Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN AKHIR RANCANG BANGUN BISNIS

BISNIS KULINER RUMAH MAKAN DAPUR DULOHUPA:

TINJAUAN KEY ACTIVITIES

RANCANG BANGUN BISNIS

Disusun Oleh:

Nama : Mohamad Hadisaputra Olii

No.Mahasiswa : 14311309

Jurusan : Manajemen

Bidang Konsentrasi : Operasi

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FAKULTAS EKONOMI

YOGYAKARTA

2019
BAB 1

PENDAHALUAN

1.1 Latar Belakang

Industri kuliner merupakan salah satu sektor bisnis yang menjanjikan dan sangat
strategis untuk meningkatkan nilai ekonomi suatu wilayah maupun negara. Pertumbuhan
industri kuliner di Indonesia berkembang pesat dengan adanya menu – menu yang kreatif
dan inovatif, sehingga diminati oleh masyarakat. Hal tersebut terjadi dikarenakan kuliner
bukan hanya memenuhi kebutuhan biologis manusia semata, akan tetapi sudah menjadi
gaya hidup baru dikalangan masyarakat. Dengan bertumbuh kembangnya teknologi banyak
orang yang menggunakan media sosial sebagai sarana untuk memamerkan apa yang
dikonsumsinya kepada teman-teman yang ada di akun sosial mereka.

Sektor bisnis kuliner memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan
suatu wilayah maupun negara. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2017
produksi industri makanan naik sebesar 9,93% terhadap tahun 2016. Industri kuliner
mempunyai potensi yang sangat kuat untuk berkembang. Maka dari itu pemerintah
mendukung sektor ini agar lebih maju dengan didirikannya Badan Ekonomi Kreatif
Indonesia (BeKraf).

Bisnis kuliner tidak akan ada matinya, dikarenakan makanan merupakan kebutuhan
pokok setiap manusia, khususnya di kota Yogyakarta dimana masyarakat cenderung lebih
memilih makan atau jajan diluar daripada memasak sendiri. Hal ini terjadi karena industri
kuliner atau makanan memiliki trend yang baik dikalangan masyarakat.

Selain itu Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang strategis dan potensial
untuk berbisnis pada bidang kuliner, dikarenakan Yogyakarta merupakan kota pendidikan
dimana mayoritas masyarakat berasal dari kalangan mahasiswa yang berasal dari berbagai
daerah, ditambah dengan Yogyakarta menjadi destinasi pariwasata baik wisatawan lokal
maupun mancanegara. Hal ini dibuktikan dari berkembangnya keberadaan restoran, kafe,
rumah makan, bar atau bahkan warung kaki lima. Data kunjungan wisatawan yang datang
ke Yogyakarta pada tahun 2013 – 2017 sebagai berikut :

Table 1.1

2013 2014 2015 2016 2017

Sumber : visitingjogja.com

Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah kunjungan wisatawan nusantara
dan mancanegara terus meningkat dari tahun 2013 – 2017. Dari data tersebut membuktikan
bahwa Yogyakarta memiliki daya pariwisata yang sangat luar biasa bagi wisatawan
nusantara maupun mancanegara.

Dengan banyaknya tempat wisata dan pengunjung yang berdatangan di Yogyakarta,


sangat dibutuhkan tempat makanan dan jajanan kuliner tradisional untuk memperkenalkan
berbagai macam makanan dan jajanan kuliner tradisional. Saat ini banyak kuliner
tradisional dari berbagai daerah yang sudah ada di Yogyakarta seperti gudeg, bakmi jawa,
sempol ayam, dan berbagai macam kuliner tradisional lainnya.

Dalam industri kuliner persoalan SDM bukanlah menjadi masalah, karena di


Yogyakarta banyak tenaga kerja yang siap disalurkan untuk bekerja memiliki skill yang
tinggi dan keterampilan yang handal mudah dijumpai di SMK yang ada disekitaran daerah
Yogyakarta, terutama untuk jurusan tata boga.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Bisnis Model

Konsep bisnis model mulai popular sejak tahun 1990 ke atas ketika bisnis model
dan perubahan lingkungan bisnis didiskusikan dalam konteks internet (Afuah, 2003; Afuah
dan Tucci, 2000; Osterwalder, 2004). Konsep bisnis model digunakan sebagai cara yang
umum untuk menjelaskan bagaimana perusahaan berinteraksi dengan pemasok, mitra kerja,
dan pelanggan (Zott dan Amit, 2003).

Pengertian bisnis model dapat dipilah menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu bisnis model
sebagai metode atau cara, bisnis model dilihat dari komponen-kompponen (elemen), dan
bisnis model sebagai strategi bisnis. Bisnis model sebagai metode adalah suatu cara untuk
menciptakan nilai, sedangakan bisnis model dilihat dari komponen-komponennya misalnya
meruaka bisnis model yang terdiri dari komponen produk, manfaat dan pendapatan,
pelanggan, asset, dan pengetahuan. Sedangkan bisnis model sebagai strategi bisnis
merupakan bisnis model yang digunakan sebagai alat untuk merumuskan strategi bisnis
perusahaan.

Secara umum, bisnis model adalah gambaran hubungan antara keunggulan dan
sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk
mengakuisisi dan menciptakan nilai, yang membuat perusahaan mampu menghasilkan laba
(PPM Manajemen, 2012).

Disisi lain ada juga yang berpendapat bahwa bisnis model adalah sebuah deskripsi
tentang bagaimana sebuah perusahaan membuat sebuah nilai tambah di dunia kerja,
termasuk di dalamnya kombinasi dari produk kombinasi dari produk, pelayanan, citra, dan
distribusi dan sumber daya infrastruktur. Demikian pula konsep bisnis model telah
diposisikan antara input yang digunakan oleh perusahaan untuk mendapatkan output
ekonomi. (Afuah, 2004; Davenport et al, 2006; Osterwalder dan Pgneur, 2004).

Inti dari konsep bisnis model adalah rantai nilai dari perusahaan (Porter, 1985).
Model ini dirancang untuk digunakan sebagai alat bantu dalam memanfaatkan peluang
(Makinen dan Seppanen, 2007).

Sebuah bisnis model adalah menggambarkan pemikiran tentang bagaimana sebuah


organisasi menciptakan, memberikan dan menangkap nilai-nilai dari suatu bisnis. Konsep
dari sebuah bisnis model harus sederhana, relevan, dan secara intuisi mudah dipahami
dengan tidak bermaksud menyederhanakan fungsi perusahaan yang sangat kompleks.
Melihat ulang bisnis model secara keselurahan sangat penting, tapi melihat setiap
komponennya secara detail juga merupakan cara yang efektif untuk inovasi dan
pembaharuan (Ostwalder dan Pigneur, 2010).

Penerapan bisnis model di perusahaan memiliki beberapa manfaat (PPM


Manajemen, 2012) :

 Pertama, bisnis model memudahkan para perencana dan pengambil


keputusan di perusahaan melihat hubungan logis antara komponen-
komponen dalam bisnisnya, sehingga dapat dihasilkan nilai bagi pelanggan
dan perusahaan
 Kedua, bisnis model dapat dipakai untuk menguji konsistensi hubungan
antara komponennya
 Bisnis model dapat digunakan untuk menguji pasar dan asumsi yang
digunakan ketika mengembangkan bisnis
 Bisnis model dapat dipakai untuk menunjukkan seberapa radikal suatu
perubahan dilakukan dan konsekuensinya

Bagi perusahaan kecil, bisnis model didesain untuk kompetensi internal sehingga
menghasilkan keuntungan kompetensi bagi perusahaan kecil. Hal ini konsisten dengan
resourced-based theory, yang melihat bahwa perusahaan kecil sebagai kumpulan dari
berbagai sumber daya dan kapabilitas (Barney dan Wright, 2001). Keuntungan kompetitif
dapat muncul dari keputusan yang baik atas aktivitas biasa (misalnya: produksi), koordinasi
yang baik antara berbagai aktivitas-aktivitas tersebut (misalnya: proses pengembangan
produk), manajemen yang baik (misalnya: supply chain management) (Porter, 1985; Gulati
dan Singh, 1998).

