Claudia Fetricia
D7/102012318
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061
F3tricia@yahoo.com
I.
Pendahuluan
Sindrom nefrotik dikenal juga sebagai nephrosis adalah suatu kondisi yang ditandai
adanya proteinuria dengan nilai dalam kisaran nefrotik, hiperlipidemia, dan
hipoalbuminemia. Sindrom nefrotik adalah suatu konstelasi temuan klinis, sebagai
hasil dari keluarnya protein melalui ginjal secara massif. Karenanya, sindrom nefrotik
sendiri sebenarnya bukan penyakit, tetapi manifestasi berbagai penyakit glomerular
berbeda. Sindrom nefrotik ini sering terjadi pada anak anak. 1 Anak dengan sindrom
nefrotik (NS, nephrotic syndrome) datang ke rumah sakit (RS) setelah orangtua
memperhatikan perut anak yang semakin membesar atau wajah membengkak.
Sementara itu, pada orang dewasa sering datang dengan hipertensi serta dengan atau
tanpa gagal ginjal akut (ARF, acute renal failure). Pada anak yang mengalami
sindroma nefrotik haruslah dapat didiagnosis dengan tepat dan cepat agar tidak terjadi
berbagai komplikasi yang dapat memperburuk kondisi pada anak tersebut.
II.
Anamnesis
Hal yang perlu kita lakukan terlebih dahulu sebagai dokter sebelum mendiagnosis
suatu penyakit terhadap adanya temuan klinis pada pasien yaitu dengan anamnesis.
Anamnesis ini dapat dilakukan dalam 2 bentuk : alloanamnesis dan autoanamnesis.
Perbedaan antar kedua bentuk anamnesis tersebut, yaitu :
1. Alloanamnesis : melakukan anamnesis dengan kerabat pasien (seperti orang tua).
Hal ini dilakukan bila pasien dalam kondisi tidak sadar atau terjadi penurunan
kesadaran serta pasien dengan usia anak-anak.
2. Autoanamnesis : melakukan anamnesis langsung dengan pasien dengan keadaan
pasien yang masih baik kesadarannya.
Pertanyaan yang dapat diajukan dalam anamenesis kepada pasien :
- Riwayat si anak selama dalam kandungan sampai saat ini ? ( tumbuh kembang si
anak )
Hasil anamnesis : Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun datang dengan keluhan
bengkak pada wajah, mata dan scrotum.
III.
PEMERIKSAAN
A. Fisik
1. Pengukuran tanda vital : suhu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, denyut
nadi
2. Pemeriksaan fisik abdomen :
- Inspeksi :
A. Kulit; kemungkinan temuan jaringan parut, striae, vena
B. Umbilikus; kemungkinan temuan hernia, inflamasi
C. Kontur untuk bentuk, kesimetrisan, pembesaran organ, atau adanya
massa; kemungkinan temuan penonjolan pinggang, penonjolan
suprapubik, pembesaran hati, atau limpa, tumor 2
- Pada pernapasan bayi & anak sampai umur 6 7 tahun : gerakan >
dada
Bila < : peritonitis, appendisitis/ keadaan patologi lain
- Pada anak > 6 7 tahun : bila gerakan mencolok : curiga kelainan
paru
- Peristaltik usus tampak pada keadaan patologi : obstruksi traktus
gastrointestinalis (stenosis/ spasme pilorus, stenosis/ atresia
duodenalis, malrotasi usus)
- Lokasi peristaltik : 3
>Melintang di daerah epigastrium pada bayi < 2 bulan : spasme/
stenosis pilorus
> Peristaltik dinding gambaran seperti tangga : obstruksi usus distal
E. Adanya pulsasi; kemungkinan temuan peningkatan aneurisma aorta 2
- Auskultasi : 3
A) Normal: suara peristaltik dengan intensitas rendah terdengar tiap 10 30
detik
B) Bila dinding perut diketuk : frekuensi dan intensitas bertambah
C) Nada tingi (nyaring) : obstruksi GIT (metalic sound)
D) Berkurang/ hilang : peritonitis/ ileus paralitik
E) Bising yang terdengar di seluruh permukaan perut : koarktasio aorta
abdomen
F) Suara abnormal lainnya :
- Bisisng usus; kemungkinan temuan peningkatan atau penurunan
motilitas
- Bruit; kemungkinan temuan bruit stenosis arteri renalis
- Friction rub; kemungkinan temuan tumor hati, infak limpa
- Palpasi
:2
A) Hepar 2
Hepatomegali pada anak-anak jarang ditemukan, kalau ada biasanya
disebabkan karena cystic fibrosis, malabsorpsi protein, parasit atau
tumor. Bila hepatomegali disertai juga dengan splenomegali, pikirkan
kemungkinan adanya hipertensi portal,storage disease, infeksi kronis dan
keganasan.
