Reovirus adalah virus berukuran sedang dengan genom RNA untai ganda
bersegmen. Famili ini termasuk rotavirus manusia, penyebab gastroenteritis infar-
rtil terpenting di seluruh dunia (Gambar 37-l). Gastroenteritis akut adalah
penyakit yang sangat umum dan memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan
masyarakat. Di negara berkembang penyakit ini diperkirakan menyebabkan
sebanyak 3,5 juta kematian pada anak usia prasekolah setiap tahunnya. Di
Amerika Serikat, gastroenteritis akut hanya menduduki peringkar kedua setelah
infeksi pernapasan akut sebagai penyebab penyakit dalam keluarga.
Calicivirus adalah virus kecil dengan genom RNA untai tunggal. Famili virus ini
termasuk virus Norwalk, penyebab urama gasrroenteritis epidemik nonbakterial di
seluruh dunia.
SIFAT REOVIRUS
Sifat-sifat reovirus yang penting diringkas dalam Tabel 37-r.
Struktur & Komposisi
Virion berdiameter 60-80 nm dan memiliki dua rangka kapsid yang konsentris,
masing-masing rangka berbentuk ikosahedral. (Rotavirus berstruktur tiga lapis).
Rotavirus memiliki 132 kapsomer; tidak terdapat selubung. Fartikel virus
berangka tunggal yang tidak memiliki kapsid luar berdiameter 50-60 nm. Inti
partikel bagian dalam berdiameter 33-40 nm (Gambar 37-2). Partikel berangka
ganda merupakan bentuk virus infeksius yang sempurna.
Genom terdiri dari RNA untai ganda di dalam 10-12 segmen yang tersebar dengan
ukuran genom total 16-27 kbp, tergantung genusnya. Rotavirus mengandung 1 I
segmen genom, sedangkan orthoreovirus dan orbivirus masing-masing memiliki
sepuluh segmen dan coltivirus mempunyai i2 segmen. Ukuran segmen RNA
individual bervariasi dari 680 bp (rotavirus) hingga 3900 bp (orthoreovirus). Inti
virion mengandung beberapa enzim yang dibutuhkan untuk transkripsi dan
penudungan RNA virus.
Reovirus biasanya tidak stabil terhadap panas, pada pH antara 3,0-9,0, dan
terhadap pelarut lipid, tetapi virus ini diinaktifkan oleh etanol 95%, fenol, dan
klorin. Pengobatan terbatas dengan enzim proteolitik menambah inefektivitas.
Klasifikasi
Famili Reoviridae dibagi menjadi sembilan ger.rus. Empat genus dapat
menginfbksi manusia dan hewan: Orthoreouinrs, Rotauirus, Cobiuirus, dan
Orbiuirus. Empat genus lainnya hanya menginfeksi tumbuhan dan serangga, dan
satu genus menginleksi ikan.
Sedikitnya terdapat tiga subgrup utama dan sembilan serotipe rotavirus manusia.
Snain yang berasal dari manusia dan hewan mungkin memiliki serotipe
yangsama. Lima serotipe lainnya hanya ditemukan pada hewan. Tiga serotipe
reovirus yang berbeda telah dikenali, bersamaan dengan sekitar 100 serotipe
orbivirus yang berbeda dan dua serotipe coltivirus.
Replikasi Reovirus
Partikel virus mene mpe 1 pada resepror spesifik di permukaan sel (Gambar 37-
3). Protein perlekatan sel untuk reovirus adalah hemaglutinin virus (protein o1),
sebuah komponen minor pada kapsid luar.
Setelah perlekatan dan penetrasi, terjadi pelepasan selubung partikel virus di
lisosom dalam sitoplasma sel. Hanva rangka terluar virus yang dilepaskan dan
RNA trankriptase terkait-inri diaktif'kan. Transkriptase ini mentranskipsi molekul
mRNA dari untai negatif masingmasing segmen genom RNA unrai ganda yang
terdapat di dalam inti yang utuh. Molekul nRNA fungsional memiliki ukuran yang
sama dengan segmen genom. Inti reovirus mengandung semua enzim yang
diperlukan daiam transkripsi penudungan dan pengeluaran mRNA dari inti,
meninggalkan segmen genom RNA untai ganda di dalam inti.
Begitu dikeluarkan dari inti, mRNA diterjemahkan menjadi produk gen primer.
