Anda di halaman 1dari 9

Mega Ayu Ardhaneswari (1610711093)

VAP Bundle Care


Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami pasien selama dirawat di
rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat terjadi akibat adanya transmisi mikroba patogen yang
bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Kerugian dari infeksi nosokomial
adalah hari rawat penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta
menjadi bukti yang menunjukan bahwa manajemen pelayanan medis di rumah sakit tersebut
kurang bermutu.1 Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2002,
angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit sekitar 3 – 21% (rata-rata 9%).

Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah infeksi nosokomial yang


seringditemukan, dengan salah satu faktor risiko utama adalah pada penggunaan alat bantu
napas berupa ventilator mekanik, terutama pada pasien ICU. Berbagai penelitian terhadap
pencegahan infeksi nosokomial telah banyak dilakukan, begitu pula dengan penelitian
pencegahan VAP. Salah satu langkah pencegahan yang telah diterbitkan oleh The Institute
for Healthcare Improvement (IHI) adalah menciptakan Ventilator Bundle (VB) yang
merupakan serangkaian intervensi berbasis bukti, jika diimplementasikan bersama-sama
untuk semua pasien dengan ventilasi mekanik, akan mengakibatkan penurunan drastis dalam
angka kejadian VAP. VB telah banyak diterapkan di berbagai rumah sakit. Rumah Sakit
Albany, New York, setelah diterapkan VB dengan kepatuhan sebesar 100 %, 6 bulan
kemudian kejadian VAP menjadi nol.

Ventilator bundle adalah serangkaian intervensi yang merupakan langkah-langkah


perawatan pada pasien yang terpasang ventilator mekanik. Dimana VB ini diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan bagi pasien dan mencegah terjadinya infeksi nosokomial, khususnya
VAP. Lama penggunaan ventilator mekanik pada 53 sampel ditemukan dengan rincian yaitu
lama penggunaan ventilator mekanik 24-48 Jam dan <48 Jam. Dengan hasil 35 pasien dengan
penggunaan >48 jam. Pada penelitian Anton dkk dinyatakan jika pada pasien dengan lama
pemakaian ventilator >48 jam memiliki lebih banyak resiko mengalami infeksi nosokomial
yang salah satunya adalah VAP dibandingkan pada pasien dengan lama <48 Jam.

Berdasarkan indikasi penggunaan ventilator mekanik, peneliti menemukan bahwa dari


53 sampel pasien, penurunan kesadaran merupakan indikasi yang paling banyak ditemukan
sebagai indikasi pemasangan ventilator mekanik yakni sebanyak 22 pasien post operasi, 15
pasien dengan indikasi penurunan kesadaran dan 16 pasien dengan indikasi gagal napas. Dari
ke 53 sampel penelitian 58.5 % pasien berjenis kelamin perempuan, dan untuk laki-laki
memiliki presentase sebesar 41.5 %. Pada studi yang dilakukan oleh Marc dkk pada hasil
penelitian nya di dapatkan jika pasien dengan jenis kelamin laki-laki 2 kali lebih beresiko
mengalami VAP dibandingkan pada pasien dengan jenis kelamin perempuan.

Rentang usia dari ke-53 sampel didapatkan jika 50-64 tahun merupakan rentang usia
dengan presentase sebesar 50.94%. Jika mendasar pada penelitian Ozkurt dkk maka pasien
dengan usia 50 – 70 tahun memiliki resiko yang lebih besar untuk terjadinya VAP.
Begitupula pada studi yang dilakukan oleh Marc, Weinstain dkk pasien berusia >60 tahun
memilki resiko sebanyak 5.1 kali akan mengalami VAP jika mengacu pada penelitian ini
maka lebih dari setengah pasien dengan penggunaan ventilator mekanik beresiko mengalami
VAP.

Penilaian penggunaan elemen VB, yang pertama adalah penilaian terhadap elevasi
kepala HOB 30 sampai 45 dimana dari ke-53 sampel penelitian hanya ditemukan 5 pasien
yang tercatat secara jelas di catatan medik bahwa pasien dilakukan elevasi kepala 30
sampai 45 . Elemen pertama VB adalah elevasi kepala HOB 30 -45 , dari hasil penelitian
diketahui bahwa tidak semua pasien sampel penelitian yang tercatat mendapat perawatan VB
secara lengkap. Pada studi yang dilakukan oleh Metheny dkk didapatkan pasien dengan
elevasi HOB <300 merupakan faktor resiko yang bernilai signifikan terhadap terjadinya
aspirasi dan pneumonia.

