Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTEK KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA DENGAN


GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI

Disusun Oleh

RAUHIL MIZKY
019.02.1030

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

LANSIA DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI

A. Konsep Dasar
1. Proses Menua
Menjadi orang tua adalah suatu prosess
menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan dari infeksi dan memperbaiki diri dari
kerusakan yang diderita
2. Teori Menua
a. Teori genetic
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa lama hidup
ditentukan pada informasi DNA pada gen.
b. Kerusakan DNA
Informasi yang dibutuhkan yang dibutuhkan
seluntuk membangun protein esensial tergantung
pada bangunan molekul DNA
c. Teori radikal bebas
Radikal bebas mengandung oksigen dengan aktivitas
yang tinggi yang sangat cepat bereaksi dengan
molekul lain dan membuat aktivitas enzim dan
protein dapat berubah.
d. Teori auto imun
Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan
diakibatkan karena antibodi yang bereaksi terhdap
sel normal dan merusaknya.
3. Batasan usia lanjut
1) Menurut WHO;
a) Middle Age / Usia Pertengahan
b) Elderly Age / Usia Lanjut
c) Old Age / Usia Lanjut Tua
d) Very Old Age / Usia Sangat Tua
2) Menurut UU Nomor 13 tahun 1998
UU nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
menyebutkan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang
berusia 60 tahun keatas.
3) Menurut Binner dan Jenner (1977).
a) Usia Kronologis.
Yaitu usia yang menunjuk pada jangka waktu
seseorang sesuai dengan tahun kelahirannya.
b) Usia Biologis.
Yaitu Usia yang menunjuk kepada jangka waktu
seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan
hidup tidak mati.
c) Usia Psikologis.
Yaitu usia yang menunjuk kepada kemampuan
seseorang untuk mengadakan penyesuaian-
penyesuaian kepada situasi yang dihadapi.
d) Usia Sosial.
Yaitu usia yang menunjuk kepada peran-peran yang
diharap atau diberikan masyarakat kepada
seseorang sehubungan dengan usianya.
4. Prinsip proses menua.
a. Proses menua merupakan proses secara terus menerus
(berlanjut) secara alamiah yang dialami semua
makhluk hidup.
b. Proses menua setiap individu pada organ tubuh tidak
sama cepatnya.
c. Proses menua bukanlah suatu penyakit namun
merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsang dari luar tubuh maupun
dalam tubuh.
Dengan demikian kaum lanjut usia sering menderita
berbagai penyakit.
5. Tugas Perkembangan Lansia.
a. Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis.
b. Penyesuaian terhadap pension dan penurunan
pendapatan.
c. Menemukan makna kehidupan.
d. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
e. Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.
f. Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal.
g. Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia.
6. Tipologi Lansia.
a) Menurut Kemampuannya :
1) Lanjut usia mandiri sepenuhnya.
2) Lanjut usia dengan bantuan sebagian.
3) Lanjut usia dengan bantuan sepenuhnya.
b) Menurut Karakter / Pengalaman Hidup :
1) Tipe Konstruktif
2) Tipe Ketergantungan
3) Tipe Bermusuhan
4) Tipe Membenci Diri
7. Perubahan – Perubahan yang Terjadi Pada Lansia.
a. Sel
1) Lebih sedikit jumlahnya.
2) Lebih besar ukurannya.
3) Berkurangnya jumlah cairan tubuh
4) Berkurangnya cairan intra sel.
b. Sistem Syaraf
1) Berat otak menurun.
2) Kurang sensitif terhadap rangsang sentuh.
3) Mengecilnya syaraf panca indera.
4) Menurunnya waktu berespon.
c. Sistem Pendengaran
1) Presbiakusis
2) Membran tympani atropi
3) Peningkatan serumen
d. Sistem Penglihatan
1) Sfingter pupil sklerosis
2) Kornea lebih berbentuk sferis / bola
3) Lensa lebih suram / keruh
4) Daya akomodasi hilang
5) Menurunnya lapang pandang
6) Menurunnya kemampuan membedakan warna
e. Sistem Gastrointestinal
1) Kehilangan gigi.
2) Menurunya indera pengecap
3) Esofagus melebar.
4) Peristaltik melemah
5) Fungsi absorbsi melemah
f. Sistem Respirasi
1) Otot pernafasan menjadi kaku
2) Menurunya aktivitas silia
3) Kehilangan elastisitas paru-paru
4) Alveoli melebar dan jumlahnya berkurang
5) Oksigen pada arteri menurun
6) Kapasitas residu meningkat
g. Sistem Muskuloskeletal
1) Tulang kehilangan density
2) Kifosis
3) Pinggang, lutut, dan jari-jari gerakan terbatas
4) Pembesaran sendi dan kuku
5) Tendon mengkerut
6) Atrofi serabut otot
7) Sistem Kardiovaskuler
8) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
9) Kemampuan jantung dalam memompakan darah menurun
10) Hilangnya elastisitas pembuluh darah
11) Tekanan darah meninggi
h. Sistem Genito-Urinaria
1) Ginjal mengecil, Nefron atrofi, aliran darah ke
ginjal menurun.
2) Otot vesika urina menurun
3) Pembesaran prostat
4) Atrofi vulva
i. Sistem Endokrin
1) Semua produksi hormon menurun
2) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah
j. Sistem Integumen
1) Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak
2) Pigmentasi dan gangguan elastisitas kulit
3) Kelenjar keringat berkurang
4) Kuku jari menjadi keras dan rapuh
5) Menurunnya respon terhadap trauma

