
sebagai seorang “pelajar” dibandingkan sebuah pilihan. Pilihan menjadi hal
dengan “pembelajar”. terpenting dalam setiap keputusan dan
Sehingga tidak heran jika mahasiswa tindakan. Karena keputusan dan tindakan
ini lebih cenderung Study Oriented dan hari ini, akan mempunyai peran dalam
“kuliah holic”. Sebenarnya, tipe mahasiswa membentuk seseorang di hari esok. Pada
ini juga sadar bahwa mahasiswa yang ideal umumnya, mahasiswa jenis ini memang
adalah mahasiswa yang dapat memposisikan memiliki habitus belajar yang tinggi, dan
diri baik di kampus ataupun lingkungan mereka cenderung tidak ingin
sekitar. Dalam arti, mahasiswa kritis ketika mengecewakan harapan-harapan yang ada di
di kampus dan juga responsive terhadap pundak mereka.
lingkungan sekitar. Habitus memang bekerja di bawah
Namun, di sisi lain mereka juga level kesadaran, diluar jangkauan
cenderung stigmatik terhadap kehidupan pengawasan dan control intropeksi
mahasiswa yang rela membagi waktunya kehendak. Meskipun tidak sadar akan
selain untuk belajar juga untuk aktif di habitus dan cara kerjanya, habitus
kegiatan lain. Mereka menganggap bahwa memujudkan diri disebagian besar aktivitas
orang-orang di luar tipe mereka, sebagai praktis, termasuk juga belajar. Habitus
seseorang yang cenderung mengabaikan sekadar menyarankan apa yang seharusnya
urusan kuliah yang notabenenya lebih dipikirkan orang dan apa yang seharusnya
bersifat wajib. Alhasil, mahasiswa jenis ini mereka pilih untuk dilakukan. Habitus
lebih memilih untuk menjalankan tugas memberikan prinsip yang digunakan orang
sebagai mahasiswa yaitu belajar dan menaati untuk memilih strategi yang akan mereka
peraturan yang telah ada. gunakan di dunia social, termasuk juga di
Aktivitas mahasiswa jenis ini bisa lingkungan kampus ini.
dikatakan hanya satu jalur, yaitu kuliah lalu Demikian Bourdieu melihat habitus
pulang. Belajar pun mereka cenderung di sebagai faktor penting yang berkontribusi
tempat kost dibandingkan harus membaca di untuk reproduksi sosial karena merupakan
perpustakaan. Walapun memang, tidak pusat untuk menghasilkan dan mengatur
menutup kemungkinan bahwa mereka juga praktik yang membentuk kehidupan sosial.
sering mengunjungi perpustakaan. Hanya Individu belajar untuk menginginkan kondisi
saja, itupun hanya berkenaan dengan yang memungkinkan bagi mereka, dan tidak
pinjam-meminjam buku, terlepas dari itu untuk bercita-cita apa yang tidak tersedia
seluruh aktivitas belajarnya lebih banyak bagi mereka.
dilakukan di ruang-ruang domestik mereka Dunia sosial dalam hal ini dunia
sendiri. kampus merupakan ranah kekuatan yang
secara parsial bersifat otonom dan
didalamnya berlansung perjuangan posisi- tindakan. Dalam hal akademik, mahasiswa
posisi. Perjuangan ini dipandang ini memang kurang rajin dalam belajar.
mentransformasi atau mempertahankan Perjalanan akademik mereka seolah
ranah kekuatan. Posisi-posisi ini ditentukan dibiarkan mengalir seperti halnya aliran
oleh pembagian modal khusus untuk para mata pelajaran yang mereka terima.
aktor dalam ranah tersebut. Habitus secara Di arena sebelumnya, mereka sudah
erat memang dihubungkan dengan modal, terbiasa tidak menjadi juara kelas, jika tidak
karena sebagian habitus tersebut berperan berada di posisi tengah bisa jadi berada di
sebagai pengganda berbagai jenis modal. posisi dasar kelas. Harus mengalami remidi
Dan pada kenyataannya, habitus memang dalam ujian pun menjadi suatu hal yang
menciptakan sebentuk modal di dalam dan biasa bagi mereka ketika musim ujian tiba.
