Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Skabies
1. Gambaran kejadian skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh
infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei dan
produknya (Djuanda, 2007). Menurut Soedarto 1992, skabies
adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei
yang menyebabkan iritasi kulit. Parasit ini menggali parit-
parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gata-gatal
dan merusak kulit penderita. Sedangkan menurut Wahidayat
1998, skabies adalah penyakit kulit yang mudah menular dan
ditimbulkan oleh infestasi kutu Sarcoptes scabiei var homini
yang membuat terowongan pada stratum korneum kulit,
terutama pada tempat predileksi.

Sarcoptes scabiei adalah parasit yang termasuk dalam


filum artropoda (serangga). Secara morfolik, merupakan
tungau kecil berbentuk oval, punggungnya cembung dan
bagian perutnya rata. Berwarna putih kotor, ukuran yang
betina berkisar 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan
yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200
mikron.

Siklus hidup tungu ini adalah sebagai berikut. Setelah


kopulasi yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati.
Tungau betina yang telah dibuahi akan menggali terowongan
dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 milimeter
perhari dan meletakkan telurnya 2-4 butir sehari sampai
mencapai jumlah 40-50 butir telur. Telur akan menetas
biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva. Larva ini
dapat tinggal, tetapi dapat juga keluar. Seluruh siklus
hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8-12 hari.

Skabies umumnya menyerang bagian lipatan tubuh.


Gejala gatal-gatal, menyerang pada bagian kulit dimalam
hari. Penyakit skabies, disebabkan faktor kebersihan yang
kurang dipelihara secara baik. Alat tidur berupa kasur, sprei,
bantal, tempat tidur dan kondisi kamar yang pengab, dapat
memicu
8

terjadinya gatal-gatal (Siswono, 2005). Penyakit gatal-gatal ini mudah


menyerang siapapun yang jarang mandi. Karena itu, jika ingin
menghindar dari serangan penyakit gatal-gatal, maka harus menjaga
kebersihan. Bahkan skabies dapat menjangkit siapa saja yang
bersentuhan tubuh dengan penderita (Siswono, 2005).

Skabies sering dikaitkan sebagai penyakitnya anak pesantren


alasannya karena anak pesantren suka/gemar bertukar, pinjam meminjam
pakaian, handuk, sarung, bahkan bantal, guling dan kasurnya kepada
sesamanya, sehingga disinilah kunci akrabnya penyakit ini dengan dunia
pesantren (Handri, 2008)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya skabies

Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara


lain sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual
dengan berganti-ganti pasangan, perkembangan demografis serta
ekologis. Penyakit skabies disebut juga penyakit masyarakat karena
mudah menular dan sangat cepat perkembangannya, terutama di tempat
yang padat penduduk (Rahariyani, 2007).

Kelainan kulit ini tidak hanya dapat disebabkan oleh tungau skabies,
tetapi juga oleh garukan penderita sendiri. Gatal yang terjadi di sebabkan
oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau. Kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papula, vesikel, urtika, dll.
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoresiasi, krusta dan infeksi
sekunder.
Pasien dengan skabies mempunyai gejala yang sangat khas. Ini
berbeda dengan penyakit kulit yang lain. Gejala tersebut antara lain :

a. Proritus nocturna, yakni gatal pada malam hari. Ini terjadi karena
aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas,
dan pada saat hospes dalam keadaan tenang atau tidak beraktivitas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok. Misalnya dalam


sebuah keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga dapat terkena
9

infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat


penduduknya, misalnya asrama, pesantren dan penjara.

c. Adanya lesi yang khas, berupa terowongan (kurnikulus) pada


tempat-tempat predileksi; berwarna putih atau keabu-abuan,
berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok, rata-rata panjang 1cm.
pada ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel. Tempat
predileksinya adalah kulit dengan stratum korneum yang tipis yaitu
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan
ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong,
genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
mengenai telapak tangan dan kaki.

d. Ditemukannya tungau merupakan penentu utama diagnosis.


