Anda di halaman 1dari 9

MODUL IKTERIK

Oleh : dr. Nendyah Roestijawati dan dr. Catharina Widiartini

1. PENDAHULUAN
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya
dalam sirkulasi darah. Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk
menegakkan diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Tidak jarang diagnosis ikterik tidak
dapat ditegakkan sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang.
Tatalaksana kasus ikterik sangat tergantung pada penyebab ikterik. Jika penyebab ikterik
adalah peradangan hati, ikterik akan hilang bersama dengan membaiknya penyakit. Namun
apabila penyebab ikterik karena sumbatan maka diperlukan tindakan pembedahan.

2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan klinik untuk
menentukan diagnosis dan penatalaksanaan kasus ikterik secara terstruktur dan komprehensif.

3. PENGELOLAAN
a. ANAMNESIS
Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan anamnesis :
1. Membangun kepercayaan pasien dengan membina relasi dokter-pasien yang baik.
2. Dilakukan dengan hati hati, terutama penggunaan kalimat maupun intonasi.
3. Mengunakan kalimat netral/ normatif, tidak menghakimi.
4. Bersikap serius dan sewajar mungkin terhadap apapun informasi yang diberikan pasien
5. Pasien perlu dijamin kerahasiaan dan diyakinkan pentingnya informasi tersebut dalam
penegakan diagnosis dan penanganannya.
6. Mencakup Fundamental Four dan Sacred Seven.
 Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : meliputi keluhan utama dan anamensis lanjutan.
Keluhan utama adalah keluhan yang membuat pasien datang ke tempat pelayanan
kesehatan untuk mencari pertolongan. Setelah menanyakan keluhan utama dilanjutkan
dengan anamnesis untuk menanyakan 7 hal (Sacred Seven), yaitu :
1. Lokasi
2. Onset/awitan dan kronologis
3. Kuantitas keluhan
4. Faktor-faktor yang memperberat keluhan
5. Faktor-faktor yang memperingan keluhan
6. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama : adanya kelainan metabolism
bilirubin berakibat pada pewarnaan urine dan feses, sehingga perlu ditanyakan
warna urin dan feses.
7. Keluhan di sistem lain yang relevan : kelainan hepar dapat disertai keluhan sistemik
seperti demam dan keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah
b. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) : riwayat sakit serupa sebelumnya. Mencari penyakit
yang relevan dengan penyakit sekarang, riwayat transfuse, riwayat trauma, riwayat
operasi dan riwayat penyakit kronik.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga : adakah penyakit yang sekarang diderita berkaitan
dengan riwayat sakit pada keluarga, baik itu yang bersifat diturunkan maupun
ditularkan. Pada kelainan hepar dapat disebabakan oleh penyakit Wilson yang
diturunkan. Demikian juga dengan kanker hepar.
d. Riwayat Sosial dan Ekonomi : status sosial pasien seperti pendidikan, pekerjaan
pasien, pernikahan, kebiasaan pasien, asuransi kesehatan. Pekerjaan dengan risiko
kelainan pada hepar misalnya pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia
toksik. Infeksi virus pada hepar dapat juga ditularkan melalui darah dan cairan tubuh.
Pekerjaan yang kontak dengan darah dan cairan tubuh merupakan risiko terjadi
kelaianan hepar, misalnya tenaga kesehatan. Personal habit yang dapat mempengaruhi
kelianan hepar adalah zat toksik seperti obat atau jamu yang dikonsumsi dalam jangka
waktu lama, alcohol.