B) Spleen 2
Spleenomegali dapat disebabkan oleh beberapa penyakit, seperti infeksi,
gangguan hematogalis misalnya anemia hemolitik, gangguan infiltratif,
inflamasi atau penyakit autoimun dan juga bendungan akibat hipertensi.
C) Ginjal 4
Palpasi ginjal kiri. Berpindalah ke sisi kiri pasien. Tempatkan tangan
kanan anda di belakang tubuh pasien tepat dibawah iga ke-12 dan sejajar
dengan tulang iga ini sampai ujung jari-jari tangan kanan anda menjangkau
angulus kostovertebralis. Angkat tubuh pasien untuk mencoba mendorong
ginjalnya ke arah anterior. Tempatkan tangan kiri anda dengan hati-hati pada
kuadran kiri atas, disebelah lateral muskulus rektus dan sejajar dengan otot
ini. Minta pasien untuk menarik napas dalam. Pada puncak inspirasi,
tekankan tangan kiri anada dengan kuat dan dalam pada kuadran kiri atas
tepat di bawah margo kostalis, dan coba untuk menangkap ginjal di antara
kedua tangan anda. Minta pasien menghembus napasnya dan kemudian
berhenti bernapas sejenak. Dengan perlahan, lepaskan tekanan yang
dihasilkan oleh tangan kiri anda, pada saat yang sama rasakan gerakan ginjal
yang menggelincir kembali ke posisi pada saat ekspirasi. Jika ginjalnya
dapat di raba, uraikan ukurannya, kontur, dan setiap gejala nyeri tekan yang
terdapat.
Sebagai alternatif lain, coba raba ginjal kiri dengan cara yang sama
seperti palpasi limpa. Dengan tangan kiri anda, jangkau serta lingkari tubuh
pasien untuk mengangkat daerah lipat paha kirinya dan dengan tangan
kanan, lakukan palpasi sampai dalam pada kuadran kiri atas. Minta pasien
untuk menarik napas dalam, dan coba raba suatu massa. Ginjal kiri yang
normal jarang dapat di raba.
D) Kandung kemih 4
Normalnya kandung kemih tidak dapat diperiksa kecuali jika terjdi
distensi kandung kemih hingga di atas simfisis pubis. Pada palpasi, kubah
kandungan kemih yang mengalami distensi akan teraba licin dan bulat.
Periksa adanya nyeri tekan. Lakukan perkusi untuk mengecek keredupan
dan menentukan berapa tinggi kandung kemih berada di atas simfisis pubis.
Distensi kandung kemih akibat obstruksi saluran keluar terjadi karena
striktur uretra, hiperplasia prostat; keadaan ini juga dapat terjadi karena
pemakaian obat dan kelainan neurologi seperti stroke, multiple sklerosis.
Nyeri tekan suprapubik ditemukan pada infeksi kandung kemih.
