Anda di halaman 1dari 13

Jurakunman Vol.12, No.

2, Juli 2019 ISSN: 2086-681X

IMPLEMENTASI BUSINESS MODEL CANVAS PADA PERUSAHAAN SOSIAL

Isana SC Meranga
Jurusan Manajemen, Universitas Pelita Harapan, Tangerang
Isana.meranga@uph.edu

Abstrak

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk memberikan tinjauan secara umum tentang
BusinessModel Canvas (BMC). Secara khusus, memahami dasar alasan untuk
mengadopsi BMC pada perusahaan sosial sebagai strategi untuk mengintegrasikan
pengembalian nilai finansial dan pemberian nilai sosial sebagai dampak untuk
keberlanjutan perusahaan.Manfaat makalah ini memberikan pengetahuan dan
pemahaman melalui studi literatur bagi pihak-pihak yang terkait.

Kata kunci:Business Model Canvas, Profit Enterprise, Social Enterprise,


Keberlanjutan Perusahaan

PENDAHULUAN
Menurut Osterwalder & Pigneur (2010) setiap organisasi memiliki model bisnis.
Membangun Model bisnis diperlukan sebagai logika bagaimana bisnis dijalankan
(Slywotsky, 1996; Teece, 2010). Model Bisnis pada dasarnya menjelaskan cara kerja
perusahaan (Joan Margaretha, 2002). Model bisnis membantu dalam merancang dan
mengartikulasikan bagaimana bisnis dapat bekerja, dan bagaimana berinovasi di dalam
bisnis. Karena untuk bertahan hidup dan keberlanjutan bisnis, setiap organisasi harus
mampu menciptakan, memberikan, dan menangkap nilai guna menghasilkan
pendapatan yang cukup untuk menutupi biaya-biaya dan mendapatkan keuntungan
(Osterwalder & Pigneur, 2010).Menurut Peter Drucker, sebuah model bisnis yang
handal harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan penting, seperti “siapa pelanggan
perusahaan?” “seberapa penting pelanggan bagi perusahaan?” “bagaimana manajer
mampu menghasilkan keuntungan bagi perusahaan?”, “apa logika ekonomi yang
mendasari yang menjelaskan bagaimana kita dapat memberikan nilai kepada pelanggan
dengan biaya yang sesuai?

Sebuah model bisnis yang sukses mewakili cara-cara melakukan bisnis yang lebih baik
dari suatu alternatif yang ada. Dapat menawarkan nilai lebih kepada kelompok
pelanggan yang berbeda atau mungkin dapat dengan sepenuhnya menggantikan cara
lama dalam melakukan sesuatu dan menjadi standar dan bahkan keunggulan bagi
perusahaan. Ketika suatu model bisnis mengubah ekonomi suatu industri dan sulit untuk
ditiru, maka dengan sendirinya model bisnis menciptakan keunggulan kompetitif yang
kuat (Joan Margaretha, 2002). Selanjutnya Joan (2002) mengatakan bahwa pemodelan
bisnis adalah ekuivalen manajerial dari suatu metode ilmiah, dimulai dengan sebuah
hipotesis, yang kemudian diuji dalam tindakan dan melakukan revisi bila diperlukan.

