Anda di halaman 1dari 8

ANALISA PRAKELAYAKAN INDUSTRI BIOETANOL DARI LIMBAH

AMPAS TEBU (BAGASSE) KAPASITAS 360.000 TON/TAHUN

Salma Afianisa, Rizky Nur Amalia, Firdaus Aditama, Tri Yuni Hendrawati
Program Studi Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Jakarta
salmaafianisa@gmail.com

ABSTRAK
Tebu (Saccharum officinarum) merupakan bahan baku dalam pembuatan gula
yang diolah oleh pabrik gula untuk menghasillkan Gula Kristal Putih (GKP) dan
tetes sebagai produk utama. Ampas tebu (bagasse) adalah produk samping dari
proses pengolahan tebu menjadi gula. Satu pabrik dapat menghasilkan ampas tebu
sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling. Tujuan penelituan ini adalah ampas
tebu (bagasse) sangat cocok untuk dijadikan bahan baku alternative pembuatan
bioetanol. Pembuatan bioetanol dari ampas tebu memanfaatkan kandungan
lignoselulosa. Konversi bahan lignoselulosa menjadi etanol pada dasarnya terdiri
dari 3 tahap, yaitu perlakuan, sakarifikasi, dan fermentasi. Untuk memperoleh
fuel-grade ethanol sendiri diperlukan proses pemurnian lebih lanjut dengan
menggunakan distilasi dan dehidrasi. Asumsi bahwa 10% ampas tebu (bagasse)
dari total perolehan ampas tebu tiap tahunnya akan memenuhi kebutuhan bahan
baku pabrik bioetanol baru pabrik bioetanol baru. Maka kapasitas bahan baku
sebesar 360.000 ton/tahun. Analisa kelayakan industry dinilai dari IRR untuk
pabrik bioetanol dari ampas tebu (bagasse) adalah sebesar 76%. Pay Out Time
(POT) untuk pendirian pabrik bioetanol adalah selama 3 tahun 2 bulan. Titik
impas atau dinamakan Break Event Point (BEP) dimana hasil penjualan sama
dengan biaya yang dikeluarkan untuk produksi adalah sebesar 36%.

Kata-kata Kunci: Ampas tebu, bioetanol, kelayakan.

ABSTRACT
Sugarcane (Saccharum officinarum) is a raw material in the manufacture of sugar
processed by sugar mills to produce white crystal sugar and drops as the main
product. Bagasse is a side product of sugar cane processing. One factory can
produce sugar cane around 35-40% of the weight of the grinded sugarcane. The
purpose of this research is that the sugar cane (bagasse) is very suitable to be used
as an alternative raw material for bioethanol. Bioethanol making from sugarcane
uses lignocellulose content. Conversion of lignocellulose material to ethanol
basically consists of 3 stages, namely treatment, saccharification, and
fermentation. To acquire fuel-grade ethanol itself required further purification
process by using distillation and dehydration. Assumption that 10% of sugarcane
(bagasse) of the total turnover of sugar cane each year will meet the needs of a
new bioetanol mill plant raw Plant new bioetanol. Then the capacity of raw
materials is 360,000 tons/year. Industry feasibility analysis assessed by IRR for
bioetanol plant of sugarcane (bagasse) is 76%. Pay Out Time (POT) for the
establishment of bioetanol plant is for 3 years 2 months. Breakeven or named
Break Event Point (BEP) where the sales result is equal to the cost incurred for
the production is 36%.
Keywords: Bagasse, biethanol, Feasibility

