Anda di halaman 1dari 37

UNIVERSITAS INDONESIA

MANAJEMEN RISIKO

IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO


PADA KESELAMATAN PASIEN ( PATIENT SAFETY)
DI RUMAH SAKIT

DOSEN PJMA : dr. Suprijanto Rijadi., M.P.A. PhD

TUGAS UAS INDIVIDU

Dibuat Oleh:

Lely Puspita Andri NPM 1606857980

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
DEPOK 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keselamatan pasien ( patient Safety ) merupakan salah satu isu


utama dalam pelayanan kesehatan. Patient safety merupakan sesuatu
yang jauh lebih penting daripada isu efisiensi pelayanan. Banyak resiko
akibat tindakan medik dapat terjadi sebagai bagian dari pelayanan kepada
pasien World Health Organization (WHO) pada tahun 2004
mengumpulkan angka - angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara :
Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang
3.2 – 16,6%. Data tersebut menjadikan pemicu berbagai negara segera
melakukan penelitian dan mengembangkan sistem keselamatan pasien.
Patient safety adalah kondisi bebas dari cidera aksidental atau
menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan
kesalahan pengobatan. Program patient safety adalah untuk menjamin
keselamatan pasien di rumah sakit melalui pencegahan terjadinya
kesalahan dalam memberikan pelayanan kesehatan antara lain : infeksi
nosokomial, pasien jatuh, pasien decubitus, plebitis pada pemasangan
infus, tindakan bunuh diri yang bisa dicegah, kegagalan profilaksis.

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana


rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk :
assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera
yang di sebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan.4

2
Berdasarkan kejadian yang diteliti pada Analisis Pengetahuan Dan
Motivasi Perawat yang mempengaruhi Sikap Mendukung Penerapan
Program Patient Safety di Instalasi Perawatan Intensif RSUD
DR.Moewardi Surakarta, Aryani 2008 salah satu nya adalah adanya
kesalahan dalam pemberian obat yang terjadi pada bulan Juni 2008, yang
menimpa tiga pasien Obsgyn di ruang mawar I (pasien post operasi
tubectomy), mengakibatkan pasien tersebut harus dirawat diruang
perawatan intensif karena pasien mengeluh berdebar-debar dan sangat
lemas. Terjadi peningkatan denyut jantung yang sangat cepat ( > 200X
permenit ) dan gangguan haemodinamik yang sangat mengancam jiwa.
Masalah ini terjadi disebabkan dokter dalam penulisan resep tidak jelas,
apoteker yang tidak konfirmasi ulang kepada dokter bila resep tidak jelas
terbaca dan perawat tidak meneliti ulang program terapi yang ditulis
dokter.

Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah
Keselamatan Pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan
kembali pada tahun 2000-an, sejak laporan dan Institute of Medicine
(IOM) yang menerbitkan laporan: to err is human, building a safer health
system. Keselamatan pasien adalah suatu disiplin baru dalam pelayanan
kesehatan yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan
medical error yang sering menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD)
dalam pelayanan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

Patient Safety merupakan komponen penting di institusi rumah


sakit, setiap rumah sakit harus mampu menjamin keselamatan pasien
yang memanfaatkan, Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara
pasti sampai era 1990-an, ketika berbagai Negara melaporkan dalam
jumlah yang mengejutkan pasien cedera dan meninggal dunia akibat
medical error. Menyadari akan dampak error pelayanan kesehatan

3
terhadap 1 dari 10 pasien di seluruh dunia maka World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa perhatian terhadap Keselamatan
Pasien sebagai suatu endemis.

Organisasi kesehatan dunia WHO juga telah menegaskan


pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada pasien: “Safety is a
fundamental principle of patient care and a critical component of quality
management.” (World Alliance for Patient Safety, Forward Programme
WHO, 2004), sehubungan dengan data KTD di Rumah Sakit di berbagai
negara menunjukan angka 3 – 16% yang tidak kecil.

1.3 Tujuan Penulisan

Pemahaman tentang keselamatan pasien merupakan dasar bagi


seluruh profesi yang berkaitan dengan pasien di rumah sakit. Tujuan
penulisan ini untuk mengetahui implementasi manajemen risiko dari
keselamatan pasien di rumah sakit, termasuk tahap-tahap dan proses
pelaksanaannya. Saat ini keselamatan pasien merupakan bagian dari
penilaian akreditasi rumah sakit.