43
Jurakunman Vol.12, No. 2, Juli 2019 ISSN: 2086-681X

Penggunaan model bisnis tidak hanya terbatas pada perusahaan laba, melainkan juga
dapat diaplikasikan pada perusahaan sosial. Baik perusahaan sosial dan perusahaan
labamenjual barang dan/ atau jasa. Namun, salah satu perbedaan utama di antara mereka
adalah bahwa keuntungan dari perusahaan sosial diinvestasikan kembali ke pencapaian
tujuan sosial mereka, tidak dibagi di antara individu atau pemegang saham.Yunus
(2007) mendefinisikan perusahaan sosial sebagai “a non-loss, non-dividend company
designed to address a social objective within the highly regulated marketplace of
today”. Pada prakteknya, Perusahaan sosial perlu mencari keuntungan sehingga
mampu untuk membiayai bisnisnya sendiri sehingga tidak bergantung pada donatur
(Kasmir dan Jakfar, 2005). Keuntungan yang diperoleh merupakan sarana untuk
mencapai keberlanjutan dalam memberikan dampak sosial, dan itu bukan fokus
perusahaan (Dees, 1998). Menurut Wilson dan Post (2013), sejatinya perusahaan sosial
menghasilkan laba, namun tidak memaksimalkan laba. Laba adalah metode untuk
memungkinkan bisnis memperluas jangkauannya dan meningkatkan produk atau
layanannya, yang semuanya mensubsidi misi sosial tertentu. Peran mendasar yang
dimainkan misi sosial adalah untuk menemukan cara-cara yang berhasil dalam
mengejar ekonomi dan sosial (Santos, 2012). Sehingga perusahaan sosial berfokus pada
penciptaan nilai untuk kepentingan masyarakat atau lingkungan, daripada menangkap
nilai khas dari perusahaan komersial (Santos 2012). Perbedaan inilah yang dapat
memengaruhi model bisnis perusahaan sosial.

Osterwalder dan Pigneur (2010) dan tim yang terdiri dari 470 orang dari 45 negara
membuat sebuah model bisnis yang mudah diadaptasi dan banyak digunakan, yaitu
Business Model Canvas (BMC). BMC merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan
untuk menggambarkan, menganalisis, dan merancang model bisnis. Memberikan
gambaran logis mengenai bagaimana sebuah organisasi menciptakan, memberikan
dan menangkap sebuah nilai (Osterwalder, 2010). BMC telah menerima pengakuan
luas sebagai model yang dapat meningkatkan perancangan model bisnis yang layak
yang digambarkan dengan baik melalui sembilan blok bangunan dasar, yaitu: Customer
Segments,Value Proposition, Channels, Customer Relationships, Revenue Streams, Key
Resources, Key Activities, Key Partnerships, dan Cost Structure, dimana masing-
masing segmen akan dijelaskan di bagian selanjutnya.

Pertanyaan dan Tujuan Penelitian


Berdasarkan uraian dan latar belakang dari penelitian ini, maka perlu memahami secara
konseptual berbasis studi literatur tentang:
1. Bagaimana latar belakang yang mendasari alasan untuk mengadopsi BMC pada
perusahaan sosial?
2. Bagaimana mengadopsi berbagai pola strategi untuk perusahaan sosial.

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahuitentang latar belakang yang
mendasari alasan untuk mengadopsi BMC pada perusahaan sosial dan adopsi berbagai
pola strategi untuk perusahaan sosial.

TELAAH KEPUSTAKAAN
Definisi dan Tujuan Bisnis Model

44
Jurakunman Vol.12, No. 2, Juli 2019 ISSN: 2086-681X

Model bisnis memainkan peran penting dalam kesuksesan perusahaan mana pun, karena
menjelaskan bagaimana bisnis itu akan menghasilkan pendapatan.Menurut Baden-
Fuller & Morgan, 2010) bahwasuatu perusahaan harus mengatur dirinya sendiri untuk
menciptakan dan mendistribusikan nilai dengan cara yang menguntungkan.
Osterwalder, Pigneur & Tucci (2005) mengatakan bahwa model bisnis menjelaskan
bagaimana organisasi menciptakan, memberikan, dan menangkap nilai. NIlai yang
diberikan berupa proposisi nilai yang tepat, segmen pasar, rantai nilai, struktur biaya,
potensi laba, jaringan nilai, dan strategi kompetitif (Chesbrough & Rosenbloom, 2002
).Dengan kata lain model bisnis adalah arsitektur organisasi dan keuangan bisnis
(Teece, 2010)

Saat ini Model bisnis dipandang sebagai penghubung antara teknologi inovatif dan
pelanggan, atau antara teknologi dan sumber daya perusahaan lain. Oleh karena
ituChesbrough dan Rosenbloom, (2002) mengatakan bahwa model bisnis adalah
mediator, karena memediasi teknologi dan nilai ekonomi.

Dengan demikian, tujuan model bisnis dapat ditandai dalam dua fungsi, yaitu sebagai
alat yang digunakan sebagai unit analisis perusahaan, dan fungsi kedua adalah sebagai
alat untuk menengahi antara teknologi atau ide dan pelanggan potensial, yang
menyiratkan metode untuk menangkap dan memberikan nilai kepada pelanggan.