Diagnosis penyakit skabies dapat dibuat jika ditemukan 2 dari 4
tanda kardinal di atas.

3. Epidemiologi skabies

Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.


Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain:
sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk dan perkembangan
demografik serta ekologik (Landow, 1984). Penyakit skabies dapat
terjadi pada satu keluarga, tetangga yang berdekatan, bahkan dapat
terjadi di seluruh kampung (Sungkar, 2006).
Penyebab dan proses terjadinya penyakit skabies berkembang dari
rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses
interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis,
fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis) dengan penyebab
(agent) serta dengan lingkungan (environment).
10

Host

Environment Agent

Skema 2.1.

Hubungan interaksi Host, Agent dan Environment

Sumber : Noor, 2008

Dalam teori keseimbangan, interaksi antara ketiga unsur tersebut


harus dipertahankan keseimbangannya. Bila terjadi gangguan
keseimbangan antara ketiganya, akan menyebabkan timbulnya penyakit
tertentu, termasuk penyakit kulit skabies (Noor, 2008).

a. Unsur penyebab (agent)

Pada umumnya, kejadian setiap penyakit sangat dipengaruhi


oleh berbagai unsur yang berinteraksi dengan unsur penyebab dan
ikut dalam proses sebab akibat. Faktor yang terinteraksi dalam
proses kejadian penyakit dalam epidemiologi digolongkan dalam
faktor resiko. Dalam hal ini yang menjadi faktor penyebab dalam
terjadinya penyakit skabies adalah seekor tungau yang bernama
sarcoptes scabiei.

b. Unsur pejamu (host)

Unsur pejamu terutama pejamu manusia dapat dibagi dalam


dua kelompok sifat utama, yakni: pertama, sifat yang erat
hubungannya dengan manusia sebagai makhluk biologis dan kedua,
sifat manusia sebagai makhluk sosial.

Manusia sebagai makhluk biologis memiliki sifat biologis


tertentu, seperti: umur, jenis kelamin, keadaan imunitas dan reaksi
tubuh terhadap berbagai unsur dari luar maupun dari dalam tubuh
sendiri. Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial mempunyai
berbagai sifat khusus seperti: kelompok etnik termasuk adat,
kebiasaan, agama, kebiasaan hidup dan kehidupan sehari-hari
termasuk kebiasaan hidup sehat.
11

Keseluruhan unsur tersebut di atas merupakan sifat


karakteristik individu sebagai pejamu akan ikut memegang peranan
dalam proses kejadian penyakit, termasuk penyakit kulit skabies
yang dapat berfungsi sebagai faktor resiko.

c. Unsur lingkungan (Environment)

Lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam


menentukan terjadinya proses penyakit. Secara garis besarnya, maka
unsur lingkungan dapat di bagi dalam tiga bagian utama, yakni:
lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial (Noor,
2008).

B. KARAKTERISTIK INDIVIDU DALAM KEJADIAN SKABIES

Perbedaan sifat atau keadaan karakteristik individu secara tidak langsung


dapat memberikan perbedaan pada sifat atau keadaan keterpaparan maupun
derajat risk (relative exposure) dan reaksi individu terhadap setiap keadaan
keterpaparan, sangat berbeda atau dapat di- pengaruhi oleh berbagai sifat
karakteristik tertentu. Pertama, faktor genetis yang lebih bersifat tetap, seperti
jenis kelamin, ras, data kelahiran, dan lain-lain. Kedua, faktor biologis yang
berhubungan erat dengan kehidupan biologis seperti umur. Ketiga, faktor
perilaku yang berpengaruh seperti tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal
dan sebagainya.

1. Umur
Adapun hubungan antara kejadian frekuensi penyakit dengan umur
biasanya dinyatakan dalam bentuk age specific incidence maupun
prevalence (angka kejadian umur khusus) yakni jumlah kejadian suatu
penyakit pada suatu kelompok umur tertentu.

