Anda di halaman 1dari 20

TEORI

-
U DAN PENDEKATAN STEM
a. Teori U
Teori U diperkenalkan oleh C. Otto
Charmer (t.t.). Menurut Charmer (2007)
terdapat dua sumber belajar (
two different
sources of learning
), yakni
learning by
reflecting experience in the past, dan
learning by converting the emerges of the
present
. Lebih jauh dikemukakan bahwa
terdapat dua pertanyaan utama pada diri
seseorang. Pertanyaan pertama, siapakah
diri saya? Perta
nyaan kedua, apakah
pekerjaan saya? Selama pengalaman
belajar, mahasiswa diperkenalkan pada
pembelajaran yang sesungguhnya (
engage
with real world
) sebagai lingkungan belajar.
Selain memper
-
kenalkan
learning
environment
, teori U mencoba
memperkenalkan sikl
us belajar (l
earning
cycle
) dengan menggabungkan
observe,
reflect, plan and act
dalam melakukan
transforming business, society
dan
self
.
Siklus belajar melibatkan obervasi berulang
kali dan level bertahap, bergeser ke
retreat
and reflect,
lalu ke
“plan”
ya
ng
memungkinkan terjadi perpindahan dari
kepala, ke hati dan akhirnya ke
tangan/tindakan dengan ungkapan
moving
from the head to the heart and then to the
will or acts.
Dalam prosesnya dinyatakan ada
lima langkah yang diperlukan sebagai
berikut. Pertama,
memulai dan
membangun niat umum bersama (
co
-
initiating
). Kedua, merasakan bersama
melalui observasi berulang kali (
co
-
sensing
). Ketiga, terhubung dengan sumber
inspirasi (
presencing
). Keempat, mencipta
bersama (
co
-
creating
). Kelima,
berkembang bersama (
co
-
evolving
) untuk
mewujudkan hal baru dalam ekosistem
yang memfasilitasi penglihatan dan
tindakan keseluruhan. Melalui proses ini
ada pesan yang ingin disampaikan oleh
Charmer, yaitu menentukan tujuan hidup
sendiri bersama dengan merealisasikannya
dalam berp
ikir, berempati dan bertindak
dari pikiran
-
hati
-
tangan dan keinginan.
Lebih jauh diungkapkan bahwa
diperlukan kapasitas tertentu untuk
menjadi seorang pemimpin dalam
mewujudkan Teknologi sosial
Presencing
(Presence+Sensing). Ditawarkan tujuh
kapasitas kep
emimpinan penting yang
hendaknya dimiliki oleh pemimpin atau tim
kecil yang sedang memimpin perubahan.
Tanpa mengembangkan kapasitas ini,
proses yang dijelaskan sebelumnya (lima
langkah) tidak akan mendatangkan hasil
yang diharapkan. Kapasitas
-
kapasitas
te
rsebut adalah: 1). Menciptakan ruang
istimewan untuk menemukan panggilan
hidup; 2).
Observing
: hadir dengan pikiran
terbuka; 3.)
Sensing
: berhubungan dengan
perasaan; 4)
Presencing
: berhubungan
dengan sumber terdalam dan kehendak;
5). Mengkristalkan: menga
kses kekuatan
niat; 6). Membangun dasar:
mengintegrasikan kepala, hati, dan tangan;
7). mempresentasikan.
Dalam bukunya, Theory U: Leading from the Future as It Emerges, Otto Scharmer
memperkenalkan gagasan presencing. Presencing berasal dari gabungan dua kata presence
(kehadiran) dan sensing (penginderaan). Presencing ditandai dengan keadaan kesadaran
tingkat tinggi yang memungkinkan individu dan organisasi mengubah inner place (sisi
dalam) keberadaannya. Ketika perubahan ini terjadi, seseorang atau organisasi mampu
menghadirkan ruang masa depan. Esensi kepemimpinan menurut Teori U adalah kemampuan
menfasilitasi perubahan sisi dalam seseorang atau organisasi untuk menangkap masa depan
dan mengeksplorasi dengan penuh kreativitas.

Dalam menggambarkan Teori U, Scharmer meletakkan pondasi bahwa seseorang haruslah


berani untuk “menerima” dan “menjawab” situasi tidak hanya dengan cara mengunduh,
namun juga melihat sepenuhnya (open mind), mengerti sepenuhnya (open heart), dan
menerima sepenuhnya (open will), untuk kemudian mengembangkan keputusan berdasarkan
hasil penerimaan itu. Scharmer melihat bahwa konstruksi systems thinkingkonvensional telah
berhasil mengajak orang untuk open mind (lewat pemahaman atasevents, patterns, dan
structure) dan open heart (lewat pemahaman atas mental model),namun belum sepenuhnya
mengeksplorasi bagaimana sumber terdalam di diri kita mampu melihat dan menerima situasi
tersebut dengan jernih melalui open will.

Dalam bukunya, Theory U: Leading from the Future as It Emerges, Otto Scharmer
memperkenalkan gagasan presencing. Presencing berasal dari gabungan dua kata presence
(kehadiran) dan sensing (penginderaan). Presencing ditandai dengan keadaan kesadaran
tingkat tinggi yang memungkinkan individu dan organisasi mengubah inner place (sisi
dalam) keberadaannya. Ketika perubahan ini terjadi, seseorang atau organisasi mampu
menghadirkan ruang masa depan. Esensi kepemimpinan menurut Teori U adalah kemampuan
menfasilitasi perubahan sisi dalam seseorang atau organisasi untuk menangkap masa depan
dan mengeksplorasi dengan penuh kreativitas.

Dalam menggambarkan Teori U, Scharmer meletakkan pondasi bahwa seseorang haruslah


berani untuk “menerima” dan “menjawab” situasi tidak hanya dengan cara mengunduh,
namun juga melihat sepenuhnya (open mind), mengerti sepenuhnya (open heart), dan
menerima sepenuhnya (open will), untuk kemudian mengembangkan keputusan berdasarkan
hasil penerimaan itu. Scharmer melihat bahwa konstruksi systems thinkingkonvensional telah
berhasil mengajak orang untuk open mind (lewat pemahaman atasevents, patterns, dan
structure) dan open heart (lewat pemahaman atas mental model),namun belum sepenuhnya
mengeksplorasi bagaimana sumber terdalam di diri kita mampu melihat dan menerima situasi
tersebut dengan jernih melalui open will.

1. Co-initiating (Mulai Bersama): membangun niat umum. Berhenti dan dengarkan


orang lain serta panggilan kehidupan apa yang harus Anda lakukan

Pada awal setiap proyek, satu atau beberapa individu kunci berkumpul bersama dengan
tujuan membuat perbedaan dalam situasi yang benar-benar penting bagi mereka dan
komunitas mereka. Ketika mereka menyatu menjadi sebuah kelompok inti, mereka
mempertahankan niat umum berkaitan dengan tujuan mereka, orang-orang yang ingin
dilibatkan, dan proses yang ingin mereka gunakan. Konteks yang memungkinkan kelompok
inti semacam ini untuk terbentuk adalah proses mendengarkan yang dalam - mendengarkan
apa panggilan hidup yang harus Anda dan yang lain lakukan.
2. Co-sensing (Merasakan Bersama): mengamati, mengamati, mengamati. Pergi ke
tempat yang paling potensial dan dengarkan dengan pikiran dan hati yang terbuka
lebar

Faktor pembatas perubahan transformasional bukanlah kurangnya visi atau gagasan, tetapi
ketidakmampuan untuk merasakan - yaitu, untuk melihat secara mendalam, tajam, dan secara
kolektif. Ketika anggota kelompok melihat bersama-sama dengan kedalaman dan kejelasan,
mereka menjadi sadar akan potensi kolektif mereka - hampir seolah organ kolektif baru dari
pengelihatan dibuka. Goethe menjelaskannya: "Setiap objek, dengan maksud baik, membuka
organ penglihatan baru dalam diri kita".

