Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan dunia internet yang sangat pesat, membawa dampak
terhadap menyempitnya jarak antar bangsa di dunia ini yang biasa dikenal
sebagai globalisasi. Pengaruh globalisasi memberikan dampak yang sangat
signifikan di bidang pendidikan. Sistem pendidikan kita harus senantiasa
mengikuti perkembangan tersebut, agar pendidikan kita tidak ketinggalan
zaman. Rendahnya  motivasi dan minat belajar siswa menjadi masalah
serius dalam dunia pendidikan saat ini. Oleh karena itu, dibutuhkan
langkah-langkah konkrit dari pelaku pendidikan untuk mencari
penyelesaiannya.
Diikuti dengan perkembangan teknologi begitu pesat, keahlian
anak-anak dalam menguasai teknologi pun kian pesat. Anak-anak yang
ramah dengan teknologi ini yang biasa kita sebut generasi alpha. Anak-
anak yang seperti inilah yang rawan dengan penyelewengan teknologi.
Adapun perkembangan teknologi ini membawa dampak positif. Sistem
pembelajaran di sekolah menjadi lebih menarik dengan hadirnya animasi
yang edukatif,  software-software baru bermunculan sehingga
memudahkan anak untuk membuat karya kreatif, informasi dapat sampai
ke masyarakat dengan lebih cepat, dan masih banyak lagi dampak positif
lainnya. Dibalik semua itu, tentu saja ada pula dampak negatifnya,
mengajak bersosialisasi dan mengajarkan rasa empati merupakan salah
satu cara mengatasi anak yang kecanduan teknologi.
Guru sebagai tenaga kependidikan juga seharusnya mencipta gaya
mengajar baru yang lebih efektif dan sesuai dengan gaya belajar, tuntutan
kebutuhan, dan kemajuan zaman. Inilah saatnya guru harus melek
teknologi, tidak lagi gaptek (gagap teknologi). Guru yang melek digital,
bisa disebut guru zaman “now” (digital literate), sangat dibutuhkan untuk
melayani anak-anak zaman ‘now’ pula. Guru harus terus belajar, merujuk
pada program yang diundangkan UNESCO, Lifelong Learning (belajar

1
sepanjang hayat) yang berupaya untuk memungkinkan setiap orang di
seluruh dunia untuk dapat memanfaatkan potensi besar TIK untuk
pembelajaran dan pemberdayaan diri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana peran guru di era global agar menghasilkan generasi yang
sesuai dengan era 4.0?
2. Apakah yang dimaksud guru professional di era global?
3. Bagaimana cara guru menyikapi peserta didik yang sudah terkena
dampak negatif (kecanduan) teknologi?
4. Bagaimana cara meningkatkan profesionalisme guru di era global
yang masih gaptek terutama guru zaman old?

1.3 Tujuan
1. Memahami peran guru di era global agar menghasilkan generasi yang
sesuai dengan era 4.0.
2. Memahami maksud guru professional di era global.
3. Memahami cara guru menyikapi peserta didik yang sudah terkena
dampak negatif (kecanduan) teknologi.
4. Memahami cara meningkatkan profesionalisme guru di era global
yang masih gaptek terutama guru zaman old.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran Guru di Era Global


Era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang
pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar,
tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap
konsep pendidikan itu sendiri. Inovasi disruptif tidak hanya mesti
dilakukan di sektor ekonomi dan teknologi, namun sejatinya juga
mendesak diterapkan di lapangan pendidikan. Perubahan cara pandang dan
penerapan inovasi disruptif tentunya dilakukan di garda terdepan oleh
ujung tombak sektor pendidikan, yaitu guru dan dosen sebagai pendidik.
Inovasi disruptif adalah istilah yang sudah diindonesiakan dari
istilah disruptive innovation, dan merupakan roh utama dari revolusi
industri 4.0. Tokoh kunci yang mencetuskan konsep ini adalah Clayton M
Christensen, yang menulis artikel bertajuk “Disruptive Technologies:
Catching the Wave”, yang dimuat di jurnal Harvard Business Review
(1995). Era revolusi industri 4.0 merupakan tantangan berat bagi
pendidikan di negara mana pun di dunia saat ini. Mengutip Jack Ma dalam
pertemuan tahunan World Economic Forum 2018, pendidikan adalah
tantangan terbesar abad ini. Jika tidak mengubah cara mendidik dan
belajar-mengajar, 30 tahun mendatang kita akan mengalami kesulitan
besar. Pendidikan dan pembelajaran yang sarat dengan muatan
pengetahuan dengan mengesampingkan muatan sikap dan keterampilan
akan menghasilkan anak didik yang tidak mampu berkompetisi dengan
mesin. Dominasi pengetahuan dalam pembelajaran harus diubah agar
kelak anak-anak muda Indonesia mampu mengungguli kecerdasan mesin
sekaligus bijak menggunakan mesin untuk kemaslahatan publik.
Menyikapi hal itu, tentu variabel kualitas pendidik (guru)
merupakan faktor terpenting. Kompetensi guru harus diproyeksikan untuk
mampu menjawab tantangan termutakhir yang bermuara pada penyiapan
generasi terdidik yang siap bersaing dan terjun langsung di era revolusi