Business Model Canvas


Dari beberapa studi literature (Alexandros, 2014; Bettencourt, 2012; Maurya, 2012;
Rampen, 2011) mengatakan bahwa Business Model Canvas merupakan suatu alat
perencanaan jangka panjang suatu bisnis karena memiliki komponen-komponen kunci
yang diperlukan untuk pengembangan suatu model bisnis yang juga dipercaya dapat
meningkatkan perancangan model bisnis yang layak.

Tujuan BMC adalah untuk memperkenalkan cara standar untuk merancang model
bisnis. Dengan prinsip mudah dipahami dan dapat dengan mudah dikomunikasikan
melalui desain yang baik, dan merancang model bisnis (Osterwalder & Pigneur,
2010).Definisi model bisnis yang digunakan untuk membuat BMC adalah sebuah model
bisnis yang menggambarkan alasan bagaimana sebuah organisasi diciptakan,
memberikan nilai dan menangkap nilai (Osterwalder & Pigneur, 2010). Dalam paper
lain Osterwalder, menjelaskan model bisnis sebagai alat konseptual yang berisi
serangkaian objek, konsep dan hubungan untuk mengekspresikan logika bisnis dari
perusahaan tersebut (Osterwalder et al., 2005).

Berikut ini adalah BCM yang dikembang yang dikembangkan oleh Osterwalder and
Pigneur (2010)

45
Jurakunman Vol.12, No. 2, Juli 2019 ISSN: 2086-681X

Gambar 2.1 BusinessModel Canvas of Osterwalder and Pigneur (2010)

Komponen Model Bisnis/ Building Blocks


Salah satu tujuan utama dari BMC adalah mengkomunikasikan model bisnis. Ini adalah
alat untuk merancang dan memvisualisasikan model bisnis, yang membuat kemampuan
berkomunikasi jauh lebih mudah dan terstandarisasi. Seperti disebutkan dalam
Osterwalder (2004), BMC dibuat untuk memotivasi para pelaku bisnis berpikir secara
berbeda tentang model bisnis mereka.

Struktur kanvas didasarkan pada sembilan blok bangunan terstandarisasi. Sembilan blok
bangunan dari BMC dijelaskan sebagai berikut(Ostewalder dan Pigneur, 2010):
(1) Customer Segments: Kelompok orang atau organisasi yang ingin dijangkau dan
dilayani oleh perusahaan.
(2) Value Proposition: NIlai yang ditawarkan kepada segmen pelanggan berupa produk
dan layanan yang bernilai dan bermanfaat
(3) Channels: Menjelaskan bagaimana cara perusahaan berkomunikasi dengan dan
menjangkau Segmen Pelanggan untuk memberikan Proposisi Nilai.
(4) Customer Relationships: Merupakan jenis hubungan yang dibangun perusahaan
dengan Segmen Pelanggan tertentu.
(5) Revenue Streams: Pendapatan yang dihasilkan perusahaan dari setiap Pelanggan.
(6) Key Resources: Sumber daya ini memungkinkan perusahaan untuk membuat dan
menawarkan Proposisi Nilai, menjangkau pasar, mempertahankan hubungan dengan
Pelanggan, dan mendapatkan pendapatan. Sumber daya utama dapat berupa fisik,
finansial, intelektual, atau manusia. Mereka dapat dimiliki atau diperoleh oleh
perusahaan atau dari mitra.

