Anda di halaman 1dari 38

Tugas Makalah Fisika

PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI DAN PROTEKSI


DI RUANG RADIOlOLOGI DIAGNOSTIK (X-RAY) RSUP DR SARDJITO

Oleh:
Dian Angraeni WIdiastuti, dr.
NIM: 18/435670/PKU/17674

Pembimbing :

H. Toto Trikasjono, ST, M.Kes

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2020
PENDAHULUAN

Dalam fisika, radiasi mendeskripsikan setiap proses di mana energi bergerak


melalui media atau melalui ruang, dan akhirnya diserap oleh benda lain. Orang awam
sering menghubungkan kata radiasi ionisasi (misalnya, sebagaimana terjadi pada senjata
nuklir, reaktor nuklir, dan zat radioaktif), tetapi juga dapat merujuk kepada radiasi
elektromagnetik (yaitu, gelombang radio, cahaya inframerah, cahaya tampak, sinar ultra
violet, dan X-ray), radiasi akustik, atau untuk proses lain yang lebih jelas. Apa yang
membuat radiasi adalah bahwa energi memancarkan (yaitu, bergerak ke luar dalam garis
lurus ke segala arah) dari suatu sumber. geometri ini secara alami mengarah pada sistem
pengukuran dan unit fisik yang sama berlaku untuk semua jenis radiasi. Setiap aktivitas
yang kita lakukan atau suatu alat yang kita gunakan membutuhkan energy. Energy yang
ditimbulkan dari sebuah alat mengandung unsur-unsur radiasi. Beberapa radiasi dapat
berbahaya.

Perkembangan rumah sakit


sebagai fasi-
litas pelayanan kesehatan
rujukan di Indonesia
sangat pesat, baik dari
jumlah maupun peman-
faatan teknologi kedokteran.
Rumah sakit se-
Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020
bagai fasilitas pelayanan
kesehatan tetap harus
mengupayakan Keselamatan
dan Kesehatan Ker-
ja (K3) bagi seluruh pekerja
rumah sakit (Kemen-
kes, 2010; Ristiono dan
Nizwardi, 2010).
Upaya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
harus diselenggarakan untuk
mewujudkan pro-
duktivitas kerja yang optimal
di semua tempat
kerja, khususnya tempat
yang mempunyai risiko

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


bahaya kesehatan, mudah
terjangkit penyakit. Se-
jalan dengan itu, maka
rumah sakit termasuk ke
dalam kriteria tempat kerja
dengan berbagai po-
tensi bahaya yang dapat
menimbulkan dampak
kesehatan seperti potensi
bahaya radiasi (Kemen-
kes, 2010).
Salah satu pelayanan medik
spesialis pe-
nunjang di rumah sakit ialah
radiologi yang
menggunakan pesawat sinar
X. Pemanfaatan pe-

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


sawat sinar X radiologi
diagnostik di Indonesia
terus berkembang. Radiologi
ini memanfaatkan
sinar X untuk keperluan
diagnosis baik radiologi
diagnostik maupun radiologi
intervensional (Per-
ka BAPETEN Nomor 8, 2011).
Kegiatan radiolo-
gi harus memperhatikan
aspek keselamatan kerja
radiasi. Sinar X merupakan
jenis radiasi pengion
yang dapat memberikan
manfaat (diagnosa) den-

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


gan radiasi suatu penyakit
atau kelainan organ
tubuh dapat lebih awal dan
lebih teliti dideteksi
(Suyatno, 2008). Untuk
memastikan pesawat
sinar X memenuhi
persyaratan keselamatan ra-
diasi dan memberikan
informasi diagnosis maka
diperlukan uji fungsi atau uji
kesesuaian seba-
gai bentuk penerapan
proteksi radiasi agar dosis
yang diterima serendah
mungkin. Kesesuaian ini

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


kesesuaian terhadap
peraturan perundangan ke-
selamatan radiasi dan
peraturan pelaksanaannya
untuk peralatan pesawat
sinar X (Hastuti, dkk,
2009).
Perkembangan rumah sakit
sebagai fasi-
litas pelayanan kesehatan
rujukan di Indonesia
sangat pesat, baik dari
jumlah maupun peman-
faatan teknologi kedokteran.
Rumah sakit se-
bagai fasilitas pelayanan
kesehatan tetap harus

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


mengupayakan Keselamatan
dan Kesehatan Ker-
ja (K3) bagi seluruh pekerja
rumah sakit (Kemen-
kes, 2010; Ristiono dan
Nizwardi, 2010).
Upaya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
harus diselenggarakan untuk
mewujudkan pro-
duktivitas kerja yang optimal
di semua tempat
kerja, khususnya tempat
yang mempunyai risiko
bahaya kesehatan, mudah
terjangkit penyakit. Se-