Beberapa transkrip panjang mengalami pelepasan kapsid untuk membentuk
partikel virus immatur. Replikasi virus berfungsi untuk menyintesis untai sense-
negatif untuk membentuk segrrlen genom untai ganda. Replikasi untuk
membentuk progeni RNA unta-ganda ini terjadi di dalam struktur inti yang
han'rpir lengkap. Mekanisme yang memastikan penyusunan komplemen segmen
genorn menjadi inti virus yang berkembang secara benar tidak diketahui. Polipe
ptida virus mungkin tersusun sendiri untuk membentuk rangka kapsid luar dan
dalam.
Reovirus menghasilkan badan inklusi di dalam sitoplasma tempat ditemukannya
partikel virus. Pabrik virus ini sangat berkaitan dengan struktur tubular
(mikrotubulus dan filamen intermediarr). Morfogenesis Rotavirus melibatkan
budding partikel rangka-tunggal kedalam retikulum endoplasma kasar.
"Pseudoenuelopff" yang didapatkan kemudian dilepaskan, dan kapsid luar
ditambahkan (Gambar 37-3), Lintasan yang tidak biasa ini digunakan karena
sebagian besar protein kapsid luar mengalami glikosilasi.
Lisis sel menyebabkan pelepasan progeni virion.
ROTAVIRUS
Rotavirus merupakan perryebab utama penyakit diare pada bayi manusia dan
hewan muda, termasuk sapi dan babi muda. inleksi pada rnanusia dan hervan
dervasa juge sering ditemukan. Beberapa rotavirus merupakan agen diare pacla
bayi manusia, diare sapi Nebraska, diare epizoorik pada bayi mencit, dan virus
SA1 1 pada monyet.
Rotavirus menycrupai reovirus dalam hal morlologi dan strategi replikasi.
Klasifikasi & Sifat Antigen
Rotavirus diklasifikasikan menjadi lima kelompok (A-E) berdasarkan epitop
antigen pada struktur interna protein VP6. Struktur tersebut dapat dideteksi
dengan imunofluoresensi, ELISA, dan mikroskop imuno-elektron (lEM).
Rotavirus Grup A merupakan patogen yang
tersering pada manusia. Kapsid luar protein VP4 dan VP7 membawa epitop yang
penting dalam aktivitas netralisasi, dengan glikoprotein VP7 sebagai antigen
predominan. Antigen spesifik tipe ini berbeda di antara berbagai rotavirus dan
dapat dibuktikan dengan uji Nt. Berbagai serotipe telah ditemukan pada rotavirus
manusia dan hewan. Beberapa rotavirus manusia dan hewan memiliki spesifikasi
serotipe yang sama. Misalnya, virus monyet SA1 1 secara antigen sangat mirip
dengan seroripe manusia 3. Penetapan Penyandian gen yang menentukan
spesifikasi struktur dan antigen rotavirus diperlihatkan pada gambar 37-4.
Studi epiderniologi molekular telah menganalisis isolat berdasarkan perbedaan
migrasi segmen genom 11 setelah elektroforesis RNA di dalam gel poliakrilamida
(Gambar 37-5). Perbedaan pada elektroferotip tersebut dapat digunakan untuk
membedakan virus grup A dari grup lain, tetapi tidak dapat digunakan untuk
memperkirakan seroripe.
Patogenesis
Rotavirus menginfeksi sel pada vili usus halus (mukosa lambung dan kolon tidak
terkena). Virus ini bermultiplikasi di dalam sitoplasma enterosit dan merusak
mekanisme transpor. Salah satu protein pengode rotavirus, NSP4, adalah
enterotoksin virus dan menginduksi sekresi dengan memicu lintasan transduksi
sinyal. Sel yang rusak dapat pecah ke dalam lumen usus dan melepaskan banyak
virus, yang terlihat di feses (hingga 10” partikel per gram feses). Ekskresi virus
biasanya berlangsung selama 2-12 hari pada orang yang sehat tetapi bisa lebih
lama pada orang yang kurang gizi. Diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat
terjadi akibat gangguan absorbsi narrium dan glukosa karena sel vili yang rusak
digantikan oleh sel kripta imatur yang tidak mengabsorbsi. Diperlukan waktu
sekitar 3-8 minggu untuk mengembalikan fungsi normal.
