Anda di halaman 1dari 19

NAMA : Rizal Bakri

NIM : 33020160097
KELAS : ETIKA PROFESI (07.00-08.40)

A. ETIKA PROFESI HAKIM


1. Tata Cara Pengaduan Kode Etik Hakim
a. Disampaikan secara Tertulis

1) Pengaduan hanya dapat diterima dan ditangani oleh Mahkamah Agung, Pengadilan
Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Pertama apabila disampaikan secara
tertulis oleh Pelapor.
2) Pelapor dianjurkan untuk menggunakan fonnulir khusus untuk menyampaikan
pengaduannya, baik dalam bentuk cetak maupun elektronik di situs resmi
Mahkamah Agung. Meskipun demikian. pengaduan yang tidak menggunakan
formulir khusus tersebut tetap akan diterima dapat ditindaklanjuti.
3) Dalam hal Pelapor memiliki kesulitan untuk membaca dan menulis, petugas
Mahkamah Agung atau Pengadilan akan membantu menuangkan Pengaduan yang
ingin disampaikan Pelapor secara tertulis dalam formulir khusus pengaduan.

b. Menyebutkan Informasi yang jelas

1) Untuk mempermudah penanganan dan tindak lanjut terhadap pengaduan yang


disampaikan, Pelapor diharapkan dapat menyebutkan secara jelas informasi
mengenai:
a) Identitas Aparat yang dilaporkan, termasuk jabatan, serta satuan kerja atau
pengadilan tempat Terlapor bertugas;
b) Perbuatan yang dilaporkan;
c) Nomor perkara, apabila perbuatan yang diadukan berkaitan dengan pemeriksaan
suatu perkara; dan
d) Menyertakan bukti atau keterangan yang dapat mendukung pengaduan yang
disampaikan. Bukti atau keterangan ini termasuk nama, alamat dan nomor
kontak pihak lain yang dapat dimintai keterangan lebih lanjut untuk memperkuat
pengaduan Pelapor.
2) Pelapor sedapat mungkin diharuskan untuk mencantumkan identitasnya. Namun
demikian selama informasi dalam pengaduan yang disampaikan benar dan memiliki
dasar yang kuat, pengaduan yang tidak mencantumkan identitas akan tetap
ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung.

c. Tata Cara Pengiriman

1. Pengaduan ditujukan kepada:

a) Ketua atau Wakil Ketua pada Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan
Tingkat Banding di mana Terlapor bertugas; atau
b) Ketua Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non Yudisial, atau Ketua Muda
Pengawasan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan.

2. Apabila pengaduan dikirimkan melalui pos dalam amplop tertutup, maka harus
disebutkan secara jelas bahwa isi amplop tersebut adalah pengaduan dengan
menuliskan kata "PENGADUAN pada Pengadilan" pada bagian kiri atas muka
amplop tersebut.
3. Pengaduan online bisa langsung disampaikan ke website
www.siwas.mahkamahagung.co.id

2. Prosedur Pemeriksaan
a. Pemeriksaan terhadap anggota yang dituduh melanggar Kode Etik dilakukan secara
tertutup.
b. Pemeriksaan harus memberikan kesempatan seluas-Iuasnya kepada anggota yang
diperiksa untuk melakukan pembelaan diri.
c. Pembelaan dapat dilakukan sendiri atau didampingi oleh seorang atau lebih dari
anggota yang ditunjuk oleh yang bersangkutan atau yang ditunjuk organisasi.
d. Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang
ditandatangani oleh semua anggota Komisi Kehormatan Profesi Hakim dan yang
diperiksa.
Pemeriksaan atas dugaan pelanggaran dilakukan oleh Mahkamah Agung atau oleh
Mahkamah Agung bersama Komisi Yudisial dalam hal ada usulan dari Komisi Yudisial
untuk dilakukan pemeriksaan bersama.