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


jalan dengan itu, maka
rumah sakit termasuk ke
dalam kriteria tempat kerja
dengan berbagai po-
tensi bahaya yang dapat
menimbulkan dampak
kesehatan seperti potensi
bahaya radiasi (Kemen-
kes, 2010).
Salah satu pelayanan medik
spesialis pe-
nunjang di rumah sakit ialah
radiologi yang
menggunakan pesawat sinar
X. Pemanfaatan pe-
sawat sinar X radiologi
diagnostik di Indonesia

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


terus berkembang. Radiologi
ini memanfaatkan
sinar X untuk keperluan
diagnosis baik radiologi
diagnostik maupun radiologi
intervensional (Per-
ka BAPETEN Nomor 8, 2011).
Kegiatan radiolo-
gi harus memperhatikan
aspek keselamatan kerja
radiasi. Sinar X merupakan
jenis radiasi pengion
yang dapat memberikan
manfaat (diagnosa) den-
gan radiasi suatu penyakit
atau kelainan organ

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


tubuh dapat lebih awal dan
lebih teliti dideteksi
(Suyatno, 2008). Untuk
memastikan pesawat
sinar X memenuhi
persyaratan keselamatan ra-
diasi dan memberikan
informasi diagnosis maka
diperlukan uji fungsi atau uji
kesesuaian seba-
gai bentuk penerapan
proteksi radiasi agar dosis
yang diterima serendah
mungkin. Kesesuaian ini
kesesuaian terhadap
peraturan perundangan ke-

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


selamatan radiasi dan
peraturan pelaksanaannya
untuk peralatan pesawat
sinar X (Hastuti, dkk,
2009).
Perkembangan rumah sakit
sebagai fasi-
litas pelayanan kesehatan
rujukan di Indonesia
sangat pesat, baik dari
jumlah maupun peman-
faatan teknologi kedokteran.
Rumah sakit se-
bagai fasilitas pelayanan
kesehatan tetap harus
mengupayakan Keselamatan
dan Kesehatan Ker-

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


ja (K3) bagi seluruh pekerja
rumah sakit (Kemen-
kes, 2010; Ristiono dan
Nizwardi, 2010).
Upaya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
harus diselenggarakan untuk
mewujudkan pro-
duktivitas kerja yang optimal
di semua tempat
kerja, khususnya tempat
yang mempunyai risiko
bahaya kesehatan, mudah
terjangkit penyakit. Se-
jalan dengan itu, maka
rumah sakit termasuk ke

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


dalam kriteria tempat kerja
dengan berbagai po-
tensi bahaya yang dapat
menimbulkan dampak
kesehatan seperti potensi
bahaya radiasi (Kemen-
kes, 2010).
Salah satu pelayanan medik
spesialis pe-
nunjang di rumah sakit ialah
radiologi yang
menggunakan pesawat sinar
X. Pemanfaatan pe-
sawat sinar X radiologi
diagnostik di Indonesia
terus berkembang. Radiologi
ini memanfaatkan

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


sinar X untuk keperluan
diagnosis baik radiologi
diagnostik maupun radiologi
intervensional (Per-
ka BAPETEN Nomor 8, 2011).
Kegiatan radiolo-
gi harus memperhatikan
aspek keselamatan kerja
radiasi. Sinar X merupakan
jenis radiasi pengion
yang dapat memberikan
manfaat (diagnosa) den-
gan radiasi suatu penyakit
atau kelainan organ
tubuh dapat lebih awal dan
lebih teliti dideteksi

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


(Suyatno, 2008). Untuk
memastikan pesawat
sinar X memenuhi
persyaratan keselamatan ra-
diasi dan memberikan
informasi diagnosis maka
diperlukan uji fungsi atau uji
kesesuaian seba-
gai bentuk penerapan
proteksi radiasi agar dosis
yang diterima serendah
mungkin. Kesesuaian ini
kesesuaian terhadap
peraturan perundangan ke-
selamatan radiasi dan
peraturan pelaksanaannya