3
industri 4.0. Era revolusi 4.0 disadari telah mengubah konsep pekerjaan,
struktur pekerjaan, dan kompetensi yang dibutuhkan dunia pekerjaan.
Sebuah survei perusahaan perekrutan internasional, Robert Walters,
bertajuk Salary Survey 2018 menyebutkan, fokus pada transformasi bisnis
ke platform digital telah memicu permintaan profesional sumber daya
manusia (SDM) yang memiliki kompetensi yang jauh berbeda dari
sebelumnya.
Beranjak dari tataran tersebut, pendidikan setidaknya harus mampu
menyiapkan anak didiknya menghadapi tiga hal yaitu:
1. Menyiapkan anak untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini
belum ada.
2. Menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan masalah yang
masalahnya saat ini belum muncul.
3. Menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang
teknologinya belum ditemukan.
Sungguh sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi dunia
pendidikan.
Bicara mengenai apa yang seharusnya dibenahi dari peran guru
menyongsong tantangan tersebut, setidaknya terdapat lima kualifikasi dan
kompetensi guru yang dibutuhkan di era 4.0.
1. Pertama, Educational Competence, kompetensi
mendidik/pembelajaran berbasis internet of thing sebagai kemampuan
dasar.
2. Kedua, Competence for Technological Commercialization, punya
kompetensi membawa siswa memiliki sikap
entrepreneurship  (kewirausahaan) berbasis teknologi dan hasil karya
inovasi siswa.
3. Ketiga, Competence in Globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap
terhadap berbagai budaya, kompetensi hybrid (kemampuan dalam hal
teknologi) dan keunggulan memecahkan masalah (problem solver
competence).

4
4. Keempat, Competence in Future Strategies, dunia mudah berubah dan
berjalan cepat, sehingga punya kompetensi memprediksi dengan tepat
apa yang akan terjadi di masa depan berikut strateginya.
5. Kelima, Conselor Competence, mengingat ke depan masalah anak
bukan pada kesulitan memahami materi ajar, tapi lebih terkait masalah
psikologis, stres akibat tekanan keadaan yang makin kompleks dan
berat, dibutuhkan guru yang mampu berperan sebagai
konselor/psikolog.
Performa guru era revolusi industri 4.0 adalah guru yang melek dengan
digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, tanpa
mengesampingkan pentingnya tugas mulia penumbuhan budi pekerti luhur
bagi anak didik. Melalui guru, dunia pendidikan mesti mengkonstruksi
kreativitas, pemikiran kritis, kerja sama, penguasaan teknologi informasi
dan komunikasi serta kemampuan literasi digital. Guru dituntut menguasi
kompetensi kognitif, kompetensi sosial-behavioral, dan kompetensi
teknikal. Kompetensi kognitif mencakup kemampuan literasi dan
numerasi, serta kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kompetensi sosial-
behavioral mencakup keterampilan sosial emosional, keterbukaan,
ketekunan, emosi yang stabil, kemampuan mengatur diri, keberanian
memutuskan dan keterampilan interpersonal. Kompetensi teknikal yang
merupakan keterampilan teknis yang sesuai bidang pekerjaan yang
digeluti, dan ini terkait dengan pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi ini
lebih mengutamakan praktek daripada teori. Biasanya memiliki
perbandingan 70% praktek dan 30% teori.
Dapat disimpulkan, peran guru di era digital justru semakin
kompleks dan saling melengkapi dengan perkembangan zaman, serta
lompatan kecerdasan generasi milenial yang mereka hadapi di kelas
sebagai peserta didik. Tantangan ini merupakan peluang berharga untuk
menstimulus munculnya guru era digital yang cerdas dan melek teknologi
terkini. Menyiasati hal itu, guru era digital tidak saja sebagai sumber
pengetahuan belaka, tidak boleh hanya berhenti sebagai agen dari transfer