Disamping tentang pemahaman serta implementasinya penulisan


ini juga akan mengurai pengembangan-pengembangan sistim manajemen
keselamatan pasien yang merupakan bagian dari manajemen risiko di
rumah sakit.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Risiko

Risiko merupakan variasi dalam hal-hal yang mungkin terjadi


secara alami didalam suatu situasi. Risiko adalah ancaman terhadap
kehidupan, properti atau keuntungan finansial akibat bahaya yang terjadi.6
Secara umum risiko dikaitkan dengan kemungkinan (probabilitas)
terjadinya peristiwa diluar yang diharapkan. Jadi risiko adalah peluang
terjadinya sesuatu yang akan berdampak pada tujuan.Secara umum risiko
dapat diklasifikasikan menurut berbagai sudut pandang yang tergantung
dari kebutuhan dalam penangananny :

1) Risiko murni dan risiko spekulatif (Pure risk and speculative risk)
Dimana risiko murni dianggap sebagai suatu ketidakpastian yang
dikaitkan dengan adanya suatu luaran (outcome) yaitu kerugian.

2) Risiko terhadap benda dan manusia, dimana risiko terhadap benda


adalah risiko yang menimpa benda seperti rumah terbakar sedangkan
risiko terhadap manusia adalah risiko yang menimpa manusia
seperti,cedera kematian dsb.

3) Risiko fundamental dan risiko khusus (fundamental risk and


particular risk) Risiko fundamental adalah risiko yang kemungkinannya
dapat timbul pada hampir sebagian besar anggota masyarakat dan tidak
dapat disalahkan pada seseorang atau beberapa orang sebagai
penyebabnya, contoh risiko fundamental: bencana alam, peperangan.
Risiko khusus adalah risiko yang bersumber dari peristiwa-peristiwa yang
mandiri dimana sifat dari risiko ini adalah tidak selalu bersifat bencana,
bisa dikendalikan atau umumnya dapat diasuransikan.

5
Respon risiko adalah tindakan penanganan yang dilakukan
terhadap risiko yang mungkin terjadi. Metode yang dipakai dalam
menangani risiko:

1) Menahan risiko (Risk retention) Merupakan bentuk penanganan


risiko yang mana akan ditahan atau diambil sendiri oleh suatu pihak.
Biasanya cara ini dilakukan apabila risiko yang dihadapi tidak
mendatangkan kerugian yang terlalu besar atau kemungkinan terjadinya
kerugian itu kecil, atau biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi risiko
tersebut tidak terlalu besar dibandingkan dengan manfaat yang akan
diperoleh.
2) Mengurangi risiko (Risk reduction) Yaitu tindakan untuk mengurangi
risiko yang kemungkinan akan terjadi dengan cara:
Pendidikan dan pelatihan bagi para tenaga kerja dalam menghadapi
risiko
Perlindungan terhadap kemungkinan kehilangan
Perlindungan terhadap orang dan properti

3) Mengalihkan risiko (Risk transfer) Pengalihan ini dilakukan untuk


memindahkan risiko kepada pihak lain. Bentuk pengalihan risiko yang
dimaksud adalah asuransi dengan membayar premi.

4) Menghindari risiko (Risk avoidance) Menghindari risiko samadengan


menolak untuk menerima risiko yang berarti menolak untuk menerima
pekerjaan tersebut.

2.1.1 Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah semua rangkaian kegiatan yang


berhubungan dengan risiko yaitu perencanaan (planning), penilaian
(assessment), penanganan (handling) dan pemantauan (monitoring)
risiko.

6
Prinsip manajemen risiko :

1) Manajemen risiko meliputi ancaman dan peluang (maksimalisasi


peluang, minimalisasi kehilangan, dan meningkatkan keputusan
dan hasil),
2) Manajemen risiko memerlukan pemikiran yang logis dan sistematis
untuk meningkatkan kinerja yang efektif dan efisien,
3) Manajemen risiko memerlukan pemikiran kedepan,
4) Manajemen risiko mensaratkan akuntabilitas dalam pengambilan
keputusan,
5) Manajemen risiko mensaratkan komunikasi
6) Manajemen risiko memerlukan pemikiran yang seimbang antara
biaya untuk mengatasi risiko (dan meningkatkan peluang
perbaikan) dengan manfaat yang diperoleh

