Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Ganja atau cannabis adalah salah satu obat ilegal yang paling banyak

digunakan di dunia dengan perkiraan pengguna sebanyak 19 juta orang pada tahun

2012. Pada 30 tahun terakhir, ganja telah menjadi bagian dalam kehidupan sosial

anak muda di negara-negara maju dengan penggunaan pertama kali pada pertengahan

hingga akhir usia remaja. Di Amerika, ganja merupakan obat psikoaktif urutan

keempat terbanyak digunakan setelah kafein, alkohol dan nikotin.

Sediaan cannabis didapatkan dari tanaman Cannabis sativa yang telah

digunakan di Cina, India dan Timur Tengah kira-kira selama 8000 tahun yang

pertama untuk seratnya dan yang kedua untuk penggunaannya sebagai obat. Tanaman

ini dipotong, dikeringkan, dicincang hingga kecil dan digulung membentuk batang

rokok kemudian dihisap. Nama lain yang umum untuk ganja adalah marijuana, grass,

pot, weed, tea dan Mary Jane.

Ganja pertama kali digunakan sebagai ‘obat rekreasi’ oleh bohemian asal

Paris pada akhir abad ke 19. Penggunaan ganja sebagai obat rekreasi diperkenalkan

kepada Amerika pada tahun 1930 oleh Mexico dan disebarkan melalui musisi-musisi

jazz. Ganja kemudian disebarluaskan kepada anak-anak muda di seluruh dunia

melalui film-film, musik dan media asal Amerika pada tahun 1970 dan 1980.

1
Penggunaan ganja secara kronis berkaitan dengan timbulnya gangguan

psikotik. Penggunaan pertama kali, jumlah penggunaan yang banyak dan rute

menelan (oral lebih berpengaruh daripada dihisap) menjadi faktor-faktor yang

menyebabkan tingginya angka kejadian psikotik akibat penggunaan ganja.

Gejala-gejala psikotik akibat penggunaan ganja bersifat sementara dan terjadi

dalam durasi yang singkat. Oleh karena itu, tatalaksana yang dilakukan dengan tepat

dapat mengurangi tidak hanya gangguan psikotik yang dialami namun juga adiksi

yang terjadi pada pengguna ganja.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Sediaan cannabis didapatkan dari tanaman Cannabis sativa yang telah

digunakan di Cina, India dan Timur Tengah kira-kira selama 8000 tahun

yang pertama untuk seratnya dan yang kedua untuk penggunaannya

sebagai obat. Tanaman ini dipotong, dikeringkan, dicincang hingga kecil

dan digulung membentuk batang rokok kemudian dihisap. Nama lain yang

umum untuk ganja adalah marijuana, grass, pot, weed, tea dan Mary

Jane.1

Tanaman ini terbagi dalam bentuk male dan female. Tanaman female

mengandung konsentrasi yang tertinggi yang terdiri dari 60 kanabinoid.