Selain faktor tersebut di atas, umur merupakan salah satu sifat


karakteristik yang sangat utama karena umur juga mempunyai hubungan
yang erat dengan keterpaparan. Umur juga mempunyai hubungan dengan
besarnya resiko terhadap penyakit tertentu dan sifat resistensi pada
berbagai kelompok
12

umur tertentu. Dengan demikian maka dapat di mengerti bahwa adanya


perbedaan pengalaman terhadap penyakit menurut umur sangat
mempunyai kemaknaan (pengaruh) yang berhubungan dengan adanya
perbedaan tingkat keterpaparan dan kerentanan menurut umur, adanya
perbedaan dalam proses kejadian patogenesis, maupun adanya perbedaan
pengalaman terhadap penyakit tertentu.

Beberapa penyakit menular tertentu menunjukkan bahwa umur


muda mempunyai resiko yang tinggi, bukan saja karena tingkat
kerentanannya , melainkan juga pengalaman terhadap penyakit tersebut
yang biasanya sudah dialami oleh mereka yang berumur lebih tinggi
(Noor, 2008).

Dalam kaitannya dengan kejadian skabies pada seseorang,


pengalaman keterpaparan sangat berperan karena mereka yang berumur
lebih tinggi dan mempunyai pengalaman terhadap skabies tentu mereka
akan lebih tahu cara pencegahan serta penularannya (Muin, 2009).

2. Jenis kelamin

Perbedaan insiden penyakit menurut jenis kelamin, dapat timbul


karena bentuk anatomis, fisiologis dan faktor hormonal yang berbeda.
Selain itu perlu diperhitungkan pula bahwa sifat karakteristik jenis
kelamin mempunyai hubungan tersendiri yang cukup erat dengan sifat
keterpaparan dan tingkat kerentanan terhadap penyakit tertentu.
Orang dengan jenis kelamin perempuan akan lebih kecil resiko
terpapar skabies karena perempuan cenderung lebih selalu merawat dan
menjaga penampilan, dengan begitu kebersihan diri perempuan juga
lebih terawat. Sedangkan laki-laki cenderung tidak memperhatikan
penampilan diri, hal itu tentunya akan berpengaruh terhadap perawatan
kebersihan diri, dan kebersihan diri yang buruk tersebut yang akan
sangat berpengaruh terhadap kejadian skabies ( Muin, 2009).
13

3. Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah proses pengembangan diri dari individu dan


kepribadian seseorang yang dilaksanakan secara sadar dan penuh
tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan
sikap serta nilai-nilai sehingga mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, pada umumnya semakin tinggi pendidikan formal yang
dicapai, maka semakin baik pula proses pemahaman seseorang dalam
menerima sebuah informasi baru (Notoatmodjo, 2003). Dalam hal ini
khususnya penerimaan informasi tentang skabies .

4. Kelompok etnik

Kelompok etnik meliputi kelompok homogen berdasarkan


kebiasaan hidup maupun homogenitas biologis/genetis. Dari segi
epidemiologi kelompok orang-orang yang tinggal dan hidup bersama
dalam waktu yang cukup lama dan membutuhkan karakteristik tertentu
baik secara biologis maupun dalam hal mekanisme sosial merupakan
salah satu hal yang harus diperhatikan. Perbandingan sifat karakteristik
meliputi keadaan frekuensi penyakit/kematian pada etnik tertentu dan
pengalaman terhadap penyakit tertentu. Dalam hal ini, pengaruh
lingkungan harus di perhitungkan dengan seksama.

Santri di pondok merupakan kelompok orang yang hidup bersama


dalam waktu yang cukup lama. Pengaruh lingkungan, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap kejadian
atau penyebaran penyakit ini (Handri, 2008).

C. LINGKUNGA
N 1. Pengertian

Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya


keadaan dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk
14

hidup lainnya (UU RI No. 23 tahun 1977 tentang Pengelolaan


lingkungan hidup).

Lingkungan merupakan semua kondisi internal dan eksternal yang


mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dan perilaku
seseorang dan kelompok. Lingkungan eksternal dapat berupa fisik,
kimiawi, ataupun psikologis yang diterima individu dan dipersepsikan
sebagai suatu ancaman. Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan
proses mental dalam tubuh individu (berupa pengalaman, kemampuan
emosional, kepribadian) dan proses stressor biologis (sel maupun
molekul) yang berasal dari tubuh individu (Nursalam, 2003).

Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan


lingkungan yang optimal, sehingga berpengaruh positif terhadap
terwujudnya status kesehatan yang optimal pula (Mubarak, 2009).

2. Lingkungan yang mendukung kejadian skabies

Lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam


menentukan terjadinya proses penyakit. Secara garis besar, unsur
lingkungan dapat dibagi dalam tiga bagian utama (Noor, 2008).

a. Lingkungan biologis

Segala flora dan fauna yang berada di sekitar manusia yang


meliputi berbagai mikroorganisme baik patogen maupun yang tidak
patogen, serta berbagai binatang dan tumbuhan yang dapat
mempengarui kehidupan manusia, baik sebagai sumber kehidupan
(bahan makanan dan obat-obatan), maupun sebagai
reservoir/sumber penyakit atau pejamu antara (host intermedia).

Lingkungan biologis tersebut sangat berpengaruh dan


memegang peranan penting dalam interaksi antara manusia sebagai
pejamu dengan unsur penyebab, baik sebagai unsur lingkungan
yang menguntungkan maupun yang mengancam
kehidupan/kesehatan manusia.
15

b. Lingkungan fisik

Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap


manusia baik secara langsung, maupun terhadap lingkungan
biologis dan lingkungan sosial manusia. Lingkungan fisik meliputi:
udara, keadaan cuaca, geografis dan geologis, air, baik sebagai
sumber kehidupan maupun sebagai sumber penyakit serta berbagai
unsur kimiawi serta berbagai bentuk pencemaran pada air.

c. Lingkungan sosial

Meliputi semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi,


sistem organisasi, serta institusi/peraturan yang berlaku bagi setiap
individu yang membentuk masyarakat tersebut.

Adapaun cara penularan penyakit skabies dapat melalui 2 cara, yaitu:

a. Kontak langsung (direct contact)

Bibit skabies menular karena kontak badan dengan badan antara


penderita dengan orang yang ditulari.

b. Kontak tidak langsung (indirect contact)

Bibit penyakit menular dengan perantara benda-benda


terkontaminasi karena telah berhubungan dengan penderita,
misalnya: melalui handuk, pakaian, sapu tangan, dan lain
sebagainya (Entjang, 2000).

D. PERILAKU

Perilaku manusia merupakan salah satu faktor yang banyak memegang


peranan dalam menentukan derajat kesehatan suatu masyarakat (Noor, 2008).
Bahkan faktor perilaku memberikan kontribusi terbesar dalam menentukan
status kesehatan individu maupun masyarakat (Bloom dalam Noor, 2008).

1. Komponen perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap


stimulus atau rangsangan dari luar organisme, namun dalam memberikan
respons
16

sangat tergantung pada karkteristik atau faktor-faktor lain dari orang


yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi
beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor
yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut
determinan perilaku (Notoatmodjo, 2007). Determinan perilaku ini dapat
di bedakan menjadi dua, yakni:

a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang


bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik


lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya. Faktor
lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang
mewarnai perilaku
seseorang.

Komponen perilaku menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2007) dibagi


menjadi tiga komponen, yakni:

a. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah


orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003).

Faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang menurut

Nasution (1999) dalam Notoatmodjo (2003) antara lain yaitu:

1). Tingkat Pendidikan

Tingkat pengetahuan seseorang mempengaruhi pengetahuan.


Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka seseorang
tersebut akan makin mudah menerima dan memahami setiap
informasi yang masuk dari luar.
17

2). Informasi

Seseorang yang mempunyai banyak informasi dapat memberikan


peningkatan terhadap tingkat pengetahuan seseorang tersebut.
Informasi dapat diperoleh melalui media masa seperti majalah,
koran, berita televisi dan salah satunya juga dapat diperoleh dari
penyuluhan atau pendidikan kesehatan.

3). Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan


seseorang. Hal ini dikarenakan informasi yang baru akan
disaring sesuai dengan budaya dan agama yang dianut.

4). Pengalaman

Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat


mempengaruhi pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan
pendidikan individu. Hal ini mengandung maksud bahwa
semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, maka
pengalaman seseorang akan jauh lebih luas.

5). Sosial Ekonomi

Dalam mendapatkan informasi yang memerlukan biaya (misal


sekolah), tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin
tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, maka orang tersebut
akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi.

b. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari


seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi dari
sikap itu tidak bisa langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang
18

dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat


emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007).

c. Praktik atau tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan


(overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata di perlukan faktor pendukung atau suatu kondisi
yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor
fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.

2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku personal hygiene

Skabies sangat erat hubungannya dengan perilaku, terutama dalam hal


personal hygiene yang buruk. Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan
merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena
kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang (Hidayat,
2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah
sebagai berikut:

a. Body image, gambaran individu terhadap dirinya sangat


mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan
fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
b. Praktik sosial, pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan
diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola Personal
Hygiene

c. Status sosial-ekonomi, personal Hygiene memerlukan alat dan


bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi
yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya

d. Pengetahuan, pengetahuan Personal Hygiene sangat penting


karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
Misalnya pada pasien penderita skabies ia harus menjaga
kebersihan dirinya.
19

e. Budaya, disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka


tidak boleh dimandikan.

f. Kebiasaan seseorang, ada kebiasaan seseorang yang


menggunakan produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti
penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain.

g. Kondisi fisik, pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk


merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

3. Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene

a. Dampak Fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak


terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik
yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan
membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan
gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak Psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan Personal Hygiene adalah


gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial.
E. Hubungan karakteristik, faktor lingkungan dan perilaku terhadap kejadian
skabies

Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun


kontak tak langsung, yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau
dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan
penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita
dengan orang yang sehat.

Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan


lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama
disatu
20

tempat yang relatif sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh
banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan
penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang,
kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan
terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan
program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang
permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada. (Benneth, 1997).

Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama disatu


tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang
menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas
kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas (Meyer, 2000).
21

F. Kerangka teori

Karakteristik: Perilaku:

-umur -pengetahuan

-jenis kelamin -sikap

-kelompok etnik -praktik

-tingkat
pendidik
an

Kejadian
skabies

Lingkungan: Faktor-faktor yg
mempengeruhi
kejadian
-lingkungan skabies:
biologis - sosek rendah
- hygiene yg
-lingkungan
fisik buruk
- hubungan
-lingkungan seksual yg
sosial
berganti-ganti
pasangan
- perkembangan
demografik&
ekologik

Sumber : Rahariyani, 2007 & Noor , 2008

Skema 2.2 kerangka teori


22

G. Kerangka konsep

Kerangka konsep penelitian dimaksudkan untuk membatasi ruang


lingkup dan mengarahkan penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Independent varabel dependent variabel

Karakteristik
individu
Faktor lingkungan Kejadian skabies
Perilaku

Skema 2.3 kerangka konsep

H. Variable Penelitian

Variabel yang digunakan oleh peneliti ada dua kategori, yaitu :

1. Variabel bebas (independent variable)

Variabel bebas atau independen merupakan suatu variabel yang menjadi


sebab perubahan atau timbulnya suatu variabel dependen (terikat) dan
bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2003). Variabel
independen (bebas) dalam penelitian ini adalah karakteristik, faktor
lingkungan dan perilaku.

2. Variabel terikat (dependent variable)

Variabel terikat atau dependen merupakan variabel yang dapat


dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini dapat
tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan (Hidayat, 2003).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian skabies.

I. Hipotesa

Berdasarkan dari kerangka konsep penelitian di atas, maka hipotesa yang


dapat dirumuskan adalah : Ada hubungan antara karakteristik, faktor
lingkungan, dan perilaku terhadap kejadian skabies.

Anda mungkin juga menyukai