Temuan Klinis & Diagnosis Laboratorium
Rotavirus menyebabkan sebagian besar per.ryakit diare pada bayi dan anak di
seluruh dunia tetapi tidak pada orang dewasa (Tabel 37-2). Masa inkubasi selama
1-3 hari. Gejala yang khas antara lain adalah diere encer, demam, nyeri abdomen,
dan muntah, yang menimbr.rll<an deh idra.si. Pada bayi dan anak, kehilangan
cairan dan elektrolit yang berat dapat berakibat fatal biia tidak diobati. Gejala
pada pasien dengan kasus yang lebih ringan berlangsung selama 3-8 hari
kemudian pulih total. Namun, ekskresi virus di dalam feses dapat menetap hingga
50 hari setelah awitan diare. Terjadi infeksi asimtomatik dengan serokonversi.
Pada anak dengan imunodefisiensi, rotavirus dapat menyebabkan penyakit yang
berat dan lama. Orang dewasa yang kontak mungkin dapat terinfeksi, dibuktikan
dengan serokonversi, tetapi )arang timbul gejala dan virus jarang terdeteksi di
dalam feses. Sumber infeksi tersering adalah kontak dengan penderita anak.
Namun, epidemik penyakit yang berat pernah terjadi pada orang dewasa, terutama
pada populasi yang tertutup, seperti bangsal geriatri. Rotavirus grup B
menyebabkan wabah besar gastroenteritis yang berat pada orang dewasa di Cina
(Tabel37-2). Diagnosis laboratorium berupa adanya virus di dalam feses yang
diambil pada awal penyakit dan saat titer antibodi meningkat. Virus di dalam
feses dapat dilihat dengan menggunakan IEM, uji aglutinasi lateks, atau ELISA.
Menentukan genotip asam nukleat rotavirus dari spesimen feses dengan PCR
merupakan metode deteksi yang paling sensitif. Uji serologi dapat digunakan
untuk mendeteksi kenaikan titer antibodi, terutama ELISA.
REOVIRUS
Virus genus ini, yang hampir seluruhnya telah diteliti oleh ahli biologi mulekular,
tidak diketahui menimbulkan penyakit pada manusia.
Epidemiologi
Reovirus menyebabkan banyak infeksi subklinis karena sebagian besar orang
memiliki antibodi serum pada awal masa dewasa. Antibodi juga terdapat pada
spesies 1ain. Ketiga tipe ditemukan dari anak yang sehat, dari anak kecil saat
wabah penyakit demam ringan, dari anak dengan diare atau enteritis, dan dari
simpanse dengan rinitis epidemik.
Penelitian pada manusia tidak dapat menunjukkan hubungan sebab dan efek yang
jelas antara reovirus dan penyakit manusia. Pada relawan yang diinokulasi,
reovirus lebih mudah ditemukan pada feses daripada pada hidung atau tenggorok.
Diduga terdapat hubungan antara reovirus tipe 3 dengan atresia biliaris pada bayi.
Patogenesis
Reovirus menjadi sistem model yang penting untuk mempelajari patogenesis
infeksi virus di tingkat molekular. Rekombinan yang jelas dari dua reovirus
dengan fenotip patogen yang berbeda digunakan untuk menginfeksi tikus.
Anaiisis segregasi digunakan untuk menghubungkan gambaran patogenesis
tertentu dengan gen virus spesifik dan produk gen. Sifat patogen reovirus terutama
ditentukan oleh protein spesies yang terdapat pada kapsid luar virion.
Arbovirus
Virus yang ditularkan oleh artropoda (arbovirus) dan virus yang ditularkan oleh
rodentia menunjukkan kelompok ekologi virus dengan siklus tiansmisi kompleks
yang melibarkan artropoda atau rodentia. Virus-virus ini memiiiki sifat fisik dan
kimia yang berbeda dan diklasifikasikan ke dalam beberapa famili virus.
Arbovirus ditransmisikan oleh artropoda pengisap darah dari satu pejamu
vertebrata ke vertebrata lainnya. Vektor mendapatkan infel<si seumur hidup
melalui ingesti darah dari vertebrata yang mengalami viremia. Virus tersebut
membelah diri di dalam jaringan artropoda ranpa bukti adanya penyakit atau
kerusakan. Beberapa arbovirus secara alamiah dipertahankan melalui transmisi
transovarian pada artropoda.
Sebagian besar penyakit virus diseluruh dunia adalah demam kuning, dengue,
Japaxese B encephalitis, ensefalitis St Louis, western equine encephalitis, Eastern
equine encephalitis, Russian spring-summer encephalitis, demam\West Nile, dan
demam flebotamus. Di Amerika Serikat, infeksi arbovirus yang paling penting
adalah ensefalitis La Crosse, demam Zest Nile, ensefalitis St. Louis, eastern
equine encephalitis, dan uettern equine encephalitis.