Tidak berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Drakulovic dkk di salah
satu rumah sakit universitas tingkat tersier di Spanyol, didapatkan hasil yaitu angka
terjadinya lebih banyak ditemukan VAP sebanyak 23% pada pasien dengan posisi terlentang
dan 5% pasien dengan posisi semi tegak yakni elevasi 30 sampai 45 .

Begitu pula dengan penelitian Marc dkk yang menerangkan jika pasien dengan posisi
terletang 2.9 kali lebih beresiko terkena VAP. Beberapa pihak terkait dengan ICU RSUP
Dr.Kariadi menyatakan bahwa pada pasien dengan penggunaan ventilator mekanik wajib
dilakukan elevasi kepala 30 sampai 45 . Akan tetapi peneliti hanya menemukan 5 pasien
dari 53 yang diberikan keterangan secara lengkap terkait tindakan elevasi kepala HOB. Oleh
karena itu peneliti menjadi kesulitan dalam menentukan bagaimana penerapan elemen
pertama dari VB.
Penilaian penggunaan pada elemen kedua VB yakni penghentian secara berkala agen
sedasi dan penilaian kesiapan ekstubasi dimana pada penelitian ini tidak ditemukan sama
sekali catatan tentang penerapan elemen kedua tersebut. Pada studi yang dilakukan oleh
Monika dkk di 250 rumah sakit di AS didapatkan bahwa penggunaan elemen VB kedua
tersebut memiliki asosiasi yang kuat terhadap penurunan angka kejadian VAP.

Kelemahan dari penggunaan elemen ini adalah harus memenuhi kriteria yang cukup
banyak dan penilaian ini diperlukan pemantauan yang cukup ketat dari perawat dan dokter,
untuk menghindari self-extubation. Peneliti menyimpulkan bahwa faktorfaktor di atas
memiliki pengaruh terhadap hasil dari penggunaan elemen ini dan mempengaruhi hasil
pengamatan. Elemen VB yang ketiga adalah pemberian profilaksis TVD. Pada penelitian ini
didapatkan presentase sebanyak 33.96% yakni sekitar 18 dari 53 sampel penelitian tercatat di
berikan profilaksis TVD. Jenis obat yang digunakan untuk profilaksis TVD pada 18 sampel
penelitian hanya 1 jenis saja, yaitu heparin. Heparin adalah antikoagulan yang diberikan
secara parenteral, mekanismenya adalah dengan meningkatkan efek antitrombin III.
Pemberian heparin tidak memerlukan pemantauan dengan laboratorium, sederhana, tidak
mahal, dan aman.

Pemberian profilaksis penting sebagaimana pengamatan yang dilakukan oleh


beberapa peneliti, menyatakan sekitar 10% - 33% dari seluruh pasien di rumah sakit
menderita TVD, dimana lebih dari 10% dari pasien yang menderita TVD di rumah sakit
adalah pasien ICU dengan sakit kritis, dimana 23% pasien dengan TVD dapat mengalami
komplikasi berlanjut.13 Namun, pengamatan yang dilakukan oleh peneliti penggunaan
profilaksis TVD belum maksimal. Pofilaksis ulkus peptikum merupakan elemen keempat dari
penilaian penggunaan VB dimana berdasarkan penelitian ini semua pasien tercatat telah
menerima pemberian profilaksis ulkus peptikum dengan presentase penggunaan mencapai
100% dimana semua pasien dengan penilaian penggunaan VB seluruhnya mendapatkan
profilaksis ulkus peptikum. Ditemukan 2 jenis golongan obat yang dipakai sebagai profilaksis
ulkus peptikum yakni golongan PPI dan antagonis H2. Pemberian obat profilaksis dapat
menurunkan volume isi lambung dan meningkatkan pH. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Clark dkk mengemukakan bahwa premedikasi ranitidine lebih baik dari pada PPI dalam
menurunkan volume sekresi gaster dan meningkatkan pH lambung.

