Anda di halaman 1dari 29

Bab 1 Perumusan dan Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara

A. Pengertian Dasar Negara dan Pancasila sebagai Dasar Negara

Dasar negara adalah landasan kehidupan berbangsa dan bernegara yang keberadaannya
wajib dimiliki oleh setiap negara dalam setiap detail kehidupannya. Dasar negara bagi
suatu negara merupakan suatu dasar untuk mengatur semua penyelenggaraan yang
terbentuk dalam sebuah negara. Negara tanpa dasar negara berarti negara tersebut tidak
memiliki pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, maka akibatnya negara
tersebut tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas, sehingga memudahkan munculnya
kekacauan. Dasar negara sebagai pedoman hidup bernegara mencakup norma bernegara, cita-
cita negara, dan tujuan negara.

Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah
Negara (Philosofische Gronslag) dari Negara, ideologi Negara atau (Staatsidee). Dalam
pengertian ini pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur
pemerintahan Negara, atau dengan kata lain Pancasila merupakan suatu dasar untuk
mengatur penyelenggaraan Negara. Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk proses
reformasi dalam segala bidang dewasa ini dijabarkan dan diderivasikan dari nilai-nilai pancasila.
Maka Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Pancasila merupakan sumber
kaidah hukum Negara yang secara konstitusional mengatur Negara Republik Indonesia
beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah, beserta pemerintah Negara.
Sebagai dasar Negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi suasana
kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah,
baik moral maupun hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau
Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau dalam kedudukannya sebagai dasar
Negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.

Sebagai sumber dari segala hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka
Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD NKRI 1945,
kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang
meliputi suasana kebatinan dari UUD NKRI 1945, yang pada akhirnya dikongkritkan atau
dijabarkan dari UUD NKRI 1945, serta hukum positif lainnya.

Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara tersebut dapat diakatakan bahwa, Pancasila
sebagai dasar Negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber
tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas kerokhanian tertib
hukum Indonesia yang dalam Pembukaan UUD NKRI 1945 dijelmakan lebih lanjut ke
dalam empat pokok pikiran. Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari
Undang-Undang Dasar NKRI 1945, mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar Negara
(baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis), mengandung norma yang
mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan
lain-lain penyelenggara Negara (termasuk para penyelenggara partai dan golongan
fungsional) memgang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Hal ini sebagaimana tercantum
dalam pokok pikiran keempat yang berbunyi sebagai berikut : “….. Negara berdasarkan atas
Ketuhanan yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. Merupakan
sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar NKRI 1945, bagi penyelenggara Negara,
para pelaksana pemerintahan (juga para penyelenggara partai dan golongan fungsional).
Hal ini dapat dipahami karena semagat adalah penting bagi pelaksanaan dan
penyelengaraan Negara, karena masyarakat dan Negara Indonesia senantiasa tumbuh dan
berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat dan Negara akan
tetap diliputi dan diarahkan asas kerokhanian Negara.
Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia tersimpul dalam
Pembukaan UUD NKRI 1945 alenia IV yang berbunyi sebagai berikut:”….. maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia
yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat, dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial seluruh
rakyat Indonesia”.

Pengertian kata “…..dengan berdasar kepada….” Hal ini secara yuridis memiliki makna
sebagai dasar negara. Walaupun dalam kalimat terakhir Pembukaan UUD NKRI 1945 tidak
tercantum kata ’Pancasila’ secara eksplisit namun anak kalimat ”dengan berdasar kepada” ini
memiliki makna dasar Negara adalah Pancasila. Hal ini berdasarkan interpretasi historis yang
ditentukan oleh BPUPKI bahwa dasar Negara Indonesia itu disebut dengan istilah Pancasila.

Sebagaimana diinginkan oleh pembentuk Negara bahwa tujuan utama dirumuskannya


Pancasila adalah sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu fungsi pokok
Pancasila adalah sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan dasar
yuridis sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD NKRI 1945, ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 jo Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978,
dijelaskan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib
hukum Indonesia yang ada pada hakikatnya adalah merupakan suatu pandangan hidup,
kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan dari
bangsa Indonesia.

Selanjutnya dikatakan bahwa cita-cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan


bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan internasional, cita-cita
politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan Negara, cita-cita moral mengenai kehidupan
kemasyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan dari budi nurani manusia.

Dalam proses reformasi dewasa ini MPR melalui sidang Istimewa tahun 1998,
mengembalikan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang tertuang
dalam Tap. MPR No. IIII/MPR/1998. Oleh karena itu segala agenda dalam proses
reformasi, meliputi berbagai bidang lain mendasarkan pada kenyataan aspirasi rakyat (Sila IV)
juga harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi
tidak mungkin menyimpang dari nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan
serta keadilan, bahkan harus bersumber kepadanya
B. Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
Pada awal tahun 1945, Indonesia masih dijajah oleh Jepang. Jepang menjajah Indonesia selama
tiga tahun. Jepang menjajah Indonesia sejak tahun 1942. Penjajahan itu dimulai setelah mereka
berhasil mengusir Belanda. Jepang juga berhasil menjajah beberapa negara di Asia Tenggara.
Beberapa negara tersebut antara lain Filipina, Burma (Myanmar), dan Vietnam. Saat itu, tentara
Jepang termasuk yang paling kuat di dunia.

Selama tahun 1945, keadaan berbalik. Tentara Jepang mulai mengalami kekalahan di berbagai
medan pertempuran. Pada Perang Pasifik, pasukan Jepang dikalahkan oleh Amerika. Jepang
juga dikalahkan oleh Sekutu pimpinan Inggris di kawasan Indocina.

Kekalahan tersebut mengancam kekuasaan Jepang di negara-negara jajahannya. Di Indonesia,


Jepang juga harus menghadapi perlawanan rakyat. Terlebih lagi, Belanda masih ingin kembali
menjajah Indonesia. Pada waktu itu, Belanda bergabung dengan Sekutu. Perlawanan rakyat dan
usaha Belanda menjadikan kedudukan Jepang kian lemah.

Akhirnya, Jepang terpaksa menjanjikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Janji tersebut
bertujuan untuk meredam gejolak dan perlawanan rakyat Indonesia. Selain itu juga
dimaksudkan untuk memberi kesan bahwa Jepang-lah yang memerdekaan Indonesia. Dengan
janji tersebut, rakyat Indonesia diharapkan bersedia membantu Jepang menghadapi Sekutu.

Pemerintah Militer Jepang di Indonesia pada tanggal 29 April 1945 membentuk suatu badan.
Badan itu diberi nama Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia, disingkat BPUPKI). Sepanjang sejarah, BPUPKI hanya mengadakan
sidang dua kali, yaitu:
a. Masa Sidang I tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945
b. Masa Sidang II tanggal 10 Juli - 16 Juli 1945

Badan ini telah membentuk beberapa panitia kerja yang di antaranya ialah:
a. Panitia Perumus dengan anggota 9 orang. Panitia ini disebut juga Panitia Sembilan. Diketuai
oleh Ir. Soekarno. Panitia Sembilan itu adalah:
1) Ir. Soekarno
2) Drs. Mohammad Hatta
3) Mr. A. A. Maramis
4) Abikusno Cokrosuyoso
5) Abdulkahar Muzakir
6) Haji Agus Salim
7) Mr. Ahmad Subarjo
8) K. H. A. Wachid Hasyim
9) Mr. Mohammad Yamin
b. Panitia perancang Undang Undang Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini kemudian
membentuk Panitia Kecil Perancang Undang Undang Dasar yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr.
Soepomo.
c. Panitia Ekonomi dan Keuangan, diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
d. Panitia Pembelaan Tanah Air, diketuai oleh Abikusno Cokrosuyoso.

Dalam melaksanakan tugasnya, kedua panitia telah menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
a. Panitia Perumus berhasil menyusun naskah Rancangan Pembukaan Undang Undang Dasar
pada tanggal 22 Juni 1945.
Rancangan Pembukaan UUD ini kemudian dikenal dengan nama "Piagam Jakarta" Piagam
Jakarta terdiri dari empat alinea. Dalam alinea empat terdapat rumusan Pancasila sebagai dasar
negara.
b. Panitia perancang UUD berhasil menyusun Rancangan UUD Indonesia pada tanggal 16 Juli
1945.

Dalam sidang pertama BPUPKI, beberapa anggota memberikan pidatonya, yaitu:


a. Pidato Mr. Mohammad Yamin, berjudul Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia pada tanggal 29 Mei 1945.
b. Pidato Prof. Dr. Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945.
c. Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.

Setelah menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya dibentuk badan baru
yang dinamakan Dokuritsu Junbi Inkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, disingkat
PPKI). PPKI dibentuk tanggal 9 Agustus 1945. Badan ini diketuai oleh Ir. Soekarno. Sebagai
wakilnya adalah Drs. Mohammad Hatta.