a. Dalam hal Komisi Yudisial menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik yang
juga merupakan pelanggaran hukum acara, Komisi Yudisial dapat mengusulkan
kepada Mahkamah Agung untuk ditindaklanjuti.
b. Dalam hal Mahkamah Agung menilai hasil penelaahan atas laporan masyarakat yang
diusulkan olehKomisi Yudisial sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak layak
ditindaklanjuti, Mahkamah Agung memberitahukan hal tersebut kepada Komisi
Yudisial paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak hasil telaahan diterima.
c. Dalam hal Mahkamah Agung menilai hasil penelaahan atas laporan masyarakat yang
diusulkan oleh Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud ayat (1) layak
ditindaklanjuti, Mahkamah Agung memberitahukan hasil tindak lanjut tersebut
kepada Komisi Yudisial paling lama 60 (enam puluh) hari sejak hasil telaahan
diterima.
3. Sanksi Kode Etik
a. Sanksi ringan:
1) Teguran lisan;
2) teguran tertulis;
3) Pernyataan tidak puas secara tertulis.
b. Sanksi sedang:
1) Penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun;
2) Penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu)
tahun;
3) Penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu) tahun;
4) Hakim nonpalu paling lama 6 (enam) bulan;
5) Mutasi ke pengadilan lain dengan kelas yang lebih rendah;
6) Pembatalan atau penangguhan promosi.
c. Sanksi berat:
1) Pembebasan dari jabatan;
2) Hakim nonpalu lebih dari 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun;
3) Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama
3 (tiga) tahun;
4) Pemberhentian tetap dengan hak pensiun;
5) pemberhentian tidak dengan hormat.
4. Cara Pengambilan Putusan
Keputusan diambil sesuai dengan tata cara pengambilan putusan dalam Majelis
Hakim.
5. Upaya Terhadap Putusan
Keputusan penjatuhan sanksi pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim
tidak dapat diajukan keberatan.
a) Sanksi yang dijatuhkan kepada hakim berlaku sejak tanggal disampaikan oleh
pejabat yang berwenang kepada yang bersangkutan.
b) Apabila hakim yang dijatuhi sanksi tidak hadir pada waktu penyampaian
keputusan, maka keputusan itu berlaku pada hari ketiga puluh terhitung mulai
tanggal yang ditentukan untuk penyampaian keputusan tindakan tersebut.
c) Setiap keputusan penjatuhan sanksi kepada hakim diberikan tembusannya kepada
Komisi Yudisial.

B. ETIKA PROFESI ADVOKAT


1. Tata Cara Pengaduan Pelanggaran Kode Etik Profesi
Pengaduan terhadap seseorang yang dianggap melanggar kode etik profesi, baik ia
Advokat/Penasehat Hukum sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (1), harus diadukan
secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya, di Cabang kepada Dewan Kehormatan
Cabang dari organisasi profesi bersangkutan dan di Pusat kepada Dewan Kehormatan
Pusat dari organisasi profesi bersangkutan.
Bilamana di suatu tempat tidak ada organisasi profesi bersangkutan, tidak
ada/belum dibentuk organisasi tingkat Cabangnya, pengaduan disampaikan kepada
Dewan Kehormatan Pusat dari induk organisasi profesinya di Pusat. Bilamana pengaduan
disampaikan dan dialamatkan kepada Dewan Piminan Cabang, maka Dewan Pimpinan
Cabang wajib meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang organisasi profesi
bersangkutan untuk dipertimbangkan dan diselesaikan.Bilamana pengaduan disampaikan
kepada Dewan Pimpinan Pusat atau DewanKehormatan Pusat, maka Dewan Pimpinan
Pusat atau Dewan Kehormatan Pusat wajib meneruskannya kepada Dewan Kehormatan
Cabang melalui Dewan Pimpinan Cabang organisasi profesi bersangkutan. Materi
pengaduan hanyalah yang mengenai pelanggaran kode etik profesi Advokat/Penasehat
Hukum. Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan ialah :
a. klien
b. teman sejawat
c. pejabat/pengusaha
d. anggota masyarakat
e. Dewan Pimpinan Pusat
f. Dewan Pimpinan Cabang
Bilamana Dewan Kehormatan Cabang belum terbentuk, tugasnya dilakukan oleh Dewan
Kehormatan Cabang organisasi profesi bersangkutan yang terdekat.