Elemen kelima dari VB adalah pemberian oral care chlorhexidine, tapi pada penelitian
kali ini peneliti tidak dapat menemukan jenis preparat yang diberikan pada pasien. Karena
penelitian ini berdasarkan data sekunder dan peneliti tidak menemukan data yang jelas
tentang penggunaan jenis preparat oleh karena itu peneliti hanya dapat mendeskripsikan
pemberian oral care hygiene. Berdasarkan catatan rekam medik ditemukan bahwa semua
sampel diberikan oral care hygiene. Dimana oral care hygiene ini dimaksudkan untuk dapat
mengurangi kuman di mukosa mulut dan mencegah kolonisasi kuman di saluran napas agar
resiko terjadinya VAP dapat menurun. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
IHI dimana intervensi dalam bentuk oral care hygiene dapat menurunkan resiko pasien ICU
terhadap VAP.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ICU RSUP Dr.Kariadi sudah menerapkan
akan pentingnya oral care hygiene pada pasien dengan penggunaan ventilator mekanik.
Berdasarkan elemen lengkap, tidak lengkap, dan tidak tercatat pada penilaian VB maka
ditemukan bahwa seluruh pasien tercatat menerima perlakuan VB, hanya saja pada catatan
penggunaannya belum mencapai elemen lengkap pada masing-masing pasien. Berbeda
dengan penerapan VB di rumah sakit Albany Memorial Hospital, Albany New York. VB
telah diterapkan sebagai standar pelayanan yang harus dilakukan terhadap pasien ICU dengan
ventilator mekanik, dimana penerapannya memerlukan kerja sama dari dokter, perawat
maupun dari farmasi, dan didapatkan hasil penerapan VB mencapai 100% sehingga dapat
menurunkan hingga angkakejadian VAP menjadi 0.

Faktor-faktor kelemahan dari penelitian ini antara lain tidak lengkapnya data catatan
rekam medik, kesulitan membaca catatan rekam medik serta keterbatasan dalam hal
prosedural penelitian dan waktu penelitian. Sehingga peneliti masih belum menemukan
pasien dengan penggunaan VB secara lengkap. Penelitian pengunaan VB pada pasien dengan
ventilator mekanik ini masih merupakan penelitian yang pertama di bagian ICU RSUP
Dr.Kariadi dan bersifat deskriptif, sehingga dimasa mendatang, penelitian ini dapat
dikembangkan menjadi penelitian pengembangan tool checklist VB dan monitoring dengan
intervensi maupun observasi langsung.

Ventilasi mekanik (ventilator) memegang peranan penting bagi dunia keperawatan


kritis, dimana perannya sebagai pengganti bagi fungsi ventilasi bagi pasien dengan gangguan
fungsi respiratorik (Sundana, 2014). Ventilator merupakan alat bantu pernafasan bertekanan
negatif atau positif yang menghasilkan udara terkontrol pada jalan nafas sehingga pasien
mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Dimana
tujuan dari pemasangan ventilator tersebut adalah mempertahankan ventilasi alveolar secara
optimal untuk memenuhi kebutuhan metabolik pasien, memperbaiki hipoksemia, dan
memaksimalkan transport oksigen. Dua cara dalam menggunakan ventilasi mekanik yaitu
secara invasif dan non invasif. Pemakaian secara invasive dengan menggunakan pipa Endo
Tracheal Tube (ETT) yang pemasangannya melalui intubasi, dimana pemasangan pada pipa
ETT akan menekan sistem pertahanan host, menyebabkan trauma dan inflamasi lokal,
sehingga meningkatkan kemungkinan aspirasi patogen nasokomial dari oropharing disekitar
cuff (Setiadi & Soemantri, 2009).

Pemakaian secara non invasif dengan menggunakan masker, penggunaan ventilator


non invasif ini di ICU jarang ditemukan, karena tidak adekuatya oksigen yang masuk
kedalam paru-paru, kecenderungan oksigen masuk kedalam abdomen, maka dari itu
pemakaian ventilator non invasif jarang sekali digunakan (Sherina & RSCM, 2010).
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah jenis infeksi paru-paru yang terjadi pada
orang-orang yang terpasang mesin pernafasan (ventilator) dirumah sakit selama lebih dari 48
jam.VAP adalah infeksi yang biasa ditemui dalam situasi perawatan kritis.Prevalensi
sebelumnya dan studi kohort prosfektif telah menunjukan bahwa VAP dikaitkan dengan
angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi berkepanjangan di ICU serta yang tinggal
dirumah sakit (Jansson, Kokko, Ylipalosaari, Syarjala, & Kyngas, 2013).