Susunan Pengurus BPUPKI


Ketua : dr. Radjiman Wedyodiningrat
Wakil Ketua : Ichibangase Yosio dan RP. Suroso
Anggota Berjumlah 60 Orang yakn: Abikoesno Tjokrosoejoso, Haji A. Sanusi, Kh Abdul Halim,
Prof. Dr. Asikin Widjajakoesoemo, M.Aris, Abdul Kadir, Dr. R. Boentaran Martoatmodjo, BPH
Bintarto, Ki Hadjar Dewantara, AM. Dasaad, Prof, Dr. PAH Djajadingrat, Drs. Moh. Hatta, Ki
Bagoes Hadikoesoemo, Mr. R. Hindromartono, Mr.Muh Yamin, RAA Soemitro Kolopaking
Probonegoro, Mr. Dr. R Koesoemah Atmadja, Mr. J Latuharhary, R. Margono
Djojohadikoesoemo, Mr. AA Maramis, KH Masjkoer, KHM Mansoer, Moenandar, AK Moezakir,
R. Otto Iskandar Dinata, Parada Harahap, BPH Poeroebojo, R. Abdoelrahim Pratalykrama, R.
Roeslan Wongsokoesoemo, Prof. Ir. R Rooseno, H. Agoes Salim, Dr. Sambsi, Mr. RM Sartono,
Mr. R Samsoedin, Mr. R Sastromoeljono, Mr. R. Singgih, Ir. R Soekarno. R. Soediman, R.
Soekardjo Wiryopranoto, Dr. Soekiman, Mr. A. Subardjo, Prof. Mr. Dr. soepomo, Ir. RMP
Soerahman, Sutardjo Tjokroadisoerjo Kartohadikoesoemo, R MTA Soeryo, Mr. Soesanto, Mr.
Soewandi,Drs. KRMA Sosrodiningrat, KHA Wachid Hasjim, KRM TH Woerjaningrat, RAA
Wiranatakoesoema, Mr. KRMT Wongsonagoro, Ny. Mr Maria Ulfa Santoso, Ny. RSS
Mangoenpoespito, Oei Tjong Hauw, Oei Tiang Tjoei, Liem Koen Hian, Mr. Tan Eng Hoa, PF
Dahler, dan A. Baswedan.
Anggota Tambahan Sebanyak 6 Orang: KH. Abdul Fatah Hasan, R. Asikin Natanegara, BKPA
Soerjo Hamidjoyo, Ir. M Pangeran M. Noer, Mr. M Besar, Abdul Kaffar.

Masa Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei–1 Juni 1945)


BPUPKI setelah terbentuk segera mengadakan persidangan. Masa persidangan pertama BPUPKI
dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Pada masa persidangan ini,
BPUPKI membahas rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Pada persidangan
dikemukakan berbagai pendapat tentang dasar negara yang akan dipakai Indonesia merdeka.
Pendapat tersebut disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno.

1) Mr. Mohammad Yamin


Mr. Mohammad Yamin menyatakan pemikirannya tentang dasar negara Indonesia merdeka
dihadapan sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945. Pemikirannya diberi judul ”Asas dan Dasar
Negara Kebangsaan Republik Indonesia”. Mr. Mohammad Yamin mengusulkan dasar negara
Indonesia merdeka yang intinya sebagai berikut:
a) Peri Kebangsaan;
b) Peri Kemanusiaan;
c) Peri Ketuhanan;
d) Peri Kerakyatan;
e) Kesejahteraan Rakyat.

2) Mr. Supomo
Mr. Supomo mendapat giliran mengemukakan pemikirannya di hadapan sidang BPUPKI pada
tanggal 31 Mei 1945. Pemikirannya berupa penjelasan tentang masalah-masalah yang
berhubungan dengan dasar negara Indonesia merdeka. Negara yang akan dibentuk hendaklah
negara integralistik yang berdasarkan pada hal-hal berikut ini:
a) Persatuan;
b) Kekeluargaan;
c) Keseimbangan Lahir dan Batin;
d) Musyawarah;
e) Keadilan sosial.

3) Ir. Sukarno
Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Sukarno mendapat kesempatan untuk mengemukakan dasar
negara Indonesia merdeka. Pemikirannya terdiri atas lima asas berikut ini:
a) Kebangsaan Indonesia;
b) Internasionalisme atau Perikemanusiaan;
c) Mufakat atau Demokrasi;
d) Kesejahteraan Sosial;
e) Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima asas tersebut diberinya nama Pancasila sesuai saran teman yang ahli bahasa. Untuk
selanjutnya, tanggal 1 Juni kita peringati sebagai hari Lahir Istilah Pancasila.

Masa Persidangan Kedua BPUPKI (10–16 Juli 1945)


Masa persidangan pertama BPUPKI berakhir, tetapi rumusan dasar negara untuk Indonesia
merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI akan reses (istirahat) satu bulan penuh. Untuk itu,
BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara yang beranggotakan sembilan orang
sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah menampung berbagai
aspirasi tentang pembentukan dasar negara Indonesia merdeka. Anggota Panitia Sembilan
terdiri atas Ir. Soekarno (ketua), Abdul Kahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Wachid Hasyim,
Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Soebardjo, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan A. A. Maramis.

Tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia
merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
Dalam piagam inilah termuat lima dasar negara Indonesia.

Pada tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang kedua. Pada masa
persidangan ini, BPUPKI membahas rancangan undang-undang dasar. Untuk itu, dibentuk
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai Ir. Sukarno.

Panitia tersebut juga membentuk kelompok kecil yang beranggotakan tujuh orang yang khusus
merumuskan rancangan UUD. Kelompok kecil ini diketuai Mr. Supomo dengan anggota
Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, Singgih, H. Agus Salim, dan Sukiman. Hasil kerjanya kemudian
disempurnakan kebahasaannya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Husein
Jayadiningrat, H. Agus Salim, dan Mr. Supomo.

Ir. Sukarno melaporkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang pada sidang BPUPKI
tanggal 14 Juli 1945. Pada laporannya disebutkan tiga hal pokok, yaitu pernyataan Indonesia
merdeka, pembukaan undang-undang dasar, dan undang-undang dasar (batang tubuh).

Pada tanggal 15 dan 16 Juli 1945 diadakan sidang untuk menyusun UUD berdasarkan hasil kerja
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Pada tanggal 17 Juli 1945 dilaporkan hasil kerja
penyusunan UUD. Laporan diterima sidang pleno BPUPKI.

Selesai menjalankan tugasnya, BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945. Sebagai
gantinya, dibentuklah PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Dalam bahasa Jepang,
PPKI disebut Dokuritsu Junbi Inkai. PPKI-Iah yang mengesahkan Pembukaan UUD 1945 yang
rumusannya diambil dari Piagam Jakarta.

Susunan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)


Ketua : Soekarno
Wakil Ketua : Mohammad Hatta
Anggota: Soepomo, Radjiman Widyodiningrat, RP Suroso, Sutardjo, Wachid Hasjim, Ki Bagoes
Hadikoesoemo, Otto Iskandar Dinata, Abdul Kadir, Soerjohamidjojo, Poeroebojo, Yap Tjawn
Bing, J Latuharhary, Amir, Abdul Abas, Mohamad Hasan, Hamidhan, GSJJ Ratulangi,
Andipangeran, I Gusti Ktut Pudja.
Anggota Tambahan: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman, Sajuti, Koesoema
Soemantri, Subardjo.

Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)


Jepang membubarkan BPUPKI pada 7 Agustus 1945 sebelum terjadinya proklamasi
kemerdekaan Indonesia. Kemudian, untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara setelah
terjadinya proklamasi kemerdekaan, maka dibentuklah panitia persiapan kemerdekaan
Indonesia (Dokuritsu Junbi Inkai) sebagai penggantinya.

PPKI dipimpin oleh Ir. Sukarno, wakilnya Drs. Moh. Hatta, dan penasihatnya Ahmad Subarjo.
PPKI beranggotakan 21 orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Mereka
terdiri atas 12 orang wakil dari Jawa, 3 orang wakil dari Sumatera, 2 orang wakil dari Sulawesi,
dan seorang wakil dari Sunda Kecil, Maluku serta penduduk Cina.
C. Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara

Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta bersama tokoh pejuang kemerdekaan akhirnya
memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi di Jalan Pegangsaan
Timur Nomor 56 Jakarta (sekarang menjadi Gedung Perintis Kemerdekaan di Jalan Proklamasi).
Pengibaran bendera Merah Putih yang dijahit oleh Ibu Fatmawati (istri Soekarno) dilakukan
oleh Latief Hendraningrat dan Suhud. Adapun lagu ciptaan WR. Soepratman, Indonesia
Raya dinyanyikan bersama-sama secara serentak.

Pada 18 Agustus 1945, tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan PPKI mengadakan sidangnya
yang pertama. Pada sidang ini, ketua PPKI menambah anggota PPKI enam orang lagi sehingga
semua anggota PPKI berjumlah 27 orang.

Pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, seorang opsir Angkatan Laut Jepang
(Ratulangi) minta kepada Hatta supaya Piagam Jakarta dicoret dari pembukaan UUD 1945,
karena kalau tidak, kemungkinan golongan Kristen dan Katolik di Indonesia Timur akan berdiri
di luar republik. Maka Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk
mencari penyelesaian masalah kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”. Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo,
Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan kalimat ”...
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan
untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang
para tokoh-tokoh yang sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Para tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Adapun tujuan diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan cepat
selesai. Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera saja sidang pertama PPKI saat itu
dibuka.

Jadi alasan perubahan kalimat "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya" menjadi menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa"? karena kata-kata butir
pertama sebelum diubah ternyata kurang disetujui oleh sebagian komponen bangsa yang lain.
Oleh karena itu, perubahan tersebut perlu dilakukan. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga
persatuan dan kesatuan Indonesia yang baru saja merdeka. Akhirnya, usulan Moh. Hatta
disepakati oleh semua anggota PPKI. Jadilah sila pertama dasar negara berbunyi "Ketuhanan
Yang Maha Esa".

Selain pembahasan perubahan sila pertama pancasila, pada sidang PPKI juga di bahas
perubahan Bab II UUD Pasal 6 yang semula berbunyi ”Presiden ialah orang Indonesia yang
beragama Islam” diubah menjadi ”Presiden ialah orang Indonesia asli”. Semua usulan itu
diterima peserta sidang. Hal itu menunjukkan mereka sangat memperhatikan persatuan dan
kesatuan bangsa.

Sidang pertama PPKI dihadiri 27 orang dan menghasilkan keputusan-keputusan sebagai berikut.
a. Menetapkan dan mengesahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang bahan-bahannya
diambil dari Rancangan Pembukaan UUD 1945 yang telah disusun oleh panitia perumus pada
22 Juni 1945 dengan berbagai perubahan.
b. Menetapkan dan mengesahkan UUD yang bahan-bahannya hampir seluruhnya diambil dari
rancangan UUD yang disusun oleh panitia perancang UUD pada 16 Juli 1945.
c. Memilih Ketua PPKI Ir. Soekarno dan wakil ketua Drs. Mohammad Hatta masing-masing menjadi
Presiden dan wakil Presiden Republik Indonesia.
d. Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP).

Dalam sidang pertamanya 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan undang-undang dasar negara
Indonesia yang kini terkenal dengan sebutan UUD 1945, terdiri atas dua bagian, yaitu
"Pembukaan" yang di dalamnya memuat Pancasila dan "Batang Tubuh UUD." Keberadaan UUD
1945 diumumkan dalam berita Republik Indonesia Tahun ke-2 No. 7 Tahun 1946 pada halaman
45–48. Selanjutnya dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 12 Tahun 1968 ditegaskan kembali
tentang rumusan Pancasila sebagai berikut.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarat an perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

C. Semangat Pendiri Negara dalam Merumuskan dan Menetapkan Pancasila sebagai Dasar
Negara

Para pejuang yang termasuk dalam masa proklamasi kemerdekaan dalam fakta sejarah
termasuk angkatan 45. Adapun hakekat dan nilai angkatan 1945 adalah sebagai berikut:

Sifat dan Jiwa Angkatan 45


1. “Pro Patria” dan “Primus Patrialis” yaitu selalu berjiwa untuk tanah air dan mendahulukan
kepentingan tanah air.
2. Jiwa solidaritas atau kesetiakawanan sosial dari semua lapisan masyarakat terhadap perjuangan
kemerdekaan
3. Jiwa toleransi atau tenggang rasa antar agama, suku, dan golongan
4. Jiwa tanpa pamrih dan bertanggung jawab
5. Jiwa kesatria, kebesaran jiwa yang tidak mengandung balas dendam.

Semangat 45
1. Semangat menentang dominasi asing dalam segala bentuk, terutama penjajahan dari suatu
bangsa terhadap bangsa lain.
2. Semngat pengorbanan seperti pengorbanan benda, jiwa dan raga
3. Semangat tahan derita dan tahan uji
4. Semangat kepahlawanan
5. Semangat persatuan dan kesatuan
6. Perpacaya pada diri sendiri.
7. Sifat, Jiwa dan semangat 45 itulah yang harus dijadikan contoh sikap postip generasi muda
terhadap makna proklamasi dan suasana kebatinan konstitusi yang pertama.
Selain sifat, jiwa dan semangat 45 di atas yang harus kita jadikan contoh terdapa pula pula
ekses negatif angkatan 45 yang perlu kita hindari, yakni:
1. Kolabortor dan koperator dalam arti kerjasama dengan pihak penentang kemerdekaan;
2. Persaingan tidak sehat antar golongan
3. Separatisme, yaitu pemisahan dari negara kesatuan
4. Oportunitas, yaitu paham yang ingin menguntungkan diri sendiri dipihak manapun ia berdiri.

Terdapat banyak cara untuk menunjukan sikap postif kita terhadap proklamasi kemerdekaan,
salah satunya dengan mempertahankan kemerdekaan serta mengisinya dengan pembangunan
dalam segala aspek kehidupan. Dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan itulah sifat,
jiwa dan semangat 45 perlu kita teladani, dan ekses negatif yang disebutkan di atas perlu kita
hindari.
Bagaimana cara mengisi kemerdekaan itu sendiri? Tentu banyak cara yang dapat dilakukan.
Seorang petani misalnya, dia harus giat bekerja untuk mendapat hasil yang lebih baik, seorang
dokter harus bekerja secara baik agar mendapatkan hasil yang optimal, begitu pula seorang
siswa harus belajar dengan baik untuk mempersiapkan kehidupan di masa yang datang, dan
banyak contoh lainnya.

Lalu bagaimana sikap positif kita terhadap suasana kebatinan konstitusi yang pertama (UUD
1945)? Sebagaimana telah kita bahas pada bagian terdahulu bahwa inti suasana kebatinan
konstitusi yang pertama (UUD 1945) adalah Pancasila. Oleh karena itu, sikap positip yang harus
ditampilkan terhadap suasana kebatinan UUD 1945 adalah mengamalkan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari.

Salah satu contoh mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
1. Berdasarkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kita wajib percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa
2. Berdasarkan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; dalam pergaulan kita tidak boleh
membeda-bedakan manusia berdasarkan ras atau warna kulit, suku bangsa, golongan, pangkat,
kdedukan dan hal lainnya yang merendahkan harkat dan martabat orang lain.
3. Berdasarkan sila Persatuan Indonesia; kita harus bangga berbangsa dan bertanah air Indonesia,
menggunakan produk dalam negeri, menempatakan persatuan dan kesatuan, dan lainnya.
4. Berdasarkan sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
pemusyawaratan/perwakilan, kita harus menghargai pendapat orang lain dalam
bermusyawarah, ikut serta dalam pemilihan umum dengan penuh rasa tanggung jawab.
5. Berdasarkan sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kita wajib menghargai hasi karya
orang lain, mau melaksanakan gotong royong, dan kegiatan kerjabakti.
Bab 2 Norma dan Keadilan
Apa yang dimaksud norma ? Salah satu pengertian norma adalah ketentuan yang mengatur
tingkah laku manusia dalam masyarakat. Ketentuan tersebut mengikat bagi setiap manusia
yang hidup dalam lingkungan berlakunya norma tersebut, dalam arti setiap orang yang hidup
dalam lingkungan berlakunya norma tersebut harus menaatinya.
Di balik ketentuan tersebut ada nilai yang menjadi landasan bertingkah laku bagi manusia. Oleh
karena itu, norma merupakan unsur luar dari suatu ketentuan yang mengatur tingkah laku
manusia dalam masyarakat, sedangkan nilai merupakan unsur dalamnya atau unsur kejiwaan di
balik ketentuan yang mengatur tingkah laku tersebut.
Pada umumnya norma hanya berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu atau dalam
suatu lingkungan etnis tertentu atau dalam suatu wilayah negara tertentu. Namun demikian
ada pula norma yang bersifat universal, yang berlaku di semua wilayah dan semua umat
manusia, seperti misalnya larangan mencuri, membunuh, menganiaya, memperkosa, dan lain-
lain.

Di dalam masyarakat terdapat bermacam-macam norma. Jenis-jenis norma antara lain:

1. Norma susila, yaitu peraturan hidup yang berasal dari hati nurani manusia. Norma susila
menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Norma susila yang mendorong manusia
untuk kebaikan akhlak pribadinya. Norma susila melarang manusia untuk berbuat tidak baik,
karena bertentangan dengan hati nurani setiap manusia yang normal. Contoh-contoh norma
susila antara lain:
a. Jangan mencuri barang milik orang lain.
b. Jangan membunuh sesama manusia.
c. Hormatilah sesamamu.
d. Bersikaplah jujur.

Contoh Pelenggaran Norma Kesusilaan

Norma susila memiliki sanksi atau ancaman hukuman bagi yang melanggar norma tersebut dan
sanksinya adalah perasaan manusia itu sendiri, yang akibatnya adalah penyesalan.

