Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam
dirinya. Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang
manusia. Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya
yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-
aturan Allah Swt. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih
tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang.
Menikah merupakan perintah dari Allah Swt. Seperti dalil berikut ini:
Yang artinya:“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis
kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta
memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari nikmat Allah?”(An-Nahl;72).
Adapun secara Islam pernikahan itu sendiri mempunyai tatacara, syarat, tujuan,
hukum, serta hikmahnya tersendiri. Berdasarkan dalil dibawah ini merupakan salah
satu tujuan dari pernikahan:
Yang artinya: “Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut
(suara) dalam pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896.
Dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1994)
Berdasarkan dalil-dalil diatas jelas sekali Allah Swt. Telah mengatur
sedemikian rupa permasalahan mengenai pernikahan. Adapun pernyempurnaan
dari wahyu yang diturunkan oleh Allah swt. Telah disempurnakan oleh ahli tafsir
dengan mengeluarkan dalil yang dapat memperjelas mengenai pernikahan tanpa
mengubah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.
B. Rumusan Masalah
Beberapa Permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
Pengertian Pernikahan dari segi bahasa maupun istilah
1 Hukum Pernikahan
2 Peminangan (Khitbah)
3 Syarat Pernikahan
4 Tujuan Pernikahan
5 Pemilihan Calon suami/istri
6 Thalak (Perceraian)
7 Iddah

1
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui
pentingnya pengetahuan terhadap Pernikahan (Munahakat) dimana setiap
orang pasti akan mengalami sebuah Pernikahan.

D. Manfaat
1 Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah:
2 Pembaca dapat memahami pengertian dari Pernikahan.
3 Pembaca dapat mengetahui proses dalam sebuah Pernikahan secara
Islam.
4 Pembaca dapat mengetahui tujuan serta hikmah dari Pernikahan yang
benar secara Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN PERNIKAHAN
Pernikahan atau Munahakat artinya dalam bahasa adalah terkumpul dan
menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang
menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim
sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya yang diucapkan oleh
kata-kata , sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan
dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga
dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling
berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.

B.HUKUM PERNIKAHAN
Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang
artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan
pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya
pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga
bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh
Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib,
makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.
· Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental
maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera
menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :
“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk
menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga
pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang
siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi
penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)
- Pernikahan Yang Dihukumi Wajib
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan
jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak segera
menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah

3
- Pernikahan Yang Dihukumi Makruh
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani,
mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak
- Pernikahan Yang Dihukumi Haram
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan
tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.

C. PEMINANGAN (KHITBAH)
Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki
dan perempuan untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui
oleh kedua pihak. Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang
telah dihalalkan oleh Islam. Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan.
Hukum peminangan adalah harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan
saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang. Pemberian
seperti cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan tanda ikatan
pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki,
pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka
hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat semasa
peminangan dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat, karena
tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang diperbolehkan
untuk dilihat untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.
Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:
"Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang
hendak menikah dengan seorang perempuan: "Apakah kamu telah
melihatnya?jawabnya tidak(kata lelaki itu kepada Rasullullah).Pergilah untuk
melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin kekekalan." (Hadis Riwayat Tarmizi
dan Nasai)
Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:
"Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: "Kamu tidak
boleh meminang tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat
ketetapan untuk memutuskannya". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-
Syaikhan))

4
D. SYARAT PERNIKAHAN
1.Rukun nikah
 Pengantin laki-laki
 Pengantin perempuan
 Wali
 Dua orang saksi laki-laki
 Mahar
 Ijab dan kabul (akad nikah)
2.Syarat calon suami
 Islam
 Laki-laki yang tertentu
 Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
 Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
 Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan
istri

5
3.Syarat calon istri
 Islam
 Perempuan yang tertentu
 Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
 Bukan seorang banci
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Tidak dalam iddah
 Bukan istri orang
4.Syarat wali
 Islam, bukan kafir dan murtad
 Lelaki dan bukannya perempuan
 Telah pubertas
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Tidak fasik
 Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
 Merdeka
 Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya
Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika
syarat-syarat wali terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan
itu.Sebagai seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-
hal yag wajib seperti ini.Jika tidak, kita hanya akan dianggap hidup dalam
berzinahan selamanya.
5.Jenis-jenis wali
 Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang
mempunyai hak mewalikan pernikahan anak perempuannya atau cucu
perempuannya dengan persetujuannya (sebaiknya perlu mendapatkan
kerelaan calon istri yang hendak dinikahkan)
 Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan
berhak menjadi wali