Tanaman ini mengandung delta-9-tetrahydrocannabinol (Δ9-THC) yang

memberikan efek psikoaktif.1,2

Bentuk paling poten dari cannabis berasal dari getah yang terdapat

pada bagian atas bunga atau dari eksudat getah kering berwarna hitam

kecoklatan dari daunnya, yang disebut hashish atau hash. Tanaman ini

dipotong, dikeringkan, dicincang hingga kecil dan digulung membentuk

batang rokok kemudian dihisap. Nama lain yang umum untuk ganja

adalah marijuana, grass, pot, weed, tea dan Mary Jane. Nama lain yang

3
menggambarkan cannabis dengan berbagai variasi kekuatan adalah

‘hemp’, ‘chasra’, ‘bhang’. ‘dagga’, dan ‘sinsemilla’.2

Bahan aktif THC ini hanya larut dalam lemak. Karena tidak larut

dalam air, THC tinggal lama di dalam lemak jaringan termasuk jaringan

lemak otak sehingga dapat menyebabkan brain damage. Di Indonesia,

ganja disebut dengan cimenk, gelek, marihuana, hashish.3

B. METODE PENGGUNAAN

Ganja biasanya dihisap sebagai marijuana dalam bentuk rokok

lintingan, atau serbuk, yang mengandung tembakau untuk membantu

pembakaran. Pemakaian dengan memakai sedotan air, atau bong, menjadi

cara yang populer untuk menghisap ganja, mungkin karena cara ini

membuat pemasukan dosis THC lebih besar dan efek yang diberikan oleh

kanabis juga lebih maksimal. Hashish (sari tanaman ganja) bisa dicampur

dengan tembakau dan dihisap sebagai serbuk atau dengan sedotan, dengan

atau tanpa tembakau. Karena minyak hashish sangat kuat, sedikit tetesan

bisa diberikan pada rokok atau serbuk atau pada sedotan, atau minyaknya

bisa langsung dipanaskan dan uapnya dihirup. Perokok kanabis biasanya

menghirup dalam-dalam dan menahan nafas mereka untuk

memaksimalkan penyerapan THC oleh paru-paru.1,2

4
Pemakaian secara oral bisa juga dilakukan dengan memakan hashish

yang dipanggang dalam bentuk brownies atau kue lain. Dalam beberapa

penelitian, THC sering ditelan dalam bentuk kapsul gelatin yang

mengandung THC yang dilarutkan dalam minyak wijen. Di India, ganja

dikonsumsi dalam bentuk bhang, yaitu menyeduh teh dari daun dan

batang tanamannya. THC tidak larut dalam air dan oleh karena itu tidak

bisa langsung diinjeksikan. Hampir semua pengguna ganja menghisap

ganja dalam bentuk serbuk atau menggunakan bong karena secara kimiawi

dan farmakologi, menghisap ganja merupakan cara yang paling efisien

untuk mendapatkan THC.1,2

C. EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 2006, 40% dari sampel penduduk US berusia ≥ 12 tahun

dilaporkan pernah memakai kanabis selama hidupnya, 10% memakainya

setahun terakhir, dan 8% memakainya sebulan terakhir. Grup pengguna

kanabis selama hidup meningkat dari 17% (usia 12-17 tahun) menjadi

41% (usia 26 tahun ke atas). Angka perhentian pemakaian cukup tinggi:

