Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TERAPI MODALITAS

“PSIKODRAMA”

Disusun Oleh:
Abi Prakasa 17111024110161
Achmat Riyadi 17111024110162
Ade Indra Mawan 17111024110163
Adenovia Intan Sari 17111024110164
Aditya Septiadinata 17111024110165

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii


BAB I .................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................ 2
1.3 TUJUAN PENULISAN .............................................................. 2
BAB II ................................................................................................... 3
2.1 DEFINISI ..................................................................................... 3
2.2 SEJARAH .................................................................................... 5
2.3 PROSEDUR TERAPI PSIKODRAMA ...................................... 6
BAB III................................................................................................ 19
3.1. Kesimpulan ................................................................................ 19
3.2. Saran .......................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG
Lanjut usia (selanjutnya disebut lansia) adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas (Kemenkes RI, 2017). Namun, secara
konvensional, lansia didefinisikan memiliki usia kronologis 65 tahun ke atas,
dengan usia 65 tahun sampai 74 tahun disebut lansia awal dan usia di atas 75
tahun disebut lansia akhir (Orimo et. al., 2006)
Sebagai negara dengan jumlah populasi keempat terbesar di dunia,
pertumbuhan penduduk Indonesia sangat berpengaruh terhadap komposisi
penduduk dunia. Pada tahun 2018, dari keseluruhan populasi di Indonesia,
9,27% merupakan lansia. Badan Pusat Statistik memproyeksikan bahwa pada
tahun 2045, Indonesia akan memiliki sekitar 63,31 juta penduduk lansia atau
hampir mencapai 20% populasi. Proyeksi dari United Nations juga
menyebutkan bahwa persentase lansia Indonesia akan mencapai 25% pada
tahun 2050 atau sekitar 74 juta lansia. Peningkatan jumlah lansia akan menjadi
kesempatan atau tantangan, tergantung bagaimana peran serta segala pihak
dalam mempersiapkan kehidupan lansia kelak (Badan Pusat Statistik, 2018)
Dalam menghadapi tantangan yang mungkin muncul seiring dengan
meningkatnya jumlah lansia, diperlukan adanya peningkatan fondasi dari
cakupan kesehatan yang sekaligus dimaksudkan untuk mencapai poin ke-3
dari Sustainable Development Goals (SDGs) . World Health Organization
(WHO) memberikan rekomendasi dalam mengatasi penurunan kapasitas
intrinsik pada lansia untuk mencegah penurunan kognitif dan peningkatan
kesejahteraan psikologikal dengan cara pemberian terapi stimulasi kognitif
dan intervensi psikologis singkat. Pemberian terapi stimulasi kognitif dan
intervensi psikologis penting untuk mencegah kehilangan kapasitas mental
yang signifikan dan mencegah dependensi perawatan pada lansia (WHO,
2017).

1
Terapi psikologi yang bisa diberikan kepada lansia untuk meningkatkan
kesejahteraanya salah satunya adalah terapi modalitas psikodrama.
Psikodrama adalah psikoterapi pengalaman di mana guided role-play
digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam terkait klien dan
masalah personal dan interpersonal yang dialami yang memungkinkan adanya
solusi melalui aksi dan bukan hanya sekedar perkataan semata (Orkibi &
Feniger-Schaal, 2019).
Psikodrama menawarkan realitas “anti-gagal” pada klien di mana
perasaan, pemikiran, dan kebiasaan dapat di-explore dan mendapatkan
pemahaman yang lebih dalam terkait masalah di masa lalu, tantangan di masa
sekarang, dan kemungkinan di masa depan (Orkibi & Feniger-Schaal, 2019).
Mengingat masifnya kenaikan penduduk usia lansia, dan pentingnya
peningkatan kesejahteraan dari lansia, maka kelompok tertarik untuk
mengetahui bagaimana pelaksanaan terapi modalitas psikodrama pada lansia.

