Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan
rahmatNya karena Dia senantiasa memberikan hikmatNya sehingga penyusunan
makalah ini bisa terlaksana dengan baik.
Seandainya dalam penyusunan makalah ini ada yang tidak sesuai maka itu
adalah bagian dari kelemahan penulis. Walaupun penulis telah berusaha sesuai
dengan kemampuannya tetapi kita yakin bahwa setiap manusia tidak ada yang
sempurna dan mudah mudahan melalui kritik yang sehat dari para pembaca,
semoga menjadi pedoman dimasa yang mendatang akan kebesaran Tuhan Yang
Maha Esa.
Akhir kata dalam penyusunan makalah ini semoga menjadi bahan pelajaran
dimasa depan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
Kondisi yang terjadi saat ini seperti yang telah diteliti oleh tim Kemenpora
pada tahun 2014 di beberapa daerah, menunjukkan masih minimnya kesempatan
dan peluang yang dimiliki oleh pemuda untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan. Pemuda masih belum memiliki akses untuk berpartisipasi dalam
proses-proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi
kegiatan-kegiatan pembangunan.Yang terjadi adalah posisi pemuda masih
diletakkan sebagai objek pembangunan, bukan sebagai subjek/pelaku
pembangunan. Hal ini diantaranya disebabkan minimnya komunikasi dan
informasi yang dapat diakses oleh pemuda tentang tahapan dan proses
pembangunan. Selain itu terlihat masih belum adanya kepercayaan dari pihak
penyelenggara pemerintahan untuk melibatkan pemuda. Pemuda masih dianggap
sebagai sumber masalah, bukannya sebagai potensi dan modal utama
pembangunan.
Selain itu belum adanya alat ukur dan indikator untuk melihat sejauh mana
kegiatan dan program kepemudaan yang telah berjalan memiliki implikasi
terhadap peningkatan kapasitas pemuda menyebabkan tidak terukurnya
pencapaian program pembangunan kepemudaan yang sudah berjalan selama ini.
Saat ini indikator yang ada lebih bersifat kuantitatif, yang hanya mencakup
besaran peserta maupun daya jangkau kegiatan, Padahal dampak lebih jauh yang
diharapkan adalah pada peningkatan kualitas sumber daya manusia yang
seharusnya dapat diukur secara lebih spesifik.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara umum pengertian olahraga adalah sebagai salah satu aktivitas fisik
maupun psikis seseorang yang berguna untuk menjaga dan meningkatkan kualitas
kesehatan seseorang setelah olahraga. Olahraga datang dari bahasa Perancis
Kuno desport yang bermakna kesenangan, serta pengertian berbahasa Inggris
tertua ditemukan seputar tahun 1300 yakni segala hal yang mengasyikkan serta
menghibur untuk manusia. Olahraga adalah satu diantara sumber utama dari
hiburan karenanya ada pendukung olahraga yang umumnya terbagi dalam
beberapa besar orang dan bisa disiarkan lebih luas lagi lewat tayangan olahraga.
Olahraga adalah kesibukan yang benar-benar utama untuk menjaga kesehatan
seseorang.
Sebenarnya bidang olahraga merupakan bidang yang besar yang juga terkait
dengan bidang-bidang lainnya. Mungkin ada sekelompok pemuda yang
memandang sebelah mata bidang ini menganggap olaraga sebagai bidang yang
kurang menjanjikan untuk masa depan. Padahal olahraga tidak hanya terkait
dengan atlet dan pelatihnya saja, ada irisan bidang industri bidang olahraga,
teknologi olahraga dan sport science. Sebagai pemuda yang kreatif kita hrus bisa
melihat peluang yang ada di bidang olahraga.
Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah tak ada program pembinaan, dana
pembinaan pun tak banyak bisa bicara. Bila dibandingkan dengan negara lain,
anggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga Indonesia jauh lebih kecil. Di
Australia, Thailand dan Singapura, dana olahraga mereka mencapai masing-
masing 0,1%, 0,2%, dan 4,2% dari pendapatan negara. Sementara di Indonesia
hanya 0.08%. itu pun belum dikurangi biaya operasional kementrian seperti gaji
pegawai.
Sudah menjadi paham umum kalau kita belum memiliki lapangan sepakbola
yang bagus. Itu hanya di satu bidang, belum yang lain. Kurangnya perhatian
pemerintah untuk menyediakan fasilitas pendukung olahraga yang baik membuat
bidang ini makin tidak atraktif. Mereka yang telah memutuskan untuk menjadi
atlet pun akan sulit berkembang. Di samping itu, kalau pun ada sarana yang baik,
itu hanya terpusat di Jawa. Para atlet dari daerah harus meninggalkan daerahnya
sejak usia dini bila ingin menjadi professional. Ini tentu membuat sebagian
akhirnya memutuskan untuk tidak berkarir di dunia olahraga meski punya potensi
besar.
PENUTUP
A. KESIMPULAN