dari mereka sendiri. Bagi mereka, memperoleh nilai jelek tidak
Modal dipandang Bourdieu sebagai menjadi suatu masalah yang harus dibesar-
basis dominasi. Agar dapat dipandang besarkan. Belajar hanya sekedar belajar.
sebagai seseorang atau kelas yang berstatus Sekolah hanya sekedar sekolah. Begitulah
dan mempunyai prestise, berarti ia harus prinsip mereka.
diterima sebagai sesuatu yang legitimit, dan Mereka sudah biasa dengan
terkadang sebagai otoritas yang juga anggapan bahwa selama mereka menempuh
legitimit. Untuk tipe mahasiswa ini, upaya pendidikan, nilai bagi mereka bukan
tersebut mereka lakukan dengan selalu segalanya. Sehingga tidak heran mereka
berupaya untuk menjadi “master” dalam cenderung bersikap apa adanya. Ketika
setiap mata kuliah, mempunyai IP yang mendapatkan nilai buruk, mereka
tinggi, serta memiliki posisi tersendiri di merupakan pribadi yang tidak mudah down,
hadapan dosen.Mereka sebagai agen karena memang target mereka tidak terlalu
mencoba untuk membedakan dirinya dari muluk-muluk, serta mereka sudah terbiasa
yang lain dan mendapatkan modal yang jatuh atau berada di bawah. Anehnya,
berguna atau berharga di arena kampus ini. mereka pun susah untuk termotivasi untuk
Alhasil mereka pun cenderung bangkit. Mereka tetap santai di titik tersebut,
melakukan praktis akademis yang monoton, Stagnan.
hanya sekedar kuliah dan mengerjakan tugas Ketika berada di perguruan tinggi
dengan maksimal. Tanpa berusaha pun demikian halnya. Mereka belajar hanya
mengembangkan nalar kritis, kreatif, sekedar belajar. Bersih dari tujuan prestasi,
inovatif, serta kepedulian mereka terhadap ataupun prestise. Namun, bukan berarti
realitas dan fenomena terkini-pun cenderung hidup mereka tanpa tujuan. Mereka
rendah. mempunyai mimpi dan passion akan studi
3. Mahasiswa Medioker (Kunang- yang sedang dijalaninya pun ada. Hanya
Kunang/Kuliah Nongkrong) saja, mereka cenderung santai menjalani
Mahasiswa jenis ini bisa semuanya. Mereka memang malas untuk
diungkapkan dengan istilah “Of a middle belajar, dan yang menjadi sumber
quality”. Dalam arti lain, performa atau citra pengetahuan utama mereka adalah
mahasiswa yang cenderung biasa-biasa atau penjelasan dari dosen, serta diskusi yang
berada dalam kualitas menengah. Praktik bisa dilakukan dalam kelompok mereka
akademik mahasiswa ini tentunya juga tidak sendiri. Di kelas, bukan mereka tidak
pernah terlepas dari apa yang disebut memiliki kemampuan. Mereka juga bisa
Bourdieu sebagai Habitus. Karena dalam aktif dalam pembelajaran, hanya saja mereka
perjalanan hidupnya, semua individu cenderung menggampangkan segala hal.
termasuk mahasiswa jenis ini memiliki Malas membaca buku bisa disiasati dengan
sekumpulan skema yang terinternalisasi, dan membaca literatur dari internet. Bahan untuk
melalui skema-skema inilah mereka membuat tugas bisa dicari dari internet.
mempersepsi, memahami, serta melakukan
Bahkan, jawaban saat ujian berlangsung pun Sejatinya, mahasiswa sebagai agen
mereka cari di internet. tidak pernah bisa otonom dalam sebuah ranah.