2. Tata Cara Pemeriksaan Oleh Dewan Kehormatan Cabang


Dewan Kehormatan Cabang mencatat surat-surat pengduan yang diterimanya
dalam buku register yang khusus disediakan untuk itu dan setelah diterimanya pengaduan
tertulis yang disertai dengan surat-surat bukti dan kesaksian-kesaksian yang dianggap perlu
tersebut, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari, tindasan/foto copie surat
pengaduan tersebut sudah disampaikan dengan surat kilat khusus/tercatat melalui kantor
pos atau secara langsung kepada yang diadukan sendiri dengan tanda terima sebagai
buktinya. Surat pemberitahuan dengan lampiran surat pengaduan selengkapnya tersebut
harus secara patut disampaikan kepada yang diadukan dengan diberitahukan supaya
jawaban disampaikan secara tertulis kepada Dewan Kehormatan Cabang selambat-
lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak tanggal diterimanyasurat
pemberitahuan tersebut.
Jawaban tertulis dari yang diadukan disampaikan kepada Dewan Kehormatan
Cabang dilengkapi dengan surat-surat bukti dan kesaksian-kesaksian yang dianggap perlu.
Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tersebut yang diadukan tidak memberikan
jawaban tertulis, disampaikan pemberitahuan ulang ke dua kalinya dengan peringatan
supaya jawaban secara tertulis disampaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
tanggal diterimanya surat pemberitahuan ke dua kalinya tersebut dan jika dalam batas
waktu 14 (empat belas) hari tersebut ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis, maka ia
dianggap telah melepaskan hak jawabnya.
Dalam hal pihak yang diadukan tidak menyampaikan jawaban tertulis atau telah dianggap
melepaskan hak jawabnya sebagaimana diatur dalam ketentuan ayat pasal ini, maka Dewan
Kehormatan Cabang berkuasa memeriksa dan mengadili serta menjatuhkan putusan tanpa
kehadiran pihak yang diadukan dengan putusan verstek.
Dengan telah diterimanya atau dengan tidak diterimanya jawaban tertulis dari yang
diadukan sesuai dengan batas tenggang waktu yang ditentukan dalam ayat (2) dan ayat (4)
pasal ini, Dewan Kehormatan Cabang segera menentukan dan menetapkan hari dan tanggal
sidangnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari selambat-lambatnya dan menyampaikan
surat pemberitahuan panggilan untuk hadir dipersidangan yang sudah ditetapkan tersebut,
masing-masing kepada pengadu dan kepada yang diadukan dengan ketentuan bahwa surat-
surat panggilan tersebut harus diterima oleh yang berkepentingan paling lambat
(sedikitnya) 3 (tiga) hari sebelumnya hari/tanggal sidang tersebut dan panggilan harus
dilakukan secara patut.
Pengadu dan yang diadukan secara pribadi harus datang hadir sendiri dipersidangan
dan jika dikehendaki masing-masing pihak boleh didampingi oleh penasehatnya tetapi
tidak dapat diwakili atau dikuasakan kepada orang lain. Pada sidang pertama kalinya, ke
dua belah pihak pengadu dan yang diadukan dipanggil hadir dengan patut dipersidangan.
Bilamana salah satu pihak pengadu atau yang diadukan tidak hadir, sidang tidak dapat
dilanjutkan dan ditunda pada sidang berikutnya paling lama 14 (empat belas) hari,
terkecuali karena ketentuan diatur dalam ayat (5) pasal ini. Bilamana setelah dipanggil
dengan patut pengadu pada sidang pertama tidak hadir dan sidang ke dua juga tidak hadir
dipersidangan tanpa alasan yang sah, maka pengaduan dari pengadu harus dinyatakan
gugur atau menjadi gugur dan tidak dapat untuk diajukan kembali.
Bilamana setelah dipanggil dengan patut yang diadukan pada sidang pertama tidak
hadir dan pada sidang ke dua juga tidak hadir dipersidangan tanpa alasan yang sah, maka
Dewan Kehormatan Cabang berkewenangan melanjutkan sidangnya dan menjatuhkan
putusannya tanpa hadirnya yang diadukan. Pada sidang pertama yang dihadiri oleh ke dua
belah pihak, pengadu dan yang diadukan, Dewan Kehormatan Cabang wajib
mengusahakan tercapainya perdamaian. Bilamana tercapai perdamaian antara pengadu dan
yang diadukan, maka dalam sidang itu dengan persetujuan yang diadukan, pengadu
mencabut kembali serta membatalkan pengaduannya atau dengan dibuat dan
ditandatanganinya bersama oleh kedua belah pihak akta perdamaian secara tuntas yang
mempunyai kekuatan hukum yang pasti yang dijadikan keputusan Dewan Kehormatan
Cabang. Dimuka sidang, kepada pengadu diminta untuk mengemukakan alasan-alasan
pengaduannya dan kepada yang diadukan diminta untuk mengemukakan hak pembelaan
dirinya, yang diatur dan dilakukan secara bergiliran. Sedangkan surat-surat bukti dan
keterangan kesaksian saksi-saksi dari pengadu dan dari yang diadukan akan diperiksa oleh
Dewan Kehormatan Cabang.