1.2RUMUSAN MASALAH
Dari hasil penjabaran di atas, maka bagaimana pelaksanaan terapi modalitas
psikodrama pada lansia?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan umum: Mengetahui bagaimana pelaksanaan terapi modalitas
psikodrama pada lansia.
Tujuan khusus:
1. Mengetahui definisi dari psikodrama.
2. Mengetahui bagaimana sejarah dari psikodrama.
3. Mengetahui langkah-langkah pemberian terapi modalitas
psikodrama.
4. Mengetahui bukti keberhasilan pemberian terapi modalitas
psikodrama.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1DEFINISI
Terapi Psikodrama (PD) adalah jenis terapi yang menggunakan teknik dan
konsep teater untuk membawa perubahan yang bermakna. Terapi
psikodrama memberikan klien cara untuk mengekspresikan perasaan,
berinteraksi dengan yang lain, dan melatih kebiasaan hidup sehat.
Ahli terapi drama, David R. Johnson (1982) mendefinisikan cara
pengobatan ini sebagai “penggunaan drama kreatif yang disengaja untuk
mencapai tujuan psikoterapi dari pengurangan gejala, integrasi emosional
dan fisik, dan pertumbuhan pribadi”.
The North American Drama Therapy Association mendeskripsikan terapi
psikodrama sebagai pendekatan yang dapat memberikan konten bagi
peserta untuk menceritakan kisah mereka, menetapkan tujuan dan
memecahkan masalah, mengungkapkan perasaan, atau mencapai katarsis.
Hal ini dimaksudkan untuk membantu peserta mengeksplorasi pengalaman
batin mereka dan melepaskan mereka dari peran atau kerangka kerja kaku
yang telah mereka batasi. Mereka dapat mengekspresikan diri sambil
berbagi sisi baru dengan kepribadian mereka, atau menggali hal lama yang
sudah lama terlupakan.
Sesi psikodrama umumnya diselenggarakan berdasarkan pedoman berikut:
1. Sesi ini berfokus terutama pada satu orang, yaitu seorang
protagonis.
2. Peserta menunjukkan emosi mereka dengan bereaksi terhadap
orang lain.
3. Peserta menggunakan teknik seperti mencerminkan perilaku
protagonis dan pembalikan peran untuk lebih memahami perasaan
dan perilaku mereka, serta perasaan dan perilaku atau orang lain.

3
4. Spontanitas dan kreativitas ditekankan sebagai pendorong
kemajuan dan perkembangan (Good Therapy, 2015B).
Selain menangani tujuan-tujuan yang lebih besar dan menyeluruh ini,
terapi drama juga dapat menguntungkan peserta dengan memberikan
mereka kesempatan untuk:
1. Mengekspresikan perasaan mereka
2. Menceritakan kisah mereka
3. Bertindak/mengatasi masalah
4. Meringankan gejala mereka
5. Mencapai integritas emosional dan fisik
6. Merasakan pengalaman katarsis
7. Memperluas kedalaman pengalaman batin mereka
8. Meningkatkan kepercayaan diri
9. Meningkatkan harga diri
10. Meningkatkan indera bermain dan spontanitas mereka
11. Mengembangkan kepercayaan
12. Mengatasi masalah hubungan
13. Meningkatkan keterampilan interpersonal/social mereka
14. Memperluas atau memperkuat peran kehidupan pribadi mereka
15. Meningkatkan fleksibilitas mental dan emosional mereka
(HealthPRO, n.d.)
Untuk mencapai tujuan yang disebutkan di atas, sesi terapi drama biasanya
diatur dalam empat bagian terpisah:
1. Pendaftaran - dalam komponen pertama sesi ini, peserta akan
melakukan pendaftaran dengan terapis dan membagikan perasaan
mereka hari ini.
2. Pemanasan - kegiatan pemanasan dimaksudkan untuk mendapatkan
kelancaran peredaran darah serta mengeluarkan kekreatifan
peserta; ini akan membantu semua orang terlibat, secara pikiran
dan tubuh.

4
3. Kegiatan utama - ini adalah komponen terbesar dari sesi dan fokus
dari pekerjaan terapi saat itu.
4. Penutup - menutup sesi menawarkan kesempatan untuk membahas
bagaimana sesi berlangsung untuk setiap peserta dan memperkuat
pelajaran yang diperoleh atau tujuan yang dicapai (Counseling
Directory, n.d.).

2.2SEJARAH
Terapi drama pertama kali dipahami sebagai pendekatan terapeutik yang
disebut psikodrama oleh psikiater Jacob Moreno (Good Therapy, 2015A).
Moreno lahir pada tahun 1889 di Rumania dan dibesarkan di Vienna,
tempat ia memperoleh gelar sarjana kedokteran dan mulai berpraktik
sebagai psikiater. Pada tahun 1925, ia pindah ke kota New York, di mana
ia berlatih psikiatri dan bereksperimen dengan beberapa ide yang lebih
aneh dan inovatif. Psikodrama adalah salah satunya, sebuah ide yang
bertentangan dengan arus psikologi saat ini, memberikan fokusnya pada
masa kini dan masa depan daripada masa lalu.
Dari teknik psikodrama Moreno, yang sekarang kita sebut terapi drama,
telah lahir. Orang-orang memperhatikan bahwa drama memfasilitasi
ekspresi emosi yang sulit dan memberikan jarak psikologis dari trauma
atau penderitaan yang dialami oleh seorang peserta, dan mereka
menerapkan kebenaran ini dari dunia teater ke dunia terapi. Sementara
psikodrama berfokus pada individu-protagonis-terapi drama dapat
diterapkan pada individu atau kelompok dan dapat memberikan peluang
terapeutik untuk semua peserta dalam setiap sesi (HealthPRO, n.d.).
Selama tahun 1960-an, ketika fokus baru pada pendekatan humanistik atas
kerangka psikoanalitik yang lebih tradisional mulai terbentuk, terapi drama
menawarkan psikolog cara yang lebih menantang untuk memperlakukan
klien melalui teater yang berpusar pada pengalaman aktor daripada
penonton (Johnson, 1982). Bidang tersebut benar-benar mulai terbentuk
ketika American Dance Therapy Association dibentuk pada tahun 1966