Ada beberapa elemen atau komponen yang sebaiknya ada di dalam bisnis model
(Giesen et al, 2010):

 Nilai yang dikirimkan kepada pelanggan: customer segments, the value


proposition, the specific “job to be done”, what it is solad and what to be
sold
 Bagaimana cara nilai tersebut sampai kepada pelanggan: critical internal
resources and processes as well as internal partnership
 Bagaimana mengumpulkan pendapatan: the pricing model and form of
monetization
 Bagaimana posisi perusahaan diantara industri lainnya: the company’s role
and relationships across the value chain

2.1.2 Bisnis Model Canvas

Salah satu bisnis model yang dapat diterapkan maupun dikembangkan yaitu
business model canvas. Menurut Osterwalder dan Pigneur (2010) dalam bukunya berjudul
“Business Model Generation”(2010), bisnis model kanvas adalah sebuah model bisnis yang
menggambarkan dasar pemikiran tentang bagaimana sebuah organisasi atau perusahaan
menciptakan, menyerahkan, dan menangkap nilai. Selain itu, Osterwalder dan Pigneur
membuat suatu kerangka bisnis model yang berbentuk kanvas yang terdiri dari Sembilan
kotak yang berisikan elemen-elemen yang saling berkaitan.
Gambar 1

Bisnis model kanvas digambarkan melalui blok bangunan dasar yang menunjukkan
logika bagaimana sebuah perusahaan bermaksud untuk menghasilkan uang. Sembilan blok
ini mencakup empat bidang utama bisnis yaitu pelanggan, penawaran, infrastruktur, dan
kelayakan keuangan. Kesembilan blok bangunan dasar yang digunakan untuk
penggambaran bisnis model kanvas adalah:

1. Customer Segments
Secara umum, segmen pasar terdiri dari kelompok pelanggan yang memiliki
seperangkat keinginan yang sama (Kotler, 2005). Pelanggan adalah jantung dari
setiap bisnis model. Tanpa adanya pelanggan, tidak ada satupun perusahaan yang
dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Suatu kelompok pelanggan dapat
disebut sebagai segmen pasar apabila:
 Memerlukan pelayanan (value propositions) yang tersendiri karena
permasalahan dan kebutuhan secara khusus.
 Dicapai dan dilayani dengan saluran distribusi (channels) yang
berbeda.
 Memberikan profitabilitas yang berbeda.
 Mempunyai kemampuan bayar yang berbeda sesuai dengan persepsi
terhadap nilai yang mereka terima.

Dalam rangka memenuhi kepuasan pelanggan, perusahaan


mengelompokkan pelanggan-pelanggan ke beberapa segmen yang berbeda
berdasarkan kesamaan kebutuhan, kesamaan perilaku, dan lain-lain. Bisnis model
dapat diterapkan dalam berbagai perusahaan baik kecil maupun besar.

2. Value Propositions
Dalam bisnis model kanvas, elemen value propositions memengaruhi dan
dipengaruhi oleh hamper semua elemen-elemen lain. Elemen yang terkait langsung
adalah customer segments. Hal ini bisa dipahami, karena setiap segmen memiliki
kebutuhan dan persoalan yang unik. Desain value propositions dapat dilakukan
dengan inovasi nilai (value creation) dan penurunan biaya. Inovasi nilai akan
membuat pelanggan bersedia membayar lebih tinggi dan akan meningkatkan
revenue streams. Selain value creations, perusahaan juga dapat mengurangi atau
menghilangkan value propositions yang sebenarnya tidak dibutuhkan atau kurang
penting untuk pelanggan sehingga dapat menurunkan biaya (PPM Manajemen,
20112).
Value propositions (Nilai tambah yang diberikan kepada para pelanggan)
terdiri dari produk dan jasa yang dapat menambah nilai tembah kepada segmentasi
yang spesifik. Bagi pelanggan, value propositions terwujud dalam bentuk
pemecahan masalah yang dihadapi atau terpenuhinya kebutuhan. Value propositions
merupakan alasan kenapa pelanggan sering mengalihkan perhatian dari satu
perusahaan ke perusahaan lain. Value propositions ini dapat mengatasi kebutuhan
pelanggan ataupun memuaskan kebutuhan pelanggan. Dalam hal ini, value
propositions adalah keuntungan yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggan.
Beberapa value propositions bersifat inovatif yang menawarkan hal yang benar-
benar baru. Lainnya juga dapat mirip dengan penawaran pasar umumnya, namu
ditambahkan dengan atribut-atribut lainnya.
3. Channels
Channels adalah saluran untuk berhubungan dengan para pelanggan.
Komunikasi, distribusi, dan jaringan penjual atau sales merupakan salah satu usaha
perusahaan untuk berkomunikasi dengan pelanggan. Channels memainkan peranan
yang penting dalam pengalaman pelanggan. Channels memiliki beberapa fungsi,
antara lain:
 Meningkatkan kesadaran pelanggan terhadap produk dan jasa dari
perusahaan.
 Membantu pelanggan dalam mengevaluasi value propositions dari
perusahaan.
 Memfasilitasi pelanggan untuk membuat produk dan jasa tertentu.
 Membantu menyampaikan nilai tambah untuk pelanggan
 Memberi dukungan kepada pelanggan pasca pembelian.

Osterwalder dan Pigneur (2010) membagi channels dalam 5 (lima) fase


yaitu awareness, evaluation, purchase, delivery, dan aftersales. Pada fase
awereness, channels berfungsi untuk mengenalkan perusahaan kepada pelanggan.
Selanjutnya fase evaluations atau fase penjajagan adalah fase untuk saling menilai
antara perusahaan dan pelanggan. Fase selanjutnya adalah fase purchase yaitu fase
pembelian dimana perusahaan dan pelanggan melakukan proses transaksi jual beli
produk. Setelah proses transaksi, maka channels masuk pada fase delivery yang
merupakan pembuktian value propositions. Pelanggan berhak mendapatkan “janji”
yang ditawarkan, dan di lain pihak, perusahaan berkewajiban memenuhi “janji”
yang ditawarkan dalam value propositions, dan berhak mendapatkan penghargaan.
Selanjutnya fase terakhir adalah fase after sales atau fase purnajual yang seringkali
dilupakan atau tidak diperhatikan oleh perusahaan. Fase purnajual adalah fase
penentu apakah pelanggan sudah cukup sekali saja melakukan transaksi.
Kemudahan pelanggan menentukan keberlangsungan hubungan kerjasama jangka
panjang.

4. Customer Relationships
Customer relationships adalah tipe hubungan yang ingin dijalin dengan para
pelanggan dari segmen pasar yang spesifik. Perusahaan seharusnya memikirkan tipe
hubungan yang akan dijalin dengan para pelanggan dari berbagai segmen. Customer
relationships dapat dibentuk dari berbagai motivasi, antara lain:
1. Customer acquisition
2. Customer retention
3. Boosting sales (upselling)
Berdasarkan bisnis model, customer relationships sangat memengaruhi
perasaan pelanggan. Tugas seorang pemasar (marketer) dalam dua kelompok besar,
yakni akuisisi pelanggan (customer acquisition) dan retensi pelanggan (customer
retention). Dalam kelompok pertama (akuisisi pelanggan), tugas pemasar adalah
terus menerus mencari pelanggan baru, baik dari pelanggan kompetitor maupun
mengubah yang sebelumnya bukan pelanggan siapapun menjadi pelanggan mereka
yang dikelola. Adapun dalam kelompok kedua (retensi pelanggan), tugas pemasar
berupaya terus-menerus mempertahankan pelanggan yang sudah menggunakan
mereknya agar tidak pindah ke merek competitor (Wind, 2002). Sedangkan
boosting sales yaitu mendorong pelanggan yang sudah ada untuk berbelanja lebih
banyak bagi perusahaan.

5. Revenue Streams
Revenue streams adalah pendapatan yang diterima perusahaan dari masing-
masing segmen pasar atau dengan kata lain revenue streams adalah pemasukan yang
biasanya diukur dalam bentuk uang yang diterima perusahaan dari pelanggannya.
Jika kepuasan pelanggan adalah jantung dari sebuah bisnis model, maka revenue
streams adalah pembuluh arterinya. Revenue streams bukan mempresentasikan
keuntungan yang didapat, karena secara umum diketahui bahwa keuntungan
merupakan pendapatan bersih setelah dikurangi biaya-biaya usaha (PPM
Manajemen, 2012). Masing-masing revenue streams memiliki mekanisme harga
yang berbeda satu sama lain, misalnya harga tetap, bargaining, auctioning, market
dependent, volume dependent, dan yield management.
Bisnis model dapat dibentuk dari 2 (dua) macam Revenue Streams:
1) Pendapatan didapatkan dari satu kali transaksi
2) Pendapatan yang didapatkan berulang kali yang dihasilkan dari
pembayaran berkelanjutan baik untuk memberikan value proposition
kepada pelanggan ataupun tidak menyediakan dukungan pasca
pembelian.