Lebarnya kepekaan hati pada perkusi dapat melebar atau mengecil. Liver
dullness meningkat bila hati membesar dan sebaliknya, atau adanya udara
dibawah diafragma yang berasal dari perforasi lambung. Liver dullness juga
dapat bergeser ke bawah, karena diafragma letak rendah pada penyakit
obstruksi paru. Dullness karena efusi pleura sebelah kanan sering kali
mengacaukan, seolah-olah meningkatkan dullness dari hati. Juga adanya gas
dalam kolon menyebabkan timpani pada perkusi daerah kuadran atas kanan
abdomen, mengacaukan dullness hepar. 2
B) APENDISITIS 2
1. Nyeri
Nyeri pada apendisitis klasik dimulai di daerah disekitar umbilicus,
kemudian beralih ke kuadrant kanan bawah, serta rasa nyeri meningkat
bila pasien batuk.
2. Kekakuan Otot
Rabalah dinding perut dan rasakan adanya kekakuan
3. Rectal Touche
Rasa nyeri pada bagian kanan pada rectal touche dapat disebabkan oleh
inflamasi adneska, vesikular seminalis, dan apendisitis
4. Rebound Tenderness
Tekanlah dengan ujung jari anda pada daerah kuadrant kanan bawah, lalu
lepaskanlah tiba-tiba maka pasien akan merasakan nyeri (rebound
tenderness) yang menyatakan adanya inflamasi peritoneal.
5. Rovsing Sign
Tekanlah dalam-dalam pada bagian kuadran kiri bawah, kemudian tibatiba lepaskan tekanan, maka penderita merasakan nyeri hebat pada
daerah kuadran kanan bawah
6. Psoas Sign
Mintalah pasien untuk berbaring ke arah kiri , luruskanlah tungkai
kanannya, hal ini akan merangsang otot psoas kontraksi, sehingga
menimbulkan rasa nyeri. Dapat juga dilakukan dengan meletakan tangan
anda tepat diatas lutut kanan pasien dan mintalah untuk menaikkan
tungkainnya, maka akan timbul rasa nyeri.
7. Obturator Sign
Tekuk tungkai kanan pasien pada lututnya, dan lakukan rotasi kearah
dalam pada sendi pinggul, maka akan terasa nyeri di daerah hipogastrik
C) KOLESISTITIS 2
Murphy Sign. Letakan jari tangan kanan anda tepat dibawah arkus kosta
kanan, mintalah pasien untuk bernafas dalam, timbulnya nyeri tajam saat itu
menunjukkan kemungkinan adanya kolesistitis akut.
D) VENTRAL HERNIA 2
Dalam posisi pasien berbaring terlentang, mintalah untuk mengangkat
kepala dan bahu sekaligus, maka akan tampak benjolan pada garis tengah
abdomen.
B. Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Langkah pertama dalam mengevaluasi anak dengan edema adalah untuk
memastikan apakah anak tersebut menderita sindrom nefrotik atau tidak, karena
hipoalbuminemia dapat terjadi tanpa adanya proteinuria (pada protein-losing
enteropathy), dan edema dapat terjadi tanpa adanya hipoalbuminemia (seperti
pada angioedema, insufisiensi venosa, gagal jantung kongestif, dan lain
sebagainya). Untuk memastikan diagnosis sindroma nefrotik, pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan : proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan diantaranya : 5
Urinalisis
- Hematuria mikroskopis ditemukan pada 20% kasus
Hematuria makroskopik jarang ditemukan
Pemeriksaan lipid
- Terjadi peningkatan kolesterol total dan kolesterol LDL (low density
lipoprotein).
2) Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal tidak diindikasikan bagi pasien SN primer dengan awitan
pada usia 1-8 tahun, kecuali jika riwayat klinis, temuan pada pemeriksaan
fisik, maupun hasil dari pemeriksaan laboratorium mengindikasikan adanya
kemungkinan SN sekunder atau SN primer selain tipe lesi minimal. Biopsi
ginjal diindikasikan bagi pasien usia < 1 tahun, dimana SN kongenital lebih
sering terjadi, dan pada pasien usia > 8 tahun dimana penyakit glomerular
kronik memiliki insidensi yang lebih tinggi. Biopsi ginjal hendaknya juga
dilakukan bila riwayat, pemeriksaan, dan hasil uji laboratorium
mengindikasikan adanya SN sekunder. 5
3) Radiografi
Pemeriksaan ultrasonografi atau venografi ginjal sekiranya dicurigai adanya
trombosis vena ginjal. 5
III.