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


untuk peralatan pesawat
sinar X (Hastuti, dkk,
2009).
Perkembangan rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan di
Indonesia sangat pesat, baik dari jumlah maupun peman-faatan teknologi kedokteran.
Rumah sakit se-bagai fasilitas pelayanan kesehatan tetap harus mengupayakan
Keselamatan dan Kesehatan Ker-ja (K3) bagi seluruh pekerja rumah sakit (Kemen-kes,
2010; Ristiono dan Nizwardi, 2010).Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus
diselenggarakan untuk mewujudkan pro-duktivitas kerja yang optimal di semua tempat
kerja, khususnya tempat yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit
penyakit. Se-jalan dengan itu, maka rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja
dengan berbagai po-tensi bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan seperti
potensi bahaya radiasi (Kemen-kes, 2010). Salah satu pelayanan medik spesialis pe-
nunjang di rumah sakit ialah radiologi yang menggunakan pesawat sinar X. Pemanfaatan
pe-sawat sinar X radiologi diagnostik di Indonesia terus berkembang. Radiologi ini
memanfaatkan sinar X untuk keperluan diagnosis baik radiologi diagnostik maupun
radiologi intervensional (Per-ka BAPETEN Nomor 8, 2011). Kegiatan radiolo-gi harus
memperhatikan aspek keselamatan kerja radiasi. Sinar X merupakan jenis radiasi pengion
yang dapat memberikan manfaat (diagnosa) den-gan radiasi suatu penyakit atau kelainan
organ tubuh dapat lebih awal dan lebih teliti dideteksi (Suyatno, 2008). Untuk memastikan
pesawat sinar X memenuhi persyaratan keselamatan ra-diasi dan memberikan informasi
diagnosis maka diperlukan uji fungsi atau uji kesesuaian seba-gai bentuk penerapan
proteksi radiasi agar dosis yang diterima serendah mungkin. Kesesuaian ini kesesuaian
terhadap peraturan perundangan ke-selamatan radiasi dan peraturan pelaksanaannya untuk
peralatan pesawat sinar X (Hastuti, dkk, 2009).
Pasal 16 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
menyebutkan bahwa setiap kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan tenaga nuklir
wajib memperhatikan keselamatan, keamanan, ketentraman, kesehatan pekerja dan

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


anggota masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.(2) Sebagai salah satu
bentuk perlindungan lain terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bidang radiasi,
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) mengeluarkan peraturan yang menyatakan
bahwa Nilai Batas Dosis (NBD) pekerja radiasi rata-rata sebesar 20 mSv pertahun.
(3)Peraturan tersebut diberlakukan guna menghindari adanya pekerja yang menerima dosis
radiasi berlebih sehingga berisiko terkena efek paparan radiasi yang membahayakan
kesehatan tubuh.

Salah satu pelayanan medik


spesialis pe-
nunjang di rumah sakit ialah
radiologi yang
menggunakan pesawat sinar
X. Pemanfaatan pe-
sawat sinar X radiologi
diagnostik di Indonesia
terus berkembang. Radiologi
ini memanfaatkan
sinar X untuk keperluan
diagnosis baik radiologi

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


diagnostik maupun radiologi
intervensional (Per-
ka BAPETEN Nomor 8, 2011).
Kegiatan radiolo-
gi harus memperhatikan
aspek keselamatan kerja
radiasi. Sinar X merupakan
jenis radiasi pengion
yang dapat memberikan
manfaat (diagnosa) den-
gan radiasi suatu penyakit
atau kelainan organ
tubuh dapat lebih awal dan
lebih teliti dideteksi
(Suyatno, 2008).
Salah satu pelayanan medik spesialis pe-nunjang di rumah sakit ialah radiologi
yang menggunakan pesawat sinar X. Pemanfaatan pe-sawat sinar X radiologi diagnostik di
Indonesia terus berkembang. Radiologi ini memanfaatkan sinar X untuk keperluan
diagnosis baik radiologi diagnostik maupun radiologi intervensional (Per-ka BAPETEN
Nomor 8, 2011). Kegiatan radiolo-gi harus memperhatikan aspek keselamatan kerja

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


radiasi. Sinar X merupakan jenis radiasi pengion yang dapat memberikan manfaat
(diagnosa) den-gan radiasi suatu penyakit atau kelainan organ tubuh dapat lebih awal dan
lebih teliti dideteksi (Suyatno, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan di


Indonesia sangat pesat, baik dari jumlah maupun pemanfaatan teknologi kedokteran.
Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tetap harus mengupayakan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi seluruh pekerja rumah sakit (Kemenkes,
2010; Ristiono dan Nizwardi, 2010). Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus
diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal di semua tempat
kerja, khususnya tempat yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit
penyakit. Sejalan dengan itu, maka rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat
kerja dengan berbagai potensi bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan
seperti potensi bahaya radiasi (Kemenkes, 2010). Salah satu pelayanan medik spesialis
penunjang di rumah sakit ialah radiologi yang menggunakan pesawat sinar X.
Pemanfaatan pesawat sinar X radiologi diagnostik di Indonesia terus berkembang.
Radiologi ini memanfaatkan sinar X untuk keperluan diagnosis baik radiologi
diagnostik maupun radiologi intervensional (Perka BAPETEN Nomor 8, 2011).
Kegiatan radiologi harus memperhatikan aspek keselamatan kerja radiasi. Sinar X
merupakan jenis radiasi pengion yang dapat memberikan manfaat (diagnosa) dengan

