Anda di halaman 1dari 14

BAGAIMA KEBIJAKAN WHO DAN ATURAN

KEBIJAKAN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI


GANJA SEBAGAI ALAT MEDIS

Oleh :

FUAD ASHOFI BIN MUALIMIN


NIM : 372016511403

UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR


KAMPUS SIMAN

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ganja adalah tanaman yang terdiri dari biji, bunga, daun, batang dari

cannabis sativa yang di keringkan. Ganja di panggil dalam banyak istilah dengan

mary jane, weed, smoke, reefer dan yerba. Singkat akan sejarah tanaman ganja

yang telah dikenal umat manusia pada sekitar 8000 tahun yang lalu. Tanaman

ganja secara botani yakni petanaman ganja secara tanam lading dengan jumlah

yang cukup banyak digolongkan oleh Lineus pada tahun 1735 sebagai cannabis

sativa yang di peruntukkan untuk keperluan industry, hiburan, dan pengobatan.

Tanaman ganja di kenal sebagai tanaman yang dapat menghasilkan serat untuk

di jadikan benang, tali dan tekstil. Tanaman ini mulai di gunakan dalam dunia

pengobatan di tiongkok pada tahun 2737 SM. Kaisar Shen Neng yang

menganjurkan akan penggunaan tanaman ganja untuk mengobati berbagai

macam penyakit tertentu. Salah satu suku di asia timur menjadikan tanaman

ganja untuk upacara adat dan keagamaan. Melewati samudera tanaman ganja di

kenal oleh masyarakat amerika syarikat pada tahun 1900-an. Sehinggalah pada

akhir tahun 1920-an di siasati bahawasanya tanaman ganja di gunakan dalam

konteks kejahatan. Sampai pada periode 1930-an dan 1940-an, dunia perobatan

dan kedokteran menyanggah dan menolak penggunaan tanaman ganja sebagai

alat medis dan bahan pengobatan. Beranjak ke negara nusantara yaitu negara

Indonesia merujuk dari kamus sejarah Indonesia, cannabis sativa atau di panggil

dengan nama ganja berasal dari laut kaspia, tetapi di laporkan berasal dari

2
kepualauan jawa pada abad ke-10. Berdasarkan kamus tersebut bahawasanya

ganja digunakan sebagai sumber serat dan minuman keras, meskipun

pemakaianya tidak seumum tembakau, opium atau betel. Ganja atau marijuana,

sebagaimana dalam sebuah catatan dari selama penjajahan belanda di jadikan

sebagai “agen intoksikasi” yang mana daun dari ganja di campur dan di bakar

dengan tembakau, terutama di kebanyakan wilayah aceh.

Ganja sendiri sering di kenali sebagai zat yanag bisa menambah akan nafsu

makandan secara berurutan juga berfungsi sebagai penggnati opium, terdapat

juga laporan bahawa irisan dari daun ganja direndam kedalam air dan di

keringkan untuk dilinting di dalam daun palem nipa dan di bakar seperti rokok.

Walaupun ganja biasanya tumbuh di bagian utara pulau Sumatera,

beberapa maklumat mengemukakan bahwa tanaman ganja juga tumbuh dan

dapat membiak di wilayah lain Hindia Belanda seperti di wilayah Batavia

(Jakarta), Buitenzorg (Bogor) dan Ambon. Selama akhir abad ke-19, ganja

masih belum terlalu dikenal di kalangan masyarakat dan penghuni pulau Jawa,

tetapi ada pendapat bahwa tanaman itu mungkin saja telah digunakan di pulau

tersebut mengingat ketidak asingan masyarakat setempat dengan istilah-istilah

seperti ganja, gandja, atau gendji. Rupanya, daun ganja dan opium digunakan

oleh pemilik kedai atau pemilik warung untuk meningkatkan lagi aroma dan efek

narkotik dari tembakau kering yang dilinting dalam daun pisang. Penduduk

kelahiran Indonesia lebih menyukai tembakau yang jauh lebih kuat dari pada

orang-orang Belanda, dan tidak menghindari efeknya yang mampu mengubah

kesadaran.

3
Menurut undang-undang nomor 35 tahun 2009, ganja merupakan jenis

narkotika yang dilarang digunakanuntuk kepentingan pelayanan kesehatan.