 PEMERIKSAAN FISIK
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan fisik adalah :
1. Stetoskop
2. Jam
3. Tempat tidur/bed
Prosedur pemeriksaan:
1. Sebelum pemeriksaan lakukanlah inform-consent.
2. Pasien dipersilakan mengosongkan kandung kemih terlebih dahulu, dan diminta untuk
menuju tempat pemeriksaan.
3. Persiapan pemeriksa: menjaga privasi dan mencuci tangan.
4. Melakukan pemeriksaan:
 Keadaan umum
 Kesadaran
 Tanda vital : tekanan darah, frekuensi nadi, isi dan tegangan, frekuensi respirasi, suhu
 Antropometrik: TB, BB, IMT
 Kepala : pemeriksaan bentuk kepala, mata dan palpebral, konjungtiva anemis atau
tidak, ikterik atau tidak, hidung dan mulut
 Leher : trachea, limfonodi
 Thoraks :
a. Jantung :
- Inspeksi : iktus kordis tampak atau tidak
- Palpasi : iktus kordis kuat angkat atau tidak
- Perkusi : batas jantung kanan, kiri, atas, bawah
- Auskultasi : Suara jantung I, II, suara tambahan
b. Paru
- Inspeksi : gerakan simetris atau tidak
- Palpasi : fremitus kanan dan kiri
- Perkusi : suara paru
- Auskultasi : suara dasar paru, suara tambahan
 Abdomen :
a. Inspeksi
Inspeksi dinding abdomen dilakukan pada posisi pasien berdiri dan berbaring.
Pemeriksaan gerakan peristaltik sebaiknya dilakukan dengan posisi pemeriksa
duduk atau agak membungkuk, sehingga dapat melihat dinding abdomen secara
tangensial.
Perhatikanlah :
1. Bentuk abdomen saat berdiri. Pada ascites perut akan seperti menggantung/jatuh
ke bawah.Bentuk abdomen saat berbaring. Pada ascites perut akan melebar
kesamping.
2. Perhatikan bentuk permukaan (countour) abdomen termasuk daerah inguinal dan
femora: datar, bulat, protuberant, atau scaphoid. Bentuk yang melendung
mungkin disebabkan oleh asites, penonjolan suprapubik karena kehamilan atau
kandung kencing yang penuh. Tonjolan asimetri mungkin terjadi karena
pembesaran organ setempat atau massa.
3. Umbillikus: perhatikan bentuk dan lokasinya, apakah ada tanda-tanda inflamasi
atau hernia.
4. Kulit : apakah ada sikatriks, striae atau vena yang melebar. Secara normal,
mungkin terlihat vena-vena kecil. Striae yang berwarna ungu terdapat pada
sindroma Cushing dan vena yang melebar dapat terlihat pada cirrhosis hepatic
atau bendungan vena cava inferior. Perhatikan pula apakah ada rash atau lesi-
lesi kulit lainnya.
5. Pembesaran organ : mintalah penderita untuk bernapas, perhatikan apakah
nampak adanya hepar atau lien yang menonjol di bawah arcus costa. Apakah
ada massa abnormal, bagaimana letak, konsistensi, mobilitasnya.
6. Peristaltik. Apabila Anda merasa mencurigai adanya obstruksi usus,amatilah
peristaltik selama beberapa menit. Pada orang yang kurus, kadang-kadang
peristaltik normal dapat terlihat.
7. Pulsasi : Pulsasi aorta yang normal kadang-kadang dapat terlihat di daerah
epigastrium.
8. Gerakan pasien misalnya tidak berani bergerak akibat iritasi peritoneum atau
nyeri.
b. Auskultasi
Dengan mempergunakan diafragma stetoskop didengarkan 15 atau 20 detik pada seluruh
abdomen.
Perhatikan :
2. Apakah suara usus ada ?
3. Bila ada apakah meningkat atau melemah (kuantitas)?
4. Perkiraan asal dari suara (kualitas)?
c. Perkusi
1. Lakukanlah perkusi pada keempat kuadran untuk memperkirakan distribusi
suara timpani dan redup.
2. Pada sisi abdomen perhatikanlah daerah dimana suara timpani berubah menjadi
redup.
3. Periksalah daerah suprapublik untuk mengetahui adanya kandung kencing yang
teregang atau uterus yang membesar.
4. Perkusilah dada bagian bawah, antara paru dan arkus costa, Anda akan
mendengar suara redup hepar disebelah kanan, dan suara timpani di sebelah kiri
karena gelembung udara pada lambung dan fleksura splenikus kolon.
5. Suara redup pada kedua sisi abdomen mungkin menunjukkan adanya asites.
6. Menentukan ukuran hepar, dikerjakan sebagai berikut :
- Mulai perkusi dibawah payudara kanan pada LMC kanan dan merupakan
daerah paru kanan, hasilnya suara sonor dari paru.
- Kemudian perkusi beberapa sentimeter kebawah sampai suara perkusi lebih
pekak dan perhitungan mulai dari titik ini.
- Teruskan kebawah sampai ada perubahan suara perkusi. Titik ini merupakan titik
akhir dan kemudian diukur dari titik awal sampai titik akhir.
- Panjang ukuran disebut liver span yang mempunyai angka normal 6-12 cm.
7. Menentukan ukuran lien, dikerjakan sebagai berikut :
- Perkusilah daerah spatium intercosta terbawah di garis axilaris anterior kiri.
Daerah ini biasanya timpani.
- Kemudian mintalah penderita untuk menarik napas panjang, dan lakukan
perkusi lagi.
- Apabila lien tidak membesar,suara perkusi tetap timpani. Apabila suara