46
Jurakunman Vol.12, No. 2, Juli 2019 ISSN: 2086-681X

(7) Key Activities: Hal terpenting yang harus dilakukan perusahaan agar model
bisnisnya berfungsi. Perlu melakukan kegiatan/aktivitas untuk membuat dan
menawarkan Proposisi Nilai, menjangkau pasar, mempertahankan Hubungan
Pelanggan dan mendapatkan pendapatan.
(8) Key Partnerships: Jaringan pemasok dan mitra yang membuat model bisnis
berfungsi.
(9) Cost Structure: Semua biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan model bisnis

Karakteristis Perusahaan Profit, Perusahaan Sosial, dan Perusahaan Nir Laba


Baik perusahaan profit and perusahaan sosial sama-sama menawarkan barang dan/ atau
jasa. Salah satu perbedaan utama di antaranya adalah bahwa keuntungan dari
perusahaan sosial diinvestasikan kembali untuk pencapaian misi/tujuan sosial mereka,
tidak dikembalikan kepada pemilik atau pemegang saham. Untuk sebagian besar LSM/
lembaga amal hanya mengandalkan dana hibah dan sumbangan untuk mencapai misi
sosial mereka.
Karakteristik dari setiap perusahaan digambarkan sebagai berikut:

Perusahaan Nir Laba Perusahaan Sosial Perusahaan Profit


1. Tidak mencari keuntungan 1. Digerakkan oleh misi, dan 1. Kinerja diukur melalui
2. Sangat tergantung pada hibah diperuntukan untuk perolehan pendapatan dan laba
dan sumbangan kebutuhan sosial 2. Fokus pada profit
3. Keberhasilan diukur melalui 2. berfokus pada menghasilkan 3. Melakukan CSR dan dan
dampak sosial atau lingkungan pendapatan melalui mengalokasikan untuk amal
4. Bermanfaat bagi masyarakat penjualan barang dan jasa 4. Mandiri
5. Tidak melakukan penjualan 3. penghasilan yang diperoleh 5. investor
barang dan jasa untuk menggantikan hibah 6. Pendapatan seluruhnya
6. Gambar 2.1: Karakteristik
Independent Perusahaan Nir Laba, Perusahaan
dan sumbangan Sosial, dan Perusahaan
diperoleh dari penjualan
Profit 4. mengurangi ketergantungan
III.pada
PEMBAHASAN
donasi dan filantropi
5. laba / keuntungan
diinvestasikan kembali

Pembahasan latar belakang yang mendasari alasan untuk mengadopsi BMC pada
perusahaan sosial

Perusahaan sosial bertujuan untuk mencapai keberlanjutan melalui pendapatan dan laba
yang stabil sambil melakukan misi sosial (Peredo & McLean, 2006).Perbedaan paling
signifikan antara perusahaan laba dan organisasi yang dijalankan oleh model bisnis
triple bottom-line adalah pada tujuandan misi perusahaan. Tujuan perusahaan laba
adalah memaksimalkan keuntungan bagi pemegang saham. Sebaliknya, tujuan kerja
dari organisasi triple bottom-line adalah untuk memperoleh laba demi keberlangsungan
perusahaan dan dilain pihak untuk tujuan penyelesaian masalah sosial dan masalah
lingkungan yang juga berkelanjutan.

47
Jurakunman Vol.12, No. 2, Juli 2019 ISSN: 2086-681X

Model bisnis ini terlahir karena krisis keuangan yang terjadi, dimana sumbangan
mengalami penurunan. Bahkan pemerintah di banyak negara mulai mengambil langkah
penghematan dengan memangkas pengeluaran pemerintah khususnya untuk program
sosial. Beberapa NPO yang didirikan oleh sponsor pihak ketiga mengubah kebijakan
pengumpulan pendapatan mereka. Memahami bahwa subsidi pemerintah mungkin tidak
lagi dijamin, mereka hanya mengandalkan pendirian pihak ketiga. Namun, selama krisis
keuangan, NPO ini terbukti tidak stabil secara finansial dan tidak berkelanjutan.

Menurut Elkington, (1998) model bisnis triple bottom-line mengejar tujuan sosial dan
lingkungannya secara simultan untuk menghasilkan pendapatan tanpa sponsor atau
donor dari luar. Hal ini menunjukkan dalam banyak hal bahwa organisasi dengan tujuan
sosial atau lingkungan tidak perlu lagi khawatir tentang perubahan. Untuk merancang
model bisnis yang sesuai dengan tujuan triple bottom-line, kanvas model bisnis harus
diperluas dengan dua blok bangunan tambahan, yaitu, "Pendapatan Sosial dan
Lingkungan" dan "Biaya Sosial dan Lingkungan" , atau juga penambahan 2 blok
bangunan misi dan dampak.