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


radiasi suatu penyakit atau kelainan organ tubuh dapat lebih awal dan lebih teliti
dideteksi (Suyatno, 2008). Untuk memastikan pesawat sinar X memenuhi persyaratan
keselamatan radiasi dan memberikan informasi diagnosis maka diperlukan uji fungsi
atau uji kesesuaian sebagai bentuk penerapan proteksi radiasi agar dosis yang diterima
serendah mungkin. Kesesuaian ini kesesuaian terhadap peraturan perundangan
keselamatan radiasi dan peraturan pelaksanaannya untuk peralatan pesawat sinar X
(Hastuti, dkk, 2009). Pada era maju sekarang ini, umumnya layanan radiologi telah
dikelompokkan menjadi 2 (dua) prosedur, yaitu radiologi diagnostik dan
intervensional. Radiologi diagnostik adalah cabang ilmu radiologi yang berhubungan
dengan penggunaan pesawat sinar-X untuk prosedur diagnosis, sedangkan radiologi
intervensional adalah cabang ilmu radiologi yang berhubungan dengan penggunaan
pesawat sinar-X untuk memandu prosedur perkutaneus seperti pelaksanaan biopsi,
pengeluaran cairan, pemasukan kateter, atau pelebaran terhadap saluran atau
pembuluh darah yang menyempit (Togap, 2006).
Radiodiagnostik merupakan salah satu cabang ilmu yang dikembangkan setelah
ditemukannya sinar-X oleh Wilhem Conrad Rontgen pada tahun 1895. Pemanfaatan
sinar-X di radiodiagnostik adalah sebagai penegak diagnosa suatu kelainan atau
penyakit. Dan sejak itu radiodiagnostik menjadi salah satu pemeriksaan dalam dunia
kedokteran (Tris, 2011).
Radiasi elektromagnetik dalam bidang medik adalah radiasi yang dikeluarkan
peralatan seperti pesawat sinar-X, sinar gamma, gelombang micro, inframerah,
ultraviolet, maupun pesawat ultrasonografi (Taspirin, 2009).
Radiasi di Instalasi radiodiagnostik rumah sakit digunakan untuk sumber
pelayanan kepada pasien yang membutuhkan radiasi untuk membantu menegakkan
diagnose penyakit, komponen lainnya yaitu pekerja radiasi, masyarakat umum yang
terdiri dari keluarga pasien dan tenaga medis lainnya (Taspirin, 2009).
Risiko bahaya yang mungkin terjadi pada pekerja radiasi yaitu efek deterministik
dan efek stokastik. Pengaruh sinar X dapat menyebab-kan kerusakan haemopoetik
(kelainan darah) seperti: anemia, leukimia, dan leukopeni yaitu menurunnya jumlah
leukosit (dibawah normal atau <6.000 m3). Pada manusia dewasa, leuko-sit dapat

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


dijumpai sekitar 7.000 sel per mikroliter darah (Mayerni dkk, 2013). Selain itu, efek
de-terminisitik yang dapat ditimbulkan pada organ reproduksi atau gonad adalah
strerilitas atau ke-mandulan serta menyebabkan menopause dini sebagai akibat dari
gangguan hormonal sistem reproduksi (Dwipayana, 2015).

Namun demikian, pada


tahun 2013 dari
42.450 pekerja radiasi yang
melakukan anali-
sis masih terdapat pekerja
radiasi yang menda-
patkan dosis melebihi NBD
(Nilai Batas Dosis)
sebanyak 17 pekerja. Hal ini
dapat dibuktikan
dengan adanya nilai dosis
tertinggi sebesar 21,85
mSv pada pekerja radiasi.
Sedangkan pada tahun

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


2011 dari 42.430 pekerja
radiasi yang melakukan
analisis dan 2012 dari
31.940 pekerja radiasi yang
melakukan analisis terdapat
pekerja radiasi yang
mendapatkan dosis melebihi
NBD masing-ma-
sing sebanyak 34 dan 25
pekerja dengan nilai do-
sis tertinggi masing-masing
25,03 mSv dan 23,64
mSv. Kejadian tersebut
disebabkan karena terda-
pat pelanggaran dan
kelalaian terhadap prosedur