Ada beberapa cara untuk mendapatkan Revenue Streams:

1) Penjualan Aset (Asset Sale)


Pemahaman yang umum dari asset sale didapatkan dari
penjualan produk perusahaan yang berupa barang atau jasa.
Memperoleh pendapatan dari penjualan asset sudah menjadi praktik
bisnis yang lazim.
2) Biaya Pemakaian (Usage Fee)
Revenue Stream ini didapatkan dari penggunaan jasa
pelayanan. Apabila jasa pelayanan yang digunakan semakin banyak
maka pelanggan akan membayar lebih mahal. Perusahaan-
perusahaan dalam beerbagai industri jasa akan mengutamakan aliran
pendapatan ini.
3) Biaya Langganan (Subscription Fees)
Revenue stream ini didapatkan dengan cara menyediakan
pelayanan untuk pembelian beerkelanjutan dalam suatu periode
tertentu. Misalnya, suatu perusahaan memberikan member card
kepada pelanggan yang loyal sehingga pelanggan dapat menikmati
fasilitas lebih dari perusahaan.
4) Sewa (Lending/Renting?Leasing)
Revenue stream ini didapatkan dari memperbolehkan
seseorang untuk mendapatkan hak eksklusif menggunakan asset
perusahaan dalam periode waktu tertentu.
5) Lisensi (Licensing)
Revenue stream ini didapatkan dari pemberian pelangggan
suatu ijin untuk menggunakan hak kekayaan intelektual yang
dilindungi secara hukum dengan imbalan biaya lisensi. Lisensi
memperbolehkan pemegang lisensi untuk mendapatkan pendapatan
tanpa harus membuat produk atau mengkomersialisasikan jasa.
Lisensi pada umumnya digunakan pada industri media.
6) Biaya Jasa Perantara (Brokerage Fees)
Revenue stream ini didapatkan dari hasil pelayanan
intermediasi antara dua atau lebih pihak. Aliran pendapatan ini
umumnya diperoleh dari perusahaan maupun perorangan yang
menerapkan model bisnis keagenan.
7) Iklan (Advertising)
Revenue stream ini didapatkan dari biaya yang dikeluarkan
untuk periklanan produk, jasa, ataupun brand. Pada umumnya,
industri media dan event organizer memiliki keuntungan yang besar
dari periklanan.
8) Donasi (Donation)
Aliran pendapatan donasi ini tercipta dari penerimaan
sejumlah uang ataupun produk berwujud yang dapat dinilai
dengan satuan uang dari individu ataupun organisasi yang
dikenal dengan sebutan “donor”, menggantikan terminologi
umum yang disebut dengan pelanggan. Perbedaan antara
donor dan pelanggan terletak pada manfaat yang akan
diterima.
6. Key Resource
Key resource adalah sumber daya utama yang dibutuhkan oleh perusahaan
supaya model bisnis dapat berjalan. Sumber daya utama ini membuat sebuah
perusahaan dapat membentuk dan menawarkan value propositions, mendapatkan
pasar, mengaawasi hubungan dengan segmen-segmen pasar, dan mendapatkan
penghasilan. Key resource dibentuk berdasarkan tipe model bisnis. Key resource
dapat berupa benda fisik, finansial, intelektual, maupun manusia. Key resource
dapat dimiliki oleh perusahaan maupun bekerjasama dengan Key partners.
Key resource dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Fasilitas (Physical)
Dalam kategori ini termasuk aset-aset fisik misalnya fasilitas
pabrik, bangunan, mesin dan peralatan, sistem, sistem penjualan, dan
jaringan distribusi.
2) Intelektual (Intellectual)
Sumberdaya intelektual meliputi brands, pengetahuan, paten
dan hak cipta, partnerships dan database pelanggan yang merupakan
komponen yang penting dalam membuat bisnis model yang kuat.
Sumber daya intelektual sangat sulit untuk dibangun namun saat
telah berhasil dibangun dapat memberikan nilai tambah yang bagus.
3) Manusia (Human)
Setiap bisnis memerlukan sumber daya manusia, namun
manusia adalah aset yang sangat penting dalam bisnis model.
4) Finansial (Financial)
Beberapa model bisnis membutuhkan sumberdaya finansial
atau jaminan finansial, misalnya uang tunai, kredit, kebutuhan-
kebutuhan lain untuk memenuhi kebutuhan sumberdaya perusahaan.
5) Teknologi (Technology)
Pada perusahaan high-tech, teknologi menjadi sumber daya
utama yang sangat menentukan. Pada perusahaan telekomunikasi,
penguasa teknologi terbaru menjadi penentu untuk mewujudkan
value propositions yang dijanjikan kepada pelanggan.
6) Saluran Distribusi (Channel)
Saluran distribusi kini juga menjadi sumber daya yang
penting. Bagi perusahaan consumer good, saluran distribusi untuk
produk mereka menjadi sangat penting.
7. Key Activities
Key activities adalah kegiatan-kegiatan utama apa saja yang perlu dilakukan
oleh organisasi ataupun perusahaan agar dapat memberikan nilai tambah dengan
baik. Setiap bisnis model memiliki aktivitas-aktivitas utama. Hal ini adalah aksi
yang paling penting supaya perusahaan dapat mengoperasikan perusahaannya
dengan sukses. Seperti pada key resource, key activities juga diperlukan untuk
membuat dan menawarkan pada pelanggan value propotions, mendapatkan pasar,
dan menghasilkan pendapatan. Selain itu, key activities dibuat berdasarkan bisnis
model.
Key activities dapat dikategorikan sebagai berikut:
1) Operasi Produksi (Production)
Aktivitias ini bertujuan untuk mendesain, membuat, dan
mengantarkan produk dalam jumlah tertentu dan atau kualitas baik.
Aktivitas produksi mendominasi dalam model bisni dalam pabrik
pembuatan barang. Aktivitas-aktivitas utama pada organisasi jenis
produksi meliputi pengadaan bahan yang diperlukan dari pemasok,
pengolahan dalam proses produksi, serta penyaluran produk jadi atau
jasa kepada pelanggan.
2) Operasi Jasa (Problem Solving)
Aktivitas ini bertujuan untuk mengatasi masalah dan
memberikan solusi baru atas masalah pelanggan secara individu.
Aktivitas penyelesaian masalah khususnya merupakan jenis kegiatan
operasi bagi konsultan, rumah sakit, dan organisasi-organisasi
pelayanan lain.
3) Platform dan Jaringan (Platform/Network)
Aktivitas-aktivitas utama pada organisasi bisnis yang
berbasis platform dan jaringan adalah perancangan, pembangunan,
dan pengembangan hardware dan software, termasuk jaringan
internet dan website. Aktivitas-aktivitasnya meliputi penyediaan
pelayanan yang dibutuhkan oleh para pelanggan dan pengguna,
termasuk proses penyampaiannya dan penjagaan hubungan dengan
para pelanggan.
8. Key Partnership
Key partnership adalah mitra utama dalam bisnis, misalnya supplier,
sehingga bisnis model dapat berjalan. Perusahaan menjalin kerjasama untuk
beberapa alasan dan jalinan kerjasama menjadi landasan dari beberapa bisnis model.
Perusahaan membuat aliansi untuk mengoptimasi bisnis modelnya, mengurangi
risiko, atau memperoleh sumber daya.
Kita dapat membedakan diantara keempat tipe yang berbeda dari
Partnership:
1) Aliansi strategis antara perusahaan bukan pesaing
2) Coopetition : kemitraan strategis antar pesaing
3) Usaha patungan untuk membuat bisnis baru
4) Hubungan pembeli-pemasok sehingga dapat menjamin pasokan yang
didapatkan adalah pasokan yang baik

Hal ini dapat bermanfaat untuk membedakan ketiga motivasi untuk menjalin
kemitraan:

1) Optimasi dan Skala Ekonomi


Bentuk paling dasar dari kemitraan atau hubungan pembeli
dan pemasok dirancang untuk mengoptimalkan alokasi sumberdaya
dan kegiatannya sendirian. Optimasi dan kemitraan skala ekonomi
biasanya dibentuk untuk mengurangi biaya, melakukan outsourcing
atau berbagi infrastuktur.
2) Pengurangan Risiko dan Ketidakpastian
Kemitraan dapat membantu dalam mengurangi risiko dalam
lingkungan yang kompetitif yang ditandai dengan ketidakpastian. Hal
ini tidak biasa dilakukan oleh perusahaan pesaing untuk membentuk
aliansi strategis di satu daerah sementara bersaing juga ditempat lain.
3) Perolehan Sumberdaya dan Kegiatan Tertentu
Hanya sedikit perusahaan yang memiliki semua sumber daya
atau melakukan semua kegiatan yang dijelaskan oleh bisnis model
mereka. Sebaliknya, mereka meningkatkan kemampuan mereka
dengan mengandalkan perusahaan lain untuk memberikan sumber
daya tertentu atau melakukan kegiatan tertentu.
9. Cost Structure

Cost structure adalah komponen-komponen biaya yang digunakan supaya


organisasi atau perusahaan bisa berjalan sesuai dengan model bisnisnya. Membuat dan
meningkatkan nilai tambah, berhubungan dengan pelanggan, dan mendapatkan penghasilan
semuanya termasuk dalam komponen biaya. Beberapa komponen biaya dapat dihitung
setelah perusahaan mengetahui key resources, key activities, dan key partnership.

Sebenarnya, biaya dapat diminimisasi dalam setiap bisnis


model. Ada dua macam bisnis model Cost Structure yaitu
berdasarkan biaya dan berdasarkan nilai tambah:
1) Cost-driven
Bisnis model cost-driven focus pada
minimisasi biaya dimanapun minimisasi biaya dapat
dilakukan. Pendekatan ini focus pada pembuatan dan
pengawasan struktur biaya yang paling murah,
menggunakan value propositions yang murah,
memaksimalkan otomatisasi, dan outsourcing yang
luas.
2) Value-driven
Beberapa perusahaan kurang peduli dengan
biaya implikasi dari bisnis model tertentu dan focus
pada pembentukan nilai tambah karena segmen pasar
yang dituju adalah segmen pasar yang tidak sensitif
terhadap harga. Value proposition dan tingkat
layanan pribadi yang tinggi biasanya mencirikan
bisnis model ini.