Pembahasan bentuk-bentuk pola strategi dalam mengadopsi BCM bagi model


bisnis perusahaan sosial
Business Canvas Model seperti penjelasan sebelumnya merupakan model bisnis yang
paling sederhana baik bagi perusahaan profit maupun perusahaan sosial. Namun, untuk
perusahaan sosial harus memperhatikan dengan seksama saat mengadopsi model bisnis
kanvas ini. Setiap model bisnis perusahaan sosial memiliki karakteristik yang berbeda-
beda, ada yang berfokus pada satu misi sosial, misalkan segmen ditentukan hanya bagi
tunawisma, namun ada juga yang memiliki berbagai macam misi sosial, misalkan
segmen ditentukan adalah anak, tapi setiap hal yang berhubungan dengan anak
dilakukan secara holistik (kesehatan, lingkungan, pendidikan, kesejahteraan keluarga,
dll). Berikut adalah bentuk model bisnis perusahaan sosial yang diadopsi kedalam
bentuk Business Canvas Model.

Model 1: The One-Sided Social Mission

48
Jurakunman Vol.12, No. 2, Juli 2019 ISSN: 2086-681X

Diatas adalah misi sosial satu sisi. Panah bernomor menggambarkan hubungan spesifik
antara komponen model bisnis, di mana panah putus-putus menunjukkan hubungan
tambahan, yang menjadi ciri varian lanjutan dari model dasar. Proposisi nilai sentral
terdiri dari misi sosial, yang biasanya berorientasi pada kepuasan kebutuhan konsumsi.
Dengan demikian, misi tersebut ditujukan pada kelompok sasaran sosial (1), yang
diposisikan pada sisi segmen konsumen, tetapi tidak memiliki sarana keuangan untuk
membayar barang atau jasa yang disediakan. Untuk membiayai misi sosial, usaha
tambahan yaitu dengan melakukan investor sosial yang ditunjukan oleh nomor (2) yang
mana digunakan untuk menawarkan dana dan/ atau sumbangan pada nomor (3) untuk
membuat misi sosial dapat dilakukan untuk kelompok sasaran sosial. Dana tersebut
digunakan untuk pengeluaran misi sosial seperti pasokan, personel, dan infrastruktur,
yang merupakan sumber daya yang diperlukan untuk penciptaan nilai bagi misi sosial
(4). Sumber daya ini sering, tetapi tidak harus, ditambah oleh sukarelawan (5).

Salah satu perusahaan sosial yang mengunakan model ini adalah perusahaan sosial
dengan model bisnis dalam menyediakan makanan pada tunawisma yang tidak memilki
cukup uang atau kurang mampu untuk memberli makanan. Sebagian besar didanai oleh
perusahaan atau lembaga dan didukung oleh sukarelawan, kelompok sasaran sosial
tidak membayar atau hanya sejumlah uang simbolis untuk menerima makanan hangat.
Dalam model bisnis perusahaan sosial ini bisa juga mengunakan cara dimana sasaran
sosial mungkin diharuskan membayar harga rendah, sehingga menghasilkan pendapatan
pasar kecil (6), yang kemudian dapat digunakan untuk membuat produk atau layanan
tersedia bagi kelompok penerima yang lebih membutuhkan lagi atau untuk mengurangi
diperlukan jumlah dana dari investor sosial.