71% laki-laki dan 78% perempuan yang pernah memakai kanabis selama

hidup mereka dan tidak memakainya lagi setahun terakhir. Grup pengguna

kanabis sebulan terakhir lebih banyak pada laki-laki (8%) sedangkan

perempuan (4%) dan paling banyak pada usia 18-25 tahun (16%).4

5
Estimasi prevalensi pemakaian kanabis adalah pada anak usia sekolah

menengah, anak usia kuliah, dan dewasa muda. Pemakaian kanabis saat

ini sering terjadi pada pemuda di negara-negara berkembang. Kanabis

sudah dicoba oleh banyak dewasa muda di Eropa dan mayoritas pemuda

Australia. Pada negara-negara ini, kebanyakan pengguna kanabis berhenti

di usia pertengahan hingga akhir 20-an. Di US dan Australia, sebanyak

10% dari mereka yang pernah memakai kanabis menjadi pemakai tetap

sehari-hari, dan 20-30% lainnya merupakan pemakai mingguan. Pola

pemakaian kanabis pada negara berkembang berbeda dengan negara-

negara lain yang menggunakan kanabis secara tradisional. Negara-negara

seperti Mesir dan India, kanabis jarang digunakan untuk kenikmatan

semata, dan orang-orang yang menggunakannya merupakan kelompok

yang dipinggirkan secara sosial dalam populasi.4

Pemakaian sehari-hari sampai bertahun-tahun merupakan pola

pemakaian yang paling berisiko untuk menciptakan kesehatan yang buruk

dan konsekuensi psikologi. Pengguna kanabis sehari-hari lebih sering

pada laki-laki dengan tingkat pengetahuan rendah; mereka juga biasanya

mengonsumsi alkohol dan pernah mencoba berbagai obat-obatan terlarang

seperti amfetamin dan psikostimulan lain, halusinogen, sedatif, dan

opioid.4

Ganja merupakan salah satu jenis narkoba yang umum digunakan di

Indonesia. Sebagian besar pengguna ganja pertama kali bereksperimen

6
dengan lintingan ganja di masa remaja. Menurut data terakhir BNN tahun

2014, sebanyak 565.598 remaja usia sekolah adalah golongan pengguna

ganja aktif terbesar kedua setelah golongan pekerja. Sementara itu,

berdasarkan hasil survei yang dilakukan BNN mengenai penyalahgunaan

dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa di 18

provinsi di Indonesia tahun 2016 menunjukkan bahwa ganja merupakan

jenis narkoba yang paling banyak pernah dipakai dan setahun terakhir

dipakai.10

Grafik 1. Jenis Narkoba yang Pernah dipakai & Setahun Terakhir dipakai

Sumber : Ringkasan Eksekutif Hasil Survei BNN Tahun 2016

7
Hubungan Demografik

Usia

Penggunaan ganja pertama kali pada umumnya dimulai pada

pertengahan hingga akhir usia remaja dan penggunaan terberat pada

umumnya terjadi pada usia 20 tahunan. Rata-rata penggunaan ganja relatif

tinggi pada usia awal 20 tahunan dan menurun pada akhir usia 20

tahunan.2

Jenis Kelamin

Rata-rata pengguna ganja pria lebih banyak daripada wanita.

Penggunaan sehari-hari dan dalam jangka waktu yang lama lebih umum

pada pria daripada wanita.2

Pendapatan

Mereka yang menghasilkan uang lebih banyak dilaporkan lebih

memungkinkan menggunakan ganja. Di Amerika, penggunaan ganja

sehari-hari berkorelasi positif dengan pendapatan dan jam kerja.2

8
Etnis

Penelitian yang menggabungkan sampel dari beberapa tahun terakhir

menunjukkan bahwa etnis Afrika Amerika memiliki lebih sedikit

pengguna ganja daripada murid berkulit putih atau Hispanik.2

Availibilitas

Semakin mudah mendapatkan suatu obat, semakin banyak pengguna

obat tersebut.2

D. NEUROFARMAKOLOGI

Komponen utama kanabis adalah ∆9-THC dan tanaman kanabis

mengandung lebih dari 400 bahan kimia dimana 60% diantaranya secara

kimiawi berhubungan dengan ∆9-THC. Pada manusia ∆9-THC dapat

dengan cepat diubah menjadi 11-hidroksi-9-THC, metabolit yang aktif di

sistem saraf pusat.1,2

Reseptor kanabinoid ditemukan dalam konsentrasi tinggi di ganglia

basalis, hipokampus, dan serebelum dengan konsentrasi yang lebih rendah

di korteks serebri. Reseptor ini tidak ditemukan di batang otak dimana hal

ini sesuai dengan efek ganja yang minim terhadap sistem respirasi dan

kardiovaskular. Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa kanabinoid

mempengaruhi neuron monoamin dan gamma-aminobutyric acid

(GABA).1,2

9
Terdapat 2 tipe reseptor kanabinoid yaitu CB1 dan CB2. Reseptor

CB1 ditemukan terutama di otak. Reseptor CB2 berkaitan dengan sistem

imun dan memodulasi respon inflamasi. Reseptor CB1 terlibat dalam

pengaturan mood, kontrol motorik, memori, regulasi food intake, rasa

sakit, fungsi imun dan fungsi reproduksi. Fakta bahwa ganja

menyebabkan gangguan memori jangka pendek sesuai dengan banyaknya

jumlah reseptor CB1 di hipokampus, bagian otak yang paling berperan

untuk memori.2

Tubuh menghasilkan agonis THC endogen, yaitu anandamida (suatu

derivat asam arakidonat) dan N-palmito-etanolamida. Reseptor CB1 dan

CB2 juga merespon terhadap kanabinoid endogen yang dihasilkan secara

alami oleh otak ini.

Satu linting ganja terdiri dari 0.5-1.0 gram kanabis yang mengandung

5-150 mg THC. 2-3 mg THC akan menghasilkan efek yang cukup tinggi

namun singkat untuk pengguna yang hanya sesekali mengkonsumsi ganja.

Satu linting cukup untuk memberikan efek yang diinginkan bagi pengguna

ganja jenis ini. Sedangkan pengguna ganja yang berat membutuhkan

minimal 5 linting per hari untuk mendapatkan efek yang diinginkan.