Cost Structure memiliki beberapa karakteristik, antara lain:

1) Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya tetap sama meskipun volume barang
atau jasa yang dihasilkan naik atau turun. Contohnya adalah gaji,
sewa, dan fasilitas manufaktur secara fisik. Beberapa bisnis seperti
perusahaan manufaktur dicirikan oleh tingginya proporsi biaya tetap.
Menurut Hernanto (1989), biaya tetap adalah biaya yang besar
kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya
pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat bangunan pertanian,
dan bunga pinjaman.
2) Biaya Variabel
Biaya variable adalah biaya yang bervariasi secara
proporsional dengan volume barang atau jasa yang dihasilkan.
Beberapa bisnis seperti festival music ditandai dengan tingginya
proporsi biaya variable.
3) Skala Ekonomi
Skala ekonomi adalah keuntungan biaya karena outputnya
bertambah. Perusahaan yang lebih besar misalnya mendapatkan
keuntungan dengan cara menurunkan tingkat pembelian massal. Hal
ini dan faktor-faktor lainnya menyebabkan biaya rata-rata per unit
turun pada saat kenaikan output.
4) Economies of Scope
Struktur biaya yang mengandalkan economies of scale
memanfaatkan volume aktivitas untuk menurunkan biaya.

2.1.3 Desain Model Bisnis Kanvas

Memetakan sebuah bisnis model adalah sesuatu hal yang lumrah dilakukan,
namun mendesain bisnis model yang baru dan inovatif adalah hal yang lain. Memetakan
model bisnis merupakan salah satu tahap dalam mendesain bisnis model.

Dalam mendesain bisnis model, ada tiga hal yang perlu dilakukan yaitu:

1) Memetakan bisnis model


 Dalam memetakan bisnis model, dimulai dengan
mendefinisikan dan mengisi kotak customer segment. Hal ini
dikarenakan hanya pelanggan yang menguntungkanlah yang
akan menghidupi organisasi.
 Selanjutnya mengisi kotak value propositions yang
merupakan pernyataan keunikan produk ataupun jasa yang
dijanjikan perusahaan kepada customer segment yang dibidik.
 Setelah value propositions diisi, maka selanjutnya kotak
channels yang diisi. Channels menjelaskan bagaimana
organisasi mengkomunikasikan, mengantar, dan berinteraksi
dengan pelanggannya.
 Selanjutnya, kotak customer relationship diisi karena kotak
ini mendefinisikan seberapa besar kegiatan organisasi dalam
menjaga hubungan dengan pelanggan.
 Apabila costumer segments difokuskan dengan baik, value
propositions dinyatakan secara tajam serta channels dan
customer relationship dijaga secara benar, maka kotak
revenue stream dapat diisi dan mendatangkan dana ke dalam
organisasi.
 Kegiatan dibelakang panggung, berupa kotak key resource,
key activities, key partnership juga dapat diisi dan diatur
sedemikian rupa sehingga efisien.
 Efisiensi dalam kotak-kotak ini sangat diperlukan untuk
menjaga kotak cost structure dapat tetap optimal. Kerangka
bisnis model kanvas dapat dilihat pada Gambar 2:

Gambar 2
2) Menganalisis kelebihan, kekurangan, peluang, dan ancaman dari
masing-masing elemen bisnis model yang ada.
Analisis ini perlu dilakukan untuk mengetahui kekurangan dalam
konsep bisnis model yang ada sehingga perbiakan atau perubahan ke
depannya dapat dilakukan oleh perusahaan.
3) Menyempurnakan bisnis model atau membuat prototipe bisnis model
lain
Dalam mendesain bisnis model baik menyempurnakan maupun
membuat prototipe bisnis model yang lain, yang diperlukan adalah
proses berfikir kreatif untuk mendapatkan banyak idel dalam
pembentukan bisnis model dan mengambil salah satu ide yang
terbaik. Proses ini dinamakan ideation. Maka dari itu, penguasaan
teknik ini sangat krusial untuk pembuatan bisnis model yang baru.

Secara umum, banyak industri menggunakan bisnis model yang dominan.


Namun, hal ini tidak akan bertahan lama. Sekarang semakin banyak pilihan dalam
mendesain bisnis model. Banyak bisnis model yang berkompetisi di pasar yang sama,
beberapa bertahan dan beberapa hilang.

Salah satu tantangan ketika mencoba membuat bisnis model baru adalah
menghilangkan status quo atau status anti perubahan dan menunda kekhawatiran atas
masalah operasional sehingga dapat dihaslkan ide-ide yang baru. Inovasi bisnis model
bukan tentang melihat ke belakang karena masa lalu menunjukkan sedikit tentang apa yang
mungkn terjadi di masa depan bisnis model. Inovasi bisnis model juga bukan tentang
menyalin atau benchmarking, tetapi tentang menciptakan mekanisme baru untuk
menciptakan nilai dan memperoleh pendapatan. Sebaliknya inovasi bisnis model adalah
tentang menantang ortodksi untuk merancang sebuah model yang memuaskan kebutuhan
pelanggan, bahkan sampai kebutuhan yang tersembunyi.
BAB III

PROFIL BISNIS DAN METODE PENILITIAN

3.1 Profil Bisnis

Industri kuliner atau makanan memiliki trend yang baik dikalangan konsumen,
dimana masyarakat di Indonesia khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung
memilih jajan atau makan diluar rumah ketimbang harus repot memasak sendiri, industri
makanan itu sendiri terus terus berkembang seiring perkembangan jaman baik dalam segi
inovasi produk maupun pembaharuan jenis produk makanan.

Pernyataan diatas didukung dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang
menunjukkan meningkatnya jumlah pendapatan daerah dari industri kuliner. Hal itu juga
didukung dengan pertumbuhan penduduk yang berasal dari luar daerah yang melanjutkan
studi.

Dari data tersebut menunjukkan bahwa industri kuliner atau makanan dari jaman
dahulu hingga saat ini masih memilik tempat di hati para konsumennya, khususnya
makanan tradisional. Beberapa contoh makanan tradisional yang cukup banyak dicari dan
memiliki prospek yang bagus adalah usaha masakan padang, warung sate madura, warung
naskuter, dapur manado dan beberapa usaha makanan sulawesi lainnya juga banyak disukai
masyarakat.

Rumah Makan Dapur Dulohupa Yogyakarta berdiri sejak bulan Desember 2018.
Warung makan ini mengambil konsep masakan khas Sulawesi khusus Gorontalo dan
Sulawesi Utara yang menyediakan berbagai menu makanan seperti ayam goreng rica, ikan
goreng rica, udang goreng rica, serta berbagai menu lainnya dan menu utama dari dapur
gorapu yaitu nasi kuning khas Gorontalo yang banyak diminati oleh masyarakat.

Lokasi Warung Makan Dapur Dulohupa bertempat di Jl. Samirono CT VI, Catur
Tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. Lokasi usaha tersebut strategis dikarenakan berada
di lingkungan kos dan asrama mahasiswa dari berbagai kampus yang berjarak tidak jauh
dari warung makan seperti UGM, UNY, AKPRIND, dan AA YKPN yang menjadi potensi
tersendiri bagi warung makan.

Lokasi Dapur Dulohupa


Tampak Depan

Daftar Menu
Tampak Dalam

Dapur Dulohupa sendiri sudah memiliki customer segment yang jelas. Tidak hanya
yang berasal dari Gorontalo dan Sulawesi Utara, tapi dari Sumatra, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, NTT, dan Papua. Hal ini dikarenakan bumbu masakan yang dihasilkan cocok
dengan selera pelanggan.
3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi kasus (case studies). Menurut Yin (1996)
studi kasus merupakan salah satu metode penelitian sosial. Selain studi kasus, masih
ada beberapa metode lain seperti eksperimen, survei, historis dan analisis informasi
dokumenter (seperti dalam studi-studi ekonomi). Penggunaan setiap metode
memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri, tergantung pada tiga hal yaitu: 1) tipe
pertanyaan penelitian, 2) kontrol yang dimiliki peneliti terhadap peristiwa perilaku
yang akan ditelitinya, dan 3) fokus terhadap fenomena penelitiannya (fenomena
kontemporer ataukah fenomena historis).

Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila suatu
penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit
peluang untuk mengontrol peristiwa – peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana
fokus penelitiannya terletak pada kontemporer (masa kini) di dalam kehidupan
nyata. Selain itu, penelitian studi kasus dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu
studi-studi kasus eksplanatoris, eksploratoris, dan deskriptif. Dalam
penggunaannya, peneliti studi kasus perlu memusatkan perhatian pada aspek
pendesainan dan penyelenggaraannya agar lebih mampu menghadappi kritik-kritik
tradisional tertentu terhadap metode/tipe pilihannya.

Sebagai suatu upaya penelitian, studi kasus dapat memberi nilai tambah
pada pengetahuan kita secara unik tentang fenomena individual, organisasi, sosial
dan politik. Pada semua situasi, kebutuhan akan studi kasus melampaui keinginan
untuk memahami fenomena sosial yang kompleks. Singkatnya, studi kasus
memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna
dari peristiwa-peristiwa nyata, seperti siklus kehidupa seseorang, proses-proses
organisasional dan manajerial, perubahan lingkungan sosial, hubungan-hubungan
internasional, dan kematangan industri-industri.
Dalam penelitian studi kasus, terdapat beberapa hal yang harus ditentukan
peneliti (Eisenhardt, 1989; Voss, Tsikriktsii and Frohlich, 2002; R. K Yin, 2009),
antara lain tujuan penelitian studi kasus, populasi dan sampel, kriteria pemilihan
studi kasus, metode pengumpulan data, teknik analisis data, temuan penelitian studi
kasus dan memastikan kualitas penelitian benar-benar memenuhi kriteria ilmiah.

