Anda di halaman 1dari 12

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI RADIOGRAFER NON-PNS PADA INSTALASI RADIOLOGI DI RSUP

DR. SARDJITO YOGYAKARTA


RATNA DEWI SUSANTI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tingginya angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan

konsekuensi yang ditanggung oleh masyarakat, komunitas, pelaku bisnis, dan

pekerja serta keluarganya, secara sosial cost tidak lagi dapat diterima

(unacceptable). Terkait dalam hal ini perlu dilakukan berbagai upaya dan

pendekatan untuk mengurangi angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja

yang masih tinggi tersebut. Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan

atas keselamatan dan kesehatan kerja dalam melakukan pekerjaan untuk

kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja mengatur perlindungan dan keselamatan setiap tenaga

kerja dalam melakukan pekerjaan di lingkungan kerja. Setiap tenaga kerja

berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan

pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta

produktivitas nasional. Selain itu, setiap orang lainnya yang berada di tempat

kerja perlu terjamin pula keselamatannya.

Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.5 Tahun 1996

tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3),

menyebutkan bahwa setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja

sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang

ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI RADIOGRAFER NON-PNS PADA INSTALASI RADIOLOGI DI RSUP
DR. SARDJITO YOGYAKARTA
RATNA DEWI SUSANTI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 2

mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran,

pencemaran,dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen

K3 ( SMK3).

Tujuan upaya K3 adalah untuk mencegah kecelakaan yang

ditimbulkan karena adanya suatu bahaya di lingkungan kerja. Pengembangan

sistem manajemen K3 harus berbasis pengendalian risiko sesuai dengan sifat

dan kondisi bahaya yang ada. Keberadaan bahaya dapat mengakibatkan

terjadinya kecelakaan atau insiden yang membawa dampak terhadap manusia,

peralatan, material dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam

Pasal 87 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

menyebutkan bahwa bahwa setiap organisasi wajib menerapkan Sistem

Manajemen K3 ( SMK3) yang terintegrasi dengan manajemen organisasi.

Rumah Sakit adalah salah satu jenis sarana pelayanan kesehatan, yang

tugas utamanya adalah melayani kesehatan perorangan di samping tugas

pelayanan lainnya. Pengertian rumah sakit dirumuskan pada Pasal 1 butir (1)

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit bahwa :

“ Rumah Sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang


menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat “

Selanjutnya Pasal 1 butir (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009


tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa :
“ Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.”

Pasal 19 butir (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit disebutkan klasifikasi Rumah Sakit berdasarkan jenis


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI RADIOGRAFER NON-PNS PADA INSTALASI RADIOLOGI DI RSUP
DR. SARDJITO YOGYAKARTA
RATNA DEWI SUSANTI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 3

pelayanannya, dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit

Khusus.

Rumah Sakit Umum diselenggarakan baik oleh Pemerintah maupun

swasta, baik di tingkat Pusat maupun daerah. Salah satu Rumah Sakit Umum

di Indonesia yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat adalah Rumah

Sakit DR. Sardjitodi Yogyakarta.

Rumah Sakit Umum Pusat DR. Sardjito Yogyakarta sebagai Rumah

Sakit Umum Kelas A, merupakan Rumah Sakit Umum Rujukan Nasional di

Kota Yogyakarta dan berstatus sebagai Rumah Sakit Pendidikan. Rumah

Sakit merupakan tempat yang sarat dengan kemajuan teknologi, hal ini

tercermin di Instalasi Radiologi RSUP DR. Sardjito yang terdiri atas

Radiologi Diagnostik, Radio Terapi dan Kedokteran Nuklir. Hal ini membuat

para pekerja di Instalasi Radiologi antara lain Petugas Proteksi Radiasi (PPR)

dan Radiografer rentan terhadap paparan radiasi. Oleh karenanya, di dalam

menjalankan pekerjaannya seorang Radiografer diatur dalam Pasal 17 butir

(A) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 81 Tahun 2013 tentang

Penyelenggaraan Pekerjaan Radiografer menyebutkan bahwa : dalam

melaksanakan pekerjaannya, Radiografer mempunyai hak memperoleh

perlindungan hukum sepanjang melakukan pekerjaannya sesuai dengan

standar pelayanan, Standar Operasional Prosedur (SOP), kode etik, standar

profesi Radiografer.

