Anda di halaman 1dari 2

Analisis Dampak Revolusi Industri 4.

0 Kepada Dunia Pendidikan Indonesia

Oleh: Sururum Marfuah Hash


(Mahasisiwa Institut Pertanian Bogor)

Revolusi industri 4.0 tidak hanya mewarnai sejarah perkembangan industri dunia, melainkan
akan menarik beberapa aspek salah satunya adalah pendidikan. Implikasi dari revolusi industri 4.0
mensyaratkan sebuah pertanyaan bagi dunia pendidikan yakni, “apakah kerangka pendidikan yang
ada saat ini mampu menyiapkan work skill peserta didik yang dibutuhkan menghadapi industri
4.0?”.

Paradigma pendidikan dari hasil gagasan revolusi industri 4.0 berfokus untuk memenuhi
tenaga ahli dan inovator yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan industri. Dalam perspektif
pembangunan, revolusi industri meyajikan sebuah gambaran akan kemajuan teknologi yang sangat
pesat. Hal ini tentu akan sangat didukung oleh perusahaan industri ketika pendidikan akan semakin
digerakkan untuk mencetak tenaga ahli yang disiapkan untuk kebutuhan industri. Karena
perusahaan tidak perlu bersusah payah untuk memperkerjakan banyak orang, cukup dengan ahli-
ahli yang akan menggerakkan komputasi dan sistem melalui bantuan robot sehingga akan
mengurangi biaya input tenaga kerja. Tentunya, ini akan menghasilkan keuntungan yang berlipat-
lipat bagi Industri. Pendidikan yang awalnya bertujuan untuk mencerdaskan bangsa perlahan
bergeser menjadi alat komersialisasi untuk menghasilkan tenaga kerja yang siap untuk memenuhi
kebutuhan industri.

Sejak awal kemerdekaan, kurikulum yang dilanjutkan oleh bangsa Indonesia saat itu adalah
kurikulum pendidikan dari penjajah. Pemerintah Belanda yang berada dibawah kontrol Gubernur
mengontrol pendidikan secara sentral, guru dan orang tua tidak mempunyai pengaruh langsung
dalam politik pendidikan. Pendidikan pada masa pemerintahan Belanda pada dasarnya memang
ditujukan untuk untuk merekrut pegawai karena dengan cara ini maka Belanda mampu
menghasilkan tenaga kerja murah. Hanya sedikit perbedaan antara pendidikan pada masa
penjajahan dan revolusi industri 4.0 yang dijembatani pemilik modal untuk dapat menyediakan
tenaga kerja yang terdidik namun mampu diupah dengan nilai yang rendah.

Permasalahannya tidak hanya berhenti sampai disini, revolusi pendidikan 4.0 menawarkan
kecanggihan teknologi yang nantinya pendidikan tidak menjadi kewajiban lagi untuk bertemu
secara langsung, pelajar atau mahasiswa cukup belajar dengan sepuasnya dimanapun mereka
berada. Pada sudut pandang efisiensi, mereka yang berpikir instan akan menganggap bahwa sistem
pengajaran seperti ini sangat memudahkan pelajar ataupun mahasisiwa. Namun, apabila kembali
ditinjau ulang bukankah seolah-olah pendidikan hanya untuk mengajarkan teori tanpa
memperhatiakn moralitas anak didiknya?

Padahal, tridharma perguruan tinggi telah mengamanatkan kepada civitas kampus yakni
pendidikan, penelitian, dan pengabdian, pertanyaannya, mungkinkah tridharma ini akan terwujud
melalui sistem pengajaran yang hanya berbasis pada e-learning? Dimana teknologi akan
menghilangkan peran pendidik untuk membimbing pola pikir dan pola sikap anak didiknya. Lalu
kepada siapa karakter itu akan dibentuk? Sedangkan dunia informasi juga penuh dengan konten-
konten yang ini tidak mampu disaring oleh mahasiswa apabila tidak memiliki benteng yang kuat.
Semua pertanyaan-pertanyaan tadi menjadi sebuah refleksi apakah kita harus mengikuti
pendidikan era revolusi industri 4.0 atau tidak? Sejatinya, tidak salah jika kita mampu menguasai
teknologi, namun yang salah adalah saat kita lebih mendahulukan teknologi dibandingkan
manusia. Apalah gunananya jika kemajuan teknologi hanya untuk mereka yang kaya? Dan apalah
gunanya jika kemajuan teknologi hanya menghasilkan krisis kemanusiaan dan krisis moralitas?
Karena pada dasarnya suatu negara hadir untuk mensejahterakan rakyat, bukan mesin.

Anda mungkin juga menyukai