3. Sanksi – Sanki
Sanksi-sanksi atas pelanggaran kode etik profesi ini dapat dikenakan hukuman berupa:
a) Teguran;
b) Peringatan;
c) Peringatan keras;
d) Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu;
e) Pemberhentian selamanya;
f) Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
Dengan pertimbangan atas berat dan ringannya sifat pelanggaran kode etik dapat
dikenakan sanksi-sanksi dengan hukuman:
a) berupa teguran atau berupa peringatan bilamana sifat pelanggarannya tidak berat.
b) berupa peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena
mengulangi berbuat melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi
teguran/peringatan yang diberikan.
c) berupa pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat
pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode
etik profesi atau bilamana setelah mendapatkan sanksi berupa peringatan keras
masih mengulangi melalukan pelanggaran kode etik profesi.
Advokat/Penasehat Hukum yang melakukan pelanggaran kode etik profesi dengan
maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kerhormatan profesi Advokat/ Penasehat
Hukum yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia dan terhormat, dapat
dikenakan sanksi dengan hukuman pemberhentian selamanya. Sanksi putusan dengan
hukuman pemberhentian sementara untuk waktu tertenu dan dengan hukuman
pemberhentian selamanya, dalam keputusannya dinyatakan bahwa yang bersangkutan
dilarang dan tidak boleh menjalankan praktek profesi Advokat/Penasehat Hukum baik di
luar maupun di muka pengadilan. Terhadap mereka yang dijatuhi hukuman pemberhentian
selamanya, dilaporkan dan diusulkan kepada Pemerintah cq. Menteri Kehakiman R.I.
untuk membatalkan serta mencabut kembali izin praktek/surat pengangkatannya.
4. Cara Pengambilan Putusan (Pasal 15)

1. Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, surat-surat


bukti dan keterangan saksi-saksi maka Majelis Dewan Kehormatan mengambil
Keputusan yang dapat berupa:
a. Menyatakan pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima;
b. Menerima pengaduan dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan
sanksisanksi kepada teradu;
c. Menolak pengaduan dari pengadu.
2. Keputusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan
menunjuk pada pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.
3. Majelis Dewan Kehormatan mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan
mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak
yang bersangkutan, setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktu
persidangan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
4. Anggota Majelis yang kalah dalam pengambilan suara berhak membuat catatan
keberatan yang dilampirkan didalam berkas perkara.
5. Keputusan ditandatangani oleh Ketua dan semua Anggota Majelis, yang apabila
berhalangan untuk menandatangani keputusan, hal mana disebut dalam keputusan
yang bersangkutan.

5. Upaya Terhadap Putusan


Setiap keputusan Majelis Dewan Kehormatan Cabang dan Majelis Dewan
Kehormatan Pusat diucapkan dalam sidang yang terbuka dan dinyatakan terbuka untuk
umum. Dalam waktu selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari setelah keputusan
diucapkan di muka sidang, salinan keputusan disampaikan kepada :
a) anggota/orang yang diadukan
b) pihak pengadu
c) Dewan Pimpinan Cabang setempat
d) Dewan Kehormatan Pusat organisasi profesi bersangkutan
e) Dewan Pimpinan Pusat ‘IKADIN’, “A.A.I.” dan “I.P.H.I.”
f) Menteri Kehakiman R.I.
g) Ketua Mahkamah Agung R.I.
h) Lembaga/instansi pemerintah yang dianggap perlu.
Apabila pihak-pihak yang bersangkutan (pengadu dan yang diadukan) tidak puas
dengan putusan Majelis Dewan Kehormatan Cabang, ia berhak mengajukan permohonan
banding atas keputusan tersebut kepada Dewan Kehormatan Pusat dari organisasi profesi
tersebut melalui Dewan Kehormatan Cabang setempat. Keputusan Majelis Dewan
Kehormatan Pusat merupakan keputusan tingkat banding bersifat final atau keputusan
akhir yang berkeuatan hukum tetap dan pasti.