Selanjutnya, Pasal 17 butir (E) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

81 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Radiografer


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI RADIOGRAFER NON-PNS PADA INSTALASI RADIOLOGI DI RSUP
DR. SARDJITO YOGYAKARTA
RATNA DEWI SUSANTI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 4

menyebutkan bahwa Radiografer mempunyai hak memperoleh jaminan

perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan pelaksanaan

tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Radiasi adalah salah satu jenis hazard (potensi bahaya) yang mungkin

ada di lingkungan kerja, khususnya tempat-tempat yang memanfaatkan

sumber radiasi (tenaga nuklir), maka pekerjaan di lingkungan ini berpotensi

terjadi kecelakaan ataupun timbulnya penyakit akibat kerja. Oleh karena itu,

dari sudut pandang K3, lingkungan kerja yang mengandung hazard radiasi

wajib mematuhi UU no 1 Tahun 1970 dan menerapkan SMK3. Dengan

menerapkan SMK3, diharapkan akan tercipta suatu sistem K3 yang mampu

mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta

terciptanya tempat kerja yang aman,efisien dan produktif.

Peraturan Perundang-undangan dan uraian diatas, peneliti tertarik

untuk meneliti dan menganalisis Radiografer yang berstatus sebagai

Radiografer Non PNS (Tenaga Harian Lepas) di Instalasi Radiologi RSUP

DR. SardjitoYogyakarta.

Diperoleh informasi dari Bagian Sumber Daya Manusia di Instalasi

Radiologi RSUP DR. SardjitoYogyakarta baik di Unit Radiologi Diagnostik,

Radio Terapi dan Kedokteran Nuklir bahwa pekerja Radiografer berjumlah

kurang lebih 21 (dua puluh satu) orang, terdiri atas pria dan wanita dengan

status sebagai Radiografer PNS sebanyak 16 (enam belas) orang da

Radiografer Non-PNS (Tenaga Harian Lepas) sebanyak 5 (lima) orang.

Dengan adanya perbedaan atatus tersebut, maka Radiografer


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI RADIOGRAFER NON-PNS PADA INSTALASI RADIOLOGI DI RSUP
DR. SARDJITO YOGYAKARTA
RATNA DEWI SUSANTI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 5

Non-PNS lebih rentan posisinya apabila dibandingkan dengan Radiografer

yang berstatus sebagai PNS. Hal ini dikarenakan hak-hak yang tertuang

dalam Peraturan Perundangan Aparatur Sipil Negara (ASN) berbeda dengan

Peraturan yang tercantum di dalam Perjanjian Kerja Harian Lepas bagi

Radiografer dengan status Non-PNS.

Pengertian dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Jimly

Asshiddiqie bahwa Pegawai Negeri adalah pelayan umum atau publik

servant.1 Sedangkan Prof. Dr. J.H.A. Logemann dalam “ Over de theorie

van een stellig staatsrecht “ (1948) sebagaimana dikutip Sudibyo Triatmodjo

berpendapat bahwa pegawai negeri (ambtenar) adalah tiap pejabat yang

mempunyai hubungan dinas publik dengan Negara. Hubungan dinas publik

itu terjadi jika seseorang mengikat dirinya untuk tunduk pada perintah dari

pemerintah untuk melakukan sesuatu atau beberapa macam jabatan tertentu

dengan mendapatkan penghargaan berupa gaji dan beberapa keuntungan lain.

Jadi seseorang yang mempunyai hubungan dinas publik dengan Negara, yang

berarti dia menjadi pegawai negeri, tidak akan menolak dan menerima tanpa

syarat pengangkatannya dalam suatu jabatan yang telah ditentukan oleh

Pemerintah.”2

Keberadaan pegawai Non Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Instansi

Pemerintah telah ada sejak lama. Sebelum adanya perubahan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

1 Jimly Asshiddiqie, 2007,Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Bhuana Ilmu
Populer,Jakarta, hlm.384.
2 Sudibyo Triatmodjo,1983, Hukum Kepegawaian mengenai Kedudukan Hak dan Kewajiban Pegawai

Negeri Sipil, Ghalia,Jkt, , hlm.27.


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI RADIOGRAFER NON-PNS PADA INSTALASI RADIOLOGI DI RSUP
DR. SARDJITO YOGYAKARTA
RATNA DEWI SUSANTI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 6

Kepegawaian, terdapat orang-orang yang bekerja untuk Negara, pemerintah

dan masyarakat dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dan

pembangunan, sama seperti pegawai negeri tetapi tidak termasuk pegawai

negeri. Sastra Djatmika dan Marsono menyebutkan golongan-golongan

pekerja yang tidak termasuk pegawai negeri tersebut, yakni (a) pejabat

Negara, (b) pekerja, (c) pegawai dengan ikatan dinas (lebih tepat perjanjian

kerja) berdasar ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Sipil, (d) pegawai dengan ikatan dinas untuk waktu terbatas, (e) pegawai

bulanan, ( f ) pegawai desa, dan (g) pegawai perusahaan umum.3

Pegawai-pegawai Non-PNS sebagaimana tersebut di atas dipekerjakan

tidak secara tetap atau dalam jangka waktu tertentu baik secara harian,

bulanan, atau beberapa tahun. Pegawai Non-PNS di instansi Pemerintah

tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Pasal 33 menyebutkan bahwa

pejabat pengelola Badan Layanan Umum (BLU) dan pegawai BLU dapat

terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan / atau tenaga professional