Ilmuwan kognitif Francisco Varela pernah mengatakan kepada saya tentang sebuah
eksperimen yang telah dilakukan dengan anak-anak kucing baru lahir, yang matanya belum
terbuka. Mereka ditempatkan bersama dalam berpasangan, dengan satu di belakang yang lain
sedemikian rupa sehingga hanya kucing yang lebih rendah yang mampu bergerak. Kedua
anak kucing mengalami gerakan spasial yang sama, tapi semua kerja keras itu dilakukan oleh
kucing yang lebih rendah. Hasil dari percobaan ini adalah bahwa kucing yang lebih rendah
belajar melihat cukup normal, sedangkan kucing yang di atas tidak - kapasitasnya untuk
melihat berkembang tidak memadai dan lebih lambat. Percobaan ini menggambarkan bahwa
kemampuan untuk melihat dikembangkan dengan aktivitas seluruh organisme.

Dalam mengorganisasi pengetahuan manajemen, strategi, inovasi, dan pembelajaran, kita


seperti kucing yang di atas - kita bergantung pada kerja keras para ahli, konsultan, dan guru
untuk memberitahu kita bagaimana dunia bekerja. Untuk masalah sederhana, ini mungkin
merupakan pendekatan yang tepat. Tetapi jika Anda berada dalam bisnis inovasi, maka cara
kucing yang di atas tidak akan berfungsi. Hal terakhir yang tiap inovator sejati akan
gantungkan adalah persepsi. Ketika berinovasi, kita harus pergi sendiri, bicara dengan orang,
dan tetap berhubungan dengan isu sambil mereka berkembang. Tanpa hubungan langsung
pada konteks situasi, kita tidak dapat belajar melihat dan bertindak secara efektif.

Apa yang hilang dalam organisasi saat ini dan masyarakat kita adalah seperangkat praktek
yang memungkinkan penglihatan secara mendalam semacam ini - penginderaan - terjadi
secara kolektif dan melintasi batas-batas. Ketika penginderaan terjadi, kelompok sebagai
kesatuan dapat melihat peluang yang muncul dan kekuatan kunci sistemik dalam isu.

3. Presencing: terhubung ke sumber inspirasi dan kehendak bersama. Pergi ke tempat


keheningan dan biarkan pengetahuan dalam muncul

Di bagian bawah U, individu atau kelompok dalam perjalanan U datang ke ambang yang
membutuhkan "melepaskan" segala sesuatu yang tidak penting. Dalam banyak hal, batas ini
seperti gerbang di Yerusalem kuno yang disebut "The Needle", yang begitu sempit sehingga
ketika unta dengan banyak bawaan mencapai itu, pengemudi unta harus melepaskan semua
barang bawaan itu agar unta dapat lewat - Sesuai Perjanjian Baru yang mengatakan bahwa
"Lebih mudah bagi seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya
memasuki kerajaan Allah".

Pada saat yang sama, kita tanggalkan aspek diri yang tidak penting (melepaskan), kita juga
membuka diri untuk aspek baru dari masa depan diri tertinggi kita (membiarkan datang). Inti
dari presencing adalah pengalaman kedatangan hal baru dan perubahan hal yang lama.
Setelah grup melintasi batas ini, tidak ada yang tetap sama. Anggota individu dan kelompok
sebagai keseluruhan mulai beroperasi dengan tingkat energi tinggi dan rasa kemungkinan
masa depan. Seringkali mereka kemudian mulai berfungsi sebagai kendaraan yang disengaja
untuk masa depan yang mereka rasa ingin muncul.

4. Co-creating (Mencipta Bersama): membentuk dasar (prototype) hal baru dalam


contoh nyata untuk mengeksplor masa depan dengan bertindak

Saya sering bekerja dengan orang-orang yang terlatih seperti insinyur, ilmuwan, manajer, dan
ekonom (seperti saya). Tapi ketika datang ke inovasi, kita semua telah menerima pendidikan
yang salah. Dalam semua pelatihan dan pendidikan, satu ketrampilan penting hilang: seni dan
praktek membentuk dasar. Itulah apa yang Anda pelajari ketika Anda menjadi seorang
desainer. Apa yang dipelajari desainer adalah kebalikan dari apa yang disosialisasikan dan
bisasakan untuk kita lakukan.

Saya masih ingat kunjungan pertama saya ke sebuah sekolah seni dan desain ketika saya
adalah seorang mahasiswa doktoral di Jerman. Karena saya telah menerbitkan sebuah buku
tentang estetika dan manajemen, seorang profesor desain di Berlin Academy of Arts, Nick
Roericht, mengundang saya untuk mengajar bersamanya dalam sebuah lokakarya. Malam
sebelum lokakarya, saya diundang untuk bertemu dengan Roericht dan lingkaran
kelompoknya di loteng apartemennya. Saya sangat ingin bertemu kelompok itu dan melihat
bagaimana desainer terkenal menata loteng apartemen Berlinnya. Saat saya datang, saya
terkejut. Loteng itu luas, indah - tapi hampir kosong. Di sudut dapur yang sangat kecil berdiri
sebuah wastafel, mesin espresso, beberapa cangkir, dan meja dapur kuasi. Tapi tidak ada
lemari. Tidak ada mesin cuci. Tidak ada meja di ruang utama. Tidak ada kursi. Tidak ada
sofa. Tidak ada kecuali beberapa bantal untuk duduk.

Kami memiliki malam yang hebat, dan kemudian saya mengetahui bahwa loteng kosong itu
merefleksikan pendekatannya akan membangun dasar. Misalnya, ketika ia mengembangkan
desain prototipe interior untuk kantor dekan di sekolah, dia mengeluarkan semua perabotan
dan kemudian melihat apa yang terjadi di sana. Roericht dan murid-muridnya kemudian
melengkapinya sesuai kebutuhan kepala sekolah yang sebenarnya - pertemuan yang
dilakukannya dan semacamnya - menyediakan objek dan perabotan yang dibutuhkan dalam
kenyataan. Membangun dasar menuntut bahwa pertama-tama Anda harus mengosongkan
semua benda (melepaskan). Kemudian Anda menentukan apa yang benar-benar butuhkan
(biarkan datang) dan menyediakan solusi prototipe untuk kebutuhan nyata. Anda mengamati
dan beradaptasi berdasarkan apa yang terjadi selanjutnya.

Ini adalah pelajaran yang berharga bagi saya. Saya berpikir: Nak, jika profesor desain
terkenal ini memiliki loteng tanpa apa-apa di dalamnya, kenapa sekolah-sekolah manajemen
terbaik dan semua pemikir manajemen terkenal tidak bisa membuat desain organisasi yang
sama-sama simpel yang membuang semua birokrasi yang tidak berfungsi?

Keesokan harinya kami mulai lokakarya sekitar pukul 1. Tugasnya adalah menciptakan papan
permainan untuk semua cara yang ada dan alternatif dalam mengatur ekonomi lokal dan
global. Sebuah tantangan desain yang cukup ambisius, pikirku. Tapi apa yang dikatakan
Roericht berikutnya benar-benar mengagetkanku: "Oke, sekarang bagi menjadi beberapa
kelompok. Jam 5 tiap kelompok mempresentasikan prototipe pertamanya". Saya tercengang.
Di dunia ekonomi dan manajemenku, reaksi untuk tugas desain seperti ini seharusnya:
"Pertama, itu terlalu besar. Anda harus mempersempit pertanyaannya. Dua, jika kamu
melakukannya, butuh waktu setahun atau lebih untuk meninjau semua pekerjaan yang harus
dilakukan mengenai topik itu. Lalu muncul dengan kesimpulan dan mungkin masukan untuk
apa yang dilakukan selanjutnya". Tapi maju dengan prototipe dalam waktu empat jam?
Pelatihan profesional saya bersikeras bahwa pendekatan ini kurang mendalam dan kurang
dari segi metode. Tapi yang tidak saya sadar sebelumnya adalah maju dengan prototype
kurang dari empat jam adalah metodenya. Saat metode konvensional berdasarkan pada
penetrasi analitis, lalu buat desain cetak biru, lalu membangunnya, metode prototipe bekerja
dengan berbeda. Pertama memperjelas pertanyaannya, kemudian amati, lalu bangun agar
lebih dapat mengamati, lalu beradaptasi dan sebagainya.