5
dan diikuti terbentuknya American Art Therapy Association pada tahun
1969, memberikan terapi drama sebuah organisasi khusus untuk
mengumpulkan pengetahuan mereka dan memusatkan penelitian, praktik,
dan berbagi informasi (Good Therapy, 2015A).
Ketika terapi drama menemukan pijakannya, konseptualisasi yang lebih
kohesif dalam bidang ini mulai muncul. Saat ini, tujuan dari terapi drama
sering digambarkan sebagai berikut:
1. Promosi positif dalam perubahan perilaku
2. Peningkatan keterampilan hubungan interpersonal
3. Kesejahteraan fisik dan emosi yang terintegrasi
4. Tercapai pertumbuhan personal dan kesadaran diri
5. Peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan (Good Therapy,
2015A).

2.3PROSEDUR TERAPI PSIKODRAMA


Proses dan teknik yang digunakan dalam terapi drama sangat bervariasi
dan kemungkinan besar tidak familiar oleh seorang psikologis yang belum
mempelajari bentuk terapi khusus ini. Terapi drama menggunakan latihan
yang berakar di teater untuk membantu peserta mengekspresikan diri
mereka dan mendapatkan wawasan baru tentang diri mereka sendiri dan
orang lain.
Sembilan proses inti di mana terapi drama memfasilitasi perubahan pada
peserta termasuk:
1. Proyeksi dramatis - teknik yang memungkinkan peserta
memproyeksikan perasaan batin mereka dan menyelesaikan
masalah mereka ke dalam peran atau objek.
2. Personifikasi dan peniruan - dua teknik berbeda di mana peserta
dapat mengekspresikan materi pribadi mereka sendiri melalui
permainan peran atau ke suatu objek.
3. Audiensi dan saksi interaktif - merujuk pada peserta, kelompok,
dan / atau klien dalam peran audiensi atau saksi.

6
4. Bermain - suatu sikap yang ditandai dengan pemecahan masalah
secara spontan, di mana ruang permainan dipertaruhkan, benda-
benda secara aktif diubah menjadi peran baru, dan kelonggaran
dibuat untuk perubahan.
5. Drama-terapeutik empati dan menjauhkan - kemampuan peserta
untuk terlibat atau melepaskan diri dengan materi yang beresonansi
dengan masalah pribadi dan konflik batin mereka.
6. Koneksi drama kehidupan - suatu proses di mana para peserta
menganalisis masalah atau masalah pribadi mereka melalui
proyeksi dramatis.
7. Transformasi - aspek yang melekat dari banyak hal yang terjadi di
teater dan dimainkan, dibangun langsung ke dalam cerita yang
berstruktur.
8. Perwujudan - ekspresi fisik dari materi pribadi (bisa aktual atau
dibayangkan).
9. Proses kinerja terapeutik - proses ini merujuk pada penggunaan
terapeutik dari kinerja teater untuk bekerja melalui masalah dan
tema pribadi peserta (Jones, 1996).
Selain dari proses inti ini, ada teknik lain yang dapat digunakan dalam
terapi drama. Beberapa teknik yang paling umum diantaranya adalah:
1. Merangsang kreativitas dan spontanitas
Meskipun hal ini lebih merupakan tema konstan dan berfokus
terhadap dorongan dari terapis, ada baiknya disebut sebagai teknik
sendiri. Sepanjang perawatan, terapis drama akan mencoba untuk
menonjolkan, mendorong, dan memprovokasi peserta untuk
mengembangkan dan menerapkan sifat kreatif mereka (Johson,
1982; Jones, 1996).
2. Bermain peran
Bermain peran memungkinkan peserta untuk mengubah pola pikir
mereka, bertindak dalam cara-cara baru, dan menghubungkan
pengalaman mereka sendiri dengan orang lain (apakah “orang lain”