Angka kejadian VAP dilaporkan terjadi 9-27% dari semua pasien yang terintubasi
(Mohamed, 2014). Tingkat keseluruhan Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah 13,6
per 1.000 ventilator sesuai dengan International Nasocomial Infection Control Consortium
(INICC). Ringkasan laporan data untuk 2003- 2008 dibandingkan dengan 3,3 per 1.000
ventilator hari di US National Healthcare Safety Network (NHSN; sebelumnya National
Nasocomial Infection Surveillance System (NNIS)). Pentingnya masalah ini tercermin pada
tingginya insiden dan membuat VAP antara infeksi yang paling umum di ICU dan
pengobatan dengan biaya tinggi, dengan jumlah hari rawat yang lebih besardi ICU, durasi
yang lebih lama dari ventilasi mekanis, dan kematian lebih tinggi (Mohamed, 2014).

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi VAP adalah dengan VAP Bundle.
VAP bundel digambarkan sebagai sekelompok intervensi berbasis-bukti yang akan
membantu mencegah VAP. Pentingnya Bundle dalam pencegahan infeksi nasokomial VAP
dapat mengurangi biaya 10 kali lipat dan meningkatkan hasil pasien terkait dan keselamatan
pasien dan kualitas pelayanan. Intervensi keperawatan kritis dilakukan secara rutin telah
terbukti mengurangi angka kejadian VAP. (The Institute for Healthcare Improvement, 2006).
The Centers for Disease Control and Prevention (CDC, 2003) dan An European Care Bundle
(Rello et al., 2010) telah merancang VAP bundle untuk membantu mengurangi atau
menghilangkan VAP dan mempromosikan kepatuhan terhadap pedoman bukti dasar, dalam
rangka meningkatkan hasil pasien. Tindakan yang dilakukan seperti elevasi kepala tempat
tidur (HOB) 300 -450 , sedasi harian, Deep Vein Trombosis (DVT) prophylaxis, ulkus
peptikum prophylaxis, perawatan mulut (oral care). Dengan seringnya intervensi keperawatan
yang dilakukan oleh petugas yang merawat, berakibat terjadinya penyebaran organisme dari
klien ke klien lainnya. Infeksi silang bisa disebabkan oleh perawat, dokter dan staf lainnya
yang menjadi medium utama peyebaran infeksi nasokomomial.Tingginya angka infeksi
nasokomial ini tidak terlepas dari peranan tenaga kesehatan terutama tenaga keperawatan
sebagai tenaga mayoritas di rumah sakit (Saanin, 2006).

Perawat yang bekerja pada area critical care harus ditunjang dengan kemampuan,
perawat yang professional, berpengalaman, serta mampu mengunakan peralatan modern
khususnya ventilasi mekanik (Dewi & dkk, 2014). Tindakan perawatan ventilasi mekanik
merupakan salah satu aspek kegiatan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sehari-
hari dalam fungsi independen dan interdenpenden dengan tim medis. Menurut penelitian di
Filandia tahun 2013, pengetahuan perawat perawatan kritis tentang kepatuhan terhadap
pedoman bukti dasar (EBGs/Evidence-based guidelines), untuk mencegah VAP saat ini
terbatas.Kurangnya pengetahuan mungkin menjadi penghalang terhadap kepatuhan
EBGs.Meskipun seringnya pengingat dan pendidikan tambahan, kepatuhan dan sikap
terhadap EBGs dilaporkan miskin (Jansson, Kokko, Ylipalosaari, Syarjala, & Kyngas, 2013).

Penelitian di Amerika tahun 2012 menegaskan, pendidikan akan meningkatkan hasil


pada pasien yang memerlukan ventilasi mekanik, dan pendidikan lanjutan sangat penting
untuk perawat yang berkualitas. Dokter dengan gelar Doktor dari praktek keperawatan sangat
berperan aktif dalam memfasilitasi kompetensi untuk perawat dalam masalah kesehatan
berkualitas, dan harus mengembangkan strategi untuk melaksanakan pedoman VAP dan
memperluas basis pengetahuan mereka dengan memberdayakan profesi keperawatan untuk
mengobati bukti-dasar pengurangan kejadian VAP.Disamping itu, perawat harus memiliki
tanggung jawab untuk memahami penyebab VAP (Gallagher, 2012).