C. ETIKA PROFESI NOTARIS


1. Tata Cara Pengaduan Kode Etik Notaris
Bagian Pertama Pengawasan Pasal 7
Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik itu dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan
Kehormatan Daerah.
b. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan
Kehormatan Wilayah
c. Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan
Kehormatan Pusat
2. Prosedur Pemeriksaan
a. Tahap Pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Daerah
Menurut Pasal 23 PERMENKUMHAM NOMOR: M.02.PR.08.10
TAHUN 2004. Prosedur Pemeriksaan Notaris adalah :
1) Pemeriksaan dilakukan oleh MPD, dan tertutup untuk umum.
2) Pemeriksaan dimulai dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kalender
setelah laporan diterima.
3) MPD harus sudah menyelesaikan pemeriksaan dan menyampaikan hasil
pemeriksaan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender
terhitung sejak laporan diterima.
4) Hasil pemeriksaan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan yang
ditandatangani oleh ketua dan sekretaris.
5) Surat pengantar pengiriman berita acara pemeriksaan yang dikirimkan kepada
MPW ditembuskan kepada pelapor, terlapor, MPP, dan Pengurus Daerah INI.
6) Pada sidang pertama yang ditentukan, pelapor dan terlapor hadir, lalu MPD
melakukan pemeriksaan dengan membacakan laporan dan mendengar
keterangan pelapor.
7) Dalam pemeriksaan, terlapor diberi kesempatan yang cukup untuk
menyampaikan tanggapan.
8) Pelapor dan terlapor dapat mengajukan bukti-bukti untuk mendukung dalil
yang diajukan.
b. Tahap Pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah
Menurut Pasal 26 dan 27 PERMENKUMHAM NOMOR : M.02.PR.08.10
TAHUN 2004. Prosedur Pemeriksaan Notaris adalah :
1) MPW memeriksa dan memutus hasil pemeriksaan Majelis Pemeriksa Daerah.
2) MPW mulai melakukan pemeriksaan terhadap hasil pemeriksaan MPD dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak berkas diterima.
3) MPW berwenang memanggil pelapor dan terlapor untuk didengar
keterangannya.
4) Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak berkas diterima.
5) Putusan harus memuat alasan dan pertimbangan yang cukup, yang dijadikan
dasar untuk menjatuhkan putusan dan ditandatangani oleh Ketua, Anggota, dan
Sekretaris MPW.
6) Dalam hal laporan tidak dapat dibuktikan, maka MPW mengucapkan putusan
yang menyatakan laporan ditolak dan terlapor direhabilitasi nama baiknya.
7) Dalam hal laporan dapat dibuktikan, maka terlapor dijatuhi sanksi sesuai
dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.
8) Salinan putusan MPW disampaikan kepada Menteri, pelapor, terlapor, Majelis
Pengawas Daerah, dan Pengurus Pusat INI, dalam jangka waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak putusan diucapkan.

c. Tahap Pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Pusat


Menurut Pasal 29 dan 30 PERMENKUMHAM NOMOR : M.02.PR.08.10
TAHUN 2004. Prosedur Pemeriksaan Notaris adalah :
1) MPP memeriksa permohonan banding atas putusan MPW
2) Dalam hal dalil yang diajukan pada memori banding dianggap cukup beralasan
oleh MPP, maka putusan MPW dibatalkan.
3) Dalam hal dalil yang diajukan pada memori banding dianggap tidak beralasan
oleh MPP, maka putusan MPW dikuatkan.
4) MPP dapat mengambil putusan sendiri berdasarkan kebijaksanaan dan
keadilan.
5) MPP mulai melakukan pemeriksaan terhadap berkas permohonan banding
dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak berkas diterima.
6) MPP berwenang memanggil pelapor dan terlapor untuk dilakukan pemeriksaan
guna didengar keterangannya.
7) Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak berkas diterima dan ditandatangani oleh Ketua, Anggota, dan
Sekretaris MPP
8) Putusan MPP disampaikan kepada Menteri, dan salinannya disampaikan
kepada pelapor, terlapor, MPD,MPW , PengurusPusat INI, dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak putusan diucapkan
3. Sanksi (Pasal 6 )
a. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik
dapat berupa :
1) Teguran.
2) Peringatan.
3) Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan.
4) Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan.
5) Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.
b. Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang
melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kwantitas dan kwalitas pelanggaran yang
dilakukan anggota tersebut.
4. Cara Pengambilan Putusan
Dewan Kehormatan yang memeriksa wajib mengirimkan surat keputusan tersebut
kepada anggota yang diperiksa dengan surat tercatat dan tembusannya kepada pengurus
surat dewan Kehormatan Pusat, Pengurus wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah,
Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.