Penyakit virus yang ditularkan oleh rodentia secara alamiah dipertahankan
melalui transmisi langsung interspesies atau intraspesies dari rodentia ke rodentia
lain tanpa bantuan vektor artropoda. Infelai virus biasanya persisten. Tiansmisi
terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh atau ekskreta.
Penyakit virus yang ditularkan rodentia rerutama meliputi infeksi hantavirus,
demam Lassa, dan South American hemorhagic feuer. Di Amerika Serikar,
penyakit virus yang dirularkan oleh rodentia yang terpenting adalah sindrom
pulmonal hantavirus dan Demam sengkenit colorado. fuga A/iican hemorhagic
feuer-Marburg dan Ebola. Pejamu reservoir dan vektor tidak diketahui. Arbovirus
dan virus yang ditularkan oleh rodentia diklasifikasikan menjadi famili arenavirus,
bunyavirus, filovirus, flavivirus, reovirus, dan togavirus (Tabel 38-1,Gambar 38-
1).
Temuan Klinis
Masa inkubasi ensefalitis adalah 4 sampai 2l hari. Awitannya mendadak berupa
nyeri kepala berat, demam dan menggigil, mual dan muntah, nyeri generalisata,
serta malaise. Dalam 24-48 jam, timbul rasa mengantuk yang nyata, dan pasien
dapat menjadi stuPor. Kebingungan mental, tremor, kejang, serta koma terjadi
pada kasus yang berat. Demam berlangsung selama 4-10 hari. Angka mor talitas
ensefalitis bervariasi (Tabel 3 8-2). Pada Japanese Bencephalitis, angka mortalitas
pada kelompok umur yang lebih tua dapat mencapai 80%. Sekueia dapat berupa
deteriorasi mental, perubahan kepribadian, paralisis, afasia, seita tanda-tanda
serebelar. Beberapa infeksi menyerupai meningitis aseptik atau poliomielitis
nonparalisis. Sering terjadi infeksi subklinis.
Diagnosis Laboratorium
A. PENCARIAN VIRUS DAN DETEKSI LANGSUNG
Usaha untuk mengisolasi vitus memerlukan tindakan pengamanan biologis yang
memadai untuk menghindari infelai laboratorium. Virus berada di dalam darah
hanya pada awal infeksi, biasanya sebelum munculnya gejala. Virus juga dapat
ditemukan di dalam cairan serebrospinal, kulit, dan spesimen jaringan, bergantung
pada agennya. Alphavirus dan flavivirus biasanya dapat tumbuh pada jalur sel
umum) seperti Vero, BHK, HeLa, dan MRC-5. Jalur sel nyamuk juga dapat
bermanfaat. Inokulasi intraserebral mencit atau hamster yang masih menyusu juga
dapat digunakan untuk isolasi virus.
Untuk beberapa arbovirus, deteksi antigen dan pemeriksaan PCR dapat digunakan
untuk deteksi langsung RNA virus atau protein pada spesimen klinis. Antibodi
penetral dan antibodi penghambat hemaglutinasi terdeteksi dalam beberapa hari
setelah awitan penyakit. Antibodi penetral dan antibodi penghambat
hemaglutinasi bertahan selama bertahun-tahun. Tes HI merupakan uji diagnostik
yang paling sederhana, terapi pemeriksaan ini lebih mengidentifikasi ke lompok
virus daripada mengidentifikasi virus penyebab yang spesifik. Pemeriksaan
serologi yang paling sensitif mendeteksi IgM spesifik virus di dalam serum atau
cairan serebrospinal adalah ELISA. Kenaikan atau peningkatan empat kali
antibodi spesifik pada masa infeksi penting untuk memastikan diagnosis. Sampel
serum pertama harus diambil segera setelah awitan penyakit dan sampel kedua 2-
3 minggu kemudian.
Epidemiologi
Di daerah yang sangat endemis, hampir semua populasi manusia dapat terinfeksi
oleh arbovirus, dan sebagian besar inGlai bersifat asimtomatik. Rasio infeksi-
terhadapkasus yang tinggi terjadi di antara kelompok umur tert€ntu untuk banyak
infeksi arbovirus (Tabel 38-2). Pada epidemi berat yang disebabkan oleh virus
ensefalitis, rasio kasus sekitar 1:1.000.