Pada penelitian ini penulis meneliti terkait dengan tinjauan key activities
yang diterapkan pada rumah makan dapur dulohupa.

3.2.2 Strategi Penelitian Studi Kasus

Setiap strategi dapat digunakan sekaligus untuk tiga tujuan, eksploratoris,


deskriptif, atau eksplanatoris, ataupun untuk masing-masing tujuan sehingga ada
studi-studi kasus eksploratoris, studi-studi kasus deskriptif, dan studi-studi kasus
eksplanatoris secara tersendiri (Yin, 1981a;1981b). Namun, hal ini tidaklah berarti
bahwa pengelompokkan antar strategi dimaksud betul-betul merupakan
pengelompokkan yang tegas dan tajam. Meskipun setiap strategi memiliki
karakteristik tersendiri, banyak wilayahnya yang tetap saling tumpang tindih.
Tujuan pemilihan tersebut hanyalah untuk menghindarkan salah penggunaannya.
a. Penggunaan masing-masing Strategi
Ada tiga kondisi yang perlu diperhatikan dalam hal ini, yaitu: a) tipe
pertanyaan penelitian yang diajukan, b) luas kontrol yang dimiliki peneliti
atas peristiwa perilaku yang akan diteliti, dan c) fokusnya terhadap
peristiwa kontemporer sebagai kebalikan dari peristiwa historis. Tabel 1.2.
menyajikan ketiga kondisi ini dalam setiap kolomnya dan menunjukkan
bagaimana masing-masing berkaitan dengan lima strategi utama penelitian
dalam ilmu-ilmu sosial (eksperimen, survei, analisis arsip, historis, dan
studi kasus). Pentingnya setiap kondisi dalam membedakan kelima strategi
dimaksud dibahas sebagai berikut:
Strategi Bentuk Membutuhkan Fokus terhadap
Pertanyaan Kontrol thd. Peristiwa
penelitian Peristiwa t.l Kontemporer
Eksperimen Bagaimana, Ya Ya
mengapa
Survei Siapa, apa*, Tidak Ya
dimana, berapa
banyak
Anal.arsip Siapa, apa*, Tidak Ya /tidak
(mis.dlm.std.ekon.) dimana, berapa
banyak
Historis Bagaimana, Tidak Tidak
mengapa
Studi kasus Bagaimana, Tidak Ya
mengapa
*Pertanyaan “apa”, jika ditanyakan sebagai bagian dari studi eksploratoris,
sesuai bagi kelima strategi.
Jika pertanyaan – pertanyaan peneliti berfokus pada pertanyaan –
pertanyaan “apakah”, maka akan muncul salah satu dari dua kemungkinan
berikut ini. Pertama, beberapa tipe pertanyaan “apa” merupakan pertanyaan
eksploratoris, seperi “cara-cara apa yang efektif untuk menyelenggarakan
suatu sekolah?”. Tipe pertanyaan ini dapat digolongkan rasional guna
menyelenggarakan studi eksploratoris, untuk maksud pengembangan
hipotesis dan proposisi yang berkaitan bagi inkuiri selanjutnya. Namun
demikian, sebagai studi eksploratoris, strategi mana pun dapat digunakan,
misalnya survei eksploratoris, eksperimen eksploratoris, atau studi kasus
eksploratoris. Tipe kedua dari pertanyaan “apa” pada dasarnya merupakan
bentuk inkuiri “berapa banyak”, misalnya “apakah hasil dari reorganisasi
manajerial selama ini?”. Mengidentifikasi hasil – hasil semacam itu
tampaknya lebih cocok untuk strategi survei atau arsip daripada yang lain.
Sebagai contoh, survei dapat didesain untuk menghitung sesuatu yang
dimaksud oleh pertanyaan “apa” tersebut, sedangkan studi kasus bukan
merupakan strategi yang menguntungkan dalam situasi ini.
Sebagaimana halnya dengan tipe pertanyaan kedua “apakah”,
pertanyaan – pertanyaan “siapakah” dan “di manakah” (atau turunan-nya –
“berapa banyakkah”) tampaknya lebih sesuai untuk strategi survei atau
analisis rekaman – rekaman arsip, seperti dalam penelitian ekonomi.
Strategi – strategi ini menguntungkan bilamana tujuan penelitiannya adalah
mendeskripsikan kejadian atau kelaziman suatu fenomena atau jika
berkenaan dengan memprediksi hasil – hasil tertentu.
Sebaliknya, pertanyaan – pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”
pada dasarnya lebih eksplanatoris dan lebih mengarah ke penggunaan
strategi – strategi studi kasus, historis, dan eksperimen. Hal ini disebabkan
pertanyaan – pertanyaan seperti ini berkenaan dengan kaitan – kaitan
operasional yang menuntut pelacakan waktu tersendiri, dan bukan sekadar
frekuensi atau kemunculan.
Kesimpulannya, kondisi pertama dan terpenting untuk membedakan
sebagai berbagai strategi penelitian ialah identifikasi pertanyaan penelitian
yng diajukan sejak awal. Pada umumnya, pertanyaan “apa” bisa
eksploratoris (bisa menggunakan strategi yang manapun) dan bisa lainnya
(menggunakan survei atau analisis rekaman arsip). Pertanyaan – pertanyaan
“bagaimana” dan “mengapa” tampaknya lebih cocok untuk studi kasus,
eksperimen, ataupun historis.
b. Prasangka Tradisional terhadap Studi Kasus
Walaupun studi kasus merupakan suatu bentuk inkuiri empiris yang
berbeda, banyak peneliti telah meremehkan strategi tersebut. Dengan kata
lain, sebagai penyelenggara suatu penelitian, studi kasus tunggal dan
multikasus telah dipandang sebagai bentuk inkuiri yang kurang diinginkan
ketimbang eksperimen atau survei.
Hal demikian terjadi dikarenakan mungkin kerisauan terbesar selama
ini adalah teletak pada kurang ketatnya penelitian studi kasus. Terlalu
sering peneliti studi kasus tidak rapi dan mengizinkan bukti yang samar-
samar atau pandangan bisa mempengaruhi arah temuan-temuan dan
konklusinya. Oleh karena itu, setiap peneliti studi kasus harus bekerja keras
untuk menghindari situasi ini.
Kerisauan umum kedua tentang studi kasus adalah bahwa studi kasus
terlalu sedikit memberikan landasan bagi generalisasi ilmiah. Dalam kaitan
ini, studi kasus, seperti eksperimen, tidak menunjukkan “sampel” dan
bertujuan mengembangkan dan meggeneralisasikan teori (generalisasi
analitis) dan bukan menghitung frekuensi (generalisasi statistik).
Keluhan ketiga yang sering muncul mengenai studi kasus adalah
penyelenggaraannya memakan waktu sangat lama serta menghasilkan
dokumen-dokumen yang berlimpah ruah, sehingga melelahkan untuk
dibaca. Keluhan ini mungkin memang benar, terutama bagi studi kasus di
masa yang lalu, tetapi hal ini tak perlu terjadi pada studi kasus di waktu
mendatang. Studi kasus memang tak membutuhkan waktu yang terlalu
lama. Kesan ini telah mengaburkan strategi studi kasus sebetulnya dengan
metode pengumpulan data spesifik, seperti etnografi atau observasi
partisipan. Etnografi biasanya menuntut jangka waktu yang cukup lama di
“lapangan” dan menekankan bukti rinci yang dapat diamati. Observasi
partisipan sebaliknya mungkin tak menuntuk waktu yang sama panjang
namun masih mangasumsikan upaya – upaya lapangan yang cukup banyak.
Sebaliknya, studi kasus merupakan bentuk inkuiri yang tidak tergantung
semata-mata pada data etnografis atau observasi partisipan. Seorang
peneliti bahkan melakukan studi kasus yang valid dan berkualitas tinggi
tanpa meninggalkan kepustakaan, tergantung pada topik yang akan
diselidiki.
Meskipun dalam kenyataannya keprihatinan umum ini bisa diatasi,
pelajaran berharga yang dapat dipetik dari pengalaman ini ialah bahwa
penyelenggaraan studi kasus yang baik pada dasarnya merupakan suatu hal
yang sulit. Hal ini disebabkan kita hanya mempunyai peluang terlalu kecil
untuk bisa memeriksa dan menguji kemampuan peneliti untuk
melaksanakan studi kasus yang baik.
Menurut Siggelkow ( ) sebuah penelitian tidak bisa hanya berdiri di
atas kaki deskriptif, tetapi juga harus memberikan wawasan konseptual.
Secara singkat, bahwa semakin besar klaim teoritis, semakin mandiri teori
itu. Dengan kata lain, bahkan jika pembaca hanya membaca bagian
konseptual dari penelitian ini, ia akan diyakinkan dengan logika internal
argument konseptual. Jadi, bagaimana dengan penggunaan kasus jika
teorinya bisa berdiri sendiri? Saya percaya bahwa setidaknya ada tiga