Menurut (Notoadmojo, 2012) perilaku seseorang terbentuk dari pengetahuan, sikap


dan tindakan yang saling mempengaruhi satu sama lain, dimana pengetahuan merupakan
syarat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dengan kata lain, pengetahuan
perawat sangatlah penting dalam melakukan perawatan ventilasi mekanik yang berpengaruh
terhadap perilaku perawat dalam melakukan penerapan tindakan ventilasi mekanik yang baik.
Referensi
Institute for Healthcare Improvement. Ventilator Bundle(Internet).c2010 (update 2013 Maret
15; cited 2013 November 11) Available from:
http://www.ihi.org/Engage/Memberships/MentorHospitalRegistry/Pages/Vent
ilatorBundle.aspx

Institute for Healthcare Improvement. Implement the IHI


VentilatorBundle(internet).c2011(updated 2011 Februari 8; cited 2013 November 11).
Available from: http://www.ihi.org/IHIofferings/MembershipsandNetworks/MentorHosp
italRegistry/VentilatorBundle.aspx.

Anton Y. Peleg, M.B., B.S., M.P.H., and David C. Hooper, M.D.HospitalAcquired Infections
Dueto Gram-Negative Bacteria. N Engl J Med 2010;362:1804-13.

Ozurt, Sungkurtekin, Adyemir, Atalay, et al 2007. Ventilator Associated Pneumonia.


Retrospective Result in Intensive Care unit.The Internet Journal of gastroenterology,5.

O’Keefe GE, Caldwell E, Cuschieri J, Wurfel MM, Evans HL. Ventilator associated
pneumonia: bacteremia and death after traumatic injury. JTrauma Acute Care Surg.
2012;72(3):713-719.

Pogorzelska,M., Stone,W., et al 2011 Impact of the ventilator bundle on ventilator associated


pneumonia in intensive care unit, International Journal for quality in Health Care, 23, 538-
544.

Wicaksono, Satrio A., Listianto, Jati.,Leksana, Ery. Pengaruh Profilaksis Trombosis Vena
Dalam dengan Heparin subkutan dan Intravena terhadap Aptt dan Jumlah Trombosit pada
Pasien Kritis di ICU RSUP Dr.Kariadi Semarang. Jurnal Anestiologi Indonesia. 2012;IV(3) :
171

Clark, Lam LT, Gibson S, Currow D (2009). The effect of Ranitidine versus Proton Pump
Inhibitors on Gastric Secretions : a meta-analysis of randomized control trials.Anasthesia.
Jun;64(6) Pp: 652-7.

Institute for Healthcare Improvement. How-to Guide: Prevent VentilatorAssociated


Pneumonia. Cambridge: Institute for Healthcare Improvement.2012
Institute for Healthcare Improvement. Implement the IHI Ventilator
Bundle(internet).c2011(updated 2011 Februari 8; cited 2013 November 11). Available

from:http://www.ihi.org/IHIofferings/MembershipsandNetworks/MentorHosp
italRegistry/VentilatorBundle.aspx.

Gallagher, D. J. (2012). Implementation of Ventilator-Associated Pneumonia Guideline


(Bundle). The journal for Nurse Practitioner-JNP, 8(5).

Dewi, S. A., & dkk. (2014). Keperawatan Intensif Dasar, modul pelatihan, Kelompok Kerja
Keperawatan Iintensif PP HIPERCCI. Bogor: In Media.

Jansson, M., Kokko, T. A., Ylipalosaari, P., Syarjala, H., & Kyngas, H. (2013). Critical care
nurses' knowledge of, adherence to and barriers toward evidence-based guidelines for the
prevention of ventilator-associated pneumonia-A survey study. Intensive and Critical Care
Nursing, 29, 216- 227.

Mohamed, K. A. (2014). Compliance with VAP bundlle implementation and its effectiveness
on surgical and medical sub-population in adult ICU. Egyptian Journal of Chest Disease and
Tuberculosis, 63, 9-14.

Munro, R.-B. N., & Ruggiero, R.-B. M. (2014). Ventilator-Associated Pneumonia


Rescontruction For Best Care. AACN Advanced Critical Care, 25, 163-175.

Anda mungkin juga menyukai