Jadi, prototipe bukanlah tahap yang datang setelah analisis. Prototipe adalah bagian dari
proses penginderaan dan penemuan di mana kita mengeksplorasi masa depan dengan
bertindak bukan dengan berpikir dan merefleksikan. Ini adalah seperti titik sederhana - tapi
saya telah menemukan bahwa proses inovasi dari banyak organisasi berhenti di sana, di
metode analisis lama tentang "kelumpuhan analisis".

Gerakan co-creation dari perjalanan U menghasilkan satu set contoh kehidupan kecil yang
mengeksplorasi masa depan dengan bertindak. Ini juga menghasilkan jaringan pencipta
perubahan yang bersemangat dan dengan cepat berkembang yang meningkatkan
pembelajaran mereka di seluruh prototipe dan yang saling membantu dalam menghadapi
tantangan inovasi apapun yang mereka hadapi.

5. Co-evolving (Berkembang Bersama): mewujudkan hal baru dalam ekosistem yang


memfasilitasi penglihatan dan tindakan dari keseluruhan

Setelah kita mengembangkan beberapa prototipe dan mikrokosmos yang baru, langkah
selanjutnya adalah meninjau apa yang telah dipelajari - apa yang bekerja dan tidak - dan
kemudian menentukan prototipe mana yang memiliki dampak tertinggi pada sistem atau
situasi yang ada. Datang dengan penilaian suara pada tahap ini seringkali memerlukan
keterlibatan pemangku kepentingan dari lembaga dan sektor lain. Seringkali, apa yang Anda
pikir akan Anda buat di awal proses U berbeda dari apa yang akhirnya muncul.

Hasil gerakan co-evolving di ekosistem inovasi yang menghubungkan inisiatif prototipe


tinggi dengan institusi dan pelaku yang dapat membantu membawa ke tingkat berikutnya
dalam uji coba dan penilaian.

Lima gerakan U berlaku baik di tingkat makro dari proyek inovasi dan arsitektur perubahan
serta tingkat meso dan mikro dari kelompok percakapan atau interaksi satu lawan satu. Dalam
seni bela diri Anda pergi melalui U dalam sepersekian detik. Ketika diterapkan untuk proyek-
proyek inovasi besar, proses U terbentang selama periode yang lebih lama dan dalam bentuk
yang berbeda. Jadi, komposisi tim di proyek-proyek seperti biasanya berubah dan beradaptasi
untuk beberapa tingkat setelah setiap gerakan.
Sukses Menjalankan Transformasi
Menggunakan Pendekatan U Process
( Teori U)
January 30, 2018 Leksana TH (www.sscleadership.com) Leave a comment

Otto Scharmer, Joseph Jaworski dan Peter Senge merupakan pakar system dan management
di MIT yang membidani lahirnya teori U. Latar belakang munculnya teori U dipicu
pemikiran mereka akan perlunya melakukan transformasi pada level individu sampai
organisasi. Mereka paham bahwa pendekatan (baca: cara-cara) yang ada selama ini tidak
menjawab tuntas perubahan yang diperlukan lingkungan yang berkembang sangat kompleks
seperti saat ini. Teori U memberi jawaban bagi individu, organisasi maupun system sosial
untuk mengatasi tantangan yang tadinya dirasa sulit untuk diatasi. Toeri U dapat digunakan
untuk melakukan perubahan mengakar dan mendorong inovasi.

Kecenderungan para leaders ketika menghadapi suatu masalah adalah ingin cepat-cepat
menyelesaikannya. Dorongan ini adalah kebiasaan umum yang ada pada hampir setiap
individu. Namun ketika seorang leader menggunakan landasan mindset yang sama, solusi
yang dihasilkan cenderung bersifat temporer. Penyelesaian masalah tidak akan tuntas dan
akan terulang lagi. Dengan kata lain seringkali solusi yang dipikirkan hanya meredakan
simptom atau gejala permasalahannya. Namun akarnya sendiri luput dari penyelesaian. Teori
U mengajak kita untuk melakukan perombakan (baca transformasi) dalam diri kita sebagai
individu atau sebagai leader yang ada di organisasi. Perubahan yang berdampak besar dan
inovasi adalah hasil yang akan diperoleh manakala kita menjawab tantangan masalah adaptif
dengan pendekatan teori U. Kita akan menggunakan istilah proses U karena didalam
pelaksanannya teori U merupakan proses atau kumpulan gerakan aktifitas. Ada tiga inti
gerakan dalam proses U yaitu Observe, Retreat – Reflect serta Act in an instant.
Inti gerakan pertama, observe, adalah proses untuk mengamati, mendengar dan merasakan
dengan ‘masuk’ kedalam diri para pelaku (para aktor) di ekosistem. Proses ini membutuhkan
keterbukaan pikiran untuk mendengar, merasakan serta melihat dari kaca mata menurut apa
yang terjadi dari sisi para pelaku. Proses observe hanya akan terjadi dengan optimal ketika
leaders berdiri di balkon dan mampu melihat dari perspektif yang berbeda tentang apa yang
terjadi. Metafora melihat dari atas balkon seprti yang disebutkan terdahulu adalah apa yang
dimaksud Ronald Heifetz dengan mengamati secara lebih luas dinamika interaksi terhadap
para ‘pedansa’ di lantai ruangan. Kemampuan meng’observe’ inilah yang menjadi salah satu
kunci utama suksesnya proses transformasi.

Report this ad

Proses berikutnya: retreat dan reflect adalah pelepasan dan pembersihan diri dari sumbatan
pikiran yang membatasi, limiting belief maupun rintangan yang berasal dari dalam diri.
Reflect merupakan proses yang menghubungkan individu dengan apa yang selama ini
terpendam dalam lapisan humanisme dan spiritual dirinya. Koneksi ini ada di bottom atau
ceruk terdasar proses U. Ketika kita menyadari apa yang menjadi life purpose (misi hidup),
apa yang memanggil diri kita (what life is calling), maka semua pengetahuan dan pencerahan
yang berada di lapisan kesadaran kita akan muncul kepermukaan. Secara ringkas life purpose
terdiri dari tiga komponen yaitu Knowing, Doing dan Being. Dalam knowing seorang leader
memahami secara esensial apa sebenarnya yang menjadi pekerjaanya. Jika seorang pemasang
batu bata hanya memaknai pekerjaanya sebagai tukang bangunan maka akan sangat berbeda
sekali impacknya jika dia memahami bahwa makna pekerjaaanya adalah sedang membangun
sebuah rumah peribadatan. Doing merupakan jawaban atas pertanyaan apa yang memotivasi
dan memberi semangat kepada diri seseorang. Bagaimana dia ingin menghabiskan waktunya.
Kemana perhatian dan energinya tercurahkan. Being merupakan jawaban atas keunikan yang
ada pada diri seseorang. Apa kekuatan dirinya? apa saja talenta yang dimilikinya? Apa yang
dia percaya sebagai jati dirinya?