7
itu nyata atau yang dibayangkan, salinan peserta yang hampir
sempurna atau seseorang yang sama sekali berbeda). Ada dua jenis
peran utama yang dapat dimainkan oleh seorang peserta.
a. Peran tertulis
Peran yang dituliskan memberikan peserta kesempatan
untuk bertindak sebagai orang lain, biasanya berdasarkan
pada naskah atau teks yang menggambarkan individu
tersebut. Peserta mempelajari peran dan upaya untuk
memahami individu, dan peserta sering menemukan bahwa
mereka dapat berhubungan dengan faktor-faktor tertentu
dalam pengalaman karakter.
b. Peran improvisasional
Berbeda dengan peran yang dituliskan, peserta yang
memerankan peran improvisasi diberi panduan minimal
tentang karakter dan diizinkan untuk menciptakan
kepribadian mereka secara spontan. Aktor dalam peran
improvisasi pasti akan tergambarkan dari pengalamannya
sendiri, ingatan, dan asumsi untuk menciptakan
kepribadian, menjadikannya latihan dalam ekspresi diri —
apakah aktor menyadari setiap aspek dari dirinya sendiri
yang terserap atau tidak (Johnson, 1982).
3. Pidato dan bercerita
Sebagian besar dari kita memiliki keinginan yang melekat untuk
menceritakan kisah kita kepada orang lain, baik melalui kata-kata
yang diucapkan, kata-kata tertulis, musik, atau seni. Teknik ini
memanfaatkan keinginan ini untuk menceritakan kisah yang baik
dan memungkinkan kita untuk membentuk narasi baru dan berlatih
menyampaikan pesan kita kepada orang lain.
Terapi bicara itu sendiri adalah semacam bercerita, di mana klien
menyusun, mengubah, dan memfokuskan kembali ceritanya sendiri
dengan terapis sebagai penonton. Proses sederhana untuk

8
menceritakan kisah Anda dapat membawa rasa katarsis yang
mengejutkan dan memfasilitasi pemahaman baru tentang diri Anda
dan pengalaman Anda.
Namun, mendongeng juga dapat digunakan untuk membangun
situasi hipotetis (atau tidak terlalu hipotetis) dan mengeksplorasi
berbagai cara cerita bisa berakhir. Dalam teknik ini, klien berada
dalam posisi kepemimpinan mengenai karakter, situasi, dan
resolusi, yang memungkinkan dia untuk bekerja melalui
pengalaman mereka sendiri dan menemukan penyembuhan (Miller,
2011).
4. Bermain proyektif
Bermain proyektif umumnya digunakan pada anak-anak, meskipun
itu juga dapat diterapkan untuk orang dewasa dengan cacat
perkembangan dan lain-lain. Teknik ini menggunakan boneka dan
mainan untuk memungkinkan anak-anak mengekspresikan dan
memproyeksikan perasaan mereka melalui alat peraga yang mereka
miliki. Memproyeksikan diri ke dunia luar melalui permainan
adalah tanda perkembangan yang sehat, dan kegagalan untuk
melakukannya dapat memberikan wawasan berharga tentang apa
yang sedang diperjuangkan oleh anak tersebut.
Teknik serupa juga dapat digunakan pada orang dewasa, meskipun
umumnya ini dilakukan dengan alat peraga alih-alih mainan.
Penggunaan alat peraga adalah fitur yang menonjol dalam terapi
drama dan menawarkan peserta cara serbaguna untuk
menggunakan hal-hal di sekitar mereka untuk mengekspresikan
diri. Alat peraga dapat digunakan untuk berbagai tujuan, dari
sekadar memberi peserta alat untuk digunakan dalam peran mereka
hingga memegang makna simbolis dan mewakili pengalaman,
individu, atau konsep yang sangat penting bagi peserta.
5. Gerakan dan miming

9
Salah satu perilaku manusia yang paling mendasar adalah gerakan.
Penggunaan gerakan dengan cara terapeutik juga ditemukan dalam
terapi seni, tarian interpretatif, dan kegiatan lain yang dirancang
manusia untuk mengekspresikan diri.

Miming adalah aktivitas yang mungkin sudah Anda kenal; kata


"pantomim" mengingatkan kepada seseorang yang mengenakan
pakaian hitam dan putih, dengan wajah putih dan baret hitam,
diam-diam menjalankan rutinitas. Tentu saja, miming tidak harus
melibatkan cat wajah dan suspender hitam — miming pada
dasarnya adalah gerakan menggantikan ucapan dalam memerankan
skenario atau menggambarkan emosi. Teknik ini membutuhkan
penggunaan bahasa tubuh sendiri, yang dapat memunculkan
pemikiran, perasaan, dan perspektif baru bagi para peserta
(Counseling Directory, n.d.).
6. Memerankan
Proses ini mengacu pada kesempatan yang terapi drama berikan
bagi peserta untuk memerankan perilaku negatif tanpa menghadapi
konsekuensi. Di ruang yang aman ini, mereka dapat memerankan
perilaku berbahaya yang mereka lakukan, dan menghadapi perilaku
itu secara langsung dan jujur. Teknik ini sangat membantu bagi
peserta yang menderita kecanduan, karena mereka dapat terlibat
dalam pertimbangan yang bijaksana tentang perilaku kecanduan
mereka tanpa benar-benar mundur (Blank, 2010).
Selain itu, berakting dapat sangat membantu bagi peserta yang
telah terlibat dalam perilaku atau tindakan berbahaya lainnya yang
telah menyebabkan masalah di masa lalu. Seringkali sulit untuk
menggali pengalaman lama dan emosi yang menyertainya, tetapi
teknik ini diterapkan dengan harapan menemukan mengapa Anda
bertindak seperti yang Anda lakukan dan mengapa hasil yang