2. Norma kesopanan, yaitu ketentuan hidup yang berasal dari pergaulan dalam masyarakat. Dasar
dari norma kesopanan adalah kepantasan, kebiasaan dan kepatutan yang berlaku dalam
masyarakat. Norma kesopanan sering dinamakan norma sopan santun, tata krama atau adat
istiadat. Norma sopan santun yang aktual dan khas berbeda antara masyarakat yang satu
dengan masyarakat yang lain. Contoh-contoh norma kesopanan, antara lain:
a. Yang muda harus menghormati yang lebih tua usianya.
b. Berangkat ke sekolah harus berpamitan dengan orang tua terlebih dahulu.
c. Memakai pakaian yang pantas dan rapi dalam mengikuti pelajaran di sekolah.
d. Janganlah meludah di dalam kelas.
Mengucapkan Salam, mengetuk Pintu merupakan contoh Penerapan Norma Kesopanan di
Indonesia

Bagi mereka yang melanggar norma kesopanan, sanksi yang dijatuhkan akan menimbulkan
celaan dari sesamanya, dan celaan itu dapat berwujud kata-kata, sikap kebencian, pandangan
rendah dari orang sekelilingnya, dijauhi dari pergaulan, sehingga akan menimbulkan rasa malu,
rasa hina, rasa dikucilkan yang dirasakan sebagai penderitaan batin.

3. Norma agama, yaitu ketentuan hidup yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang isinya
berupa larangan, perintah-perintah, dan ajaran. Norma agama berasal dari wahyu Tuhan dan
mempunyai nilai yang fundamental yang mewarnai berbagai norma yang lain, seperti norma
susila, norma kesopanan, dan norma hukum.

Contoh Implementasi Norma Agama

Contoh-contoh norma agama, antara lain:


a. Tidak boleh membunuh sesama manusia.
b. Tidak boleh merampok harta orang lain.
c. Tidak boleh berbuat menghina dsb.
d. Hormatilah bapak ibumu.

Terhadap pelanggar norma agama akan dikenakan sanksi oleh Tuhan kelak di akhirat nanti, yang
dapat berupa dimasukkan dalam neraka.

4. Norma hukum, yaitu ketentuan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang yang mempunyai sifat
memaksa untuk melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan hidup di masyarakat dan
mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat.
Pembunuhan merupakan contoh pelanggaran norma hukum

Contoh beberapa norma hukum, antara lain:


a. Pasal 362 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa mengambil sesuatu barang yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda
paling banyak enam puluh rupiah.
b. Pasal 1234 BW menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.
c. Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 (Undang-Undang tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang) menyatakan bahwa setiap orang yang melaporkan terjadinya dugaan tindak
pidana pencucian uang, wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan
ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya, termasuk keluarganya.
d. Pasal 51 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah)
menyatakan bahwa Kepala Daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui Keputusan DPRD
apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun
atau lebih atau diancam dengan hukuman mati sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana.

Contoh lembaga penegakkan hukum di Indonesia

Bagi pelanggar norma hukum dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara ataupun denda
maupun pembatalan atau pernyataan tidak sahnya suatu kegiatan atau perbuatan, dan sanksi
tersebut dapat dipaksakan oleh penguasa atau lembaga yang berwenang.

B. Arti Penting Norma dalam Mewujudkan Keadilan

Setiap jenis norma secara kualitatif mempunyai tujuan dan fungsi yang relatif berbeda
sesuai dengan karakter atau ciri khas dari norma yang bersangkutan.

Adapun tujuan dan kegunaan dari setiap norma dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Norma Kesusilaan
Bila seseorang melanggar norma/kaidah kesusilaan, maka dia akan dicap sebagai orang
yang a-susila, dalam arti tidak mempunyai rasa kesusilaan. Tujuan kaidah kesusilaan ini
adalah agar setiap orang mempunyai rasa kesusilaan yang tinggi dalam hidup dan
kehidupannya di masyarakat. Karena sumber norma kesusilaan adalah hati nurani, maka
norma ini mempunyai kegunaan untuk mengendalikan ucap, sikap dan perilaku setiap
individu melalui teguran hati nuraninya.

2. Norma Adat/Kemasyarakatan
Bila seseorang melanggar norma adat/ kemasyarakatan, maka dia akan dikenai sanksi
berupa pengucilan atau pengusiran dari masyarakat adat tersebut.

Dalam arti mereka yang telah melakukan pelanggaran terhadap norma adat tidak akan
dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan upacara adat di daerah atau masyarakat yang
bersangkutan. Oleh karena itu tujuan norma adat ini agar setiap anggota masyarakat
menaati segala apa yang diharuskan oleh adatnya.

Kegunaan norma adat adalah untuk mengatur kehidupan/hubungan antar manusia dalam
berinteraksi dengan sesamanya, sehingga tidak timbul perselisihan di antara sesama anggota
masyarakat yang bersangkutan. Dengan adanya norma adat ini, setiap anggota masyarakat
akan selalu berupaya menyikapi dan mematuhi apa-apa yang menjadi keharusan dalam
hidup dan kehidupan di masyarakat di mana dia tinggal.

3. Norma Agama
Bila seseorang melanggar norma/kaidah agama, maka dia akan mendapatkan sanksi dari
Tuhan sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing. Oleh karena itu tujuan norma
agama adalah menciptakan insan-insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, dalam arti mampu melaksanakan apa yang menjadi perintah-Nya dan
meninggalkan apa yang dilarang-Nya. Adapun kegunaan norma agama adalah untuk
mengendalikan sikap dan perilaku setiap insan dalam hidup dan kehidupannya melalui
pelaksanaan norma agama, dimana setiap manusia akan selalu berupaya melaksanakan apa-
apa yang menjadi keharusan Tuhan dan meninggalkan apa yang harus ditinggalkannya dalam
sikap dan perilaku sehari-hari dalam kehidupannya di masyarakat.

4. Norma Hukum
Bila seseorang melanggar norma/kaidah hukum, maka dia akan mendapat sanksi yang
tegas dari peraturan hukum. Sanksi yang diberikan sebelumnya ditentukan lebih dahulu,
misalnya dalam pasal 338 KUHP: barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa
orang lain , diancam dengan hukuman setinggi-tingginya lima belas tahun . Jadi jelas bahwa
keberadaan norma hukum ini bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan kedamaian
dalam masyarakat melalui upaya penciptaaan kepastian hukum., Sementara itu kegunaan
norma hukum adalah untuk melindungi kepentingan orang lain, misalnya yang berhubungan
dengan :
a. Jiwa ………. Pembunuhan (pasal 335 – 350 KUHP
b. Badan ….. ….Penganiayaan (pasal 351 – 358 KUHP)
c. Kehormatan …Penghinaan (pasal 310 – 321 KUHP)
d. Kemerdekaan…Perdagangan (pasal 324 – 337 KUHP)
e. Kekayaan/Benda…..Pencurian (pasal 362 – 367 KUHP).

Tahukah kamu ciri orang yang taat terhadap norma atau aturan. Orang yang memiliki taat
aturan atau norma biasa memiliki ciri-ciri:
1) Mengetahui tentang aturan yang ada
2) Mengetahui isi dari aturan tersebut
3) Bersikap dan berperilaku sesuai dengan tuntutan aturan tersebut.

Mengapa kita perlu mengahui dan bersikap taat pada norma atau aturan? Karena norma atau
aturan memiliki banyak fungsi. Beberapa fungsi norma antara lain:
1. Sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Dalam kaitan ini norma memuat aturan tingkah laku
masyarakat dalam pergaulan sosial.
2. Sebagai alat untuk Menjaga kerukunan anggota masyarakat. Dalam kaitan ini norma mengatur
agar perbedaan dalam masyarakat tidak menimbulkan kekacauan atau ketidaktertiban.
3. Sistem pengendalian sosial. Dalam pengertian ini norma atau aturan menjadi alat yang dapat
mengendalikan dan mengawasi tingkah laku anggota masyarakat
4. Sebagai alat untuk mewujudkan keadilan. Dalam kaitan ini norma atau aturan terutama norma
hokum dibuat untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat.

Apa yang dimaksud adil atau keadilan? Keadilan berasal dari istilah adil yang berasal dari
bahasa Arab. Kata adil berarti tengah, adapun pengertian adil adalah memberikan apa saja
sesuai dengan haknya. Keadilan berarti tidak berat sebelah, menempatkan sesuatu ditengah-
tengah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, tidak sewenang-wenang. Keadilan juga
memiliki pengertian lain yaitu suatu keadaan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara memperoleh apa yang menjadi haknya sehingga dapat melaksanakan kewajibannya.
Sedangkan Pengertian Keadilan Menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu hal yang
tidak berat sebelah atau tidak memihak serta tidak sewenang-wenang. Menurut kamus besar
bahasa indonesia (KBBI) kata adil berasal dari kata adil, adil mempunyai arti yaitu kejujuran,
kelurusan, dan keikhlasan yang tidak berat sebelah.