5
of knowledge, namun juga sebagai agen transfer of value, di mana nilai-
nilai karakter serta moral dapat ditularkan kepada diri peserta didik.

B. Guru Profesional di Era Global


Guru di era global adalah guru yang mempunyai tugas memberikan
pendidikan bermutu secara profesional. Wardiman Djojonegoro dalam
konteks ini pernah menyatakan dalam makalahnya bahwa bangsa kita
menyiapkan diri untuk memiliki sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas. Ciri SDM yang berkualitas tersebut adalah memiliki
kemampuan dalam menguasai keahlian dalam suatu bidang yang berkaitan
dengan iptek, mampu bekerja secara profesional dengan orientasi mutu
dan keunggulan, dan dapat menghasilkan karya-karya unggul yang mampu
bersaing secara global sebagai hasil dari keahlian. Sebagai tenaga
pendidik, guru professional tidak lepas dari pencitraan yang diberikan dari
orang lain.
Menghadapi tantangan demikian, diperlukan guru yang benar-
benar profesional. Dalam konteks ini Makagiansar menawarkan
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru guna menghadapi era
global yaitu:
1. Kemampuan Antisipasi
Kemampuan antisipasi merupakan kemampuan yang harus dimiliki
seorang pendidik untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya
masalah baik dalam proses pembelajaran maupun masalah yang
mungkin timbul diluar pembelajaran. Misalnya kemampuan antisipasi
dapat dilakukan dengan cara guru mempersiapkan sarana prasarana
dan segala sesuatunya agar tidak terjadi kendala dalam proses KBM.
2. Kemampuan Mengenali dan Mengatasi Masalah
Seorang pendidik perlu melakukan pendekatan terhadap peserta
didiknya untuk dapat mengenali dan mengidentifikasi masalah yang
dihadapi oleh peserta didiknya baik itu yang berkaitan dengan
akademik maupun non akademik. Tidak hanya berhenti pada
mengenali masalah saja, namun juga dilakukan follow up pemilihan

6
solusi dari masalah yang dihadapi siswa dan melaksanakan solusi
tersebut sehingga masalah peserta didik dapat teratasi.
3. Kemampuan Mengakomodasi
Seorang guru harus mampu mengakomodasi perbedaan yang terdapat
pada peserta didiknya. Perbedaan disini dapat berupa kebutuhan
antara satu individu dengan individu lain. Guru dapat mengakomodasi
kebutuhan peserta didik dalam kaitannya dengan pembelajaran seperti
menyediakan kebutuhan akan ilmu, dan sarana prasarana bila mampu.
4. Kemampuan Melakukan Reorientasi
Sikap terhadap suatu hal. Guru perlu menentukan acuan-acuan apa
saja yang akan dicapai. Sebagai pendidik, guru harus mampu
melakukan reorientasi yaitu meninjau kembali suatu wawasan dan
menetukan serta membuat peserta didiknya yakin dan termotivasi
untuk mencapai tujuan tersebut.
5. Kompetensi Generic (generic competences)
Kemampuan generik merupakan kemmapuan yang harus dimiliki
seorang pendidik yang didalamnya mencakup strategi kognitif, dan
dapat pula dikenal dengan sebutan kemampuan kunci-kunci,
kemampuan inti (core skill), kemampuan essensial, dan kemampuan
dasar. Kemampuan generik antara lain meliputi : keterampilan
komunikasi, kerja tim, pemecah masalah, inisiatif dan usaha (initiative
and enterprise), merencanakan dan mengorganisasi, manajemen diri,
keterampilan belajar dan keterampilan teknologi (Gibb dalam
Rahman, 2008).
6. Keterampilan Mengatur Diri (managing self skills),
Mendorong diri sendiri untuk mau mengatur semua unsur kemampuan
pribadi, mengendalikan kemauan untuk mencapai hal-hal yang baik,
dan mengembangkan berbagai segi dari kehidupan pribadi agar lebih
sempurna. Bagaimana seorang guru bisa menjadi guru yang
professional dan berbudi luhur kalau ia tidak dapat mendorong,
mengatur, mengendalikan, dan mengembangkan semua sumber daya
pribadinya. Oleh karena itu keterampilan mengatur diri bagi seorang