20 sampai 70% THC ditemukan pada asap yang mencapai paru-paru

dimana hanya 5-24% THC yang mencapai peredaran darah untuk satu

linting ganja.

10
Metode penggunaan yang berbeda menyebabkan absorpsi,

metabolisme dan ekskresi yang berbeda juga. Jika kanabis dihisap, THC

diabsorpsi dari paru-paru menuju peredaran darah dalam hitungan menit.

Metabolit 9-karboksi-THC dapat dideteksi dalam darah dalam beberapa

menit setelah menghisap ganja. Level THC tertinggi dalam darah dapat

dideteksi pada menit ke-10 setelah penghisapan ganja dan menurun 5-10%

dari level awal pada 1 jam. Penurunan yang cepat ini menunjukkan

konversi yang cepat dari THC menjadi metabolitnya dan terdistribusi ke

jaringan lemak termasuk otak.

Jika kanabis ditelan, memerlukan 1-3 jam untuk THC dapat masuk ke

peredaran darah dan hal ini mengurangi efek psikoaktif dari obat ini.

Metabolit 11-hidroksi-THC yang 20% lebih poten dari THC ditemukan

dalam konsentrasi yang tinggi setelah kanabis ditelan.

THC dan metabolitnya merupakan zat yang larut dalam lemak

sehingga dapat tinggal pada jaringan lemak tubuh untuk jangka waktu

yang lama. THC dan metabolitnya dapat menumpuk pada tubuh pengguna

kronis karena clearance yang lambat. THC dan metabolitnya dapat

dideteksi di dalam darah selama beberapa hari sedangkan dapat tertimbun

pada lemak tubuh selama lebih dari 28 hari.

Jika kanabis digunakan seperti rokok (smoked), efek euforia tampak

dalam beberapa menit, mencapai puncak dalam kira-kira 30 menit, dan

berlangsung 2 sampai 4 jam. Beberapa efek motorik dan kognitif

11
berlangsung selama 5 sampai 12 jam. Kanabis juga dapat digunakan

peroral jika disiapkan dalam bentuk makanan, seperti brownies dan cakes.

Kira-kira diperlukan dua sampai tiga kali lebih banyak kanabis yang

dikonsumsi peroral untuk sama kuatnya dengan kanabis yang digunakan

melalui inhalasi asapnya.

E. DIAGNOSA & MANIFESTASI KLINIS

Efek fisik yang paling sering dari kanabis adalah dilatasi pembuluh

darah konjungtiva (yaitu, mata merah) dan takikardi ringan. Pada dosis

tinggi, hipotensi ortostatik dapat terjadi. Peningkatan nafsu makan atau

disebut “the munchies” dan mulut kering merupakan efek umum dari

intoksikasi kanabis. Belum pernah dicatat secara jelas kasus kematian

yang disebabkan oleh intoksikasi kanabis saja, yang mencerminkan tidak

adanya efek dari zat ini pada pernapasan. Efek merugikan potensial yang

paling serius dari dari penggunaan kanabis berasal dari inhalasi

hidrokarbon karsinogenik yang sama-sama ditemukan dalam tembakau

konvensional, dan beberapa data menyatakan bahwa penggunaan kanabis

yang berat berada dalam risiko mengalami penyakit pernapasan kronis dan

kanker paru-paru.1,2

Mereka yang menggunakan ganja sehari-hari selama berminggu-

minggu hingga berbulan-bulan sangat mungkin menjadi ketergantungan.

Risiko terjadinya ketergantungan diperkirakan satu diantara sepuluh

12
pengguna ganja. Semakin muda usia pertama kali menggunakannya,

semakin sering menggunakannya dan semakin lama jangka waktu

penggunaannya maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya

ketergantungan. Diagnosis ketergantungan zat dapat ditegakkan jika

terdapat tiga atau lebih kriteria berikut dan terjadi kapan saja dalam 12

bulan5 :

1. Toleransi

a. Kebutuhan zat yang meningkat untuk mencapai intoksikasi dan efek

yang diinginkan.

b. Efek obat yang semakin berkurang dengan jumlah dan lama

penggunaan yang sama.

2. Gejala putus zat

a. Munculnya gejala putus zat yang khas.

b. Penggunaan zat lain yang memberikan efek yang hampir sama

untuk menghindari gejala putus zat.