Manfaat manajemen risiko

1) Pengendalian thd timbulnya adverse event


2) Meningkatkan perilaku untuk mencari peluang perbaikan sebelum
suatu masalah terjadi
3) Meningkatkan perencanaan, kinerja, dan efektivitas
4) Efisiensi
5) Mempererat hubungan stakeholders
6) Meningkatkan tersedianya informasi yang akurat untuk
pengambilan keputusan
7) Memperbaiki citra
8) Proteksi terhadap tuntutan
9) Akuntabilitas, jaminan, dan governance
10) Meningkatkan personal health and well being

7
2.1.2 Clinical Risk Management

Suatu pendekatan untuk mengenal keadaan yang menempatkan


pasien pada suatu risiko dan tindakan untuk mencegah terjadinya risiko
tersebut (Sheenu Jhawar, Mid Stafford General Hospital, UK )

Clinical Risk Management adalah meminimalkan risiko terhadap pasien :

• dengan mengenal kesalahan atau kemungkinan kesalahan selama


mendapat asuhan klinis,

• mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadi


kesalahan/risiko,

• belajar dari pengalaman terhadap setiap adanya adverse event,

• memastikan bahwa dilakukan tindakan untuk mencegah terjadi


kesalahan/risiko, dan

• membangun sistem untuk mengurangi terjadinya risiko

Berdasarkan PMK 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien,


Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah
setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien,
terdiri dari :

• Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah


insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.

• Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah


terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.

• Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden


yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.

8
• Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah
kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum
terjadi insiden.

• Kejadian katastropik/ sentinel adalah suatu KTD yang


mengakibatkan kematian atau cedera yang serius

Lingkup (strategi dan kebijakan) manajemen risiko

• Strategi manajemen risiko : Reaktif dan Proaktif

• Kebijakan dan prosedur untuk melaporkan setiap insiden

• Kebijakan dan prosedur menangani komplain

• Informasi penanganan komplain bagi karyawan

• Kebijakan dan prosedur untuk menangani tuntutan

• Kebijakan dan prosedur untuk mencegah kejadian yang


membahayakan (preventing harm) dan meminimalkan risiko (patient
safety).

Risk Management: Proactive strategy (Sheenu Jhawar, Mid Stafford


General Hospital, UK )

 Prosedur operasional untuk mengangkat dan mengarahkan isu-isu


risiko klinis yang mungkin terjadi melalui kejelasan tanggung jawab dan
kendali pada semua lini pelayanan.
 Pemahaman terhadap tingkat dan proses pengambilan keputusan
sehingga tidak terjadi tumpang tindih
 Pendekatan multidisiplin dalam mengelola risiko
 Pelatihan orientasi bagi karyawan baru, terutama dalam
mengoperasikan peralatan medis/klinis
 Kebijakan dalam pemeliharaan peralatan yang dikerjakan secara
konsisten

9
 Kebijakan dalam: fire safety; infectious and non-infectious waste
management;infection control
 Audit klinis yang dilaksanakan secara teratur dengan tindak lanjut yang
nyata.
 Pengelolaan dokumen rekam medik, pencatatan medik yang akurat
dan terjamin ketelursuran
 Komunikasi dalam tim medis, tim keperawatan terpelihara dengan baik
 Serah terima dilakukan secara adekuat
 Adanya komunikasi yang terdokumentasi antara staff dan
pasien/keluarga mengenadi keputusan terapi/tindakan klinis
 Dokumentasi spesifik keadaan-keadaan medis tertentu, misalnya
alergi, dsb, pada rekam medik, yang secara legal ditandatangani.

Risk Management Reactive strategy :

 Komplain dari pasien dan karyawan ditangani segera dan optimal,


dan dibuktikan dengan“consent” dari semua pihak yang terkait.
 Tinjauan terhadap morbiditas dan mortalitas dilakukan untuk
mengenal faktor-faktor yang dapat dicegah, dan menjamin bahwa
pelayanan yang terbaik diberikan
 Jika terjadi tuntutan, dilakukan pendekatan untuk mengenal akar
masalah (root cause) dan dilakukan dengan pendekatan budaya tidak
menyalahkan
 Adanya mekanisme untuk melaporkan terjadi adverse incident baik
klinis maupun non klinis, termasuk kejadian near miss, dan dicatat dalam
risk register untuk audit dan analisis
 Contoh strategi manajemen risiko pada Victorian hospitals (2001-
2002)
 Manajemen risiko diarahkan pada kejadian adverse event yang
dapat dicegah, dan membangun sistem untuk mengenal, menganalisis,
dan mengatasi faktor-faktor yang mempunyai kontribusi terhadap
terjadinya adverse event