49
Jurakunman Vol.12, No. 2, Juli 2019 ISSN: 2086-681X

Model II: The Two-Sided Social Mission

Untuk model bisnis sosial kedua memiliki dua kelompok sasaran sosial, misi sosial
yang membahas investor sosial (6) yang menyumbangkan dana dan/ atau sumbangan
(7). Dana tersebut digunakan untuk pengeluaran seperti pasokan dan infrastruktur,
sedangkan personel sebagai spesialisasi dari kategori ini sebagian besar ditanggung oleh
kelompok target sosial di sisi produksi. Karena dukungan dari kelompok target sosial di
sisi produksi, kelompok target sosial di sisi konsumen sebagian besar menerima misi
sosial secara gratis. Untuk beberapa usaha sosial, dukungan produksi gratis dapat
dipasarkan, jika secara kualitatif cukup baik untuk memenuhi tambahan kebutuhan
konsumsi (8) dari kelompok target pasar (9), dalam hal ini pendapatan pasar dihasilkan
(10) yang selanjutnya mendukung misi sosial dengan secara tepat mengurangi jumlah
dana yang dibutuhkan dari investor sosial. Namun demikian, pendapatan pasar hanya
merupakan pelengkap model bisnis inti dari misi sosial dua sisi yang ditujukan untuk
dua kelompok sasaran sosial yang didanai oleh investor sosial
Model III: The Market-Oriented Social Mission

50
Jurakunman Vol.12, No. 2, Juli 2019 ISSN: 2086-681X

Model bisnis generik ketiga adalah model bisnis ketiga dengan misi sosial yang
berorientasi pasar dalam hal ini tidak memberikan dukungan sosial secara gratis, tetapi
menjadi sumber daya berbayar dalam pembuatan proposisi nilai baru. Dalam kolom
segemen/kosumen tidakada kelompok sasaran sosial. Dalam model bisnis perusahaan
sosial ini, usaha berfokus pada kebutuhan konsumsi kelompok sasaran pasar.

Dalam model ketiga ini proposisi nilai sentral berisi misi sosial, yang berorientasi pada
kepuasan kebutuhan produksi dan ditujukan pada kelompok target sosial yang
diposisikan di sisi produksi (1). Sebagai sumber daya produksi (2), kelompok sasaran
sosial produktif memenuhi kebutuhan konsumsi (3) kelompok sasaran pasar di sisi
konsumsi (4), sehingga menghasilkan pendapatan pasar (5). Pendapatan pasar
dikeluarkan untuk pasokan, infrastruktur, dan sekarang juga personel, yang merupakan
sumber daya yang diperlukan untuk penciptaan nilai bersama misi sosial.

Sebuah contoh terkenal untuk kategori ini diberikan oleh koki bintang Inggris Jamie
Oliver dan perusahaan sosialnya Fifteen (www.fifteencornwall.co.uk), dimana
sekelompok restoran kelas atas yang memberikan pemuda kurang beruntung -
tunawisma dan pengangguran, mengatasi masalah narkoba atau alkohol - kesempatan
untuk mendapatkan pelatihan profesional dan untuk memulai karir di industri restoran.
Sekelompok restoran tersebut menghasilkan pendapatan dan keuntungan pasar yang
tinggi, yang, pada gilirannya, digunakan untuk mendanai program pendidikan. Contoh
lainnya dalah sekelompok perusahaan tour and travel yang mengatur wisata kota dengan
para tunawisma. Perusahaan travel tersebut pada saat yang bersamaan juga melakukan
produk inovatif dan kompetitif yang melibatkan orang-orang tunawisma sebagai sumber
daya produktif, sehingga menawarkan kepada para wisatawan dan penduduk kota
perspektif dan wawasan baru.

Satu-satunya perbedaan yang kita lihat adalah jumlah pendapatan pasar yang dihasilkan.
Semakin banyak diversifikasi produk dan layanan, maka semakin besar kelompok
pelanggan yang ditargetkan, sehingga semakin menguntungkan.

51
Jurakunman Vol.12, No. 2, Juli 2019 ISSN: 2086-681X

Model IV: The Commercially Utilized Social Mission

Model bisnis diatas mengilustrasikan struktur model bisnis dengan misi sosial yang
dimanfaatkan secara komersial. Kelompok sasaran sosial pada sisi konsumsi tertarik
oleh misi sosial dan, sebagai kelompok terpilih, mereka kemudian digunakan/diutilize
sebagai input sumber daya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi spesifik dari
kelompok sasaranpasar yang berbeda. Sebagai akibatnya, pendapatan pasar dihasilkan,
dan juga dapat mengurangi atau mengganti dana untuk misi sosial. Berbeda dengan
model generik sebelumnya, donasi tidak dimaksudkan dalam model bisnis ini.
Penciptaan nilai terjadi terutama dengan misi sosial.