7
guru adalah sangat mutlak diperlukan agar dapat menjalankan segala
tugasnya dengan baik.
7. Keterampilan Berkomunikasi (communicating skills)
Keterampilan berkomunikasi adalah keterampilan utama yang harus
dimiliki untuk mampu membina hubungan yang sehat dimana saja, di
lingkungan sosial, sekolah, usaha dan perkantoran, di kebun atau
dimana saja.Sebagian besar masalah yang timbul dalam kehidupan
sosial adalah masalah komunikasi. Jika keterampilan komunikasi
dimiliki, maka akan sangat membantu meminimalisasi potensi konflik
sekaligus membuka peluang sukses.
8. Kemampuan Mengelola Orang dan Tugas (ability of managing people
and tasks)
Kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah mengelola
peserta didiknya sekaligus tugas keguruanya agar dapat mencapai
tujuan yang diinginkan. Mengelola orang dengan mengenali emosi
orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan
orang lain. Penguasaan keterampilan ini membuat kita lebih efektif
dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut Stephen
Covey sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih
dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini merupakan dasar dalam
berhubungan dengan manusia secara efektif. Dari segi tugas, guru
berfungsi memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar lebih
giat, dan memberikan tugas kepada siswa sesuai dengan kemampuan
dan perbedaan individual peserta pendidik.
9. Kemampuan Mobilisasi Pengembangan dan Perubahan (mobilizing
innovation and change)
Kemampuan mobilisasi perkembangan dan perubahan yaitu guru
berfungsi melakukan kegiatan kreatif, menemukan strategi, metode,
cara-cara, atau konsep-konsep yang baru dalam pengajaran agar
pembelajaran bermakna dan melahirkan pendidikan yang berkualitas.
Guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta
didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan

8
dan guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta semangat
kompetitif juga merupakan hal penting bagi guru-guru profesional karena
diharapkan mereka dapat membawa atau mengantarkan peserta didiknya
mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memasuki era
global yang melek ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sangat kompetitif.
Di era global karakteristik guru harus jelas dan tegas dipertahankan antara
lain adalah:
1. Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang mumpuni.
2. Memiliki kepribadian yang kuat dan baik.
3. Memiliki keterampilan membangkitkan minat peserta didik dalam
bidang IPTEK.
Setidaknya ada empat prasyarat bagi seorang guru agar dapat
bekerja professional, yaitu:
1. Kemampuan guru mengolah/menyiasati kurikulum.
2. Kemampuan guru mengaitkan materi kurikulum dengan Iingkungan.
3. Kemampuan guru memotivasi siswa untuk belajar sendiri.
4. Kemampuan guru untuk mengintegrasikan berbagai mata pelajaran
menjadi kesatuan konsep yang utuh (perlu adanya pembelajaran
terpadu).

C. Cara Menyikapi Peserta Didik yang Kecanduan Teknologi


Perkembangan teknologi begitu pesat. Keahlian anak-anak dalam
menguasai teknologi pun kian pesat. Perkembangan teknologi ini
membawa dampak positif. Sistem pembelajaran di sekolah menjadi lebih
menarik dengan hadirnya animasi yang edukatif, software-software baru
bermunculan sehingga memudahkan anak untuk membuat karya kreatif,
informasi dapat sampai ke masyarakat dengan lebih cepat, dan masih
banyak lagi dampak positif lainnya. Dibalik semua itu, tentu saja ada pula
dampak negatifnya. Bagaimana sikap orang tua atau guru agar anak-anak
tetap survive di tengah perkembangan teknologi yang begitu cepat ini?

