DI RUANG LAVENDER
RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA
Batasan dispepsia
1. Dyspepsia organic, kalau/jika sudah diketahui adanya kelainan organic sebagai
penyebabnya. Sindroma dyspepsia organik terdapat keluhan yg nyata terhadap organ
tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, pembengkakan/radang
pancreas, pembengkakan/radang empedu, & lain – lain.
B. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia dikarenakan karena ulkus lambung / penyakit acid reflux.. Hal ini
menyebabkan nyeri di dada. Beberapa perubahan yg terjadi pada saluran cerna atas dampak
proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar lambung
lansia biasanya mengalami menurunnya hingga 85%. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-
inflammatory, bisa menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum bisa
diketemukan.
Penyebab dispepsia secara rinci ialah:
1. Menelan udara (aerofagi)
2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
3. Iritasi lambung (gastritis)
4. Ulkus gastrikum / ulkus duodenalis
5. Kanker lambung
6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu & produknya)
8. Kelainan gerakan usus
9. Stress psikologis, kecemasan, / depresi
10. Infeksi Helicobacter pylory
11. Perubahan pola makan
12. Pengaruh obat-obatan yg dimakan secara berlebihan & dlm waktu yg lama
13. Alkohol & nikotin rokok
14. Stres
15. Tumor / kanker saluran pencernaan
D. PATHWAY
Nyeri akut b.d agen injury
biologi
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d nyeri
abdomen
E. PATOFISIOLOGI
Perubahan pola makan yg tak teratur, obat-obatan yg tak jelas, zat-zat seperti nikotin &
alkohol serta adanya keadann kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi minus sehingga
lambung mau kosong, kekosongan lambung bisa membuat dampak erosi pada lambung
dampak gesekan antara dinding-dinding lambung, keadann demikian bisa membuat dampak
peningkatan produksi HCL yg mau merangsang terjadinya keadann asam pada lambung,
sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tak
adekuat baik makanan maupun cairan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada
sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit
disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya,
maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa
: laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
1. Laboratorium : Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan
lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
2. Radiologis : Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran
makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan
bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
3. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi) : Sesuai dengan definisi bahwa pada
dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
4. USG (ultrasonografi) : Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin
banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi
alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi
klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
5. Waktu Pengosongan Lambung : Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet
radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 %
kasus.
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan non farmakologis
a. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
b. Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang
berlebihan, nikotin rokok, dan stres
c. Atur pola makan
2. Penatalaksanaan farmakologis yaitu: Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang
memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena
pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF
reponsif terhadap placebo. Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan
asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan
prokinetik (mencegah terjadinya muntah).
H. PENCEGAHAN
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan
dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar
asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu
penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi
lambung.
2. Diagnosa keperawatan
I. Nyeri akut(00013) berhubungan dengan agen injury biologi
II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh(00002) berhubungan
dengan nyeri abdomen
3. Intervensi
NO. Dx NOC NIC
1. Nyeri Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (1400)
1. Lakukan pengkajian nyeri
akut b.d keperawatan selama 3x24 jam,
secara komprehensif yang
agen pasien tidak mengalami nyeri
meliputi
injury dengan kriteria
Kontrol nyeri (1605) lokasi,karakteristik,onset/durasi
biologi
Indikator Awal Akhir i,frekuensi,kualitas ,intensitas,
1. Menge 2 4 atau beratnya nyeri dan faktor
nali kapan pencetus.
2 4
nyeri 2. Pastikan perawatan analgesik
terjadi bagi pasien dilakukan dengan
2. Mengg pemantauan yang ketat.
unakan 2 4 3. Gunakan strategi komunikasi
tindakan teraupetik untuk mengetahui
penguranga 2 4 pengalaman nyeri dan
n nyeri sampaikan penerimaan pasien
tanpa terhadap nyeri.
4. Kurangi atau eliminasi faktor-
analgesik
3. Mengg faktor yang dapat mencetuskan
2 4
unakan atau meningkatkan nyeri
analgesik (misalnya,ketakutan,kelelahan,k
yang eadaan monoton,dan kurang
direkomen pengetahuan)
dasikan
4. Melapo
rkan nyeri
yang
terkontrol
Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten
menunjukkan
6. Evaluasi
1. S (subjektif) : Data subektif Berisi data dari pasien melalui anamnesis
(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung
2. O (objektif) : Data objektif Data yang dari hasil observasi melalui
pemeriksaan fisik
3. A (assesment) : Analisis dan interpretasi Berdasarkan data yang terkumpul
kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau
masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan tindakan segera.
4. P (plan) : Perencanaan Merupakan rencana dari tindakan yang
akan diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis atau labolatorium,
serta konseling untuk tindak lanjut.
DATAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta : EGC
Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan pada klien dgn gangguan sistem
pencernaan, edisi pertama, Jakarta : Salemba Medika
Price & Wilson. 1994. Patofisiologi, edisi 4, Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddart.Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi
Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI
Bare & Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8),
Jakarta : EGC
Carpenito. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), Jakarta:
EGC
Corwin,. J. Elizabeth. 2001. Patofisiologi, Jakarta : EGC
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse. 2001. Rencana Asuhan
Keperawatan, (Edisi III), Jakarta : EGC
Ganong. 1997. Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC
Gibson, John. 2003. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, Jakarta : EGC
Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), Jakarta : EGC
Hinchliff. 1999. Kamus Keperawatan, jakarta : EGC
Price, S. A dan Wilson, L. M. 1995. Patofisiologi, Jakarta : EGC
Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), Jakarta : EGC