Ganja hanya digunakan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Ganja merupakan salah satu narkotika yang sering digunakan di dunia. Hal ini

di sebabkan oleh efek dari Delta-9-Tetrahydrocannabinol (THC) yang

tergolong cepat, sehingga dapat memengaruhi perasaan, penglihatan, dan

penndegaran. Ganja sendiri dapat menyebabkan daya ketagihan dimana

semakin lama dosis pemakaiannya semakin meningkat sehngga mengakibatkan

efek halusinasi dan perasaan.

Peletakan nama ganja dalam masyarakat pada umumnya adalah amat

sangat beridentik dengan pandangan yang cenderung negatif sehingga dapat

merungkap banyak kasus akan pelanggaran tentang pemakaian, penyimpanan,

dan sehingga memelihara tanaman ganja yang disebut sebagai narkotika

golongan pertama , sampai saat ini telah banyak testimoni yang tersebarkan oleh

segelintir masyarakat teruntuk ganja dalam pandangan positif yaitu dalam

konteks pemakaian ganja untuk medis dan bahan perobatan. Bisa di bilang

inilah jenis narkotik yang paling kontrovensi di setiap belahan negara-negara,

banyak negara sampai saat ini telah mencabut larangan terhadap pemakaian

ganja. Banyak percobaan atas pelegalan ganja dalam setiap negara-negara

berkembang termasuklah negara Indonesia sendiri dari kelompok-kelompok

yang mendukung adanya perbebasan untuk memakai ganja dalam bentuk

peralatan medis maupun perobatan. Pelegalan ganja dapat dilihat dari beberapa

negara-negara maju seperti Meksiko, belanda, dan jajaran negara amerika

4
syarikat termasuklah negara-negara maju yang telah memberi izin terhadap

pamakaian ganja secara lingkup luas dalam kadar tertentu sehingga terdapat

kebijakan-kebijakan negara mereka masing masing terhadap pemakaian ganja

tersebut seperti Colorado dan Washington, bahkan Alm. Gus Dur, saat ketika

beliau menjabat sebagai presiden sempat mempunyai pikiran dalam sebuah

opini untuk melegalkan ganja dengan pengawasan yang tersendiri di Indonesia.

Para kelompok-kelompok pendukung marijuana medis bergagasan dan

perpendapat bahawasnya hal itu dapat menjadi pengobatan yang aman dan

dalam kondisi yang efektif untuk pengidap gejala kanker, AIDS, multiple

sclerosis, glukoma, epilasi. Kebijakan atas toleransi untuk menggunakan ganja

amat di jaga ketat dengan syarat maksimal kepemilikan ganja tersebut dan di

setiap negara memiliki kebijakan yang tersendiri akan pemakaian dan juga

kepemilikannya.

Pada tahun 2014, Badan Narkotika Nasional (BNN) melaporkan bahwa

ada sekitar dua juta pengguna ganja di Indonesia, menjadikan ganja sebagai zat

yang paling banyak digunakan di Indonesia, diikuti oleh stimulan jenis

amfetamin (Amphetamine-Type Stimulants, ATS) seperti metamfetamin

(shabu) dan ekstasi.2 Hampir semua ganja yang dikonsumsi di Indonesia

diproduksi di Aceh, bagian paling-ujung utara pulau Sumatera, serta di

beberapa wilayah lain di Sumatera, yang kemudian didistribusikan ke seluruh

negeri. Budidaya ganja skala kecil juga mungkin ditemukan di dan diangkut

dari Garut, Jawa Barat, serta Papua, sebagaimana yang disampaikan oleh

lembaga advokasi Lingkar Ganja Nusantara (LGN).

5
Menurut PKNI (Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia), meskipun

dikategorikan sebagai obat Golongan I (yakni zat yang sangat berbahaya yang

tak mempunyai nilai medis), banyak sekali pengguna napza yang menganggap

ganja tidak begitu berbahaya dibandingkan dengan zat terlarang lainnya,

terutama jika dibandingkan dengan zat-zat yang lebih adiktif seperti heroin.