kegunaan penting untuk penelitian kasus: motivasi, inspirasi, dan ilustrasi.
Untuk meringkas, terlepas dari bagaimana kasus akhirnya digunakan,
penelitian yang melibatkan data kasus biasanya bisa lebih dekat dengan
kontruksi teoritis dan memberikan argumen yang jauh lebih persuasive
tentang kekuatan kausal daripada penelitian empiris yang luas. Orang harus
menggunakan keunggulan ini. Namun, orang tidak akan bisa mengatakan,
“anda harus percaya teori saya bahwa A mengarah ke B, karena saya
tunjukkan contoh disini.” Itu meminta terlalu banyak studi kasus tunggal,
atau bahkan beberapa kasus. Teori itu harus berdiri sendiri. Kita perlu
meyakinkan pembaca bahwa argumen konseptual masuk akal dan
menggunakan kasus ini sebagai tambahan “tapi bukan satu-satunya”
pembenaran untuk argument seseorang. (Siggelkow, )
c. Studi kasus: Berbeda Jenis Tetapi Berdefinisi Sama
Definisi studi kasus sebagai strategi suatu penelitian. Definisi yang
paling sering dijumpai tentang studi kasus semata-mata mengulangi jenis-
jenis topik yang aplikatif. Seperti yang dikatakan seorang pengamat
(Schramm, 1971) esensi studi kasus, kecenderungan utama dari semua
jenis studi kasus, adalah mencoba menjelaskan keputusan – keputusan
tentang mengapa studi tersebut dipilih, bagaimana
mengimplementasikannya dan apa hasilnya. Defenisi ini dengan demikian
menonjolkan topik “keputusan” sebagai fokus utamanya. Sejalan dengan
itu topik – topik lain juga ditemukan, mencakup organisasi, proses,
program, lingkungan, institusi, dan bahkan peristiwa.
Tak satupun pendekatan di atas yang menunjukkan ciri yang
sesungguhnya dari strategi studi kasus, terutama ciri – ciri yang dapat
membedakannya dari strategi yang lain. Karena itu definisi yang diberikan
(Yin, 1984a; 1981b) sebagai berikut:
Studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang:
 Menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata
bilamana:
 Batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan
tegas dan di mana:
 Multisumber bukti dimanfaatkan.
Definisi tidak hanya dapat membantu untuk memahami studi kasus
secara lebih jelas melainkan juga membedakannya dari strategi-strategi lain
yang telah dibahas.
Variasi dalam studi kasus sebagai strategi penelitian. Studi kasus
dapat mencakup, dan bahkan bisa dibatasi pada, bukti kuantitatif. Pada
kenyataannya, perbedaan antara bukti kuantitatif dan kualitatif tidaklah
membedakan jenis strategi penelitian. Hendaknya dicatat bahwa sebagai
contoh analogis, beberapa eksperimen (seperti studi-sudi persepsi
psikofisis) dan beberapa pertanyaan survei (seperti survei yang mencari
respon-respon kategorial dan bukan numerikal) betul – betul hanya
mengandalkan bukti kualitatif bukan kuantitatif. Sebagai catatan yang
berkaitan namun sangat penting, studi kasus hendaknya tak dikaburkan
dengan pengertian yang berkembang dari “penelitian kualitatif”. Esensi
dari penelitian kualitatif terdiri atas dua kondisi, yaitu: a) penggunaan
gambar jarak dekat dan rinci dari observasi dunia alami oleh peneliti, dan
b) upaya untuk menghindari komitmen terdahulu terhadap model teoritis
apa pun. Namun demikian, tipe penelitian ini tak selalu membuahkan studi
kasus dan tidak pula studi kasus selalu terbatas pada dua kondisi ini. Studi
kasus tak selalu harus mencakup observasi langsung dan rinci sebagai
sumber buktinya.
3.2.3 Desain Studi Kasus
Desain penelitian adalah logika keterkaitan antara data yang harus
dikumpulkan (dan kesimpulan-kesimpulan yang akan dihasilkan) dan pertanyaan
awal suatu penelitian. Setiap penelitian empiiris sekurang-kurangnya memiliki
desain penelitian yang implisit, jikalau tidak bisa eksplisit. Pada tingkat yang paling
sederhana, desain merupakan kaitan logis antara dua empiris dengan pertanyaan
awal penelitian dan, terutama, konklusi-konklusinya. Dalam bahasa sehari-hari,
desain penelitian adalah suatu rencana tindakan untuk berangkat dari sini ke sana, di
mana “di sini” bisa diartika sebagai rangkaian pertanyaan awal yang harus dijawab,
dan “di sana” merupakan serangkaian konklusi (jawaban) tentang pertanyaan-
pertanyaan tersebut. Antara sini dan sana mungkin ditemukan sejumlah langkah
pokok, termasuk pengumpulan dan analisis data yang relevan. Sebagai definisi
ringkas, dua penulis telah mendeskripsikan desain penelitian sebagai suatu rencana
yang membimbing peneliti dalam proses pegumpulan, analisis dan interpretasi
observasi. Ia merupakan suatu model pembuktian logis yang memungkinkan
peneliti untuk mengambil referensi mengenai hubungan kausal antar variabel di
dalam suatu penelitian. Desain penelitian tersebut juga menentukan ranah
kemungkinan generalisasi, yaitu apakah interpretasi yang dicapai dapat
digeneralisasikan terhadap suatu populasi yang lebih besar atau situasi-situasi yang
berbeda (Nachmias dan Nachmias, 1976, hlm.77-78).
Tujuan pokok desain adalah membantu peneliti menghindari data yang tak
mengarah ke pertanyaan-pertanyaan awal penelitian. Desain penelitian berkenaan
dengan problem atas dasar logika dan bukan problem atas dasar logistik.
Untuk studi kasus, ada lima komponen desain penelitian yang sangat
penting, yaitu: 1) pertanyaan - pertanyaan penelitian, 2) proposisinya, jika ada, 3)
unit – unit analisisnya, 4) logika yang mengaitkan data dengan proposisi tersebut, 5)
kriteria untuk menginterpretasi temuan.
1) Pertanyaan – pertanyaan penelitian
Strategi studi kasus merupakan strategi yang paling cocok
untuk pertanyaan – pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”,
sehingga tugas pertama yang dilakukan, mengklarifikasi secara
persis hakikat pertanyaan penelitian.
2) Proposisi penelitian
Sebagai komponen kedua, setiap proposisi mengarahkan
perhatian peneliti kepada sesuatu yang harus diselidiki dalam ruang
lingkup studinya. Tanpa proposisi, peneliti akan mudah tergoda
untuk mengumpulkan “segala sesuatu” yang tidak mngkin atau tidak
diperlukan.
3) Unit analisis
Komponen ketiga ini secara fundamental berkaitan dengan
masalah penentuan apa yang dimaksud dengan “kasus” dalam
penelitian yang bersangkutan, suatu problema yang telah
mengganggu banyak peneliti di awal studi kasusnya.
4) Pengaitan data terhadap proposisi dan kriteria penginterpretasian
temuannya
Komponen keempat dan kelima merupakan komponen yang
paling kurang berkembang dalam studi kasus. Komponen –
komponen ini mengetengahkan tahap – tahap analisis data dalam
penelitian studi kasus, dan desain penelitian perlu meletakkan dasar –
dasar bagi analisis ini
Selain itu, peneliti studi kasus harus memaksimalkan empat aspek kualitas
desainnya, yaitu: 1) validitas konstruk, 2) validitas internal (hanya untuk studi kasus
eksplanatoris atau kausal), 3) validitas eksternal, dan 4) reliabilitas. Keempat uji
tersebut selama ini telah disarikan di beberapa buku teks ilmu sosial (lihat Kidder,
1981:7-8).
1) Validitas Konstruk: menetapkan ukuran operasional yang benar
untuk konsep – konsep yang akan diteliti
2) Validitas Internal (hanya untuk penelitian eksplanatoris dan kausal,
dan tidak untuk penelitian deskriptif dan eksploratoris): menetapkan
hubungan kausal, di mana kondisi – kondisi tertentu diperlihatkan
guna mengarahkan kondisi – kondisi lain, sebagaimana dibedakan
dari hubungan semu
3) Validitas Eksternal: menetapkan ranah di mana temuan suatu
penelitian dapat divisualisasikan, dan
4) Reliabilitas: menunjukkan bahwa pelaksanaan suatu penelitian,
seperti prosedur pengumpulan data dapat diinterpretasikan dengan
hasil yang sama.