10
 Pergeseran pendekatan dari fokus individu kepada fokus pada
kondisi yang melatar belakangi terjadinya adverse event, investigasi
diarahkan untuk mencari peluang perbaikan dan menjamin keselamatan
pasien
 Strategi disusun berdasar key recommendations of the Improving
Patient Safety in Victorian Hospitals report (the report), produced by the
Department of Epidemiology & Preventive Medicine, Monash Medical
School Monash University.

Lingkup program manajemen risiko (McCaffrey & Hagg-Rickert,2003)

1) Patient care related risk


2) Medical staff related risk
3) Employee related risk
4) Property related risk
5) Financial risk
6) Other risk

2.1.3 Root Cause Analysis

Langkah RCA,

1) Investigasi kejadian
menentukan masalah,
mengumpulkan bukti-bukti yang nyata,
melakukan wawancara,meneliti lingkungan kejadian,
mengenali faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
timbulnya kejadian,
menggambarkan rantai terjadinya kejadian.

2) Rekonstruksi kejadian
mengenali kejadian-kejadian yang mengawali terjadinya
adverse event ataupun near miss,

11
melakukan analisis dengan menggunakan pohon masalah
untuk mengetahui kegiatan atau kondisi yang menyebabkan timbul
kejadian,
lanjutkan sehingga dapat dikenali sistem yang melatar
belakangi timbulnya kejadian atau sampai tidak beralasan lagi untuk
melanjutkan
3) Analisis penyebab
mengidentifikasi akar-akar penyebab:
Faktor manusia: kelalaian, incompetence, sistem
pengelolaan sumber daya manusia termasuk reward system
Sistem breakdown, system failure, system incapability
Sistem pengendalian
Sumber daya (fasilitas dan peralatan) dan manajemen
sumber daya
rumuskan pernyataan akar masalah
4) Susun rencana tindakan
menetapkan strategi yang tepat untuk mengatasi penyebab
yang diidentifikasi, dan dapat diterima oleh pihak yang terkait
dengan kejadian.
Rencana tindakan disusun untuk tiap akar penyebab
kejadian dan pengukuran untuk menilai efektifitas tindakan thd akar
penyebab
Dapatkan persetujuan dari kepemimpinan dalam organisasi
5) Catat dan laporkan
Catat proses dan alat yang digunakan
Biaya yang dibutuhkan
Ringkasan kejadian
Proses investigasi dan analisis
Temuan
6) Memahami penyebab kejadian
Kegagalan aktif (active failure): pelanggaran yang sengaja
dilakukan oleh seseorang

12
Kondisi laten: breakdowndari proses atau sistem:
Kurangnya pendidikan
Gagal mengikuti prosedur
Alat yang rusak
Disain yang tidak tepat,

2.2 Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di


Rumah Sakit

Sejak berlakunya UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen


dan UU No. 29 tentang Praktik Kedokteran, muncullah berbagai tuntutan
hukum kepada Dokter dan Rumah Sakit. Hal ini hanya dapat ditangkal
apabila Rumah Sakit menerapkan Sistem Keselamatan Pasien. Sehingga
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) membentuk
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) pada tanggal 1 Juni
2005. Selanjutnya Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini
kemudian dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada Seminar
Nasional PERSI pada tanggal 21 Agustus 2005, di Jakarta Convention
Center Jakarta.

KKP-RS telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju


Keselamatan Pasien bagi staf RS untuk mengimplemen-tasikan
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Di samping itu pula KARS (Komisi
Akreditasi Rumah Sakit) Depkes telah menyusun Standar Keselamatan
Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standar Akreditasi
Rumah Sakit.

Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan


Permenkes 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
sebagai pedoman bagi penerapan Keselamatan Pasien di rumah sakit.
Dalam permenkes 1691 tahun 2011 dinyatakan bahwa rumah sakit dan
tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan

13
program dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit yaitu:

(1) Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien


Rumah Sakit (TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit
sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien.
(2) TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung
jawab kepada kepala rumah sakit.
(3) Keanggotaan TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari manajemen rumah sakit dan unsur dari profesi
kesehatan di rumah sakit.
(4) TKPRS melaksanakan tugas :
Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah
sakit sesuai dengan kekhususan rumah sakit tersebut;
Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program
keselamatan pasien rumah sakit;
Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi,
konsultasi, pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi)
tentang terapan (implementasi) program keselamatan pasien
rumah sakit;
Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan
rumah sakit untuk melakukan pelatihan internal keselamatan
pasien rumah sakit;
Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden
serta mengembangkan solusi untuk pembelajaran.
Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala
rumah sakit dalam rangka pengambilan kebijakan keselamatan
pasien rumah sakit; dan
Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit.

Dalam pelaksanaannya, Keselamatan Pasien akan banyak


menggunakan prinsip dan metode manajemen risiko mulai dan
identifikasi, asesmen dan pengolahan risiko. Diharapkan, pelaporan &

14
analisis insiden keselamatan pasien akan meningkatkan kemampuan
belajar dan insiden yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian
yang sama di kemudian hari.

2.2.1 Keselamatan pasien dan manajemen risiko klinis

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana


rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalaha akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes RI, 2011).

Analisa matrik grading risiko (KKP-RS, 2008) :

Tabel 2.2 : Matrix Grading Risiko

Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk


menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan
probabilitasnya.

15
a. Dampak (Consequences)

Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat


yang dialami pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal.

b. Probabilitas / Frekuensi /Likelihood

Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko adalah seberapa seringnya


insiden tersebut terjadi.

Tabel 2.2.1 Penilaian Dampak Klinis / Konsekuensi / Severity

Tabel 2.2.1 : Tindakan sesuai Tingkat dan bands risiko

16
Pengaruhnya dapat berdampak terhadap kondisi :

Sumber Daya (human and capital)


Produk dan jasa , atau
Pelanggan,
Dapat juga berdampak eksternal terhadap masyarakat,pasar
atau lingkungan.

Risiko adalah “fungsi dari probabilitas (chance, likelihood) dari


suatu kejadian yang tidak diinginkan, dan tingkat keparahan atau
besarnya dampak dari kejadian tersebut.

Risk = Probability (of the event) X Consequence

Risiko di Rumah Sakit:

 Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap


pencapaian pelayanan pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif.
 Risiko non klinis/corporate risk adalah semua issu yang dapat
berdampak terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari
rumah sakit sebagai korporasi.

Kategori risiko di rumah sakit ( Categories of Risk ) :

1) Patient care care-related risks


2) Medical staff staff-related risk
3) Employee Employee-related risks
4) Property Property-related risks
5) Financial risks
6) Other risks

Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi,


menilai dan menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk
menghilangkan atau meminimalkan dampaknya. Manajemen risiko rumah
sakit adalah kegiatan berupa identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi

17
risiko cedera dan kerugian pada pasien, karyawan rumah sakit,
pengunjung dan organisasinya sendiri (The Joint Commission on
Accreditation of Healthcare Organizations/JCAHO).

Manajemen Risiko Terintegrasi adalah proses identifikasi, penilaian,


analisis dan pengelolaan semua risiko yang potensial dan kejadian
keselamatan pasien. Manajemen risiko terintegrasi diterapkan terhadap
semua jenis pelayanan dirumah sakit pada setiap level, Jika risiko sudah
dinilai dengan tepat, maka proses ini akan membantu rumah sakit, pemilik
dan para praktisi untuk menentukan prioritas dan perbaikan dalam
pengambilan keputusan untuk mencapai keseimbangan optimal antara
risiko, keuntungan dan biaya.

Dalam praktek, manajemen risiko terintegrasi berarti :

1) Menjamin bahwa rumah sakit menerapkan system yang sama


untuk mengelola semua fungsi-fungsi manajemen risikonya, seperti
patient safety, kesehatan dan keselamatan kerja, keluhan, tuntutan
(litigasi) klinik, litigasi karyawan, serta risiko keuangan dan lingkungan.
Jika dipertimbangkan untuk melakukan perbaikan, modernisasi dan
clinical governance, manajemen risiko menjadi komponen kunci untuk
setiap desain proyek tersebut.
2) Menyatukan semua sumber informasi yang berkaitan dengan risiko
dan keselamatan, contoh: “data reaktif” seperti insiden patient safety,
tuntutan litigasi klinis, keluhan, dan insiden kesehatan dan keselamatan
kerja, “data proaktif” seperti hasil dari penilaian risiko; menggunakan
pendekatan yang konsisten untuk pelatihan, manajemen, analysis dan
investigasi dari semua risiko yang potensial dan kejadian aktual.
3) Menggunakan pendekatan yang konsisten dan menyatukan semua
penilaian risiko dari semua jenis risiko di rumah sakit pada setiap level.
4) Memadukan semua risiko ke dalam program penilaian risiko dan
risk register
5) Menggunakan informasi yang diperoleh melalui penilaian risiko dan
insiden untuk menyusun kegiatan mendatang dan perencanaan strategis.

