LP Cos
LP Cos
ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi fisiologi
a. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupkan pusat dari
semua bagian tubuh. Bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga
tengkorak (kranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat (syaifuddin,
2003).
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses
dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan
lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima
informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari
bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks
yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus
dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons
dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks
yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk,
menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan
hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari
batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf
asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus
yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu
sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar
seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem
susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
(Sylvia A. Price, 2005).
b. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi
oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da
dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan
membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 2008).
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada
struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula
interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis
dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik.
Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan
frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak
tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri
posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula
oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri
serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,
sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. (Sylvia A. Price, 2005).
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula
(yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris.
Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.
(Satyanegara, 2008).
A. Definisi
Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang
mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli and Meany, 2015).
Cedera Kepala sedang adalah suatu trauma yang menyebabkan Kehilangan
kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam dapat
mengalami fraktur tengkorak dengan GCS 9-12.
2. Keparahan cedera
3. Morfologi
D. Etiologi
1) Trauma tumpul
Kecepatan tinggi : tabrakan motor dan mobil
Kecepatan rendah : terjatuh atau dipukul
2) Trauma tembus
luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya
3) Jatuh dari ketinggian
4) Cedera akibat kekerasan
5) Cedera otak primer
Adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari
trauma. Dapat terjadi memar otak dan laserasi
6) Cedera otak sekunder
Kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia metabolisme,
fisiologi yang timbul setelah trauma.
(Mansjoer, 2003).
E. Patofisiologi
dari serebelum. Otak tengah terletak pada hiatus dari tentorium Fenomena
tekanan darah rata-rata 50-160 mmHg (untuk pasien normotensif, dan bergeser
berkurang bertahap, dan diatas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh otak
pada cedera otak dengan akibat ADO tergantung secara linear terhadap tekanan
darah. Oleh karena hal-hal tersebut, sangat penting untuk mencegah syok atau
terbentuknya lessi intrakranial adalah digesernya CSS dan darah vena hingga
tajam.
Pada lesi yang membesar cepat seperti hematoma, perjalanan klinik dapat
Pasien nyeri kepala yang memburuk oleh hal yang meninggikan TIK seperti
atau pergeseran batang otak berakibat peninggian tekanan darah, sedang denyut
nadi dan respirasi menjadi lambat. Pupil sisi massa berdilatasi, bisa dengan
pupil tidak bereaksi dan berdilatasi, serta refleks batang otak hilang. Akhirnya
fungsi batang otak berhenti, tekanan darah merosot, nadi lambat, respirasi
lambat dan tidak teratur untuk akhirnya berhenti. Penyebab akhir kegagalan
otak adalah iskemia. Pada kenyataannya, banyak akibat klinis dari peninggian
TIK adalah akibat pergeseran otak dibanding tingkat TIK sendiri. Edema otak
yang terjadi oleh sebab apapun akan meninggikan TIK yang berakibat
setan. TIK lebih dari 15 mm Hg harus ditindak. Triad klasik nyeri kepala,
edema papil dan muntah ditemukan pada duapertiga pasien. Sisanya hanya dua
gejala. Tidak satupun khas untuk peninggian TIK, kecuali edema papil, namun
tergantung penyebab dari pada tingkat tekanan. Tidak ada korelasi konsisten
cedera otak. Dua jenis cedera otak yaitu cedera korteks bilateral serta cedar
pada sistem pengaktif retikuler batang otak disamping peninggian TIK dan
F. Manifestasi klinis
1) Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak.
Trauma kepala tertutup
Trauma kepala terbuka
G.Pemeriksaan penunjang
1) CT-Scan (dengan/ tanpa kontras)
Mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
2) Aniografi Cerebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan, trauma
3) X-Ray
Mengidentifikasi atau mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan/ edema)
4) AGD (Analisa Gas Darah)
Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapsan (oksigenisasi) jika terjadi
peningkatan intracranial
5) Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan
tekanan intracranial
H. Penatalaksanaan
Pedoman Resusitasi dan penilaian awal
a. Menilai jalan nafas: bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan,
lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan
dengan memasang kolar servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir, jika
cedera orofasial mengganggu jalan nafas, bila pasien harus diintubasi.
b. Menilai penafasan: tentukan apakah pasien bernafas sepontan atau tidak.
Jika tidak beri oksigen melalui masker oksigen Jika pasien bernafas
spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks,
pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi,jika
tersedia, dengan tujuan menjaga satutasi oksigen minimum 95%. Jika jalan
nafas pasien tidak terlindungi bahkan terancam atau memperoleh oksigen
yang adekuat ( PaO2 > 95 mmHg dan PaCO2 < 40 mmHg serta saturasi
O2 > 95 % ) atau muntah maka pasien harus diintubasi oleh ahli anestesi.
c. Menilai sirkulasi: Otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan
semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan secara khusus
adanya cedera intraabdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut
jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia.