Meskipun demikian, karena meningkatnya sikap anti-napza yang ditunjukkan

oleh pemerintah Indonesia melalui kebijakan nol-toleransi terhadap

penggunaan napza, penggunaan ganja jarang sekali diangkat sebagai topik

pembahasan secara khusus. Aspek-aspek budaya, tradisional, dan potensi medis

tanaman ganja yang signifikan di negeri ini pun jarang dibicarakan.

Karena perundang-undangan anti-narkotika yang ada saat ini ada

banyak hambatan dalam proses penelitian tentang ganja, baik dalam penelitian

medis dan ataupun penelitian antropologi. Peranan atas ganja sendiri, pihak

kesehatan dunia telah menjelaskan banyak segi negatif yang akan menimpa

setelah penggunaan ganja dan begitu juga neegara-negara berkembang

kekurangan akan penelitian yang terbatas lagi tidak sistematis, namun tidak ada

alasan apriori untuk memperkirakan bahwa efek biologis pada individu dalam

populasi ini akan sangat berbeda sadar bahwa ganja ini telah di legalkan serta

telah diamati di negara-negara seperti amerika dan negara maju yang lain

tertutup dengan konsekuensi lainya mungkin berbeda mengingat perbedaan

budaya dan sosial antar negara.

6
1.2 TUJUAN PENELITIAN RUMUSAN MASALAH / PERTANYAAN

PENELITIAN

Bahwasanya banyak yang kita ketahui tentang ganja adalah identik

dengan barang yang amat di jaga ketat akan pemakaian nya sehingga

keberadaan barang ini dapat di hukum pidana apabila seseorang tertangkap

dalam mengosumsi atau meyimpanya, di sebuah pernyataan undang-undang

narkotika no. 35 tahun 2009 pasal III, setiap orang yang tanpa hak atau melawan

hukum menanam, memelihara, menyimpan, menguasai atau menyediakan

narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman, di pidana denganpenjara paling

singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun, dan pidana denda paling sedikit 800

juta dan paling banyak Rp 8 miliar. Dengan ini kita dapat mengungkapkan atas

hal yang tidak seharusnya kita lakukan sehinggalah ada beberapa kecil hal yang

dapat pemakaian narkotika golongan 1 tersebut dengan pertimbangan yang

amat kecil yang dapat di pertimbangkan oleh negara ini, hal ini tidak di

peruntukkan oleh beberapa negara yang telah melegalkan akan pemakaian ganja

tersebut.

Muncul sebuah pertanyaan bagaimanakah kebijakan dan aturan yang

benar terkait pemakaian narkotika golongan 1 ini dan bagaimana peran badan

organisasi kesehatan dunia terhadap ganja sendiri.

1.3 PENELITIAN TERDAHULU

Berisikan penjelasan tentang penelitian – penelitian terdahulu ( bisa

skripsi, tesis, disertasi, jurnal penelitian, dll ), yang dijadikan acuan dalam

penelitian penulis. Min. 2 penelitian terdahulu.

7
Bahan penelitian pertama dilakukan oleh Dania Putri dan Tom

Blickman tahun 2016 bulan januari dengan judul ganja di Indonesia, pola

komsumsi, produksi, dan kebijakan. Penelitaian tersebut membahas tentang

Penggunaan ganja tradisional di Indonesia kebanyakan ditemukan di bagian

utara pulau Sumatera, khususnya di wilayah Aceh, ganja adalah zat terlarang

yang paling banyak digunakan di Indonesia, ambiguitas perundang-undangan

tentang napza, upaya pemerintah dalam mengurangi tingkat over-kapasitas

penjara dengan memberlakukan dekriminalisasi atas konsumsi ganja. Dengsn

menarik sebuah kesimpulan bahwasanya Penggolongan ganja (Golongan I)

yang masih ketinggalan zaman ini tampaknya memiliki dampak negatif bagi

pelanggar hukum seperti pengguna dan petani ganja. Lebih pentingnya lagi, hal

ini juga menimbulkan dampak negatif bagi mereka yang menjadi korban

distribusi jenis napza adiktif seperti heroin dan kristal metamfetamin. Dengan

mengalokasikan sumber daya negara yang terbatas untuk upaya penangkapan,

penuntutan, pemenjaraan, dan program rehabilitasi paksa yang sebenarnya tidak

dibutuhkan oleh banyak pengguna ganja dan jenis napza lainnya, pemerintah

masih belum berhasil dalam menjawab kebutuhan nyata pengguna ganja.