Dari inti gerakan kedua ini kita melanjutkan ke apa yang disebut Acting in instant yaitu
proses untuk melakukan tindakan spontan dalam mencoba dan menyempurnakan pendekatan
baru untuk melakukan perubahan. Tindakan ini merupakan suatu terobosan yang didasari
oleh mindset baru para individu dan para leader. Yang tadinya dianggap tidak mungkin
sekarang menjadi suatu kemungkinan baru. Yang mendasari kemungkinan baru ini adalah
keberanian untuk keluar dari comfort zone. Tindakan nyata secara spontan dilakukan dengan
incremental atau setahap demi setahap. Saluran kritik dan feedback dibuat untuk
menyempurnakan tindakan selanjutnya. Proses Acting in an instant ini tidak akan dapat
dilakukan tanpa pendahuluan observe and retreat.

Ketika kompleksitas lingkungan makin meningkat, para leaders organisasi yang memfasilitasi
perubahan perlu menyesuaikan fokus mereka dari WHAT (hasil), dan HOW (metoda yang
digunakan), menuju kearah WHO (kondisi didalam diri dari para pelaku). Dengan kata lain,
memahami secara utuh ‘esensi interior’ dari semua pihak yang terlibat dalam dinamika
perubahan, menjadi vital bagi seorang leader yang ingin menavigasi perubahan dengan
sukses. Tanpa terjadinya perubahan di interior diri, perubahan di eksterior lingkungan akan
sulit terwujud. Kondisi interior atau sering juga disebut sebagai iceberg diri merupakan
lapisan thinking-feeling, belief, value, identity dan need dari seseorang. Kita akan membahas
lebih jelas apa yang dimaksud dengan lapisan iceberg ini di kesempatan lain.
Proses U mengajak kita untuk mengembangkan diri sejalan dengan kemungkinan masa depan
yang paling potensial dan mengajak kita beroperasi dengan suatu kesadaran baru. Proses U
juga membantu kita mengenali blindspot diri. Definisi blindspot adalah kita tidak melihat
ataupun merasakan keterbatasan, kekurangan ataupun kekeliruan diri kita sendiri. Blindspot
mengendalikan bagaimana seorang leader memiliki niatan (intention) dan mengarahkan
(directing) perhatiannya. Bill O’Brien, CEO Hanover Insurance, menyatakan bahwa yang
terpenting dari seorang leader bukan hanya apa hasil yang dicapai dan apa yang dilakukan.
Namun apa yang ada dalam “interior condition” atau kondisi didalam diri seorang leader.
Karena inilah tempat atau sumber dimana semua sikap dan tindakan leader tersebut berasal.
Satu situasi yang sama dihadapi oleh dua individu leader bisa membuahkan hasil pemikiran
dan respon yang amat berbeda. Perbedaan merespon ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi di
dalam diri leader tersebut.

Report this ad

Proses U juga dapat membantu kita untuk masuk keruang ‘slowing down’ dan ‘keheningan’.
Ruang ini merupakan tempat bagi leader untuk ‘mendengar’ ke tiap pelaku di lingkungannya
beroperasi. Termasuk diantaranya adalah membuka kesadaran dirinya untuk berada ‘diatas
balkon’ dan mampu ‘mengamati’ dirinya sendiri saat sedang ‘beraksi’. Kondisi ini adalah
kesadaran yang berada diatas kesadaran.

The success of an intervention depends on the interiror condition of intervener….

Bill O’Brien (ex CEO Hanove Insurance)

Kita menjadi pengamat pola respon yang tanpa sadar tertanam didalam diri kita selama
bertahun-tahun. Proses ‘slowing down’ memberi waktu melakukan ‘reflection’ dan membuka
tabir apa saja yang ada di dalam diri kita sendiri yang justru telah membebani diri kita untuk
tumbuh dan berkembang sebagai leader yang adaptif.

Salah satu pola diri yang sering kita jumpai adalah ketakutan, kekhawatiran, kemarahan,
ketersingunggan, rasa malu atau gengsi, ketidakberdayaan, dan jenis emosi reaktif lainnya.
Proses U membantu para leader agar dapat menelisik lebih dalam apa yang menjadi sumber
penghalang utama bagi masalah yang mereka hadapi. Proses mengamati, mundur sejenak dan
merefleksikan diri menjadi bagian krusial dari peningkatan kesadaran. Ketika seorang leader
memahami secara utuh dan terhubung ke sumber dirinya, maka dia akan memiliki
pencerahan dan kepekaan untuk memvisualisaikan apa yang sedang terjadi dan apa dinamika
yang mungkin akan muncul di masa datang. Menurut pencetus Teori U, Otto Scharmer, hal
ini adalah cara bekerja dari acuan masa depan yang akan muncul atau ‘presencing’. Asal kata
presence (masa kini) dan sensing (merasakan) bermakna menyesuaikan, mengatur frekuensi
dan masuk ke dunia kreatif dan inspiratif yang menuntun seseorang mengambil tindakan
berdasarkan potensi tertinggi dirinya.

Presencing terjadi ketika para leader terhubung ke inner source atau sumber kebijaksanaan
yang ada di diri mereka. Pada dasarnya source diri kita adalah kondisi pikiran murni sebagai
insan manusia yang esensinya adalah makhluk spiritual dan sosial. Jika koneksi ke source
terjadi maka kita seperti mendapatkan mata air yang memberikan kesegaran dan kejernihan
dalam berpikir dan menyikapi semua yang terjadi di sekeliling kita. Terhubungnya diri kita ke
sumber ini membuat seseorang dialiri oleh energi yang membersihkan diri kita dari polusi
pikiran yang ada dalam diri kita (kekalutan, kebingungan, ketakutan, kemarahan, kebencian,
kedengkian, kebodohan, keserakahan, kesombongan). Jika kita melatih diri untuk bisa
terhubung dengan sumber diri kita, maka kita akan membangkitkan kekuatan dan energi dari
dalam diri kita sendiri yang berlimpah, bijak dan berpengetahuan.

Report this ad

Untuk memahami lebih lanjut aplikasi proses U dalam membantu organisasi melakukan
transformasi kita menggunakan lima tahapan utama:

Tahapan Pertama
Tahapan ini disebut Co-initiating yang merupakan awal kita untuk menetapkan apa niatan
atau tujuan kita bersama untuk melakukan transformasi? Caranya adalah dengan melakukan
‘listening deeply to the system’ termasuk para stakeholder yang ada di ecosistem. Untuk
masuk kedalam tahapan pertama kita melakukan pergeseran cara mendengar dan melihat.
Dari proses ‘Downloading’ kita bergeser menuju ke ‘Suspending’. Dalam mode downloading
kita tanpa sadar mendengar dan melihat menggunakan kebiasaan lama ‘pemikiran’ dan
‘penglihatan’ kita. Ini termasuk didalamnya adalah pemikiran spontan kita ketika kita
berhadapan dengan suatu masalah. Secara otomatis kita sering melompat kepada versi
pemikiran kita sendiri mengenai apa yang sedang terjadi, siapa penyebabnya, apa perubahan
yang mestinya dilakukan, siapa yang perlu berubah agar masalah tadi terselesaikan. Cara
‘spontan’ ini tidak jarang menutup diri kita terhadap kemungkinan lain yang ada yang justru
bisa jadi terabaikan karena tertutupi pemikiran spontan tadi.

Oleh karena itu tahapan pertama untuk memulai proses perubahan dalam suatu system kita
perlu melatih penggunaan apa yang disebut ‘open mind’ atau keterbukaan pikiran. Proses
masuk kedalam diri dan mengamati kesadaran diri sendiri akan membuka pikiran kita
terhadap pemaknaan tentang apa yang terjadi di sekeliling kita.