3. Jumlah zat yang dikonsumsi semakin banyak dan semakin lama

4. Terdapat kesulitan untuk menguasai perilaku menggunakan zat baik

mengenai mulainya, menghentikannya, ataupun membatasi jumlahnya

(loss of control)

5. Bersedia menghabiskan waktu untuk mendapatkan obat misalnya

mengunjungi beberapa dokter, rela menempuh jarak yang jauh.

13
6. Terjadi gangguan pada kehidupan sosial, pekerjaan dan aktivitas

sehari-hari

7. Terus menggunakan zat meskipun individu menyadari adanya akibat

yang merugikan kesehatannya

F. CANNABIS & PSIKOTIK

Gangguan psikotik akibat kanabis didiagnosis dengan adanya psikosis

akibat kanabis. Gangguan psikotik akibat kanabis jarang terjadi, tetapi ide

paranoid sementara adalah lebih sering. Psikosis yang cukup jelas agak

sering di negara-negara di mana orang-orangnya mempunyai jalur untuk

mendapatkan kanabis dengan potensi yang tinggi. Episode psikotik sering

kali disebut sebagai kegilaan rami (hemp insenity). Penggunaan kanabis

jarang disertai dengan pengalaman khayalan buruk (bad-trip), yang sering

kali menyertai intoksikasi halusinogen. Jika gangguan psikotik akibat

kanabis memang terjadi, keadaan ini mungkin berhubungan dengan

gangguan kepribadian yang telah ada sebelumnya pada orang yang

terkena.1

Psikotik didefinisikan sebagai gangguan yang berat dengan

karakteristik gangguan persepsi (halusinasi) dan gangguan pikir (waham).6

Efek yang paling sering dilaporkan dari intoksikasi sedang akibat

ganja adalah euforia, kesadaran akan adanya perubahan proses pikir, ide-

ide paranoid dan curiga, perubahan pada persepsi waktu, peningkatan

14
sensasi persepsi visual, dan pada dosis yang lebih tinggi, dapat terjadi

halusinasi visual dan auditorik. Beberapa bukti menyatakan bahwa

beberapa pengguna tertentu mencari efek psikomimetik dari penggunaan

ganja dosis tinggi yang lama.7 Pada dosis >0.2 mg/kg, potensi munculnya

gejala yang menyerupai gejala psikotik meningkat secara dramatis. Pada

level penggunaan ini, gejalanya antara lain curiga, gangguan memori,

kebingungan, depersonalisasi, kekuatiran/ketakutan, halusinasi dan

derealisasi. Gejala-gejala ini bersifat sementara namun dapat terjadi

kembali pada penggunaan ganja yang berulang.8

Penggunaan ganja secara kronis berkaitan dengan timbulnya gangguan

psikotik. Penggunaan pertama kali, jumlah penggunaan yang banyak dan

rute menelan (oral lebih berpengaruh daripada dihisap) menjadi faktor-

faktor yang menyebabkan tingginya angka kejadian psikotik akibat

penggunaan ganja. Sebuah studi membandingkan sekelompok orang

dengan gejala psikotik dan terdapat kandungan zat kanabis yang tinggi

dalam urinnya dengan sekelompok orang yang juga mengalami gejala

psikotik namun tidak terdapat kandungan kanabis dalam urinnya

memperlihatkan gejala yang lebih hipomanik, lebih gelisah, lebih

inkoheren dalam berbicara, afek datar yang lebih minim dan halusinasi

auditorik yang lebih sedikit pada kelompok orang dengan kandungan

kanabis yang positif dalam urinnya. Penggunaan ganja umumnya lebih

mengakibatkan psikotik tipe afektif.9

15
Gejala-gejala psikotik akibat penggunaan ganja bersifat akut dan

terjadi dalam durasi yang singkat.