6
 Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali,
jikalau wali aqrab berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh
wali ab’ad lain dan begitulah seterusnya mengikut susunan tersebut jika
tidak ada yang terdekat lagi.
 Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau
pihak berkuasa pada negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik
menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu.
6.Syarat-syarat saksi
 Sekurang-kurangya dua orang
 Islam
 Berakal
 Telah pubertas
 Laki-laki
 Memahami isi lafal ijab dan qobul
 Dapat mendengar, melihat dan berbicara
 Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan
dosa-dosa kecil)
 Merdeka
7.Syarat ijab
 Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
 Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
 Diucapkan oleh wali atau wakilnya
 Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau
pernikahan (ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang
dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)
 Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)
Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku
nikahkan Anda dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa
seperangkap alat salat dibayar tunai".

7
8.Syarat qobul
 Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
 Tidak ada perkataan sindiran
 Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
 Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
 Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
 Menyebut nama calon istri
 Tidak ditambahkan dengan perkataan lain
Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikahnya
dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat
dibayar tunai" ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel sebagai istriku".
Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari
para hadirin khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta
saksi mengatakan lafal "SAH" atau perkataan lain yang sama maksudya
dengan perkataan itu.
Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami
istri itu kekal dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan
diAminkan oleh para hadirin. Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan
diserahkan kepada pihak istri dan selanjutnya berupa cincin akan dipakaikan
kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda dimulainya ikatan
kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini
diteruskan dengan suami mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai
"Pembatalan Wudhu".Ini karena sebelum akad nikah dijalankan suami dan
isteri itu diminta untuk berwudhu terlebih dahulu.
Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah
pernikahan berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena
ia tidak perlu mengambil masa yang lama dan memerlukan banyak aset-aset
pernikahan disamping mas kawin,hantaran atau majelis umum (walimatul
urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.

8
E.TUJUAN PERNIKAHAN

1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi


Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi
kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan
dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang
ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain
sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2.Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan


Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya
adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji,
yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam
memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk
me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat
dari kekacauan.

3.Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami


Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq
(perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas
Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat berikut:
Yang artinya: “Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami
dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi
kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka,
kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan
hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu
menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran
yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-
hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar
hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah : 229]

9
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah
hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia.
Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi
peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain,
bahkan berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah)

5.Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih


Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang
shalih, untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam,
Yang artinya:“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari
jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu,
serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang
bathil dan mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl : 72]

F. PEMILIHAN CALON SUAMI/ISTRI


1. Ciri-ciri bakal suami
 beriman & bertaqwa kepada Allah s.w.t
 bertanggungjawab terhadap semua benda
 memiliki akhlak-akhlak yang terpuji
 berilmu agama agar dapat membimbing calon isteri dan anak-anak ke jalan
yang benar
 tidak berpenyakit yang berat seperti gila, AIDS dan sebagainya
 rajin bekerja untuk kebaikan rumah tangga seperti mencari rezeki yang halal
untuk kebahagiaan keluarga.

10
2. Ciri-ciri bakal istri

· Wanita itu shalihah


· Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu
atau saudara perempuannya yang telah menikah.
· Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan dicapai kedekatan
yang sempurna.
· Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya,
· Taat kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau
tidak ada serta menjaga harta suaminya,
· Menjaga shalat yang lima waktu,
· Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan,
· Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer
kecantikan (tabarruj) seperti wanita Jahiliyyah.
· Berakhlak mulia,
· Selalu menjaga lisannya,
· Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang
bukan mahramnya karena yang ke-tiganya adalah syaitan,
· Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya,
· Taat kepada kedua orang tua dalam kebaikan,
· Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.
“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau bisa mengajaknya
bermain dan dia bisa mengajakmu bermain?!”
3. Perempuan yang Haram dinikahi
 Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan karena
keturunannya (haram selamanya) serta dijelaskan dalam surah an-Nisa:
Ayat 23 yang berbunyi, “Diharamkan kepada kamu menikahi ibumu,
anakmu, saudaramu, anak saudara perempuan bagi saudara laki-laki, dan
anak saudara perempuan bagi saudara perempuan.”:
o Ibu
o Nenek dari ibu maupun bapak
o Anak perempuan & keturunannya