10
negatif terjadi, serta mempelajari bagaimana Anda bisa memilih
jalur lain di masa mendatang (Counseling Directory, n.d.).
7. Topeng
Ini mungkin terdengar berlawanan dengan intuisi, tetapi terkadang
mengenakan topeng adalah cara terbaik untuk menjadi diri sendiri.
Mengenakan topeng dapat membantu peserta merasa lebih aman
dan lebih aman, serta memberi mereka cara lain untuk
mengekspresikan diri dan berbagi perasaan dengan orang lain
secara non-verbal.
Menurut ahli terapi drama dan peneliti Robert Landy (1986), ada
empat cara utama topeng dapat digunakan dalam pertemuan
terapeutik:
a. Untuk mewakili dua sisi konflik atau dilema.
b. Untuk mengekspresikan identitas seseorang dalam suatu
kelompok.
c. Untuk menjelajahi mimpi dan citra.
d. Untuk mengekspresikan peran sosial.
Selain memakai topeng dalam proses terapi, mungkin juga
membantu bagi peserta untuk membuat topeng mereka sendiri yang
mencerminkan pengalaman mereka atau cocok dengan perasaan
mereka. Ini adalah kesempatan bagus untuk mengekspresikan diri
dan melibatkan kreativitas mereka.
Sumber dari contoh latihan ini dapat ditemukan dalam tulisan Susana
Pendzik, PhD, RDT. Yang berjudul Drama Therapy Exercises. Adapun
latihannya adalah sebagai berikut:
1. What’s in a Name?
Latihan ini akan mendorong peserta untuk mengeksplorasi setiap emosi
tersembunyi dalam kisah hidup mereka sendiri, membantu mereka
mengembangkan imajinasi dan kreativitas mereka, dan memfasilitasi
kesadaran akan muatan emosional dalam nama.

11
Untuk mempersiapkan kegiatan ini, yang Anda butuhkan hanyalah
kertas dan pensil atau pena untuk digunakan peserta.
Fasilitator akan menginstruksikan setiap anggota kelompok untuk
menemukan tempat yang nyaman di ruangan untuk menulis. Mereka
harus menuliskan setiap nama panggilan semasa hidup mereka yang
dapat mereka pikirkan, apakah itu nama gadis, nama panggilan, nama
berbasis peran (seperti "guru"), nama hewan peliharaan, atau jenis nama
lain atau gelar apa pun. Untuk setiap nama, peserta harus menambahkan
tanda positif (+) atau negatif (-) di sebelahnya, mewakili apakah Anda
memiliki hubungan positif atau negatif dengan nama tersebut.
Setiap peserta kemudian akan memilih satu nama untuk dijelajahi hari
ini. Fasilitator harus meyakinkan peserta bahwa makna di balik nama
dapat tetap disembunyikan.
Di sisi lain halaman, para peserta akan menulis nama mulai dari
belakang. Peserta harus mempertimbangkan kata baru ini, dan berpikir
Bahasa apa itu, bisa jadi Bahasa asli atau Bahasa buatan, tidak masalah
yang mana.
Selanjutnya, para peserta akan berpikir tentang apa arti kata ini
berdasarkan bagaimana bunyinya, dan menulis definisi kamus kata
tersebut. Begitu mereka memiliki definisi, mereka akan membuat
kalimat menggunakan kata, yang masuk akal mengingat definisi yang
mereka buat. Setelah mereka menulis kalimat, mereka diperintahkan
untuk membayangkan kalimat dalam paragraf dan juga menuliskan
paragraf tersebut.
Sekarang, ketika para peserta memiliki paragraf yang sepenuhnya
terbentuk, mereka harus memikirkan di mana mereka akan menemukan
paragraf seperti itu — sebuah buku? Sebuah artikel koran? Sebuah
situs? Dari mana pun mereka memutuskan paragraf ini berasal, mereka
akan menulis deskripsi singkat tentang sumbernya. Akhirnya, dengan
semua bahan tertulis mereka di tangan, peserta akan dibentuk dalam
tiga atau empat kelompok dan berbagi karya mereka. Grup akan