Keadilan menurut Aristoteles adalah tindakan yang terletak diantara memberikan terlalu
banyak dan sedikit yang dapat diartikan memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai
dengan apa yang menjadi haknya. Pengertian keadilan menurut Frans Magnis Suseno adalah
keadaan antar manusia yang diperlakukan dengan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya
masing-masing. Pengertian keadilan menurut Notonegoro adalah suatu keadaan dikatakan adil
jika sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pengertian keadilan menurut Thomas
Hubbes adalah sesuatu perbuatan dikatakan adil apabila telah didasarkan pada perjanjian yang
telah disepakati. Pengertian keadilan menurut Plato adalah diluar kemampuan manusia biasa
dimana keadilan hanya dapat ada di dalam hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh
para ahli yang khususnya memikirkan hal itu. Pengertian keadilan menurut W.J.S
Poerwadarminto adalah tidak berat sebelah, sepatutnya tidak sewenang-wenang.

Jenis-jenis keadilan

Menurut Teori Aristoteles ada beberapa jenis keadilan yakni:

1. Keadilan Komunikatif : Pengertian keadilan komunikatif adalah perlakuan kepada


seseorang tanpa dengan melihat jasa-jasanya. Contohnya keadilan komunikatif adalah
seseorang yang diberikan sanksi akibat pelanggaran yang dibuatnya tampa melihat jasa
dan kedudukannya.
2. Keadilan Distributif : Pengertian keadilan distributif adalah perlakuan kepada seseorang
sesuai dengan melihat atau mempertimbangkan jasa-jasa yang telah dilakukan. Contoh
keadilan distributif adalah seorang pekerja bangunan yang diberi gaji sesuai atas hasil
yang telah dikerjakan.
3. Keadilan Kodrat Alam : Pengertian keadilan kodrat alam adalah perlakukan kepada
seseorang yang sesuai dengan hukum alam. Contoh keadilan kodrat alam adalah
seseorang akan membalas dengan baik apabila seseorang tersebut melakukan hal yang
baik pula kepadanya.
4. Keadilan Konvensional : Pengertian keadilan konvensional adalah keadilan yang terjadi
dimana seseorang telah mematuhi peraturan perundang-undangan. Contoh keadilan
konvensional adalah seluruh warga negara wajib mematuhi segala peraturan yang
berlaku di negara tersebut.
5. Keadilan Perbaikan : Pengertian keadilan perbaikan adalah keadilan yang terjadi dengan
adanya pemulihan nama baik atas seseorang telah mencemarkan nama baik orang lain.
Contoh keadilan perbaikan adalah seseorang meminta maaf kepada media karna telah
mencemarkan nama baik orang lain.

Sedangkan Plato jenis-jenis keadilan terdiri dari:


1. Keadilan Moral : Pengertian keadilan moral adalah keadilan yang terjadi apabila mampu
memberikan perlakukan seimbang antara hak dan kewajibannya.
2. Keadilan Prosedural : Pengertian keadilan prosedural adalah keadilan yang terjadi
apabila seseorang melaksanakan perbuatan sesuai dengan tata cara yang diharapkan

Selain jenis keadilan yang dikemukan oleh Aristoteles dan Plato, terdapat pula beberapa jenis
keadilan yang lain, antara lain sebagai berikut:

1. Keadilan Komunikatif (Iustitia Communicativa) : Pengertian keadilan komunikatif adalah


keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang terhadap apa yang menjadi
bagiannya dengan berdasarkan hak seseorang pada suatu objek tertentu. Contoh
keadilan komunikatif adalah Iwan membeli tas andri yang harganya 100 ribu maka iwan
membayar 100 ribu juga seperti yang telah disepakati.
2. Keadilan Distributif (Iustitia Distributiva) : Pengertian keadilan distributif adalah keadilan
yang memberikan kepada masing-masing terhadap apa yang menjadi hak pada suatu
subjek hak yaitu individu. Keadilan distributif adalah keadilan yang menilai dari
proporsionalitas atau kesebandingan berdasarkan jasa, kebutuhan, dan kecakapan.
Contoh keadilan distributif adalah karyawan yang telah bekerja selama 30 tahun, maka
ia pantas mendapatkan kenaikan jabatan atau pangkat.
3. Keadilan Legal (Iustitia Legalis) : Pengertian keadilan legal adalah keadilan menurut
undang-undang dimana objeknya adalah masyarakat yang dilindungi UU untuk kebaikan
bersama atau banum commune. Contoh keadilan legal adalah Semua pengendara wajib
menaati rambu-rambu lalu lintas.
4. Keadilan Vindikatif (Iustitia Vindicativa) : Pengertian keadilan vindikatif adalah keadilan
yang memberikan hukuman atau denda sesuai dengan pelanggaran atau kejatahannya.
Contoh keadilan vindikatif adalah pengedar narkoba pantas dihukum dengan seberat-
beratnya.
5. Keadilan Kreatif (Iustitia Creativa) : Pengertian keadilan kreatif adalah keadilan yang
memberikan masing-masing orang berdasarkan bagiannya yang berupa kebebasan
untuk menciptakan kreativitas yang dimilikinya pada berbagai bidang kehidupan.
Contoh keadilan kreatif adalah penyair diberikan kebebasan dalam menulis, bersyair
tanpa interfensi atau tekanan apapun.
6. Keadilan Protektif (Iustitia Protektiva) : Pengertian keadilan protektif adalah keadilan
dengan memberikan penjagaan atau perlindungan kepada pribadi-pribadi dari tindak
sewenang-wenang oleh pihak lain. Contoh keadilan protektif adalah Polisi wajib
menjaga masyarakat dari para penjahat.

C. Perilaku Sesuai Norma dalam Kehidupan Sehari-hari


Norma yang berlaku harus ditegakkan oleh seluruh komponen bangsa. Sebagai warga negara
yang baik dan menyadari akan pentingnya norma, kebiasaan, adat istiadat yang baik serta
peraturan yang berlaku untuk menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
sudah seyogyanya mengemalkan ketentuan tersebut dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Dibawah ini diberikan contoh penerapan norma, kebiasaan, adat istiada dan peraturan yang
berlaku dalam kehidupan di lingkungan keluarga, sekolah, masyaralat dan negara.

Contoh perilaku sesuai norma yang berlaku dalam kehidupan keluarga

 berperilaku sopan
 mengerjakan pekerjaan rumah yang telah disepakati bersama (mengepel, mencuci, dan
sebagainya)
 hormat kepada orang tua
 taat kepada perintah orang tua
 bertutur kata yang baik
 saling menyayangi antar anggota keluarga
 hidup rukun dalam keluarga
Contoh perilaku sesuai norma dalam kehidupan Sekolah

 mentaati peraturan dan tata tertib sekolah;


 tidak terlambat datang ke sekolah
 tidak membolos
 memakai seragam sekolah
 santun terhadap guru
 menyayangi teman
 tidak melakukan tindakan yang melanggar aturan/peraturan yang berlaku
 tidak berjudi, tidak mabuk dan tidak menggunakan obat-obatan yang dilarang (Narkoba)

Contoh perilaku sesuai norma dalam kehidupan masyarakat dan negara

 Ikut mendukung program keamanan dan ketertiban masyarakat (poskamling/ronda)


 Mematuhi peraturan lalulintas
 Tidak melakukan tindakan main hakim sendiri
 Membayar pajak sesuai dengan ketentuan, dsb
 Memiliki dan menerapkan budaya malu, budaya tertib dan budaya bersih. Budaya malu
yaitu sikap malu jika melanggar aturan. Misalnya, malu datang terlambat hadir di
sekolah. Budaya tertib diartikan sebagian kebiasaan bersikap tertib di mana pun
kita berada. Seperti, mengikuti antrian sesuai dengan nomor antrian. Sedangkan budaya
bersih merupakan sikap untuk berkata dan berperilaku jujur dan bersih dari tindakan-
tindakan kotor. Misalnya tidak menyontek ketika ulangan atau ujian.
Bab 3

Perumusan dan Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Untuk memahami UUD mari kita pahami terlebih dahulu istlah Konstitusi. Konstitusi berasal
dari bahasa Prancis “Constituere” yang artinya membentuk. Pemakaian istilah konstitusi
dimaksud sebagai pembentukan atau penyusunan suatu negara.

Konstitusi bagi suatu negara merupakan keseluruhan sistem aturan yang menetapkan dan
mengatur tata kehidupan kenegaraan melalui sistem pemerintahan negara dan tata hubungan
secara timbal balik antara pemerintah negara dan orang seorang yang berada di bawah
pemerintahnya.
Konstitusi diartikan juga sebagai hukum dasar, hukum dasar tersebut dapat tertulis dan dapat
juga tidak tertulis. Konstitusi atau hukum dasar yang tertulis disebut juga Undang-Undang
Dasar, sedangkan konstitusi atau hukum dasar yang tidak tertulis disebut juga konvensi, yakni
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek-praktek penyelengaraan negara
meskipun tidak tertulis. Dengan demikian, konstitusi lebih luas dibandingkan dengan Undang-
Undang Dasar (UUD), atau UUD merupakan salah satu bagian dari konstitusi.

Menurut James Bryce, suatu konstitusi menetapkan:


1. pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang permanan
2. fungsi dari lembaga-lembaga tersebut
3. hak-hak tertentu yang ditetapkan.