Ranah pendidikan tinggi, tidak Seperti yang diungkapkan oleh Bourdieu bahwa
mereka gunakan sebagai tempat eksisnya agen dan struktur sebagai dualitas yang bersifat
potensi mereka. Justru, mereka lebih eksis di resiprokal dalam membentuk struktur
ranah lain seperti kelompok Hobi atau yang masyarakat. Habitus dalam diri seorang
lainnya. Sehingga tidak heran jika dalam mahasiswa memang berangkat dari kesejarahan
ranah pendidikan tinggi yang merupakan seseorang yang sudah mengalami proses
arena perjuangan posisi-posisi, mereka tidak internalisasi yang lama, kemudian
bisa memperoleh posisi khusus, selain tereksternalisasi ulang dalam ruang yang baru,
potensi orang kebanyakan. Secara logika, dan memungkinkan untuk mengimprovisasi.
bagaimana bisa mereka mendapatkan posisi Agen memang menginternalisasi struktur, tetapi
khusus jika mereka tidak berusaha untuk dia tetap mempunyai ruang-ruang refleksi atas
memperebutkan modal-modal. Padahal, pilihan-pilihan rasionalnya, prinsip-prinsip,
yang mengatur ranah sebagai tempat strategi-strategi sebagai saringan sebelum agen
perjuangan posisi-posisi adalah logika tersebut melakukan improvisasi.
modal. Seperti halnya habitus beberapa
Kondisi ini diperparah dengan fakta mahasiswa yang sudah bisa dikatakan baik
kurangnya daya dukung pihak universitas justru mengalami penurunan kualitas tatkala
untuk menumbuhkan minat mereka dalam dihadapkan pada atmosfer akademik yang
hal peningkatan budaya akademik ini. rendah, dengan tidak adanya daya dukung dari
Seperti halnya tidak adanya atmosfer pihak kampus dalam upaya pengembangan
membaca, minimnya pelatihan kepenulisan, kultur akademik tersebut. Ada juga mahasiswa
matinya forum-forum diskusi, serta tidak yang mengalami peningkatan habitus ketika
adanya teladan dan bimbingan yang tepat dirinya mulai memasuki ranah ini. Mahasiswa
dari tenaga pendidik dan kependidikan baik lain, habitus mereka justru terlanggengkan
di dalam kelas ataupun di luar kelas. Alhasil, karena di dukung oleh atmosfer budaya
Praktik akademik mahasiswa jenis kunang- akademik kampus yang bisa digolongkan masih
kunang ini sangat lemah dari nilai-nilai rendah ini.
kejujuran, tanggung jawab, sikap sportif, Ketika membicarakan dualitas yang
kompetitif, disiplin, peduli, kritis, kreatif, terjadi antara agen dan struktur, Bourdieu juga
inovatif, dan produktif. tidak melepaskan keterkaitan habitus dengan
modal. Dalam diri seseorang, modal selalu hadir
PENUTUP bersamaan dengan habitus. Dalam sebuah arena,
Simpulan agen selalu berusaha untuk kreatif, memetakan
Setiap orang memang mempunyai strategi untuk mengimprovisasi. Di sinilah
kecenderungan berbeda-beda dalam empat modal tersebut mempunyai posisi yang
mempersepsi, mengapresiasi dan melakukan penting, menjadi bagian dari pergulatan agen.
aksi, tergantung latar belakang sejarahnya dan Saat itu pulalah agen harus mengetahui kode-
karakternya. Dengan kata lain, habitus setiap kode dan aturan yang sudah berkembang di
orang cenderung berbeda-beda. Sehingga dalamnya.
dengan adanya heterogenitas habitus ini maka Di dalam arena terdapat berbagai rupa
dimungkinkan adanya perluasan-perluasan habitus yang saling bersinggungan, saling
habitus, antar habitus saling bergesekan, dan berusaha memosisikan diri, saling berjuang
merebutkan makna dan mengidentifikasi diri memperebutkan makna. Habitus-habitus
dengan habitus yang sama dan habitus yang tersebut juga cenderung heterogen dalam
berbeda. Jika habitus tersebut menemukan menyandang modal. Ada yang memiliki
habitus-habitus lain yang identik mereka akan intelektualitas tinggi, ada yang memiliki
membentuk habitus kompleks, atau kelas Softskill serta prestise yang tinggi, dan masih
mahasiswa. banyak lagi modal lainnya. Disinilah modal
tersebut akan menyusut, berubah, bertumbuh, memang merupakan wahana pengembangan
dan memunculkan modal lain, juga sebagai nilai-nilai kemanusiaan.