12
memilih satu paragraf dan sumber deskripsi untuk dijadikan sebagai
adegan untuk seluruh grup. Setelah masing-masing kelompok
mempresentasikan adegan mereka, para peserta dapat memproses
pengalaman mereka.
Pertanyaan kunci yang akan memandu proses ini adalah:
a. Apakah cerita yang muncul dari pembalikan nama terhubung
dengan cara apapun terhadap sebuah makna dari nama tersebut?
b. Perasaan apa yang muncul dalam diri saya ketika saya bermain
dengan kata baru yang dibuat dari nama?
c. Adakah yang ingin saya bagikan tentang proses pemilihan
nama?
d. Adakah yang ingin saya bagikan tentang proses memilih salah
satu paragraf yang akan disajikan?
e. Apa yang terjadi pada peserta yang ceritanya terpilih, dalam
terjemahan dari teks ke drama, dari pekerjaan individu ke
pekerjaan kolaboratif?
Menyelesaikan latihan ini akan membantu peserta menemukan makna
yang tersembunyi dalam nama yang telah mereka kenal dan menjelajahi
kemampuan kreatif mereka sendiri.

2.4 EVIDENCE BASED TERAPI PSIKODRAMA


Terapi modalitas harus terbukti valid secara ilmiah, dibuktikan dengan
menjawab lima belas pertanyaan berikut:
1. Mempunyai definisi yang jelas dalam bidang penyelidikan, aplikasi,
penelitian, dan praktik
a. Penyelidikan/penelitian: Ada berbagai bidang penelitian dalam
psikodrama. Kipper dan Ritchie (2003) melakukan analisis meta
kuantitatif terakhir. Ditekankan dalam analisis kualitatif studi
kasus (Kipper), dan alat pengukuran untuk spontanitas (Kipper).
Treadwell, Lavertue, Kumar, dan Veeraraghavan (2001)
merevisi The Group Cohesion Scale dan The Personal Attitude

13
Scale-II (Kellar, Treadwell, Kumar, & Leach, 2002). Sosiometri
dikembangkan dalam Inventarisasi Jaringan Sosial (Treadwell,
Leach, & Stein, 1993). Wieser (2003, 2004) menyelidiki
penelitian terapi psikodrama yang berbeda sesuai dengan ICD-
10.
b. Aplikasi/praktik: Memiliki beberapa area aplikasi yang sulit
untuk psikoterapi lain, misalnya psikosis, kenakalan,
keterbelakangan mental, dll.
2. Telah menunjukkan klaimnya atas pengetahuan dan kompetensi
dalam tradisi diagnosis/penilaian dan atau pengobatan/intervensi.
Diagnosis / penilaian dan terapi tidak harus terpisahkan.
Permainan yang sama dapat digunakan sebagai instrumen
diagnostik. Tes sosiometrik dan atom sosial adalah instrumen
diagnostik yang asli. Mereka dapat memberikan diagnosis pada
tingkat individu tetapi juga pada tingkat kelompok.
3. Memiliki teori yang jelas dan konsisten tentang manusia, tentang
hubungan terapeutik dan kesehatan serta penyakit
Kriteria psikodramatik untuk kesehatan dapat diringkas sebagai
berikut:
a. Pengembangan fungsi, peran fleksibel yang cocok untuk
menciptakan kehidupan yang memuaskan secara emosional
dan sosial.
b. Perkembangan spontanitas (yang mungkin secara genetik
hadir saat lahir sebagai faktor kelangsungan hidup) yang
mungkin menderita karena defisit lingkungan dan
emosional. Awalnya Moreno mengembangkan "tes
spontanitas", standar situasi kehidupan di mana subjek
harus membuat sebuah solusi.
4. Memiliki metode khusus untuk pendekatan, yang menghasilkan
perkembangan dalam teori psikoterapi, menunjukkan aspek-aspek

14
baru dalam pemahaman sifat manusia, dan cara-cara pengobatan /
intervensi
5. Termasuk proses pertukaran verbal, di samping kesadaran akan
sumber informasi non-verbal dan komunikasi
Psikodrama adalah metode tindakan. Pasien tidak hanya
berbicara tetapi juga mewakili dan cara yang berbeda digunakan
untuk memahami (dan membiarkannya mengerti) tindakan dan
ekspresi tubuhnya: doubling, mirroring.
6. Menawarkan alasan yang jelas untuk perawatan / intervensi yang
memfasilitasi perubahan konstruktif dari faktor-faktor yang
memprovokasi atau mempertahankan penyakit atau penderitaan
7. Memiliki strategi yang jelas yang memungkinkan klien
mengembangkan pengalaman yang terorganisasi dan perilaku baru
Psikodrama dapat menjadi laboratorium dari hubungan
manusia dan memungkinkan eksplorasi dan eksperimen hubungan
interpersonal di masa lalu, sekarang dan masa depan.
8. Terbuka untuk berdialog dengan modalitas psikoterapi lainnya
tentang bidang teori dan praktiknya
Ada cukup banyak psikoterapis dari berbagai sekolah yang
telah mengadaptasi teknik psikodramatik dengan kerangka teori
mereka sendiri. Psikodrama Jung berasal dari Italia dan Swiss
(Maurizio Gasseau, Giulio Gasca dan Wilma Scategni di Italia,
Hellmut dan Ellynor Barz di Institut Carl Gustav Jung di Swiss).
Psikoanalitik psikodrama memiliki posisi yang kuat di Prancis.
Advokat paling terkenal di AS adalah Sandra Garfield. Teknik
utama Terapi Gestalt, kursi kosong, adalah adaptasi dan
pengembangan cerdik dari teknik asli monodrama Moreno. Terapi
Gestalt pada dasarnya adalah terapi individu dalam kelompok
tetapi telah berkembang dalam arah interpersonal menggunakan
banyak teknik psikodramatik. Dalam psikoterapi berorientasi tubuh
(Downing, 1996) "dialog gestalt" digunakan dengan cara yang