Sedangkan menurut JF. Strong, konstitusi mengatur:


1. kekuasaan pemerintah
2. hak-hak dari yang diperintah
3. hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah.

Fungsi UUD/Konstitusi
Fungsi UUD/konstitusi, dapat ditinjau dari sudut penyelenggaraan pemerintahan atau
berdasarkan tujuannya. Ditinjau dari sudut pemerintahan fungsi UUD/konstitusi sebagai
landasan struktural penyelenggaraan pemerintahan menurut suatu sistem ketatanegaraan
yang pasti yang pokok-pokoknya dalam suatu aturan-aturan konstitusi atau UUD-nya.

Sedangkan ditinjau dari sudut tujuannya, fungsi UUD/kontitusi adalah untuk menjamin hak-hak
anggota warga negara atau masyarakat dari tindakan sewenang-wenang penguasa.

Isi atau Muatan Konstitusi


Menurut A.A.H. Struycken, UUD sebagai suatu konstitusi yang tertulis merupakan dokumen
formal yang memuat:
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau
2. Tingkatan-tingkatan perkembangan tertinggi ketatanegaraan bangsa
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik waktu sekarang maupun yang
akan datang.
4. Sutau keinginan dengan mana perkembangan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.

Menurut Sri Sumantri (1979:45) UUD atau konstitusi pada umumnya memuat:
1. adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara
2. ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental;
3. adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.

Menurut Miriam Budiardjo (1977:101), setiap UUD/Konstitusi memuat ketentuan tentang:


1. organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan
judikatif, dan sebagainya
2. hak-hak asasi manusia
3. prosedur mengubah UUD
4. Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.

UUD yang Pernah Berlaku di Indonesia


1. Semenbjak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang, di Indonesia telah
berlaku tiga macam UUD dalam empat periode:
2. Periode 18 Agutus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949 berlaku UUD Proklamasi yang
kemudian dikenal dengan UUD 1945
3. Periode 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950 berlaku Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Serikat (UUD RIS)
4. Periode 17 Agutus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 berlaku Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS 1950)
5. Periode 5 Juli 1959 sampai dengan sekarang berlaku UUD 1945

A. Perumusan dan Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

1. Perumusan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Penjajahan Belanda ini berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret . Sejak saat itu
Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki
Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah di dalam melawan tentara Sekutu.
Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan
tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini
diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944.

Karena Jepang terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan
janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu juanji kemerdekaan tanpa syarat
yang dituangkan dalam Maklumat Ganseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer
Jepang di Jawa dan Madura) No. 23.

Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan
mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk
dapat dipertimbangkan.

BPUPKI resmi dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar
Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari
golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang
ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio(orang Jepang).
Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata
usaha BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar
Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari: 62 orang anggota aktif
adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua daerah dan aliran, serta 7 orang
anggota istimewa adalah perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari
bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak suara (keanggotaan mereka adalah pasif, yang artinya
mereka hanya hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).

Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga
adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu adalah
sebagai berikut :
Suasana Sidang BPUPKI
Persidangan Resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945

Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan
masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman kolonial
Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam
lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda" pada masa penjajahan Belanda), dan kini
gedung itu dikenal dengan sebutanGedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 –
Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama)
diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29
Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk
membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "IndonesiaMerdeka" serta merumuskan
dasar negara Indonesia.

Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini
dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu:
Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara
Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan
resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota
BPUPKI.

Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara
Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"),
kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih
dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah merupakan konstitusi Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka
agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan pidato
dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasionalIndonesia, yang mengajukan pendapatnya
tentang dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai berikut :

Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan
gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “ 1. Peri
Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan
Rakyat ” .

Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan
mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Dasar
Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi;
4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial ” .

Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan
lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Pancasila", yaitu: “ 1. Kebangsaan
Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4.
Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa ” .

Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh
Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih menurut dia bilamana
diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila),
yaitu: “ 1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan ” .
Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas kembali
dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila: “ Gotong-Royong ” , ini adalah
merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai
rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut adalah berada dalam
kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI
yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni
ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama,
setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu
bulan lebih.

Masa antara Sidang Resmi Pertama dan Sidang Resmi Kedua

Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk
membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan
memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi
kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni
1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
Ir. Soekarno
Ki Bagus Hadikusumo
K.H. Wachid Hasjim
Mr. Muh. Yamin
M. Sutardjo Kartohadikusumo
Mr. A.A. Maramis
R. Otto Iskandar Dinata
Drs. Muh. Hatta

Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil dengan para anggota
BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya
sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan
orang, yaitu:
Ir. Soekarno
Drs. Muh. Hatta
Mr. A.A. Maramis
K.H. Wachid Hasyim
Abdul Kahar Muzakkir
Abikusno Tjokrosujoso
H. Agus Salim
Mr. Ahmad Subardjo
Mr. Muh. Yamin
Panitia kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang
dan berhasil merumuskan Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan
sebutan “Piagam Jakarta” yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement
Agreement".

Adapun bunyi lengkapnya “Piagam Jakarta” adalah sebagai berikut:


Mukaddimah
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilam, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jakarta, 22-6-2605
Ir. Soekarno
Drs. Muh. Hatta
Mr. A.A. Maramis
K.H. Wachid Hasjim
Abdul Kahar Muzakkir
H. Agus Salim
Abikusno Tjokrosujoso
Mr. Ahmad Subardjo
Mr. Muhammad Yamin
Persidangan Resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-16 Juli 1945.
Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10Juli 1945 hingga tanggal 16
Juli 1945. Hari pertama sidang BPUPKI dimulai dengan diumumkannya dengan penambahan 6
anggota baru yaitu 1) Abdul Fatah Hasan; 2) Asikin Natanegara; 3) Soerjo Hamidjojo; 4)
Muhammad Noor, 5) Besar dan 6 ) Abdul Kaffar. Pada sidang pertama ini ketua "Panitia
Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota
BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan
"Piagam Jakarta" itu. Salah keputusan penting dalam rapat BPUPKI tanggal 10 Juli 2016 adalah
diambilnya keputusan tentang bentuk Negara. Dari 64 suara (ada beberapa anggota yang tidak
hadir) yang pro republic sebanyak 55 orang, 6 orang yang menginginkan bentuk kerajaan, 2
orang mengingkan bentuk lain.dan 1 orang yang blangko.

Ketika akan mengambil pemungutan suara untuk menentukan bentuk negara, para pendiri
negara diliputi suasana yang penuh dengan permufakatan, tanggung jawab, toleransi, dan
religius sebagaimana tergambar dalam dialog di bawah ini (Sekretariat Negara Republik
Indonesia, 1995:125-127) “…

Anggota MOEZAKIR:
Saya mohon dari Tuan-tuan anggota sekalian! Oleh karena kita menghadapi saat yang suci,
baiklah kita mengheningkan cipta, supaya janganlah hati kita dipengaruhi oleh sesuatu hal yang
tidak suci, tetapi dengan segala keikhlasan menghadapi keputusan tentang bentuk negara yang
akan didirikan, dengan hati yang murni, yang tidak terpengaruh oleh sesuatu maksud yang tidak
suci. Oleh karena itu, saya mohon kepada paduka Tuan-tuan sekalian, sukalah Tuan-tuan berdiri
di hadapan hadirat Allah Subhanahuwataala untuk meminta doa.

Ketua RADJIMAN:
Usul itu kita turuti dan saya minta marilah kita mengheningkan cipta, supaya mendapat pikiran
yang suci dan murni dalam pemilihan.
Rapat meminta doa dengan pimpinan Ki Bagoes Hadikoesoemo yang membacakan Fatihah.
Sesudah itu diadakan pemungutan suara.

Anggota DASAAD:
Tuan Ketua, kami sudah mengetahui, bahwa ada 64 stem. Yang memilih republik, ada 55 stem,
kerajaan 6, lain-lain 2 dan belangko 1.

Ketua:
Saya mengucapkan terima kasih atas pekerjaan komisi. Anggota sekalian sudah mendengar,
bahwa telah dipilih oleh sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai yang kedua kali ini, yang melahirkan
64 stem, ialah yang 55 republik, 6 kerajaan, 1 belangko dan 2 lain-lain. Jadi, semuanya ada 64.
Sudah ada ketetapan dalam waktu ini, nanti kita membuat pelaporan yang sejelas-jelasnya.

Anggota SOEKARNO:
Jadi, putusan Panitia itu republik?

Ketua RADJIMAN:
Sudah terang republik yang dipilih dengan suara terbanyak. Sekarang saya minta beristirahat.
….”
Semangat nasionalisme dan patriotisme terlihat sangat nyata dalam perbincangan dalam
Sidang BPUPKI tanggal 10 dan 11 Juli 1945 ketika membahas masalah wilayah negara.
Semangat tersebut, antara lain dikemukakan oleh beberapa tokoh berikut ini (Sekretariat
Negara Republik Indonesia, 1995:132-144).