The real power comes from recognizing patterns that are forming and fitting with
them….
Brian Arthur

Pada tahapan pertama kita mendalami apa asumsi dan judgment kita tentang apa yang terjadi
di sekeliling kita yang menyertai tantangan atau masalah yang kita hadapi. Cara untuk
mendalami asumsi kita adalah dengan mendengarkan apa yang terjadi menurut para pelaku
yang ada di suatu sistem. Kita membuka diri terhadap kemungkinan baru, mengamati dan
mendengar dari kacamata dan perasaan para pelaku yang ada di sistem. Didalam gerakan
pertama ini terjadi penghentian sementara (pause) dimana kita mengistirahatkan kebiasaan
untuk langsung menilai, menyimpulkan bahkan menghakimi apa yang terjadi menurut versi
yang ada pada cara pemaknaan kita. Pada gerakan pertama, kita diajak untuk melepaskan
asumsi dan paradigma berpikir kita yang tanpa kita sadari telah mengaburkan atau membatasi
pandangan kita. Kita seolah belajar untuk merasakan apa yang sedang terjadi di sistem
dengan posisi empati. Dalam keheningan kita ‘melihat’ menggunakan ‘kacamata’ sehingga
kita berpandangan lebih jernih. Pengertian jernih disini adalah beragamnya kejelasan
penglihatan dari berbagai sudut pemegang kepentingan bahkan termasuk pihak minoritas
yang mungkin tampak tidak signifikan. Cara pandang kita menjadi lebih objektif untuk
mendengar secara utuh apa yang dirasakan, dialami dan dimengerti oleh para stakeholder
selain diri kita, yang ada dalam suatu ekosistem.

Report this ad

Beberapa pertanyaan yang bisa menjadi petunjuk ketika melakukan proses U di tahapan
pertama antara lain:

1. Apa keadaan, situasi dan tantangan yang menimbulkan concern (keprihatinan) dari
diri anda saat ini yang ingin diubah (yang tidak nyaman, mengganggu, tidak
diinginkan) ? Perubahan seperti apa yang anda ingin raih atau wujudkan?
2. Apa yang menjadi niatan diri anda sebagai leader atau sebagai organisasi? Bagaimana
niatan diri anda ini bisa menjadi suatu niatan bersama (yang tidak hanya dilandasi
egoisme diri/organisasi anda) dengan pelaku system yang lain?
3. Siapa saja pelaku di sistem? dimana mereka berada? Apa pengaruh mereka terhadap
eksistensi dan tercapainya goal organisasi anda dan niatan diri anda?
4. Siapa diantara mereka yang bisa mewakili anggota sistem, yang suaranya bisa
menjadi referensi, valid dan representatif bagi organisasi anda?
5. Suara, informasi dan pendapat apa saja yang anda ingin dengarkan dari mereka?
Bagaimana anda akan terkoneksi dengan mereka?

Catatan apa yang dimaksud dengan pelaku sistem:


Yang dimaksud dengan pelaku sistem atau komponen sistem adalah pelaku langsung mapun
tidak langsung antara lain:
Masyarakat lokal, masyarakat adat setempat, konsumen, pelanggan, keluarga dari
pelanggan, para pencari kerja, calon wirausahawan, aliansi bisnis, pemerintah, karyawan,
management/BOD, pemegang saham, pemasok, pesaing, regulator, keluarga karyawan,
pengamat, para ahli atau para pakar, konsultan, futurist, negara tetangga, dan global,
NGOs, media, edukator, peneliti/periset, lembaga masyarakat dunia (PBB, WHO, UNICEF,
Greenpeace).
Contoh pentingnya untuk mendengarkan para pelaku sistem bisa kita perhatikan dari apa
yang terjadi dengan adanya pemain bisnis baru dan tergesernya pemain lama. Seperti kita
ketahui bersama bahwa bepergian kenegara lain dan menginap di hotel adalah sesuatu yang
bisa dikatakan cukup mahal dan tidak sedikit para pelancong yang tidak bisa menjangkau
biayanya. Bisnis hotel memiliki keuntungan yang fantastis sebelum munculnya airbnb.
Kealpaan industri hotel adalah tidak pekanya mereka mendengar dan melihat pelancong
yang ingin menginap dengan biaya yang masuk akal di kantong mereka dan sekaligus
membantu idle capacity pemilik tempat tinggal. Pendiri Airbnb mampu menangkap pains
dari berbagai sudut pemegang kepentingan apa yang mereka inginkan dan menjawabnya
dengan mempertemukan para pelancong atau traveler dengan para pemilik tempat tinggal.
Ide yang sederhana dan membuat revolusi baru yang berdampak besar di industri
perhotelan.

Tahapan kedua
Selanjutnya kita masuk ke tahapan kedua yang akan mengungkapkan realitas lebih jauh
menurut kacamata para pelaku sistem. Kunci sukses kita menjalankan tahapan kedua adalah
kemampuan untuk turut serta merasakan dari sisi mereka apa yang terjadi dan dialami. Yang
kita dengarkan bisa merupakan: kebutuhan, keprihatinan, kekhawatiran, kepedulian, aspirasi,
nilai, keyakinan dan kebiasaan yang menjadi suatu kepentingan bagi mereka. Dalam tahapan
kedua, proses yang terjadi adalah kita mulai membuka hati. Kita mendengar dengan
menyatukan mata hati dan kepedulian kita kepada semua pihak yang terlibat dalam mata
rantai suatu ekosistem.
Arah perhatian kita di tahapan ini mulai beralih dari merasakan dunia luar sebagai objek kita
menjadi subjek (bersama diri kita). Ini termasuk merasakan apa yang mereka (pihak disekitar
kita) rasakan terhadap diri kita. Fokus kita merasakan apa saja proses mental yang terjadi
didalam diri kita secara individu dan organisasi. Proses mental di organisasi bisa meliputi
rasa seperti tertekan, terpaksa, tersekat, terpinggirkan, terabaikan, terbantu, terpojok, dan
seterusnya. Dalam proses ini ada bagian merasakan efek tata nilai dan keyakinan yang ada
dimana secara historis dan budaya telah turut mempengaruhi proses dalam memaknai apa
yang terjadi dan hubungan antara diri kita dengan orang lain, lingkungan dan seluruh
stakeholder yang ada. Apa belief kita yang menjadi identitas dan merupakan pegangan misi
hidup kita. Apa yang menjadi dasar pemikiran dari hubungan kita dengan orang lain dan
lingkungan kita. Istilah yang digunakan di tahapan kedua adalah Co-sensing. Proses
merasakan di tahapan kedua membutuhkan empati dari dalam hati. Diikuti dengan
mempertanyakan apa yang menjadi asumsi diri kita tentang apa yang benar dan apa yang
keliru. Apa yang perlu dan apa yang tidak. Apa yang boleh terjadi dan apa yang semestinya
tidak terjadi. Tujuan kita melakukan proses ini adalah untuk sampai pada tahapan melepaskan
beban yang membatasi diri kita dari efektifitas dan kreatifitas sebagai individu maupun
organisasi. Pada proses kedua ini koneksi ‘merasakan’ terjadi ke berbagai partisipan dalam
system. Dari mulai partisipan yang paling dominan sampai ke mereka yang selama ini
suaranya terabaikan. Dalam praktek di organisasi bisnis, pelaku yang dimaksud bisa
merupakan pelanggan heavy users, pelanggan yang marginal, supplier alternatif, orang yang
tidak mampu menjadi pelanggan (tidak mampu membeli, tidak terlayani), kompetitor yang
belum atau akan muncul, para karyawan talenta yang keluar, pembuat regulasi, anggota
keluarga para pengguna produk atau jasa, para desainer teknologi, dan seterusnya.