B. Konsep Nyeri
1. Pengertian
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan
yang aktual maupun potensial (Brunner dan Suddarth
2012).
Menurut Arthur C. Corton (1983) dalam Alimul
(2012), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
mekanisme produk dibagian tubuh, timbul karena
jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan
nyeri.
2. Fisiologi nyeri
Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan
adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah
nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas
yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki
myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya
pada visera, persendian, dinding arteri, hati dan
kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon
akibat adanya stimulasi tersebut dapat berupa zat
kimiawi seperti histamine, bradikinin, prostatglandin
dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi.
Stimulasi lain dapat berupa termal, listrik, atau
mekanis (Alimul, 2012).
a. Transduksi
Proses rangsangan yang mengganggu sehingga
menimbulkan aktivitas listrik di aseptor nyeri.
b. Transmisi nyeri
Melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari
tempat tranduksi melewati saraf perifer sampai ke
terminal di medulla spinalis dan jaringan neuron-
neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis ke
otak.
c. Modulasi nyeri
Melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur
saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi
transmisi nyeri setinggi medulla spinalis. Modulasi
juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang
menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor
nyeri eferen primer.
d. Persepsi nyeri
Merupakan pengalaman subjektif nyeri yang
bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktivitas
transmisi nyeri oleh saraf.
3. Teori pengontrolan nyeri
a. Teori Spesifisitas
Teori ini berpendapat bahwa nyeri berjalan dari
reseptor-reseptor nyeri spesifik, melalui jalur
neuroanatomik tertentu ke pusat nyeri otak dan
hubungan antara stimulus dan respon nyeri bersifat
langsung dan invariabel.
b. Teori pola atau penjumlahan
Teori ini berpendapat bahwa nyeri dihasilkan oleh
stimulasi intens dari reseptor-reseptor nonspesifik
dan penjumlahan impuls-impuls yang dirasakan
sebagai nyeri.
c. Teori kontrol gerbang
Teori ini berpendapat bahwa impuls nyeri dapat
diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme
pertahanan disepanjang system saraf pusat,
mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel
gelatinosa substansia di dalam kornu dorsalis pada
medulla spinalis dan thalamus (Potter, 2011).
d. Teori edorfin atau enkefalin
Teori ini berpendapat bahwa salah satu cara yang
dilakukan untuk mengurangi nyeri adalah dengan
menggunakan obat-obatan yakni morfin dan nalokson.
4. Pembagian nyeri berdasarkan durasi
Dua kategori dasar dari nyeri yang secara umum
diketahui yaitu nyeri akut dan nyeri kronis
(Smeltzer, 2012).
a. Nyeri akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan
umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri
akut mengidentifikasi bahwa kerusakan atau cedera
telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi
dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan terjadinya
penyembuhan. Nyeri akut pada umumnya terjadi
kurang dari 6 bulan dan biasanya kurang dari 1
tahun. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat
dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari
beberapa detik hingga 6 bulan (Alimul, 2012).
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten
yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri
kronik berlangsung diluar waktu penyembuhan yang
diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri
kronik sering didefisinikan sebagai nyeri yang
berlangsung selama 6 bulan atau lebih (Alimul,
2012).
5. Pembagian Nyeri Berdasarkan Lokasi
a. Nyeri fisik
Nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan
atau kelalaian organ.
b. Nyeri perifer
1) Nyeri pada kulit (superpesial pain).
Mukosa terasa tajam atau seperti ditusuk,
akibat rangsang fisik, mekanik dan kimia.