18
Risk Management As A Way Of Workingsetting

Identifikasi risiko adalah usaha mengidentifikasi situasi yang dapat


menyebabkan cedera, tuntutan atau kerugian secara finansial. Identifikasi
akan membantu langkah-langkah yang akan diambil manajemen terhadap
risiko tersebut. Instrument:

- Laporan KejadianKejadian(KTD+KNC+Kejadian Sentinel+dan lain-


lain)
- Review Rekam Medik (Penyaringan Kejadian untuk memeriksa dan
mencari penyimpangan-penyimpangan pada praktik dan prosedur)
- Pengaduan (Complaint) pelanggan
- Survey/Self Assesment, dan lain-lain

Pendekatan terhadap identifikasi risiko meliputi:

- Brainstorming
- Mapping out proses dan prosedur perawatan atau jalan keliling dan
menanyakan kepada petugas tentang identifikasi risiko pada setiap
lokasi.
- Membuat checklist risiko dan menanyakan kembali sebagai umpan
balik

Penilaian risiko (Risk Assesment)

Penilaian risiko (Risk Assesment) merupakan proses untuk


membantu organisasi menilai tentang luasnya risiko yg dihadapi,
kemampuan mengontrol frekuensi dan dampak risiko risiko. RS harus
punya Standard yang berisi Program Risk Assessment tahunan, yakni
Risk Register,

19
Tabel 2.2.3 Berikut contoh matrix risiko sebagai referensi :

Penilaian risiko Harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak
yang terlibat termasuk Pasien dan publik dapat terlibat bila
memungkinkan. Area yang dinilai:

- Operasional
- Finansial
- Sumber daya manusia
- Strategik
- Hukum/Regulasi
- Teknologi

Manfaat manajemen risiko terintegrasi untuk rumah sakit

1) Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan sifat
risiko terhadap pasien dapat dinilai dengan tepat.
2) Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di area
risiko yang lain.
3) Pendekatan yang konsisten untuk identifikasi, analisis dan
investigasi untuk semua risiko, yaitu menggunakan RCA.
4) Membantu RS dalam memenuhi standar-standar terkait, serta
kebutuhan clinical governance.

20
5) Membantu perencanaan RS menghadapi ketidakpastian,
penanganan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan, dan
meningkatkan keyakinan pasien dan masyarakat.

Risk Assessment Tools

1) Risk Matrix Grading


2) Root Cause Analysis
3) Failure Mode and Effect Analysis

21
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit

 Standar I. Hak pasien

Standar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan


informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya insiden.

Kriteria:

a) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.


b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan.
c) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang
rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk
pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

 Standar II. Mendidik pasien dan keluarga

Standar: Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang


kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriteria:

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan


keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik
pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan
keluarga dapat.:

a) Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.


b) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.

22
c) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti.
d) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
f) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

 Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan


pelayanan

Standar: Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam


kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan
antar unit pelayanan.

Kriteria:

a) Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat


pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit
b) Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan
sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan
dapat berjalan baik dan lancar.
c) Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
d) Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan
efektif.

 Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja


untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan
pasien

23
Standar: Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki
proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

Kriteria:

a) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain)


yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan
pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis
yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien
sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”.
b) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen
risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
c) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait
dengan semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu
proses kasus risiko tinggi.
d) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar
kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

 Standar V: Peran kepemimpinan dalam meningkatkan


keselamatan pasien.

Standar: Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program


keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit “.

a) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk


identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi insiden.

24
b) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan
koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien.
c) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta
meningkatkan keselamatan pasien.
d) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

Kriteria:

a) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan


pasien.
b) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden.
c) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam
program keselamatan pasien.
d) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
e) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan
jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (Near
miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan
pasien mulai dilaksanakan.
f) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.