Pasang alur intravena yang besar, ambil darah vena untuk pemeriksaan
darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan analisis gas darah
arteri. Berikan larutan koloid. Sedangkan larutan kristaloid ( dekstrosa atau
dekstrosa dalam salin ) menimbulkan eksaserbasi edema otak pascacedera
kepala. Keadaan hipotensi, hipoksia, dan hiperkapnia memperburuk cedera
kepala.
d. Obati kejang: kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan
harus diobati. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-
lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak
berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/kgBB diberika intravena perlahan-
lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.
e. Menilai tingkat keparahan
A. Pengkajian (Assesment)
1) Anamnesis
Anamnesis pada Cidera otak sedang meliputi identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, no register dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Sering kali menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalahpasien tidak tersadarkan diri, terjadi perdarahan,
tidak dapat berkomonikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
merupakan rangkaian kejadianmulai dari terjadinya trauma sehingga
klien masuk rumah sakit. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala perdarahan
atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau
perubaha pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan didalam
intrakranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, terjdi letargi, tidak resporsif dan koma.
d. Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hiprtensi, riwayat strok sebelumnya, diabetes
meletus, penykit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat anti hipertensi, anti lepedemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Penyakit riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberika tindakan selanjutnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Meliputi susunan anggota keluarga khususnya yang kemungkinan
biasa berpengaruh pada kesehatan anggota keluarga yang lain.
B.Pemeriksaan Fisik :
1) pada dasarnya dalam pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan secara sistematik
yaitu : inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi
a. Keadaan Umum
Meliputi tanda-tanda vital, BB/TB,
b. Kesadaran
Skala Koma Glasgow ( Glasgow Coma Scale, GCS )
1. Respon membuka mata ( E )
a. Membuka mata dengan spontan ( 4 )
b. Membuka mata dengan perintah ( 3 )
c. Membuka mat dengan rangsangan nyeri ( 2 )
d. Tidak reaksi reaksi apapun ( 1 )
2. Respon motorik ( M )
a. mengikuti perintah ( 6 )
b. melokalisir nyeri ( 5 )
c. menghindar nyeri ( 4 )
d. fleksi abnormal ( 3 )
e. ekstensi abnormal ( 2 )
f. Tidak ada reaksi apapun ( 1 )
3. Respon verbal ( V )
a. orientasi baik dan sesuai ( 5 )
b. disorienasi tempat dan waktu ( 4 )
c. bicara kacau ( 3 )
d. mengerang ( 2 )
e. tidak ada reaksi papaun ( 1 )
2) Pemeriksaan head to toe
1. Kepala dan rambut
Dikaji bentuk kepala, kesemetrisan, keadaan kulit kepala
2. Wajah
Struktur wajah, warna kulit, ekspresi
3. Mata
Bentuk bola mata,ada tidaknya gerakan kelainan pada bola mata
4. Hidung
Kesemetrisan, kebersihan
5. Telinga
Kesemtrisan, kebersihan dan tidaknya kelainan fungsi pendengaran
6. Mulut dan bibir
Kesemetrisan bibir, kelembaban, mukosa, kebersihan mulut.
7. Gigi
Jumlah gigi lengkap atau tidak, kebersihan, ada tidaknya peradangan pada
gusi, ada tidaknya caries.
8. Leher
Posisi trakea ( deviasi trachea ), ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid
atau vena jugularis.
9. Integumen
Meliputi warna, kebersihan, turgor, tekstur kulit, dan kelembaban,
perubahan bentuk dan warna pada kulit.
10. Thorax
Dikaji kesemetrisannya, ada tidaknya suara redup pada perkusi,
kesemetrisan ekspansi dada, ada tidaknya suara ronchi dan whezzing.