2) Nyeri dalam (Deep pain)


Nyeri pada daerah viseral, sendi pleura dan
peritoneum.
3) Menjalar (Refered)
a) Kejang otot di daerah lain
b) Nyeri dirasakan pada daerah yang jauh dari
sumber rangsangan
c) Sering terjadi pada deep pain
c. Nyeri sentral (control pain)
Akibat rangsangan pada tulang belakang, batang
otak dan thalamus. Pada nyeri sentral ini salah
satunya nyeri tengkuk, Nyeri tengkuk adalah
nyeri yang di rasakan pada daerah tengkuk saat
pembuluh darah beraktifitas ke otak.
d. Nyeri psikologis
Keluhan nyeri tanpa adanya kerusakan pada organ
tempat dan tingkat keparahan berubah (rekayasa).
Contoh : neurosis teraumatic.
6. Respon Nyeri Berdasarkan Berat Ringannya
a. Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas
rendah.
b. Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan
reaksi.
c. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang
tinggi.(Asmadi, 2013)
7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang
mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan
lanjut usia. Perbedaan perkembangan yang
ditemukan diantara kelompok usia ini dapat
mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lanjut usia
bereaksi terhadap nyeri (Brunner & Suddarth,
2012).
b. Ansietas
Ansietas meningkatkan persepsi terhadap
nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas
(Potter & Perry, 2009).
c. Gaya koping
Pola koping adaptif akan mempermudah
seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola
koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri (Potter & Perry, 2009).
d. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang
beradaptasi terhadap nyeri. Misalnya seorang
wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan
nyeri berbeda dengan seseorang wanita yang
mengalami nyeri akibat pukulan dari pasangannya.
Derajat dan kualitas nyeri dipersepsikan klien
berhubungan dengan makna nyeri.
e. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan
perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkatkan
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedang
upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan
respon nyeri yang menurun (Potter,2012).
f. Pengalaman sebelumnya.
Setiap individu belajar dari pengalaman
nyeri, pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu
berarti bahwa individu tersebut akan menerima
nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan
datang, maka persepsi pertama nyeri dapat
menggangu koping terhadap nyeri (Bunner &
Suddarth, 2012).
g. Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi
respon nyeri ialah kehadiran orang-orang
terdekat klien dan bagaimana sikap mereka
terhadap klien. Apabila tidak ada keluarga
atau teman, seringkali pengalaman nyeri
membuat klien semakin tertekan.
Pengkajian yang terbaik dari nyeri adalah
hasil evaluasi dari klien. Data yang perlu
dikumpulkan dari sifat-sifat nyeri adalah lokasi,
intensitas, kualitas, waktu (serangan, kekerapan,
sebab).
Cara pendekatan yang digunakan adalah
dengan mengkaji PQRST :
P : Provoking (pemicu) faktor yang mempergawat
atau meringankan nyeri
Q : Quality (kualitas) tumpul, tajam dan merobek
R : Region (daerah) atau lokasi dimana nyeri
terdapat
S : Saverity (keganasan) atau intensitas
T : Time (waktu) serangan, lamanya.
8. Skala intensitas nyeri
Salah satu cara untuk mengukur tingkat nyeri
adalah dengan menggunakan skala nyeri Bourbonnais
berdasarkan penilaian objektif. Menurut smeltzer, S.C
bare B.G terdapat beberapa pengukuran skala nyeri
yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.1 Skala intensitas nyeri Bourbonais


Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat
berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien
mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang
tidak dapat mengikuti perintah tapi masih
respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat di atasi dengan alih posisi nafas
panjang dan distraksi.
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu
lagi berkomunikasi, memukul.
Gambar 2.2 Skala intensitas nyeri visual
9. Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu :
a. Penatalaksanaan Farmakologi
Pemberian obat-obatan yang terdiri dari analgesik
narkotik, analgesik non narkotik, obat-obatan Non
Steroid Anti Inflamatori Drugs (NSAID) dan obat
lain untuk mengurangi nyeri (Long, 2009). Analgesik
biasa diberikan melalui rute parenteral, anal atau
rectal dan transderma serta intravenous rute.
Intravenus rute adalah rute yang paling banyak
dipilih karena mempunyai reaksi yang cepat (Brunner
& Suddarth, 2011).
b. Penatalaksanaan non farmakologi (Terapi
komplementer pada penderita pasien hipertensi)
1) Pijatan (Massase)
Pijatan di gunakan untuk membantu relaksasi dan
menurunkan nyeri melalui peningkatan aliran
darah pada daerah-daerah yang terpengaruh ,
merangsang reseptor-resepror padakulit sehingga
merilekskan otot-otot , perubahan suhu kulit
dan secara umum memberikan perasaan nyaman yang
berhubungan dengan keeratan hubungan manusia.
2) Terapi Es Dan Panas
Penggunaan panas dingin meliputi penggunaan
kantong es, massase mandi air dingin atau
panas, penggunaan selimut atau bantal panas.
Kompres dingin, selain menurunkan sensasi nyeri
juga dapat meningkatkan proses penyembuhan
jaringan yang mengalami kerusakan. Penggunaan
panas, selain memberi efek mengatasi atau
menghilangkan sensasi nyeri, tehnik ini juga
memberi reaksi fisiologis antara lain:
Meningkatkan respon inflamasi, Meningkatkan
aliran darah dalam jaringan, Meningkatkan
pembentukan edema.
3) Stimulasi Saraf Elektris Transkutan (TENS)
Stimulasi saraf elektris transkutan menggunakan
satu unit peralatan yang dijalankan dengan
elektroda yang dipasang pada kulit untuk
menghasilkan sensasi kesemutan, getaran, atau
mendengung pada area tertentu. TENS telah
digunakan baik untuk menghilangkan nyeri akut
dan kronis. TENS diduga dapat menurunkan nyeri
dengan menstimulasi reseptor non nyeri di area
yang sama dengan serabut yang menstransmisi
nyeri.
4) Distraksi
Distraksi adalah pengalihan dari fokus
perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain.
Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian
pasien pada sesuatu selain pada nyeri, dapat
menjadi strategi yang sangat berhasil dan
merupakan mekanisme yang bertanggung jawab
terhadap tehnik kognitif efektif lainnya.
5) Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah penggunaan
imajinasi seseorang dalam suatu cara yang
dirancang secara khusus untuk mencapai efek
positif tertentu. Imajinasi terbimbing untuk
relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri
atas menggabungkan nafas berirama lambat dengan
suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan.
6) Hipnosis
Tehnik ini membantu dalam memberikan peredaran
nyeri terutama dalam situasi sulit (misalnya :
luka bakar).
7) Tehnik Relaksasi
Relaksasi otot sekletal dipercaya dapat
menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan
otot dengan menunjang nyeri. Hal ini terutama
dialami pada nyeri akut yang ditandai dengan
peningkatan tegangan otot, cemas yang keduanya
meningkatkan persepsi nyeri.
Adapun macam – macam tehnik relaksasi yang
dapat dilakukan untuk meringankan nyeri yang
dirasakan diantaranya :
a) Tehnik relaksasi pernafasan atau tehnik
relaksasi nafas dalam,
b) Tehnik relaksasi meditasi dan
c) Tehnik relaksasi dengan melakukan stretching
relaxing

C. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Nyeri


Joint Commision on Accreditation of Healthcare
Organizations (JCAHO) membuat standar didalam penanganan
terhadap nyeri (Sigit, 2010).
Dalam standar tersebut tenaga kesehatan diharapkan
menerapkan langkah langkah berikut untuk memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan masalah nyeri :
1. Mengenali hak hak klien untuk dapat melakukan
pengkajian dan penanganan nyeri yang sesuai.
2. Mengkaji keberadaan nyeri pada klien kemudian
menentukan jenis dan intensitas nyeri yang dirasakan.
3. Mendokumentasikan hasil pengkajian yang telah
dilakukan sebagai data dasar untuk pengkajian dan
tindak lanjut.
4. Meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan didalam
pengkajian dan penanganan nyeri serta mengenalkan pada
tenaga kesehatan yang baru tentang tehnik pengkajian
dan penanganan nyeri.
5. Menetapkan kebijakan dan prosedur yang mendukung
keefektifan didalam pelayanan pengobatan nyeri.
6. Menjelaskan atau mengenalkan kebutuhan klien terhadap
penanganan gejala yang timbul dalam discharge
planning. (JCAHO, 1999 dalam Sigit, 2010)
a. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang faktual (terkini),
lengkap dan akurat akan memudahkan perawat di dalam
menetapkan data dasar, dalam menegakkan diagnosa
keperawatan yang tepat, merencanakan terapi
pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam
mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang
diberikan (Sigit, 2010).
Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam
mengkaji pasien selama nyeri akut adalah:
1) Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang
muncul)
2) Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri
dan lokasi nyeri
3) Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri
Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya
tidak dilakukan saat klien dalam keadaan waspada
(perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat
berusaha untuk mengurangi kecemasan klien terlebih
dahulu sebelum mencoba mengkajikuantitas persepsi
klien terhadap nyeri (Sigit, 2010).
Untuk pasien yang mengalami nyeri kronis
pengkajian yang lebih baik adalah dengan
memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku,
efektif, kognitif (NIH 1986; McGuire, 1992 dalam
Sigit, 2010)
Terdapat beberapa komponen yang harus
diperhatikan seorang perawat di dalam memulai
mengkaji respon nyeri yang dialami oleh klien.
Sigit,(2010) mengidentifikasi komponen-komponen
tersebut, diantaranya :
1) Penentuan ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri,
perawat harus mempercayai ketika pasien
melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam
observasi perawat tidak menemukan adanya cedera
atau luka. Setiap nyeri yang dilaporkan oleh
klien adalah nyata. Sebaliknya, ada beberapa
pasien yang terkadang justru menyembunyikan rasa
nyerinya untuk menghindari pengobatan.
2) Karakteristik nyeri (Metode P,Q,R,S,T)
a) Faktor pencetus (P : Provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau
simbol stimulus-stimulus nyeri pada klien,
dalam hal ini perawat juga dapat melakukan
observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami
cedera. Apabila perawat mencurigai adanya
nyeri psikogenik maka perawat harus dapat
mengeksplore perasaan klien dan menanyakan
perasaan-perasaan apa yang dapat mencetus
nyeri.
b) Kualitas (Q: Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang
subjektif yang diungkapkan oleh klien,
seringkali klien mendeskripsikan nyeridengan
kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut,
berpindah-pindah, seperti tertindih, perih,
tertusuk dan lain-lain, dimana tiap-tiap
klien mungkin berbeda-beda dalam melaporkan
kualitas nyeri yang dirasakan.
c) Lokasi (R: Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat
meminta klien untuk semua bagian atau daerah
yang dirasakan tidak nyaman oleh klien. Untuk
melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka
perawat dapat meminta klien untuk melacak
daerah nyeri dari titik yang paling nyeri,
kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri
yang dirasakan bersifat difus(menyebar).
Dalam mendokumentasian hasil pengkajian
tentang lokasi nyeri, perawat hendaknya
menggunakan bahasa anatomi atau istilah yang
deskriptif. Sebagai contoh peryataan” nyeri
terdapat dikuadran abdomen kanan atas” adalah
peryataan yang lebih spesifik dibandingkan
“klien menyatakan bahwa nyeri terasa pada
abdomen”
d) Keparahan (S: Severe)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri
merupakan karakteristik yang paling
subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta
untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan
sebagai nyeri ringan, nyeri berat.
e) Durasi (T: Time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk
menentukan awitan, durasi, dan rangkaian
nyeri. Perawatdapat mennayakan : kapannyeri
mulai dirasakan,sudah berapa lama nyeri
dirasakan? Apakah nyeri yang dirasakan
terjadi pada waktu yang sama setiap hari ?,
seberapa sering nyeri kambuh ?
f) Faktor yang memperberat / memperingan nyeri.
Perawat perlu mengkaji faktor-faktor
yang dapat memperberat nyeri pasien, misalnya
peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stres