25
g) Terdapat kolaboratoriumorasi dan komunikasi terbuka secara
sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah
sakit dengan pendekatan antar disiplin.
h) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan
pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber
daya tersebut.
i) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.

 Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standar:

a) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk


setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas.

b) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang


berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.

Kriteria:

a) Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan


dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
sesuai dengan tugasnya masing-masing.
b) Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan
pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman
yang jelas tentang pelaporan insiden.
c) Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisipliner dan kolaboratoriumoratif dalam rangka melayani pasien.

26
 Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk
mencapai keselamatan pasien

Standar: Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen


informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan eksternal. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu
dan akurat.

Kriteria:

a) Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain


proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien.
b) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

3.2 Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan


di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah
Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient
Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga
oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI),
dan dari Joint Commission International (JCI).

Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong


perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-
bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan
bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas
permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik
adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu
tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-
solusi yang menyeluruh.

27
Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai
berikut:

Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien

Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua


aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien
bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi,
mengalami disorientasi, tidak sadar; bertukar tempat tidur/kamar/lokasi di
rumah sakit, adanya kelainan sensori; atau akibat situasi lain. Maksud
sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan: pertama untuk
identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau
pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan
terhadap individu tersebut.

Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratoriumoratif


dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada
proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah/produk
darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis;
memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien,
seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas
pasien dengan bar-code, dan lain-lain.

Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk


identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan
dua identitas yang berbeda pada lokasi yang berbeda di rumah sakit,
seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau kamar operasi,
termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses
kolaboratoriumoratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi
dapat diidentifikasi.

28
Sasaran II.: Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan


yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat
berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan
atau melalui telpon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain
adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan
hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit pelayanan.

Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu


kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk:
mencatat/(memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil
pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah
membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan
mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang
adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga
menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali
(read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi
gawat darurat di IGD atau ICU.

Sasaran III.: Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai


(High-Alert)

Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,


manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan
pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications)
adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang
tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip
dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM,
atau Look Alike Sound Alike/LASA).

29
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan
pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja
(misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat,
natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau
lebih pekat-). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan
orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak
tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada
keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan meningkatkan proses
pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan
elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.

Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu


kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu
diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan
dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang
membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi
serta pemberian laboratoriumel secara benar pada elektrolit dan
bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses
untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.

Sasaran IV.: Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien


Operasi

Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah


sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit.
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak
adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di
dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi. Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak
adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang
tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca

30
(illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-
faktor kontribusi yang sering terjadi.

Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratoriumoratif


mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam
mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga
praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety
Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s
Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong
Person Surgery.

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan


atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan
secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator /orang
yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan
sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat.
Penandaan lokasi operasi ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk
sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel
level (tulang belakang).

Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:

1. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;


2. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi laboratoriumel dengan
baik, dan dipampang;
3. Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau
implant-implant yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau


kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan
akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh
tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu
didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan ceklist.

31
Sasaran V.: Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan


terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya
untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional
pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran
darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan
dengan ventilasi mekanis).

Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci


tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa di baca di
kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan intemasional.

Rumah sakit mempunyai proses kolaboratoriumoratif untuk


mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau
mengadopsi petunjuk hand hygiene yang sudah diterima secara umum
untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.

Sasaran VI.: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera


pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani,
pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu
mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk
riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.
Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.

3.3 Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien, Analisis dan Solusi

32
Pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan
laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk
pembelajaran. Sistem pelaporan insiden dilakukan secara internal di
rumah sakit dan eksternal kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KKPRS) Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)
sampai terbentuknya Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Dalam Pasal 17 permenkes no 1691 tahun 2011 ayat (1) menyatakan
“Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang telah ada dan dibentuk
oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) masih tetap
melaksanakan tugas sepanjang Komite Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit belum terbentuk.

Laporan Insiden keselamatan pasien Internal adalah pelaporan


secara tertulis setiap kondisi potensial cedera dan insiden yang menimpa
pasien, keluarga pengunjung, maupun karyawan yang terjadi di rumah
sakit. Laporan insiden keselamatan pasien eksternal KKP-RS. Pelaporan
secara anonim dan tertulis ke KKP-RS setiap Kondisi Potensial cedera
dan Insiden Keselamatan Pasien yang terjadi pada pasien, dan telah
dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya.