Anggota MOEZAKIR:
…. Maka apabila bangsa Indonesia pada masa ini mempunyai ketinggian kehendak dan
kemauan, dan menjunjung tinggi apa yang angan-angankan, hendaklah sanggup pula mengakui
bahwa tanah Melayu itu sebagian dari tanah air kita…. tanah Papua itu pula menjadi sumber
kekayaan kita. Janganlah sumber kekayaan, yang diwariskan oleh nenek moyang kita hilang
dengan sia-sia belaka. Oleh karena itu, saya setuju, bahwa dalam menentukan batas halaman
tanah air kita hendaklah kita berpikir dengan sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal,
apakah kita kita sanggup atau tidak sanggup, tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan
merdeka atau tidak….

Anggota YAMIN:
…. Soal lain pula berhubung dengan tanah Papua. Memang hal ini dalam ilmu pengetahuan,
ethnologie, bahasa, geografi ada yang menyebutkan, bahwa pulau Papua tidak masuk tanah
Indonesia.Tetapi faham ini hanyalah dilahirkan oleh orang-orang yang mengarang buku yang
bersangkutan. Tetapi ada juga faham-faham lain yang mengatakan, bahwa seluruh pulau Papua
masuk Indonesia. Perkataan “Indonesia” dibuat oleh orang yang mempunyai faham yang
mengatakan, bahwa Indonesia melingkungi daerah Malaya dan Polinesia. Jadi, dengan
sendirinya pada waktu perkataan “Indonesia” lahir dimaksudkan bahwa tanah Papua masuk
dalam daerah Indonesia. …

Anggota ABDUL KAFFAR:


…. Dalam ilmu strategi alangkah besar bagi kedua-duanya untuk menjaga sisi masing-masing.
Artinya kalau kita melihat batas kita di Timur, ke Pulau Timor, saya setuju sekali dengan anggota
yang terhormat Muh Yamin, yaitu agar pulau itu dimasukkan dalam lingkungan kita, terletak
Indonesia baru, begitu pula Borneo Utara, di mana terletak Serawak, dan juga negara Papua
bukanlah kita bersifat meminta, tetapi hal itu beralaskan kebangsaan. …

Anggota SOEMITRO KOLOPAKING:


…. Jikalau peperangan sudah berakhir dan kemenangan akhir telah tercapai, kita dapat
melengkapkan aturan-aturan itu menjadi aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan zaman
pada waktu itu, dengan permintaan Indonesia merdeka ialah seluas Indonesia-Belanda dahulu.
Jikalau kemenangan akhir tercapai dan ada permintaan yang nyata dari Malaya Selatan, Borneo
Utara bahwa rakyat di situ merasa juga ingin masuk dalam lingkungan kita, dengan senang hati
mereka akan kita terima sebagai bangsa kita di dalam Indonesia merdeka.”

Dalam membahas masalah wilayah negara, masih banyak tokoh pendiri negara yang
menyampaikan usulnya, seperti Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis,
Sanoesi, dan Oto Iskandardinata. Akhirnya diputuskan, bahwa wilayah Indonesia Merdeka
adalah Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis
dan pulau-pulau sekitarnya.

Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945, setelah mendengarkan pandangan dan pemikiran 20
orang anggota, maka dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu:
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, dengan ketua Ir. Soekarno.
Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air, dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.

Agenda sidang BPUPKI yang kedua juga membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan
keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang
kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang
terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir.
Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan
Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).

Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh
Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah
khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar,

 Membentuk Panitia Perancang “Declaration of Rights”, yang beranggotakan Subardjo,


Sukiman, dan Parada Harahap.
 Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7
orang yaitu sebagai berikut: Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil) Mr. KRMT
Wongsonegoro (anggota) Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota) Mr.
Alexander Andries Maramis (anggota) Mr. Raden Panji Singgih (anggota) Haji Agus Salim
(anggota) Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)

Selain itu, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar menghasilkan kesepakatan:

 Bentuk “Unitarisme”.
 Kepala Negara di tangan satu orang, yaitu Presiden.

Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh
Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus
merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut. Panitia Kecil
Perancang Undang-Undang Dasar berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati antara
lain ketentuan tentang Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan
Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan
Supomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.

Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan agenda “Pembicaraan tentang
pernyataan kemerdekaan”. Sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-
Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan
tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum
tiga masalah pokok yaitu : Pernyataan tentang Indonesia Merdeka Pembukaan Undang-Undang
Dasar Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-
Undang Dasar 1945", yang isinya meliputi : Wilayah negara Indonesia adalah sama dengan
bekas wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah
wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei
Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang adalah wilayah negara Timor Leste), dan pulau-
pulau di sekitarnya, Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan, Bentuk pemerintahan
Indonesia adalah Republik, Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih, Bahasa
nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.

Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan disusun dengan
mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar
hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan
terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam, Syariat
Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada akhirnya
disetujui dengan urutan dan redaksion yang sedikit berbeda.

Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan acara “Pembahasan Rancangan
Undang- Undang Dasar”. Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, Soekarno
memberikan penjelasan naskah yang dihasilkan dan mendapatkan tanggapan dari Moh. Hatta,
lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, diberi
kesempatan untuk memberikan penjelasan terhadap naskah Undang-Undang Dasar.

Penjelasan Soepomo, antara lain menjelaskan betapa pentingnya memahami proses


penyusunan Undang-Undang Dasar (Sekretariat Negara Indonesia, 1995:264).

“Paduka Tuan Ketua! Undang-Undang Dasar Negara Mana Pun Tidak Dapat Dimengerti
Sungguh-Sungguh Maksudnya Undang-Undang Dasar Dari Suatu Negara, Kita Harus
Mempelajari Juga Bagaimana Terjadinya Teks Itu, Harus Diketahui Keterangan-Keterangannya
Dan Juga Harus Diketahui Dalam Suasana Apa Teks Itu Dibikin. Dengan Demikian Kita Dapat
Mengerti Apa Maksudnya. Undang-Undang Yang Kita Pelajari, Aliran Pikiran Apa Yang Menjadi
Dasar Undang-Undang Itu. Oleh Karena Itu, Segala Pembicaraan Dalam Sidang Ini Yang
Mengenai Rancangan-Rancangan Undang-Undang Dasar Ini Sangat Penting Oleh Karena Segala
Pembicaraan Di Sini Menjadi Material, Menjadi Bahan Yang Historis, Bahan Interpretasi Untuk
Menerangkan Apa Maksudnya Undang-Undang Dasar Ini.”

Naskah Undang-Undang Dasar akhirnya diterima dengan suara bulat pada Sidang BPUPKI
tanggal 16 Juli 1945.

Persiapan Kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI


Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah dapat menyelesaikan
tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia
Merdeka, dan digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia"
("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai
ketuanya.
Tugas "PPKI" ini yang pertama adalah meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule)
serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua adalah melanjutkan hasil
kerja BPUPKI, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan
militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut
masalah ketatanegaraan bagi negara Indonesia baru.

Anggota "PPKI" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia,
sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia Belanda,
terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal
Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asalMaluku, 1 orang asal etnis
Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya adalah Drs. Mohammad
Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.
Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki
Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo,Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa
Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan
mendatangkan Ir. Soekarno,Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.)
Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ
Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), adalah kota terbesar di negara Vietnam dan terletak dekat
delta Sungai Mekong.

Pada saat "PPKI" terbentuk, keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak.
Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya tekad yang bulat dari semua golongan
untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Negara Indonesia. Golongan muda kala itu
menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah
pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang
"PPKI". Pada saat itu ada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini adalah hanya
merupakan sebuah badan bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak
"PPKI" adalah sebuah badan yang ada waktu itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi
terbentuknya suatu negara Indonesia baru.

Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah
pendudukan militer Jepang adalah tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari
"PPKI". Jendral Terauchi kemudian akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah
pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24
Agustus1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya
kepada "PPKI". Dalam suasana mendapat tekanan atau beban berat seperti demikian itulah
"PPKI" harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujudnyatakan keinginan atau cita-cita
luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan
yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Namun, pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, dan sejak
saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI
mengadakan sidang, dengan acara utama mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan
preambulnya memilih Presiden dan Wakil Presiden.

2. Pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan


Kemerdekaan Indonesia segera mengadakan Sidang. pada sidang "PPKI" pada tanggal 18
Agustus 1945 ini telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum
keagamaan yangberagama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut ajaran
kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna
melunakkan hati pihak tokoh- tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna
dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".

Suasana Sidang PPKI

Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan
Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945
sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur
yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea
keempat preambul, dibelakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia
bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini
oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota
tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku
Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, dengan dalih demi
persatuan dan kesatuan bangsa.

Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan
empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut. Hasil
perubahan yang kemudian disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan
batang tubuh Undang- Undang Dasar 1945", Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari
bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan” . Kedua, anak kalimat "Negara
berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ketiga,
kalimat yang menyebutkan “ Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam ” , seperti
tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “ dan beragama Islam” .
Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “
Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi
pemeluk- pemeluknya ” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa ” .