menjadi redup pada inspirasi, berarti ada pembesran lien.
- Perkusilah daerah redup lien dari berbagai arah. Apabila ditemukan daerah
redup yang luas, berarti terdapat pembesaran lien.
- Pemeriksaan asites :
1. Pemeriksaan shifting dullness. Perkusi dari daerah periumbilikal ke
lateral. Setelah menandai batas suara timpani dan redup, mintalah
penderita untuk miring ke salah satu sisi tubuhnya, lakukanlah perkusi
lagi, dan amatilah batas timpani dan redup. Pada penderita tanpa asites,
batas ini tidak berubah dengan perubahan posisi.
2. Melakukan pemeriksaan undulasi. Menginstruksikan pasien untuk
menekuk kaki dan menyilangkan tangan di dada/meletakkan lengan di
samping badan. Mintalah penderita atau asisten untuk menekan kedua
tangan pada midline dari abdomennya. Kemudian ketuklah satu sisi
abdomennya dengan ujung jari anda, dan rasakan pada sisi yang lain
dengan ujung jari anda, dan rasakan pada sisi yang lain dengan tangan
anda yang lain, adanya getaran yang diteruskan oleh cairan asites.
d. Palpasi
- Tangan pemeriksa harus hangat.
- Palpasi ringan (superficial) dilakukan dengan perlahan-lahan, dengan tekanan
yang tetap, hindari gerakan yang keras atau cepat yang menyebabkan pasien
terkejut atau merasa tidak enak. Dengan perlahan, rasakan semua kuadran.
Carilah adanya masa atau organ, daerah nyeri tekan atau daerah yang
tegangan ototnya lebih tinggi (spasme). Apabila terdapat tegangan, carilah
apakah ini disadari atau tidak, dengan cara mencoba merelakskan penderita,
dan melakukan palpasi pada waktu ekspirasi.
- Palpasi dalam biasanya diperlukan untuk memeriksa massa abdomen.
Dengan menggunakan permukaan pallar dari ujung jari, lakukan palpasi dalm
untuk mengetahui adanya masa. Tentukanlah lokasinya, ukurannya,
bentuknya, konsitensinya, mobilitasnya, apakah terasa nyeri pada tekanan.
Apabila palpasi dalam sulit dilakukan (misalnya pada obesitas atau otot yang
tegang), gunakan dua tangan, satu di atas yang lain.
- Palpasi Hepar
1. Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita, menyangga costa ke-11
dan ke-12 dengan posisi sejajar pada costa. Mintalah penderita untuk
relaks. Dengan mendorong hepar ke depan, hepar akan lebih mudah teraba
dari depan dengan tangan kanan.
2. Tempatkan tangan kanan pada abdomen penderita sebelah kanan, di
sebelah lateral otot rektus, dengan ujung jari ditempatkan di bawah batas
bawah daerah redup hepar. Dengan posisi jari tangan menunjuk ke atas
atau obliq, tekanlah dengan lembut kearah dalam dan ke atas.
3. Mintalah penderita untuk bernapas dalam-dalam. Cobalah merasakan
sentuhan hepar pada jari waktu hepar bergerak ke bawah. Apabila telah
terasa, kendorkanlah tekanan jari dan raba permukaan anterior hepar
penderita. Apabila anda dapat merasakanya, batas hepar normal adalah
lunak, tegas, dan tidak berbenjol-benjol.
4. Nilai hasil pemeriksaan : besar hepar, berapa cm di bawah arcus costa.
Tepi hepar, apakah tumpul atau tajam. Permukaan hepar, rata atau
berbenjol-benjol. Konsistensi hepar, kenyal atau keras. Nyeri tekan, ada
atau tidak.
- Palpasi Lien
 Letakkan tangan kiri untuk menyangga dan mengangkat costa bagian
bawah sebelah kiri penderita. Dengan tangan kanan diletakkan di bawah
arcus costa, lakukanlah tekanan ke arah lien. Mulailah palpasi di daerah
yang cukup rendah untuk dapat meraba lien yang membesar.
 Mintalah penderita untuk bernapas dalam-dalam, dan cobalah untuk
merasakan sentuhan lien pada ujung jari Anda.
 Perhatikanlah adakah nyeri tekan, bagaimana permukaannya, dan
perkirakanlah jarak antara lien dengan batas terendah dari kosta kiri yang
terbawah.
 Pada keadaan tertentu perlu dilakukan pemeriksaan schuffner. Caranya
yaitu ditarik garis dari SIAS kanan ke umbilikus memotong arkus kosta
kiri. Garis ini disebut garis schuffner yang dibagi atas 8 (SI-SVIII). Bila
teraba limpa dengan syarat yaitu pada gerakan nafas perut pasien gerakan
megikuti garis schuffner, teraba insisura dan balotemen negatif. Bila lien
teraba laporkan: garis schuffner (1 – 8), permukaan, konsistensi, pinggir,
nyeri tekan dan diingat adanya incisura lienalis.
- Pemeriksaan Aorta
Tekanlah kuat-kuat abdomen bagian atas, sedikit di sebelah kiri garis tengah,
dan rasakan adanya pulsasi aorta. Pada penderita di atas 50 tahun, cobalah
memperkirakan lebar aorta dengan menekan kedua tangan pada kedua sisi.
 Ekstremitas : akral, sianosis atau tidak, capillary refill, kuku sendok
5. Membereskan peralatan
6. Mencuci tangan setelah pemeriksaan
7. Dokumentasi hasil pemeriksaan