1. PENDAHULUAN
Tebu (Saccharum officinarum) merupakan bahan baku dalam pembuatan gula
yang diolah oleh pabrik gula untuk menghasillkan Gula Kristal Putih (GKP) dan
tetes sebagai produk utama. Berdasarkan data Statistik Tebu Indonesia dari Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, pada tahun 2016 luas areal perkebunan tebu di
Indonesia seluas 447,350 ribu hektar dan mengalami penurunan luas area pada
tahun 2017 menjadi 420,146 ribu hektar. Luas perkebunan tebu ini tersebar di
beberapa provinsi seperti Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa
Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Luas areal perkebunan tebu ini sendiri terbagi
menjadi 3 jenis, yitu Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta
(PBS), dan Perkebunan Rakyat (PR). Berdasarkan data statistic menunjukkan
bahwa perkebunan rakyat mendominasi keberadaan areal perkebunan tebu.
Seperti pada tahun 2016 dari total 447,350 ribu hektar area, 239,182 ribu hektar
adalah milik Perkebunan Rakyat (PR). Begitu juga pada tahun 20017 dimana
227,847 ribu hektar areal perkebunan tebu adalah milik perkebunan rakyat.
Besarnya luas areal permukaan tebu ini sejalan dengan kebutuhan akan gula dan
tetes tebu masyarakat Indonesia. Hal ini juga berdampak pada lingkungan, dimana
dihasilkannya pula limbah hasil dari olahan tebu tersebut.
Ampas tebu (bagasse) adalah produk samping dari proses pengolahan tebu
menjadi gula. Satu pabrik dapat menghasilkan ampas tebu sekitar 35-40% dari
berat tebu yang digiling. Komposisi kimia dari bagasse itu terdiri dari selolas
(37,65%), lignin (22,09%), pentosan (27,97%), SiO2 (3,01%), abu (3,82%), dan
saro(1,81%). Selama ini pemanfaatan ampas tebu masih terbatas untuk makanan
ternak, bahan baku pembuatan kompos, pembuatan pulp dan bahan bakar boiler
untuk industry gula.Departemen Pertanian melaporkan bahwa produksi tebu
nasional saat ini adalah 33 juta ton/tahun. Dengan asumsi bahwa presentase
ampas tebu rata-rata sekitar 9,90 – 11,22 juta ton/tahun Kelebihan bagasse dalam
industry gula bersifat merugikan. Dikarenakan bagasse tersebut bersifat bulky
dimana membutuhkan tempat penyimpanan yang luas dan bagasse bersifat mudah
terbakar. Oleh karena itu perlu dilakukannya suatu inovasi untuk dapat
memanfaatkan ampas tebu (bagasse) ini menjadi suatu yang lebih bermanfaat.
Salah satu caranya adalah dengan menjadikan ampas tebu ini sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol.
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung
komponen gula, pati atau selulosa seperti singkong atau tetes tebu (Hendrawati,
Tri Yuni, 2018). Penggunaan bioetanol merupakan inovasi baru dalam
mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor. Melalui PP Nomor 5 Tahun
2006 tentang penggunaan bahan bakar nabati, pemerintah ikut berpartisipasi
dalam usaha mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor. Peraturan tersebut
mampu mendorong peningkatan konsumsi bioetanol pada tahun 2007 sebesar
40.000 kilo liter. Menurut data BPS penggunaan bioetanol diperkirakan akan terus
meningkat menjadi 1,85 juta kilo liter pada tahun 2010. Bioetanol tidak hanya
digunakan sebagai campuran bahan bakar, namun banyak digunakan pula pada
industry makanan, kosmetik dan bahkan industry farmasi.
Empat produsen utama bioetanol adalah Brazil, Amerika Serikat, Uni Eropa
dan Cina. Sumber bahan baku utama untuk bioetanol di masing-masing Negara
berbeda, tergantung pada ketersediaan dan potensi bahan baku di Negara masing-
masing. Sekitar 95% dari bahan baku yang digunakan di Brazil adalah tebu. Di
Amerika serikat penggunaan jagung beberapa kali lebih banyak dibanding
gandum. Kebalikan di Eropa, produksi gandum tiga kali lebih tinggi dibanding
jagung (IEA,2004).
Ampas tebu (bagasse) sangat cocok untuk dijadikan bahan baku alternative
pembuatan bioetanol. Terutama dikarenakan mengandung lignoselulosa.
Lignoselulosa terdiri atas 3 komponen utama, yaitu selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Konversi bahan lignoselulosa menjadi etanol pada dasarnya terdiri dari 3
tahap, yaitu perlakuan, sakarifikasi, dan fermentasi. Untuk memperoleh fuel-grade
ethanol sendiri diperlukan proses pemurnian lebih lanjut dengan menggunakan
distilasi dan dehidrasi.
Tabel 1. Tahapan produksi etanol berdasarkan bahan baku dan teknik konversi
Bahan Baku Teknik Konversi Proses Konversi Hasil
Panen Bahan Baku Pemanasan Gula Samping
Menjadi Gula Menjadi
Alkohol
Tanaman Pemotongan Bagasse Batang tebu Fermentasi Panas,
mengandung batang (tebu)
crushing- yang telah dan distilasi listrik dan
gula (tebu) soaking dihancurkan alkohol Molases
chemical (bagasse)
treatment
Tanaman Pemanenan Separasi pati, Bahan bakar Fermentasi Pakan
biji-bijian bagian yang penghancuran fosil dan distilasi ternak,
(pati) mengandung (milling), alcohol pemanis
pati konversi pati
menjadi gula
(hidrolisis
enzimatis)
Tanaman Seluruh Konversi Lignin dan Fermentasi Panas,
mengandung bagian selulosa menjadi sisa Selulosa dan distilasi listrik,
selulosa tanaman gula dengan alkohol pakan
cara sakarifikasi ternak,
(hidrolisis bioplastik
enzimatis) , dll.
Pembangunan industri bioethanol berbasis bahan baku ampas tebu (bagasse)
penting halnya untuk dilakukan analisa prakelayakan. Analisa prakelayakan dari
industry ini dengan cara memperhitungkan kapasitas yang dibutuhkan oleh
industri, dan mempertimbangkan asumsi-asumsi lainnya. Memperhitungkan nilai
Internal Rate of Return, Break Event Point, serta Pay Out Time.