Tabel 2.1. Taktik-taktik Uji Kualitas Studi Kasus


Uji Taktik Studi Kasus Tahap Penel. Sewaktu
Terjadinya Taktik
Validitas konstruk  Gunakan Pengumpulan data
multisumber bukti Pengumpulan data
 Bangun rangkaian Laporan
bukti
 Suruh informan
kunci meninjau ulang
draft laporan studi
kasus yang
bersangkutan
Validitas internal  Kerjakan pola Analisis data
penjodohan Analisis data
 Kerjakan Analisis data
penyusunan
eksplanasi
 Kerjakan analisis
deret waktu
Validitas eksternal  Gunakan logika Desain penelitian
replika dalam studi-
studi multikasus
Reliabilitas  Gunakan protokol Pengumpulan data
studi kasus Pengumpulan data
 Kembangkan data
dasar studi kasus

Karakteristik umum desain penelitian berperan sebagai latar untuk


memikirkan desain yang spesifik bagi studi kasus. Empat tipe desain berakar dari
matriks 2x2 (Gambar 2.2). Matriks tersebut didasarkan atas asumsi bahwa studi
kasus tunggal dan multikasus mencerminkan pertimbangan desain yang berbeda dan
bahwa di dalam kedua tipe tersebut juga ada kesatuan atau kemultian unit analisis.
Karenanya, untuk strategi studi kasus, empat tipe desainnya adalah 1) desain kasus
tunggal holistik, 2) desain kasus tunggal terjalin (embeded), 3) desain multikasus
holistik, dan 4) desain multikasus terjalin. Rasional untuk keempat tipe desain
dimaksud sebagaimana dijelaskan berikut ini:

Desain-desain kasus Desain-desain multikasus


tunggal

Tipe-1 Tipe-3
Holistik
(unit analisis tunggal)
Terjalin Tipe-2 Tipe-4

(unit multianalisis)
Gambar 2.2. Tipe-tipe Dasar Desain Studi Kasus
Secara keseluruhan, desain studi kasus bisa dibenarkan dalam kondisi-
kondisi tertentu, a) kasus tersebut mengetengahkan suatu uji penting tentang teori
yang ada, b) merupakan suatu peristiwa yang langka atau unik, atau c) berkaitan
dengan tujuan penyingkapan.
Tahap penelitian dalam pendesainan dan penyelenggaraan kasus tunggal
adalah menentukan unit analisis (atau kasus itu sendiri). Definisi operasional
dibutuhkan, dan beberapa tindakan harus diambil sebelum kesepakatan penuh
terhadap keseluruhan studi kasus tersebut dicapai, guna meyakinkan bahwa kasus
tersebut memang relevan dengan isu dan pertanyaan-pertanyaan fokus
penelitiannya.
Dalam kasus tunggal mungkin masih ada beberapa keterkaitan dengan sub-
sub-unit analisisnya, agar desain yang lebih kompleks atau terpancang bisa
berkembang. Sub-unit tersebut seringkali dapat menambah peluang – peluang
signifikansi bagi analisis yang lebih luas, yang mengembangkan bagian – bagian
kasus tunggal yang bersangkutan. Namun demikian, jika perhatian terlalu banyak
diberikan kepada sub-sub-unit ini, dan jika aspek-aspek holistik yang lebih besar
mulai diabaikan, maka studi kasus tersebut akan mengalami pembelokan arah dan
perubahan sifatnya. Perubahan ini mungkin dalam kenyataannya bisa dibenarkan,
tetapi tak harus menjadi kejutan bagi peneliti yang bersangkutan.

3.2.4. Teknik Pengumpulan Data


Bukti atau data untuk keperluan studi kasus bisa berasal dari enam sumber,
yaitu: dokumen, rekaman arsip, wawancara, pengamatan langsung, observasi
partisipan, dan perangkat-perangkat fisik. Penggunaan keenam sumber ini
memerlukan keterampilan dan prosedur metodologis yang berbeda-beda.
Selain sumber-sumber individual di atas, ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dalam pengumpulan data studi kasus. Hal itu mencakup penggunaan:
1) berbagai sumber bukti, yaitu bukti dari temuan yang sama, 2) data dasar, yaitu
kumpulan formal bukti yang berlainan dari laporan akhir studi kasus yang
bersangkutan, dan 3) serangkaian bukti, yaitu keterkaitan yang eksplisit antara
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, data yang terkempul, dan konklusi-konklusi
yang ditarik. Pengacuan terhadap prinsip-prinsip ini akan meningkatkan kualitas
substansial studi kasus yang bersangkutan.
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data wawancara dan observasi
langsung:
1) Wawancara
Salah satu sumber informasi studi kasus yang sangat penting ialah
wawancara. Konklusi semacam ini mungkin mengejutkan, karena adanya
asosiasi yang sudah terbiasa antara wawancara dan metodologi survei.
Namun demikian, wawancara memang merupakan sumber informasi yang
esensial bagi studi kasus.
Wawancara bisa mengambil beberapa bentuk. Yang paling umum,
wawancara studi kasus bertipe open-ended, di mana peneliti dapat bertanya
kepada responden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa di samping opini
mereka mengenai peristiwa yang ada. Pada beberapa situasi, peneliti bahkan
bisa meminta responden untuk mengetengahkan pendapatnya sendiri
terhadap peristiwa tertentu dan bisa menggunakan proposisi tersebut sebagai
dasar penelitian selanjutnya. Makin besar bantuan responden dalam
penggunaan cara tersebut, makin besar perannya sebagai “informan”.
Informan-informan kunci seringkali sangat penting bagi keberhasilan studi
kasus. Mereka tak hanya bisa memberi keterangan tentang sesuatu kepada
peneliti tetapi juga bisa membeeri saran tentang sumber-sumber bukti lain
yang mendukung serta menciptakan akses terhadap sumber yang
bersangkutan.
Tipe wawancara yang kedua ialah wawancara yang terfokus, di mana
responden diwawancarai dalam waktu yang pendek, satu jam misalnya.
Dalam kasus semacam ini, wawancara tersebut bisa tetap open-ended dan
mengasumsikan cara percakapan namun pewawancara tak perlu mengikuti
serangkaian pertanyaan tertentu yang diturunkan dari protokol studi
kasusnya. Sebagai contoh, tujuan pokok wawancara semacam itu mungkin
sekadar mendukung fakta-fakta tertentu yang menurut peneliti ditetapkan
(tetapi tidak untuk menanyakan tentang topik-topik lain yang lebih luas,
yang berciri open-ended ). Dalam situasi ini, pertanyaan-pertanyaan spesifik
tersebut harus disusun dengan hati-hati agar peneliti tampak aneh terhadap
topik tersebut dan memungkinkan responden memberikan komentar yang
segar tentang hal yang bersangkutan, sebaliknya, jika pertanyaan-pertanyaan
yang mengarah itu ditanyakan, tujuan wawancara yang mendukung tersebut
tidak akan terlayani. Tipe dukungan ini mirip dengan dukungan yang
digunakan oleh wartawan yang baik, yang biasanya akan menetapkan
peristiwa-peristiwa pada suatu pertemuan, misalnya, dengan cara memeriksa
ke masing-masing partisipan yang penting.
Tipe wawancara yang ketiga memerlukan pertanyaan-pertanyaan
yang lebih terstruktur, sejalan dengan survei. Survei semacam itu dapat
didesain sebagai bagian dari studi kasus. Tipe survei ini akan meliputi
prosedur sampling maupun instrumen seperti yang digunakan dalam survei
umumnya, dan selanjutnya akan dianalisis dengan cara yang sama.
Perbedaannya akan terletak pada peran survei dalam kaitannya dengan
sumber-sumber bukti yang lain.
Secara keseluruhan, wawancara merupakan sumber bukti yang
esensial bagi studi kasus, karena studi kasus umumnya berkenaan dengan
urusan kemanusiaan. Urusan-urusan kemanusiaan ini harus dilaporkan dan
diinterpretasikan melalui penglihatan pihak yang diwawancarai, dan para
responden yang mempunyai informasi dapat memberikan keterangan-
keterangan penting dengan baik ke dalam situasi yang berkaitan. Para
responden tersebut juga dapat memberikan bagian-bagian bukti bagi sejarah
situasi yang bersangkutan agar peneliti yang bersangkutan memiliki
kesiapan untuk mengidentifikasi sumber-sumber bukti relevan lainnya.
Namun demikian, wawancara tersebut harus selalu dipandang hanya sebagai
lapopran verbal. Laporan tersebut cenderung mencakup masalah-masalah
yang bias, ingatan yang lemah dan artikulasi yang tidak akurat. Pendekatan
yang beralasan adalah mendukung data wawancara dengan informasi dari
sumber-sumber lain.
Pertanyaan umum tentang perekaman wawancara harus berkaitan
dengan penggunaan tape recorder. Namun demikian, tape recorder tak harus
digunakan jika: a) pihak yang diwawancarai menolak atau tampak dengan
keberadaan alat tersebut, b) tak ada rencana yang spesifik untuk menulis
atau mendengarkan secara lebih sistematis rekamannya, c) peneliti canggung
dengan perangkat-perangkat mekanis semacam itu sehingga tape recorder
tersebut justru akan menciptakan gangguan selama berlangsungnya
wawancara itu sendiri, atau d) peneliti berpikir bahwa tape recorder
merupakan substitusi untuk “menyimak” secara dekat keseluruhan bahan
wawancara.
2) Observasi Langsung
Dengan membuat kunjungan lapangan terhadap situs studi kasus,
peneliti menciptakan kesempatan untuk observasi langsung. Dengan
berasumsi bahwa fenomena yang diminati tidak asli historis, beberapa
pelaku atau kondisi lingkungan sosial yang relevan akan tersedia untuk
observasi. Observasi semacam itu berperan sebagai sumber bukti lain bagi
suatu studi kasus.
Bukti observasi seringkali bermanfaat untuk memberikan informasi
tambahan tentang topik yang akan diteliti. Observasi bisa begitu berharga
sehingga peneliti bahkan bisa mengambil foto-foto pada situ studi kasus.
Paling kurang, foto-foto ini akan membantu memuat karakteristik-
karakteristik kasus.
Untuk meningkatkan relaibilitas bukti observasi, prosedur yang
umum ialah memiliki lebih dari satu pengamat dalam membuat jenis
observasi formal ataupun kausal. Karenanya, jika sumber yang ada
memungkinkan, penyelidikan suatu studi kasus hendaknya memungkinkan
penggunaan multipengamat.
3.2.5. Teknik Analisis Data
Analisis bukti (data) terdiri atas pengujian, pengkategorian, pentabulasian,
ataupun pengombinasian kembali bukti-bukti untuk menunjuk proposisi awal suatu
penelitian. Menganalisis bukti studi kasus adalah suatu hal yang sulit kerena strategi
dan tekniknya belum teridentifikasi secara memadai di masa yang lalu. Namun
begitu, setiap penelitian hendaknya dimulai dengan strategi analisis yang umum
yang mengandung prioritas tentang apa yang akan dianalisis dan mengapa.
Menurut Robert K. Yin (1998:63) tipe analisis dari data ini berupa analisis
holistik, yaitu analisis keseluruhan kasus atau berupa analisis terjalin, yaitu suatu
analisis untuk kasus yang spesifik, unik atau ekstrim. Lebih lanjut Yin (1998: 140-
150) membagi tiga teknik analisis untuk studi kasus, yaitu (1) penjodohan pola,
yaitu dengan menggunakan logika penjodohan pola. Logika seperti ini
membandingkan pola yang didasarkan atas data empiric dengan pola yang
diprediksikan (atau dengan beberapa prediksi alternatif). Jika kedua pola ini ada
persamaan, hasilnya dapat menguatkan validitas internal studi kasus yang
bersangkutan; (2) pembuatan eksplanasi, yang bertujuan untuk menganalisis data
studi kasus dengan cara membuat suatu eksplanasi tentang kasus yang bersangkutan
dan (3) analisis deret waktu, yang banyak dipergunakan untuk studi kasus yang
menggunakan pendekatan eksperimen dan kuasi eksperimen.
3.2.6 Teknik Penyajian Data