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIUSULKAN


Terdapat beragam pemeriksaan penunjang pada kasus ikterik, yang dapat dilakukan,
tergantung diferensial diagnosis yang ada. Pemeriksaan tersebut antara lain :
1. Urin : warna, bilirubin
2. Darah: rutin (Hb, lekosit), bilirubin direk, bilirubin indirek, bilirubin total, SGOT, SGPT,
Alkalifosfatase
3. Tes serologi : IgM anti HAV, IgM anti HCV, IgM anti HBc, HBsAg

6. RUBRIK PENILAIAN
No. Komponen Bobot 0 1 2 3 BxN
1. Anamnesis 3
2. Pemeriksaan Fisik 3
3. Pemeriksaan Penunjang 2
4. Diagnosis dan diagnosis banding 2
5. Tatalaksana farmakoterapi 2
6. Komunikasi dan edukasi 1
7. Perilaku profesional 1
7. REFERENSI
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/514/2015
tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama.
2. Stern SDC, Cifu AS, Altkorn D. Symptom to diagnosis. An evidence-based guide. Sydney:
Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2006.
3. Gomella LG, Hasist SA. Clinician’s pocket reference. 11th ed. Sydney: Lange Medical
Books/McGraw-Hill. 2007.

Anda mungkin juga menyukai