DIAGNOSIS KERJA
Sindrom nefrotik
Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit, tetapi manifestasi penyakit yang menyerang
glomerular. Banyak terjadi pada anak-anak. Sindroma nefrotik dibagi menjadi
sindroma nefrotik primer dan sekunder.6
A) Sindroma nefrotik primer/ idiopatik : 7
Sindrom ini merupakan sekitar 90% nefrosis pada anak. Penyebab sindrom ini
tetap belum diketahui.
Sindrom nefrotik primer/idiopatik terbagi menjadi 5 bentuk : 7
Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik:
Glomerulonefritis Primer
10
Manifestasi klinis. Sama seperti gejala pada sindroma nefrotik umunya yakni
edem,proteinuria, pasien biasanya tidak tampak sakit berat, seringkali dengan
asites dan efusi pleura. Cairan edema berkumpul pada tempat-tempat dependen;
setelah tidur malam wajah dan kelopak mata atau daerah sakrum dapat mengalami
edema, sementara pada siang hari pembengkakan kaki dan abdomen lebih nyata.
Kehilangan proaktivator C3. 7
Diagnosis laboratorium. Sama seperti SN. Hematuria ditemukan pada kurang
dari 10% kasus dan umumnuya mikroskopis dan bersifat sementara. Terlihat
adanya jissm lemak lonjong (oval fat bodies=silinder tubular yang mengandung
lemak) dan silinder hialin dalam sedimen. 7
Diagnosis. Didasarkan pada gambaran klinis dan laboratorium yang khas dan
kepekaan yang lazim terhadap terapi kortikosteroid. Juga tidak ditemukannya
hipertensi berat atau menetap, gross hematuria, azotemia,dan depresi C3 serum. 7
tersering
11
5) Glomerulopati membranosa8
Glomerulopati membranosa adalah penyebab sindrom nefrotik tersering pada
orang dewasa, tetapi jarang pada anak-anak dan jarang menyebabkan hematuria.
Patologi. Dengan mikroskop cahaya, glomerulus menunjukkan penebalan
membrana basalis glomerulus (GBM) difus, tanpa perubahan proliferasi yang
bermakna. Mikroskopi imunofluoresensi memperlihatkan adanya endapan
granuler IgG dan C3, yang melalui mikroskopi elektron tampak berlokasi di sisi
epitel membran.
Patogenesis. Penelitian morfologi menunjukkan bahwa glomerulopati
membranosa adalah suatu penyakit yang diperantai-kompleks imun, tetapi
mekanisme pembentukan kompleks dan sifat antigen dalam kompleks tetap belum
dapat diketahui pada sebagian besar penderita.
Manifestasi klinis. Pada anak, glomerulopati membranosa paling lazim dijumpai
pada umur dekade kedua. Penyakitnya muncul seperti sindrom nefrotik. Namun,
hampir semua penderita menderita hematuria mikroskopis dan kadang-kadang
penderita menderita hematuria makroskopis. Tekanan darah dan kadar C3 normal.
Diagnosis. Diagnosisnya dikonfirmasikan dengan biopsi ginjal. Indikasi umum
untuk biopsi meliputi adanya sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8
tahun atau, atau adanya hematuria atau proteinuria yang tidak terjelaskan.