Report this ad

Di tahapan kedua ini kita diajak untuk merasakan dengan terlebih dulu meletakkan asumsi,
penilaian, sinisme, juga kekhawatiran kita jauh-jauh dari proses pemikiran kita. Tempat kita
merasakan berasal dari titik non judgemental dan murni hanya merasakan sampai kita bisa
masuk serta menghayati apa yang sedang terjadi yang dihayati dari kacamata pelaku atau
partisipan di system tersebut. Ketika melakukan proses ini kita masuk dalam kondisi yang
disebut Open Heart. Hati kita terbuka untuk menerima dan menghayati apa saja yang selama
ini dirasakan oleh anggota suatu system. Dalam melalui proses ini bisa jadi akan timbul
ketidaknyamanan karena kita akan masuk ke garis batas rasa bersalah atau takut ketika
sebagai satu kelompok kita dapat dengan lebih jelas melihat diri sendiri secara transparan dari
sisi empati perspektif orang atau pihak lain. Tidak jarang proses ini juga merupakan proses
yang dapat menimbulkan penyangkalan dan penolakan. Transformasi leader kebanyakan
berhenti disini karena terjadinya penolakan atau penyangkalan ketika masuk merasakan
bagaimana diri mereka dilihat dari sisi multi dimensi para pelaku lain di system. Biasanya
belief system, values maupun asumsi lain yang lebih berdasar kepada pemahaman sepihak
menjadi lebih dominan pada individu yang ‘tersumbat’ dan cenderung merasa diri atau
kelompoknya tidak mungkin keliru. Transformasi di organisasi biasanya akan menjadi artefak
atau simbol saja tanpa terjadinya proses di tahapan kedua ini. Di tahap ini suatu organisasi
akan dapat merasakan apa hal-hal yang selama ini telah dilakukan secara kolektif yang justru
tanpa disadari menjadi bagian dari penyebab timbulnya masalah atau tantangan yang ada.

You can not understand the system unless


you changed it….

Kurt Lewin

Secara kolektif kita sebagai individu dan kelompok memiliki kecenderungan berpikir,
berperasaan, values dan keyakinan serta kebutuhan yang homogen sehingga tercipta pola
kolektif. Hal inilah yang tanpa disengaja dapat menjadi penghalang potensi tertinggi suatu
kelompok sekaligus menjadi sumber munculnya masalah. Proses macetnya perubahan
kolektif ini biasanya terjadi karena adanya homogenisasi atau terhalanginya diversifikasi
pemikiran dan anggota kelompok. Fenomena ini mengakibatkan pola berpikir dan komposisi
mindset anggota-anggota kelompoknya saling menguatkan kekeliruan menjadi distori
organisasi atau kelompok. Jika tahapan kedua ini dilalui organisasi dan para leadernya maka
keberhasilan membuka kesadaran baru akan tercapai dan dapat mengantarkan kita masuk
ketingkat keheningan dan ketenangan yang amat diperlukan sebagai kondisi di tahapan
ketiga. Dalam tahapan kedua ada satu titik dimana kita perlu mengakui dengan legowo dan
ikhlas apa yang telah menjadi beban diri (value, belief, culture, kebiasaan, pola pikir) yang
justru telah berkontribusi terhadap terbentuknya masalah atau tantangan yang ada. Dititik
pelepasan inilah secara kolektif organisasi dan para leadernya mulai terhubung ke tingkatan
jiwa (soul) serta kesadaran yang lebih dalam.

Report this ad

Beberapa pertanyaan dibawah ini yang bisa menjadi petunjuk untuk melakukan proses U di
tahapan kedua (untuk organisasi):

1. Apa situasi dan tantangan yang sedang terjadi saat ini? bagaimana situasi/tantangan
ini menurut apa yang dirasakan masing-masing para pelaku di sistem? Apa yang
membuat solusi menjadi buntu?
2. Apa saja suara yang menjadi keprihatinan dan aspirasi para pelaku di sistem yang
ada? Apa yang mereka alami sebagai sesuatu yang adil, membantu, dan membawa
perubahan kearah yang lebih baik bagi mereka?
3. Apa inisiatif yang diharapkan terjadi oleh anggota sistem? bagaimana inisiatif ini
akan menjawab tantangan pada skala system yang lebih besar lagi?
Jika ada beberapa hal yang perlu diubah, apa saja? Seperti apa perubahan ini akan
terjadi seperti yang diharapkan oleh anggota sistem?
4. Apa peran diri anda dalam situasi ini? Apa sikap yang anda ambil selama ini?
Bagaimana anda melihat sikap anda untuk mengatasi situasi atau tantangan yang ada?
5. Apa yang sebenarnya dirasakan oleh anggota sistem terhadap eksistensi organisasi
anda? (manfaat, concern, ekspektasi, peran, perubahan)
6. Apa yang menjadi asumsi anda? apakah asumsi ini fakta atau penilaian anda
7. Bagaimana asumsi anda sudah membantu atau menghambat perbaikan situasi?

Tahapan Ketiga
Terjadinya tahapan ketiga bukanlah proses yang otomatis namun merupakan upaya lanjutan
dari tahapan kedua. Ketika lingkaran perhatian para leaders berekspansi, realitas baru akan
tertangkap oleh persepsi leaders tersebut. Gerakan ketiga ini adalah menyatunya proses
‘merasakan’ dan ‘melihat’ serta ‘mendengarkan’ dari perspektif baru kedalam diri seorang
leader. Proses ‘being’ atau ‘menjadi diri’ inilah yang disebut Presence + Sensing atau
Presencing. Untuk sampai kepada tahapan ketiga ini seorang leader menggunakan
proses mendengar dari dalam dirinya dan berada pada apa yang disebut mendengar tingkatan
generative.

We fail to understand many things because we specialize too easily and too drastically,
philosophy, religion, psychology, natural science, sociology, etc., each has their own
special literature. There is nothing embracing the whole in its entirety.

Peter D Ouspensky

Ketika mendengar berada ditingkatan atau kondisi ini maka mendengar menjadi menyimak,
memperhatikan, merasakan dan membuka sanubari jiwa. Percakapan yang dilandasi oleh
mendengar tingkatan keempat ini menjadi wadah untuk memunculkan kemungkinan masa
depan yang berasal dari tempat perwujudan potensi diri tertinggi. Pada tahapan kedua dan
ketiga individu menggunakan skill leader adaptive yang disebut “on the balcony and in the
dance”. Para leader mampu barada di balkon untuk mengkaji pada saat diri mereka
melakukan ‘dancing’. Bagaimana mereka bisa berada pada lapisan balkon atau kesadaran
yang lebih tinggi untuk melihat diri sendiri dan pelaku lain secara utuh dan objektif. Di dasar
proses U terjadi penyatuan diri leader dengan apa yang ‘menjadi panggilannya’ dalam
konteks kehidupan dan pekerjaan. Proses ini merupakan landasan transformasi diri seorang
leader yang membuat terhubungnya kita dengan sumber mata air kehidupan. Makna dari
dasar proses U ini adalah bagaimana seorang leader dapat menembus lapisan terdalam diri.
Momen terkoneksinya diri kita dengan sumber diri membuat seolah segala sesuatunya
tampak melambat dan anda dapat mengamati dengan jelas apa yang terjadi ketika keheningan
hadir. Dalam posisi ini anda merasakan ‘kebersihan’ dan kondisi yang pikiran yang terbebas
dari pewarnaan, pemaknaan yang berasal dari kultur, pengajaran, kebiasaan yang mungkin
membuat diri kita ‘merasa’ menjadi manusia yang lebih baik, lebih tinggi, lebih terhormat
dari yang lain. Dari tempat ini kita berada pada kesahajaan, memahami diri kita yang
hakekatnya berisi kasih dan kepedulian. Dari tempat ini terpampang keluasan dan kedalaman
atas apa yang kita lihat, rasakan dan dengarkan. Kita menemukan apa yang disebut
pencerahan jiwa.
Report this ad