dan yang lainnya (Donovan & Gitron 1984 dalam
Sigit, 2010).
b. Diagnosa Keperawatan
Terdapat dua diagnosa keperawatan utama
dapat digunakan untuk menggambarkan nyeri pada
klien, yaitu: nyeri akut dan nyeri kronis.
1. Nyeri Akut
Menurut North American Nursing Diagnosis
Assosiation (NANDA, 2009), nyeri akut
didefinisikan sebagai “suatu pengalaman sensori
dan emosional yang tidak menyenangkan sebagai “
suatu pengalaman sensori dan emosional yang
tidak menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan
jaringan yang bersifat aktual maupun potensial,
dengan onset tiba-tiba ataupun lambat, dari
intensitas yang ringan sampai berat, dapat
diprediksi untuk berakhir dan durasi kurang dari
enam bulan (NANDA, 2009).
a) Batasan Karakteristik
1) Perubahan selera makan
2) Perubahan tekanan darah
3) Perubahan frekwensi jantung
4) Perubahan frekwensi pernapasan
5) Perilaku distraksi
6) Mengekspresikan prilaku
7) Masker wajah
8) Prilaku berjaga jaga
9) Fokus menyempit
10) Laporan isyarat
11) Indikasi nyeri yang dapat diamati
12) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
13) Sikap tubuh melindungi
14) Dilatasi pupil
15) Fukus pada diri sendiri
16) Gangguan tidur
17) Melaporkan nyeri secara verbal
b) Faktor yang berhubungan
Agen cidera misalnya biologis, zat kimia,
fisik dan psilologis.
2. Nyeri Kronis
Nyeri kronis didefinisikan sebagai suatu
pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan
jaringan yang bersifat aktual maupun potensial,
atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian
rupa dengan onset tiba-tiba ataupun lambat, dari
intensitas yang ringan sampai berat, terjadi
secara konstan atau berulang tanpa akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung lebih dari enam bulan” (NANDA,2009).
a) Batasan Karakteristik
1) Gangguan kemampuan untuk meneruskan
aktivitas sebelumnya
2) Anoreksia
3) Atrofi kelompok otot yang diserang
4) Perubahan pola tidur
5) Isyarat laporan
6) Depresi
7) Masker wajah
8) Letih
9) Takut terjadi cidera berulang
10) Perilaku melindungi
11) Iritabilitas
12) Prilaku protektif yang dapat diamati
13) Penurunan interaksi dengan orang lain
14) Gelisah
15) Berfokus pada diri sendiri
16) Respon yang diperantarai saraf simpatis
17) Keluhan nyeri
b) Faktor yang berhubungan
1) Ketunadayaan fisik kronis
2) Ketunadayaan psikososial nyeri
c. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan yang dibuat untuk klien nyeri yang
diharapkan untuk berorentasi untuk memenuhi hal-hal
berikut:
1. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri
2. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman
3. Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan
psikologis yang dimiliki
4. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab
nyeri
5. Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan
untuk mengurangi rasa nyeri saat dirumah
(NANDA,2009).
Berikut ini merupakan contoh rencana tindakan
pada beberapa masalah keperawatan :
a) Nyeri akut:
1) Kaji terhadap faktor yang menyebabkan nyeri
2) Kurangi atau hilangkan faktor-faktor yang dapat
meningkatkan nyeri
3) Kolaborasi dengan individu untuk menjelaskan
metode-metode apa saja yang dapat digunakan
untuk menurunkan rasa nyerinya.
4) Kolaborasi dengan individu untuk memulai
tindakan mengurangi nyeri secara non-invasif
yang cocok.
5) Relaksasi
(a) Intruksikan penggunaan teknik relaksasi
untuk mengurangi ketegangan otot
(b) Gunakan bantal dan selimut untuk mendukung
bagian yang nyeri untuk mengurangi jumlah
nyeri yang tegang
(c) Tingkatkan relaksasi dengan tepuk punggung,
pijatan, atau mandi air hangat.
6) Stimulasi kulit kounter-iritan
(a) Diskusikan dengan pasien berbagai macam
metode stimulasi kulit dan efeknya pada
nyeri.
(b) Diskusikan penggunaan kompres panas/
dingin.
7) Berikan analgetik pada penurunan rasa nyeri
yang optimal.
(a) Jelaskan rute yang akan digunakan
(IV,IM,SC,Rektal).
(b) Kaji tanda vital dan efek pemberian obat.
(c) Kaji respon terhadap penurunan rasa sakit.
8) Berikan penyuluhan kesehatan sesuai dengan
indikasi.
9) Diskusikan dengan individu dan keluarga tentang
tindakan untuk mengurangi rasa nyeri non-
invasif (Relaksasi, distraksi, masase).
10) Ajarkan beberapa teknik pilihan pada klien dan
keluarga (NANDA,2009).
b) Nyeri kronik :
1) Kaji pengalaman nyeri individu, gambarkan
intensitasnya.
2) Minta klien untuk merentangkan nyerinya dengan
skala nyeri.
3) Kaji terhadap faktor yang menyebabkan nyeri
4) Kurangi atau hilangkan faktor-faktor yang
meningkatkan nyeri.
5) Kaji efek nyeri kronis terhadap kehidupan
individu, dengan menggunakan individu dan
keluarga.
6) Bantu keluarga dan individu untuk menentukan
metode yang dapat digunakan untuk mengurangi
nyerinya.
7) Diskusikan dengan individu untuk menentukan
metode yang dapat digunakan untuk mengurangi
nyerinya.
8) Kolaborasi dengan individu untuk memulai
tindakan mengurangi rasa nyeri non invasif
yang cocok.
9) Berikan penurun nyeri dengan obat analgesik
yang diresepkan.
10) Tingkatkan mobilitas optimal
(a) Diskusikan nilai latihan untuk kekuatan
regangan otot, menurunnya stres dan
meningkatkan tidur.
(b) Bantu merencanakan aktivitas harian bila
nyeri itu ada pada tingkat yang paling