Virus ensefalitis St. Louis merupakan penyebab epidemi ensefalitis manusia
terpenting di Amerika Utara (Gambar 38-2), menyebabkan sekitar 10.000 kasus
dan 1000 kematian sejak pertarna kali ditemukan pada tahun 1933. Angka
seroprevalensi umumnya rendah dan insidens ensefalitis St. Louis di Amerika
Serikat bervariasi setiap tahunnya. Pada tahun 1964, terjadi epidemi ensefalitis St.
Louis di Houston (712 kasus dilaporkan), terdapat angka infeksi asimtomatik
sekitar 8% pada survei kota secara acak, tetapi di daerah epidemi di dalam kota,
angka infeksi asimtomatik sekitar 34ol0. Diperlukan nyamuk yang terinfeksi
sebelum terjadi infeksi pada manusia, walaupun faktor sosioekonomi dan kultural
(pendingin udara, pencahayaan, pengendalian nyamuk) memengaruhi derajat
pajanan populasi terhadap vektor pembawa virus ini.
Demam West Nile disebabkan oleh anggota kompleksanugen Japanese Bencepha
Iirir terhadap flavivirus. Penyakit ini terjadi di Eropa, Timur Tengah, Afrika, Uni
Soviet, dan Asia Barat Daya. Infeksi ini terjadi secara tiba-tiba di Amerika Serikat
di kota New York pada tahun 1999, menyebabkan tujuh kematian dan mortalitas
yang luas pada burung domestik dan asing. Analisis sekuens isolat virus
menunjukkan bahwa virus ini berasal dari Timur Tengah; mungkin melintasi
Atlantik melalui burung, nyamuk, atau turis yang terinfeksi.
Dalam 3 tahun, virus West nile telah melakukan perpindahan antarbenua melintasi
Amerika Serikat dan secara permanen terdapat di Amerika Utara. Epidemi pada
tahun 2002 di Amerika Serikat merupakan epidemi meningoensefalitis arbovirus
terbesar yang tercatat di bagian Barat. Terdapar 3.389 kasus penyakit virus West
Nile pada manusia yang dilaporkan, 690/o adalah kasus meningoensefalitis dan
21% adalah kasus demam WestNile. Puncak epidemi penyakit manusia terjadi
pada akhir Agustus. Lebih dari 9.000 kasus teriadi pada kuda. Aktivitas epizootik
dan epidemik terjadi paling intensif di Amerika Serikat bagian tengah. Epidemi
virus \fest Nile pada tahun 2002 meliputi kasus yang ditransmisikan individu-ke-
individu yang pertama kali tercatat melalui transplantasi oragan, transfusi darah,
dan kemungkinan melalui ASI. Virus ditransmisikan oleh beberapa spesies
nyamuk, yang paling sering adalah spesies Culex. Pengendalian nyamuk
merupakan strategi terpenting untuk mencegah transmisi virus ke manusia.
Virus West Nile menyebabkan viremia dan penyakit demam ringan akut yang
disertai oleh limfadenopati dan ruam. Keterlibatan meningens dapat terjadi
sementara selama lase akut. Virus ini dapat menimbulkan ensefalitis yang fatal
pada orang tua. Hanya terdapat satu tipe antigen virus dan imunitas diduga
permanen.
Vaksin West Nile untuk kuda telah tersedia pada tahun 2003. Tidak ada vaksin
untuk manusia`
Eastern equine encephalitis merupakan ensefalitis arbovirus yang paling berat
dengan case-fatalit! Rate tertinggi. Infeksi jarang terjadi dan timbul sporadis di
Amerika Serikat. Infeksi asimtomatik jarang terjadi. Pada kasus western equine
encephalitis, transmisi terjadi pada diangka rendah di daerah rural Barat, teffIpat
burung dan nyamuk Culex tarsallr berperan serta dalam mempertahankan sildus
virus. Infeksi pada manusia dan kuda larang terjadi di luar siklus virus. Namun,
pernah terjadi pada waktu lampau (terakhir terjadi pada tahun 1987) Letika
manusia dan kuda terinfeksi pada tingkat epidemik dan epizootik. Wabah telah
terjadi pada sebagian besar Amerika serikat bagian barat dan Kanada.
Japanese Bencephalitis merupakan penyebab utama ensefalitis virus di Asia
(Gambat 38-2). Sekitar 50.000 kasus terjadi setiap tahun di Cina, Jepang, Korea,
dan dataran India, dengan 14.000 kematian, terutama pada anak dan orang tua.