2. TUJUAN
Meningkatnya tingkat kebutuhan akan bahan bakar berbasis bio yang ramah
lingkungan serta meningkatnya pula produksi limbah sektor pertanian berupa
ampas tebu (bagasse) menghasilkan tujuan utama yang akan dicapai untuk
dilakukannya analisa kelayakan terhadap industry yang berbasis bio menciptakan
bahan bakar bioetanol yang berasal dari limbah ampas tebu (bagasse). Perlu
dilakukannya analisis pra kelayakan untuk industri bioetanol dari ampas tebu
(bagasse) dengan kapasitas 360.000 ton/tahun. Mengetahui pentingnya analisa
prakelayakan suatu industry.

3. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan data primer dan sekunder dengan
pengumpulan data melalui Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Pertanian.
Pengolahan data dilakukan dengan metode desktiptif kualitatif dan kuantitatif
dalam pemetaan bahan baku bioetanol. Untuk pemilihan jenis tanaman yang
potensial dikembangkan sebagai bahan baku bioetanol maka kriteria yang
dipertimbangkan adalah kemudahan budidaya, dukungan infrastuktur, dukungan
masyarakat setempat, kebijakan pemerintah, ketersediaan bahan baku, nilai
ekonomis, dukungan teknologi, aspek pasar dan pemasaran. Pada analisis
teknoekonomi dilakukan analisis aspek teknis teknologis, aspek pasar dan
pemasaran, aspek finansial digunakan metode kelayakan finansial dalam
penentuan kelayakan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada aspek teknis teknologis, bahan yang mengandung pati dapat dibagi ke
dalam 3 kategori utama yaitu (1) bahan seperti biji-bijian dimana pati dilindungi
oleh kulit biji, (2) bahan berumbi dimana pati lebih mudah diperoleh, (3) batang
tanaman, diperlukan proses ekstraksi terlebih dahulu untuk memperoleh pati.
Bahan dalam bagasse yang mampu diolah menjadi etanol adalah lignoselulosa.
Dalam proses konversi bahan lignoselulosa menjadi etanol dapat dilakukan
beberapa integrasi reaksi. Reaksi yang diintregasikan antara lain adalah reaksi
sakarifikasi atau hidrolisis selulosa menjadi gula dan reaksi fermentasi gula
heksosa menjadi etanol atau yang biasa dikenal dengan proses sakarifikasi dan
fermentasi serentak (simultaneous saccharification and fermentation /SSF).
Reaksi-reaksi lain yang dapat diintregasikan adalah fermentasi heksosa dan
pentose yang disebut simultaneous saccharification and co-fermentation (SSCF)
serta reaksi SSCF ditambah dengan produksi selulase yang disebut consolidated
bioprocessing (CBP). Di antara keempat proses integrasi reaksi tersebut, proses
SSF adalah yang paling banyak digunakan. Pemberlakuan perlakuan pendahuluan
pada saat proses juga sangat berpengaruh terjadap biaya yang harus dikeluarkan
pada proses sekanjutnya. Proses perlakukan pendahuluan adalah untuk
menghilangkan lignin dan meningkatkan porositas.
Pada aspek pasar dan pemasaran mengklasifikasikan produknya berdasarkan
karakteristik zat tersebut. Alasan pengklasifikasiannya adalah bahwa tiap-tiap
jenis produk memiliki strategi bauran pemasaran masing-masing. Produk
diklasifikasikan berdasarkan tujuan pemakaiannya, yaitu barang konsumsi atau
barang industri. Bioetanol merupakan jenis barang konsumsi serta barang
industry. karena bioetanol bisa digunakan langsung ataupun menjadi bahan baku
pada industry bahan bakar seperti pencampur atau antiseptic.
Untuk menentukan harga suatu produk merupakan keputusan penting dari
perusahaan, karena harga adalah variable dari strategi pemasaran yang secara
langsung menghasilkan pendapatan. Umumnya harga ditetapkan perusahaan akan
berada pada satu titik dimana harga terlalu rendah dan yang terlalu tinggi.
Penentuan kapasitas produksi bioetanol berdasarkan ketersediaan bahan baku
yang ada saat ini dan skala ekonomis untuk pabrik skala menengah besar. Analisis
finansial disajikan dalam menghitung kelayakan industry bioetanol meliputi
kebutuhan biaya investasi, modal kerja, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja,
biaya umum, biaya operasional, laba-rugi serta kajian terhadap parameter
kelayakan industry.
Penentuan kapasitas produksi didasarkan pada statistic kebutuhan dalam
negeri dan tingkat produksi bioetanol:

Tabel 2. Data Konsumsi Bioetanol Nasional


Tahun Konsumsi(Liter) Produksi (Liter) Ekspor (Liter)
2008 70.400 1.200.000 238.254
2009 71.200 50.000.000 14.431.599
2010 113.280 100.000.000 21.711.702
2011 298.740.000 150.000.000 20.936.904
2012 412.040.045 270.000.000 17.751.422

Bioetanol ini biasanya dipakai sebagai campuran premium. Berdasarkan


penelitian BPPT bahwa kelayakan bioetanol sebagai substitusi premium adalah
10%. Etanol dicampur dengan 90% gasoline.
Kebutuhan etanol dalam negeri = 10% x 3.2576 juta kiloliter/tahun
= 0,32576 juta kiloliter/tahun
= 325.760.000 liter/tahun
= 325.760 KL/Tahun
Dengan pertimbangan bahwa pabrik bioetanol yang beroperasi di Indonesia
sebanyak 6 pabrik dengan jumlah kapasitas produksi sebesar 532.997 KL/Tahun.

Tabel 3. Pabrik Bioetanol di Indonesia


No Nama Pabrik Lokasi Feedstock Kapasitas
Produksi
(kL/Tahun)
1 BPPT Lampung Cassava 2.000
2 PT Molindo Raya Malang Molases 40.000
3 PT Molindo Raya-PTPN X Kediri Molases 40.000
4 PT Indo Lampung Dissilery Lampung Molases 20.000
5 PT Medco Etanol Lampung Cassava 60.000
6 PT RNI-Biochoi Pasuruan Cassava 40.000
7 PT Etanol Indonesia Banten Cassava 35.000
8 Sampoerna Grup Ponorogo Cassava 73.486
9 PT Indo Acidatama Lampung Molases 50.000
10 PT Aneka Kimia Nusantara Molases 5.000
11 PT Basis Indah Molases 1.600
12 PT Bukit Manikam Bukit Molases 51.282
Persada
13 PT Madu Baru Molases 6.720
14 PTPN XI Molases 6.000
15 PT Rhodia Manyar Molases 11.000
16 Kanematsu Corporation Cassava 90.909
Total Kapasitas Produksi (kl/Tahun) 532.997
Penetuan kapasitas produksi bioetanol didasarkan pada produksi bahan baku.
Bahan baku berupa ampas tebu atau bagasse didapatkan dari beberapa pabrik gula
yang berlokasi di Malang, Jawa Timur. Sumber: Direktorat Jenderal Bina
Produksi Perkebunan, 2011.
Tabel 4. Data Produksi Tebu
Pabrik Kapasitas Giling Ampas Tebu Ampas Tebu
Tebu (TCD) (Ton/hari) (Ton/Tahun)
PG Krebet Baru I 7.000 2.100 63.000
PG Krebet Baru II 5.500 1.650 544.500
PG Triguna Gina 3.698 1.109 365.970
PG Rejoagung Baru 3.900 1.170 386.100
PG Pesantren Baru 5.607 1.682 555.060
PG Ngaditejo 5.615 1.685 556.050
PG Jatiroto 5.762 1.729 570.570
PG Gempolperet 5.742 1.723 568.590
Total Ampas Tebu (Ton/Tahun) 3.609.840
Dilakukan asumsi bahwa 10% ampas tebu (bagasse) dari total perolehan
ampas tebu tiap tahunnya akan memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik bioetanol
baru pabrik bioetanol baru. Maka kapasitas bahan baku sebesar 360.000
ton/tahun.
Biaya produksi yaitu biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pabrik.
Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu manufacturing cost dan
general expenses. Manufacturing cost yaitu biaya yang berhubungan dengan
produksi lagsung, biaya tetap dan biaya overhead. General expenses yaitu biaya