5. Upaya Terhadap Putusan


Dalam hal keputusan Sanksi diputuskan oleh dan dalam kongres, wajib
diberitahukan oleh Kongres kepada anggota yang diperiksa dengan surat tercatat dan
tembusannya kepada Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus wilayah,
Dewan Kehormatan Wilayah Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.

D. ETIKA PROFESI JAKSA


1. Tata Cara Pengaduan
Pengaduan ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dapat dilakukan dengan tata cara
pengaduan sebagai berikut:
a. Laporan pengaduan melalui pos atau PO Box

Laporan pengaduan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia oleh pelapor atau
kuasanya yang mendapat kuasa untuk maksud tersebut dengan memuat perihal sebagai
berikut:

1) Identitas pelapor yang lengkap


2) Nama, alamat, pekerjaan, no.telp disertai dengan Foto kopi KTP pelapor
3) Jika pelapor bertindak selaku kuasa, disertai dengan surat kuasa
4) Identitas terlapor (jaksa / pegawai Kejaksaan) secara jelas
5) Nama, jabatan, NIP, alamat lengkap Unit Kerja Terlapor
6) Uraian mengenai hal yang menjadi dasar laporan pengaduan
Alasan pengaduan diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang diperlukan
berupa surat-surat bukti, saksi dan lain-lain, Laporan pengaduan ditandatangani
oleh pelapor / kuasanya dan dikirimkan ke alamat Komisi Kejaksaan RI.
b. Laporan pengaduan melalui surat elektronik (Email)
Laporan pengaduan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia oleh pelapor atau
kuasanya yang mendapat kuasa untuk maksud tersebut dengan memuat perihal sebagai
berikut:
1) Identitas pelapor yang lengkap
2) Nama, alamat, pekerjaan, no.telp disertai dengan attach file Scaner KTP/identitas diri
Pelapor/kuasanya dan surat kuasa (jika pelapor bertindak selaku kuasa), Laporan yang
tidak melampirkan file Scaner KTP/identitas diri, tidak akan dilayani.
3) Identitas terlapor (jaksa / pegawai Kejaksaan) secara jelas
4) Nama, jabatan, NIP, alamat lengkap Unit Kerja Terlapor
5) Uraian mengenai hal yang menjadi dasar laporan pengaduan
6) Alasan pengaduan diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang diperlukan
berupa surat-surat bukti, saksi dan lain-lain. Jika tidak memungkinkan melalui
email alat bukti dapat dikirimkan melalui pos
7) Laporan pengaduan diketik dalam format file 'Word document' (*doc, *docx)
Masyarakat yang ingin melaporkan dapat mendownload file Form Pengaduan berikut
ini kemudian kirim ke alamat email pengaduan@komisi-kejaksaan.go.id
2. Prosedur Pemeriksaan
perja nomor : per-067/a/ja/07/2007 ttg kode perilaku jaksa (pasal 7)

1) Petunjuk adanya penyimpangan Kode Perilaku Jaksa diperoleh dari hasil temuan
pengawasan melekat, pengawasan fungsional atau berdasarkan laporan pengaduan
yang diterima oleh pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif.
2) Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administrative memanggil jaksa
yang bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan.
3) Sejak dilakukan pemeriksaan, pimpinan satuan kerja wajib segera melaporkan
kepada atasannya secara berjenjang selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh)
hari.
4) Pemeriksaan dan penjatuhan tindakan administratif kode perilaku jaksa dilaksanaka
oleh:
a. Jaksa Agung dan unsur persaja bagi Jaka yang menduduki jabatan structural atau
jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya oleh
Presiden.
b. Jaksa Agung Muda, pejabat eselon II pada masing-masing Jaksa Agung Muda
yang terkait serta unsur-unsur persaja bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan
Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
c. Jaksa Agung Muda Pengawas dan unsur inspektur serta unsur persaja bagi Jaksa
yang bertugas diluar Lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
d. Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi, para asisten dan
kepala bagian tata usaha serta unsur persaja bagi jaksa yang bertugas
dilingkungan Kejaksaan Tinggi.
e. Kepala Kejaksaan Negeri, para kepala seksi dan kepala sub bagian pembinaan
serta unsur persaja bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Negeri.
5) Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa dilakukan secara tertutup dan putusan
dibacakan secara terbuka, putusan di sampaikan kepada yang bersangkutan segera
setelah dibacakan
6) Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja.