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan

ganja dapat menyebabkan timbulnya skizofrenia pada kelompok orang

yang rentan dimana kondisinya sebelumnya sudah cenderung ke arah

psikotik. Beberapa hipotesis menjelaskan bahwa penggunaan ganja

menjadi salah satu faktor yang mengkontribusi terjadinya skizofrenia.2

Terdapat gangguan sistem neurotransmiter dopamin pada gejala

psikotik karena obat-obatan yang meningkatkan pelepasan dopamin

menyebabkan timbulnya gejala psikotik jika diberikan dalam dosis tinggi

dan obat anti psikotik yang mengurangi gejala psikotik juga mengurangi

kadar dopamin. THC pada kanabinoid meningkatkan jumlah dopamin.2

Terdapat sebuah bukti pada sebuah penelitian yang dilakukan selama

35 tahun di Swedia yang menyebutkan bahwa penggunaan kanabis dapat

mempresipitasi terjadinya skizofrenia pada golongan orang yang rentan

karena adanya riwayat skizofrenia dalam keluarga.2

Faktor genetik meningkatkan risiko terjadinya psikotik pada pengguna

ganja. Dalam sebuah penelitian di Inggris didapatkan bahwa seorang

dengan penggunaan ganja yang sangat berat yang mengalami psikotik

sepuluh kali lebih mungkin memiliki riwayat keluarga yang juga

mengalami psikotik daripada mereka yang mengalami psikotik namun

tidak mengkonsumsi kanabis.2

16
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Kanabinoid bisa dideteksi lewat rambut kepala, rambut pubis, urin,

keringat, air liur, dan darah pengguna. Kanabinoid tersimpan dalam sel

lemak sehingga dapat bertahan dalam tubuh untuk periode waktu yang

lebih panjang dari obat-obatan lainnya. Dalam beberapa kasus,

cannabinoid dapat dideteksi dalam urin sampai 11 minggu setelah

penggunaan. Kanabinoid dapat dideteksi pada rambut, dan beberapa

penelitian mangusulkan bahwa konsentrasi kanabinoid mungkin lebih

tinggi didapatkan pada pubis daripada rambut kepala. Kanabinoid bisa

dideteksi pada air liur dan keringat, tapi konsentrasi kanabinoid dalam

cairan-cairan ini cenderung lebih rendah daripada yang ditemukan di urin,

dan dalam beberapa kasus, cannabinoid mungkin saja tidak bisa terdeteksi

dari cairan-cairan ini.1,2

Kadar kanabinoid dalam darah bervariasi antar individu dan

tergantung pada dosis yang diterima dan juga tergantung riwayat

pemakaian tiap individu. Kadar THC dalam darah berkisar antara 0 – 500

ng/mL, tergantung pada potensi cannabis dan lamanya sejak dihisap.

Deteksi THC dalam darah di atas 10 – 15 ng/mL merupakan bukti riwayat

pemakaian sebelumnya, walaupun memang sulit untuk mengetahui kapan

waktu pastinya. Estimasi waktu yang lebih akurat mengenai waktu setelah

pemakaian terakhir dapat dilihat dari rasio THC terhadap 9-carboxy-THC.

Saat konsentrasi THC dan 9-carboxy-THC sama dalam darah, hal ini

17
merupakan indikasi cannabis yang baru dipakai 20 – 40 menit terakhir,

dan karenanya kemungkinan intoksikasinya tinggi.

Pemakaian kanabis yang sering dapat membuat akumulasi THC dalam

jaringan lemak tubuh manusia bertahan dalam periode waktu yang cukup

lama. Penumpukan kanabinoid dapat menjadi hal yang serius jika THC

merupakan substansi yang tinggi racun yang secara fisiologis aktif dan

terkumpul pada lemak tubuh. Walaupun begitu, THC bukan merupakan

substansi yang tinggi racun, dan faktanya tidak aktif saat terkumpul dalam

lemak.