15
sama untuk membuat rasa interpersonal terhadap materi
dibangkitkan oleh kerja tubuh. Sebaliknya, teknik tubuh sering
digunakan, oleh psikodramatis (Carlos Chan, Ildri Ginn et.al).
9. Memiliki cara untuk menggambarkan secara metodis bidang studi
yang dipilih dan metode perawatan / intervensi, yang di mana dapat
digunakan oleh rekan kerja lainnya
Beberapa teknik permainan kelompok dan orang dewasa
digunakan dengan cara-cara kreatif lain dan diintegrasikan oleh
orientasi terapeutik lainnya.
10. Berhubungan dengan informasi, yang merupakan hasil dari refleksi
diri secara sadar, dan refleksi kritis oleh para profesional lain
dalam pendekatan tersebut.
Pada tahun '30-an, Moreno mengembangkan teori peran
yang terinspirasi oleh sosiolog G. H. Mead.
Pada saat ini, beberapa psikodramatis terinspirasi oleh ahli saraf
(sel replika) dan D. Stern (2004) dalam mengembangkan teori
tentang penggandaan.
11. Menawarkan pengetahuan baru, yang berbeda dan khas, dalam
ranah psikoterapi.
Sebagai tambahan untuk jawaban dari pertanyaan 4 oleh pendapat
ahli terapi psikodrama Jerman sebagai modalitas psikoterapi ilmiah
(Wissenschaftlicher Beirat Psychotherapie, 2001) memberi contoh
bahwa perubahan emosional dalam pembalikan peran dapat
menjadi dasar untuk modalitas psikoterapi yang berbeda.
12. Mampu diintegrasikan dengan pendekatan lain yang dianggap
sebagai bagian dari psikoterapi ilmiah sehingga dilihat dapat
berbagi dalam bidang yang sama
Terapi psikodrama berjalan bersama dengan terapi perilaku,
terapi aksi, permainan peran, latihan peran, pelatihan peran, drama
perilaku, terapi psikodinamik (psikodrama analitik), psikoterapi
kelompok (Moreno memperkenalkan istilah ini pada tahun 1931 ke

16
sebuah konferensi psikiatrik), terapi anak, keluarga dan terapi
pasangan, terapi pengalaman, terapi integratif (Petzold), psikologi
humanistik, terapi eksistensial (Verhofstad, 1999), terapi gestalt
(teknik kursi kosong), terapi hipno (drama hipno), terapi seni
ekspresif, terapi kreatif, terapi musik (Joseph Moreno ), terapi
drama dan terapi teater.
13. Menjelaskan dan menampilkan strategi yang koheren untuk
memahami masalah manusia, dan hubungan eksplisit antara
metode pengobatan / intervensi dan hasil.
Sebuah survei sebelumnya tentang efektivitas psikodrama
(misalnya, Kipper, 1978; Kellermann. 1982; Rawlinson, 2000)
menemukan bahwa psikodrama mempromosikan "perubahan
perilaku dengan penyesuaian, antisosial dan gangguan terkait"
(Kellermann, 1982) dan "mengembangkan harga diri, untuk
mengubah elemen perilaku mereka dan untuk mengembangkan
empati dan hubungan sosial ”(Rawlinson, 2000 dalam Kipper &
Ritchie, 2003, hal. 14). Namun, survei ini adalah analisis kualitatif.
Studi meta-analitik pertama tentang efektivitas teknik psikodrama
dilakukan oleh Kipper dan Ritchie (2003).
Secara teoritis Kipper memandang psikodrama sebagai ringkasan
prosedur klinis (teknik) yang bila disatukan, membentuk intervensi
psikodrama. Kipper dan Ritchie (2003) mengulas studi empiris
yang diterbitkan dalam 35 tahun terakhir (1965-1999 tentang
efektivitas pembalikan peran, penggandaan, penggambaran peran
dalam situasi yang sulit, dan perawatan yang menggabungkan
beberapa prosedur psikodrama (beberapa teknik). Mereka
menggunakan kriteria inklusi yang agak ketat, hasilnya 25
publikasi yang diterima. Peninjauan literatur awal termasuk
pengambilan dari Indeks Ilmu Sosial dan membaca artikel dalam
publikasi asli mereka. Yang dipilih tidak termasuk yang berurusan
dengan sosiometri. Teknik prosedur psikodrama yang