9
1. Ajak Anak Bersosialisasi
Perkembangan teknologi membawa dampak negatif dalam hal
kehidupan sosial anak. Banyak anak-anak menjadi pribadi yang “anti
sosial”. Mereka terlalu cuek dengan lingkungan sekitar. Padahal di
masa depan mereka, mereka harus menghadapi banyak orang dengan
aneka pribadi. Sebagai orang tuaatau guru, anda harus bisa
mengarahkan anak agar memiliki pribadi yang “pro sosial”, artinya
anak-anak harus memiliki ketrampilan dalam bergaul dan
bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Agar anak memiliki
ketrampilan ini, orang tua bisa melatih anak dalam kehidupan sehari-
hari. Misalnya, mengajak anak berjalan-jalan keliling kampung atau
komplek perumahan. Bila mendapatkan undangan arisan, pernikahan,
dan acara-acara lainnya, orang tua bisa mengajak anak. Dengan
demikian, anak-anak akan terbiasa berhadapan dengan orang baru dan
tentu saja dengan pribadi yang unik.
2. Mengajarkan Empati
Dampak lain dari perkembangan teknologi adalah membuat
anak memiliki pribadi yang egois dan sombong. Bisa memiliki ribuan
followers  pada akun “twitter” saja, anak-anak sudah merasa punya
banyak teman. Padahal persahabatan di dunia nyata sangat berbeda
dengan persahabatan di dunia maya. Persahabatan perlu dipupuk
dengan cara saling memberi salam, bersilaturahmi, saling
mengunjungi bila mendapatkan undangan, dan lainnya. Agar anak
memiliki rasa empati, orang tua bisa mengajak anak untuk
mengunjungi nenek atau saudara, mengunjungi panti sosial, dan acara
lainnya. Orang tua juga perlu mengajarkan anak tentang pentingnya
memberi salam bila bertemu dengan orang lain, perlunya membantu
orang yang kesusahan, pentingnya hidup rukun di tengah perbedaan,
dan lainnya.
3. Mengajarkan Kecintaan pada Alam Ciptaan Tuhan
Tuhan menciptakan alam yang indah ini untuk dijaga dan dilestarikan.
Bila manusia bisa merawatnya dengan baik, maka alam tidak akan

10
rusak. Tidak akan ada makhluk hidup yang akan mengalami
kepunahan. Karena di era teknologi yang kian modern ini banyak
perusakan-perusakan terjadi, misalnya penebangan hutan secara liar,
pembakaran hutan, penambangan pasir secara liar, dan lainnya. Anak-
anak perlu diajarkan tentang kecintaan pada alam sejak dini. Misalnya
dengan cara mengajak mereka melakukan aktivitas berkebun, berlibur
mengunjungi desa wisata atau wisata alam, merawat hewan peliharaan
dengan baik, dan lainnya. Bila sejak kecil anak-anak sudah belajar
tentang kecintaan pada alam dan makhluk hidup, maka anak pun akan
semakin memiliki kecintaan pada alam yang baik. 
4. Mengajarkan Indahnya Gaya Hidup Hemat
Banyak anak-anak yang sering meminta dibelikan HP atau
smartphone model yang terbaru. Padahal HP yang lama belum rusak.
Hanya saja HP yang lama sudah terlihat “jadul”. Banyak anak-anak
malu karena memiliki HP “jadul”, sehingga meminta HP yang model
terbaru. Agar anak tidak memiliki pribadi yang konsumtif, orang tua
perlu mengajarkan sifat selalu bersyukur dan tidak mudah merasa
malu bila memiliki barang yang “jadul”.  Agar anak-anak memiliki
sifat “anti malu” ini memang tidak mudah. Orang tua pun perlu
memberikan contoh agar tidak selalu berganti HP lama dengan HP
yang baru dan lebih canggih. Bagaimana pun apa yang orang tua
lakukan, biasanya akan mempengaruhi perilaku anak. Jadi berikanlah
contoh pada anak, agar mereka memiliki pribadi yang selalu
bersyukur dan tidak mudah ikut-ikut atau tidak mudah merasa malu 
memiliki baran yang bukan model terbaru.
5. Mengajarkan Pendidikan Karakter
Perkembangan teknologi tidak hanya mempengaruhi pola pikir anak,
namun juga orang tua. Banyak orang tua yang menganggap bahwa
pendidikan karakter bukanlah sesuatu yang penting. Sehingga banyak
orang tua terlihat cuek pada anaknya dan enggan mengajarkan
pendidikan karakter atau moral kepada anak. Mereka terlalu dibiarkan
tumbuh sendiri, dengan alasan anak-anak perlu belajar tentang