pijakan strategi improvisasi praktis. Bagi 2. Optimalisasi fungsi Organisasi
habitus yang mempunyai modal yang lebih kemahasiswaan serta UKM sebagai wahana
tinggi akan mendominasi, lebih mudah untuk menumbuh kembangkan kemampuan
mendapatkan makna, dan lebih mudah intelektualitas, afeksi, kinestetik, dan
mendapat pengakuan. emosional seorang mahasiswa. Serta sebagai
Melihat fakta praktik mahasiswa dalam penyokong upaya pengembangan kultur
budaya akademik selama ini, dapat disimpulkan akademik ini.
bahwa penanaman nilai-nilai karakter juga 3. Penciptaan kultur lembaga yang mendukung
belum berjalan maksimal. Nilai-nilai karakter terciptanya budaya akademik, dimana semua
yang ingin dikembangkan belum sepenuhnya “elit” akademik harus memberikan contoh
terinternalisasi dalam kebiasaan (habituation) dan teladan, serta bimbingan yang baik bagi
budaya akademik mereka. Disinilah, Bourdieu semua mahasiswanya.
mengemukakan pentingnya fungsi mediasi
praktik yang terjadi antara agen dengan struktur. DAFTAR PUSTAKA
Karena pada dasarnya praktik sosial Field, John. 2010. Modal sosial. Yogyakarta:
tidak dapat begitu saja dijelaskan sebagai kreasi wacana.
produk dari struktur atau agensi sebagai subyek. Harker, Richard, Cheelen Mahar, dan Chris
Penjelasan relasional yang menunjukkan Wilkes (editor). 2009. (Habitus x
dinamika hubungan antara agensi dan struktur Modal) + Ranah = Praktik
diperlukan untuk menemukan hubungan saling Pengantar Yang Paling
mempengaruhi yang tidak linear diantara Komprehensif Kepada Pemikiran
keduanya. Subjek dan dunia luar, begitu juga Pierre Bourdieu. Penerjemah Pipit
agensi dan struktur, bukan dua substansi yang „Maizier. Yogyakarta: Jalasutra.
dapat dipilah begitu saja. Keduanya saling Maliki, Zainuddin. 2010. Sosiologi Pendidikan.
terkait dan saling mempengaruhi dalam satu Yogyakarta: Gadjah Mada University
proses kompleks untuk menghasilkan praktik Press.
sosial. Mutahir, Arizal. 2011. Intelektual Kolektif
Untuk menghasilkan praktik sosial Pierre Bourdieu. Yogyakarta: Kreasi
budaya akademik, tentunya antara agen dan wacana.
struktur saling terkait dan saling mempengaruhi.
Jika arena kurang memberikan dukungan, Riko, Arfian. 2012. Budaya Akademik. (online)
tentunya praktik budaya akademi dengan nilai- http://richoareviant.blogspot.com/201
nilai karakter di dalamnya juga sulit untuk bisa 2/03/budaya-akademik.html diakses
berjalan secara maksimal. pada tanggal 27 desember 2012
Ritzer, George. 2007.
Saran Sosiologiilmuberparadigmaganda.
Jakarta: Raja GrafindoPersada.
Setelah terlaksananya penelitian ini dan Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi.
melihat hasil yang didapatkan, maka saran yang Yogyakarta: Tiara Wacana
peneliti dapat berikan adalah sebagai berikut : Wu, Bin. 2009. Whose culture has capital?:
chinese skilled migrant mother
1. Peningkatan sarana prasarana serta kualitas
raising their children in new zealand.
pelayanan, seperti perpustakaan, public
Auckland university of technology.
space, dll. Di samping kriteria kuantitas dan
Zuchdi, Darmiyati dkk. 2010. Pendidikan
kualitas secara fungsional, penyediaan dan karakter dengan pendekatan
pengelolaan fasilitas pendidikan hendaknya
komprehensif : Terintegrasi dalam
memenuhi kriteria: aman, nyaman, dan
perkuliahan dan pengembangan
manusiawi. Sangat diperlukan bagi
kultur universitas. Jogjakarta: UNY
terselenggaranya pendidikan karakter yang Press

Anda mungkin juga menyukai