17
efektivitasnya tampaknya memiliki beberapa penyelidikan
eksperimental jatuh ke dalam empat kategori: pembalikan peran,
bermain peran, menggandakan dan beberapa teknik.
14. Memiliki teori tentang perilaku manusia normal dan bermasalah
yang secara eksplisit berkaitan dengan metode diagnosis / penilaian
dan pengobatan / intervensi yang efektif
Misalnya teori pertemuan dan teknik pembalikan peran dalam
terapi.
15. Memiliki prosedur investigasi yang didefinisikan dengan cukup
baik untuk mengindikasikan kemungkinan penelitian.

18
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
The North American Drama Therapy Association mendeskripsikan terapi
psikodrama sebagai pendekatan yang dapat memberikan konten bagi peserta
untuk menceritakan kisah mereka, menetapkan tujuan dan memecahkan
masalah, mengungkapkan perasaan, atau mencapai katarsis. Hal ini
dimaksudkan untuk membantu peserta mengeksplorasi pengalaman batin
mereka dan melepaskan mereka dari peran atau kerangka kerja kaku yang
telah mereka batasi.Dengan melakukan Psikodrama sangat efektif untuk
mengekspresikan yang belum pernah dilakukan dengan cara ini dapat
menggali hal lama yang sudah dilupakan dan mulai mengingatnya kembali
dengan melakukan beberapa sesi untuk psikodrama dan memerlukan
konsentrasi dalam memerankan psikodrama seperti mengekspresikan prasaan
mereka dan menceritakan masalah yang dialami dan dapat bertindak atau
mengatasi masalah yang dialami untuk mencapai tujuan dari psikodrama.
Terapi psikodrama berjalan bersama dengan terapi perilaku, terapi aksi,
permainan peran, latihan peran, pelatihan peran, drama perilaku, terapi
psikodinamik (psikodrama analitik),

3.2. Saran
Sebelum Melakukan Psikodrama Untuk melakukan Psikodrama sendiri
Memerlukan konsentrasi yang sangat tinggi dan mau dari diri sendiri untuk
menceritakan masalah yang dialami dan dapat mengikuti semua prosedur
Psikodrama dan dapat memerakan peran yang akan dilakukan

19
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Penduduk Usia Lanjut.


Counselling Directory. (n.d.). Dramatherapy. Counselling Directory – Art
Therapies. Retrieved from https://www.counselling-
directory.org.uk/drama-therapy.html

Drama Therapy: Essential Techniques, Activities & Exercises + Courses


(Courtney Ackerman, 2018, https://positivepsychology.com/drama-
therapy/, diperoleh pada tanggal 14 Oktober 2019).

Good Therapy. (2015A). Drama therapy. Good Therapy. Retrieved from


https://www.goodtherapy.org/learn-about-therapy/types/drama-therapy

Good Therapy. (2015B). Jacob Moreno (1889-1974). Good Therapy PsychPedia.


Retrieved from https://www.goodtherapy.org/famous-psychologists/jacob-
moreno.html

HealthPRO. (n.d.). Drama therapy. HealthPRO Natural Medicine. Retrieved from


http://learn.healthpro.com/drama-therapy/

Johnson, D. R. (1982). Principles and techniques of drama therapy. The Arts in


Psychotherapy, 9, 83-90. doi:10.1016/0197-4556(82)90011-9

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Analisis Lansia di Indonesia.


Miller, E. (2011). Notes on “Using storytelling for therapy.” World Storytelling
Institute. Retrieved from http://www.storytellinginstitute.org/72.html

Orimo et. al. 2006. Reviewing the Definiton of “Elderly”. Geriatr Gerontol Int; 6;
149-158 doi:10.1111/j.1447.0594.2006.00341.x

Orkibi H, Feniger-Schaal R. 2019. Integrative systematic review of psychodrama


psychotherapy research: Trends and methodological implications. PLoS
ONE 14(2): e0212575. https://doi.org/10.1371/journal. pone.0212575

Scientific Validation of Psychodrama Therapy (Michael Wieser, Pierre Fontaine


& Judith Teszary, https://www.fepto.com/organization/scientific-
validation-of-psychodrama-therapy, diperoleh pada tanggal 14 Oktober
2019).

World Health Organization. 2017. Integrated Care for Older People (ICOPE):
Guidelines on Community-level Interventions to Manage Declines in
Intrinsic Capacity. Retrieved from https://www.who.int/ageing/WHO-
ALC-ICOPE_brochure.pdf?ua=1

20

Anda mungkin juga menyukai