Glomerulopati membranosa kadang-kadang dapat ditemukan bersama dengan
SLE, kanker, terapi emas atau penisilamin, dan sifilis serta infeksi virus hepatitis
B. Penderita glomerulopati membranosa menambah resiko trombosis vena renalis.
sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira
sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten;
biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan
yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab bersifat
menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi
anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan
kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat. Urin
pasien ini dapat berbusa karena mengandung banyak protein. 9
Gambaran klinis berupa edema umum, hipoproteinemia (kadar albumin serum
biasanya di bawah 2 g/M2/dl), hiperlipidemia (kadar kolestrol serum di atas 220
mg/dl), dan proteinuria yang nyata ( 2 mg/M 2/24 jam atau lebih).
Keadaan
protrombotik, hipertensi, dan hiperlipidemia berkontribusi pada tingginya insidens
penyakit jantung iskemik pada pasien nefrotik. Diagnosis histologis ditegakkan
dengan biopsi ginjal, kecuali terdapat nefropatik diabetik yang jelas atau
glomerulonefritis perubahan minimal pada masa kanak-kanak yang khas secara klinis.
7
IV.
Differential Diagnosis
Pada glomerulonefritis akut (GNA), terdapat edema pada tungkai dan tidak
disertai asites karena albuminuria pada GNA tidak semasif pada SN. Selain
itu, GNA lebih cenderung mengalami hipertensi dibandingkan SN. Pada SN
biasanya normotensi/ hipotensi. Hematuria makroskopik juga lebih sering
ditemukan pada GNA dibanding SN. Pada pemeriksaan lab dapat ditemukan
penurunan komplemen dan tidak terjadi peningkatan kolesterol, hal ini penting
untuk membedakan GNA dan SN.
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat6
V.
ETIOLOGI
Sindrom Nefrotik Primer/Idiopatik
Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh
karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering
dijumpai pada anak. Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan
13
VI.
2)
3)
4)
5)
Glomerulopati membranosa
EPIDEMIOLOGI
Sindrom nefrotik terbanyak terbanyak pada anak berumur 3-4 tahun dengan
perbandingan wanita : pria= 1: 2. Kebanyakan 90% anak yang menderita sindrom
nefrotik yang idiopatik yakni 85 % lesi minimal, 5% proliferasi mesangium, dan
sklerosis setempat 10%. Dan sisanya 10% oleh karena glomerulonefritis membranosa
dan membranoproliferatif. 8
VII.
PATOFISIOLOGI
14
jarang pada fase relaps yang mungkin disebabkan karena infeksi virus pada
saluran pernafasan atas, timbul letargi, anoreksia, pertambahan berat badan akibat
edema, serta terjadi penurunan volume dengan peningkatan kepekatan kemih.
Pasien biasanya tidak tampak sakit berat, tampilan yang paling nyata adalah
edema umum, seringkali dengan asites dan efusi pleura. Cairan edema berkumpul
pada tempat-tempat dependen, setelah tidur malam, wajah dan kelopak mata atau
daerah sacrum dapat mengalami edema, sementara pada siang hari pembengkakan
kaki dan abdomen menjadi lebih nyata. Tekanan darah biasanya normal atau
sedikit menurun. Pada 5-10% kasus terjadi peningkatan tekanan darah.
c. Hiperlipidemia
Mekanisme terjadinya hiperlipidemia belum jelas sepenuhnya. Albumin yang
rendah atau tekanan onkotik yang rendah diduga dapat menstimulasi hati untuk
meningkatkan sintesis lipoprotein yang mengikat kolesterol. Teori lain
mengatakan bahwa adanya proteinuria pada SN menyebabkan terjadinya reaksi
balik yang mengakibatkan produksi lipoprotein di hati yang meningkat.
Walaupun hati pada SN dapat menghasilkan lebih banyak lipoprotein, tetapi
HDL tidak meningkat. Kadar dari HDL yang merupakan factor protektif terhadap
terjadinya aterosklerosis ternyata rendah. Hal ini disebabkan karena HDL
merupakan molekul yang kecil, sehingga lebih mudah keluar melalui urine.