Pelaporan insiden bertujuan untuk menurunkan insiden dan


mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan
tidak untuk menyalahkan orang (non blaming). Setiap insiden harus
dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam waktu paling lambat
2×24 jam sesuai format laporan.

Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan


pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas
laporan yang sampaikan oleh rumah sakit.

3.4 Empat Prinsip Penting Pelaporan Insiden

Fungsi utama pelaporan Insiden adalah untuk meningkatkan Keselamatan


Pasien melalui pembelajaran dari kegagalan/ kesalahan.

33
a) Pelaporan Insiden harus aman.
b) Staf tidak boleh dihukum karena melapor
c) Pelaporan Insiden hanya akan bermanfaat kalau menghasilkan
respons yang konstruktif.
d) Minimal memberi umpan balik ttg data KTD & analisisnya. Idealnya,
juga menghasilkan rekomendasi utk perubahan proses/SOP dan
sistem.

34
BAB 4
Kesimpulan

Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam


pemberian pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus
aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas. Keselamatan pasien
(patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden,
tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan risiko.

Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan


cedera pasien, tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada
pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik
yang tidak dapat dicegah (non error) maupun yang dapat dicegah (error),
berasal dari berbagai proses asuhan pasien.

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang


penting dalam sebuah rumah sakit, maka diperlukan standar keselamatan
pasien rumah sakit yang dapat digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit
di Indonesia. Standar keselamatan pasien rumah sakit yang saat ini
digunakan mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
dikeluarkan oleh Join Commision on Accreditation of Health Organization
di Illinois pada tahun 2002 yang kemudian disesuaikan dengan situasi dan
kondisi di Indonesia. Pada akhirnya untuk mewujudkan keselamatan
pasien butuh upaya dan kerjasama berbagai pihak dari seluruh komponen
pelayanan kesehatan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit


(Patient Safety), 2 edn, Bakti Husada, Jakarta.

_____. 2008, Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)


(Patient Safety Incident Report), 2 edn, Bakti Husada, Jakarta.

IOM, 2000. To Err Is Human: Building a Safer Health System


http://www.nap.edu/catalog/9728.html

___, 2004. Patient Safety: Achieving a New Standard for Care


http://www.nap.edu/catalog/10863.html

Kemkes RI. 2010. Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B. Pusat
Sarana, Prasarana dan Peralatan Kesehatan, Sekretariat Jenderal,
KEMKES-RI

Manojlovich, M, et al 2007, ‘Healthy Work Environment, Nurse-Phycisian


Communication, and Patient’s Outcomes’, American Journal of
Critical Care vol. 16, pp. 536-43.

Millar, J, et al 2004, ‘Selecting Indicators for Patient Safety at the Health


Systems Level in OECD Countries’. DELSA/ELSA/WD/HTP, Paris,
OECD Health Technical Paper.

Pallas, LOB, et al 2005, Nurse-Physician Relationship Solutions and


Recomendation for Change, Nursing Health Services Research
Unit, Ontario. database.

Parwijanto, H 2008, ‘Kajian Komunikasi Dalam Organisasi’, in Perilaku


Organisasi. uns.ac.id, Jakarta, 10 Desember 2009.

Robbins, SP 2003, Perilaku Organisasi, 10 edn, PT. Indeks Gramedia,


Jakarta.

36
Vazirani, S, et al 2005, ‘Effect of A Multidicpinary Intervention on
Communication and Collaboratoriumoration’, American Journal of
Critical Care, Proquest Science Journal, vol. 14, p. 71.

Wakefield, JG & Jorm, CM 2009, ‘Patient Safety – a balanced


measurements framework’, Australian Health Review, vol. 33, no. 3.

Yahya, A. 2009 Integrasikan Kegiatan Manajemen Risiko. Workshop


Keselamatan Pasien&Manajemen Risiko Klinis. PERSI: KKP-RS

Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam


Perspektif Hukum Kesehatan.

Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan


Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin
IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3

Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP)


Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of
Block 21st of Andalas University, Indonesia

Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety).


2005

Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient


Safety.

Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings


of National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata
Bidakara, Bandung 14-15 November 2006.

Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proceedings of PAMJAKI


meeting “Kecurangan (Fraud) dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan”
Hotel Bumi Karsa, Jakarta 13 December 2007.

37

Anda mungkin juga menyukai