Misi ini ditujukan pada kelompok sasaran sosial yang diposisikan di sisi konsumsi (1).
Daripada harus membayar untuk konsumsi, kelompok sasaran itu sendiri digunakan
sebagai sumber daya (2) untuk memenuhi kebutuhan konsumsi (3) dari kelompok
sasaran pasar di sisi konsumsi (4), pendapatan pasar (5) dihasilkan . Pendapatan pasar
dikeluarkan untuk pasokan, personel, dan khususnya infrastruktur misi sosial. Sebagai
pelengkap, misi sosial dapat bekerjasama dengan investor sosial (6), yang
menyumbangkan dana (7) untuk membuat misi sosial tersedia bagi kelompok target
sosial konsumsi. Dari model bisnis ini, perbedaan adalah bahwa kelompok sasaran
sosial konsumsi digunakan sebagai sumber daya. Sebagai contoh adalah jejaring sosial
facebook yang beroperasi secara internasional. facebook meningkatkan tidak hanya cara
komunikasi modern tetapi juga integrasi dan partisipasi dalam komunitas. Dalam model
bisnis facebook , pengguna sebagai kelompok sasaran sosial diizinkan untuk
menggunakan jaringan sosial secara gratis untuk membuat profil. Karena kepentingan
global yang sangat besar dari jaringan sosial dalam masyarakat, perusahaan membayar
iklan untuk mendorong popularitas online mereka di facebook. Akibatnya, facebook
menghasilkan pendapatan pasar yang sangat besar.

52
Jurakunman Vol.12, No. 2, Juli 2019 ISSN: 2086-681X

Tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh facebook, google memperoleh tingkat
pendapatan melalui penciptaan nilai sosial. Misi sosial Google adalah mesin pencarian
online gratis. Membuat informasi dapat diakses secara global dan lebih lanjut google
menciptakan machine online gratis lainnya seperti, google maps atau google scholar.
Google map, selain gratis, tetapi juga sangat efektif dalam hal dukungan kaitannya
dengan bencana alam, untuk menandai akses utama dan titik-titik tempat bencana.
Google memperoleh dana melalui iklan. Dalam kasus ini, pengguna mewakili kelompok
sasaran sosial dan juga diterapkan sebagai input sumber daya untuk perusahaan
periklanan sebagai kelompok sasaran pasar. Dengan demikian, sejumlah besar
pendapatan dihasilkan dengan misi sosial yang membuat usaha ini sangat
menguntungkan.

KESIMPULAN
1. Business Canvas Model memberikan kerangka kerja umum untuk menganalisis
perolehan pendapatan melalui penciptaan nilai sosial. Secara khusus, penciptaan
nilai sosial dapat dilakukan dengan menggeser strategi pembiayaan yang
diperoleh dari “pendapatan keuntungan untuk misi social” ke “pendapatan
keuntungan dengan misi sosial. Oleh karena itu, sifat dari pendapatan
perusahaan sosial berubah dari investasi sosial ke pendapatan pasar, yang
menyiratkan potensi peningkatan profitabilitas usaha. Akibatnya, desain model
bisnis yang sesuai untuk misi sosial perusahaan sosial menjadi sangat penting
dalam hal strategi pembiayaan.
2. Perusahaan Sosial dalam mengembangkan strategi dapat mengadopsi Business
Canvas Model yang sesuai, yaitu The One –Sided Social Mission, The Two-
Sided Social Mission, The Market-Oriented Social Mission, dan The
Commercially Utilized Social Mission.
3. Dalam makalah ini, beberapa kritik terhadap Kanvas Model Bisnis, yaitutidak
adanya ditonjolkan persaingan produk atau layanan. Ini sangat penting untuk ide
bisnis dan juga harus didiskusikan sejak awal. Selain itu, variasi yang ada harus
dipertimbangkan secara fleksibel.

DAFTAR PUSTAKA

Baden-Fuller, C., & Morgan, M. S. (2010) Business models as models. Long Range
Planning, 43, 156-171.
Burkett, I. (n.d.) Using the Business Model Canvas for Social Enterprise Design.
[Online] Available from:
http://www.mbs.edu/facultyresearch/apsilc/Documents/Business%20
Model%20for%20SE%20DesignBurkett.pdf
Casadesus-Masanell, R., & J.E. Ricart, J. E. (2010). Competitiveness: Business model
reconfiguration for innovation and internationalization. Management Research:
The Journal of the Iberoamerican Academy of Management, 8, 123-149.
Chang, J. Serving the Bottom of the Pyramid.