Kelompok ini akan terus terpinggirkan, kecuali jika pemerintah dapat

memberlakukan kebijakan yang berbasis ilmiah di bawah prinsip-prinsip harm

reduction (pengurangan dampak buruk dari konsumsi napza). Eskalasi perang

melawan napza di negeri ini juga mengakomodasi praktek-praktek korupsi dan

pemerasan yang dilakukan oleh kalangan aparat penegak hukum, yang

memperoleh keuntungan dari kebijakan prohibitionist yang berlaku saat ini.

Praktek-praktek seperti ini pada kenyataannya menimbulkan banyak korban,

8
terutama di kalangan pengguna napza dan pelanggar hukum narkotika yang

rentan secara ekonomi (misalnya kurir skala kecil atau petani ganja).

Bahan penelitian yang kedua dilakukan oleh Aidia MJ dengan judul

Pengertian Definisi Jenis dan Golongan Narkoba, membahas akan definisi

setiap macam-macam narkoba sehingga dampak bagi beberapa golongan dan

kelompok.peringkasan dari kesimpulan dari judul ini bahwa Penyalahgunaan

narkoba adalah penggunaan narkoba di luar keperluan medis, tanpa pengawasan

dokter dan merupakan perbuatan melanggar hukum, narkoba sendiri dapat

menimbulkan dampak yang membahayakan baik fisik maupun psikis pada

pengguna narkoba, selain itu narkoba berdampak pada lingkungan pengguna

narkoba tersebut. Penyalahgunaan narkoba sendiri di Indonesia tidak hanya di

kalangan orang dewasa melainkan kalangan remaja bahkan anak ? anak usia

sekolah, mereka dijadikan sasaran atau target utama dalam peredaran narkoba.

aspek afektif dimana menyangkut emosional subyektif remaja terhadap

penyalahgunaan narkoba, aspek ini merupakan bentuk evaluasi terhadap obyek

dimana remaja dapat menilai apakah remaja mendukung-tidak mendukung atau

setuju-tidak setuju, menolak-tidak menolak penyalahgunan narkoba dan aspek

ketiga adalah aspek konatif yaitu berdasarkan pada informasi, pengetahuan dan

penilaian terhadap penyalahgunaan narkoba maka timbul suatu kecenderungan

bertindak, ini dapat berupa tingkah laku yang nampak dan dapat diamati baik

itu dalam bentuk pernyataan atau ucapan dan ekspresi atau mimic yang

menggambarkan bentuk penilaian berdasarkan emosi subyektif remaja terhadap

penyalahgunaan narkoba, menghindari atau menjauhi penyalahgunaan narkoba.

9
1.4 KERANGKA TEORI / KONSEP ( bagi yang mau menggunakan

KERANGKA PEMIKIRAN juga dipersilahkan )

Organisasi Kesehatan Dunia telah menyatakan bahwa CBD - properti

relaksan ganja yang digunakan dalam ganja medis - seharusnya bukan obat

terjadwal.

Karena legalisasi ganja telah menyebar dengan cepat ke seluruh Amerika

Serikat dan di seluruh dunia, pejabat kesehatan telah memperingatkan bahwa

kita tidak memiliki cukup penelitian untuk menyingkirkan sisi bawah apapun.

Tapi hari ini, setelah berbulan-bulan melakukan musyawarah dan penyelidikan,

WHO telah menyimpulkan bahwa cannabidiol (CBD) adalah perawatan yang

berguna untuk perawatan epilepsi dan paliatif, dan tidak menimbulkan risiko

kecanduan. Dengan konsep yang di bangun oleh badan kesehatan dunia

terhadap ganja medis diatas bertolak belakangi akan hukum nasional menurut

undang-undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.

Pasal 8 (1) Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan

pelayanan kesehatan.(2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat

digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah

mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas

Obat dan Makanan. Tinjauan untuk konsep diatas menggunakan konsep WHO

di latar belakangi oleh aturan dan kebijakan masing masing actor dalam

peraturan dan kebijakan mereka. Membandingi antara suatu kebijakan dengan

kebijakan yang telah di tetapkan oleh sebuah negara yaitu negara Indonesia.