Sebagian besar pasien yang selamac mengalami sekuela neuroiogis dan psikiatri.
Penelitian seroprevalensi menunjukkan, pajanan terhadap virus Japanese
Bencephalitis pada masa dewasa terjadi hampir universal. Perkiraan rasio infeksi
asimtomatik dengan simtomatik adalah 300:1. Infeksi pada trimester Pertama dan
kedua kehamilan dilaporkan mengakibatkan kematian pada janin.
POLIOMIELITIS
Poliomielitis adalah penyakit infeksius akut yang dalam bentuk berat menyerang
sistem saraf pusat. Destruksi saraf motorik pada medula spinalis menyebabkan
paralisis flaksid. Namun, sebagian besar infeksi poliovirus bersifat subklinis.
Poliovirus berperan sebagai contoh picornavirus pada banyak penelitian
laboratorium biologi molekular mengalami replikasi picornavirus.
Sifat Virus
A. SIFAT UMUM
Pardkel poliovirus merupakan enterovirus yang khas (lihat di atas). Partikel ini
tidak aktif bila dipanaskan pada suhu 55 0C selama 30 menit, tetapi Mg2-, 1
mol/l, mencegah inaktivasi ini. Karena poliovirus yang dimurnikan diinaktifkan
oleh konsentrasi klorin sebesar 0,1 ppm, diperlukan konsentrasi klorin yang lebih
tinggi unruk mendesinfeksi kotoran yang mengandung virus pada suspensi fekal
dan adanya bahan organik lain. Poliovirus tidak dipengaruhi oleh eter atau
natrium deoksikolat.
B. KERENTANAN HEWAN DAN PERTUMBUHAN VIRUS
Poliovirus mempunyai kisaran pejamu yang sangar terbatas. Sebagian besar strain
akan menginfeksi monyet bila diinokulasi secara langsung ke dalam otak atau
medula spinalis. Simpanse dan monyet clnomolgus juga dapat terinfeksi melalui
jalur oral; pada simpanse, infeksi biasanya asimtomatik dan hewan menjadi
carrier vtrus dalam usus.
Sebagian besar strain dapat tumbuh pada biakan galur sei primer atau kontinu dari
berbagai jaringan manusia atau dari ginjal, testis, atau otot monyet tetapi tidak
darij'a ringan hewan tingkat rendah.
Poliovirus memerlukan resePtor membran spesifik primata untuk infeksi dan jika
resePtor ini tidak ada pada permukaan sel nonprimata maka mereka akan menjadi
resistan terhadap virus. Restriksi ini dapat diatasi dengan memasukkan poliovirus
ke dalam sel yang resistan dengan menggunakan vesikel lipid sintetik yaitu
liposom. Setelah di dalam sel, poliovirus bereplikesi secara abnormal. Masuknya
gen resePtor virus juga mengubah sel yang resistan menjadi sel yang rentan.
Mencit transgenik yang mengandung gen reseP.tor primata telah dikembangkan;
mencit tersebut rentan terhadap poliovirus manusia.
C. SIFAT ANTIGEN
Terdapat tiga jenis antigen poliovirus.
Patogenesis & Patologi
Mulut adalah port d'entrde virus dan multiplikasi primer terjadi dalam orofaring
atau usus. Virus menetap dalam tenggorok dan tinja sebelum awitan penyakit.
Satu minggu setelah infeksi terdapat virus dalam jumlah sedikit pada tenggorok,
tetapi virus terus dikeluarkan dalam tinja sebelum beberapa minggu meskipun
kadar antibodi yang tinggi terdapat dalam darah.
Virus dapat ditemukan dalam darah pasien poiiomielitis nonparalitik dan monyet
yang terinfeksi secara oral pada fase praparalitik penyakit. Antibodi terhadap virus
tampak pada awal penyakit, biasanya sebelum terjadi paralisis. Dipercaya bahwa
virus pertama kali memperbanyak diri dalam tonsil, kelenjar getah bening leher,
plak Peyeri, dan usus halus. Sistem saraf pusat kemudian diinvasi melaiui darah
dalam sirkulasi.
Poliovirus dapat menyebar di sepanjang akson saraf perifer sampai sistem saraf
pusat, tempat virus terus berkemabang di sepanjang serat lower motor neuron
untuk semakin melibatkan meduia spinalis atau otak. Poliovirus menyerang jenis
sel saraf tertentu dan pada proses multiplikasi intraselular dapat merusak atau
menghancurkan seluruh sel tersebut.