rendah (NANDA, 2009).
c) Implementasi (Tindakan Keperawatan)
Terdapat berbagai tindakan yang dapat
dilakukan seorang perawat untuk mengurangi rasa
nyeri. Tindakan tersebut mencakup tindakan
mandiri (non farmakologis) dan kolaborasi
(farmakologis dan pembedahan). Dalam beberapa
kasus nyeri yang bersifat ringan, tindakan
mandiri (non farmakologis) adalah intervensi yang
paling utama, sedangkan tindakan kolaborasi
(farmakologis dan pembedahan) dipersiapkan untuk
mengantisipasi perkembangan nyeri. Pada kasus
nyeri sedang sampai berat, tidakan mandiri (non
farmakologis) sebagai pelengkap yang efektif
untuk mengatasi nyeri di samping tindakan
kolaborasi (farmakologis dan pembedahan) yang
utama (Sigit, 2010).
Terdapat dua katagori tindakan yang
digunakan untuk mengontrol nyeri, yaitu :
tindakan mandiri (non farmakologis) dan
kolaborasi (farmakologis dan tindakan
pembedahan). Keduaya sering digunakan bersamaan
di dalam upaya mengontrol nyeri. (Sigit, 2010)
1) Tindakan Mandiri (Non Farmakologis)
Tindakan pengontrolan nyeri mandiri (non
farmakologis) digunakan untuk mendukung terapi
kolaborasi (farmakologis dan tindakan
pembedahan) yang sudah diberikan. Jenis dari
tindakan mandiri (non farmakologis) antara lain
(AHCPR, 1994 dalam Sigit, 2010):
(a) Membangun hubungan terapiutik perawat-
klien
Hubungan saling percaya yang terbentuk
akan membuat perawat merasa nyaman dalam
mendengarkan dan bertindak memberikan
asuhan keperawatan, sebaliknya klien juga
merasa nyaman untuk mendengarkan anjuran
perawat dan berani untuk menyatakan
keluhan-keluhannya.
(b) Bimbingan antisipasi
Bimbingan antisipasi hendaknya memberikan
informasi yang jujur pada klien.bimbingan
nyeri memberikan penjelasan yang jujur
mengenai pengalaman nyeri, serta
memberikan instruksi tentang teknik
menurunkan/ menghilangkan nyeri. Hindari
memberikan informasi/bimbingan yang
terlalu banyak pada klien yang mempunyai
kecemasan tinggi karena justru akan
menambah atau memperburuk reseptor nyeri.
(c) Relaksasi.
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk
membebaskan mental dan fisik dari
ketegangan dan stress, sehingga dapat
meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Berbagai metode relaksasi digunakan untuk
menurunkan kecemasan dan ketegangan otot
sehingga didapatkan penurunan denyut
jantung, penurunan respirasi serta
penuruna ketegangan otot. contoh
relaksasi yang dapat dugunakan untuk
menurunkan nyeri adalah napas dalam dan
relaksasi otot.
(d) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing dapat digunakan
bersamaan saat melakukan tindakan
relaksasi,atau merupakan tindakan
terpisah. Imajinasi terbimbing adalah
upaya untuk menciptakan kesan dalam
pikiran klien, kemudian konsentrasi pada
kesan tersebut sehingga secara bertahap
dapat menurunkan persepsi klien terhadap
nyeri.
(e) Distraksi
Distraksi adalah suaatu tindakan
pengalihan perhatian pasienkehal-hal
lain diluar nyeri,yang dengan demikian
diharapkan dapat menurunkan kewaspadaan
pasien terhadap nyeri bahkan dapat
meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Distraksi ini meliputi: distraksi visual
dan distraksi auditory.
(f) Akupuntur
Akupuntur merupakan terapi pengobatan
kuno dari cina, dimana akupuntur
menstimulasi titik-titik tertentu pada
tubuh untuk meningkatkan aliran energy
disepanjang jalur yang disebut meridian.
Titik akupuntur dapat distimulasi dengan
memasukkan dan mencabut jarum,
menggunakan panas, tekan/pijatan, laser
atau stimulasi elektrik atau kombinasii
dari berbagai macam cara tersebut.
(g) Biofeedback
Merupakan metode elektronik yang mengukur
respon fisiologis, seperti gelombang pada
otak, kontraksi otot atau temperature
kulit kemudian mengembalikan informasi
tersebut keklien.
(h) Stimulasi kutaneus
Teknik ini bekerja dengan menstimulasi
permukaan kulit untuk mengontrol
nyeri.hal ini berkaitan dengan teori gate
control yang sudah dijelakan pada bab
sebelumnya. Stimulasi kutaneus akan
mernagsang serabut-serabut saaraf perifer
untuk mengirim impuls melalui dorsal horn
pada medulla spinalis, saaat impuls yang
di bawah oleh serabut A-Beta mendominasi
maka mekanisme gerbang akan menutup
sehingga impuls nyeri tidak dihantarkan
ke otak. Contoh dari tindakan stimulasi
kutaneus adalah: mandi air hangat/sauna,
masase, kompres dengan air dingin/hangat,
pijatan dengan mentol, atau TENS.
(i) Akupresur
Terdapat beberapa akupresur yang dapat
dilakukan oleh klien secara mandiri untuk
membebaskan rasa nyeri. Klien dapat
menggunakan ibu jari atau jari untuk
memberikan tekanan pada titik akupresur
untuk membebaskan ketegangan pada otot
dan persendian. Seperti halnya akupuntur,
akupresur kemungkinan bekerja dengan
melepaskan endorfrin dalam membebaskan
nyeri.
(j) Psikoterapi
Salah satu pendekatan psikiatri adalah
dengan membangun kerangka pikiran yang
positif pada klien, sebuah pendekatan
yang mengajarkan klien meningkatkan
kesadaran sehingga dapat berespon
terhadap nyeri. Beberapa psikotherapi
menggunakan teknik hypnosis dalam
mengontrol nyeri, terbukti cara ini cukup
efektif dalam memodifikasi respon nyeri,
akan tetapi hanya beberapa orang saja
yang memiliki keahlian dalam bidang ini
(AHCPR, 1994 dalam Sigit, 2010).