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


keselamatan kerja yaitu
pekerja tidak memakai
TLD (Thermoluminisence
Dosemeter) saat bekerja
di medan radiasi dan
menempatkan TLD dekat
dengan sumber radiasi
(BAPETEN, 2011)
Namun demikian, pada tahun 2013 dari 42.450 pekerja radiasi yang melakukan
anali-sis masih terdapat pekerja radiasi yang menda-patkan dosis melebihi NBD (Nilai
Batas Dosis) sebanyak 17 pekerja. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya nilai dosis
tertinggi sebesar 21,85 mSv pada pekerja radiasi. Sedangkan pada tahun 2011 dari
42.430 pekerja radiasi yang melakukan analisis dan 2012 dari 31.940 pekerja radiasi
yang melakukan analisis terdapat pekerja radiasi yang mendapatkan dosis melebihi
NBD masing-ma-sing sebanyak 34 dan 25 pekerja dengan nilai do-sis tertinggi
masing-masing 25,03 mSv dan 23,64 mSv. Kejadian tersebut disebabkan karena terda-
pat pelanggaran dan kelalaian terhadap prosedur keselamatan kerja yaitu pekerja tidak
memakai TLD (Thermoluminisence Dosemeter) saat bekerja di medan radiasi dan
menempatkan TLD dekat dengan sumber radiasi (BAPETEN, 2011).

PEMBAHASAN
Peralatan Yang Digunakan
Radiologi konvensional merupakan suatu pemeriksaan sederhana menggunakan
sinar-x dengan berbagai posisi pemeriksaan. Dapat dilakukan dengan menggunakan
kontras atau tanpa kontras. Keunggulan: Mudah, cepat, dan biaya relatif lebih murah.

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


Penyulit: Terkadang gambaran yang dihasilkan tidak terlalu jelas, karena superposisi
(tumpang-tindih) dengan organ lain. Untuk beberapa jenis pemeriksaan, harus dilakukan
dengan mengubah posisi pasien, agar diperoleh gambaran yang jelas. Pemakaian klinis:
Pemeriksaan tanpa kontras, dapat dilakukan pada jantung dan paru, serta tulang – tulang
pada seluruh bagian tubuh. Pemeriksaan dengan kontras, lebih lanjut dapat digunakan
untuk memeriksa saluran cerna, saluran kemih, organ kandungan, saluran kelenjar liur,
pembuluh darah, saluran getah bening, dan sumsum tulang belakang.

Gambar 1. Pesawat X-Ray Konvensional

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


Gambar 2. Cara kerja X-Ray

ATURAN YANG BERLAKU


Pesawat sinar-X untuk pemeriksaan umum secara rutin harus mempunyai spesifikasi:
a. daya generator paling rendah 5 kW (lima kilowatt);
b. kuat arus tabung paling rendah 50 mA (lima puluh miliamper); dan
c. tegangan tabung dapat dioperasikan hingga 100 kV (seratus kilovolt).
Spesifikasi kuat arus tabung tidak berlaku untuk jenis pesawat sinar-X:
a. Radiologi Kedokteran Gigi;
b. Mamografi;
c. Fluoroskopi; dan
d. Pengukur Densitas Tulang.
Spesifikasi tegangan tabung tidak berlaku untuk jenis pesawat sinar -X:
a. Radiologi Kedokteran Gigi;
b. Mamografi; dan

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


c. Pengukur Densitas Tulang

ALAT PELINDUNG DIRI DAN PENCEGAHANNYA


Menurut Taspirin (2009), pengendalian adalah hal yang paling mendasar dari

proteksi radiasi. Ada tiga prinsip dalam proteksi radiasi yaitu pengendalian waktu,

jarak dan shielding.

a. Waktu

Pengaturan waktu adalah metoda penting untuk mengurangi penerima dosis radiasi.

Waktu yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan dengan menggunakan radiasi

diusahakan secepat mungkin.

b. Jarak

Dalam pengendalian jarak, berlaku hukum kuadrat terbalik yaitu semakin besar

jarak dari sumber maka dosis radiasi ditempat tersebut jauh semakin kecil.

Pengendalian radiasi hambur dari ruang pemeriksaan rontgen dapat dilakukan dengan

menjaga jarak minimal 3 meter dari tabung sinar X.

c. Shielding

Ruang radiologi dan kedokteran nuklir harus mempunyai dinding dari beton yang

lebih tebal atau adanya timbal pelapis sehingga dapat menyerap semua energi radiasi

yang melaluinya. Pada jendela perlu disisipkan kaca timbal sehingga petugas dapat

mengawasi pasien selama pemeriksaan dengan aman.