53
Jurakunman Vol.12, No. 2, Juli 2019 ISSN: 2086-681X

Chesbrough, H., & Rosenbloom, R. S. (2002). The role of the business model in
capturing value from innovation: evidence from Xerox Corporation's technology
spinoff companies. Industrial And Corporate Change, 11(3), 529-555.
Dees J. G. (1998). “The meaning of social entrepreneurship”, accessed 15th February
2014, available online at: http://www.caseatduke.org/documents/dees_sedef.pdf.
Demil, B. and Lecocq, X. (2010). Business model evolution: In search of dynamic
consistency. Long Range Planning,43 (2-3), 227-246
Elkington J. (2004). “Enter the triple bottom line”, accessed 15th April 2014, available
online at:
http://kmhassociates.ca/resources/1/Triple%20Bottom%20Line%20a%20
history%201961-2001.pdf. GoGreen
Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana, Jakarta.
Laura Michelini, Daniela Fiorentino, (2012) "New business models for creating shared
value", Social Responsibility Journal, Vol. 8 Issue: 4, pp.561-577.
Michelini, L., & Fiorentino, D. (2012). New business models for creating shared value.
Social Responsibility Journal, 8, 561-577.
Osterwalder, A. (2004). The business model ontology. A proposition in a design science
approach. Doctorate thesis l’Ecole des Hautes Etudes Commerciales de
l’Université de Lausanne.
www.hec.unil.ch/aosterwa/Phd/Osterwalder_Phd_BM_Ontology.pdf.
Osterwalder, A., Pigneur, Y., & Tucci, C. L. (2005). Clarifying business models:
origins, present, and future of the concept. Communications of the Association
for Information Systems, 15, 1-40.
Osterwalder, A., & Pigneur, Y. (2010). Business model generation. Toronto: Self-
published.
Qastharin A. R. (2014). “Business model differences between business and social
enterprise”, in: Industrial Dynamics Assignment, 12th May 2014.
Qastharin A. R. (2014). “Understanding the business model of social enterprise”, thesis
submitted in fulfilment of the requirements of KTH Royal Institute of
Technology for the Degree of Master of Science, Stockholm: Kungliga Tekniska
Högskolan.
Simone N. Sneed Dec. 20, 2013 Focus on Culture,
Santos, F., & Eisenhardt, K. (2012). Constructing markets and organizing boundaries:
Entrepreneurial power in nascent fields. Academy of Management Journal,
52(4), 643. https://ssir.org/articles/entry/focus_on_culture# Stanford Social
Innovation Review
Smith G. (2012). “The nonprofit business model canvas: Innovative nonprofit”,
accessed 20th March 2014, available online at:
http://www.innovativenonprofit.com/2012/08/the-nonprofit-business -model-
canvas-2/#.Uzz5ivmSwoy
Social Enterprise Alliance (2015). “What is social enterprise?”, accessed 22nd June
2015, available online at: https://www.se-alliance.org/what-is-social-enterprise.
Teece D. J. (2009). “Business models, business strategy and innovation”, Long Range
Planning, Vol. 43, pp. 172-194.
Yeoman R. and Moskovitz D. (2013). “The canvas: Social lean canvas”, accessed 10th
February 2014, available online at: http://socialleancanvas.com/the-canvas.

54
Jurakunman Vol.12, No. 2, Juli 2019 ISSN: 2086-681X

Yip, G. S. (2004). Using strategy to change your business model. Business Strategy
Review, 15, 17-24.
Yunus, M., Moingeon, B., & Lehman-Ortega, L. (2010). Building social business
models: lessons from the Grameen experience. Long Range Planning, 43, 308-
325.
Zott, C., Amit R., & Massa, L. (2011). The business model: Recent developments and
future research, Journal of Management, 37, 1019-1040.

55

Anda mungkin juga menyukai