2) Tindakan Kolaborasi (Farmakologis dan Tindakan


Pembedahan)
(a) Tindakan Kolaborasi (Farmakologis)
World Health Organization (WHO)
merekomendasikan petunjuk untuk
pengobatan nyeri kanker, pedoman tersebut
dikembangkan dalam bentuk tangga
analgesik yang membantu tenaga klinis
untuk menentukan obat-obatan yang mana
yang harus diresepkan pada klien. Pedoman
yang dibuat WHO mengkombinasikan
penggunaan obat-obatan analgesik dan
obat-obatan adjuvan yang efektif untuk
mengontrol nyeri klien. Obat-obat adjuvan
adalah obat-obat yang digunakan bertujuan
untuk meningkatkan kemanjuran obat opiat,
menghilangkan gejala –gejala yang timbul
bersamaan dengan serangan nyeri dan
bertindak sebagai analgesik pada tipe
nyeri tertentu.
Penggunaan analgesik yang disertai
atau tanpa disertai adjuvan ditentukan
oleh tingkat keparahan dari nyeri yang
dirasakan. Untuk nyeri ringan (Skala
nyeri 1-3 pada skala 0-10)maka
direkomendasikan penggunaan yaitu non-
opiat yang disertai atau tanpa obat
adjuvan. Apabila nyeri yang dirasakan
klien menetap atau skala nyeri meningkat
(nyeri sedang; skala 4-6 pada skala 0-
10), WHO merekomendasikan penggunaan
opiat lemah, di sertai atau tanpanon
opiat, dan disertai atau tanpa obat-
obatan adjuvan. Apabila dengan pemberian
obat nyeri masih menetap atau bahkan
meningkat (nyeri berat: skala 7-10 pada
skala 0-10) opiat kuat dapat digunakan,
nonopiat sebaiknya diteruskan dan obat-
obatan adjuvan juga dipertimbangkan
penggunaan pula (AHCPR, 1994 dalam Sigit,
2010).
(b) Tindakan Kolaborasi (Pembedahan)
Tindakan Pembedahan merupakan
komplemen dari tindakan –tindakan lainnya
dalam upaya membebaskan nyeri, seperti
tindakan prilaku-kongnitif, fisik, maupun
terapi farmakologis, tindakan ini dapat
diindikasikan pada keadaan klien dengan
nyeri kanker kronis atau dalam beberapa
kasus nyeri kronis (Sigit, 2010).
(c) Cordotomy
Cordotomi merupakan tindakan menginsisi
traktus anterolateral dari spinal cord
untuk menginterupsi transmisi nyeri.
pembedahan ini sering dilakukan untuk
mengatasi nyeri pada bagian abdomen atau
kaki, termasuk didalamnya nyeri parah yang
diakibatkan oleh kanker stadium terminal.
(d) Neurectomy
Neurectomy merupakan tindakan
pembedahan dengan menghilangkan sebuah
saraf. Hal ini terkadang dilakukan untuk
membebaskan nyeri. Neuroctomy perifer
merupakan tindakan pemotongan saraf paada
bagian distal spinal cord.
(e) Symphatectomy
Saraf simpatis mempunyai peran penting
didalam memproduksi dan mentransmisi
sensasi nyeri. Symphatectomy termasuk
didalamnya adalah merusak dengan
melakukan injeksi atau insisi pada
ganglia dalam saraf simpatis biasanya
dilakukan pada daerah lumbar atau pada
bagian dorsal servik di dasar leher
(Sigit, 2010).
(f) Rhizotomy
Merupakan tindakan pembedahan dengan
melakukan pemotongan pada dorsal sinal
root. Tindakan ini biasanya dilakukan
untuk menghilangkan nyeri kanker pada
bagian kepala, leher atau paru-paru.
d) Evaluasi
Evaluasi keperawatan terhadap pasien
dengan masalah nyeri dilakukkan dengan menilai
kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri,
diantaranya : klien melaporkan adanya penurunan
rasa nyeri, maupun mempertahankan fungsi fisik
dan psikologis yang dimiliki, mamapu menggunakan
terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri (Sigit, 2010).

Anda mungkin juga menyukai