Menurut dr. Mardiatmo, 2008 dalam Prosedur Tetap mengenai Penggunaan Alat
Proteksi Radiasi (Lampiran 5), antara lain:
a. Setiap pekerja radiasi harus berlindung di belakang tabir proteksi (tembok beton

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


atau Pb (timah hitam).
b. Menggunakan tabir Pb (timah hitam) yang dilengkapi dengan kaca Pb (timah
hitam).
c. Setiap pekerja radiasi memakai apron.
d. Penggunaan radiasi seefektif mungkin sehingga mengurangi radiasi hambur.
e. Mencegah pengulangan foto.
f. Mengatur jarak antara petugas radiasi dengan sumber radiasi.

Upaya-upaya proteksi yang dilakukan oleh Instalasi Radiodiagnostik adalah


sebagai berikut:
a. Pemeriksaan
Sesuai peraturan yang berlaku, maka pekerja radiasi harus diperiksa kesehatannya
sebelum mulai bekerja, selama bekerja minimal setahun sekali, dan saat berhenti
sebagai pekerja radiasi.
Mengingat adanya kemungkinan pindahnya seorang pekerja radiasi ke instalasi lain,
maka diperlukan suatu koordinasi pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi bagi
instalasi-instalasi yang menggunakan radiasi, sehingga data kesehatan sebelumnya bisa
dipindahkan dengan cara yang mudah di tempat kerja yang baru. Data kesehatan
tersebut sangat penting untuk memantau kesehatan pekerja radiasi, masalah ansuransi
maupun untuk menunjang penanganan medik pada kasus kecelakaan radiasi
(Bambang, 2007).
b. Pemeriksaan kesehatan berkala selama bekerja
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk menentukan keadaan kesehatan
pekerja dalam menjalankan tugasnya. Pemeriksaan ini dilakukan sekurang-kurangnya
satu tahun sekali atau lebih tergantung pada kondisi penyinaran yang diterima oleh
pekerja (Dartini, 2007).
Pemeriksaan kesehatan selama masa kerja dilakukan secara berkala minimal sekali
dalam setahun. Pemaparan terhadap radiasi dan peristiwa kontaminasi dengan zat
radioaktif dapat saja terjadi tanpa diketahui oleh si pekerja radiasi, karena itu
diperlukan usaha untuk mendeteksi akibat yang ditimbulkannya. Di pihak lain,

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


perubahan kondisi kesehatan pekerja radiasi dapat nampak seolah-olah sebagai akibat
radiasi pengion namun pada kenyataannya ditimbulkan oleh penyebab lain. Frekuensi
uji berkala seharusnya minimal sekali dalam setahun, bergantung pada umur dan
kesehatan pekerja, sifat tugas, dan tingkat pajanan terhadap radiasi (Tetriana dan
Evalisa, 2007).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


172/MENKES/PER/III/1991, maka pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi terdiri dari:
a) Pemeriksaan jasmani (fisik)
b) Pemeriksaan laboratorium
c) Pemeriksaan lain yang dianggap perlu
d) Proteksi Paparan Radiasi
Mengenai asas-asas proteksi radiasi yang terdiri dari asas justifikasi (justification
of practices), limitasi (dose limitation), dan optimisasi (optimization of protection and
safety) untuk setiap kegiatan yang mengakibatkan penerimaan dosis radiasi pada
seseorang berdasarkan rekomendasi ICRP. Keempat asas yang telah dikenal secara
luas tersebut khususnya di lingkungan penguasa instalasi dan pengguna adalah sebagai
berikut :
Asas justifikasi, yaitu setiap kegiatan yang memanfaatkan radioaktif atau
sumber radiasi lainnya hanya boleh dilakukan apabila menghasilkan keuntungan yang
lebih besar kepada seseorang yang terkena penyinaran radiasi atau bagi masyarakat,
dibandingkan dengan kerugian yang mungkin diakibatkan, dengan memperhatikan
faktor-faktor sosial, ekonomi, dan faktor lainnya yang sesuai. Dalam melakukan
pengkajian perlu diperhitungkan pula estimasi kerugian yang berasal dari penyinaran
yang tidak dapat diramalkan sebelumnya.
Asas limitasi, yaitu penerimaan dosis oleh seseorang tidak boleh melampaui
nilai batas dosis yang ditetapkan Badan Pengawas (BP). Yang dimaksud nilai batas
dosis disini adalah dosis radiasi
yang diterima dari penyinaran eksterna dan interna selama 1 (satu) tahun dan tidak
bergantung pada laju dosis. Penetapan nilai batas dosis ini tidak memperhitungkan