11
kemandirian atau karena terlalu mempercayakan urusan pendidikan
kepada pihak sekolah. Padahal, di tengah kehidupan bermasyarakat,
anak-anak perlu belajar tentang pentingnya bermusyawarah dalam
memyelesaikan suatu masalah, bersikap hormat dan sopan kepada
orang yang lebih tua, membuang sampah di tempat sampah, dan nilai-
nilai pendidikan karakter lainnya. Agar anak-anak memiliki karakter
yang baik, orang tua perlu mengajarkannya pendidikan karakter
secara intens dan dengan media yang menarik. Misalnya dengan
cara mendongeng, menonton TV edukatif, mendengarkan lagu anak
bertemakan pendidikan karakter, dan lainnya.  

D. Cara Meningkatkan Profesionalisme Guru di Era Global Terutama


Guru Zaman Old
Sering kita mendengar istilah ‘anak zaman now’, ‘generasi micin’,
‘generasi milenial’, anak-anak abad 21, di berbagai kesempatan dengan
tema beragam akhir-akhir ini. Istilah tersebut ternyata merujuk kepada
kelompok generasi yang terlahir pada tahun 1990-an atau awal 2000-an.
Kelahiran generasi ini bersamaan dengan lahirnya teknologi baru yang
banyak berpengaruh pada pola pikir dan pola hidup. Generasi ini
mengalami perubahan drastis dramatis. Salah satu perubahan yang nyata
yaitu pergeseran budaya komunikasi dan akses informasi.
Generasi milenial juga menemukan gaya belajar baru yang tidak
sama dengan generasi sebelumnya. Mereka membutuhkan pengalaman
belajar yang lebih. Oleh karena itu, dunia pendidikan melalui tenaga
pendidiknya harus memenuhi tuntutan kebutuhan sesuai dengan zaman
‘now’, zaman digital global. Guru yang terlahir di zaman ‘old’ harus
beradaptasi untuk bisa masuk dalam dunia anak-anak zaman ‘now’.
Guru sebagai tenaga kependidikan juga seharusnya mencipta gaya
mengajar baru yang lebih efektif dan sesuai dengan gaya belajar, tuntutan
kebutuhan, dan kemajuan zaman. Inilah saatnya guru harus melek
teknologi, tidak lagi gaptek (gagap teknologi). Guru yang melek digital,
bisa disebut guru zaman “now” (digital literate), sangat dibutuhkan untuk

12
melayani anak-anak zaman ‘now’ pula. Guru harus terus belajar, merujuk
pada program yang diundangkan UNESCO, Lifelong Learning (belajar
sepanjang hayat) yang berupaya untuk memungkinkan setiap orang di
seluruh dunia untuk dapat memanfaatkan potensi besar TIK untuk
pembelajaran dan pemberdayaan diri.
Beberapa hal penunjang perlu diperhatikan untuk menjadi guru
zaman ‘now’ atau guru yang melek digital. Di antaranya bukan hanya
menguasai teknologi informasi, namun mencakup penguasaan kompetensi
pengetahuan, keahlian dan perilaku yang melibatkan piranti digital sejenis
smartphone atau telepon pintar, tablet, ipod, laptop dan lain sebagainya.
Poin penunjang utama dari guru milenial untuk menghadapi generasi
milenial harus berwawasan luas, mahir IT dan harus bijak memanfaatkan
piranti digital. Oleh karena itu, guru maupun siswa harus memiliki
keahlian dasar komputer sebagai basik pengembangan piranti digital. Jadi
melek komputer (computer literacy) menjadi sangat penting karena
informasi-informasi yang tersedia harus disajikan dengan komputer.
Bagaimana menjelajah dunia maya, berkomunikasi melalui surel (e-mail),
menggunakan power point dengan hyperlink dan sebagainya perlu
dikuasai baik guru maupun siswanya.
Penunjang kedua untuk menjadi guru milenial yaitu media literacy.
Guru dituntut mampu menelaah, mengolah, mengkritisi konten digital
untuk memperoleh informasi yang sah, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Belajar menggunakan media sosial dengan bijak,
semisal membuat grup belajar di Whatsapp group, facebook, blog, dan
sejenisnya untuk bisa terkoneksi dengan para siswanya sebagai wadah
berbagi dan belajar kelompok dengan sumber situs belajar yang benar
dalam kelas maya.
Kompetensi penunjang ketiga adalah kemampuan berpikir kritis
(critical thinking skill). Guru dituntut mampu mengolah informasi yang
diperolehnya secara kritis dengan bekal wawasan luas sehingga masalah
akan diselesaikan secara objektif dari berbagai sudut pandang dengan
sumber yang valid. Berpikir kritis perlu dilatih dari dalam kelas. Apalagi