Teknik penyajian data masih merupakan bagian dari tenik analisis data. Pada
tahap ini, peneliti melakukan penyajian dari data yang dikumpulkan dan dianalisis
sebelumnya. Menurut Miles dan Huberman (1984) yang paling sering digunakan
untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif dengan teks yang bersifat naratif.
Selain dalam bentuk naratif, penyajian data juga dapat berupa diagram konteks
(context chart) dan matriks.
Sedangkan menurut Yin (2009) penyajian data merupakan inti dari cara
mengkomunikasikan data yang berjumlah besar dan tidak teratur agar membentuk
pola tertentu dan make sense secara ilmiah. Kegagalan penyajian data untuk
membentuk make sense, akan mengakibatkan terjadinya jumping conclusion.
Maka dari itu, peneliti akan menceritakan apa yang terjadi dilapangan serta
menjabarkan data yang telah disederhanakan secara deskriptif agar dapat
menyajikan data secara visual dan sistematis sehingga kesimpulan yang obyektif
dapat mudah disusun. Hal tersebut dilakukan agar data yang terkumpul tersusun
secara rapi serta membuat proses interpretasi menjadi mudah dipahami.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Bisnis Model Canvas Dapur Dulohupa


1. Customer Segments
Dapur dulohupa sudah memiliki costumer segments yang jelas, karena
lokasi dapur dulohupa tersebut mudah dijangkau. Customer segments dapur
dulohupa merupakan mahasiswa yang berasal dari daerah Gorontalo, Sulawesi
Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
2. Value Propositions
Value propositions dapur dulohupa yaitu memiliki kualitas rasa khas
Gorontalo atau khas Sulawesi. Makanan khas Sulawesi terkenal akan pedasnya dan
bumbu khasnya.
3. Channels
Pelanggan dapur dulohupa melakukan pemesanan lewat media social,
seperti Instagram dan Whatsapp. Sebelum datang langsung ke warung, pelanggan
memastikan menu apa saja yang tersedia melalui direct message atau chat lewat
what’s app. Selain itu dapur dulohupa menggunakan pihak ke tiga untuk layanan
delivery yakni Go-Jek atau Grab.
4. Customer Relationships
Untuk tetap menjaga pelanggan, dapur dulohupa terus melakukan inovasi,
baik terhadap menu makanan maupun layanan.
5. Revenue Streams

6. Key Resource

7. Key Partnership
Dapur dulohupa sudah memiliki mitra supplier bahan baku yang sering digunakan,
seperti bawang, cabai, tomat, ikan, ayam, cumi, dan udang. Supplier tersebut berada
di pasar tradisional Demangan.
8. Cost Structure

9. Key activities
Key activities merupakan kegiatan-kegiatan utama apa saja yang perlu
dilakukan oleh organisasi ataupun perusahaan agar dapat memberikan nilai tambah
dengan baik. Hal ini adalah aksi yang paling penting supaya perusahaan dapat
mengoperasikan perusahaannya dengan sukses.
Key activities dari rumah makan dapur dulohupa dikategorikan sebagai
operasi produksi (production) yang meliputi aktivitas-aktivitas utama pada
organisasi jenis produksi seperti pengadaan bahan yang diperlukan dari pemasok,
pengolahan dalam proses produksi, serta penyaluran produk jadi atau jasa kepada
pelanggan.
Key activities rumah makan dapur dulohupa dibagi menjadi 2 tahap, yaitu:
1) Pre-operation
Sebelum melakukan operation activties, dapur dulohupa melakukan:
a) Mengumpulkan Informasi Resep
Sebelum menentukan menu-menu apa saja yang akan di
produksi, hal-hal yang di persiapkan terlebih dahulu yaitu
mengumpulkan informasi resep apa saja yang akan
digunakan serta bahan baku apa saja yang tersedia dan
mudah dijangkau.
b) Merancang & Mendesain Resep
Setelah mendapatkan informasi resep apa saja yang akan
digunakan nanti, hal yang dilakukan berikutnya yaitu
merancang serta mendesain resep yang ada sehingga kualitas
rasa tidak berubah.
c) Training Karyawan
Selain mengumpulkan informasi serta merancang dan
mendesain resep, hal-hal yang dilakukan agar operation
activities dapat berjalan yaitu melaksanakan perekrutan serta
pelatihan karyawan.
d) Food Testing
Tahap terakhir yang dilakukan yaitu melakukan food testing
agar kita dapat mengetahui apa saja kekurangannya.
2) Operation activities
Operation activities merupakan kegiatan inti dari suatu bisnis atau
organisasi untuk menghasilkan pendapatan serta untuk tetap terus
menjalankan aktivitas bisnisnya.
Adapun operation activities dapur dulohupa seperti berikut:
a) Menentukan Menu Makanan
Sebelum melakukan penjualan, hal-hal yang dilakukan yaitu
menentukan terlebih dahulu menu apa saja yang akan dijual.
b) Belanja bahan baku
Melakukan aktivitas belanja bahan baku apa saja yang akan
digunakan.
c) Membersihkan peralatan (alat masak, meja, dll)
Membersihkan peralatan seperti, pisau, wajan, sendok,
piring, gelas, dan meja makan.
d) Membersihkan bahan baku
Membersihkan bahan baku yang telah dibeli
e) Mulai beroperasi
Rumah makan mulai beroperasi dan siap melayani customer
f) Menawarkan menu pada konsumen
Customer datang dan memilih lauk apa saja yang
g) Menyiapkan hidangan/pesanan
Karyawan rumah makan mulai menyiapkan menu sesuai
pilihan customer
h) Customer membayar
Setelah menikmati hidangan customer melakukan
pembayaran di kasir
i) Closing
Rumah makan beroperasi sampai dengan pukul 00.00 WIB
j) Hitung cash
Aktivitas terakhir yang dilakukan yaitu menghitung hasil
penjualan.
Yin, Robert K. 2012. Studi Kasus Desai dan Metode.. Jakarta : PT Raja Grafndo Persada

https://visitingjogja.com/15691/statistik-pariwisata-diy-2017/

https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/02/01/1479/pertumbuhan-produksi-industri-
manufaktur-besar-dan-sedang-triwulan-iv-tahun-2017-naik-sebesar-5-15-persen-dan-
pertumbuhan-produksi-industri-manufaktur-mikro-dan-kecil-triwulan-iv-2017-naik-
sebesar-4-59-persen.html

https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/49759509/Materi_13_-
_Business_Model_Canvas.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=1557165963
&Signature=MfDm0DSx2r%2FgPBpDUVD%2B7DTqNP0%3D&response-content-
disposition=inline%3B%20filename%3DBusiness_Model_Canvas_Kanvas_Model_Bisni.pdf

Anda mungkin juga menyukai