yang dikeluarkan untuk keperluan administrasi, pembayaran gaji eksekutif,
distribusi dan penjualan produk, serta penelitian dan pembiayaan lainnya. Salah
satu kriteria penentuan keputusan untuk merealisasikan suatu proyek adalah
dengan berdasarkan perhitungan kriteria kelayakan investasi. Adapun kriteria
investasi yang digunakan dalam aspek finansial ini meliputi IRR, BEP serta kapan
POT. Analisa kelayakan industry ditandai dengan nilai Internal Rate of Return.
Internal Rate of Return merupakan perbandingan laba yang diperoleh tiap tahun
dengan modal yang ditanamkan. IRR untuk pabrik bioetanol dari ampas tebu
(bagasse) adalah sebesar 76%. Pay Out Time adalah lamanya waktu yang
diperlukan untuk mengembalikan modal yang dipinjamkan untuk mendirikan
suatu pabrik. POT untuk pendirian pabrik bioetanol adalah selama 3 tahun 2
bulan. Titik impas atau dinamakan Break Event Point (BEP) dimana hasil
penjualan sama dengan biaya yang dikeluarkan untuk produksi adalah sebesar
36%.

5. KESIMPULAN
Asumsi bahwa 10% ampas tebu (bagasse) dari total perolehan ampas tebu
tiap tahunnya akan memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik bioetanol baru pabrik
bioetanol baru. Maka kapasitas bahan baku sebesar 360.000 ton/tahun.. IRR untuk
pabrik bioetanol dari ampas tebu (bagasse) adalah sebesar 76%. Pay Out Time
(POT) untuk pendirian pabrik bioetanol adalah selama 3 tahun 2 bulan. Titik
impas atau dinamakan Break Event Point (BEP) dimana hasil penjualan sama
dengan biaya yang dikeluarkan untuk produksi adalah sebesar 36%.

6. UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Tri YuniHendrawati,M.Si, IPM selaku
dosen pembimbing. Terimakasih kepada Ketua Jurusan Teknik Kimis Ibu Nurul
Hidayatoi Fithriyah,M.Si, IPM serta segenap keluarga program studi teknik kimia
atas dukunganya dalam penyusunan PKM ini.

7. DAFTAR PUSTAKA
Devryna, Erliza. 2014. Prarancangan Pabrik Bioetanol Dari Ampas Tebu
(Bagasse) dengan Kapasitas Bahan Baku 360.000 Ton/Tahun. Badan Aceh:
Universitas Syiah Kuala.

Hendrawati, Tri Yuni.dkk. 2018. Pemetaan Bahan Baku dan Analisis


Teknoekonomi Bioetanol dari Singkong (Manihot Utilissima) di Indonesia.
Jurnal Teknologi UMJ Vol.11 No.1. UMJ: Jakarta

Hermiati, Euis.dkk. 2010. Pemetaan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu Tebu


Untuk Produksi Bioetanol.LIPI: Jalan Raya Bogor.

Trisakti, Bambang.dkk. 2015. Pembuatan Bioetanol dari Tepung Ampas Tebu


Melalui Proses Hidrolisis Termal dan Fermentasi Serta Recycle Vinasse
(Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu, Suhu dan Waktu Hidrolisis).
Jurnal Teknik Kimia USU Vol.4 No.3. USU: Medan.

Badan Pusat Statistik. Statistik Tebu Indonesia (Indonesian Sugar Cane


Statistics) 2017. ISSN 2338-6991.

Anda mungkin juga menyukai