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


penerimaan dosis untuk tujuan medik yang berasal dari radiasi alam.
Asas optimisasi, yaitu proteksi dan keselamatan terhadap penyinaran yang
berasal dari sumber radiasi yang dimanfaatkan, harus diusahakan sedemikian rupa
sehingga besarnya dosis yang diterima seseorang dan jumlah orang yang tersinari
sekecil mungkin dengan memperhatikan faktor sosial dan ekonomi. Terhadap dosis
perorangan yang berasal dari sumber radiasi harus diberlakukan pembatasan dosis
yang besarnya harus dibawah nilai batas dosis (Tetriana dan Evalisa, 2007).

Gambar 3. Tempat penyimpanan apron (alat proteksi radiasi)

Sistem harus menyediakan pesan peringatan setiap kali kualitas gambar lebih tinggi
dari yang dibutuhkan dipilih, setiap kali area yang terpapar lebih besar dari optimal, ketika
seorang pasien menyatakan kehamilan, dan juga ketika ada kebutuhan untuk memastikan
kehamilan. Mesin harus, secara default, menyediakan protokol berbasis indikasi dan sistem
pemaparan otomatis untuk semua modalitas dengan tampilan dosis. Perbandingan dosis
dengan tingkat referensi dan mekanisme umpan balik harus ada. Statistik harian kinerja
dosis yang menunjukkan jumlah kasus dan dosisnya relatif terhadap tingkat referensi harus
tersedia secara rutin

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


Gambar 4. Tabel Dose Range

Peralatan proteksi radiasi antara lain berupa tanda radiasi seperti dan pelindung
paparan (apron). Tanda radiasi berguna untuk memberikan peringatan bahwa pada daerah
tersebut terdapat bahaya radiasi.

Gambar 5. Pilihan tanda radiasi berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga
Nuklir Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat
Sinar X Radiologi Diagnostik dan Intervensional

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


Gambar 6. Tanda peringatan Radiasi di RSUP Dr. Sardjito

Proteksi Radiasi Bagi Wanita Usia Subur dan Wanita Hamil.


Dalam menetapkan pemeriksaan sinar-X pada wanita hamil, terutama pada
bagian panggul, pertimbangan menyeluruh mengenai akibat paparan terhadap janin harus
dilakukan. Hal ini dikarenakan radiasi pada bagian panggul yang mengenai janin dapat
mempengaruhi perkembangan janin. Paparan radiasi terhadap janin dapat meningkatkan
risiko efek somatik pada dirinya sendiri dan juga meningkatkan risiko efek genetik hingga
ke keturunan yang berikutnya. Oleh karena itu, setiap upaya harus dilakukan untuk
menghindari paparan yang tidak perlu terhadap wanita hamil. Hal ini penting selama tahap
kehamilan dini karena saat tersebut adalah potensi paling besar radiasi merusak dengan
cepat jaringan yang sedang membelah.
Untuk mengurangi resiko akibat paparan radiasi saat pemeriksaan radiologi
diagnostik, proteksi radiasi dapat dilakukan dengan berbagai cara:
a. Memastikan wanita tidak dalam kondisi hamil.
Sebelum pemeriksaan radiologi diagnostik perlu dipastikan pasien tidak dalam
kondisi hamil atau mungkin hamil. Dokter, perawat, radiografer dan staf terkait
harus memastikan hal ini.

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


b. Pemasangan Tanda Peringatan.
Dalam batang tubuh Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 8
Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar X
Radiologi Diagnostik dan Intervensional, belum mengatur tentang cara mengurangi
resiko bahaya radiasi terhadap kehamilan. Namun pada bagian lampiran, terdapat
klausul “Poster peringatan bahaya Radiasi harus dipasang di dalam ruangan
pesawat sinar-X, yang memuat tulisan ”WANITA HAMIL ATAU DIDUGA
HAMIL HARUS MEMBERITAHU DOKTER ATAU RADIOGRAFER”

Dalam suatu instalasi untuk penggunaan sumber radiasi, konstruksi gedung yang
digunakan mempunyai fungsi sebagai penahan radiasi, sehingga harus diperhatikan
perencanaan arsitektur instalasi. Persyaratan penahan radiasi bagi ruangan radiologi
tergantung pada jenis peralatan dan energi radiasi yang dipakai. Faktor desain ruang
pemeriksaan [4] adalah: o Ruangan dengan ukuran: 4 m x 3 m x 3 m, dilengkapi dengan
toilet: 2 m x 1,5 m x 3 m. o Dinding penahan radiasi primer, tebal satu bata dengan
plesteran (25 cm) atau beton setebal 15 cm, yang setara dengan tebal Pb 2 mm. o Dinding
penahan radiasi hambur, adalah dinding bata berplester setebal 15 cm dan untuk pintu kayu
kusennya harus dilapisi timah hitam (Pb) setebal 2 mm. o Ruangan juga dilengkapi alat
peringatan bahaya radiasi dan sistem pengaturan udara sesuai dengan kebutuhan.