11. Abdomen
Ada tidaknya distensi abdomen. Asites, nyeri tekan
12 .Ektremitas atas dan bawah
Kesemetrisannya, ada tidaknya oedema, pergerakan dan tonus otot, serta
kebersihan
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan aliran darah sekunder
akibat hipertensi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh akibat penurunan
asupan oral
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot sekunder akibat
SNH
4. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan otot-otot
sekunder
D. Intervensi
1) Gangguan perfusi jaringan serebral
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam
diharapkan perfusi jaringan serebral membaik dengan skala sbb:
1. Berat 4. Ringan
2. Besar 5. Tidak ada
3. Sedang
No Outcome 1 2 3 4 5
1 Sakit kepala
2 Kegelisahan
5 Keadaan pingsan
6 Demam
Intervensi :
1. Aktifkan sistem medis darurat
2. Evaluasi setiap pasien yang tidak berespons untuk menentukan
tindakan yang tepat
3. Periksa tanda dan gejala serangan jantung
4. Lakukan tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko infeksi saat
memberikan perawatan
5. Pastikan defribilasi cepat yang sesuai
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya ekspansi paru
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam status
pernafasan baik yang ditunjukkan dengan skala, sebagai berikut:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi ringan dari kisaran normal
Indikator
No. 1 2 3 4 5
1. Frekuensi pernafasan
2. Irama pernafasan
4. Saturasi oksigen
Intervensi
1. Penghisapan lendir pada jalan nafas
a. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah tindakan
b. Masukkan nasopharyngeal airway untuk melakukan suction
nasotracheal sesuai kebutuhan
3. Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi trakea dengan tepat
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas
c. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan
oksigen tambahan.
1 Asupan gizi
2 Asupan makanan
3 Asupan cairan
4 Energi
6 Hidrasi
Intervensi:
1. Manajemen nutrisi
a. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk
memenuhi kebutuhan gizi
b. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi mkanan yang
dimiliki pasien
c. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi
d. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi
makan
2. Manajemen energi
a. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan
sesuai dengan konteks usia dan perkembangan
b. Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal
mengenai keterbatasan yang dialami
c. Gunakan instrumen yang valid untuk mengukur kelelahan
d. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara
farmakologis maupun non farmakologis dengan tepat
e. Monitor intake/asupan nutrisi untuk emgetahui sumber energi
yang adekuat.
3. Terapi intravena
a. Verifikasi perintah untuk terapi
b. Instruksikan pasien tentang prosedur
c. Jaga teknik aseptik dengan ketat
d. Lakukan prinsip lima benar sebelum memulai infus atau
pemberian pengobatan
e. Monitor tanda vital
3) Hambatan Mobilitas Fisik
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam
diharapkan hambatan mobilitas fisik dapat berkurang yang ditunjukkan
dengan skala nyeri sbb:
Pergerakan: 1= sangat terganggu
2= banyak terganggu
3= cukup terganggu
4= sedikit terganggu
5= tidak terganggu
No Outcome 1 2 3 4 5
1 Cara Berjalan
2 Geraakan Otot
3 Gerakan sendi
4 Berjalan
Intervensi :
1. Peningkatan Latihan
a. Lakukan sceening kesehatan sebelum memulai latihan untuk
mengidentifikasi resiko dengan menggunakan skala kesiapan
latihan fisik terstandart
b. Bantu pasien dalam mengekspresikan nilai kepercayaan dan
tujuannya dalam melakukan latihan otot
c. Memberikan informasi tentang jenis latihan yang bisa
dilakukan (ROM Aktif maupun ROM pasif)
d. Intruksikan untuk menggunakan pakaian yang dapat mencegah
kepanasan (pakaian yang ketat)
e. Bantu mengembangkan cara untuk meminimalkan efek
prosedur, emosi, tingkah laku, finansial atau hambatan,
kenyamanan terhadap latihan kekuatan otot
2. Terapi Latihan Ambulasi
a. Berikan pasien untuk mengenakan pakaian yang tidak
mengekam
b. Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki yang
mengfaslilitasi pasien untuk berjalan dan mencegah cedera.
c. Bantu pasien untuk duduk disisi tempat tidur untuk
memfalitasi penyesuaian sikap tubuh
d. Konsultasikan pada tim ahli fisik mengenai rencana
ambulasi sesuai kebutuhan
4.hambatan komunikasi verbal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam
diharapkan gangguan komunikasi verbal dapat diatasi yang
ditunjukkan dengan skala sbb:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
No Outcome 1 2 3 4 5
Intervensi :
1. Terapi validasi
a. Tentukan tagap gangguan kognisi klien (missal, mal orientasi,
bingung waktu, pengulangan gerakanatau vegetasi)
b. Dengarkan pasien dengan menunjukan empati
c. Hindari menggunakan kata kata (prasaan)
d. Hindari bertanya “ mengapa”
e. Gunakan sentuhan yang mendukung(sentuhan lembut pada
bahu, lengan, atau tangan)
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M.; Butcher, Howard K.; Dochterman, Joanne M.; Wagner,
Cheryl M. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) (Edisi 6).
Elsevier.
Moorhead, Sue; Johnson, Marion; Maas, Meridean L.; Swanson, Elizabeth. 2016.
Nursing Outcomes Classification (NOC) (Edisi 5). Elsevier.
Nurrarif, Amin Huda dan Kusuma Hardi. 2013. Nanda nic-noc jilid 2. Jakarta:
media Action