3. Sanksi kode etik terhadap jaksa


Jaksa yang melanggar akan diberikan sanksi yang sesuai dengan pasal 5, yaitu;
1) Pelanggaran yang dilakukan oleh Jaksa terhadap Kode Perilaku Jaksa dapat berupa
tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang. Jaksa
yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang
dilarang dapat dijatuhi tindakan administratif.
2) Penjatuhan tindakan administratif kepada Jaksa berdasarkan Kode Perilaku Jaksa
tidak menghapuskan pemberian sanksi pidana, antara lain berdasarkan KUHP,
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dsb; pemberian sanksi berdasarkan
Undang-Undang Kejaksaan dan turunannya serta pemberian hukuman disiplin
pegawai negeri berdasarkan PP 30 Tahun 1980.
3) a. Tindakan administratif berupa pembebasan dari tugas-tugas Jaksa berarti
pencabutan segala wewenang yang melekat pada fungsi Jaksa.
b. Tindakan administartif berupa pengalihtugasan pada satuan unit kerja yang lain
maksudnya adalah pengalihtugasan pada satuan unit kerja yang kelasnya lebih
rendah paling singkat selama 1 (satu) tahun, dan paling lama 2 (dua) tahun. Setelah
masa menjalani tindakan administratif selesai, maka Jaksa yang bersangkutan dapat
dialihtugaskan lagi ketempat yang setingkat dengan pada saat sebelum menjalani
tindakan administratif.

4. Cara Pengambilan Putusan


perja nomor : per-067/a/ja/07/2007 ttg kode perilaku jaksa (pasal 10)
Keputusan Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa dapat berupa pembebasan dari
dugaan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa atau berupa penjatuhan tindakan
administratif yang memuat pelanggaran yang dilakukan oleh jaksa yang bersangkutan.
5. Upaya terhadap putusan
perja nomor : per-067/a/ja/07/2007 ttg kode perilaku jaksa (pasal 12)
Keputusan Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa bersifat final dan mengikat.
6. ETIKA PROFESI POLISI
1. Tata Cara Pengaduan Kode Etik
Pengaduan agar aparat kepolisian yang melakukan penyimpangan atau pelanggaran
dapat pengaduan dan proses pemeriksaan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh aparat
kepolisian, yakni sebagai berikut :
a. Pelapor berdasarkan Surat Keputusan Kapolri Nomor 33 Tahun 2003, dapat berasal
dari masyarakat (korban atau kuasanya), Anggota Polri, Instansi terkait, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), atau Media Massa.
b. Laporan disampaikan kepada Pelayanan Pengaduan (Yanduan) baik yang ada di
Mabes Polri, maupun yang berada pada tingkat daerah atau wilayah.
c. Pemeriksaan awal dilaksanakan oleh pengemban fungsi Provoost pada setiap
jenjang organisasi Polri, seperti Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) pada
tingkat Mabes Polri.
2. Prosedur Pemeriksaan
Saat pemeriksaan di kepolisian, usahakan untuk tetap tenang dan selalu berpikir
dengan baik. Jelaskan identitas anda dengan benar kepada penyidik dan usahakan untuk
bertanya nama, pangkat, dan alamat kantor kepolisian kepada Penyidik yang
memeriksa anda.
Pada pemeriksaan anda berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa
yang dimengerti tentang tuduhan atau sangkaan yang dikenakan terhadap anda pada
waktu pemeriksaan dimulai dalam hal anda tidak mengerti bahasa Indonesia, anda
berhak untuk mendapatkan penerjemah.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik pada prinsipnya untuk menggali
informasi tentang tindak pidana yang anda lakukan, tetapi anda berhak untuk
memberikan keterangan secara bebas dan tanpa tekanan, serta kepada anda tidak boleh
diajukan pertanyaan yang menjerat
Selama dalam proses pemeriksaan anda tidak boleh ditekan, diintimidasi,
diancam, memberikan keterangan diluar apa yang anda ketahui, dipaksa untuk
melakukan sesuatu.
Pada pemeriksaan di tingkat kepolisian, anda memiliki hak untuk didampingi oleh
seorang Advokat sebagai kuasa hukum anda dan anda berhak untuk tidak menjawab
pertanyaan apabila kuasa hukum anda belum ada atau tidak hadir pada saat
pemeriksaan dilakukan.
Anda juga berhak menolak apabila waktu pemeriksaan dilakukan secara tidak
wajar, misalnya pemeriksaan dilakukan pada saat secara umum dianggap sebagai
waktu istirahat. Anda juga berhak untuk meminta jeda waktu untuk sekedar istirahat,
makan, minum, dan melakukan kegiatan ibadah, apabila pemeriksaan dirasakan oleh
anda telah melewati jangka waktu yang sangat lama
3. Saksi Kode Etik
Pasal 21 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
a. Anggota Polri yang dinyatakan sebagai Pelanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (2) dikenakan sanksi Pelanggaran KEPP berupa:
1) Perilaku Pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;
2) Kewajiban Pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan Sidang KKEP
dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan;
3) Kewajiban Pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan,
keagamaan dan pengetahuan profesi, sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu dan
paling lama 1 (satu) bulan;
4) Dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya
1 (satu) tahun;
5) Dipindahtugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun;
6) Dipindahtugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya
1 (satu) tahun; dan/atau
7) PTDH sebagai anggota Polri.
Mengenai sanksi pidana yang akan didapatkan oleh Anggota kepolisan yang
melakukan Pelanggaran bagi disiplin Polri tersebut yakni : Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia
Pasal 8
1) Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik.
2) Tindakan disiplin dalam ayat (1) tidak menghapus kewenangan Ankum untuk
menjatuhkan Hukuman Disiplin.
Pasal 9
Hukuman disiplin berupa:
1) Teguran tertulis;
2) Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun;
3) Penundaan kenaikan gaji berkala;
4) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun;
5) Mutasi yang bersifat demosi;
6) Pembebasan dari jabatan;
7) Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari.