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


KESIMPULAN
Di era baru saat ini, perkembangan dunia radiologi sangatlah pesat, dan tingkat
kebutuhan oleh masyarakat juga sangat meningkat guna menunjang kebutuhan diagnostic
dan terapi. Namun perkembangan yang ada juga diiringi oleh bahaya radiasi yang
meningkat pula. Oleh sebab itu kerjasama dan pertimbangan dari segala aspek yang terlibat
perlu dipikirkan mengacu pada prinsip bahwa dosis radiasi harus “As Low As Reasonably
Achievable” (ALARA), demi manfaat dan keamanan yang maksimal, baik bagi pekerja
radiasi maupun pasien utamanya.Alat protektif dan proteksi radiasi di Instalasi
Radiodiagnostik RSUP DR SARDJITO dalam hal ini sudah sesuai dengan Kepmenkes
1014/MENKES/SK/XI/2008 yaitu dalam hal shielding, lead apron, gloves, film badge,
surveymeter, apron thyroid. Namun ada yang belum sesuai yaitu goggles dan apron
gonad dikarenakan rusak dan tidak layak pakai. Pengadaan program dalam hal proteksi
radiasi sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 63 tahun 2000 tentang Keselamatan

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion pasal 18 tentang Peralatan Proteksi
Radiasi dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1969 tentang Pemakaian isotop radioaktif
radiasi pasal 6
Nilai Batas Dosis (NBD) untuk petugas atau pekerja radiasi di Instalasi

Radiodiagnostik sudah memenuhi standard internasional ICRP No. 60 tahun 1990,

yaitu untuk petugas atau pekerja radiasi adalah 5 mSv per tahun dengan syarat bahwa

dosis rata-rata selama lima tahun berturut- turut tidak melebihi dari 1 mSv dalam satu

tahun dan menurut Bapeten no 01/Ka-Bapeten/V-99 tentang Nilai Batas Dosis serta Peraturan

Pemerintah no 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan

Radiasi Pengion Bab III mengenai Sistem Pembatasan Dosis Pasal 3 sampai dengan Pasal 6.

REFERENSI
1. BAPETEN. 2014. Radiasi Keselamatan. Pesawat Sinar X Radiologi Diagnostik
Intervensional.
2. BAPETEN. 2019. Buku Panduan Pesawat Sinar X Radiologi Diagnostik Intervensional.
3. Health Physics Society. Radiation risk in perspective: position statement of the
Health Physics Society (adopted January 1996). In: Health Physics Society
directory and handbook, 1998–1999. McLean, VA: Health Physics Society,
1998:238.
4. National Council on Radiation Protection and Measurements. Ionizing radiation
exposure of the population of the United States: NCRP report no. 160. Bethesda,
MD: National Council on Radiation Protection and Measurements, 2009.
5. Rudi, Pratiwi dan susilo. 2012. Pengukuran Paparan Radiasi Pesawat Sinar-x di

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


Instalasi Radiodiagnostik Untuk Proteksi Radiasi. Unnes Physics Journal 1: 20-24.
6. The Alliance for Radiation Safety in Pediatric Imaging. Image gently. Alliance for
Radiation Safety in Pediatric Imaging website. www.pedrad.org/
associations/5364/ig/. Published 2011. Accessed October 26, 2012.
7. Toto Trikasjono, Djoko Marjanto , Bety Timorti. 2009. Analisis Keselamatan
Pesawat Sinar-X Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Daerah Sleman Yogyakarta.
STTNBATAN.(http://reponkm.batan.go.id/1702/1/ANALISIS
%20KESELAMATAN%20PESAWAT%20SINARX%20DI%20INSTALASI
%20RADIOLOGI%20RUMAH%20SAKIT%20UMUM%20DAERAH
%20SLEMAN%20YOGYAKARTA.pdf).
8. United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation. Sources
and effects of ionizing radiation: UNSCEAR 2008 report to the General Assembly
with scientific annexes, vol. 1. New York, NY: United Nations, 2010

Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020


Dian Angraeni Widiastuti-18/435670/PKU/17674-10 Januari 2020

Anda mungkin juga menyukai