Untuk sampai pada momen ini kita perlu melepaskan kebisingan, dan kegelisahan yang
disebabkan egoisme ataupun kekhawatiran diri kita. Dengan kata lain ketika kita melepaskan
‘bagasi’ yang selama ini membatasi diri, kita akan ‘menyambut’ hadirnya ‘identitas humanis’
dan ‘kemampuan’ baru diri kita. Disaat inilah kita akan dapat merasakan satunya diri kita
dengan ‘alam’ atau lingkungan kita. Perasaan dan perhatian kita tidak terpusat hanya pada
diri, organisasi atau kelompok kita atau dunia luar sebagai objek. Perhatian periferal kita
melebar kearah multidimensi menjadi satu dengan kepekaan merasakan dari berbagai titik
penjuru elemen pelaku di sistem kehidupan. Perasaan dan insting kita menajam terhadap apa
yang terjadi di dalam dan di luar diri kita. Semua seolah terhubung dan tidak ada yang
dinamakan kebetulan. Masuknya diri kita ketahapan ketiga tidak terlepas dari proses untuk
menyerahkan dan menyatukan diri serta komitmen untuk menjadi leader yang “melayani”.
Jika kita masih lekat dengan memegang kekuasaan, kontrol, dominan dalam hirarkis dan
analitikal maka kita akan sulit untuk masuk ke tahapan ketiga. Salah satu belief yang paling
penting dari tahapan ketiga untuk ditanamkan adalah menyadari, menerima dan mengakui
bahwa ada kesamaan dan kesetaraan di diri tiap insan manusia. Dirinya tidak merasa lebih
istimewa dari orang lain dan menerima kenyataan bahwa dirinya juga sedang dalam proses
belajar dan perlu memperbaiki diri.

Kunci sukses suatu proses transformasi budaya organisasi secara tuntas terletak pada
terjadinya tahapan ketiga. Mecetnya proses transformasi untuk mencapai tujuan perubahan
budaya dan kinerja organisasi biasanya berakar dari tidak terjadinya penyelarasan mind and
soul para leaders untuk kembali pada pengabdian, pelayanan dan pembelajaran (learning to
learn). Proses perombakan struktur, strategi maupun personnel di top manajemen perusahaan
besar tidak akan berefek ke perubahan perilaku dan sikap organisasi. Perilaku dan sikap
transaksional yang dicontohkan para leader sehari-hari telah membentuk pola
ketidakpedulian dan kepentingan individual. Hanya ketika seorang pimpinan meleburkan
dirinya ke medan kepentingan yang lebih besar maka para leader akan mampu menggerakan
SDM yang mempercayai dan menjalankan transformasi.

Beberapa pertanyaan dibawah ini merupakan pointer untuk meninjau apakah proses U
tahapan ketiga terjadi di organisasi anda:

1. Bagaimana anda melihat evolusi dalam identitas, peran dan image diri/organisasi
anda?
2. Apa yang anda/organisasi anda rasakan sebagai suatu bentuk masa depan yang akan
lahir dari evolusi diri/organisasi anda?
Dimana potensi terbesar dari diri/organisasi anda akan muncul?
3. Jika anda melihat dari perspektif yang lebih luas, apa yang sedang anda coba lakukan?
apa yang menjadi perjalanan misi anda/organisasi anda?
4. Bagaimana dalam perjalanan ini anda menjadi contoh perubahan? Apakah perubahan
sikap ini penting untuk diikuti dan ditanamkan sebagai bagian perubahan budaya?
5. Sejauh mana apa yang dikatakan dan dilakukan para leaders di organisasi anda
menjadi inspirasi bagi karyawan dan mendorong terwujudnya perubahan organisasi
anda? berikan contoh konkritnya?
6. Bagaimana anda melihat warisan yang akan ditinggalkan oleh anda atau organisasi
anda kepada generasi berikutnya? Apa sejarah yang telah anda buat di diri, keluarga,
masyarakat ataupun oleh organisasi anda?

Report this ad

Tahapan Keempat
Menurut satu studi yang dilakukan terhadap ‘proses reenginering’ dan ‘change management’,
hampir 70% upaya reenginering ataupun perubahan budaya organisasi gagal. Penyebab
utamanya jika dilihat dari kacamata teori U adalah absennya tahapan kedua dan ketiga dalam
proses perubahan. Pada umumnya proses perubahan yang terjadi hanya sampai pada tahapan
pertama yaitu bereaksi dengan mendownload informasi. Kalaupun sampai pada tahapan
kedua ketika mulai memahami apa yang terjadi, niatan merasakan lebih condong pada
kepentingan untuk memenuhi ego sukses diri atau organisasinya dan menganggap pelaku
sistem adalah objek yang perlu dikelola. Arah output transformasipun larinya bisa ditebak
hanya sampai pada perwujudan mengubah struktur, proses bisnis, atau membuat KPIs. Para
leaders yang ada di organisasi seperti ini umumnya belum sampai pada taraf mampu berkaca
terhadap dirinya sendiri atas terjadinya situasi atau timbulnya masalah.

Tahapan kedua dan ketiga memiliki keistimewaan yang terletak pada perbedaan kemauan dan
niatan para leaders di organisasi. Pada tahapan kedua proses pengamatan secara mendalam
oleh para leaders mulai dipraktekkan di organisasi. Aktivasi mengetahui fenomena yang
terjadi akan ‘masuk’ jika melalui proses ‘menempatkan’ diri ke posisi stakeholders dan
merasakan apa yang ada dalam diri mereka mulai dari aspirasi, keinginan, kekhawatiran
ketika melihat masa depam. Tahapan ketiga memasukan para leaders untuk terhubung kepada
sumber dirinya secara utuh atau disebut ‘presensing – connecting to the soul’. Melalui proses
ini apa yang akan terwujud sebagai potensi terbesar masa depan dari situasi yang ada saat
kini mulai terbaca oleh para leaders. Ketika para leaders masuk ke kondisi ini maka tahapan
keempat adalah lanjutan untuk masuk kedalam proses yang disebut breakthrough possibility
melalui kristalisasi niat masa depan yang ingin diwujudkan.
Pada tahapan keempat ini para leaders memiliki keyakinan penuh atas prototyping model
action yang akan mereka lakukan. Para leaders memiliki kejelasan atas apa upaya bersama
perubahan ataupun inisiatif baru yang akan dieksperimentasikan. Pada tahapan keempat para
leaders bersikap terbuka dan menyambut spontan apa yang menjadi respon, serta feedback
para stakeholders ketika model prototype dijalankan. Sikap ini disebut sebagai letting come.
Dengan membawa sikap ini maka trust dan kolaborasi menjadi ciri para leader membina
hubungan baik dalam teamnya maupun dengan para stakeholder. Dengan adanya trust atau
kepercayaan yang terpupuk, maka para stakeholder turut membantu dengan partisipasinya
mewujudkan visi bersama menjadi terobosan nyata. Tahapan keempat dilakukan dengan
cepat dan inkremental pada medan yang dipilih untuk piloting serta sekaligus
menyempurnakan terapan ide agar lebih efektif, kreatif dan aplikatif. Para stakeholder ini
menjadi jaringan yang aspirasinya maupun kebutuhannya diakomodasi dan menjadi bagian
pengkayaan proses inovasi. Mereka didengar feedbacknya dan proses perbaikan terjadi
sampai menemukan skala aplikatif dari inisiatif atau protoype yang ada.
Tahapan keempat merupakan proses cross checking dan continuous improvement ide dengan
realitas yang ada lapangan. Bagaimana hambatan diketahui, diatasi secara kolaboratif dan
penyesuaian dilakukan secara cepat. Tahapan keempat juga merupakan proses untuk
mendidik stakeholder serta komunitas ekosistem untuk menyambut ide dan inisiatif, mencoba
menggunakan dan menjalankan bersama. Dari tahapan keempat ini maka masalah yang
tadinya dianggap sebagai tantangan yang amat sulit bisa menjadi ringan dan semua pihak
membantu untuk merancang, mencoba, menerapkan dan menyempurnakan solusinya. Proses
design thinking menggunakan eksperiensial perception dari profil konsumer dan stakeholder
lainnya menjadi salah satu tool yang bisa digunakan untuk mematangkan tahapan kelima
sebagai launching pad untuk perubahan, peluncuran suatu gagasan ataupun terobosan produk
baru.