4. Cara Pengambilan Putusan

Model pengambilan keputusan rasional enam langkah tersebut dimulai dengan


penetapan masalah, dimana masalah itu ada apabila ada kesenjangan antara keadaan
nyata dan keadaan yang diinginkan dari persoalan yang ada, hal ini menjadi sangat
penting mengingat banyak keputusan buruk yang diambil berasal dari pengambil
keputusan yang meremehkan persoalan atau menetapkan permasalahan yang salah,
sebagai contoh dalam hal kalkulasi anggaran operasional kepolisian dan kita
menemukan lebih dari yang dinggarkan maka kita menetapkan sebuah masalah.

Tahap berikutnya, pengambil keputusan perlu untuk mengidentifikasi kriteria


yang penting dalam menyelesaikan masalah, dalam langkah ini pengambil keputusan
menetapkan apa yang relevan didalam pengambilan keputusan, langkah ini membawa
kepentingan, nilai, dan pilihan-pilihan pribadi yang sama ke dalam proses. Identifikasi
ini penting karena apa yang dianggap relevan oleh seseorang mungkin tidak relevan
bagi orang lain, juga perlu diingat bahwa faktor apa saja yang tidak diidentifikasi
dalam tahap ini dianggap tidak relevan bagi pengambil keputusan.
Langkah ketiga adalah mempertimbangkan kriteria yang sudah diidentifikasi
untuk memberikan prioritas yang benar dalam suatu keputusan, mengingat jarang
terjadi bahwa semua kriteria yang sudah diidentifikasi tersebut sama pentingnya.

Langkah keempat menuntut pengambil keputusan untuk menghasilkan alternatif


yang mungkin bisa berhasil untuk dapat menyelesaikan masalah. Dalam langkah ini
tidak perlu dibuat percobaan-percobaan untuk dapat menilai alternatif-alternatif ini,
hanya saja kita perlu untuk mendaftarkannya atau membuat daftar.

Langkah kelima adalah apabila alternatif sudah dihasilkan, maka pengambil


keputusan harus secara kritis menganalisis dan mengevaluasi masing-masing, hal ini
dilakukan dengan membuat peringkat dari setiap alternatif dari masing-masing
kriteria, sehingga kekuatan dan kelemahan dari masing-masing alternatif menjadi jelas
ketika dibandingkan dengan kriteria dan bobot yang telah ditetapkan dalam langkah
kedua dan ketiga.

Langkah terakhir dalam model ini menuntut penghitungan keputusan optimal, hal
ini dibuat dengan mengevaluasi masing-masing alternatif terhadap kriteria berbobot
dan memillih alternatif dengan skor tertinggi.

5. Upaya Terhadap Putusan


Pada saat peraturan mulai berlaku, semua penanganan KEPP yang sedang berlaku
dalam proses pemeriksaan pendahuluan dan dalam sidang KEPP diselesaikan
menggunakan ketentuan yang lama sampai memperoleh keputusan tetap.

Anda mungkin juga menyukai