Non-PNS sesuai kebutuhan BLU, di mana tenaga professional Non-PNS

tersebut dapat dipekerjakan secara tetap atau berdasarkan kontrak. Dengan

ketentuan ini kepegawaian di BLU dapat terdiri dari PNS, Pegawai Tetap

Non-PNS, dan Pegawai Kontrak Non-PNS.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Tenaga Kerja adalah setiap orang yang

3 Sastra Djatmika,,Marsono,1990,,Hukum Kepegawaian di Indonesia,Djambatan,Jakarta,hlm.15.


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI RADIOGRAFER NON-PNS PADA INSTALASI RADIOLOGI DI RSUP
DR. SARDJITO YOGYAKARTA
RATNA DEWI SUSANTI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 7

mampu memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang

yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pekerja/buruh adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan dan di

berikan imbalan kerja secara harian maupun borongan sesuai dengan

kesepakatan kedua belah pihak, baik lisan maupun tertulis, yang biasanya

imbalan kerja tersebut diberikan secara harian. Buruh ada 2 (dua) yaitu

Tenaga Kerja Harian (Harian Tetap dan Harian Lepas) dan Tenaga Kerja

Borongan yaitu :

1. Tenaga Kerja Tetap

Tenaga kerja tetap (Permanent employee) yaitu pekerja yang memiliki

perjanjian kerja dengan pengusaha untuk jangka waktu tidak tertentu.

2. Tenaga Kerja Lepas

Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya

menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja,

jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis

pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. Hak yang diperolah Tenaga

Kerja Lepas yaitu mendapatkan gaji sesuai kerjanya atau waktu kerja

mereka, tanpa mendapat jaminan sosial, karena tenaga kerja tersebut

bersifat kontrak, maka setelah kontrak selesai, hubungan antara pekerja

dan pemberi kerja pun juga selesai.

Ketentuan untuk karyawan harian atau karyawan lepas diatur dalam


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI RADIOGRAFER NON-PNS PADA INSTALASI RADIOLOGI DI RSUP
DR. SARDJITO YOGYAKARTA
RATNA DEWI SUSANTI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 8

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100 Tahun 2004

tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pasal 10

sampai dengan Pasal 12. Perjanjian Kerja Harian Lepas ini mengecualikan

beberapa ketentuan umum Pekerjaan Waktu Tertentu (PKWT), yang mana

dalam Perjanjian Kerja Harian Lepas tercantum beberapa syarat antara lain :

1. Perjanjian Kerja Harian Lepas dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan

tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta

upah didasarkan pada kehadiran;

2. Perjanjian kerja Harian Lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja /

buruh bekerja kurang dari 21 ( dua puluh satu) hari dalam 1 ( satu ) bulan;

3. Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih

selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja

harian lepas berubah menjadi Pekerjaan Waktu Tidak Tertentu

( PKWTT ).4

Perbedaan ini menjadi bahan kajian dan analisis bagi peneliti karena

risiko pekerjaan dalam hal mengalami kerugian akibat paparan radiasi oleh

Radiografer Non-PNS sama besarnya dengan risiko pekerjaan yang diterima

oleh Radiografer yang berstatus sebagai PNS dalam hal mengalami kerugian

akibat paparan radiasi.

B. Rumusan Permasalahan

Permasalahan yang dijawab dalam penelitian ini terkait dengan dua

hal berikut :

4 http:// artonang.blogspot.co.id/2014/12 peraturan kerja harian atau karyawan lepas, diakses pada 12/3/2015.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI RADIOGRAFER NON-PNS PADA INSTALASI RADIOLOGI DI RSUP
DR. SARDJITO YOGYAKARTA
RATNA DEWI SUSANTI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 9

1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum bagi Radiografer

Non-PNS yang berstatus sebagai Tenaga Kesehatan Harian Lepas di

Instalasi Radiologi RSUP DR.Sardjito Yogyakarta ?

2. Upaya Hukum apakah yang dapat dilakukan oleh Radiografer yang

berstatus sebagai Tenaga Harian Lepas dalam hal mengalami kerugian

akibat paparan radiasi di Instalasi Radiologi RSUP DR. Sardjito

Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini diuraikan sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan perlindungan hukum

bagi Radiografer Non-PNS yang berstatus sebagai Tenaga Kesehatan

Harian Lepas di Instalasi Radiologi RSUP DR.Sardjito Yogyakarta.

2) Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum yang dilakukan oleh

Radiografer yang berstatus sebagai Tenaga Harian Lepas dalam hal

mengalami kerugian akibat paparan radiasi di Instalasi Radiologi RSUP

DR. Sardjito Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan keilmuan dalam bidang hukum kesehatan, khususnya yang

berkaitan dengan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan Radiografer


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI RADIOGRAFER NON-PNS PADA INSTALASI RADIOLOGI DI RSUP
DR. SARDJITO YOGYAKARTA
RATNA DEWI SUSANTI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 10

atas paparan radiasi yang diterima pada saat bekerja.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Tenaga Kesehatan Radiografer

Diharapkan Tenaga Kesehatan Radiografer dapat mengerti, dan

memahami perlindungan hukum yang diperolehnya sehubungan

dengan risiko kerja yang diterimanya pada saat bekerja.

b. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dalam upaya memberikan perlindungan

hukum bagi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan

khususnya dalam hal ini adalah Radiografer.

c. Bagi Peneliti selanjutnya

Dapat memberikan sumbangan informasi sekaligus untuk dijadikan

bahan perbandingan bagi pihak yang ingin mengadakan penelitian

lebih mendalam dengan obyek yang sama.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan, terdapat beberapa

penelitian yang terkait dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada

petugas radiologi, yaitu :

1. Pada tahun 2009, Kustanti Eka Ruli (Mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Diponegoro), melakukan penelitian tentang Faktor- Faktor

Yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI RADIOGRAFER NON-PNS PADA INSTALASI RADIOLOGI DI RSUP
DR. SARDJITO YOGYAKARTA
RATNA DEWI SUSANTI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 11

Petugas Radiologi Di Sebuah Rumah Sakit Di Salatiga Pada Tahun 20095.

Penelitian ini mengangkat masalah mengenai perilaku Keselamatan dan

Kesehatan Kerja pada petugas radiologi di sebuah Rumah Sakit Paru di

Salatiga. Hasil penelitian Kustanti Eka ruli diperoleh gambaran bahwa

seluruh petugas berumur di atas 18 (delapan belas) tahun sebagian

mempunyai masa kerja baru dan menempuh pendidikan akademi. Separuh

petugas (50%) berpengetahuan baik dan separuh petugas (50%)

mempunyai pelatihan yang tidak baik. Fasilitas proteksi radiasi sebagian

besar (58,7%) sesuai dengan standart. Sebagian besar (60%) petugas

menyatakan peran supervisi tidak baik dan sebagian besar (80 %)

menyatakan peran supervise baik. Praktiknya masih ada petugas (30 %)

yang mempunyai praktik tidak baik yaitu dengan tidak menjalankan

prosedur kerja dengan benar.

2. Pada tahun 2009, Rian Uthami (mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sriwijaya), Rini Mutahar dan Hamzah Hasyim (Dosen

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya), melakukan

penelitian tentang Analisis Manajemen Keselamatan Radiasi Pada Instalasi

Radiologi RSUD Dr.H.M. RABAIN MUARA ENIM TAHUN 2009 6 .

Penelitian ini merupakan bahan Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan

dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010, diselenggarakan oleh

PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI. Berdasarkan hasil


5 Kustanti Eka Ruli,2009,”Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Pada Petugas radiologi Di sebuah rumah Sakit Paru Di salatiga.”, Tesis, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas
Diponegoro, Semarang.
6 Rian Uthami dkk,2009,” Analisis Manajemen Keselamatan Radiasi Pada Instalasi Radiologi RSUD Dr.H.M.
Rabain Muara Enim”, disampaikan pada Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI,
PTKMR-BATAN,FKM-UI,KEMENKES-RI.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI RADIOGRAFER NON-PNS PADA INSTALASI RADIOLOGI DI RSUP
DR. SARDJITO YOGYAKARTA
RATNA DEWI SUSANTI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 12

penelitian ini pelaksanaan manajemen keselamatan radiasi masih

memerlukan perbaikan. Belum adanya struktur organisasi proteksi radiasi,

pemakaian film badge hanya saat pemantauan dosis, kurangnya kepatuhan

pekerja menggunakan peralatan proteksi, belum dilakukan pemantauan

kesehatan, tidak melakukan kegiatan sesuai dengan SOP dan belum semua

Radiografer mengikuti pelatihan serta masih kurangnya kordinasi antara

K3 Rumah Sakit dengan Instalasi Radiologi.

Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada subyek penelitian

yang dilakukan oleh Penulis mengenai Perlindungan Hukum Bagi

Radiografer Non-PNS Pada Instalasi Radiologi Di RSUP DR.

SardjitoYogyakarta, dengan demikian dapat dikatakan penelitian ini telah

memenuhi kaedah keaslian penelitian.

Anda mungkin juga menyukai