Poliovirus tidak memperbanyak diri dalam otot in vivo. Perubahan yang terjadi
pada saraf perifer dan otot volunter disebabkan oleh destruksi sel saraf. Beberapa
sel yang kehilangan fungsi dapat puiih sempurna Peradangan terjadi akibat
serangan pada sel saraf.
Selain perubahan patologi sistem saraf, mungkin juge terjadi miokardids,
hiperplasia limfadk, dan ulserasi plak Peyeri.
Temuan Klinis
Bila seseorang yang rentan terhadap infeksi terpajan virus, respons berkisar dari
infeksi subklinis tanpa gejaia penyakit demam ringan, sampai paralisis permanen
dan Lerat. Sebagian besar infeksi bersifat subklinis; hanya sekitar l% infeksi
menyebabkan penyakit klinis.
Periode inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar dari 3 hari sampai 35
hari.
A. POLIOMIELITAS ABORTIF
Keadaan ini merupakan bentuk penyakit yang paling sering. Pasien hanya
menderita penyakit minor yang ditandai dengan demam, malaise, lelah, nyeri
kepala, muai, muntah, konstipasi, dan nyeri tenggorok dalam berbagai
kombinasi. Pemuiihan terjadi daiam beberapa hari.
B. POLIOMELITAS NONPARALISI (MENINGITIS ASEPTIK)
Selain gejala dan tanda yang disebutkan dalam para.graf elrelu-nya, pasien dalam
bentuk nonparalitik mengalami kekakuan dan nyeri di punggung serta leher.
Penyakit berlangsung 2-10 hari dan pemulihannya berlangsung cepat serta
sempurna. Pada persentase kecil kasus, penyakit berkembang menjadi paralisis.
Poliovirus hanya iatu dari banyak virus yang menyebabkan meningitis aseptik.
C. POLIOMELITAS PARALISIS
Keluhan yang menonjol adalah paralisis flaksid akibat kerusakan lower motor
neufon. Namun, juga dapat terjadi inkoordinasi akibat invasi batang otak dan
spasme yang nyeri pada otot nonparalisis. Jumlah kerusakan sangat bervariasi.
Pemulihan maksimal biasanya terjadi dalam 6 bulan dengan gejala sisa paralisis
yang berlangsung lebih lama.
D. ATROPI OTOT PASCAPOLIOMIGLITIS PROGRESIF
Rekrudesensi paraiisis dan pelemahan otot ditemukan pada orang beberapa
dekade setelah mereka mengalami poliomielitis paralisis. Meskipun jarang terjadi,
atrofi ttot pasc"poliomielitis progresif merupakan sindrom yang spesifik. k."daan
tersebut tampaknya bukan akibat infekri persisten tetapi akibat perubahan
fisiologi dan p.rru"^.t pada pasien paralisis yang telah terbebani oleh hilangnya
fungsi neuromuskular.
Diagnosis Laboratorium
Virus dapat ditemukan dari apusan tenggorok yang diambil segera setelah awitan
penyakit dan dari apusan rektum atau sampel tinja yang dikumpulkan dalam
jangka waktu lama. Tidak diketahui adanya carcier yang permanen. Poliovirus
jarang ditemukan dari cairan serebrospinalistidak seperti beberapa coxsackievirus
dan echovirus.
Spesimen sebaiknya tetap beku selama penghantaran ke laboratorium. Biakan sel
manusia atau monyer diinokulasi, diinkubasi, dan diobservasi. Efek sitopatogenik
tampak dalam 3-6 hari. Suatu virus isolasi diidentifikasi dan ditentukan jenisnya
dengan neutralisasi menggunakan antiserum spesifik. Spesimen serum
berpasangan diperlukan unruk memperlihatkan peningkatan titer antibodi selama
perjalanan penyakit. Hanya infeksi pertama oleh poliovirus yang sangar
menimbulkan respons spesifik tipe. Infeksi berikutnya oleh poliovirus heteroripik
menginduksi antibodi melawan sekelompok antigen yang dimiliki oleh ketiga
jenis tersebur.
lmunitas
Imunitas bersifat permanen terhadap jenis virus yang menyebabkan infeksi.
Mungkin terjadi resistansi heterotipik derajat rendah yang diinduksi oleh infeksi,
terutama antara poliovirus tipe I dan tipe 2.