11
o Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu
o Anak perempuan kepada saudara lelaki mahupun perempuan, uaitu
semua anak saudara perempuan
 Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh
susuan ialah:
o Ibu susuan
o Nenek dari saudara ibu susuan
o Saudara perempuan susuan
o Anak perempuan kepada saudara susuan laki-laki atau perempuan
o Sepupu dari ibu susuan atau bapak susuan
 Perempuan muhrim bagi laki-laki karena persemendaan ialah:
o Ibu mertua
o Ibu tiri
o Nenek tiri
o Menantu perempuan
o Anak tiri perempuan dan keturunannya
o Adik ipar perempuan dan keturunannya
o Sepupu dari saudara istri
 Anak saudara perempuan dari istri dan keturunannya

G. THALAK (PERCERAIAN)
Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh
Islam tetapi dibolehkan dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.Talak menurut
bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa
maksud melepaskan ikatan perkahwinan dengan lafaz talak dan seumpamanya.
Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir
sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat
untuk mecari kebahagian berumahtangga. Talak merupakan perkara yang
dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.

12
Hukum talak
Hukum Penjelasan

a) Jika perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi


b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat
Wajib kata sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka
c) Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik
d) Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami

a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas


b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan meng
Haram
halang isterinya daripada menuntut harta pusakanya
d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu
tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih

a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya


Sunat
b) Isterinya tidak menjaga maruah dirinya

Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia


Makruh
dan mempunyai pengetahuan agama

Suami yang lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang


Harus
haid atau telah putus haidnya

Rukun talak
Perkara Syarat
Berakal
Suami Baligh
Dengan kerelaan sendiri
Akad nikah sah
Isteri
Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya
Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
Lafaz
Dengan sengaja dan bukan paksaaan

Contoh lafaz talak


1. Talak sarih
Lafaz yang jelas dengan bahasa yang berterus-terang seperti “Saya talak awak”
atau “Saya ceraikan awak” atau “Saya lepaskan awak daripada menjadi isteri
saya” dan sebagainya.

2. Talak kinayah

13
Lafaz yang digunakan secara sindiran oleh suami seperti “Pergilah awak ke rumah
mak awak” atau “Pergilah awak dari sini” atau “Saya benci melihat muka awak”
dan sebagainya. Namun, lafaz kinayah memerlukan niat suaminya iaitu jika
berniat talak, maka jatuhlah talak tetapi jika tidak berniat talak, maka tidak
berlaku talak.

Jenis talak
1. Talak raj’i
Suami melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh
merujuk kembali isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat,
maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.

2. Talak bain
Suami melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya.
Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah
isterinya berkahwin lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah
diceraikan suami barunya dan telah habis idah dengan suami barunya.

3. Talak sunni
Suami melafazkan talak kepada isterinya yang masih suci dan tidak disetubuhinya
ketika dalam tempoh suci

4. Talak bid’i
Suami melafazkan talak kepada isterinya ketika dalam haid atau ketika suci yang
disetubuhinya.

5. Talak taklik
Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya bersyarat dengan sesuatu sebab
atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah
penceraian atau talak. Contohnya suami berkata kepada isteri, “Jika awak keluar
rumah tanpa izin saya, maka jatuhlah talak satu.” Apabila isterinya keluar dari
rumah tanpa izin suaminya, maka jatuhlah talak satu secara automatik.
FASAKH

14
Arti fasakh menurut bahasa ialah rosak atau putus. Manakala menurut syarak pula,
pembatalan nikah disebabkan oleh sesuatu sifat yang dibenarkan syarak, misalnya,
perkahwinan suami isteri yang difasakhkan oleh kadi disebabkan oleh suaminya
tidak mempu memberi nafkah kepada isterinya. Fasakh tidak boleh mengurangkan
bilangan talaknya.
Cara melakukan fasakh
 Jika suami atau isteri mempunyai sebab yang megharuskan fasakh
 Membuat aduan kepada pihak kadi supaya membatalkan perkahwinan
mereka
 Jika dapat dibuktikan pengaduan yang diberikan adalah betul, pihak kadi
boleh mengambil tindakan membatalkannya
 Pembatalan perkahwinan dengan cara fasakh tidak boleh dirujuk kembali
melainkan dengan akad nikah yang baru.