Lipoprotein lain yang dihasilkan hati pada SN adalah cholesterol ester transfer
protein yang juga memegang peranan terjadinya hiperlipidemia. Peran dari protein
ini adalah transfer kolesterol ester dari HDL ke lipoprotein LDL. Pasien SN yang
tidak diobati mempunyai kadar cholesterol ester transfer protein yang sangat
tinggi bila dibandingkan dengan pasien lain yang mendapat terapi.
Penjelasan tradisional untuk hiperlipidemia pada SN adalah peningkatan
sintesis lipoprotein yang menyertai peningkatan sintesis albumin hepatic karena
hipoalbuminemia. Meski demikian, kadar kolesterol serum tidak terpengaruh
dengan kecepatan sintesis albumin. Penurunan tekanan onkotik plasma, berperan
penting dalam meningkatkaan sintesis lipoprotein hepatic, sebagaimana
ditunjukkan oleh penurunan hiperlipidemia pada pasien dengan SN yang
mendapatkan infuse albumin atau dextran.
d. Hematuria mikroskopik
Hematuria mikroskopik ditemukan pada 20-30% anak. Sekitar 4% hematuria
mikroskopik akan berubah menjadi hematuria makroskopik.
VIII.
Manifestasi Klinis
16
irritabilitas, lelash, dispepesia, diare, serta distres pernapasan. Pada beberapa anak,
hipertensi agaknya merupakan respon fisisologis terhadap penurunan volume plasma.4
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat proteinuria berat, mikrohematuria,
dan leukosituria. Selain albumin, banyak protein yang keluar melalui urin seperti
imunoglobulin G (IgG), transferin, apoprotein, lipoprotein lipase, antitrombin III
(ATIII), seruloplasmin, protein pengikat vitamin D (vitamin D binding protein), 25
OH kolekalsiferol, dan thyroid binding globulin. Hal ini akan menyebabkan kadar
protein tersebut dalam serum rendah dan dapat menyebabkan anemia defisiensi besi,
pertumbuhan terhambat, ossifikasi terlambat, dan hipotiroidism. Tiroksin yang rendah
akan menyebabkan peningkatan hormon thyroid stimulating hormon (TSH). IgG
serum yang rendah dan pengeluaran komplemen faktor B dan D melalui urin
menyebabkan meningkatnya risiko infeksi. Ekskresi plasminogen dan ATIII melalui
urin akan menimbulkan kompensasi berupa sintesis protein yang menyebabkan
peningkatan makroglobulin, fibrinogen, tromboplastin, factor II, V, VII, VIII, X, XII,
dan XIII yang dapat menyebabkan koagulopati. Albumin serum yang rendah, dan
konsentrasi asam lemak bebas yang meningkat menyebabkan hipertrigliseridemia.
Kadar kolesterol total dan kolesterol low density lipoprotein (LDL) meningkat tetapi
high density lipoprotein (HDL) rendah. Kelainan lemak dan perubahan arteriol dapat
merupakan risiko arteriosklerosis.2
IX.
Penatalaksanaan
17
Anak dengan SN merupakan kandidat utama untuk infeksi, oleh karena itu
perlu dilakukan pengamatan yang ketat selama beberapa hari sementara
dilakukan pemeriksaan lab yang sesuai.4
X.
KOMPLIKASI 1
XI.
PENCEGAHAN
Imunisasi dan aktivitas. Pasien dengan SN akan mudah sekali terkena infeksi.
Sehingga disarankan untuk diimunisasi 6 minggu setelah obat dihentikan.
Aktivitas pasien dapat tetap dilakukan seperti biasanya apabila pasien tidak
menunjukkan gejala yang signifikan.
XII.
PROGNOSIS
19
XIII.
Kesimpulan
XIV.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
Sri. Ilmu Kesehatan Anak : Pemeriksaan Fisik pada Anak. Diunduh dari :
ikextx.weebly.com. 20 Oktober 2011.
4.
Lynn S, Bates B. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.hal.333-353.
5.
6.
7.
8.
9.
20