H. TATALAKSANA

Pemberian obat bagi pasien yang mengalami psikotik akibat

penggunaan zat ditujukan untuk mengurangi gejala psikotiknya. Selain itu,

terapi psikososial tidak kalah penting untuk menangani pasien dengan

masalah ini.6

Terapi bagi pengguna kanabis memakai prinsip yang sama dengan

pengobatan penyalahgunaan zat lain – abstinens dan dukungan. Abstinens

dapat dicapai dengan intervensi langsung, seperti rawat inap, atau melalui

pemantauan yang cermat terhadap pasien rawat jalan dengan

menggunakan skrining urin, yang dapat mendeteksi kanabis sampai 4

minggu setelah penggunaan. Dukungan dapat dicapai melalui individu,

keluarga, dan kelompok psikoterapi. Pengetahuan seharusnya menjadi

18
landasan untuk program abstinens dan dukungan. Seorang pasien yang

tidak mengerti alasan intelektual mengenai masalah penyalahgunaan zat

memiliki motivasi yang kecil untuk berhenti. Untuk beberapa pasien, obat

anti anxietas dapat membantu meringankan gejala putus zat untuk jangka

pendek. Untuk pasien lain, penggunaan kanabis mungkin berhubungan

dengan gangguan depresi sehingga dapat diberikan obat-obatan anti

depresan spesifik.1,6

Beberapa penelitian dan studi klinik menyatakan bahwa sebuah

kelompok terapi memegang peranan penting sebagai landasan dalam

terapi psikososial bagi pasien dengan psikotik. Pasien lebih responsif jika

terapis bertindak sebagai pengasuh dan tidak menghakimi.

Terdapat 5 langkah yang dapat dilakukan untuk menangani pasien ini6:

 Membangun dan mengembangkan aliansi kerja

 Membantu pasien mengevaluasi biaya yang harus dikeluarkan

dalam penggunaan zat yang berkelanjutan

 Membimbing pasien untuk mengembangkan dan membangun

tujuan hidup

 Membantu pasien untuk membangun lingkungan yang suportif

dan gaya hidup yang kondusif untuk mewujudkan abstinens

 Membantu pasien untuk dapat mengantisipasi dan mengatasi

krisis/masalah.

19
BAB III

KESIMPULAN

Penggunaan ganja secara kronis berkaitan dengan timbulnya gangguan

psikotik. Penggunaan pertama kali, jumlah penggunaan yang banyak dan lamanya

durasi penggunaan ganja menjadi faktor-faktor yang menyebabkan tingginya angka

kejadian psikotik akibat penggunaan ganja.

Efek yang paling sering dilaporkan dari intoksikasi sedang akibat ganja adalah

euforia, kesadaran akan adanya perubahan proses pikir, ide-ide paranoid dan curiga,

perubahan pada persepsi waktu, peningkatan sensasi persepsi visual, dan pada dosis

yang lebih tinggi, dapat terjadi halusinasi visual dan auditorik. Pada dosis >0.2

mg/kg, potensi munculnya gejala yang menyerupai gejala psikotik meningkat secara

dramatis.

Pemberian obat bagi pasien yang mengalami psikotik akibat penggunaan zat

ditujukan untuk mengurangi gejala psikotiknya. Selain itu, terapi psikososial tidak

kalah penting untuk menangani pasien dengan masalah ini. Terapi bagi pengguna

kanabis memakai prinsip yang sama dengan pengobatan penyalahgunaan zat lain

yaitu abstinens dan dukungan.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan and Sadock BJ. 2015. Sinopsis Psikiatri: Vol 1. 11th Edition. USA:
Lippincott Wolters Kluwer.
2. Kaplan and Sadock BJ. 2015. Comprehensive Textbook of Psychiatry: Vol 1.
9th Edition. USA: Lippincott Wolters Kluwer.
3. Buku Ajar Psikiatri. Ed 2. 2013. Jakarta: FK UI
4. Rockville, M.D. National Survey on Drug Use and Health. Substance Abuse
and Mental Health Administration. 2007; USA
5. Maslim, Rusdi. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.
Ed 3. Jakarta: FK Unika Atma Jaya
6. Ries, R. 2009. Principles of Addiction Medicine: Vol 1. 4th Edition. USA:
Lippincott Wolters Kluwer.
7. Chopra G. Smith J. Psychotic reactions following cannabis use. Arch Gen
Psychiatry. 1974; 30: 24-27
8. Isbell H. Effects of delta-9-trans-tetrahydrocannabinol in man.
Psychopharmacologia. 1967; 11:184-188
9. Carney P, Lipsedge M. Psychosis after cannabis abuse. Br Med J 1984;
288:1381
10. Ringkasan Eksekutif Hasil Survei BNN tahun 2016.

21

Anda mungkin juga menyukai