Suasana permufakatan dan kekeluargaan, serta kesederhanaan juga


muncul pada saat pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. Risalah sidang PPKI mencatat
sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995 :445-446)

Anggota OTTO ISKANDARDINATA :


...."Berhubung dengan keadaan waktu saya harap supaya pemilihan Presiden ini
diselenggarakan dengan aklamasi dan saya majukan sebagai calon, yaitu Bung Karno
sendiri. (Tepuk tangan)"

Ketua SOEKARNO :
...."Tuan-tuan banyak terima kasih atas kepercayaan Tuan-tuan dan dengan ini saya dipilih
oleh Tuan-tuan sekalian dengan suara bulat menjadi Presiden Republik Indonesia. (Tepuk
tangan). (Semua anggota berdiri dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya
diserukan ”Hidup Bung Karno ” 3x)"

Anggota OTTO ISKANDARDINATA :


..."Pun untuk memilih Wakil Kepala Negara Indonesia saya usulkan cara yang baru ini
dijalankan. Dan saya usulkan Bung Hatta menjadi Wakil Kepala Negara Indonesia. (Tepuk
tangan) (Semua anggota berdiri dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan
”Hidup Bung Hatta” 3x)"

Adapun keputusan penting hasil sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18
Agustus 1945 adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan dan mengesahakan UUD 1945
2) Memilih Ir Soekarno sebagai presiden dan Drs. Muh. Hatta sebagai wakil presiden
3) Sebelum terbentuk MPR, pekerjaan presiden sehari-hari dibantu oleh Komite Nasional Indonesisa
Pusat.

Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan oleh PPKI merupakan Rancangan Undang-Undang
dasar hasil karya BPUPKI setelah mengalami perubahan dan penyempurnaan. Beberapa
perubahan yang terjadi pada Rancangan UUD 1945 tersebut antara lain:
1. Hukum dasar diganti dengan Undang-undang dasar
2. Kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya ....’ diganti
menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
3. Menambahan Rancangan UUD 1945. Tambahan tersebut adalah:
Bab XVI pasal 37 tentang perubahan UUD
Aturan Peralihan pasal I – IV
Aturan Tambahan ayat 1 dan 2

B. Arti Penting UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bagi Bangsa dan Negara Indonesia

Setiap negara mempunyai UUD dengan tujuan yang diharapkan oleh masing-masing negara
tersebut. Konstitusi-konstitusi yang dimiliki oleh negara-negara di dunia ternyata amat beragam
bentuk dan susunannya. Ada yang menggunakan Mukadimah/Pembukaan ada pula yang tidak,
dan ada yang terdiri dari banyak pasal dan ada pula yang hanya terdiri dari beberapa pasal,
kesemuanya sangat tergantung dari maksud para pendiri negara masing-masing dalam
mengatur kehidupan ketatanegaraan.

Sebagai ketentuan yang mengatur kehidupan ketatanegaraan, undang-undang dasar


merupakan sumber utama hukum tata negara suatu negara. Oleh karena itu, konstitusi selalu
memiliki corak nasional dari masing-masing negara. Henk van Maarseveen dan Ger van der
Tang (Sri Soemantri M, 1998: 94-95) mengemukakan bahwa selain sebagai dokumen nasional,
konstitusi juga sebagai alat untuk membentuk sistem politik dan sistem hukum negaranya
sendiri. Sedangkan Sri Sumantri M (1998: 95) mengemukakan bahwa Undang-Undang Dasar
sebagai konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi:
a. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.
b. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
c. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu sekarang maupun
untuk masa yang akan datang.
d. Suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak
dipimpin.

Meskipun setiap negara memiliki UUD yang isinya berbeda-beda, namun pada dasarnya setiap
UUD mengatur materi yang merupakan ciri yang harus dipenuhi bagi suatu konstitusi yang
benar sebagaimana dikemukakan oleh J.G. Steenbeek (Sri Soemantri M, 1998: 93), yaitu:
a. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara.
b. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.
c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang bersifat fundamental.

Miriam Budiardjo (2001: 101) menyatakan bahwa setiap Undang-Undang Dasar memuat
ketentuan-ketentuan mengenai soal-soal sebagai berikut:
a. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif dalam negara federal, pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan
pemerintah negara-negara bagian, prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yuridiksi oleh
salah satu badan pemerintah, dan sebagainya.
b. Hak-hak asasi manusia.
c. Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar.
d. Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar. Hal
ini biasanya terdapat jika para penyusun Undang-Undang Dasar ingin menghindari terulangnya
kembali hal-hal yang baru saja diatasi, misalnya munculnya seorang diktator atau kembalinya
suatu monarkhi.

Selain itu, dijumpai pula bahwa Undang-Undang Dasar sering memuat cita-cita rakyat dan asas-
asas ideologi negara yang oleh penyusun Undang-Undang Dasar untuk mengungkapkan
cerminan semangat dan spirit rakyat negara tersebut dan mewarnai seluruh naskah Undang-
Undang Dasar itu.

Di negara-negara komunis, Undang-Undang Dasar mempunyai fungsi berganda. Di satu pihak


mencerminkan kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam perjuangan ke arah
tercapainya masyarakat komunis dan merupakan pencatatan formal dan legal dari kemajuan
yang telah dicapai. Di pihak lain Undang-Undang Dasar memberikan rangka dan dasar hukum
untuk perubahan masyarakat yang dicita-citakan dalam perkembangan berikutnya (Miriam
Budiardjo, 2001: 99).

Sejak akhir abad ke-19, UUD dianggap sebagai jaminan paling efektif bila kekuasaan tidak akan
disalahgunakan dan hak-hak warga negara tidak dilanggar. Kemudian muncullah istilah
konstitusionalisme untuk menandakan suatu sistem asas-asas pokok yang menetapkan dan
membatasi kekuasaan dan hak bagi yang memerintah dan yang diperintah, karena mereka
mempunyai pandangan bahwa seluruh aparatur serta aktivitas kenegaraannya harus ditujukan
kepada tercapainya masyarakat komunis. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasarnya
mempunyai fungsi berganda sebagaimana dikemukakan di atas.

Dengan demikian arti penting UUD 1945 bagi bangsa Indonesia adalah sebagai landasan
struktural penyelenggaraan pemerintahan Negara Republik Indonesia. UUD 1945 mengatur
penyelenggaraan negara dan tugas serta wewenang badan-badan yang ada dalam
penyelenggaraan negara Republik Indonesia. Para pendiri negara Republik Indonesia telah
sepakat, bahwa untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, harus diadakan
Undang-Undang Dasar atau konstitusi sebagai bagian dari hukum dasar untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

C. Peran Tokoh Perumus UUD 1945

Semua tokoh yang menjadi anggota BPUPKI maupun PPKI tentu memiliki peran yang besar
dalam perumusan UUD 1945. Para tokoh itu merupakan putra terbaik bangsa yang mewakili
kelompok dan masyarakatnya pada waktu itu. Mereka menjadi wakil bangsa Indonesia yang
memiliki kemampuan dan visi ke depan untuk kebaikan bangsa.

Berikut ini contoh Peran Tokoh Perumus UUD 1945


 Ir. Soekarno :

Sebagai anggota BPUPKI, sebagai ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ("PPKI"),
berperan dalam mengusulkan rumusan dasar negara Indonesia, yang diberi nama Pancasila.
Selain Muh Yamin, Ir Sukarno juga menyampaikan usul dasar negara. Usul ini disampaikan pada
1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Usul Sukarno sebenarnya tidak
hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga
prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah
“Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli
bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno
di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila. Soekarno juga berperan sebagai ketua
Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara atau panitia sembilan yang berhasil merumuskan
Piagam Jakarta, dan lainnya.

 Drs. Mohammad Hatta

Sebagai anggota BUPKI, sebagai Ketua Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, sebagai
anggota Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara atau penitia sembilan yang berhasil
merumuskan Piagam Jakarta, memberi usulan tentang wilayah Negara.

 Dr. Rajiman Wediodiningrat

Sebagi ketua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)

 Mr. Mohammad Yamin

Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa
anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan
rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei
1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI
baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.

 Prof. Dr. R. Supomo

Supomo duduk sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Setelah BPUPKI dibubarkan dan dibentuk PPKI, Ia juga sebagai Ketua Panitia Kecil Perancang
Undang-Undang Dasar, dan lainnya

 Mr.Ahmad Soebardjo

Beliau termasuk tokoh penting dalam sejarah perjuangan Indonesia dalam memproklamasikan
kemerdekaan. Terkenal sebagai konseptor naskah teks proklamasi dan pembukaan UUD
1945. Ia merupakan salah satu anggota panitia kecil atau panitia sembilan yang berhasil
merumuskan Piagam Jakarta dan juga sebagai anggota PPKI. Beliau juga merupakan konseptor
yang ikut menyumbangkan pikirannya dalam penyusunan naskah proklamasi kemerdekaan,
yaitu pada kalimat pertama yang berbunyi : “ Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaan Indonesia”.

Silahkan Kamu gali peran masing-masing tokoh Perumus UUD 1945 seperti contoh diatas
berdasarkan uraian sejarah perumusan UUD 1945 yang dijelaskan di atas.

Anda mungkin juga menyukai