Imunitas pasif dirransfer dari ibu ke keturunannya. Antibodi maternal secara
bertahap hilang selama 6 bulan pertama. Antibodi yang diberikan secara pasif
hanya bertahan 3-5 minggu.
Antibodi penetral virus terbentuk segera setelah pajanan dengan virus, sering
sebelum awitan penyakit, dan tampaknya menetap seumur hidup.
Pembentukannya pada awal penyakit menunjukkan kenyataan bahwa multiplikasi
virus terjadi dalam tubuh sebelum invasi sistem saraf. Karena virus dalam otak
dan medula spinalis tidak dipengaruhi oleh tirer antibodi yang tinggi dalam darah,
imunisasi akan berarti jika diberikan sebelum awitan gejala sisrem saraf.
Protein permukaan VPI poliovirus mengandung beberapa epitop penetral virus,
masing-masing dapat mengandung kurang dari sepuluh asam amino. Tiap epitop
mampu menginduksi anribodi penetral virus.
Eradikasi Global
Kampanye utama oleh WHO sedang berlansung untuk mengeradikasi poliovirus
dari dunia seperti yang telah dilakukan untuk virus varisela. Amerika mempunyai
sertifikasi bebas poiiovirus liar pada tahun 1994, Daerah Pasifik Barat pada tahun
2000, dan Eropa pada tahun 2002. Perkembangan secara global sedang dibuat,
tetapi beberapa ribu kasus polio masih rerjadi seriap rahun, terutama di Afrika dan
anak benua Indian.
Epidemiologi
Poliomielitis mempunyai tiga fase epidemiologi: era endemik, epidemik, dan
vaksin. Endemik dan epidemik menunjukkan pola pravaksin. Penjelasan yang
s€cara umum diterima adalah bahwa perbaikan sistem higiene dan sanitasi di
daerah berildim lebih dingin meningkatkan transisi dari penyakit paralisis
endemik menjadi epidemik pada masyarakat tersebut. Sebelum usaha eradikasi
global dimulai, poliomielitis terjadi di seluruh dunia-sepan.jang tahun pada daerah
tropis dan selama musim panas dan gugur di zona beriklim sedang. Wabah pada
musim dingin jarang terjadi.
Penyakit terjadi pada semua kelompok usia, tetapi anak biasanya lebih rentan
daripada orang dewasa karena kekebalan yang didapat pada populasi dewasa. Di
daerah yang sedang berkembang dengan kondisi kehidupan yang memudahkan
penyebaran virus secara luas, poliomielitis merupakan penyakit pada masa bayi
dan kanak-kanak (“paralisis infantil"). Di negara maju, sebelum adanya vaksinasi,
distribusi usia bergeser sehingga sebagian besar pasien berusia di atas 5 tahun dan
25o/o dt atas 15 tahun. Angka kasus kematian bervariasi. Angka tersebut paling
tinggi pada kelompok usia paling tua dan dapat mencapai 5-l0%. Manusia adalah
satu-satunya reservoir infeksi yang diketahui. Dalam iingkungan yang padat
dengan higiene dan sanitasi yang buruk di daerah beriklim panas, daerah dengan
hampir semua anak menjadi kebal pada awal kehidupan, poliovirus
mempertahankan diri dengan menginfeksi sebagian kecil populasi. Di zona
beriklim sedang dengan tingkat higiene yang baik, epidemik terjadi setelah
periode penyebaran virus yang rerbaras sampai tercukupinya jumlah anak rentan
yang telah tumbuh untuk menjadi sasaran penularan di daerah tersebut. Virus
didapatkan dari faring dan usus pasien dan carrier yang sehat. Prevalensi infeksi
paling tinggi pada kontak rumah tangga. Ketika kasus pertama kali ditemukan
dalam suatu keluarga, semua anggota yang rentan dalam keluarga tersebut telah
terinfeksi-akibat penfebaran virus yang cePat. Pada iklim sedang, infeksi oleh.
enterovirus, termasuk poliovirus, terutama terjadi selama musim panas. Virus
terdapat dalam kotoran selama periode prevalensi tinggi dan dapat berperan
sebagai sumber kontaminasi air.yang digunakan untuk minum, mandi, atau irigasi.
Terdapat korelasi langsung antara higiene dan sanitasi yang buruk, penduduk, dan
akuisisi infeksi serta antibodi pada usia dini.