KHULUK
Perpisahan antara suami dan isteri melalui tebus talak sama ada dengan
menggunakan lafaz talak atau khuluk. Pihak isteri boleh melepaskan dirinya
daripada ikatan perkahwinan mereka jika ia tidak berpuas hati atau lain-lain
sebab. Pihak isteri hendaklah membayar sejumlah wang atau harta yang
dipersetujui bersama dengan suaminya, maka suaminya hendaklah menceraikan
isterinya dngan jumlah atau harta yang ditentukan.
Tujuan khuluk
 Memelihara hak wanita
 Menolak bahaya kemudaratan yang menimpanya
 Memberi keadilan kepada wanita yang cukup umurnya melalui keputusan
mahkamah.
RUJUK
Menurut bahasa rujuk boleh didefinisikan sebagai kembali. Manakala menurut
syarak, ia membawa maksud suami kembali semula kepada isterinya yang
diceraikan dengan ikatan pernikahan asal (dalam masa idah) dengan lafaz rujuk.
Hukum rujuk

Hukum Penjelasan

15
Bagi suami yang menceraikan isterinya yang belum menyempurnakan
Wajib
gilirannya dari isteri-isterinya yang lain

Suami merujuk isterinya dengan tujuan untuk menyakiti atau


Haram
memudaratkan isterinya itu

Makruh Apabila penceraian lebih baik antara suami dan isteri

Harus Sekirannya rujuk boleh membawa kebaikan bersama

Rukun rujuk

Perkara Syarat

Berakal
Suami Baligh
Dengan kerelaan sendiri

Telah disetubuhi
Berkeadaan talak raj’i
Isteri Bukan dengan talak tiga
Bukan cerai secara khuluk
Masih dalam idah

Ucapan yang jelas menyatakan rujuk


Tiada disyaratkan dengan khiar atau pilihan
Lafaz
Disegerakan tanpa dikaitkan dengan taklik atau bersyarat
Dengan sengaja dan bukan paksaan

Contoh lafaz rujuk


1. Lafaz sarih
Lafaz terang dan jelas menunjukkan rujuk. Contoh : “Saya rujuk awak
kembali” atau “Saya kembali semula awak sebagai isteri saya.”
2. Lafaz kinayah
Lafaz kiasan atau sindiran. Contoh : “Saya jadikan awak milik saya semula”
atau “Saya pegang awak semula”. Lafaz kinayah perlu dengan niat suami untuk
merujuk kerana jika dengan niat rujuk, maka jadilah rujuk. Namun jika tiada niat
rujuk, maka tidak sahlah rujuknya.

16
H. IDDAH
Iddah adalah waktu menunggu bagi mantan istri yang telah diceraikan oleh
mantan suaminya, baik itu karena thalak atau diceraikannya. Ataupun karena
suaminya meninggal dunia yang pada waktu tunggu itu mantan istri belum boleh
melangsungkan pernikahan kembali dengan laki-laki lain. Pada saat iddah inilah
antara kedua belah pihak yang telah mengadakan perceraian, masing-masing masih
mempunyai hak dan kewajiban antara keduanya.Lamanya masa iddah bagi
perempuan adalah sebagai berikut:
a. Perempuan yang masih mengalami haid secara normal, iddahnya tiga kali
suci
b. Perempuan yang tidak mengalami lagi haid (menopause) atau belum
mengalami sama sekali, iddahnya tiga bulan
c. Perempuan yang ditinggal mati suaminya, iddahnya empat bulan sepuluh
hari
d. Perempuan yang sedang hamil, iddahnya sampai melahirkan

17
BAB III
PENUTUP DAN KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan
yang bukan muhrimnya sehingga menimbulkan kewajiban
dan hak di antara keduanya melalui kata-kata secara lisan,
sesuai dengan peraturan-peraturan yang diwajibkan secara Islam. Pernikahan
merupakan sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah:
“nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia bukanlah
ummadku”.
Hadis lain Rasulullah Bersabda:
“Nikah itu adalah setengah iman”.
Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan
yang mengikuti aturan yang dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun
cangkupan pernikahan yang dianjurkan dalam Islam yaitu adanya Rukun
Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat sebuah Pernikahan, Perminangan, dan
dalam pemilihan calon suami/istri. Islam sangat membenci sebuah perceraian,
tetapi dalam pernikahan itu sendiri terkadang ada hal-hal yang menyebabkan
kehancuran dalam sebuah rumah tangga. Islam secara terperinci menjelaskan
mengenai perceraian yang berdasarkan hukumnya. Dan dalam Islam pun dijelaskan
mengenai fasakh, khuluk, rujuk, dan masa iddah bagi kaum perempuan.

18

Anda mungkin juga menyukai