13
kondisi sekarang dituntut guru berkemampuan membuat soal dengan
tingkat berpikit tinggi (HOTS) sehingga guru harus bisa menyajikan
proses pembelajaran yang membuat siswa terbiasa berpikir kritis.
Guru bukan sekadar menjadi penikmat produk yang sudah dicipta
orang lain, tetapi guru zaman ‘now’ harus mau mencari, menganalisis,
mengolaborasi, berinovasi, mengkritisi dan memberikan solusi yang tepat
dan bijak, dan mencipta berbekal pengetahuan yang kita miliki. Lembar
kerja siswa, modul, hand out, bukan lagi produk percetakan luar, namun
karya guru sendiri, sehingga siswa mempunyai rasa bangga terhadap gurun
mereka. Tantangan zaman akan terus berkembang, untuk membuat dunia
pendidikan semakin maju. Oleh karena itu kini saatnya guru zaman ‘now’
harus terus meningkatkan kompetensinya, utamanya profesionalisme,
dengan menguasai paling tidak empat penunjang di atas selain kompetensi
kepribadian, pedagogik dan sosial.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peran guru di era global sangatlah penting untuk peserta didiknya.
Oleh karena itu, guru setidaknya mempunyai lima kualifikasi dan
kompetensi yang mereka butuhkan di era 4.0, yaitu Educational
Competence, Competence for Technological Commercialization,
Competence in Globalization, Competence in Future Strategies, Conselor
Competence. Selain itu, guru harus melek dengan digital economy,
artificial intelligence, big data, robotic, tanpa mengesampingkan
pentingnya tugas mulia penumbuhan budi pekerti luhur bagi anak didik.
Guru di era global adalah guru yang mempunyai tugas memberikan
pendidikan bermutu secara profesional. Guru professional harus memiliki
SDM yang berkualitas. SDM yang berkualitas adalah memiliki
kemampuan dalam menguasai keahlian dalam suatu bidang yang berkaitan
dengan iptek, mampu bekerja secara profesional dengan orientasi mutu
dan keunggulan, dan dapat menghasilkan karya-karya unggul yang mampu
bersaing secara global sebagai hasil dari keahlian.
Cara menyikapi peserta didik yang sudah kecanduan teknologi
adalah dengan mengajak mereka bersosialisasi, mengajarkan mereka
empati, mengajarkan mereka kecintaan alam ciptaan Tuhan, mengajarkan
mereka gaya hidup hemat, dan mengajarkan mereka pendidikan karakter.
Cara meningkatkan profesionalisme guru zaman old adalah dengan
mereka melek teknologi, guru juga harus menggunakan media literasi
dalam pembelajaran, guru harus menciptakan keadaan agar siswa berpikir
kritis. Oleh karena itu, guru generasi old harus banyak mengikuti seminar.

3.2 Saran
Menjadi guru professional di era global bukanlah hal yang mudah oleh
karena itu, sebagai calon guru harus bisa belajar mulai dari sekarang. Hal

15
ini sangat penting bagi pendidikan kita selanjutnya. Pengembangan diri
harus tetap dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan
potensi dalam diri sendiri. Dengan demikian, kita akan menjadi guru
professional dan dapat menjadikan peserta didik kita menjadi generasi 4.0
yang benar-benar mumpuni. Setelah itu, pendidikan di Indonesia akan
meningkat waktu demi waktu.

16
DAFTAR RUJUKAN

Agus, Tarmo. FUNGSI PENGARAHAN (DIRECTING).


http://www.academia.edu/34929790/FUNGSI_PENGARAHAN_DIRECTIN
G_. diakses 15 November 2018

17

Anda mungkin juga menyukai