10
1.5 Metodologi Penelitian

1.5.1 Tipe Penelitian

Penelitian deskriptif / eksplanatif?

Menarik pembahasan dalam penelitian ini dengan judul kebijakan WHO

dan aturan kebijakan Indonesia terhadap ganja medis beralurkan penelitian

yang deskriptif untuk mengetahui bagaimanakah kebijakan WHO dan

aturan kebijakan republik Indonesia mengenai ganja sebagai alat pegobatan.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh sebagai pendukung penelitian ini, diperoleh

melalui studi literatur ( library research )1. Penelitian ini menggunakan

buku, jurnal penelitian, artikel ilmiah, dan bentuk literatur lainnya sebagai

data. Data tersebut akan dikumpulkan, dikelompokkan, kemudian dianalisa

untuk melihat data manakah yang dapat membantu menjelaskan masalah

dalam penelitian ini.

1.6.3 Jenis Data

Jenis data yang digunakan sebagai penunjang tulisan ini adalah berbagai

bentuk literatur seperti buku-buku konvensional, ebook, kumpulan-

kumpulan artikel ilmiah yang memiliki isu terkait bahasan penelitian, jurnal

ilmiah. Data-data tersebut diperoleh melalui internet maupun perpustakaan.

1
Sumadi Suryabrata,1997, Metodologi Penelitian, Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada

11
1.6.4 Teknik Analisa Data

Pengumpulan data melalui cara kualitatif seperti pengumpulan

informasi dari pelbagai jurnal, halaman internet, ebook, dan penelitian yang

pernah tersinggungkan akan keberadaan judul diatas demi mendapat

informasi dan data yang diinginkan oleh peneliti.

1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian

1.7 Argumen Dasar / Hipotesa

hukum itu adalah kontruksi sosial yang dibangun untuk menjadi

landasan kita bermasyarakat dan tidak menutup kemungkinan pasal itu tidak

dapat di kaitkan dalam sebuah keperluan yang seperti halnya pengobatan bagi

seseorang, pasal itu bertujuan hanya untuk pemberantasan peredaran gelap bagi

penjenayah narkotika yang salah pengunaan narkotika tersebut, sehingga hal

ini yaitu ganja dalam penggunaan medis memberi peluang untuk badan

kesehatan dan badan narkotika meyelidiki manfaat yang di peruntukkan oleh

zat golongan 1 tersebut

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN terdiri atas :

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Penelitian Terdahulu

1.5 Landasan Teori / Konsep

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian

12
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

1.6.3 Jenis Data

1.6.4 Teknik Analisa Data

1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian

1.7 Argumen Dasar

1.8 Sistematika Penulisan

BAB II berjudul : Bahasan apa yang akan dibahas di BAB ini

Kebijakan WHO dan aturan kebijakan Indonesia terhadap ganja dalam konteks

pengobatan.

BAB III berjudul : Bahasan apa yang akan dibahas di BAB ini

Kebijakan WHO dan aturan kebijakan Indonesia terhadap ganja dalam konteks

pengobatan.

BAB IV : KESIMPULAN dan SARAN

13
DAFTAR PUSTAKA

References
Anderson, C. (2016). Cannabis: Hoe to start a successfully medical cannabis.

Backes, M. (2017). Cannabis Pharmacy: The Practical Guide to Medical Marijuana.

Birnbaum, L. J. (2017). CBD: APatient's Guide to Medical Cannabis--Healing Without The


High.

Conscious, R. A. (2015). Medical Cannabis Therapy: self-medication.

feeney, r. b. (2007). medical marijuana law.

Johnson, A. T. (2009). medical marijuana and marijuana use.

Mickey Maratin, E. R. (2012). Medical Marijuana 101.

Ramsay, B. T. (2014). Grow Marijuana Weed Indoor or Outdoor: Easy Growing Medical
Cannabis.

SIrcus, D. M. (2015). medical marijuana. isbn.

sulistriandriatmoko. (2017, april 5). kebijakan pengunaan ganja untuk medis. (kompas,
Interviewer)

V.Rosenfeld, S. (2010). forms and financials for the medical marijuana industry.

14

Anda mungkin juga menyukai