Never doubt that a small group of thoughtful, committed, citizens can change the world

Margareth Mead

Report this ad

Beberapa pertanyaan dibawah ini bisa menjadi acuan untuk mengetahui sejauh mana
proses U tahapan keempat terjadi di organisasi anda:

1. Bagaimana anda mempraktekkan perubahan yang diperlukan diri/organisasi anda?


2. Bagaimana para leaders menyambut perubahan dan praktek baru mereka dalam
menerapkan proses perubahan?
3. Bagaimana proses feedback terhadap perubahan ataupun penyempurnaan dijalankan?
4. Sejauh mana mekanisme perbaikan bisa langsung dipraktekkan dengan segera?
5. Apa yang masih menjadi penghambat dan perlu ditangani dengan segera?
6. Bagaimana para leader menggunakan pola mendengar dan berkomunikasi dari level
empati dan generative?

Tahapan Kelima
Ketika masuk ke tahapan kelima maka apa yang menjadi cetusan inspirasi yang diperoleh
dari tahapan ketiga dan keempat perlu tetap terhubung ke sumber diri kita yang terdalam.
Tahapan kelima pada dasarnya adalah penghayatan skala penuh dari proses transformasi atau
inovasi atau solusi yang dijalankan. Para leader memiliki Infrastruktur untuk mereview dan
memberi feedback secara instan atas perubahan yang terjadi sebagai efek di medan
ekosistem. Intensitas hubungan kepada stakehoder dan sistem menjadi bagian yang perlu
dirawat oleh para leader di gerakan ini.

When my knowledge is helpful to the various practitioners in the field – that is the
moment when I know that I know….

Edgar Schein

Proses untuk sampai ke tahapan kelima membutuhkan stamina empat dimensi energi: mental,
emosional, spiritual dan fisik dari seorang leader. Mereka perlu berlatih untuk secara rutin
agar mampu memberikan tambahan batere energi empat dimensi. Para leader yang mampu
membawa tahapan kelima mengembangkan agility dan endurance. Mereka merawat
kesehatan jasmani dengan baik, menjaga nutrisi makan dan minum, mengelola ritme emosi
dan memperkuat hubungan spiritual dengan sumber dirinya. Tantangan dan dinamika proses
transformasi akan menimbulkan ketegangan yang menguras energi. Para leader di tahapan ini
melakukan penghayatan utuh dalam proses berpikir-berperasaan dan berperilaku. Kunci
tahapan kelima ada di praktek kontinyu. Para leader berlatih terus mengkondisikan adanya
ruang keheningan dan ketenangan ditengah situasi tekanan dan perubahan yang ada.
Dalam tahapan kelima ini Otto Scharmer menyebutkan bahwa kita perlu menyatukan
intelegensi ‘head-heart and gut’. Ketika head atau akal terlalu kuat maka tidak jarang seorang
leader menggunakan logika dan pikiran transaksional. Ini bukannya tidak perlu namun
penggunaan ‘head’ yang dominan akan menyebabkan sikap dan tindakan yang biasanya
didasari rasa kekhawatiran. Proses penyatuan head-heart dan gut membantu memantapkan
pikiran ketika berada pada posisi ragu ragu. Penggunaan heart memberi arah agar diri kita
merasakan apa yang benar dan musti dilakukan. Penggunaan gut memunculkan keberanian
mengambil tindakan. Kombinasi trio head-heart-gut membuat seorang leader terasah untuk
secara intuitif menjadi peka, berwawasan, antisipatif, inspiratif, responsif, kreatif dan berani
mengambil keputusan pada saat yang tepat dan sulit.

Report this ad

Pada tahapan kelima ini menurut Joseph Jaworski yang penting adalah para leader perlu
menjaga pada jalur kompas niatan mereka yang lebih luas dari kepentingan diri sendiri.
Leader yang tertransformasi adalah mereka yang terhubung ke eco (lingkungan) dan melepas
ego. Berani mengatakan apa adanya (authentic), tidak berbohong kepada diri sendiri (self
truth) dan dengan tegas mengatakan tidak untuk hal hal yang tidak selaras dengan value
humanismenya. Pola ini bukan hanya menjadi tindakan sesaat tetapi sikap yang tercermin
dalam perilaku keseharian. Mungkin hal ini terdengar idealis namun menurut Simone Amber,
seorang leader dari Schlumberger yang merupakan inovator di corporate social responsibility,
dikatakan: “Ketika kita benar benar mempertahankan niat sejati diri kita sebagai manusia,
berani jujur, dan melangkah, maka pintu akan mulai terbuka. Walaupun ada kesulitan namun
dengan upaya anda kemudahan akan tetap diberikan, sepertinya jalur untuk anda
dibentangkan olehNya”. Pada tahapan kelima ini para leader tidak berhenti hanya
memperbaiki ide dan menjalankannya namun mereka tetap merasakan apa yang terjadi di
medan dan cepat menangkap setiap kesempatan yang muncul. Mereka fokus memperhatikan
dan peka mendengar munculnya setiap kemungkinan, kesempatan baru dan menindaklanjuti
secara instan dengan operasional diri yang terkoneksi ke purpose, misi, nilai-nilai dan
kepentingan ekosistem yang lebih luas.

Beberapa pertanyaan dibawah ini bisa menjadi pointer untuk mengecek apakah proses U
tahapan keempat terjadi di organisasi anda:

1. Apa inovasi atau terobosan baru yang anda lakukan dalam level perilaku, sikap dan
mindset para leader maupun diri anda sendiri?
2. Bagaimana anggota sistem di lingkungan bisnis anda merespon terobosan baru ini?
Pencapaian apa yang telah berhasil dilakukan? Mana yang masih belum menunjukan
hasil? Apa pembelajaran yang dilalui dari proses penerapan perubahan?
3. Perubahan apa yang telah terjadi dengan para leaders yang ada di organisasi anda?
Apa perbedaan mendasar dari cara organisasi anda mengelola hubungan dengan
komponen system yang ada (antara sebelum dan sesudah transformasi)?
4. Seberapa solid perubahan di tingkat mindset dan perilaku telah terjadi di para leader
organisasi anda? Bagaimana mempertahankan momentum ini terhadap tantangan
yang akan muncul di masa datang?

Theory U merupakan pendekatan holistik untuk proses transformasi individual sampai skala
organisasi besar. Namun dalam mengaplikasikan theory U perlu pemahaman yang mendalam
tentang tools dan kelengkapan teknik fasilitasi untuk menjalankan prosesnya. Menurut
pengalaman penulis, ada satu institusi keuangan di Indonesia yang pernah mencoba
menerapkan theory U namun tidak berhasil. Yang terjadi adalah kurangnya pemahaman apa
yang diperlukan dalam proses di tiap tahapan dan fasilitator seperti apa yang dapat
membimbing delivery proses U. Kelengkapan skill seperti coaching (minimal level PCC),
NLP, psychodrama, social presencing, contemplative approach, iceberg change, structured
thinking, systemic thinking, gestalt approach, clean language, neuroscience based change,
emotional intelligence, group dynamics, constellation akan sangat membantu proses
transformasi U di lima tahapan berjalan dengan efektif. Kelengkapan kemampuan diatas dari
fasilitator di aplikasi Theory U akan sangat membantu berhasilnya proses transformasi
menggunakan pendekatan U process.

Report this ad

______________________________________________

by Leksana TH

leksanath@hotmail.com

contact:+62.81212557296

http://www.sscleadership.com

Anda mungkin juga menyukai